Anda di halaman 1dari 14

UNIFIKASI HUKUM ATAS HAK MILIK/PENGUASAAN SUMBER DAYA ALAM DI

INDONESIA

Penelitian ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum Agraria

dosen pengampu Deni Nuryadi S.H., M.H

Disusun oleh kelompok 4 :

Delia Tri Felisa (2110631010009)

Giovanni Samuel Marpaung (2110631010017)

Muhammad Ranim (2110631010028)

Firly Permatasari (2110631010092)

Rayhan Satrio Wibisono (2110631010164)

Wulan Syafitri (2110631010172)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat
serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang syafaatnya akan
kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Unifikasi Hukum Atas Hak Milik/Penguasaan Sumber Daya
Alam Di Indonesia”dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria. Dengan harapan
agar makalah ini berguna dan dapat dimanfaatkan, dan kami pun berharap para pembaca bisa
menambah wawasan.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak memerlukan


penyempurnaan, dan jauh dari kata sempurna. Maka, kami menerima segala bentuk kritik dan
saran dari pembaca demi menyempurnakan makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini, dengan kerendahan hati kami memohon maaf.

Demikian kata pengantar ini kami sampaikan, terima kasih kami ucapkan kepada semua
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Karawang, 29 Mei 2023

PENYUSUN

Kelompok 4

i
Daftar Isi
Ketik judul bab (Tingkat 1) 1
Ketik judul bab (Tingkat 2) 2
Ketik judul bab (Tingkat 3)3
Ketik judul bab (Tingkat 1) 4
Ketik judul bab (Tingkat 2) 5
Ketik judul bab (Tingkat 3)6

ii
Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara kesejahteraan, didalam tujuan Negara Indonesia


Ditegaskan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Upaya dalam mewujudkan tujuan negara dengan adanya kepastian hukum sebagaimana
diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Dalam mewujudkan kepastian hukum dibidang sumber daya alam, diatur
perihal hak penguasaan sumber daya alam di masing-masing peraturan perundang undangan
perihal sumber daya alam. Didalam hak penguasaan terdapat klasifikasi hak hak penguasaan atas
tanah sebagai berikut: (a) hak bangsa Indonesia; (b) hak menguasai negara (c) hak ulayat
masyarakat hukum adat ; (d) hak perseorangan atas tanah: (1) hak-hak atas tanah; (2) wakaf
tanah hak milik; (3) hak tanggungan; (4) hak milik atas satuan rumah susun.1

Rumusan Masalah

1. Mengapa terjadi Unifikasi hukum pertanahan?


2. Siapa pemegang hak milik atas Sumber Daya Alam dan apa peran negara?

Tujuan Masalah

1. Menjelaskan penyebab terjadinya Unifikasi Hukum Pertanahan.


2. Mengidentifikasi siapa pemegang hak milik atas Sumber Daya Alam dan apa peran negara.

1
Dyah Ayu Widowati, Ananda Prima Yurista, Rafael Edy Bosko “Hak Penguasaan atas Sumber Daya Alam dalam
Konsepsi dan Penjabarannya dalam Peraturan Perundang-undangan” Jurnal Legislasi Indonesia vol. 16 (2), hlm
148. Tersedia https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/454/pdf. [02 juni 2023]
PEMBAHASAN

A. Terjadinya Unifikasi Hukum Pertanahan

Dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUPA No. III/1 bahwa “Sebagaimana telah diterangkan
di atas hukum agraria sekarang ini mempunyai sifat “dualisme” dan mengadakan perbedaan
antara hak-hak tanah menurut hukum adat dan hak-hak atnah menurut hukum barat, yang
berpokok pada ketentuan-ketentuan dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Indonesia. Undang-undang Pokok Agraria bermaksud menghilangkan dualisme itu dan secara
sadar hendak mengadakan kesatuan hukum, sesuai dengan keinginan rakyat sebagai bangsa yang
satu dan sesuai pula dengan kepentingan perekonomian. Dengan sendirinya hukum agraria baru
itu harus sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia
sebagian terbesar tunduk pada hukum adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan
didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat itu, sebagai hukum yang asli, yang
disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam Negara modern dan
dalam hubungannya dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia.
Sebagaimana dimaklumi maka hukum adat dalam pertumbuhannya tidak terlepas pula dari
pengaruh politik dan masyarakat kolonial yang kapitalistik dan masyarakat swapraja yang
feodal”2

Hukum Agraria yang baru yang dimaksud adalah hukum agrarian nasional yang sifatnya
unifikasi (kesatuan hukum) yang berdasarkan pada hukum adat yang telah disempurnakan dan
disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern serta sosialisme Indonesia.
Hukum adat yang berlaku saat ini dianggap masih mengandung cacact dan harus dihilangkan
sehingga hukum adat menjadi bersih dari kecacatannya. Hukum adat yang sipakai sebagai dasar
hukum agrarian nasional adalah hukum adat yang sudah disempurnakan.

Dijelaskan pada Pasal 5 UUPA, bahwa hukum agrarian nasional berdasar pada hukum adat.
Pasal 5 UUPA sendiri berbunyi ““Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan paraturan-

2
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,
segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”3

Ketentuan pasal 5 UUPA mengandung pembatasan (restriksi) terhadap berlakunya hukum


adat yakni, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasar atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum
dalam UUPA dan peraturan-perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-
unsur yang bersandar pada hukum agama.4

Muncul permasalahan dimana kedudukan hukum adat terhadap hukum tanah nasional
menjadi lebih rendah, jadi jika ada ketentuan hukum adat yang bertentangan dengan hukum adat
nasional maka hukum adat tersebut akan dikesampingkan. Hal tersebut bertentangan dengan asas
persamaan, dimana semua pada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dijelaskan yaitu “Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”5 Oleh karena itu, peraturan
perundang-undangan tidak boleh mengesampingkan peraturan hukum adat bergitu juga
sebaliknya.nJadi kedua hukum tersebut, dibiarkan hidup secara berdampingan (dualisme hukum
tanah), berlaku secara berdampingan dua perangkat hukum tanah.

Untuk daerah-daerah yang masih terdapat hak ulayatnya, maka hak tersebut akan dibiarkan
berlaku secara tenang tanpa gangguan dari pihak manapun/hukum adat setempat. Sedangkan
untuk daerah-daerah yang tidak ada lagi hak ulayatnya, maka diberlakukan secara penuh hukum
agrarian nasional. Hak ulayat ini lambat laun akan menghilang dikarenakan menguatnya hak-hak
individu atas tanah, jadi hilangnya hak ulayat tersebut harus terjadi secara alamiah, bukan
dengan campur tangan orang lain. Maka didaerah yang tidak ada hak ulayatnya akan
diberlakukan hukum agrarian nasional secara penuh sesuai yang termuat dalam peraturan
perundang-undangan.6

3
Ibid.
4
Muhammad Bakri, Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah Di Indonesia (Rekonstruksi Konsep Unifikasi Dalam
UUPA), (Malang: Universitas Brawijaya), hlm.3.
5
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
6
Muhammad Bakri, Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah Di Indonesia (Rekonstruksi Konsep Unifikasi Dalam
UUPA), (Malang: Universitas Brawijaya), hlm.4.
Untuk menentukan ada/tidaknya hak ulayat, sudah dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang berbunyi:

(1) Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.

(2) Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila:

a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adat
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan
menerapkan ketentuan-ketentuan persekutauan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari.

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya
sehari-hari, dan c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan
dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut7

B. Pemegang Hak Milik Atas Sumber Daya alam dan Peran Penguasaan Negara
Terhadap Sumber Daya Alam
1. PEMEGANG HAK MILIK ATAS SUMBER DAYA ALAM

Negara Indonesia adalah Negara kesejahteraan yang dalam tujuan Negara sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Upaya untuk mewujudkan tujuan negara, salah satunya dengan memberikan kepastian
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum” (UUD NRI Tahun 1945).

Untuk mewujudkan kepastian hukum di bidang sumber daya alam, diatur perihal hak
penguasaan sumber daya alam di masing-masing peraturan perundangundangan perihal sumber
daya alam. Dalam hak penguasaan terdapat hierarki hak-hak penguasaan atas tanah sebagai
7
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
berikut: (a) hak bangsa Indonesia; (b) hak menguasai negara; (c) hak ulayat masyarakat hukum
adat; (d) hak perseorangan atas tanah: (1) hak-hak atas tanah; (2) wakaf tanah hak milik; (3) hak
tanggungan; (4) hak milik atas satuan rumah susun (Urip Santoso, 2005, 11).

Kekayaan alam ini bukanlah buatan manusia melainkan kekayaan alam yang merupakan
pemberian dari Allah SWT, oleh sebab itu manusia memiliki tanggungjawab untuk mengelola
dan memanfaatkannya untuk kepentingan umat manusia. Di Indonesia Negara memiliki
kewenangan untuk menguasai sumber daya alam, sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hak Negara menguasai bumi berada di sepanjang wilayah kedaulatannya terdiri atas lapisan
permukaan bumi dan di bawah permukaan perut bumi. Berdasarkan hak menguasai tersebut
dikenal adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum.8

Untuk keperluan penggunaan Negara memberikan izin berupa hak atas tanah yang disesuaikan
dengan kepentingannya. Setiap warga Negara Indonesia,baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk
mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Penyelenggara untuk urusan hak atas tanah dilakukan oleh Badan Petanahan Nasional (BPN) dan
orang yang berkepentingan mengajukan permohonan terlebih dahulu kemudian untuk hak atas
tanah yang diperoleh akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan hak tersebut.

Hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 5410 Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA), yaitu hak atas tanah yang bersifat tetap,dan hak atas tanah yang bersifat sementara. Hak
atas tanah yang bersifat tetap meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah,hak memungut hasil hutan dan hak-hak lainnya, sedangkan hak
atas tanah yang bersifat sementara adalah hak atas tanah yang sifatnya untuk jangka waktu
tertentu dan terbatas dan/atau untuk selama-lamanya,yang meliputi, hak gadai, hak usaha bagi

8
Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia,PT Rineka Cipta,Jakarta,2012,
hal.174
hasil, hak menumpag,hak sewa tanah pertanian.11 UUPA juga mengakui hak atas tanah terhadap
masyarakat adat yang disebut dengan hak ulayat.

Jadi yang dapat disimpulkan, pemegang hak milik atas tanah sumber daya alam adalah
kita semua sebagai manusia yang hidup di mahkluk bumi. Hak ini merupakan hak turun menurun
dan terkuat. Perihal kepemilikan dari Sumber Daya Alam itu merupakan milik bersama, maka
dari itu harus kita jaga kelestariannya dan tidak merusaknya.

2. Peran Penguasaan Negara Terhadap Sumber Daya Alam

Dilihat dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur
bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besar nya untuk kemakmuran rakyat”, dalam pernyataan tersebut
adanya unsur penting seperti “dikuasai negara” dan “sebesar-besar kemakmukran rakyat”. 9
Kedua unsur besar tersebut menjadikan pendoman atau tiang penonggak dari setiap pengusahaan
bumi, air, dan kekayaan sumber daya alam. Pengusahaan disini harus dikaitkan dengan
pernyataan dasar secara filosofis yaitu apakah pengusahaan tersebut berkaitan dengan pengusaan
negara dan apakah pengusahaan tersebut memberikan sebesar-besar kamakmuran bagi rayat.

Adanya penguasaan suatu sumber daya alam oleh negara, sebagaimana diatur dalam
UUD 1945 tidak dapat dipisahkan dengan tujuan dari penguasaan tersebut yaitu guna
mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat serta peran negara dalam megelola hak milik
sumber daya alam. Keterkaitan penguasaan oleh negara untuk kemakmuran rakyat, menurut
pendapat Bagir Manan akan mewujudkan kewajiban negara dalam bentuk hal sebagai
berikut:

(1) segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan alam),
harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;

(2) melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau di atas
bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan secara langsung
atau dinikmati langsung oleh rakyat;

9
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat (3)
(3) mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak
mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknnya dalam menikmati kekayaan
alam.10

Dalam pandangan perspektif konservatif, setiap warga negara memiliki rasa kehati-hatian
dalam mengelola sumber daya alam, sama dengan hal nya peran negara yang ikut serta dalam
menjaga dan mengelola sumber daya alam mengingat sumber daya alam memiliki peran yang
vital dalam keberlangsungan hidup suatu masyarakat. sumber daya alam tidak hanya menjadi
kepunyaan generasi saat ini, namun ia pun menjadi kepunyaan generasi yang akan
datang. Sumber daya alam tidak hanya dimiliki dan dimanfaatkan secara intergenerasi, selain itu
juga antar generasi. Namun di sisilain, terdapat perbedaan pandangan yang menganggap
bahwa sumber daya alam merupakan komoditas ekonomi yang harus dimanfaatkan
seoptimal mungkin agar sumber daya alam menjadi the engine of growth. Sumber daya alam
diorientasikan sebagai kapital dengan mengejar produktifitas yang dihasilkan dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi.11

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya alam (SDA)
yang ada untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah
kepada kepentingan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan amanah Pasal 33 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pengaturan nya, fungsi dan peran negara terhadap
pengelolaan sumber daya alam dapat dilihat sebagai berikut:

(1) mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan


hidup;

(2) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup, dan


pemanfaatan kembali sumberdaya alam, termasuk sumberdaya genetika;

(3) mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subyek
hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan, termasuk sumberdaya genetika;

10
Bagir Manan, (1995). “Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,” (Bandung: Mandar Maju.)
Hal 17
11
Redi, A. (2015). Dinamika Konsepsi Penguasaan Negara Atas Sumber Daya Alam. Jurnal Konstitusi, Vol. 12(2),
Hal. 403
(4) mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;

(5) mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.12

C. Tanggapan Kelompok

12
Muharuddin, M. (2019). Peran Dan Fungsi Pemerintah Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan. JUSTISI,
5(2), 97-112.
Daftar Pustaka

Buku

Bagir Manan, (1995). “Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,” (Bandung:
Mandar Maju.) Hal 17

Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jilid 1. Jakarta: Djambatan

S, Gautama1971. Hukum Antar Golongan. Penerbit dan Jakarta: Balai Buku Ichtiar

Santoso, Urip, 2006, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. Kencana Gatot Supramono,
Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia,PT Rineka
Cipta,Jakarta,2012, hal.174

Siong,Gouw Giok. 1959. Hukum Agraria Antargolongan. Jakarta: Penerbit Universitas

Internet Jurnal

Bakri, Muhammad. Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah Di Indonesia (Rekonstruksi


Konsep Unifikasi Dalam UUPA). Malang: Universitas Brawijaya

Muharuddin, M. (2019). Peran Dan Fungsi Pemerintah Dalam Penanggulangan Kerusakan


Lingkungan. JUSTISI, 5(2), 97-112.

Redi, A. (2015). Dinamika Konsepsi Penguasaan Negara Atas Sumber Daya Alam. Jurnal
Konstitusi, Vol. 12(2), Hal. 403

Oktaviara, Bernadetha. 2022. Makna Asas Equality Before The Law dan Contohnya. Diakses di
https://www.hukumonline.com/klinik/a/makna-asas-iequality-before-the-law-i-dan-
contohnya-lt6233304b6bfba/, pada 26 Mei 2023

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Dyah Ayu Widowati, Ananda Prima Yurista, Rafael Edy Bosko “Hak Penguasaan atas Sumber Daya Alam
dalam Konsepsi dan Penjabarannya dalam Peraturan Perundang-undangan” Jurnal Legislasi Indonesia
vol. 16 (2), hlm 148. Tersedia https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/454/pdf. [02
juni 2023]

Anda mungkin juga menyukai