Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA Tn.

Y DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STAGE V YANG DILAKUKAN
ANKLE PUMPING EXERCISE DAN CONTRAST BATH
UNTUK MENURUNKAN UDEMA PADA KAKI
DI RUANGAN NON BEDAH PENYAKIT
DALAM PRIA RSUP.DR.M.DJAMIL
PADANG TAHUN 2020

KARYA ILMIAH NERS


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :

RIA UTAMI YULIANI, S.Kep


1913972

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA Tn.Y DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) STAGE V YANG DILAKUKAN
ANKLE PUMPING EXERCISE DAN CONTRAST BATH
UNTUK MENURUNKAN UDEMA PADA KAKI
DI RUANGAN NON BEDAH PENYAKIT
DALAM PRIA RSUP.DR.M.DJAMIL
PADANG TAHUN 2020

KARYA ILMIAH NERS


PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)

Oleh :
RIA UTAMI YULIANI, S.Kep
1913972

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ria Utami Yuliani, S.Kep

NIM : 1913972

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah Ners yang berjudul “Analisis Praktek


Klinik Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
Stage V Yang Dilakukan Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath
Untuk Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah Penyakit
Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang”.

Merupakan :
1. Hasil Karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri
2. Penggunaan sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk adalah
yang sesungguhnya bukan hasil rekayasa dan telah saya nyatakan
dengan benar
3. Karya lmiah Ners ini belum pernah disampaikan pada kesempatan
apapun, oleh karena itu pertanggung jawaban laporan ini
sepenuhnya berada pada diri saya

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Jika


nantinya ditemukan ketidaksesuaian, maka saya bersedia menerima
sanksi yang ditetapkan oleh pihak terkait.

Padang, 27 Juni 2020

Yang menyatakan

(Ria Utami Yuliani, S.Kep)


NIM. 1913972
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama Lengkap : Ria Utami Yuliani, S. Kep

NIM : 1913972

Judul :“Analisis Praktek Klinik Keperawatan Pada Tn.Y Dengan


Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V Yang Dilakukan
Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Untuk
Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah
Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang”.

Pembimbing

(Jasmarizal, SKp, MARS)


NIDN. 1023025701

Ketua Program Studi

(Ns. Lenni Sastra, S.Kep, MS)


NIDN : 1014058501
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan karya ilmiah ners yang berjudul “Analisis Praktek

Klinik Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Chronic Kidney Disease (CKD)

Stage V Yang Dilakukan Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath

Untuk Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah Penyakit

Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang”

Dalam penulisan karya ilmiah ners ini banyak hambatan yang penulis

hadapi, namun berkat dorongan semua pihak, karya ilmiah ners ini dapat

penulis selesaikan. Karya ilmiah ners ini merupakan salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan program studi ners di STIKes MERCUBAKTIJAYA

Padang. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Jasmarizal, SKp, MARS Ibu selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan serta konsep-konsep dalam

penyusunan karya ilmiah ners ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah ners ini.

2. Pasien (Tn.Y) dan keluarga pasien yang telah bersedia untuk dilakukan

pengkajian dan berpartisipasi dalam proses keperawatan.

3. Ibu Ns. Lenni Sastra, S.Kep, MS sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan

STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.


4. Ibu Ises Reni, SKp, M.Kep, selaku Ketua STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang.

5. Bapak Jasmarizal SKp, MARS selaku Ketua Pengurus Yayasan

MERCUBAKTIJAYA Padang.

6. Seluruh Staf dan Dosen pengajar STIKes MERCUBAKTIJAYA

Padang

7. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa/I Profesi Ners STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang sehat serta

masukan-masukan yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna

kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan

rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua. Amiiiiin Allahumma Amiin.

Padang, Juni 2020

Penulis
ABSTRAK

Nama : Ria Utami Yuliani, S.Kep

NIM : 1913972

Program Studi : Profesi Ners


Judul :“Analisis Praktek Klinik Keperawatan Pada Tn.Y Dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V Yang Dilakukan
Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Untuk
Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah
Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang”

Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefenisikan


sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, inversibel, dan samar dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit.
Pada pengkajian Tn.Y didapatkan Tn.Y mengeluhkan badan terasa
lemah dan letih sejak 7 hari yang lalu, mual, muntah, wajah sembab,
ekstremitas udem, Hb : 9,5 g/dl, intake > output (+335cc), ekstremitas bawah
udem derajat 2+, albumin : 2,2 g/dl (hipoalbuminemia). Udema yang terjadi
pada Tn.Y disebabkan karena tekanan penghisap (tekanan osmotik) di jaringan
sekitar pembuluh kapiler lebih tinggi, menyebabkan air dan pembuluh kapiler
masuk ke dalam jaringan dan menyebabkan bengkak.
Dari data yang didapatkan pada pengkajian didapatkan 4 masalah
keperawatan pada Tn.Y. Salah satu masalah keperawatan pada Tn.Y dengan
CKD yaitu terjadinya hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena yang
dibuktikan dengan adanya udema, sehingga dari masalah keperawatan itu
penulis memberikan latihan ankle pumping exercise dan contrast bath untuk
menurunkan derajat udema pada kaki Tn.Y. kombinasi ankle pumping
exercise dan contrast bath yang dilakukan 3x sehari selama 3 hari dan setiap
intervensi dilakukan selama 30 menit dapat menurunkan kedalaman edema.

Kata kunci : Chronic Kidney Disease, Udema Kaki, Ankle Pumping Exercise,
Contrast Bath
Daftar Pustaka : 22 (2009-2020)
ABSTRACT

Name : Ria Utami Yuliani, S.Kep


NIM : 1913972
Study Program : Profesi Ners
Title : "Analysis of Nursing Clinical Practices in Mr. Y with Chronic
Kidney Disease (CKD) Stage V Performed by Ankle Pumping
Exercise and Contrast Bath to Reduce Udema in the Legs in
Non-Surgical Diseases in Men Dr. M.Djamil Padang Hospital"

Chronic kidney disease is defined as a condition where the kidneys


experience a slow, progressive, inversible, and vague function in which the
body's ability to fail in maintaining metabolism, fluids, and electrolyte balance.
In the assessment, Mr.Y found Mr.Y complained that the body felt weak
and tired since 7 days ago, nausea, vomiting, swollen face, edema extremities,
Hb: 9.5 g / dl, intake> output (+ 335cc), lower limb edema degree 2+,
albumin: 2.2 g / dl (hypoalbuminemia). Udema that occurs in Tn.Y is caused by
suction pressure (osmotic pressure) in the tissue around the capillaries which
is higher, causing water and capillaries to enter the tissue and causing
swelling.
From the data obtained in the study obtained 4 nursing problems in Mr. Y.
One of the nursing problems in Tn.Y with CKD is the occurrence of
hypervolemia b.d venous backflow disturbance as evidenced by the edema, so
from the nursing problem the authors provide ankle pumping exercise and
contrast bath exercises to reduce the degree of udema in the legs of Mr.Y. a
combination of ankle pumping exercise and contrast bath which is done 3 times
a day for 3 days and each intervention carried out for 30 minutes can reduce
the depth of edema.

Key words : Chronic Kidney Disease, Udema Kaki, Ankle Pumping Exercise,
Contrast Bath
Bibliography : 22 (2009-2020)
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

ABSTRAK ....................................................................................................... ii

ABSTRACT ..................................................................................................... iii

DAFTAR ISI.................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 11
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 11
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep CKD
B. Konsep Edema
C. Penerapan Evidence Based Dalam Asuhan Keperawatan Tentang
Pengaruh Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Terhadap
Udema Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) ..................................

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


A. Ringkasan Kasus Kelolaan ......................................................................... 47
B. Laporan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ................................................ 50
BAB IV PEMBAHASAN
A. Profil Lahan Praktek .................................................................................. 52
B. Analisis Proses Keperawatan ..................................................................... 53
C. Analisis Intervensi Dengan Konsep Penelitian Terkait Aplikasi
Evidence Based ..........................................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 71
B. Saran ......................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Alat Ukur Inkontinensia Urine .......................................................... 35

Tabel 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 52

Tabel 4.2 Defenisi Operasional ......................................................................... 58

Tabel 5.1 Rata-rata Skor Inkontinensia Urine Sebelum Intervensi ..................... 71

Tabel 5.2 Rata-rata Skor Inkontinensia Urine Sesudah Intervensi ..................... 72

Tabel 5.3 Perbedaan Rata-rata Skor inkontinensia urine sebelum dan sesudah
intervensi ............................................................................................... 73
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Gandchart Skripsi

Lampiran 2 : Format Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden

Lampiran 4 : Modul Bladder Training Teknik Menunda Berkemih

Lampiran 5 : Bladder Diary 24 Jam

Lampiran 6 : Panduan Pengisian Bladder Diary 24 Jam

Lampiran 7 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 8 : Master Tabel

Lampiran 9 : Hasil Pengolahan Data

Lampiran 10 : Dokumentasi

Lampiran11 : Surat izin penelitian dari STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Lampiran12 : Surat izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Padang

Lampiran 13 : Surat Keterangan penelitian dari Puskesmas Nanggalo Padang

Lampiran 14 : Lembar Konsultasi


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefenisikan

sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,

progresif, inversibel, dan samar dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit. Hal

ini dapat menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah (Ariani, 2016). Gagal ginjal kronis adalah akibat destruksi

jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berangsur-angsur. Penyakit

gagal ginjal kronis bersifat menetap, tidak dapat disembuhkan dan

memerlukan pengobatan berupa rawat jalan dalam waktu yang lama,

transplantasi ginjal, dialisis peritoneal, dan hemodialisa. Gagal ginjal

merupakan fungsi ginjalnya rusak, tidak dapat berfungsi dengan baik dan

bersifat menetap ( Black, 2014).

Penyebab gagal ginjal kronik yang dari tahun ke tahun semakin

meningkat dapat disebabkan oleh kondisi klinis dari ginjal sendiri dan dari

luar ginjal. Penyakit dari ginjal seperti penyakit pada saringan (

glomerulus), infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan penyakit dari luar

ginjal seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi,

infeksi di badan seperti tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan,

dan kehilangan banyak cairan yang mendadak seperti pada luka bakar (

Muttaqin, 2011).
United State Renal Data System di Amerika Serikat menyatakan,

prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat 20-25% setiap tahun. Di

Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi penyakit gagal ginjal meningkat

50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang

Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya

1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (WHO, 2015).

Menurut Hill et al (2016) prevalensi global gagal ginjal kronik sebesar

13,4% dengan 48% diantaranya mengalami penurunan fungsi ginjal dan

tidak menjalani dialisis dan sebanyak 96% orang dengan kerusakan ginjal

atau fungsi ginjal yang berkurang tidak sadar bahwa mereka mengalami

gagal ginjal kronik (GGK). United States Renal Data System (USRDS)

melaporkan bahwa CKD merupakan masalah epidemik dengan perkiraan

lebih kurang 36 juta kasus pada tahun 2018.

Indonesia juga merupakan negara dengan tingkat penderita gagal

ginjal yang cukup tinggi, prevalensi gagal ginjal kronik meningkat dari

2.997.680 orang menjadi 3.091.240 orang (United State Renal Data

System, 2016). World Health Organization (WHO) menjelaskan di

Indonesia akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal pada tahun 1995-

2025 sebesar 41,4%. Menurut hasil dari data Riskesdes (2018) kejadian

gagal ginjal kronis di Indonesia yaitu 3,8%, prevalensi penyakit ginjal

kronik tertinggi yaitu sebanyak 6,4%, prevalensi penyakit ginjal kronik

terendah yaitu sebanyak 1,8%, sedangkan Sumatra Barat penderita gagal

ginjal kronik sebanyak 3,9%, kejadian tertinggi penyakit ginjal kronik

adalah pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu sebanyak 8,23%, penyakit
ginjal berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4,17% dan wanita

sebanyak 3,52% (Riskesdas, 2018). Di RSUP Dr.M.Djamil Padang

khususnya diruangan Penyakit Dalam Irna Non Bedah Pria, kasus CKD

merupakan kasus yang cukup banyak ditemukan.

Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi renal, sehingga

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan

komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price &

Wilson, 2006). Kondisi ketidakseimbangan ini ditandai dengan adanya

kelebihan cairan dan natrium di ruang ekstrasel dikenal dengan istilah

hipervolemia. Manifestasi yang muncul terkait kondisi ini adalah

peningkatan volume darah dan edema (Mubarak, 2015). Edema terjadi di

daerah tungkai dan mata (jaringan longgar) (Tamsuri, 2009 dalam Fatchur

dkk, 2020, Guyton & Hall, 2007).

Penatalaksanaan untuk mengurangi edema terdiri dari

penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan non-farmakologis.

Adapun penatalaksanaan farmakologis yang biasanya dilakukan yaitu

berupa hemodialisis proses pembersihan produk sampah dan air dalam

darah, dan pemberian obat golongan diuretika dengan cara menghambat

reabsorbsi natrium pada tubulus distal, serta membatasi asupan cairan

dan natrium (Igntavicius, 2006 dalam Hayani, 2014). Faruq (2017) dalam

tulisannya menjelaskan perlunya upaya penurunan kelebihan volume

cairan dengan cara pembatasan cairan. Angraini dan Putri (2016)

menambahkan bahwa penderita CKD Stadium V memerlukan juga

pemantauan intake output cairan dengan cara mencatat jumlah cairan yang
diminum dan jumlah urine setiap harinya. Karena berdasarkan hasil

penelitiannya bahwa dengan melakukan hal tersebut maka terjadi

penurunan derajat edema dari grade 3 menjadi edema grade 1.

Selain itu, penatalaksanaan non-farmakologi yang dapat dilakukan

untuk mengatasi udema yaitu dengan melakukan pijat kaki, pengaturan

posisi kaki dengan meninggikan kaki 15-30o, latihan ankle pumping

exercise dan latihan contrast bath (Toya & Sasano, 2016 dalam Fatchur

dkk, 2020).

Ankle pumping exercise merupakan langkah efektif untuk

mengurangi edema karena akan menimbulkan efek muscle pump sehingga

akan mendorong cairan yang ada di ekstrasel ke dalam pembuluh darah

dan kembali ke jantung (Delila, 2006). Ankle pumping exercise dilakukan

dengan menggerakkan pergelangan kaki secara maksimal ke atas dan ke

bawah dengan mengelevasikan kaki apabila ada pembengkakan distal

untuk melancarkan aliran darah balik sehingga dapat menurunkan

pembengkakan distal akibat sirkulasi darah yang lancar (Utami, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Prastika (2019) menyatakan bahwa ankle

pumping exercise pada pasien GGK memberikan pengaruh terhadap

penurunan derajat edema. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

Fatchur, dkk (2020) didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan

kedalaman edema kaki pada responden dengan GGK antara sebelum

dilakukan intervensi dengan setelah dilakukan intervensi ankle pumping

exercise dengan kedalaman edema pre test didapatkan rerata 5,55 mm dan

nilai rerata pada post test didapatkan 4,50 mm dengan p-value = 0,001.
Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki sebatas

betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan dilanjutkan

dengan air dingin, dimana suhu air hangat antara 36,6ºC-43,3ºC dan suhu

air dingin antara 10ºC-20ºC (Purwadi, 2015). Contras bath dapat

mempercepat pemulihan dengan meningkatkan sirkulasi perifer dengan

membuang sisa metabolisme tubuh, selain itu dengan memperlebar

pembuluh darah sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang

mengalami pembengkakan (Mooventhan & Vivethitha, 2014). Penerapan

ankle pumping exercise dan contrast bath ini dapat dilakukan oleh

perawat, mengingat tidak diperlukan energi dan biaya yang besar dalam

melakukannya.

Penatalaksanaan udema pada pasien dengan CKD ini harus

dilakukan dengan tepat. Karena jika penatalaksanaan tidak dilakukan

dengan baik maka akan mengakibatkan beberapa komplikasi seperti efusi

pleura, udema paru, sakit kepala, dan kesulitan tidur. Dampak Fisiologis

pada keadaan kelebihan volume cairan dapat meningkatkan resiko

hipertensi, aritmia, gagal jantung kongetif dan berpengaruh dalam

kelangsungan hidup penderita gagal ginjal kronik. Komplikasi tersebut

dapat mangakibatkan stressor fisiologis terhadap pasien (Suwitra, 2014).

Selain dari stressor fisiologis, pasien yang mengalami udema juga bisa

mempengaruhi stressor psikologis seperti terjadi penurunan kehidupan

sosial (Handayani, 2014). Hal ini karna adanya penyakit sehingga

memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien (Baykan &

Yargic, 2012).
Dampak psikologis lainnya yang dapat ditimbulkan dengan adanya

edema pada pasien CKD ini yaitu berupa persepsi negatif terhadap

tubuhnya sendiri akibat perubahan struktur dan fungsi tubuhnya, hal ini

juga berdampak pada status sosialnya yaitu pasien akan merasa malu

didepan keluarga dan masyarakat akibat perubahan fisik yang dialaminya

sehingga pasien tidak mau untuk bersosialisasi. Selain itu, hasil penelitian

yang dilakukan oleh Asty, Hamid dan Putri (2011) menggambarkan bahwa

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami empat

perubahan yaitu perubahan psikologis yang berupa rasa takut terhadap

terapi, cemas terkait ketidakpastian sakit, cemas terkait peran dan

tanggung jawab serta penolakan, marah, perubahan aktifitas seperti tidak

lagi bekerja dan tidak melakukan aktifitas apapun, tidak lagi mengikuti

kegiatan di lingkungan dan jarang keluar rumah.

Kondisi edema ini juga berpengaruh terhadap status spiritual

pasien yang dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kurniawati & Abu Bakar (2013) tentang studi fenomenologi pengalaman

ibadah pasien beragama Islam yang dirawat dengan pendekatan spiritual

Islam di Rumah Sakit Aisyiah Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji

Surabaya menunjukkan bahwa sebagian pasien yang dirawat di rumah

sakit dengan berbasis agama Islam tidak menjalankan ibadah sesuai yang

diperintahkan agama dengan alasan kelemahan fisik.

Perawat mempunyai peranan yang besar dalam memberikan

dukungan serta asuhan keperawatan pada pasien CKD yang mengalami

edema ini. Salah satu yang dapat perawat lakukan untuk mengatasi
masalah fisik pasien yaitu dengan memberikan perawatan kepada klien

dengan memantau intake output cairan, dan memantau tanda adanya

perubahan fungsi regulator tubuh serta membatasi masukan cairan klien.

Hal lainnya yang dapat perawat lakukan yaitu dengan memberikan

ketenangan psikologis pada pasien dengan mengajarkan teknik relaksasi

napas dalam dan hipnotis lima jari untuk mengatasi masalah psikologis

berupa rasa cemas dan khawatir yang dialami oleh pasien terkait

penyakitnya (Elisnawati & Wardani, 2018). Kemudian, perawat dapat

melakukan latihan teknik spiritual untuk menurunkan rasa cemas klien.

Pendekatan agama merupakan salah satu bentuk dari koping adaptif yang

dimiliki oleh seorang individu (Carver, 2013 dalam Elisnawati & Wardani,

2018). Serta perawat dapat melakukan terapi latihan berupa ankle pumping

exercise dan contrast bath untuk menurunkan edema kaki pada pasien

CKD.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan dilapangan, penulis belum

menemukan adanya perawat ruangan yang memberikan intervensi Ankle

Pumping Exercise Dan Contrast Bath dalam menurunkan derajat udema

kaki pada pasien CKD, perawat ruangan fokus dengan pemberian obat

diuretik yang telah diprogramkan oleh dokter pada pasien dengan CKD.

Oleh karena itu, penulis ingin memberikan intervensi Ankle Pumping

Exercise Dan Contrast Bath pada pasien dengan CKD yang mengalami

udema kaki dengan melihat gambaran asuhan keperawatan dalam sebuah

karya ilmiah ners yang berjudul “Analisis Praktek Klinik Keperawatan

Pada Tn.Y Dengan Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V Yang


Dilakukan Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Untuk

Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah Penyakit Dalam

Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang muncul seperti adanya udema pada kaki

yang dialami oleh pasien CKD dan fenomena yang ditemukan dilapangan

yaitu belum adanya perawat ruangan yang melakukan intervensi Ankle

Pumping Exercise Dan Contrast Bath dalam menurunkan derajat udema,

maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam karya ilmiah ners ini

adalah “ Bagaimanakah Analisis Praktek Klinik Keperawatan Pada Tn.Y

Dengan Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V Yang Dilakukan Ankle

Pumping Exercise Dan Contrast Bath Untuk Menurunkan Udema Pada

Kaki Di Ruangan Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil

Padang”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk dapat memberikan gambaran Analisis Praktek Klinik

Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Chronic Kidney Disease (CKD)

Stage V Yang Dilakukan Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath

Untuk Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah

Penyakit Dalam Pria RSUP Dr. M.Djamil Padang Tahun 2020”.


2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.Y dengan CKD di ruang

non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr.M.Djamil Padang tahun

2020.

b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.Y dengan

CKD di ruang non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr.M.Djamil

Padang tahun 2020.

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada Tn.Y

dengan CKD di ruang non bedah penyakit dalam pria RSUP

Dr.M.Djamil Padang tahun 2020.

d. Mampu menganalisa penerapan pemberian Ankle Pumping

Exercise Dan Contrast Bath Untuk Menurunkan Udema Pada Kaki

Tn.Y Di Ruangan Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.

M.Djamil Padang Tahun 2020”.

e. Mampu membuat rekomendasi untuk pemberian Ankle Pumping

Exercise Dan Contrast Bath Untuk Menurunkan Udema Pada Kaki

Tn.Y Di Ruangan Non Bedah Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.

M.Djamil Padang Tahun 2020”.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Perkembangan Keperawatan

Agar makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD,

sehingga dapat dilakukan dengan segera untuk mengatasi masalah


udema kaki pada pasien dengan CKD dengan terapi Ankle

Pumping Exercise Dan Contrast Bath.

b. Bagi Pembaca

Memberikan pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan

yang tepat kepada pembaca khususnya dalam menyikapi dan

mengatasi udema kaki pada pasien dengan CKD.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan yang telah

diberikan kepada pasien CKD yang diberikan terapi Ankle

Pumping Exercise Dan Contrast Bath untuk menurunkan derajat

udema pada kaki di ruang non bedah penyakit dalam pria RSUP

Dr.M.Djamil Padang.

b. Bagi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang

Sebagai tambahan data kepustakaan dan menambah referensi bagi

institusi tentang asuhan keperawatan pada pasien CKD Stage V

yang diberikan terapi Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath

untuk menurunkan derajat udema kaki di ruang non bedah penyakit

dalam pria RSUP Dr.M.Djamil Padang.

c. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan masyarakat

yang berkaitan dengan terapi Ankle Pumping Exercise Dan

Contrast Bath untuk menurunkan derajat udema kaki pada pasien

Chronic Kidney Disease (CKD)


d. Bagi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan dan menambah referensi bagi pelayanan

kesehatanan tentang asuhan keperawatan pada pasien Chronic

Kidney Diasese (CKD) untuk menurunkan derajat udema pada

pasien di ruangan non bedah penyakit dalam pria RSUP. Dr.

M.Djamil Padang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)

CKD atau gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kondisi dimana

ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,

inversibel, dan samar yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal

dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan

elektrolit (Smeltzer, 2010). Ketika massa ginjal yang tersisa tidak

dapat lagi menjaga lingkungan internal tubuh, maka akibatnya ginjal

berada pada posisi penyakit ginjal stadium lima atau End Stage Renal

Disease (ESRD) yang ditandai dengan azotemia, uremia dan sindrom

uremik (Black, 2014).

Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) adalah kerusakan ginjal

yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis.

Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerolus kurang dari 60

ml/menit/1,73 m², namun apabila tidak terdapat kerusakan ginjal lebih

dari 3 bulan, dan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) sama atau lebih dari

60 ml/menit maka tidak termasuk kriteria CKD (Kidney Disease

Outcome Quality Initiative, 2010).

Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan


elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan

manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam

darah (Muttaqin & Sari, 2014). CKD stadium lima atau end stage

renal disease (ESRD) adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif

dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara

metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit

berakibat peningkatan ureum (Smeltzer et, al 2014).

2. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam

dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada

bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25%

normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena

nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang

rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi, reabsorbsi

dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin

banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi

tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak

dan akhirnya mati. Sebagian siklus kematian ini tampaknya berkaitan

dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan

reabsorbsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif nefron-nefron,

terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal mungkin

berkurang (Corwin, 2011).

Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang kompleks

termasuk diantaranya penurunan GFR (Glomerulous Filtration Rate),


pengeluaran produksi urine dan eksresi air yang abnormal. Hemestasis

dipertahankan oleh hipertrofi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi

nefron hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa

produksi dengan jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi

hipostenuria (kehilangan kemampuan mengikat urin) dan poliuria

adalah peningkatan output ginjal yang merupakan tanda awal CKD dan

dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit

selanjutnya kemampuan memekat urin menjadi semakin berkurang.

Osmolaritasnya (isotenuria) jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini

maka serum BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan

beresiko lebih beban cairan seiring dengan output urin yang semakin

tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi atau

mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal

(Brunner & Suddart, 2007).

Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan

gangguan ekresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian diekresikan

oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada

pembentukan serum kreatini. Adanya peningkatan konsentrasi BUN

dan kreatinin dalam darah disebut azotemia yang merupakan salah satu

petunjuk gagal ginjal (Brunner & Suddart, 2007).

Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan

sistem kardiovaskuler. Manifestasi umumnya yaitu anemia, hipertensi,

gagal jantung kongestif, dan perikarditis. Anemia disebabkan oleh

penurunan tingkat eirtropoeitin, penurunan masa hidup sel darah merah


akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat serta perdarahan

gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah

akibat overload cairan dan sodium serta kesalahn fungsi sistem renin.

Angiotensin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja

jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Brunner &

Suddart, 2007).

3. WOC Chronic Kidney Disease (Terlampir)

B. Konsep Edema

1. Definisi Edema

Edema dapat diartikan sebagai pembengkakan jaringan subcutan

yang apabila ditekan akan menimbulkan cekungan (Naga, 2013 dalam

Robiati, 2019). Edema terjadi ketika cairan interstitial dikeluarkan oleh

limfatik sirkulasi, edema akan terbentuk ketika aliran kapiler filtrasi

melebihi kapasitas limfatik (Mosti, 2013 dalam Robiati, 2019). Pada

pasien gagal ginjal terjadi penurunan fungsi ginjal berupa terjadinya

peningkatan jumlah nefron yang tidak dapat berfungsi sehingga ginjal

tidak mampu menyaring urine. Hal ini menyebabkan glomerulus

menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui

tubulus sehingga terjadi retensi air dan natrium yang menyebabkan

udema (O’Callaghan, 2009 ; Smeltzer, 2010).

Pada udema tungkai sering terjadi akumulasi cairan interstinal

yang pada satu atau kedua tungkai. Karakteristik udema tungkai yang

terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yaitu (Suciyadi, 2016) :


a. Pitting edema pada pretibia, pergelangan kaki, dan dorsum

pedis

b. Responsif dengan pemberian diuretik

c. Umumnya tidak ada nyeri penekanan

2. Patofisiologi Udema

Normalnya cairan bergerak bebas diantara ruang interstitial dengan

ruang intravaskuler untuk mempertahankan homeostasis. Cara

mempertahankan homesostasis yaitu pada saat tekanan hidrostatik

kapiler diujung kapiler arteri lebih besar daripada tekanan osmotik

plasma sehingga cairan keluar dari kapiler. Sebaliknya jika diujung

kapiler dekat vena, tekanan osmotik lebih tinggi maka akan menarik

cairan kedalam kapiler. Menurut (Naga, 2013) ada 3 faktor yang

menjadi penyebab terjadinya edema. Pertama, dinding kapiler bocor

sehingga molekul protein keluar dengan mudah ke dalam cairan

interstisial. Kedua, tekanan pada ujung kapiler vena masih cukup tiggi

atau bahkan lebih tinggi dibandingkan tekanan osmotik koloid dalam

darah terlalu rendah. Sebagian besar penyebab rendahnya tekanan ini

adalah kadar albumin dalam serum terlalu rendah. Jika kadar albumin

kurang dari 2,5% maka akan terjadi edema.

3. Pengukuran Udema

Menurut Sukmana (2016) pemeriksaan kedalaman dan pemulihan

udema (pitting udema) meliputi nilai 0 tidak ada udema, nilai 1 jika

sedikit pitting (kedalaman 2 mm) tanpa terlihat distorsi, nilai 2 jika

agak lebih dalam pitting (4 mm), niai 3 jika pitting edema terasa lebih
dalam (6 mm) dengan ekstremitas tergantug penuh dan bengkak, dan

nilai 4 jika pitting edema sangat dalam (8 mm).

4. Penilaian Pitting Edema

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

Edema ≥ 2 Edema 2-4 Edema 4-6 Edema 6-8 mm


mm (1+) mm (2+) mm (3+) (4+)
1. Lubang 1. Lubang 1. Lubang 1. Lubang
kecil yang agak terasa sangat sangat dalam
2. Tidak ada dalam dalam 2. Berlangsung
distorsi 2. Tidak 2. Dapat selama 2-5
yang terdeteksi bertahan menit
terlihat distorsi lebih dari 1 3. Ketergantun
3. Hilang 3. Hilang menit gan
dengan dalam 10- 3. Terlihat ekstremitas
cepat 15 detik ekstremitas sangat
4. Indentasi bergantung terdistorsi
(2-4 mm) lebih penuh (6=8 mm)
dan bengkak
(4-6 mm)
Sumber : GPHN (2012) dalam Robin (2019)
C. Asuhan Keperawatan Teoritis

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

Chronic Kidney Disease (CKD) hendaknya dilakukan secara komprehensif

dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah

suatu metode sistemik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-

masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk

mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat

berhubungan dengan keluarga klien juga orang terdekat atau masyarakat.

Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam

mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan.

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas pasien meliputi nama, No MR, umur (lebih sering

terjadi pada usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (biasanya lebih

sering terjadi pada pria dikarenakan pola makan dan pola kebiasaan

yang tidak sehat (Price dan Wilson, 2014), pekerjaan, status

perkawinan, alamat, tanggal rawat, diagnosa dan identitas

penanggung jawab.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Pada klien dengan CKD, masuk rumah sakit dengan

keluhan yang bervariasi, mulai dari nafas terasa sesak, urin

keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah, penurunan

kesadaran, tidak nafsu makan, mual muntah, mulut terasa


kering, rasa lelah, nafas bau (uremia), gatal pada kulit, dan

bengkak pada wajah dan kaki (Muttaqin, 2011). Pasien dengan

CKD sering kali mengeluh kulit sangat kering, terjadinya

perubahan warna kulit, terdapat gatal pada kulit dan kulit pucat

(Black & Hawks, 2014). Biasanya klien dengan gagal ginjal

kronik beresiko untuk meningkatkan terjadinya ulkus dekubitus

karena pada kondisi ini dapat menyebabkan senyawa-senyawa

beracun dalam darah yang dapat merusak jaringan kulit

(Smeltzer C, 2014).

Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat

sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami

kegagalan filtrasi (Prabowo, 2014).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengeluh kurang

nafsu makan, mual, muntah, cegukan, terdapat adanya udema,

kedutan otot, dan susah berkonsentrasi (Smeltzer, 2009).

Selain itu, klien juga akan mengeluh penurunan frekuensi

urin, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan

kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri

panggul, penglihatan kabur, dan perubahan pemenuhan nutrisi

(Muttaqin, 2011). Udema yang terjadi pada pasien CKD ini

terjadi karena karena adanya penurunan fungsi ginjal dimana

ginjal tidak mampu mengekskresikan cairan yang berlebih

akibatnya terjadi penumpukan cairan karena berkurangnya


tekanan osmotik plasma dan retensi natrium serta air (Faruq,

2019).

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Seseorang yang menderita CKD memiliki berbagai macam

riwayat penyakit seperti gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, penyakit

batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,

penyakit diabetes melitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya

yang menjadi predisposisi penyebab penting untuk dikaji

mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya

riwayat alergi terhadap jenis obat yang bersifat nefrotoksik

yang dapat mempengaruhi kerja ginjal (Muttaqin, 2011).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya terdapat adanya anggota keluarga yang menderita

sakit yang sama seperti klien yaitu gagal ginjal maupun penyakit

seperti diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor

pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik (Smeltzer C,

2014).

5) Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan

Persepsi terhadap penyakit biasanya pasien dengan CKD

merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya dan tindakan

pengobatan yang dijalaninya. Selain itu klien dengan CKD

biasanya memiliki kebiasaan merokok, alkohol, dan obat-obatan

dalam kesehariannya (Muttaqin, 2011).


6) Pola Nutrisi/Metabolisme

a) Pola makan

Pasien dengan CKD akan mengeluhkan adanya

mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder, bau mulut

ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran

cerna, hal ini disebabkan karena pasien dengan CKD terjadi

peningkatan metabolisme akibat sekresi protein yang

terganggu yang memicu terjadinya peningkatan HCl

sehingga terjadi mual, muntah, serta anoreksia (Smeltzer,

2014).

b) Pola minum

Pasien dengan CKD akan sering mengeluh cepat

haus, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan

osmolalitas cairan ekstra sel, kemudian ginjal melepas renin

yang mengakibatkan produksi angiotensin II yang

merangsang hipotalamus kemudian menghasilkan rasa haus

(Saputra, 2013 dalam Sari, 2016). Selain itu, rasa haus yang

dirasakan pasien dengan CKD juga dapat disebabkan oleh

nefron yang menerima kelebihan natrium yang

menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi, sehingga

menimbulkan rasa haus (Muttaqin 2011).

Akan tetapi, Pada pasien dengan CKD terdapat

pembatasan asupan cairan, hal ini karena pembatasan cairan

merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien


penyakit ginjal tahap akhir untuk pencegahan, penurunan

dan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat

memperburuk keadaan pasien jika tidak dilakukan

pembatasan cairan (Istanti, 2013).

7) Pola Eliminasi

a) BAB

Biasanya pasien dengan CKD mengalami abdomen

kembung, diare atau konstipasi (Price dan Wilson, 2014).

b) BAK

Pasien dengan CKD akan mengalami penurunan

frekuensi urin, oligurasia, anuria, serta terjadi perubahan

warna urin (Price dan Wilson, 2014). Hal ini terjadi karena

pada pasien CKD glomerulus akan kaku dan plasma tidak

dapat di filter dengan mudahnya lewat tobulus sehingga

terjadi retensi natrium dan cairan yang mengakibatkan ginjal

tidak mampu dalam mengkonsentrasikan atau

mengencerkan urine secara normal sehingga terjadi

penurunan produksi urin maupun oliguria (Muttaqin, 2011).

8) Pola Aktivitas/Latihan

a) Kemampuan Perawatan Diri

Sebagian besar pasien CKD untuk pemenuhan ADL

dibantu oleh keluarga karena mengalami kram otot,

kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang (Suyono 2009). Hal

ini terjadi karena pasien dengan CKD terjadi penurunan


konsentrasi vitamin D aktif dalam darah yang menyebabkan

kalsium tulang dan serum plasma menurun, sehingga pasien

sering mengeluhkan adanya kelemahan. Selain itu, rasa lelah

yang dirasakan oleh pasien dengan CKD dapat disebabkan

karena kurangnya energi akibat pembatasan (diet) cairan dan

makanan (Bayhakki dan Hattakit, 2012).

a) Kebersihan diri (x/hari)

Pasien dengan CKD akan mengalami defisit

perawatan diri. Karena perawatan ADL pasien dibantu oleh

keluarga atau perawat. Hal ini disebabkan karena pasien

dengan CKD mengalami kelemahan otot yang dapat

disebabkan karena kurangnya energi akibat pembatasan

(diet) cairan dan makanan (Bayhakki dan Hattakit, 2012).

b) Kekuatan otot

Pasien dengan CKD mengalami kelemahan otot

(Suyono 2009). Hal ini disebabkan karena kurangnya energi

akibat pembatasan (diet) cairan dan makanan (Bayhakki dan

Hattakit, 2012). Selain itu, pasien CKD juga mengalami

penurunan konsentrasi vitamin D aktif dalam darah yang

menyebabkan kalsium tulang dan serum plasma menurun,

sehingga pasien sering mengeluhkan adanya kelemahan otot.

9) Pola Istirahat Tidur

Pasien CKD akan mengalami gangguan tidur, gelisah,

karna adanya kondisi yang mengganggu seperti sesak nafas,


nyeri panggul, sakit kepala, dan kram pada otot atau kaki

(Muttaqin, 2011). Gangguan tidur pada pasien CKD dapat

disebabkan karena progresifnya gejala dan penyakit CKD atau

proses pengobatan seperti hemodialisis yang dijalaninya yang

menyebabkan peningkatan hormon paratiroid, osteodistrofi

renal, gangguan nafas saat tidur dan kantuk di siang hari yang

berlebihan, sehingga pasien akan mengalami gangguan tidur

(Sari, 2016).

10) Pola Kognitif-Persepsi

Pada pasien dengan CKD akan mengalami gangguan

kognitif. Hal ini disebabkan karena pada pasien CKD terjadi

azotemia akibat peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam

darah sehingga terjadi uremic encephalopathy yaitu gangguan

otak yang disebabkan oleh gagal ginjal kronis dengan

manisfestasinya berupa gejala ringan seperti menurunnya fungsi

kognitif, kelemahan dan kelelahan sampai gejala yang lebih

berat seperti koma (Bucurescu, 2014 dalam Manus, dkk. 2015).

Selain itu, racun uremia yang menyerang otak dan

mempengaruhi sensitivitas sistem saraf pusat sehingga terjadi

ketidakseimbangan neurotransmitter dan juga dipengaruhi oleh

hormon paratiroid yang dilepaskan secara abnormal yang

mempengaruhi fungsi neuropsikologi yang ditandai dengan

perubahan kognitif yaitu mudah gelisah, penurunan daya ingat,


dan gangguan emosi (Smeltzer, dkk. 2008 dalam Amalina, dkk.

2018).

11) Pola Peran Hubungan

Biasanya tidak terganggu pada hubungan keluarga biasanya

selalu mendukung pasien. Karena hal ini tergantung dari

dukungan social yang diterima oleh pasien, emosiaonal dari

keluarga dan kelompok sosial dilingkungan pasien, juga

dukungan instrumental dan informasional yang didapatkan oleh

pasien (Suwanti, dkk. 2017).

12) Pola Seksual/Reproduksi

Biasanya klien dengan gagal ginjal kronik mengalami

penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi, dan dan

atrofi testikuler (Margareth, 2012). Dari Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hudak & Gallo (2010), hal ini terjadi karena

penyakitnya atau efek samping dari obat-obat anti hipertensi.

Pada wanita selama proses hemodialisis tidak mengalami proses

menstruasi karena pengaruh obat imunosupresi.

13) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri

Biasanya Body image/gambaran diri, Role/peran, Self

esteem/harga diri, Self ideal/ideal diri pada pasien CKD

terganggu karena klien mengalami penyakit kronis. Klien

dengan GGK mengalami gangguan gambaran diri karena

menjalani hemodialisa yang mengakibatkan adanya perubahan

fungsi struktur tubuh klien, seperti nafas berbau gas atau bau
amonia, kulit kering, kulit menghitam, kulit terasa gatal, serta

perut, mata, tangan dan kaki yang membengkak (oedema).

Penderita juga merasa malu didepan keluarga akibat perubahan

fisik yang dialaminya (Potter & Perry 2005 dalam Hardiyanti,

2016).

14) Pola Koping-Toleransi Stress

Kadang pasien dengan CKD mengalami stress akibat

penyakit yang dirasakannya pada saat sekarang ini. Hal ini

terjadi karena pasien dengan CKD merasa cemas terkait

penderitaan yang sangat panjang (seumur hidup). Selain itu,

sering terdapat bayangan tentang berbagai macam pikiran yang

menakutkan terhadap proses penderitaan dan pengobatan yang

akan terjadi padanya (Jangkup, dkk. 2015).

15) Pola Keyakinan Dan Nilai

Biasanya klien mengalami gangguan pada tata nilai dan

kepercayaan. Hal ini disebabkan karena penyakit kronis seperti

gagal ginjal kronis dapat berpengaruh terhadap hubungan

dengan Yang Maha Tinggi menyangkut iman dan harapan

hidup, dengan alasan kelemahan fisik (Kurniawati & Abu

Bakar, 2013).
16) Pemeriksaan Fisik

Gambaran
Tanda Vital Suhu : biasanya meningkat (>37oC),
Lokasi : axilla
Nadi : biasanya meningkat (60-100x/i)
Irama : biasanya teratur
Pulsasi : biasanya kuat
TD : biasanya meningkat (>120/80
mmHg)
Lokasi : lengan atas
RR : biasanya meningkat (>24x/i)
Irama : biasanya cepat
(Tarwoto, 2012)
Tinggi Sesuai dengan pengukuran tinggi pasien
badan
Berat badan Biasanya terjadi peningkatan berat badan
karena adanya udema (Smeltzer, 2013)
LILA Sesuai dengan pengukuran LILA
Kepala :
Rambut Rambut berwarna hitam, rambut bersih dan
tidak ada ketombe dan rambut tidak mudah
rontok
Mata Konjungtiva anemis, sklera terlihat tidak
ikterik/ikterik (apabila metastase kehepar),
terdapat edema pada palpebra, dan
penglihatan kabur
Hidung Biasanya terdapat pernapasan cuping
hidung, hidung simetris kiri dan kanan,
tidak ada polip, terdapat pernapasan
kusmaul
Mulut Mukosa bibir kering dan terlihat pucat, dan
nafas berbau ureum
Telinga Telinga simetris kiri dan kanan, adanya
sedikit serumen dan tidak ada gangguan
pendengaran
(Suyono, 2009)
Leher
Trakea Biasanya tidak ada deviasi trakea
JVP Biasanya normal (5-2 CmH2O)
Tiroid Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
Nodus Limfe Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening
(Muttaqin, 2011)
Dada I : Biasanya simetris kiri dan kanan,
Paru tampak adanya penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal
P : Biasanya fremitus kiri dan kanan sama
P : Biasanya sonor atau redup jika terdapat
udem paru
A : Biasanya terdengar suara nafas
tambahan pada paru (ronchi)
(Suyono, 2009)
Jantung I : Biasanya iktus cordis tidak terlihat
P : Biasanya ictus cordis teraba di RIC V
midclavicula
P : Biasanya batas jantung normal
A : Biasanya S1 dan S2 normal, irama
reguler
(Suyono, 2009)
Abdomen I : Biasanya terjadi distensi abdomen,
asites, dan penumpukan cairan
A : Biasanya bising usus normal
P : Biasanya teraba adanya pembesaran
pada lien dan hepar (hepatomegali)
P : Biasanya timpani
(Suyono, 2009)
Ekstremitas Kekuatan otot : pasien mengalami
Muskuloskel penurunan kekuatan otot, pasien terlihat
etal/Sendi lemah, dan terdapat adanya kram otot
Inspeksi : tampak adanya edema
Palpasi : Biasanya tidak ditemukan atropi
otot
Vaskular Perifer : meningkat (>3 detik)
(Suyono, 2009)
Integumen Inspeksi : Pasien CKD akan ditemukan
kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan
ureum, gatal-gatal akibat toksik, kulit
kering, bersisik, kuku tipis dan rapuh.
(Margareth, 2012).
Palpasi : Biasanya turgor kulit jelek, kulit
terasa sedikit kering dan tidak lembab
(Black & Hawks, 2014).

Neurologi
Status Biasanya kesadaran composmentis
mental/GCS Biasanya dalam batas normal
Saraf cranial Biasanya saraf cranial pasien normal
dengan pemeriksaan 12 nervus cranial
Reflek Biasanya reflek fisiologis pasien positif
fisiologi tetapi tergantung kondisi pasien
Reflek Biasanya reflek patologis pasien negatif
patologis tetapi masih tergantung kondisi pasien
(Smeltzer C. 2009)
Payudara Biasanya tidak ada masalah

Genitalia Biasanya terpasang kateter


Rectal Biasanya tidak ada kelainan

17) Pemeriksaan Penunjang

Menurut Sudono, S (2012) untuk memperkuat diagnosis

diperlukan pemeriksaan penunjang, diantaranya :

a) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Urine

Volume urin pasien CKD didapatkan menurun <400

ml/24 jam (oliguria) dan anuria, urin berwarna pekat

atau keruh yang disebabkan oleh adanya bakteri dan

lemak. Natrium biasanya >40 mEq/L karna ginjal tidak

mampu mereabsorbsi natrium. Terjadi peningkatan

protein dalam urin (Brunner, 2013).

(2) Darah

Kadar ureum dalam darah (BUN) meningkat, kreatinin

meningkat hingga 10mg/dl, hematokrit menurun akibat

anemia, dan Hb kurang dari normalnya.

(3) AGD

Biasanya pH menurun, terjadi asidosis metabolik

(kurang dari 7,1) hal ini disebabkan karena kehilangan

kemampuan ginjal untuk mengeksresi hidrogen dan

amonia atau hasil akhir katabolisme protein


(4) Kalium

Biasanya akan terjadi peningkatan retensi sesuai

perpindahan seluler

b) Pemeriksaan Diagnostik

(1) Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,

tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah),

aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia,

hipokalsemia).

(2) Pemeriksaan Uktrasonografi (USG)

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta

prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari

adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh

karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai

apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini

sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-

invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.

(3) Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat

memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar

ginjaldan apakah ada batu atau obstruksi lain


(4) Pemeriksaan Pielografi Retrogad

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible

(5) Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat

penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura,

kardiomegali dan efusi pericardial.

18) Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan CKD

Penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronik

menurut (Sudoyo, 2010) yaitu :

1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasanya adalah waktu

yang paling tepat untuk terapi yaitu sebelum terjadinya

penurunan LFG, sehingga pemburukan ginjal tidak

terjadi.

2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

(comorbid condition ) ini penting untuk mencegah

perburukan keadaan pasien.

3) Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal

dengan dua cara untuk mengurangi hiperfitrasi yang

merupakan faktor utama pemburukan ginjal yaitu

pembatasan asupan protein dan terapi farmakologi.

4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

yaitu pengendalian diabetes, hipertensi, dispilidemia,


anemia, hiperfosfatemia, kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan cairan.

5) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6) Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi

ginjal.

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi,

terapi spesifik terhadap penyakit yang mendasarinya,

pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,

pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, terapi pengganti

ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terapi

spesifik terhadap penyakit dasarnya diberikan ketika

sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga tidak terjadi

perburukan ginjal. Jika sudah terjadi penurunan LFG maka

terapi terhadap penyakit dasarnya ini sudah tidak banyak

manfaat. Sedangkan untuk terapi pengganti ginjal dilakukan

pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG

kurang dari 15 ml/menit (Suwitra, 2014).

b) Penatalaksanaan Tanda Klinis CKD (Udema)

Penatalaksanaan untuk mengurangi edema terdiri

dari penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan non-

farmakologis.

Adapun penatalaksanaan farmakologis yang

biasanya dilakukan yaitu (Igntavicius, 2006 dalam Hayani,

2014). :
1) Hemodialisis, yaitu proses pembersihan produk sampah

dan air dalam darah

2) Pemberian obat golongan diuretika, penatalaksanaan ini

bertujuan untuk menghambat reabsorbsi natrium pada

tubulus distal

3) Membatasi asupan cairan dan natrium

Sedangkan penatalaksanaan non-farmakologis untuk

mengatasi edema yaitu :

1) Ankle pumping exercise, latihan ini merupakan langkah

efektif untuk mengurangi edema karena akan

menimbulkan efek muscle pump sehingga akan

mendorong cairan yang ada di ekstrasel ke dalam

pembuluh darah dan kembali ke jantung sehingga udema

berkurang (Delila, 2006).

2) Contrast bath, terapi ini dapat mempercepat pemulihan

dengan meningkatkan sirkulasi perifer dengan

membuang sisa metabolisme tubuh. Selain itu dengan

memperlebar pembuluh darah sehingga lebih banyak

oksigen dipasok ke jaringan yang mengalami

pembengkakan yang membantu mengurangi udema

(Mooventhan & Vivethitha, 2014).

3) Pijat kaki, pemijatan pada kaki yang berulang akan

menimbulkan peningkatan suhu diarea pemijatan yang

dilakukan akan merangsang sensor saraf kaki sehingga


terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan getah bening

yang mempengaruhi aliran darah meningkat, sirkulasi

darah lancar yang dapat mengurangi bengkak (Aditya,

Sukarendra, dan Putu (2013) dalam (Afianti &

Mardhiyah, 2017).

4) Elevasi Kaki, Penatalaksanaan edema berupa elevasi 30°

menggunakan gravitasi untuk meningkatkan aliran vena

dan limpatik dari kaki. Pembuluh darah yang lebih tinggi

dari jantung gravitasi akan meningkatkan dan

menurunkan tekanan periver sehingga mengurangi

edema (Villeco & Otr, 2012 dalam Sukmana, Mayusef,

2016).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah CKD

menurut SDKI (2017) adalah sebagai berikut :

a. Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena

b. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi, hambatan upaya

napas (kelemahan otot pernafasan)

c. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas

d. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

e. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan

f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai &

kebutuhan oksigen
g. Resiko gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi,

kekurangan/kelebihan volume cairan


3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


1. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen
b.d gangguan Kriteria Hasil : Hipervolemia
aliran balik 1. Asupan cairan (3/4) Aktivitas :
vena 2. Keluaran urin (3/4) Observasi :
3. Kelembaban membran 1. Periksa tanda dan
mukosa (3/4) gejala hipervolemia
4. Asupan makanan (3/4) (edema, ortopnea, suara
5. Edema (3/4) nafas tambahan)
6. Tekanan darah (3/4) 2. Identifikasi penyebab
7. Denyut nadi radial hipervolemia
(3/4) 3. Monitor status
8. Membran mukosa hemodinamik (mis.
(3/4) Frekuensi jantung,
9. BB (4/5) tekanan darah, MAP,
CVP, PAP) jika tersedia
Perfusi Renal 4. Monitor intake dan
Kriteria Hasil : Output cairan
1. Jumlah urine (3/4) 5. Monitor tanda
2. Mual (4/5) hemokonsentrasi (mis.
3. Muntah (4/5) Kadar natium, BUN,
4. Kadar kreatinin hematokrit, berat jenis
plasma (4/5) urin)
5. Keseimbangan asam 6. Monitor tanda
basa (4/5) peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis.
Keseimbangan Kadar protein dan
Elektrolit : albumin meningkat)
Kriteria Hasil : 7. Monitor kecepatan
1. Serum natrium (4/5) infus secara ketat
2. Serum kalium (4/5) 8. monitor efek samping
3. Serum klorida (4/5) diuretik (hipotensi
4. Serum kalsium (4/5) ortostatik, hipovolemia,
5. Serum magnesium hipokalemia,
(4/5) hiponatremia)
6. Serum fosfor (4/5)
Terapeutik :
1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan
3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40o
Edukasi :
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
4. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
Manajemen Hemodialisi
Observasi :
1. Identifikasi tanda dan
gejala serta kebutuhan
hemodialisis
2. Identifikasi kesiapan
hemodialisis (mis.
Tanda-tanda vital,
berat badan, kelebihan
cairan, kontraindikasi
pemberian heparin)
3. Monitor tanda vital,
tanda-tanda
perdarahan, dan
respon selama dialisis
4. Monitor tanda-tanda
vital
pascahemodialisis

Terapeutik :
1. Siapkan peralatan
hemodialisis (mis.
Bahan habis pakai,
blood line
hemodialisis)
2. Lakukan prosedur
dialisis dengan prinsip
aseptik
3. Atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
kelebihan cairan
4. Atasi hipotensi selama
dialisis
5. Hentikan hemodialisis
jika mengalamu
kondisi yang
membahayakan (mis.
Syok)
6. Ambil sampel darah
untuk mengevaluasi
keefektifan
hemodialisis
Edukasi :
1. jelaskan tentang
prosedur hemodialisis
2. Ajarkan pembatasan
cairan, penanganan
insomnia, pencegahan
infeksi akses HD, dan
pengenalan tanda
perburukan kondisi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
heparin pada blood line,
sesuai indikasi
Edukasi Hemodialisis
Observasi :
1. Identifikasi
kemampuan pasien dan
keluarga menerima
informasi
Terapeutik :
1. Persiapkan materi dan
alat peraga hemodialisis
2. Buat media dan format
evaluasi hemodialisis
3. jadwalkan waktu yang
tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
dengan pasien dan
keluarga
4. Lakukan modifikasi
proses pendidikan
kesehatan sesuai
kebutuhan
5. Berikan kesempatan
pasien dan keluarga untuk
bertanya dan
mengemukakan
perasaannya
Edukasi :
1. Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala,
dampak, diet, hal-hal
yang harus
diperhatikan pasien
gagal ginjal
2. Jelaskan pengertian,
kelebihan dan
kekurangan terapi
hemodialisis serta
prosedur hemodialisis
3. Jelaskan manfaat
memonitor intake dan
output cairan
4. Ajarkan cara
memantau kelebihan
volume cairan (mis.
Pitting edema,
kenaikan BB)
5. Jelaskan pentingnya
dukungan keluarga

2. Pola nafas Pola nafas Pemantauan Respirasi


tidak efektif Kriteria Hasil Observasi :
b.d sindrom 1. Ventilasi Semenit 1. Monitor frekuensi,
hipoventilasi, 2. Kapasitas Vital irama, kedalaman dan
hambatan 3. Diameter Thoraks upaya nafas
upaya napas Anterior-anterior 2. Monitor pola nafas
(kelemahan 4. Tekanan ekspirasi 3. Monitor kemampuan
otot 5. Tekanan inspirasi batuk efektif
pernafasan) 6. Dyspnea 4. Monitor adanya
7. Penggunaan Otot produksi sputum
Bantu Nafas 5. Monitor adanya
8. Pemanjangan fase sumbatan jalan nafas
ekspirasi 6. Palpasi kesimetrisan
9. Ortopnea ekspansi paru
10. Pernafasan Pursedtip 7. Auskultasi bunyi
11. Pernafasan cuping nafas
hidung 8. Monitor saturasi
12. Frekuensi Nafas oksigen
13. kedalaman nafas 9. Monitor hasil x-ray
toraxs
Pengaturan Posisi
Observasi :
1. Monitor status
oksigenasi sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
2. Monitor alat traksi
agar selalu tepat
Terapeutik :
1. Tepatkan pada posisi
terapeutik
2. Atur posisi tidur
yang disukai
Manajemen Jalan
Nafas
Observasi:
1. Monitor posisi
selang
endotrakeal (ETT),
terutama setelah
mengubah posisi
2. Monitor tekanan
balon ETT setiap 4-
8 jam
3. Monitor kulit araea
stoma trakestoma
Traupetik :
1. Kurangi tekanan balor
secara periodic setiap sift
2. Pasang oropharingeal
airway (OPA) untuk
mencegah ett tergigit
3. Berikan volume
Preoksigenasis
4. Lakukan pengisapan
lendir kurang dari 15
detik jika diperlukan
5. Ganti fiksasi ETT
setiap 24 jam
6. Ubah proses ETT
secara bergantian (kiri
dan kanan) setiap 24 jam
7. Lakukan perawatan
mulut
8. Lakukan perawatan
stoma trakestoma
Edukasi :
1. Jelaskan pasien dan
atau keluarga
tujuan dan proses
pemasangan jalan
nafas bantuan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi intubasi
ulang jika batuk
mucons plug yang
tidak dapat
dilakukan
penghisapan
3. Penurunan Penurunan curah Perawatan jantung
curah jantung jantung meningkat Observasi :
b.d perubahan Kriteria hasil : 1. Identifikasi
kontraktilitas 1. Kekuatan nadi tanda/gejala primer
perifer meningkat penurunan curah
2. Takikardia menurun jantung (meliputi
3. Edema menurun dipsnea, kelelahan,
4. Oliguria menurun edema,ortopnea,
5. Tekanan darah paroxysmal nocturnal
cukup membaik dyspnea,peningkatan
CVP
2. Monitor tekanan
darah
3. Monitor saturasi
oksigen
4. Monitor keluhan nyeri
dada
5. Monitor EKG 12
sadapan
6. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)

Terapeutik :
1. Posisikan pasien
semifowler atau
fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi
nyaman
2. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika
perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

4. Perfusi perifer Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi


tidak efektif Kriteria Hasil : Observasi :
b.d penurunan 1. Denyut nadi peifer 1. Periksa sirkulasi
konsentrasi (4/5) perifer (nadi, edema,
hemoglobin 2. Sensasi (4/5) pengisian kapiler,
3. Warna kulit pucat (3/4) warna, suhu kulit)
4. Edema perifer (3/4) 2. Identifikasi faktor
5. Kelemahan otot (4/5) resiko gangguan
6. Pengisian kapiler (4/5) sirkulasi
7. Akral (4/5) 3. Monitor bengkak pada
8. Turgor kulit (4/5) ekstremitas
9. TD (4/5)
Terapeutik :
Status Sirkulasi 1. Lakukan pencegahan
Kriteria Hasil : infeksi
1. Kekuatan nadi (4/5) 2. Hindari pemasangan
2. Output urin (4/5) infus atau
3. Pucat (3/4) pengambilan darah di
4. Akral dingin (4/5) area keterbatasan
5. Pitting edema (3/4) perfusi
6. Edema perifer (3/4) 3. Lakukan hidrasi
7. Fatiigue (3/4)
8. Pengisian kapiler (4/5) Manajemen sensasi
perifer
Observasi :
1. Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
2. Identifikasi
penggunaan alat
pengikat, prostesis,
sepatu, pakaian
3. Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul
4. Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin
5. Periksa kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan tekstur
benda
6. Monitor terjadinya
parastesia, jika perlu
7. Monitor perubahan
kulit
8. Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik :
1. Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
Edukasi :
1. Anjurkan penggunan
termometer untuk
menguji suhu
2. Anjurkan
penggunaan sarung
tangan termal saat
memasak
3. Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Kolaborasi pemberian
kortosteroid

5. Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


b.d kurangnya Kriteria Hasil : Observasi :
asupan 1. Proses makan yang 1. Identifikasi status
makanan dilahirkan nutrisi
2. Kekuatan Otot 2. Identifikasi elergi
Pengunyah dan intoleransi
3. Kekuatanotot menelan makanan
4. Verbalisasi keinginan 3. Identifikasi
untuk meningkatkan makanan yang di
nutrisi suaki
5. Pengetahuan tentang 4. Identifikasi
pilihan makanan yang kebutuhan kalori
sehat dab jenis nutrient
6. Pengetahuan tentang 5. Monitor asupak
pilihan minum yang makan
sehat 6. Mnitor berat badan
7. Pengetahuan tentang monitor hasil
standar asupan nutrisi pemeriksaan labor
yang tepat Terapeutik :
8. Penyiapan dan 1. Lakukan oral hygien
penyimpanan sebelum makan
makanan yang aman 2. Fasilitasi
9. Sikap terhadap menentukan
makanan/minuman pedoman diet
sesuai dengan tujuan 3. Sajikan makanan
kesehatan secara menarik dan
10. Perasaan cepat suhu yang sesuai
kenyang 4. Berikan makanan
11. Nyeri abdomen tinggi serat untuk
12. Sariawan mencegah konstipasi
13. Berat badan 5. Berikan makanan
14. IMT yang tinggi kalori
15. Nafsu makan dan tinggi protein
16. Bising usus Edukasi :
17. Membrane mukosa 1. Anjurkan posisi
duduk
Berat Badan 2. Ajarkan diet yang di
Kriteria Hasil: programkan
1. Berat Badan Kolaborasi :
2. Tebal lipatan Kulit 1. Kolaborasi
3. Indeks massa tubuh pemberian medikasi
(IMT) sebelum makan
2. Kolaborasi dengan
Nafsu Makan ahli gizi untuk
Kriteria Hasil: menentukan jumlah
1. Kegiatan Makan kalori dan jenis
2. Nafsu makan nutrien yang di
3. Energy untuk makan butuhkan
4. Asupan cairan Promosi Berat Badan
Observasi :
1. Identufikasi
kemungkinan berat
badan kurang
2. Monitor adanya mual
dan muntah
3. Monitor jumlah kalori
yang di konsumsi
sehari-hari
4. Monitor BB
Terapeutik :
1. Berikan perawatan
mulut sebelum
memberikan makanan
2. Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien
3. Hidangkan makanan
secara menarik
4. Berikan suplemen
Edukasi :
1. Jelaskan makanan
yang bergizi tinggi,
namun tetap
terjangkau
2. Elaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan.
Manajemen Gangguan
Makan
Observasi :
1. Monitor asupan dan
keluarnya makanan
dan cairan serta
kebutuhan kalori
Terapeutik
1. Timbang BB secara
rutin
2. Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktifitas fisik
3. Lakukan kontrak
perilaku
4. Berikan penguatan
positif terhadap
kebersihasilan target
dan perubahan
perilaku
5. Berikan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
Edukasi :
1. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
2. Ajarkan
keterampilan koping
untuk penyelesaian
masalah perilaku
maka
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang BB,
kebutuhan kalori
dan pilihan
makanan.
6. Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen energi
aktivitas b.d Kriteria Hasil : Observasi :
ketidakseimba 1. Frekuensi nadi (4/5) 1. Identifikasi gangguan
ngan antara 2. Saturasi oksigen (4/5) fungsi tubuh yang
suplai & 3. Kemudahan dalam mengakibatkan
kebutuhan melakukan aktivitas kelelahan
oksigen sehari-hari 2. Monitor kelelahan
4. Kecepatan berjalan fisik dan emosional
(4/5) 3. Monitor lokasi dan
5. Jarak berjalan (3/4) ketidaknyamanan
6. Kekuatan tubuh bagian selama melakukan
atas (3/4) aktivitas
7. Kekuatan tubuh bagian Terapeutik :
bawah (3/4) 1. Sediakan lingkungan
8. Toleransi dalam yang nyaman dan
menaiki tangga (3/4) rendah stimulus
9. Keluhan lelah (3/4) 2. Berikan aktivitas
10. Dispnea saat distraksi yang
beraktivitas (4/5) menenangkan
11. Perasaan lemah (3/4) Edukasi :
12. Sianosis (4/5) 1. Anjurkan tirah baring
13. Warna kulit (4/5) 2. Anjurkan melakukan
14. TD (4/5) aktivitas secara
bertahan
Tingkat Keletihan 3. Anjurkan
Kriteria Hasil : menghubungi perawat
1. Lesu (4/5) jika ada tanda dan
2. Sakit kepala (4/5) gejala kelelahan tidak
3. Sianosis (4/5) berkurang
4. Gelisah (4/5)
5. Pola istirahat (4/5)
6. Selera makan (3/4)

7. Resiko Integritas kulit dan Perawatan integritas


gangguan jaringan kulit
integritas kulit Kriteria hasil : Observasi :
b.d perubahan 1. Elastisitas 1. Identifikasi penyebab
sirkulasi, meningkat gangguan integritas
kekurangan/ke 2. Hidrasi meningkat kulit
lebihan 3. Perfusi jaringan Terapeutik :
volume cairan meningkat 1. Ubah posisi tiap 2 jam
4. Kerusakan jaringan jika tirah baring
menurun 2. Hindari produk
5. Suhu kulit membaik berbahan dasar
6. Tekstur membaik alkohol pada kulit
kering
Edukasi :
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air
yang cukup

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasi atau

mengaplikasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi SIKI,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan

yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan intervensi atau program keperawatan. Perawat melaksanakan

atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun

dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi

dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap

tindakan tersebut (Kozier, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan

Mengevaluasi adalah menilai atau menghargai. Evaluasi adalah fase

kelima dan fase terakhir dri proses keperawatan. Dalam konteks ini,

evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah

ketika pasien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan pasien

menuju pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan rencana asuhan

keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting dari proses keperawatan

karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi

keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah (Kozier, 2010).


D. Penerapan Evidence Based Dalam Asuhan Keperawatan Tentang
Pengaruh Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Terhadap
Udema Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir

merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Margareth, 2012). Chronic kidney

disease (CKD) stadium lima atau end stage renal disease (ESRD)

adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih

kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit berakibat peningkatan

ureum (Smeltzer et, al 2014).

Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi renal, sehingga

Ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan

komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price &

Wilson, 2006). Kondisi ketidakseimbangan ini ditandai dengan adanya

kelebihan cairan dan natrium di ruang ekstrasel dikenal dengan istilah

hipervolemia. Manifestasi yang muncul terkait kondisi ini adalah

peningkatan volume darah dan edema (Mubarak, 2015).

Edema dapat diartikan sebagai pembengkakan jaringan subcutan

yang apabila ditekan akan menimbulkan cekungan (Naga, 2013 dalam

Robiati, 2019). Apabila udema yang dialami oleh penderita CKD

dibiarkan saja, maka dapat menimbulkan komplikasi berupa meningkatkan

resiko hipertensi, aritmia, gagal jantung kongestif dan berpengaruh dalam


kelangsungan hidup penderita gagal ginjal kronik, persepsi negatif

terhadap tubuhnya sendiri akibat perubahan struktur dan fungsi tubuhnya,

serta tidak menjalankan ibadah sesuai yang diperintahkan agama dengan

alasan kelemahan fisik. Komplikasi tersebut dapat mangakibatkan stressor

fisiologis terhadap pasien (Suwitra, 2014). Selain dari stressor fisiologis,

pasien yang mengalami udema juga bisa mempengaruhi stressor

psikologis seperti terjadi penurunan kehidupan sosial (Handayani, 2014).

Sehingga dengan demikian perlunya penanganan secara holistik

pada pasien CKD yang mengalami udema. Penatalaksanaan untuk

mengurangi udema terdiri dari penatalaksanaan farmakologis dan

penatalaksanaan non-farmakologis. Akan tetapi penanganan udema pasien

CKD di rumah sakit yang ada selama ini masih sebagian besar berfokus

pada pengobatan konvensional yang telah diprogramkan oleh dokter, tanpa

adanya dukungan terapi non-farmakologis. Adanya fakta tersebut dapat

disimpulkan bahwa terapi obat bukan satu-satunya alternatif terapi yang

dapat dipilih. Diperlukan terapi pendamping untuk mengurangi

ketergantungan terhadap obat untuk menurunkan udema. Terapi non-

farmakologis adalah terapi pelengkap atau pendukung terapi konvensional.

Terapi ini selaras dengan nilai-nilai keperawatan yang melihat manusia

secara utuh (holistik) dan menekankan pada penyembuhan, penghargaan,

hubungan perawat pasien sebagai partnership dan berfokus pada

peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit (Pagan & Tanguma,

2007).
Adapun penatalaksanaan farmakologis yang biasanya dilakukan

yaitu berupa hemodialisis proses pembersihan produk sampah dan air

dalam darah, dan pemberian obat golongan diuretika dengan cara

menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus distal, serta membatasi

asupan cairan dan natrium (Igntavicius, 2006 dalam Hayani, 2014).

Selain itu, penatalaksanaan non-farmakologi yang dapat dilakukan

untuk mengatasi udema yaitu dengan melakukan pijat kaki, pengaturan

posisi kaki dengan meninggikan kaki 15-30o, latihan ankle pumping

exercise dan latihan contrast bath (Toya & Sasano, 2016 dalam Fatchur

dkk, 2020).

Ankle pumping exercise merupakan langkah efektif untuk

mengurangi edema karena akan menimbulkan efek muscle pump sehingga

akan mendorong cairan yang ada di ekstrasel ke dalam pembuluh darah

dan kembali ke jantung (Delila, 2006). Ankle pumping exercise dilakukan

dengan menggerakkan pergelangan kaki secara maksimal ke atas dan ke

bawah dengan mengelevasikan kaki apabila ada pembengkakan distal

untuk melancarkan aliran darah balik sehingga dapat menurunkan

pembengkakan distal akibat sirkulasi darah yang lancar (Utami, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Prastika (2019) menyatakan bahwa ankle

pumping exercise pada pasien GGK memberikan pengaruh terhadap

penurunan derajat edema. Pemberian ankle pumping exercise akan

merangsang terjadinya kontraksi otot yang menekan vena yang kemudian

meningkatan regulasi central nervous system sehingga meningkatkan

proses oksidasi natrium dan kalium didorong dalam vena dan dialirkan
keseluruh pembuluh darah tubuh maka terjadilah penurunan udema

(Fatchur, 2020).

Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki sebatas

betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan dilanjutkan

dengan air dingin, dimana suhu air hangat antara 36,6ºC-43,3ºC dan suhu

air dingin antara 10ºC-20ºC (Purwadi, 2015). Contras bath dapat

mempercepat pemulihan dengan meningkatkan sirkulasi perifer dengan

membuang sisa metabolisme tubuh, selain itu dengan memperlebar

pembuluh darah sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang

mengalami pembengkakan (Mooventhan & Vivethitha, 2014). Pemberian

contrast bath yaitu dengan merendam kaki sebatas betis secara bergantian

dapat mengurangi tekanan hidrostatik intra vena yang menimbulkan

pembesaran cairan plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan yang

berada di intertisium akan kembali ke vena sehingga edema dapat

berkurang (Fatchur, dkk. 2020).

Penerapan ankle pumping exercise dan contrast bath ini dapat

dilakukan oleh perawat, mengingat tidak diperlukan energi dan biaya yang

besar dalam melakukannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Fatchur, dkk (2020) yang berjudul

“Kombinasi Ankle Pumping Exercise dan Contrast Bath Terhadap

Penurunan Edema Kaki Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik” didapatkan

hasil bahwa terdapat penurunan kedalaman edema kaki pada responden

dengan GGK antara sebelum dilakukan intervensi dengan setelah

dilakukan intervensi ankle pumping exercise dan Contrast Bath dengan


kedalaman edema pre test didapatkan rerata 5,55 mm dan nilai rerata pada

post test didapatkan 4,50 mm dengan p-value = 0,001.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Prastika, dkk (2019) yang

berjudul “Ankle pumpling exercise and leg elevation in 30o Has The same

level of effectiveness to reducing foot Edema at chronic renal failure

patients in Mojokerto” didapatkan bahwa rata-rata kedalaman edema

sebelum ankle pumping exercise adalah 3,33 mm, dengan nilai minimum 2

mm dan nilai maksimum 5 mm, rata-rata kedalaman udema setelah ankle

pumping exercise adalah 2,20 mm, dengan nilai minimum 1 mm dan

maksimum 3 mm dengan nilai p-value 0,001.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Purwadi,dkk (2015)

tentang “Pengaruh terapi contrast bath (rendam air hangat dan air dingin)

terhadap edema kaki pada pasien penyakit gagal jantung kongestif di

RSUD Ungaran, RSUD ambarawa, RSUD kota salatiga dan RSUD

Tugurejo Provinsi Jawa Tengah” didapatkan hasil Nilai rata-rata edema

kaki setelah dilakukan latihan terapi contrast bath adalah 3,44 dan nilai

rata-rata edema kaki setelah dilakukan latihan terapi pada kelompok

kontrol adalah 5,00 dengan p-value 0,034. Hal ini berarti bahwa ada

perbedaan pengaruh terapi contrast bath terhadap edema kaki pada

pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif pada kelompok kontrol

maupun kelompok perlakuan di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa,

RSUD Kota Salatiga dan RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah.


1. Konsep Ankle Pumping Exercise

a. Definisi Ankle Pumping Exercise

Ankle pumping exercise merupakan suatu bentuk ambulasi

dini yang dilakukan dengan mengintervensi pergelangan kaki

dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Ankle pumping exercise

merupakan langkah efektif untuk mengurangi edema karena akan

menimbulkan efek muscle pump sehingga akan mendorong cairan

yang ada di ekstrasel ke dalam pembuluh darah dan kembali ke

jantung (Delila, 2006).

Ankle Pumping Exercise merupakan suatu latihan isometrik

untuk otot betis dan pergelangan kaki. Ankle pump dapat dilakukan

dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan fleksi

(dorsofleksi) dan ekstensi (plantarflexi) pergelangan kaki dan

kontraksi otot-otot betis (latihan pemompaan betis), kemudian

instruksikan pasien mempertahankan posisi ini selama 5-10 detik

dan biarkan pasien rileks. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam

ketika pasien terjaga (Smeltzer & Bare, 2002).

Sementara menurut Scott (2011), Ankle pumping exercise

dilakukan dengan mengelevasikan kaki dan mendorong sendi pada

pergelangan kaki fleksi-ekstensi secara berulang–ulang atau

menggambarkan huruf A-Z dengan menggunakan pergelangan kaki

diulang 3-4 menit selama 3-5 kali perhari. Pollak (2013)

menambahkan ankle pumping exercise dilakukan dengan

menggerakkan pergelangan kaki secara maksimal ke atas dan ke


bawah dan mengelevasikan kaki apabila ada pembengkakan distal

untuk melancarkan aliran darah balik.

Gambar 2.1 Ankle Pumping Exercise

b. Manfaat Ankle Pumping Exercise

1) Latihan pergelangan kaki bermanfaat dalam melancarkan

sirkulasi darah balik dari distal. Hal ini dapat mengakibatkan

penurunan pembengkakan distal akibat sirkulasi darah yang

lancar. Selain itu, sirkulasi darah balik yang baik dapat

mencegah kejadian atrofi otot dimana atrofi otot dapat

disebabkan oleh aliran darah yang buruk (Kwon et al, 2003).

2) Ankle pumping exercise dapat mencegah penyakit-penyakit

vena, seperti DVT (Deep Vein Thrombosis), hipertensi vena dan

lainnya. Ankle pumping dilakukan untuk meminimalkan statis

vena dan mencegah thrombosis vena dalam (Eldawati, 2011;

Dixy; Brooke; McCollum, 2003).

3) Ankle pumping exercise sebagai salah satu jenis latihan yang

dapat mengembalikan fungsi aktivitas normal otot post operasi

penggantian tulang lutut (Scott, 2011).


c. Indikasi Ankle Pumping Exercise

Indikasi Ankle Pumping Exercise :

1) Terapi Rehabilitasi Post Operasi

Ankle pumping exercise merupakan salah satu jenis terapi yang

dapat mengembalikan fungsi aktivitas normal kaki post operasi

penggantian tulang lutut (Scott, 2011).

2) Pasien Dengan Pembengkakan

Ankle pumping exercise membantu melancarkan aliran vena

balik sehingga dapat mengurangi statis pada aliran darah dan

mengurangi pembengkakan pada ekstremitas distal (Kwon,

2003).

3) Pasien dengan bedrest/imobilisasi yang lama. Pasien dengan

bedrest/imobilisasi beresiko tinggi mengalami penurunan masa

otot sehingga perlu dilakukan latihan pergerakan untuk

mengurangi penurunan massa otot (Smeltzer & Bare, 2002).

4) Pasien dengan DVT. Trombosis/DVT beresiko menimbulkan

gangguan pada sirkulasi darah sehingga akan menimbulkan

penurunan konsentrasi oksigen dan penurunan kadar

hemoglobin. Perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur

femur melakukan Latihan isometrik (ROM, Ankle Pumping

Exercise, Gluteal Set) dan mengatur posisi kaki lebih tinggi,

sehingga akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas dan

stasis berkurang. Kontraksi otot kaki bagian bawah akan

meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit


terbentuknya bekuan darah atau DVT (Eldawati, 2011;

Smeltzer & Bare, 2002).

d. Kontra Indikasi Ankle Pumping Exercise

Ankle pumping exercise merupakan latihan yang cukup aman

dan mudah untuk dilakukan pada sebagian besar kondisi. Namun

menurut Potter and Perry (2006) ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan latihan ini antara lain :

1) Nyeri

Pasien yang mengalami nyeri sedang sampai dengan berat akan

mengalami penurunan toleransi terhadap pergerakan.

2) Kondisi kesehatan pasien

Kondisi emosi pasien dapat meningkatkan perubahan perilaku

yang dapat menurunkan kemampuan untuk melakukan

mobilisasi dengan baik. Orang yang depresi, khawatir, dan

cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas sehingga cepat

mengalami kelelahan akibat pengeluaran energi yang besar dari

ketakutan dan kecemasannya.

3) Perdarahan Prinsip penanganan pada kasus perdarahan adalah

Rest, Imobilization, Compress, Elevation (RICE) dimana salah

satu tindakan penangan perdarahan adalah imobilisasi. Latihan

ataupun mobilisasi dengan menggerakkan sebagian anggota

tubuh akan meningkatkan perfusi ke daerah yang digerakkan

sehingga dapat meningkatkan tingkat perdarahan itu sendiri.


e. Mekanisme Ankle Pumping Exercise Menurunkan Derajat

Udema

Pemberian ankle pumping exercise yaitu dengan cara pasien

diposisikan senyaman mungkin, kemudian diajarkan cara

mendorong kaki ke depan dan kebelakang pada pergelangan kaki

yang mengalami edema, sehingga dengan pemberian latihan

tersebut terjadi kontraksi otot yang menekan vena yang kemudian

meningkatan regulasi central nervous system sehingga

meningkatkan proses oksidasi natrium, kalium didorong dalam

vena dan dialirkan keseluruh pembuluh darah tubuh maka

terjadilah penurunan edema (Fatchur, dkk. 2020). Selain itu, latihan

ankle pumping pada prinsipnya memanfaatkan sifat vena yang

dipengaruhi oleh pumping action otot sehingga dengan kontraksi

otot yang kuat, otot akan menekan vena dan cairan edema dapat

dibawa vena ikut dalam peredaran darah sehingga dapat

meningkatkan regulasi central nervous system, kapasitas transport

oksigen, proses oksidasi dan jumlah natrium kalium (Utami, 2014).


f. Prosedur Ankle Pumping Exercise

Adapun SOP ankle pumping exercise menurut Utami (2014)

dalam Fatchur (2020), yaitu :

1) Atur posisi dengan nyaman

2) Lakukan gerakan mendorong kaki ke atas

3) Lakukan gerakan mendorong kaki ke bawah

4) Lakukan gerakan di atas sebanyak 18 kali sesi selama 5-10

detik tiap sesi dengan diselingi waktu istirahat selama 20-25

detik dalam rentan waktu 10 menit.

5) Ulangi terapi ankle pumping exercise ini selama 3 kali sehari

selama 3 hari
2. Konsep Contrast Bath

a. Definisi Contrast Bath

Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki

sebatas betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan

dilanjutkan dengan air dingin, dimana suhu air hangat antara

36,6ºC-43,3ºC dan suhu air dingin antara 10ºC-20ºC (Purwadi,

2015). Contras bath dapat mempercepat pemulihan dengan

meningkatkan sirkulasi perifer dengan membuang sisa metabolisme

tubuh, selain itu dengan memperlebar pembuluh darah sehingga

lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang mengalami

pembengkakan (Mooventhan & Vivethitha, 2014). Contrast bath

merupakan mode termal di mana bagian-bagian tubuh secara

bergantian direndam dalam air panas dan air dingin dalam suhu,

waktu dan durasi untuk mengurangi bengkak, kekakuan, dan rasa

sakit secara terapeutik (Stanton et al, 2009).

b. Manfaat Contrast Bath

Stimulan hemostasis (status pra-luka), menjaga regulasi

edema, mengurangi peradangan, nyeri, mengurangi kejang otot,

menyebabkan relaksasi dari jaringan yang terluka, mengurangi

kelelahan otot, dan mencegah pembengkakan. (Mustofa et al,

2016). Contrast bath juga dapat meningkatkan kekuatan otot,

mengurangi nyeri otot, menyembuhkan kerusakan (Bieuzen et al,

2013).
c. Mekanisme Contrast Bath Mempengaruhi Derajat Edema

Pemberian contrast bath yaitu dengan merendam kaki

sebatas betis secara bergantian dimulai dari mengurangi tekanan

hidrostatik intra vena yang menimbulkan pembesaran cairan

plasma ke dalam ruang interstisium dan cairan yang berada di

intertisium akan kembali ke vena sehingga edema dapat berkurang

(Fatchur, dkk. 2020).

d. Prosedur Contrast Bath

Adapun prosedur contrast bath menurut (Brunner and

Suddart, 2002 dalam Fatchur, 2020), yaitu :

1) Siapkan 2 buah baskom yang berisi air dingin (suhu 10ºC-

20ºC) dan air hangat (suhu 36,6ºC-43,3ºC)

2) Atur posisi senyaman mungkin

3) Anjurkan klien untuk duduk diatas kursi yang sudah disediakan

4) Letakkan baskom yang berisi air dingin dan air hangat di dekat

kaki klien

5) Anjurkan klien untuk merendam kaki kedalam baskom yang

berisi air hangat selama 2 menit

6) Setelah itu ganti merendam kaki kedalam baskom berisi air

dingin selama 1 menit

7) Lakukan hal diatas secara berulang masing-masing selama 5

kali sehingga terapi contrast bath ini dilakukan selama 15

menit
8) Ulangi terapi contrast bath ini selama 3 kali sehari selama 3

hari

Gambar 2.2 Contrast Bath


BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Ringkasan Kasus Kelolaan

Pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V di rawat di

ruang rawat inap penyakit dalam pria RSUP Dr. M. Djamil Padang,

identitas pasien bernama Tn. Y, umur 40 tahun dengan no.MR

01.06.82.67, pasien masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada

tanggal 20 November 2019 dirujuk dari RSUD Pasaman Barat dengan

keluhan nafas terasa sesak, badan terasa lemah dan letih sejak 7 hari yang

lalu, mual, muntah, wajah sembab, ekstremitas udem, kepala pusing dan

berat. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 25 November 2019, pasien

mengeluhkan badan masih terasa lemah dan letih, mual, muntah, nafsu

makan menurun. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, tampak adanya

udema pada kaki dan tangan Tn.Y, konjungtiva anemis, membran mukosa

kering, tidak nafsu makan, berat badan menurun ± 2 kg, pasien

mengatakan bahwa pasien direncanakan akan dilakukan tindakan

hemodialisa. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien juga

mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

yang sama seperti klien, akan tetapi ada anggota keluarga yang menderita

DM. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah

140/70 mmHg, suhu 36,8oC, nadi 98x/i, pernapasan 20x/i, dari pengkajian

didapatkan beberapa masalah keperawatan yang muncul yaitu

hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, perfusi perifer tidak


efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin, dan resiko defisit nutrisi

dibuktikan dengan faktor resiko ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.

Intervensi yang akan dilakukan berdasarkan setiap masalah keperawatan

yang muncul dan kemudian dilakukan implementasi sesuai dengan

keluhan pasien dan evaluasi setiap implementasi yang telah dilakukan

kepada pasien.

Penanganan di rumah sakit dari 3 diagnosa diatas yaitu hipervolemia

b.d gangguan mekanisme regulasi diberikan terapi pembatasan cairan

intake dan output dibatasi setiap harinya dan akan diberikan intervensi

ankle pumping exercise dan contrast bath untuk menurunkan derajat

udema pada pasien, perfusi jaringa perifer tidak efektif b.d penurunan

konsentrasi hemoglobin intervensi diberikan tranfusi PRC dan

menganjurkan makan sedikit tapi sering, resiko defisit nutrisi dibuktikan

dengan faktor resiko kurang asupan makanan dilakukan intervensi

menganjurkan makan sedikit tapi sering dan sajikan makanan yang hangat

dan cair. Tindakan yang akan diberikan penulis pada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD) Stage V ini adalah ankle pumping exercise dan

contrast bath untuk menurunkan derajat udema pada pasien dengan CKD.

Intervensi ankle pumping exercise dan contrast bath ini pada

prinsipnya dapat meningkatkan regulasi central nervous system, regulasi

yang baik salah satuya dipengaruhi nilai LFG, jika nilai LFG ini rendah

maka memungkinkan daya regulasi tidak optimal dan menyebabkan

terjadinya vasodilatasi pada otot dan pembuluh darah, sehingga tekanan


darah menurun dan kerja otot menurun sehingga edema dapat berkurang

(Fatchur, dkk. 2020).

B. Laporan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Identitas Pasien

Nama : Tn. Y No.Rek.Medis : 01.06.82.67


Umur : 40 Tahun
Agama : islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Pasaman Barat
Tanggal masuk : 20 November 2019
Yang mengirim : RSUD Pasaman Barat
Cara masuk RS : Melalui IGD
Diagnosa medis : Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V
+ Hipertensi
2) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. S
Umur : 28 tahun
Hub. dengan pasien : Saudara
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pasaman Barat
b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

a) Keluhan utama

Tn.Y masuk rumah sakit pada tanggal 20 November 2019

melalui IGD RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan keluhan


nafas terasa sesak, badan terasa lemah dan letih sejak 7 hari

yang lalu, mual, muntah, wajah sembab, ekstremitas udem,

kepala terasa pusing dan berat, TD 174/103 mmHg, nadi

110x/i, suhu 36,6oC, pernafasan 26x/i.

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 25 November 2019,

Tn.Y mengeluh badan masih terasa lemah dan letih, mual,

muntah, nafsu makan menurun. Pada saat dilakukan

pemeriksaan fisik, tampak adanya udem pada kaki dan

tangan, udem derajat 2+, konjungtiva anemis, membran

mukosa kering. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

hasil Suhu : 36,8oC, Nadi : 98x/menit, TD : 140/70 mmHg,

RR : 20x/menit.

Alasan Masuk Rumah Sakit

Tn.Y mengatakan sebelumnya badan Tn.Y terasa lemah

dan letih, mual muntah, udem pada ekstremitas, sembab

pada wajah, kemudian pasien dibawa kerumah sakit oleh

keluarga.

Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasinya

Tn.Y mengatakan jarang berobat dan memeriksa kesehatan,

namun pada bulan september Tn.Y di diagnosa CKD, dan

Tn.Y berobat kerumah sakit.


b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Tn.Y mengatakan memiliki riwayat hipertensi, tidak ada

riwayat DM, dan Tn.Y sering minum minuman berwarna

seperti teh gelas dan lainnya.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Tn.Y mengatakan bahwa ibu Tn.Y memiliki riwayat

hipertensi, tidak ada anggota keluarga yang menderita DM,

dan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

yang sama seperti klien.

c. Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Persepsi terhadap penyakit : Tn.Y mengatakan bahwa sakit yang ia

alami adalah cobaan dari Allah SWT. Tn.Y juga mengatakan

bahwa penyakit yang ia alami merupakan akibat dari kebiasaannya

yang sering minum minuman berwarna, merokok. Tn.Y

mengatakan ingin cepat sembuh dan akan minum obat secara

teratur.

PENGGUNAAN :

Tembakau : (-) tidak, (-) berhenti, (tgl), (-) pipa, (-) cerutu,(-) <1

bks/hari, (√) 1-2 bks/hari, (-) >2 bks/hari.

Alkohol : (√)tidak, (-) ya, jenis/jumlah : (-)/hari, (-)/minggu, (-

)/bulan.

Obat lain : (√)tidak, (-) ya, jenis: (-) dan penggunaan (-)

Alergi : Tn.Y tidak memiliki adanya riwayat alergi obat-obatan

dan juga makanan.


Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : Tn.Y mengatakan tidak

ada mengkonsumsi obat-obatan warung/tanpa resep dokter.

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : Tn. R patuh terhadap

terhadap terapi yang akan dilakukan.

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan :

Tn.Y mengatakan semnejak sakit Tn.Y tidak pernah minum

minuman berwarna dan sudah jarang merokok, Tn.Y juga

membatasi cairan intake output.

d. Pola Nutrisi/Metabolisme

BB : 55 kg

TB : 160 cm

IMT : 21,48 (Normal)

Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : 2 kg

Pola Makan

Dirumah
Frekuensi : Tn.Y mengatakan sewaktu dirumah makan 3 kali
sehari (pagi, siang, malam) porsi sedikit disertai
dengan mual
Makan pagi :Tn. Y mengatakan makan pagi dengan
nasi+lauk+sayuran
Makan siang : Tn. Y mengatakan makan siang biasanya makan
nasi + lauk
Pantangan/Alergi : Tn.Y mengatakan tidak ada alergi terhadap
makanan
Makanan yang disukai : Bakso, pangsit
Dirumah sakit
Jenis diet dan jumlah kalori : Diet ML rendah garam
Nafsu makan : (-) normal, (-) meningkat, (√) menurun, (-)
penurunan sensasi kecap
Jumlah diet yang dihabiskan : 2 sendok dari porsi yang disediakan
Keluhan mual/muntah : Tn.Y mengatakan mengeluh mual dan
muntah
Penggunaan NGT : (√) tidak, (-) ya
Kesulitan menelan (disfagia) : (√) tidak, (-) makanan padat, (-) cair

Skrining Nutrisi

Indikator Penilaian Malnutrisi Skor


0 1 2 Nilai
1. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4/ <17/>23 1
23-24,9
2. Apakah pasien kehilangan <5% 5-10% >10% 0
BB dalam waktu 3 bulan
terakhir?
3. Apakah pasien dengan Baik Kurang Sangat 1
asupan makanan kurang kurang
lebih dari 5 hari?
4. Adanya kondisi penyakit Tidak Ya 2
pasien yang mempunyai
resiko masalah nutrisi
5. Pasien sedang mendapat diet Tidak Ya 2
makanan tertentu
TOTAL SKOR 6 (Resiko Tinggi)

Jika total skor :


0 = risiko rendah
1 = risiko sedang
>2 = risiko tinggi

Pola Minum

Di rumah Di rumah sakit

Frekuensi : 4-5 kali/hari Frekuensi : 2-3 kali/hari


Jenis : Air putih,teh gelas Jenis : Air putih
Jumlah : 4-5 gelas/hari Jumlah : 2-3 gelas/hari
Pantangan : tidak ada pantangan untuk minuman
Pembatasan cairan : adanya pembatasan cairan
Minuman disukai : teh gelas, fanta, coca cola
Tn.Y terpasang infus Easprimer 20 tetes per menit sebanyak
500cc per hari
Intake cairan 24 jam : Air minum = 600 cc
Cairan infus = 500 cc
Susu = 200cc
Obat injeksi = 10 cc
Jumlah intake = 1.310 cc
IWL = (15 cc x 55 kg)/ 24 jam = 825cc/24jam
Output cairan 24 jam : Urine = 150 cc
Jumlah output = 1.025cc
Perhitungan balance cairan : 1.310cc - 975 cc = + 335cc/24 jam
Perubahan pada kulit
Tn.Y mengatakan kadang-kadang kulit terasa gatal dan kering.
Kulit Tn.Y tampak kering dan kehitaman
Faktor resiko luka tekan : tidak ada
Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton
Yang dinilai 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat
buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktivitas Jalan Jalan Kursi Di tempat
sendiri dengan roda tidur
bantuan
Mobilitas Bebas Gerak Sangat Tidak
bergerak terbatas terbatas bergerak
Inkontinensia Kontinen Kadang Selalu Inkontinen
inkontinen kontinen urin dan
alvi
Total skor 16 (Tidak beresiko)
Kriteria penilaian :
16 – 20 = tidak beresiko
12 – 15 = rentan resiko
< 12 = resiko tinggi
Pengkajian adanya luka/ulcer : tidak ada luka/ulcer pada Tn.Y
e. Pola Eliminasi
BAB
Di rumah Dirumah Sakit
Frekuensi : 1-2x/hari Frekuensi : 0-1x/hari
Konsistensi : Lembek Konsistensi : Lembek
Warna : Kuning Warna : Kuning
Tgl defekasi terakhir : 25 November 2019
Masalah di rumah sakit : (-) konstipasi, (-) diare, (-) inkontinensia
Kolostomi : (√ ) tidak,( ) ya, jenis ( ) karakter ( )
BAK
Di rumah Dirumah sakit
Frekuensi : 3-4x/hari Frekuensi : 1-2x/hari
Jumlah : 500cc Jumlah : 150cc
Warna : Kuning Warna : kuning pekat
Masalah di rumah sakit : (- ) disuria, (-) nokturia, (-) hematuria, (-)
retensi
Inkontinensia : (-) tidak, (-) ya, (-) total, (-) siang hari, (-) malam
hari, (-) kadang-kadang, (-) kesulitan menahan
berkemih, (-) kesulitan mencapai toilet
Kateter : (√) tidak, (-) ya
f. Pola Aktivitas/Latihan
1) Kemampuan Perawatan Diri
No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10
1 Makan √
2 Berubah sikap dari berbaring √
ke duduk/dari kursi roda ke
tempat tidur
3 Mandi √
4 Berpakaian √
5 Membersihkan diri √
6 Berpindah/berjalan √
7 Masuk keluar toilet sendiri √
8 Naik turun tangga √
9 Mengendalikan buang air kecil √
10 Mengendalikan buang air besar √
TOTAL SKOR 45 (Ketergantungan
Sebagian)
Keterangan :
Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien
dibantu melakukannya dan nilai 10 bila pasien mandiri
Interpretasi skor total :
0 – 20 = ketergantungan total
21 – 99 = ketergantungan sebagian
100 = mandiri

2) Kebersihan diri (x/hari)


Dirumah Dirumah sakit
Mandi : 2x/hari Mandi : dilap saja
Gosok Gigi : 3x/hari Gosok Gigi : 1x/hari
Keramas : 3x/minggu Keramas : tidak ada
Potong kuku : 1x/minggu Potong kuku : tidak ada
3) Alat bantu : (-) tidak ada, (-) kruk, (√) pispot ditempat tidur
(-) walker, (-) kursi roda, (-) tongkat
4) Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan
Tn.Y mengatakan biasanya dirumah kalau ada waktu kosong,
Tn.Y hanya menonton TV bersama keluarga
5) Olah raga : (-) ya, (√) tidak
6) Kekuatan otot :
555/555
444/444
Ekstremitas atas Tn.Y mampu mengangkat dengan tahanan,
sedangkan ekstremitas bawah hanya mampu menganggkat
dengan sedikit tahanan
7) Pola Istirahat Tidur
Dirumah Dirumah sakit
Waktu Tidur Waktu tidur
Siang : 1 jam Siang : 2 jam
Malam : 7 jam Malam : 5 jam
Jumlah jam tidur : 8 jam Jumlah jam tidur : 7 jam
Masalah di RS : (-) tidak ada, (√) terbangun, (-) terbangun
dini, (-) insomnia, (-) mimpi buruk
Merasa segar setelah tidur : (-) ya, (√) tidak
8) Pola Kognitif-Persepsi
Status mental : ( √) sadar, (-) afasia resptif, (-) mengingat cerita
buruk, (-) terorientas,(-) kelam fikir, (-)
kombatif, (-) tak responsif
Bicara : (√ ) nomal, (-) tak jelas, (-) gagap, (-) afasia ekspresif
Bahasa sehari-hari : (-) Indonesia, (√ ) daerah, (-) lain-lain
Kemampuan membaca : (√) bisa, (-) tidak
Kemampuan berkomunikasi : (√) bisa, (-) tidak
Kemampuan memahami : (√) bisa, (-) tidak
Tingkat Ansietas : (√) ringan, (-) sedang, (-) berat, (-) panik, (-)
depresi
Sebab : Tn.Y mengatakan takut penyakitnya tidak dapat
disembuhkan
Pendengaran : (√) DBN( ) kesukaran (___kanan___kiri) ( )
Tuli (__Kanan___Kiri ( ) Alat bantu dengar( )
Tinnitus
Penglihatan : (√) DBN( ) Kacamata( ) lensa kontak ( )
Kerusakan (____Kanan___ kiri) ( ) Buta
(____Kanan____Kiri) ( ) Katarak
(______Kanan____Kiri) ( ) Glaukoma
Vertigo: ( ) Ya (√ ) Tidak
Ketidaknyamanan/Nyeri : Tn.Y tidak ada keluhan nyeri
9) Pola Peran Hubungan
Pekerjaan : Petani
Status Pekerjaan : ( ) Bekerja (√) Ketidakmampuan jangka
pendek ( ) Ketidakmampuan jangka panjang( ) Tidak bekerja
Sistem pendukung : (√) Pasangan ( ) Tetangga/teman ( ) tidak
ada
Keluarga serumah : istri, anak
berjauhan : orang tua, kakak
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit :
Tidak ada
Kegiatan sosial : Tn.Y mengatakan biasanya Tn.Y sering
berkumpul dengan teman-teman disekitar
rumahnya.
10) Pola Seksualitas/Reproduksi
Tanggal Menstruasi Akhir (TMA) : tidak ada
Masalah Menstruasi: ( ) Ya,.......................( ) Tidak
Pap Smear Terakhir : -
Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: ( ) Ya(√) Tidak
Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit : Tidak ada

11) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri

a) Body image/Gambaran Diri


(-) cacat fisik
(√) perubahan ukuran fisik
(-) fungsi alat tubuh terganggu
(√) keluhan karena kondisi tubuh
(-) transplantasi alat tubuh
(-) pernah operasi
(-) proses patologi penyakit
(-) kegagalan fungsi tubuh
(-) gangguan struktur tubuh
(-) menolak berkaca
(-) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh
(-) perubahan fisiologis tumbuh kembang
Penjelasan : Tn.Y mengatakan wajah, tangan, dan kakinya
bengkak, awalnya Tn.Y merasa malu dengan
kondisi nya seperti itu, akan tetapi Tn.Y
mengatakan bahwa sekarang Tn.Y tidak malu
lagi
b) Role/Peran
(-) overload peran
(-) konflik peran
(-) perubahan peran
(-) keraguan peran
(√) transisi peran karena sakit
Penjelasan : Tn.Y mengatakan tidak dapat menjalankan
perannya sebagai seorang suami dan ayah
karna keaadaannya sekarang
c) Identity/Identitas Diri
(√) kurang percaya diri
(-) merasa terkekang
(-) tidak mampu menerima perubahan
(-) merasa kurang memiliki potensi
(-) kurang mampu menentukan pilihan
(-) menolak menjadi tua
Penjelasan : Tn.Y mengatakan awalnya Tn.Y kurang
percaya diri karna badannya yang bengkak
d) Self Esteem/Harga Diri
(-) mengkritik diri sendiri dan orang lain
(-) merasa jadi orang penting
(-) menunda tugas
(-) merusak diri
(-) menyangkal kemampuan pribadi
(-) rasa bersalah
(-) menyangkal kepuasan diri
(-) polarisasi pandangan hidup
(-) mencemooh diri
(-) mengecilkan diri
(√) keluhan fisik
(-) menyalahgunakan zat
Penjelasan : Tn.Y mengatakan awalnya merasa malu
dengan keadaannya
e) Self Ideal/Ideal Diri
(-) masa depan suram
(-) terserah pada nasib
(-) merasa tidak memiliki kemampuan
(-) tidak memiliki harapan
(-) tidak ingin berusaha
(-) tidak memiliki cita-cita
(-) merasa tidak berdaya
(-) enggan membicarakan masa depan
Jelaskan : Tn.Y mengatakan ia berharap penyakit nya bisa
cepat sembuh, dan bengkak di kaki nya cepat
hilang
12) Pola Koping-Toleransi Stres
a) Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial,
perawatan diri) : Tn.Y mengatakan sejauh ini tidak ada
masalah terkait perawatan dirumah sakit
b) Kehilangan/perubahan besar di masa lalu :(√) tidak,(-)
ya
c) Hal yang dilakukan saat ada masalah : Tn.Y mengatakan
saat ada masalah, Tn.Y selalu mendiskusikan pada
keluarganya
d) Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : Tn.Y
mengatakan tidak ada penggunaan obat untuk
menghilangkan stres
e) Keadaan emosi dalam sehari-hari : (√) santai, (-) tegang
13) Pola Keyakinan Nilai
Agama : (√) Islam (-) Katolik Roma (-) Protestan (-) Hindu (-)

Budha

Pantangan Keagamaan : (√ ) Tidak (-) Ya (uraikan)


Pengaruh agama dalam kehidupan : Tn.Y mengatakan ketika

Tn.Y selesai sholat dan berdoa, Tn.Y merasa lebih

nyaman dan tenang

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : Tidak ada

14) Pemeriksaan Fisik

Gambaran
o
Tanda Vital Suhu : 36,8 C, Lokasi : axilla
Nadi : 98x/menit, Irama : teratur, Pulsasi:
Lemah
TD : 140/70 mmHg, Lokasi : Lengan atas
RR : 20x/menit, Irama : teratur
Tinggi badan 160 cm
Berat badan Sebelum masuk RS : 57 kg, rumah sakit 55 kg
Kepala :

Rambut Rambut Tn.Y tampak bersih, tidak ada


benjolan pada kepala

Mata Simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis

Hidung Simetris kiri kanan, tidak ada pernapasan


cuping hidung

Mulut Membran mukosa tampak kering dan pucat

Telinga Simetris kiri dan kanan, tidak ada masalah


pendengaran
Leher

Trakea Tidak ada masalah pada trakea (trakea berada


ditengah)

JVP 5-2 CMH2O

Tiroid Tidak ada pembesaran pada kelenjer tiroid

Nodus Limfe Tidak ada masalah pada nodus limfe

Dada I : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi


Paru dinding dada

P : fremitus kiri dan kanan sama


P : Sonor

A : Veskuler, tidak ada suara napas tambahan


Jantung I : Iktus cordis tidak terlihat

P : Iktus cordis teraba 1 jari lateral linea mid


klavikula sinistra RIC V

P : Tidak ada pembesaran jantung (Kanan


atas RIC II Linea para sternalis dextra, kanan
bawah RIC IV linea para sternalis dextra, kiri
atas RIC II linea para sternalis sinistra, kiri
bawah RIC VI linea media klavikularis
sinistra)

A : Terdengar bunyi jantung I dan II

Abdomen I : Perut Tn.Y tampak asites dan tidak


ditemukan adanya jaringan parut

A : Bising usus normal (16x/menit)

P : Tidak ditemukan adanya pembesaran pada


hepar (hepatomegali) dan limpa

P : tympani

Ekstremitas Kekuatan otot : Lemah


Muskuloskeletal/
Sendi 555 555
444 444

Inspeksi : Tampak adanya udem pada


ekstremitas atas dan bawah

Palpasi : Pitting edem derajat 2+ (ketika


ditekan kedalaman 3mm, kembali dalam
waktu 5 detik)

Vaskuler perifer : 4 detik

Integumen Inspeksi : kulit kering, kulit berwarna hitam


pada ekstremitas bawah, kulit tampak licin
dan mengkilat dan sedikit pucat pada
ekstremitas bawah
Palpasi: turgor kulit jelek, kulit terasa sedikit
kering dan tidak lembab, oedema derajat 2+
Neurologi
Status GCS 15 E4M6V5 (Composmentis)
mental/GCS
Saraf cranial Tidak ada masalah
Reflek fisiologi Positif
Reflek patologis Negatif

Payudara Tidak ada masalah

Genitalia Tidak ada masalah

Rectal Tidak ada maalah

15) Pemeriksaan Penunjang

Nilai
Jenis 20/11/19 Satuan Interprestasi
Normal
Kimia Klinik
Total Protein 6,2 mg/dl 6,6-8,7 Menurun
Albumin 2,2 g/dl 3,8-5,0 Menurun
Ureum Darah 361 mg/dl 10-50 Meningkat
Kreatinin 21,5 mg/dl 0,8-1,3 Meningkat
Darah
Hematologi
Hb 9,5 g/dl P :14-18 Menurun
W : 12-16
Leukosit 7.970 /mm3 5000-10000 Normal
Trombosit 72.000 /mm3 150.000- Menurun
400.000
Hematokrit 28 % 37-43 Menurun
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136-145 Normal
Kalium 4,8 mmol/L 3,5-5,1 Normal
Klorida 111 mmol/L 97-111 Normal
Jenis 25/11/19 Satuan Nilai Interprestasi
Normal
Kimia Klinik
Total Protein 5,5 mg/dl 6,6-8,7 Menurun
Albumin 2,5 g/dl 3,8-5,0 Menurun
Ureum Darah 364 mg/dl 10-50 Meningkat
Kreatinin 16,3 mg/dl 0,8-1,3 Meningkat
Darah
Hematologi
Hb 6,7 g/dl P :14-18 Menurun
W : 12-16
Leukosit 11.400 /mm3 5000-10000 Meningkat
Trombosit 68.000 /mm3 150.000- Menurun
400.000
Hematokrit 18 % 37-43 Menurun
Elektrolit
Natrium 133 mmol/L 136-145 Menurun
Kalium 4,3 mmol/L 3,5-5,1 Normal

16) Terapi

Tanggal 20-25 November 2019 :

a) IVFD Easprimer : 24 jam/ Kolf

b) Inj. Transamin (IV) : 3x1 amp

c) Vit.K (IV) : 3x1 amp

d) Bicnat : 3x 500 mg

e) Amlodipin : 1x500 mg

f) Hemodialisa : 2x/minggu

g) Tranfusi PRC

2. Analisa Data

Data Masalah Etiologi WOC


Ds : Hipervolemia Gangguan Hipertensi
- Tn.Y mengatakan aliran balik (faktor
wajah dan vena resiko)
ekstremitas udem ↓
sejak 2 minggu Disfungsi
yang lalu endotel
- Tn.Y mengatakan mikrovaskuler
BAK hanya ↓
sedikit Kerusakan
DO : struktur ginjal
- Tampak adanya ↓
edema pada GFR menurun
wajah dan ↓
ekstremitas Tn.Y Gagal ginjal
- Hb : 9,5 g/dl ↓
- Intake > output Filtrasi
(+335cc) glomerulus
- Ekstremitas menurun
bawah udem ↓
derajat 2+ Retensi cairan
- Albumin : 2,2 elektrolite
g/dl ↓
(hipoalbuminemi Cairan
a) menumpuk
- Uream Darah : diekstra sel
361 mg/dl ↓
- Natrium : 140 Cairan ekstrasel
mmol/L dan tekanan
- Kreatinin darah : kapiler
21,5 mg/dl meningkat

Preload
meningkat

Kerja jantung
meningkat

Hipertrofi
ventrikel kiri

Payaha jantug

Pressure
menurun

CO2 meningkat

Aliran darah
menurun

Edema

Hipervolemia

DS : Perfusi Penurunan Hipertensi


- Tn.Y mengatakan perifer tidak konsentrasi ↓
badan terasa efektif hemoglobin Vasokonstriksi
lemah dan letih pembuluh darah
sejak 7 hari yang di ginjal
lalu sampai ↓
sekarang Penurunan
- Tn.Y mengatakan fungsi
kepala terasa Ginjal Secara
pusing progresif
DO : ↓
- Konjungtiva Produksi
anemis eritropoitin
- Wajah dan bibir menurun
tampak pucat ↓
- Akral teraba Produksi Hb
dingin turun
- Pulsasi nadi ↓
lemah Oksihemoglobin
- TD : 140/70 turun
mmHg ↓
- Nadi : 98x/i Suplai O2 turun
- CRT : 4 detik ↓
- Hb : 9,5 g/dl Penurunan
- Tampak adanya suplai
udem pada O2 ke perifer
ekstremitas Tn.Y ↓
- Turgor kulit jelek Sianosis Perifer,
- Hematokrit : 28% perubahan
karakteristik
kulit

Hb ↓,
konjungtiva
anemis, kulit
pucat, turgor
kulit
jelek, CRT > 3
detik, lemah

Perfusi
perifer tidak
efektif
DO : Defisit Kurang Hipertensi
- Tn.Y Nutrisi asupan (faktor
mengatakan makanan resiko)
tidak nafsu ↓
makan Gangguan
- Tn.Y fungsi
mengatakan ginjal
mual dan ↓
muntah sudah GFR Menurun
2x/hari ↓
- Keluarga GGK
mengatakan Sekresi proteim
Tn.Y hanya terganggu
menghabiskan 2 ↓
sendok dari Peningkatan
porsi yang metabolisme
diberikan oleh HCl meningkat
rumah sakit Mual, muntah,
- BB dari 57kg anoreksia
menjadi 55 kg ↓
DO : Defisit nutrisi
- Tn.Y tampak
lemah
- Konjungtiva
anemis
- Bibir dan
membran
mukosa tampak
pucat dan
kering
- Tn.Y tampak
tidak
menghabiskan
porsi makanan
yang diberikan
oleh rumah
sakit
- Hb : 9,5 g/dl
DS: Gangguan Perubahan Gagal ginjal
- Pasien integritas sirkulasi dan kronik
mengatakan kulit kelebihan ↓
kulitnya volme cairan Filtrasi
kadang-kadang glomerulus
terasa gatal menurun
- Pasien ↓
mengatakan Gangguan
kulitnya kering metabolisme
DO: ↓
- Kulit pasien Kritalisasi urea
tampak kering ↓
- Turgor kulit Akumulasi
pasien jelek toksin
- Kulit berwarna dalam kulit
hitam pada ↓
ekstremitas Kering, gatal,
bawah kemerahan
- Kulit tampak ↓
licin dan Gangguan
mengkilat integritas kulit
- Kulit tampak
pucat
- Pada
ekstremitas
terdapat udem
derajat 2+
3. Daftar Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tgl. Paraf Tanggal Paraf


Ditegakkan Teratasi
1. Hipervolemia 25-11-2019 Ria Ria
b.d gangguan Utami Utami
aliran balik
vena

2. Perfusi perifer 25-11-2019 Ria Ria


tidak efektif Utami Utami
b.d penurunan
konsentrasi
hemoglobin
3. Defisit nutrisi 25-11-2019 Ria Ria
b.d kurang dari Utami Utami
kebutuhan
tubuh
4. Gangguan 25-11-2019 Ria Ria
integritas kulit Utami Utami
b.d perubahan
sirkulasi dan
kelebihan
volume cairan

4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI


8. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen
b.d gangguan Kriteria Hasil : Hipervolemia
aliran balik 10. Asupan cairan Aktivitas :
vena (3/4) Observasi :
11. Keluaran urin 1. Periksa tanda dan
(3/4) gejala hipervolemia
12. Kelembaban (edema, ortopnea, suara
membran mukosa (3/4) nafas tambahan)
13. Asupan makanan 2. Identifikasi penyebab
(3/4) hipervolemia
14. Edema (3/4) 3. Monitor status
15. Tekanan darah hemodinamik (mis.
(3/4) Frekuensi jantung,
16. Denyut nadi tekanan darah, MAP,
radial (3/4) CVP, PAP) jika tersedia
17. Membran 4. Monitor intake dan
mukosa (3/4) Output cairan
18. BB (4/5) 5. Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis.
Perfusi Renal Kadar natium, BUN,
Kriteria Hasil : hematokrit, berat jenis
6. Jumlah urine (3/4) urin)
7. Mual (4/5) 6. Monitor tanda
8. Muntah (4/5) peningkatan tekanan
9. Kadar kreatinin onkotik plasma (mis.
plasma (4/5) Kadar protein dan
10. Keseimbangan asam albumin meningkat)
basa (4/5) 7. Monitor kecepatan
infus secara ketat
Keseimbangan 8. monitor efek samping
Elektrolit : diuretik (hipotensi
Kriteria Hasil : ortostatik, hipovolemia,
7. Serum natrium (4/5) hipokalemia,
8. Serum kalium (4/5) hiponatremia)
9. Serum klorida (4/5)
10. Serum kalsium Terapeutik :
(4/5) 1. Timbang berat badan
11. Serum setiap hari pada waktu
magnesium (4/5) yang sama
12. Serum fosfor 2. Batasi asupan cairan
(4/5) 3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40o
Edukasi :
5. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
6. Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
dalam sehari
7. Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
8. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi :
4. Kolaborasi pemberian
diuretik
5. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
6. Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
Pengaturan Posisi
Observasi :
1. Monitor status
oksigenasi sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
Terapeutik :
1. Tempatkan pada
matras/tempat tidur
terapeutik yang tepat
2. Tempatkan pada
posisi terapeutik
3. Tinggikan bagian
tubuh yang sakit
dengan tepat
4. Tinggikan anggota
o
gerak 20
5. Motivasi melakukan
ROM aktif atau pasif
(mis. ankle pumping
exercis)

Manajemen Hemodialisi
Observasi :
5. Identifikasi tanda dan
gejala serta kebutuhan
hemodialisis
6. Identifikasi kesiapan
hemodialisis (mis.
Tanda-tanda vital,
berat badan, kelebihan
cairan, kontraindikasi
pemberian heparin)
7. Monitor tanda vital,
tanda-tanda
perdarahan, dan
respon selama dialisis
8. Monitor tanda-tanda
vital
pascahemodialisis

Terapeutik :
7. Siapkan peralatan
hemodialisis (mis.
Bahan habis pakai,
blood line
hemodialisis)
8. Lakukan prosedur
dialisis dengan prinsip
aseptik
9. Atur filtrasi sesuai
kebutuhan penarikan
kelebihan cairan
10. Atasi hipotensi selama
dialisis
11. Hentikan hemodialisis
jika mengalamu
kondisi yang
membahayakan (mis.
Syok)
12. Ambil sampel darah
untuk mengevaluasi
keefektifan
hemodialisis
Edukasi :
1. jelaskan tentang
prosedur hemodialisis
2. Ajarkan pembatasan
cairan, penanganan
insomnia, pencegahan
infeksi akses HD, dan
pengenalan tanda
perburukan kondisi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
heparin pada blood line,
sesuai indikasi
Edukasi Hemodialisis
Observasi :
1. Identifikasi
kemampuan pasien dan
keluarga menerima
informasi
Terapeutik :
1. Persiapkan materi dan
alat peraga hemodialisis
2. Buat media dan format
evaluasi hemodialisis
3. jadwalkan waktu yang
tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
dengan pasien dan
keluarga
4. Lakukan modifikasi
proses pendidikan
kesehatan sesuai
kebutuhan
5. Berikan kesempatan
pasien dan keluarga untuk
bertanya dan
mengemukakan
perasaannya
Edukasi :
6. Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala,
dampak, diet, hal-hal
yang harus
diperhatikan pasien
gagal ginjal
7. Jelaskan pengertian,
kelebihan dan
kekurangan terapi
hemodialisis serta
prosedur hemodialisis
8. Jelaskan manfaat
memonitor intake dan
output cairan
9. Ajarkan cara
memantau kelebihan
volume cairan (mis.
Pitting edema,
kenaikan BB)
10. Jelaskan pentingnya
dukungan keluarga

9. Perfusi perifer Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi


tidak efektif Kriteria Hasil : Observasi :
b.d penurunan 10. Denyut nadi 4. Periksa sirkulasi
konsentrasi peifer (4/5) perifer (nadi, edema,
hemoglobin 11. Sensasi (4/5) pengisian kapiler,
12. Warna kulit warna, suhu kulit)
pucat (3/4) 5. Identifikasi faktor
13. Edema perifer resiko gangguan
(3/4) sirkulasi
14. Kelemahan 6. Monitor bengkak pada
otot (4/5) ekstremitas
15. Pengisian
kapiler (4/5) Terapeutik :
16. Akral (4/5) 4. Lakukan pencegahan
17. Turgor kulit infeksi
(4/5) 5. Hindari pemasangan
18. TD (4/5) infus atau
pengambilan darah di
Status Sirkulasi area keterbatasan
Kriteria Hasil : perfusi
9. Kekuatan nadi (4/5) 6. Lakukan hidrasi
10. Output urin (4/5)
11. Pucat (3/4) Manajemen sensasi
12. Akral dingin (4/5) perifer
13. Pitting edema (3/4) Observasi :
14. Edema perifer (3/4) 9. Identifikasi penyebab
15. Fatiigue (3/4) perubahan sensasi
16. Pengisian kapiler (4/5) 10. Identifikasi
penggunaan alat
pengikat, prostesis,
sepatu, pakaian
11. Periksa perbedaan
sensasi tajam atau
tumpul
12. Periksa perbedaan
sensasi panas atau
dingin
13. Periksa kemampuan
mengidentifikasi
lokasi dan tekstur
benda
14. Monitor terjadinya
parastesia, jika perlu
15. Monitor perubahan
kulit
16. Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik :
2. Hindari pemakaian
benda-benda yang
berlebihan suhunya
Edukasi :
4. Anjurkan penggunan
termometer untuk
menguji suhu
5. Anjurkan
penggunaan sarung
tangan termal saat
memasak
6. Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi :
3. Kolaborasi pemberian
analgesik
4. Kolaborasi pemberian
kortosteroid

10. Defisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


t nutrisi b.d Kriteria Hasil : Observasi :
kurangnya 18. Proses makan 7. Identifikasi status
asupan yang dilahirkan nutrisi
makanan 19. Kekuatan Otot 8. Identifikasi elergi
Pengunyah dan intoleransi
20. Kekuatanotot makanan
menelan 9. Identifikasi
21. Verbalisasi makanan yang di
keinginan untuk suaki
meningkatkan nutrisi 10. Identifikasi
22. Pengetahuan kebutuhan kalori
tentang pilihan dab jenis nutrient
makanan yang sehat 11. Monitor asupak
23. Pengetahuan makan
tentang pilihan 12. Mnitor berat badan
minum yang sehat monitor hasil
24. Pengetahuan pemeriksaan labor
tentang standar Terapeutik :
asupan nutrisi yang 6. Lakukan oral hoghin
tepat sebelum makan
25. Penyiapan dan 7. Fasilitasi menrntukan
penyimpanan pedoman diet
makanan yang aman 8. Sajikan makanan
26. Sikap terhadap secara menarik dan
makanan/minuman suhu yang sesuai
sesuai dengan tujuan 9. Berikan makanan
kesehatan tinggi serat untuk
27. Perasaan cepat mencegah konstipasi
kenyang 10. Berikan makanan
28. Nyeri abdomen yang tinggi kalori
29. Sariawan dan tinggi protein
30. Berat badan Edukasi :
31. IMT 3. Anjurkan posisi
32. Nafsu makan duduk
33. Bising usus 4. Ajarkan diet yang di
34. Membrane mukosa programkan
Kolaborasi :
Berat Badan 3. Kolaborasi
Kriteria Hasil: pemberian medikasi
4. Berat Badan sebelum makan
5. Tebal lipatan Kulit 4. Kolaborasi dengan
6. Indeks massa tubuh ahli gizi untuk
(IMT) menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang di
Nafsu Makan butuhkan
Kriteria Hasil: Promosi Berat Badan
5. Kegiatan Makan Observasi :
6. Nafsu makan 5. Identufikasi
7. Energy untuk makan kemungkinan berat
8. Asupan cairan badan kurang
6. Monitor adanya mual
dan muntah
7. Monitor jumlah kalori
yang di konsumsi
sehari-hari
8. Monitor BB
Terapeutik :
5. Berikan perawatan
mulut sebelum
memberikan makanan
6. Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien
7. Hidangkan makanan
secara menarik
8. Berikan suplemen
Edukasi :
3. Jelaskan makanan
yang bergizi tinggi,
namun tetap
terjangkau
4. Elaskan peningkatan
asupan kalori yang
dibutuhkan.

Manajemen
Gangguan Makan
Observasi :
2. Monitor asupan dan
keluarnya makanan
dan cairan serta
kebutuhan kalori
Terapeutik
6. Timbang BB secara
rutin
7. Diskusikan perilaku
makan dan jumlah
aktifitas fisik
8. Lakukan kontrak
perilaku
9. Berikan penguatan
positif terhadap
kebersihasilan target
dan perubahan
perilaku
10. Berikan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
Edukasi :
3. Ajarkan pengaturan
diet yang tepat
4. Ajarkan
keterampilan koping
untuk penyelesaian
masalah perilaku
makan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang BB,
kebutuhan kalori
dan pilihan
makanan.
11. Gang Integritas kulit dan Perawatan integritas
guan integritas jaringan kulit
kulit b.d Kriteria hasil : Observasi :
perubahan 7. Elastisitas 1. Identifikasi penyebab
sirkulasi dan meningkat gangguan integritas
kelebihan 8. Hidrasi meningkat kulit
volume cairan 9. Perfusi jaringan Terapeutik :
meningkat 3. Ubah posisi tiep2 jam
10. Kerusakan jaringan jika tirah baring
menurun 4. Hindari produk
11. Suhu kulit membaik berbahan dasar
12. Tekstur membaik alkohol pada kulit
kering
Edukasi :
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air
yang cukup
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktek

Penulisan karya ilmiah ners dilaksanakan selama 2 minggu untuk

pengambilan kasus di ruang non bedah penyakit dalam pria RSUP Dr. M.

Djamil Padang yaitu pada tanggal 20 Juni sampai 04 Juli 2020. Di ruang

non bedah penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan

fasilitas rawat inap yang disediakan khusus untuk pasien yang menderita

gangguan pada sistem urologi, sistem hematologi, sistem endokrin, sistem

kardiovaskuler, sistem gastrointestinal dan lainnya. Fasilitas yang

disediakan dalam ruangan non bedah penyakit dalam pria disesuaikan

dengan kebutuhan perawatan, layanan medis diberikan oleh dokter-dokter

spesialis penyakit dalam dengan tenaga keperawatan yang terlatih.

Ruang non bedah penyakit dalam pria dipimpin oleh dua orang

kepala ruangan yang terdiri dari kepala ruangan wing A dan kepala

ruangan wing B, dan metode yang digunakan adalah metode tim. Dalam

menjalankan tugasnya kepala ruangan dibantu oleh ketua tim serta terdapat

perawat pelaksana untuk menjalankan asuhan keperawatan kepada pasien.

Ruang non bedah penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki

kapasitas bed sebanyak 52 bed yang terdiri dari beberapa ruangan yaitu

HCU, kelas II, kelas III, khusus penyakit darah, suspect, isolasi, khusus

endokrin, khusus kardiovaskuler, khusus gastro, ruangan KARU, ruangan


perawat, nurse station, ruangan perasat, ruangan logistik dan ruangan

sholat.

Kegiatan yang dilakukan yaitu melaksanakan asuhan keperawatan

melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,

menegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Pada saat melaksanakan asuhan keperawatan, penyakit yang

paling banyak ditemukan saat ini di ruang non bedah penyakit dalam

RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah pasien dengan CKD stage V, selain

itu juga ditemukan pasien dengan hipertensi, diabetes melitus, sirosis

hepatis, anemia, TB Paru dan HIV/AIDS.

Hipertensi dan diabetes mellitus merupakan dua penyebab terbesar

dari penyakit CKD yang ditemukan diruangan non bedah penyakit dalam

pria RSUP Dr. M. Djamil Padang. Rata-rata yang mengalami penyakit

CKD dianjurkan terapi hemodialisa dikarenakan untuk meningkatkan

kualitas hidup penderita dan memperpanjang umur pasien. Penanganan di

rumah sakit dari 4 diagnosa diatas yaitu hipervolemia b.d gangguan aliran

balik vena akan dilakukan intervensi pembatasan asupan cairan intake dan

output, pengaturan posisi kaki, pemberian ankle pumping exercise dan

pemberian terapi contrast bath untuk menurunkan udema pada pasien

CKD. Diagnosa perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi

hemoglobin akan diberikan intervensi tranfusi PRC dan pemantauan

sirkulasi perifer (nadi, edema, pengisian kapiler, warna, suhu kulit). Defisit

nutrisi b.d kurang asupan makanan intervensi yang akan diberikan yaitu

menganjurkan makan sedikit tapi sering dan sajikan makanan yang hangat
dan cair. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dan kelebihan

volume cairan intervensi yang akan diberikan yaitu perawatan kulit.

B. Analisis Proses Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, Intervensi)

1. Pengkajian

Pada tahap pengkajian yang dikaji yaitu dimulai dari identitas

pasien, identitas pasien yang paling penting disini adalah nama, No

MR, umur, pekerjaan, agama, status perkawinan, alamat, penanggung

jawab, alamat, tanggal masuk rumah sakit, yang mengirim, cara masuk

RS. Menurut teori usia lebih dari 60 tahun berisiko terjadinya CKD.

Tetapi sekarang bukan saja usia lanjut yang mengalami penyakit CKD,

usia anak-anak, remaja, dan dewasa juga dapat mengalami CKD. Pada

teori jenis kelamin yang banyak menderita CKD yaitu laki-laki lebih

beresiko dikarenakan pola makan dan kebiasaan yang tidak sehat

(price dan Wilson, 2010). Pada kasus terdapat kesenjangan antara

teori dan data yang ditemukan saat pengkajian yaitu klien berumur 40

tahun belum lanjut usia sudah mengalami CKD.

Berdasarkan teori, alasan masuk RS pasien dengan CKD yaitu

klien masuk dengan keluhan sesak napas, mual yang disertai nafsu

makan menurun, udema, urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK,

gatal pada kulit (Muttaqin, 2011). Pada kasus ditemukan klien

sebelumnya mengalami sesak napas, wajah klien sembab, badan terasa

lemah dan letih sejak 7 hari yang lalu, mual, muntah, ekstremitas

udem, kemudian klien dibawa kerumah sakit oleh keluarga. Terjadi

persamaan antara teori dan data yang ditemukan pada klien saat
pengkajian yaitu berupa alasan masuk sesak napas, wajah sembab,

ekstremitas bengkak, mual, muntah, dan tidak nafsu makan.

a. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Menurut teori, pasien dengan gagal ginjal kronik akan

mengeluh kurang nafsu makan, mual, muntah, terdapat adanya

udema, sesak napas, pucat, dan peningkatan tekanan darah

(Smeltzer, 2009). Pada kasus ditemukan klien saat pertama kali

masuk RS merasakan sesak napas, namun saat pengkajin klien

mengatakan sesak sudah berkurang, dan klien mengeluhkan

adanya udem pada ekstremitas atas dan bawah. Hal ini berarti

bahwa terjadi kesamaan antara teori dan kasus di mana di

kasus ditemukan klien mengeluhkan sesak napas, badan terasa

lemah, dan terdapat adanya udema pada wajah dan ekstremitas

klien, hal ini juga ditemukan pada diteori.

Menurut analisa penulis, edema yang terjadi pada Tn.Y

disebabkan oleh adanya penumpukan cairan karena

berkurangnya tekanan osmotik plasma dan retensi natrium

serta air. Akibat peranan dari gravitasi, cairan yang berlebih

tersebut akan lebih mudah menumpuk di tubuh bagian perifer

seperti kaki, sehingga edema perifer akan lebih cepat terjadi

dibanding gejala kelebihan cairan lainnya pada kasus pasien

dengan gagal ginjal kronik stage V ini.


2) Riwayat kesehatan dahulu

Menurut teori seseorang yang menderita CKD memiliki

berbagai macam riwayat penyakit seperti gagal ginjal akut,

infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obatan

nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi

penyebab penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian

obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis

obat (Muttaqin, 2011). Hal ini sesuai dengan data yang

ditemukan di kasus yang mana Tn.Y memiliki riwayat

hipertensi.

Menurut analisa penulis, hipertensi dapat memicu

terjadinya CKD karna pada pasien dengan hipertensi akan

mengalami gangguan peredaran darah pada ginjal yang

mengakibatkan ginjal mengalami iskemik, sehingga terjadi

nekrosis pada jaringan ginjal, dan ginjal tidak mampu lagi

berfungsi secara normal, sehingga terjadilah gagal ginjal

kronik ini.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Berdasarka teori, biasanya terdapat adanya anggota

keluarga yang menderita sakit yang sama seperti klien yaitu

gagal ginjal maupun penyakit seperti diabetes mellitus, dan

hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya


penyakit gagal ginjal kronik (Smeltzer C, 2014). Hal yang

sama ditemukan pada kasus Tn. Y yaitu ibu Tn.Y memiliki

riwayat hipertensi.

Menurut penulis, adanya peyakit genetik seperti hipertensi

ini lah yang menyebabkan Tn.Y mengalami gagal ginjal

kronik.

b. Pemeriksaan Fisik

Berdasarkan teori, pemeriksaan head to toe pada pasien CKD

didapatkan tanda-tanda vital seperti tekanan darah dan pernapasan

akan meningkat (Smeltzer C, 2009). Hal yang sama juga

ditemukan pada kasus Tn.Y yaitu tekanan darah Tn.Y pada saat

masuk rumah sakit 174/103 mmHg, RR : 26 x/i. Tekanan darah

saat pengkajian tanggal 22 Juni 2020 yaitu 140/70 mmHg, RR :

20x/menit. Peningkatan tekanan darah pada pasien dengan CKD

dapat terjadi karena adanya penumpukan natrium dan air dalam

tubuh sehingga akan meningkatkan tekanan darah pasien, dengan

banyaknya cairan dalam abdomen akan membuat diafragma

tertekan sehingga menyebabkan sesak nafas (smeltzer C, 2009).

Menurut analisa penulis, peningkatan RR pada pasien CKD

ini terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk mencuci darah dan

cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan dan akhirnya menumpuk

di dalam tubuh yang menyebabkan ekspansi paru nya tidak

maksimal sehingga oksigen yang dihirup menjadi sedikit. Selain

itu, peningkatan frekuensi nafas ini dapat juga terjadi karna


peningkatan kreatinin dalam darah yang akan menyebabkan

kemampuan darah dalam mengantarkan oksigen terganggu.

Penulis menganalisa bahwa peningkatan TD pada Tn.Y pada

kasus ini disebabkan karna pada pasien gagal ginjal kronik terjadi

adanya retensi natrium sehingga produksi renin meningkat yang

merangsang peningkatan angiotensin II, hal ini menyebabkan

terjadinya vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadilah

peningkatan TD pada pasien dengan CKD khusu nya pada Tn.Y.

Pada pemeriksaan selanjutnya adalah ekstremitas, secara

teoritis pasien dengan CKD ditemukan kekuatan otot lemah,

terdapat edema pada kedua ekstremitas, hal ini terjadi persamaan

antara teori dan kasus. Berdasarkan kasus terjadi kelemahan pada

kedua otot ekstremitas bawah Tn.Y 444/444, sedangkan

ekstremitas atas 555/555.

Berdasarkan analisa penulis, udema yang terjadi pada Tn.Y

ini disebabkan karena pada pasien dengan CKD terjadi

penumpukan cairan akibat berkurangnya tekanan osmotik plasma

dan retensi natrium serta air. Akibat peranan dari gravitasi, cairan

yang berlebih tersebut akan lebih mudah menumpuk di tubuh

bagian perifer seperti kaki, sehingga edema perifer akan lebih cepat

terjadi dibanding gejala kelebihan cairan lainnya pada kasus gagal

ginjal kronik stage V. Hal ini disebabkan karena terjadinya

penurunan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu

mengekskresikan cairan yang berlebih.


Pemeriksan fisik selanjutnya adalah integumen, secara teori

akan ditemukan adanya kulit kering, kasar, pucat, dan gatal. Dari

kasus Tn.Y didapatkan data yang sama sesuai dengan teori, yang

mana pada Tn.Y juga ditemukan adanya kulit kering, kulit

berwarna hitam pada ekstremitas bawah, kulit tampak licin dan

mengkilat dan sedikit pucat.

Menurut analisa penulis, gangguan kulit yang terjadi pada

Tn.Y disebabkan karena adanya penimbunan sampah dan cairan

dalam tubuh Tn.Y yang berlebih akibat kegagalan ginjal untuk

mengekskresikan zat toksin (ureum dan kreatinin) dalam tubuh.

Selain itu, salah satu fungsi ginjal adalah untuk mengekskresikan

urea dan zat-zat racun dalam tubuh jika ginjal tidak berfungsi maka

urea dan zat-zat racun akan menumpuk didalam tubuh dan jika

penumpukan terjadi dibawah kulit maka akan menimbulkan gejala

kulit kering, sehingga terjadi gangguan pada jaringan kulit Tn.Y.

Berdasarkan teori, pada pemeriksaan pola nutrisi adanya

mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder, bau mulut

ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna

sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan (Smeltzer, 2014). Hasil pengkajian pola nutrisi yang

ditemukan pada Tn.Y didapatkan data bahwa Tn.Y mengalami

penurunan nafsu makan, mual, dan muntah. Hal ini berarti bahwa

terdapat kesamaan antara teori dan kasus.


Menurut analisa penulis, penurunan nafsu makan, mual, dan

muntah yang terjadi pada Tn.Y ini disebabkan karena pada pasien

dengan CKD terjadi peningkatan metabolisme akibat terganggunya

sekresi protein, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan HCl,

sehingga pasien akan mengeluh mual, muntah, dan anoreksia.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan diangkat berdasarkan respon pasien saat

dilakukan pengkajian. Dari pengkajian yang sudah dilakukan

didapatkan 4 diagnosa keperawatan. Secara teoritis ada 7 diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul, hal ini berarti bahwa terdapat 3

diagnosa keperawatan teoritis yang belum muncul pada kasus. Adapun

diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.Y, yaitu :

a. Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena

Data yang didapatkan dari data subjektif didapatkan Tn.Y

mengatakan wajah dan ekstremitas udem sejak 2 minggu yang lalu,

BAK hanya sedikit, pada data objektif tampak adanya edema pada

wajah dan ekstremitas Tn.Y Hb : 9,5 g/dl, intake > output

(+335cc), ekstremitas bawah udem derajat 2+, albumin : 2,2 g/dl

(hipoalbuminemia), uream Darah : 361 mg/dl, natrium : 140

mmol/L, kreatinin darah : 21,5 mg/dl. Hipervolemia adalah

peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau

intraselular (SDKI, 2017).

Menurut teori, kelebihan volume cairan berhubungan

dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium,


peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan laju filtrasi

glomerulus (GFR). Jika jumlah nefron yang sudah tidak berfungsi

menjadi meningkat, maka ginjal akan tidak mampu dalam

menyaring urin. Kemudian dalam hal ini glomerulus akan kaku dan

palsma tidak dapat difilter dengan mudahnya lewat tubulus, maka

terjadilah kelebihan cairan dengan retensi natrium dan air

(Muttaqin, 2011). Pada pasien dengan CKD yang memiliki

masalah kelebihan volume cairan dapat disebabkan oleh retensi

natrium dan air yang dapat mengakibatkan edema (Nurarif&

Hardhi, 2013).

Edema yang terjadi pada pasien CKD disebabkan oleh

kadar albumin (protein dalam darah) lebih rendah dari normal.

Akibatnya tekanan penghisap (tekanan osmotik) di jaringan sekitar

pembuluh kapiler lebih tinggi, menyebabkan air dan pembuluh

kapiler masuk ke dalam jaringan dan menyebabkan bengkak.

Bengkak terjadi di daerah tungkai dan mata (jaringan longgar)

(Guyton & Hall, 2007).

Menurut analisa penulis, terjadinya hipervolemi pada

pasien CKD terjadi karena adanya retensi natrium yang

menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga terjadi

retensi air yang dapat menyebabkan udema. Selain itu, udema yang

terjadi pada Tn.Y ini disebabkan karena pada pasien dengan CKD

terjadi penumpukan cairan akibat berkurangnya tekanan osmotik

plasma dan retensi natrium serta air. Akibat peranan dari gravitasi,
cairan yang berlebih tersebut akan lebih mudah menumpuk di

tubuh bagian wajah, perifer seperti kaki, sehingga terjadi edema

perifer.

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

Data yang didapatkan dari data subjektif yaitu Tn.Y

mengatakan badan terasa lemah dan letih sejak 7 hari yang lalu

sampai sekarang, kepala terasa pusing. Data objektif yaitu

konjungtiva anemis, wajah dan bibir tampak pucat, akral teraba

dingin, pulsasi nadi lemah, TD : 140/70 mmHg, nadi : 98x/I, CRT :

4 detik, Hb : 9,5 g/dl, tampak adanya udem pada ekstremitas Tn.Y,

turgor kulit jelek, hematokrit : 28%. Perfusi jaringan perifer tidak

efektif adalah penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang

dapat menganggu metabolisme tubuh (SDKI, 2017).

Menurut teori Siraid dan Sari (2017) yang menyatakan

bahwa gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja seperti

biasanya yang megakibatkan terjadinya penurunan sintesis

eritropoetin akibat bahan baku yang kurang atau ginjal yang rusak.

Eritropoetin berfungsi sebagai salah satu bahan untuk

memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah

menjadi berkurang, dan perfusi ke perifer menjadi tidak efektif.

Menurut analisa penulis, perfusi jaringan perifer tidak

efektif ini terjadi karena hemoglobin mengalami penurunan

sehingga suplai O2 ke perifer turun menyebabkan sianosis perifer


dan perubahan karakteristik maka terjadilah konjungtiva anemis,

kulit pucat, turgor kulit jelek, CRT > 3 detik, lemah.

c. Defisit nutrisi b.d kurang asupan makanan

Data yang didapatkan dari data subjektif yaitu Tn.Y

mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah sudah 2x/hari,

BB dari 57kg menjadi 55 kg, keluarga mengatakan Tn.Y hanya

menghabiskan 2 sendok dari porsi yang diberikan oleh rumah sakit.

Data objektif yang didapatkan yaitu Tn.Y tampak lemah,

konjungtiva anemis, bibir dan membran mukosa tampak pucat dan

kering, Tn.Y tampak tidak menghabiskan porsi makanan yang

diberikan oleh rumah sakit, Hb : 9,5 g/dl. Defisit nutrisi

merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme (SDKI, 2017).

Pasien dengan CKD akan mengeluhkan adanya mual dan

muntah, anoreksia, dan diare sekunder, bau mulut ammonia,

peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna, hal ini

disebabkan karena pasien dengan CKD terjadi peningkatan

metabolisme akibat sekresi protein yang terganggu yang memicu

terjadinya peningkatan HCl sehingga terjadi mual, muntah, serta

anoreksia (Smeltzer, 2014).

Menurut analisa penulis, terjadinya defisit nutrisi pada

Tn.Y diakibatkan oleh adanya mikroangipati yang menyebabkan

motilitas lambung menurun sehingga terjadi keterlambatan


pengosongan lambung menyebabkan timbulnya rasa mual dan

muntah, dan penurunan nafsu makan.

d. Gangguan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi dan kelebihan

volme cairan

Data subjektif yang didapatkan yaitu Tn.Y mengatakan

kulitnya kadang-kadang terasa gatal, kering. Data objektif yang

didapatkan yaitu kulit Tn.Y tampak kering, turgor kulit jelek, kulit

berwarna hitam, kulit tampak licin dan mengkilat, tampak pucat,

dan pada ekstremitas terdapat udem derajat 2+. Gangguan

integritas kulit adalah kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis)

atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,

kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen) (SDKI, 2017).

Berdasarkan teori, pada pasien dengan CKD, kondisi ini dipicu

oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin

dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Prabowo,

2014).

Menurut analisa penulis, gangguan integritas kulit pada

pasien dengan CKD terjadi karena terjadinya penurunan filtrasi

glomerulus di ginjal ysng menyebabkan timbulnya gangguan

metabolisme akibatnya terbentuklah kristalisasi urea yang memicu

akumulasi toksik dalam kulit, sehingga pasien akan mengeluhkan

kulit kering, gatal, perubahan warna, serta turgor kulit yang jelek.
3. Intervensi Keperawatan

Setelah semua pengkajian dilakukan pada Tn.Y didapatkan 4

diagnosa keperawatan, yang mana diagnosa ini berada didiagnosa

teoritis dan sudah berdasarkan SDKI (2017). Dari semua intervensi

yang terdapat diteoritis tidak semuanya dilakukan karena terkait

kondisi pasien dan keterbatasan alat dan waktu. Intervensi yang akan

dilakukan sudah berdasarkan SIKI (2017).

Empat diagnosa keperawatan yang ditegakkan beserta intervensi

yang disusun berdasarkan keluhan pasien tersebut adalah :

a. Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena dengan intervensi

dilakukan pembatasan cairan, intake dan output. Pembatasan cairan

merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien penyakit

ginjal tahap akhir untuk pencegahan, penurunan dan terapi

terhadap kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan

pasien jika tidak dilakukan pembatasan cairan (Istanti, 2013).

Selain pembatasan asupan cairan, intervensi yang sudah disusun

yaitu ankle pumping exercise, dan contrast bath. Ankle pumping

exercise merupakan langkah efektif untuk mengurangi edema

karena akan menimbulkan efek muscle pump sehingga akan

mendorong cairan yang ada di ekstrasel ke dalam pembuluh darah

dan kembali ke jantung (Delila, 2006). Ankle pumping exercise

dilakukan dengan menggerakkan pergelangan kaki secara

maksimal ke atas dan ke bawah dengan mengelevasikan kaki

apabila ada pembengkakan distal untuk melancarkan aliran darah


balik sehingga dapat menurunkan pembengkakan distal akibat

sirkulasi darah yang lancar (Utami, 2014 dalam Fatchur, 2020).

Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki sebatas

betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan

dilanjutkan dengan air dingin, dimana suhu air hangat antara

36,6ºC – 43,3ºC dan suhu air dingin antara 10ºC - 20ºC ()

(Purwadi, 2015). Contras bath dapat mempercepat pemulihan

dengan meningkatkan sirkulasi perifer dengan membuang sisa

metabolisme tubuh, selain itu dengan memperlebar pembuluh

darah sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan yang

mengalami pembengkakan yang membantu mengurangi edema

(Mooventhan & Vivethitha, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh

Prastika (2019) menyatakan bahwa ankle pumping exercise pada

pasien GGK memberikan pengaruh terhadap penurunan derajat

edema. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Fatchur, dkk

(2020) didapatkan hasil bahwa terdapat penurunan kedalaman

edema kaki pada responden dengan GGK antara sebelum

dilakukan intervensi dengan setelah dilakukan intervensi ankle

pumping exercise dengan kedalaman edema pre test didapatkan

rerata 5,55 mm dan nilai rerata pada post test didapatkan 4,50 mm

dengan p-value = 0,001.

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin,

ntervensi yang dapat dilakukan kepada pasien yaitu pemantauan

sirkulasi dan penatalaksanaan sensasi perifer. Aktivitas


keperawatan yang dapat dilakukan yaitu lakukan pengkajian

sirkulasi perifer secara komprehensif (periksa nadi perifer, warna

dan suhu ekstremitas), pantau asupan cairan meliputi asupan dan

haluaran, kolaborasi dalam pemberian tranfusi.

c. Defisit nutrisi b.d kurang asupan makanan, intervensi yang akan

dilakukan yaitu manajemen nutrisi dan manajemen gangguan

makan dengan aktivitas keperawatan menganjurkan makan sedikit

tapi sering, serta kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan.

d. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dan

kekurangan/kelebihan volume cairan, intervensi yang akan

dilakukan yaitu perawatan integritas kulit dengan aktivitas

keperawatan anjurkan menggunakan pelembab atau lotion.

C. Analisis Tentang Pengaruh Ankle Pumping Exercise dan Contrast Bath

Terhadap Derajat Udema Pada Pasien CKD

Analisa yang dilakukan penulis yaitu “Analisis Praktek Klinik

Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Chronic Kidney Disease (CKD) Stage V

Yang Dilakukan Ankle Pumping Exercise Dan Contrast Bath Untuk

Menurunkan Udema Pada Kaki Di Ruangan Non Bedah Penyakit Dalam

Pria RSUP Dr.M.Djamil Padang”. Setelah dilakukan pengkajian pada

Tn.Y ditemukan masalah yaitu udema terletak di diagnosa hipervolemia

b.d gangguan aliran balik vena , intervensi yang dilakukan untuk

menurunkan derajat udema pada pasien CKD yaitu pembatasan asupan

cairan, dan pemberian latihan ankle pumping exercise dan contrast bath.
Fatchur, dkk (2020) berpendapat bahwa edema terjadi karena

penyakit GGK yang menyebabkan beragam faktor kompleks

mempengaruhi peningkatan cairan intrasel, sehingga menyebabkan

kebocoran intrasel yang mengakibatkan air dan pembuluh kapiler masuk

ke dalam jaringan dan menyebabkan edema. Ada dua penyebab edema

ekstrasel yang umum dijumpai yaitu kebocoran abnormal cairan dari

plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler dan kegagalan system

limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstisium ke dalam darah.

Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah

filtrasi cairan kapiler yang berlebihan (Potter & Perry, 2005). Sebagian

besar penyebab besarnya kedalaman edema pada responden disebabkan

oleh dua factor, yakni edema yang disebabkan oleh penurunan ekskresi

garam dan air. Kedua, edema yang disebabkan oleh penurunan protein

plasma (Guyton & Hall, 2007).

Terdapat penatalaksanaan dalam bentuk nonfarmakologis yang dapat

mengurangi derajat udema yaitu dengan pemberian ankle pumping

exercise dan contrast bath. Sebelum dilakukan terapi, dilakukan pitting

edema untuk mengetahui derajat udem pada pasien sebelum diberikan

intervensi ankle pumping exercise dan contrast bath.

Penerapan ankle pumping exercise dan contrast bath ini dapat

dilakukan oleh perawat, mengingat tidak diperlukan energi dan biaya yang

besar dalam melakukannya. Ankle pumping exercise ini dilakukan dengan

cara mengatur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi berbaring,

lalu mengelevasikan kaki (mendorong kaki ke atas dan ke bawah).


Lakukan gerakan tersebut sebanyak 18 kali sesi selama 5-10 detik tiap sesi

dengan diselingi waktu istirahat selama 20-25 detik dalam rentan waktu 10

menit.

Terapi contrast bath dilakukan dengan, menyiapkan 2 buah baskom

yang berisi air dingin (Suhu antara 10ºC-20ºC) dan air hangat (Suhu

antara 36,6ºC-43,3ºC), lalu atur posisi pasien senyaman mungkin dengan

posisi duduk di atas kursi. Kemudian Letakkan baskom yang berisi air

dingin dan air hangat di dekat kaki klien, anjurkan klien untuk merendam

kaki kedalam baskom yang berisi air hangat selama 2 menit, setelah itu

ganti merendam kaki kedalam baskom berisi air dingin selama 1 menit.

Lakukan secara berulang masing-masing selama 5 kali sehingga terapi

contrast bath ini dilakukan selama 15 menit.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fatchur, dkk (2020), rerata

kedalaman edema sebelum dilakukan intervensi kombinasi ankle pumping

exercise dan contrast bath adalah 5,55 mm, dengan nilai minimum

kedalaman 3 mm, dan nilai maximum kedalaman 8 mm. setelah dilakukan

intervensi kombinasi ankle pumping exercise dan contrast bath terjadi

penurunan rerata kedalaman udema pada pasien CKD yaitu 4,50 mm,

dengan nilai minimum kedalaman 2 mm, dan nilai maximum kedalaman 8

mm. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruspolina

Delila (2006) di Panti Usada Mulia Cengakareng, Jakarta Barat tentang

manfaat penambahan ankle pumping exercise pada intervensi posisi

elevasi terhadap pengurangan oedem tungkai bawah, didapatkan hasil p


value = 0,028 yang artinya ada pengaruh latihan ankle pumping terhadap

penurunan kedalaman edema.

Pemberian latihan ankle pumping yaitu dengan cara pasien

diposisikan senyaman mungkin, kemudian diajarkan cara mendorong kaki

ke depan dan kebelakang pada pergelangan kaki yang mengalami edema,

sehingga dengan pemberian latihan terebut terjadi kontraksi otot yang

menekan vena yang kemudian meningkatan regulasi central nervous

system sehingga meningkatkan proses oksidasi natrium dan kalium yang

didorong dalam vena dan dialirkan keseluruh pembuluh darah tubuh maka

terjadilah penurunan edema (Fatchur, dkk. 2020).

Latihan ankle pumping pada prinsipnya memanfaatkan sifat vena

yang dipengaruhi oleh pumping action otot sehingga dengan kontraksi otot

yang kuat, otot akan menekan vena dan cairan edema dapat dibawa vena

ikut dalam peredaran darah sehingga dapat meningkatkan regulasi central

nervous system, kapasitas transport oksigen, proses oksidasi dan jumlah

natrium dan kalium terdorong (Utami, 2014).

Fatchur, dkk (2020) berpendapat bahwa kombinasi ankle pumping

exercise dan contrast bath yang dilakukan 3x sehari selama 3 hari dan

setiap intervensi dilakukan selama 30 menit dapat menurunkan kedalaman

edema. Contrast bath merupakan perawatan dengan rendam kaki sebatas

betis secara bergantian dengan menggunakan air hangat dan dilanjutkan

dengan air dingin, dimana suhu dari air hangat antara 36,6 – 43,3°C dan

suhu air dingin antara 10 – 20 °C (Sabelman, 2004). Dengan merendam

kaki yang edema dengan terapi ini akan mengurangi tekanan hidrostatik
intra vena yang menimbulkan pembesaran cairan plasma ke dalam ruang

interstisium dan cairan yang bererada di intertisium akan kembali ke vena

sehingga edema dapat berkurang (Mcneilus, 2004 dalam Purwadi, 2015).

Ankle pumping Exercise dan contrast bath pada prinsipnya

meningkatkan regulasi central nervous system, regulasi yang baik salah

satuya dipengaruhi nilai LFG, jika nilai LFG ini rendah maka

memungkinkan daya regulasi tidak optimal dan menyebabkan terjadinya

vasodilatasi pada otot dan pembuluh darah, sehingga tekanan darah

menurun dan kerja otot menurun sehingga edema dapat berkurang

(Fatchur, dkk. 2020).


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh uraian penulis tentang asuhan keperawatan pada Tn.Y

dengan CKD Stage V dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada pengkajian keperawatan didapatkan kondisi pasien yaitu keadaan

umumnya baik, kesadaran secara kualitatif CMC (compos mentis

cooperatif) dan kesadaran dengan kualitatif GCS (Glaskow Coma Scle)

adalah 15 (E= 4 membuka mata dengan spontan, M = 6 mengikuti

perintah, V = 5 orientasi baik). Pasien berusia 40 tahun mengeluh

adanya udema pada ekstremitas atas dan bawah, badan terasa lemah

dan lesu, penurunan nafsu makan, dan pengeluaran BAK hanya

sedikit. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 140/70

mmHg, N : 98x/menit, RR : 20x/I, suhu 36,8oC.

2. Pada perumusan diagnosa keperawatan, diagnosa yang diangkat sesuai

dengan teori yang ada, dari 7 diagnosa keperawatan yang terdapat

diteori ada 4 diagnosa keperawatan yang diangkat sesuai dengan

respon pasien. Adapun tujuh diagnosa yang muncul pada pasien

sebagai berikut :

a. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

c. Defisit nutrisi b.d kurang asupan makanan


d. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi dan kelebihan

volume cairan

3. Pada tahap intervensi keperawatan yang dilakukan adalah yang sesuai

dengan teori yang ada

B. Saran

1. Bagi Perkembangan Pelayanan Keperawatan

Diharapakan karya ilmiah Ners tentang ankle pumping exercise dan

contrast bath ini dapat dijadikan bahan tambahan tindakan intervensi

keperawatan yang dapat mendukung intervensi lainnya dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan CKD Stage V

yang mengalami udema, sehingga dapat dijadikan dengan segera untuk

mengatasi masalah hipervolemia berupa udema yang terjadi pada

pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD)

2. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengambilan keputusan

yang tepat kepada pembaca khususnya dalam menyikapi dan

mengurangi derajat udema pada pasien CKD dengan memberikan

ankle pumping exercise dan contrast bath.

3. Bagi Institusi

Diharapkan intervensi pemberian ankle pumping exercise dan contrast

bath dalam menurunkan derajat udema dapat menambah bahan

referensi kepustakaan khususnya pada intervensi keperawatan dalam

masalah sistem perkemihan.


4. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan kepada pihak rumah sakit dapat mengembangkan sumber

daya manusia khususnya perawat ruangan untuk bisa menerapkan

ankle pumping exercise dan contrast bath pada klien dengan penyakit

dalam khususnya chronic kidney disease (CKD) yang mengalami

udema sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

5. Bagi Penulis

Diharapkan kepada penulis untuk bisa mendalami dan memahami

ankle pumping exercise dan contrast bath ini supaya dapat digunakan

dalam melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien CKD

yang mengalami udem.


DAFTAR PUSTAKA

Amalina, Riri. dkk. (2018). Gambaran Status Fungsional Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsup Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, Volume 5 - Nomor 1, ISSN No
2355 5459

Bayhakki & Hatthakit, U. (2012). Lived Expe- riencesof Patients on Hemodialysis


: A Metasynthesis. Nephrology Nursing Journal, 39 (4): 295-305.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.

Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. (2012). Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta : EGC

Budiono, Ristanti. (2019). Pengaruh Pemberian Contrast Bath Dengan Elevas


Kaki 30 Derajat Terhadap Penurunan Derajat Edema Pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif. Volume 11, Nomor 2. HIJP : HEALTH
INFORMATION JURNAL PENELITIAN.

Corwin, E. (2011). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Jangkup, dkk. (2015). Tingkat Kecemasan Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
(Pgk) Yang Menjalani Hemodialisis Di Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1

Kurniawati, D.N & Bakar, A. (2013). Studi Fenomenologi Pengalaman Ibadah


Pasien Islam Yang Dirawat Dengan Pendekatan Spiritual Islam Di
Rumah Sakit Aisyiah Bojonegoro Dan Rumah Sakit Haji Surabaya.
Volume 2, Nomor 1, Hal 115-119.

Manus A, dkk. (2015). Perbandingan Fungsi Kognitif Sebelum Dan Sesudah


Dialisis Pada Subjek Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 3

Muttaqin, A., & Kumalasari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Edisi 3. Salemba Medika : Jakarta

Potter, P.A., Perry, A.G., Stockert, P.A., Hall, A.M. (2013). Fundamentals of
nursing. 8th ed.St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional.

Prastika; Supono; Sulastyawati. (2019). Ankle Pumping Exercise And Leg


Elevation 30oC Has The Same Level Of Effectiveness ToReducing Foot
Edema At Chronic Renal Failurre Patients In Mojokerto. International
Conference of Kerta Cendekia Nursing Academy

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. (2014). Patofisiologi, Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: PT. EGC

Purwadi, I. K. A. H. (2015). Pengaruh Terapi Contrast Bath (Rendam Air


Hangat Dan Dingin) Terhadap Edema Kaki Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif di RSUD Ungaran, RSUD Ambarawa, RSUD Kota Salatiga,
dan RSUD Tugureji Provinsi Jawa Tengah. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018

Sari, A.P. (2016). Hubungan lama hemodialisa dengan insomnia pada pasiengagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RST. Dr. Asmir Salatiga.
Januari 17, 2017. Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.

Smeltzer, S. C. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi


12. Jakarta: Kedokteran EGC.

Suarniati, St. (2019). Application of nursing care in patients with fluid and
electrolyte needs in hemodialisa room, labuang baji makassar’s hospital.
Journal of Health, Education and Literacy (J-Healt)

Suwanti, dkk. (2017). Gambaran Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis
Yang Menjalani Terapi Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume
5 No 2, Hal 107 - 114, FIKKes Universitas Muhammadiyah Semarang
bekerjasama dengan PPNI Jawa Tengah.

Suyono, S., (2009). Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu


PenyakitDalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

World Health Organization (WHO). (2015). Commission on Ending Childhood


Obesity. Geneva, World Health Organization, Departement of
Noncommunicable disease surveillanc

Anda mungkin juga menyukai