Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ PERAN DAN KOMPETENSI GIZI ”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. VENNA CRISTINE KALIGIS / 711331120005


2. ARSIH KURNIAWATI LOGOR / 711331120007
3. MARGARETHA JEANET SORONGAN / 711331120019

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
perkenaannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini mengenai
“PERAN DAN KOMPETENSI GIZI”. Kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, hingga
dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang
selama ini kita cari. Saya berharap bisa dimafaatkan semaksimal dan sebaik
mugkin. Namun kritik dan saran sangat kami harapkan, karena penyusunan
makalah ini tak luput dari kesalahan dan kurang sempurna. Atas kritik dan saran
untuk perbaikan makalah ini saya haturkan terimakasih.

Manado, 19 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peran ahli gizi......................................................................................3
2.2 Kompetensi ahli gizi............................................................................8
2.3 Standar kompetensi gizi masyarakat....................................................8
2.4 Kode Etik Ahli Gizi (Persagi,2010)...................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................14
3.2 Saran..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


llmu gizi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan
antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta
faktorfaktor yang mempengaruhinya. Dampak globalisasi menuntut tenaga gizi
yang handal dan profesional serta tanggap dalam mengantisipasi perkembangan
masalah gizi baik nasional maupun internasional. Oleh karena itu diperlukan
pengembangan sumberdaya manusia sebagai ahli gizi professional di Indonesia
yang berkesinambungan dan mempunyai daya saing internasional.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu,
diperlukan upaya peningkatan status gizi masyarakat melalui perbaikan gizi, baik
dalam lingkup keluarga maupun pelayanan gizi individu yang sedang dirawat di
Rumah Sakit (RS). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan
memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Pelayanan bermutu
yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
Misalnya terapi gizi medis yang merupakan kesatuan dari asuhan medis, asuhan
keperawatan dan asuhan gizi hendaknya senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan (Direktorat Gizi Masyarakat, 2003).
Pelayanan gizi di rumah sakit sebagai salah satu komponen penunjang
diselenggarakan oleh instalasi gizi yang bertujuan untuk menyelenggarakan
makanan bagi pasien. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah suatu
rangkaian mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian makanan kepada
pasien. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan
untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai kebutuhan
serta pelayanan yang baik, dan layak sehingga memadai bagi klien atau konsumen
yang membutuhkan (Depkes RI, 2003).
Peran ahli gizi sebagai suatu profesi dalam hal penelitian merupakan salah
satu kompetensi yang harus dilakukan oleh ahli gizi, seperti yang tertulis didalam

iv
kepmenkes nomer 347 tahun 2007, maka seorang ahli gizi harus selalu melakukan
penelitianpenelitian gizi guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan
sesuatu yang baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya
diharapkan mampu meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan
masalah gizi di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan peran ahli gizi ?
2. Apa yang dimaksud dengan kompetensi ahli gizi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami peran ahli gizi
2. Untuk mengetahui dan memahami kompetensi ahli gizi

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Ahli Gizi


Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni
sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi (Nasihah,
2010)
1. Dietisien adalah seseorang yang memiliki pendidikan gizi, khususnya
dietetik, yang bekerja untuk menerapkan prinsip-prinsip gizi dalam pemberian
makan kepada individu atau kelompok, merencanakan menu, dan diet khusus,
serta mengawasi penyelenggaraan dan penyajian makanan (Kamus Gizi,
2010).
2. Konselor gizi adalah ahli gizi yang bekerja untuk membantu orang lain
(klien) mengenali mengatasi masalah gizi yang dihadapi, dan mendorong klien
untuk mencari dan memilih cara pemecahan masalah gizi secara mudah
sehingga dapat dilaksanakan oleh klien secara efektif dan efisien. Konseling
biasanya dilakukan lebih privat, berupa komunikasi dua arah antara konselor
dan klien yang bertujuan untuk memberikan terapi diet yang sesuai dengan
kondisi pasien dalam upaya perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan
(Magdalena, 2010).
3. Penyuluh gizi, yakni seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang
merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah
bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
perorangan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga
meningkatkan kesehatan dan gizinya (Kamus Gizi, 2010).
Penyuluhan gizi sebagian besarnya dilakukan dengan metode ceramah
(komunikasi satu arah), walaupun sebenarnya masih ada beberapa metode
lainnya yang dapat digunakan. Berbeda dengan konseling yang
komunikasinya dilakukan lebih pribadi, penyuluhan gizi disampaikan lebih
umum dan biasanya dapat menjangkau sasaran yang lebih banyak.

vi
Ketiga peran itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli gizi atau seseorang
yang sudah mendapat pendidikan gizi dan tidak bisa digantikan oleh profesi
kesehatan manapun, karena ketiga peran itu saling berkaitan satu sama lain,
tidak dapat dipisahkan.
Kemudian, dari mana masyarakat umum dapat memeroleh informasi dan
pengetahuan-pengetahuan tentang gizi guna memperbaiki pola hidup mereka.
Di sinilah peran seorang ahli gizi sebagai penyuluh dan konselor gizi sangat
diperlukan. Seorang ahli gizi yang tentu saja harus memiliki kompetensi
sebagai seorang dietisien ini juga harus mau “membagi ilmu‟ yang
dimilikinya kepada masyarakat umum melalui konseling dan penyuluhan.
Dengan ilmu yang menjadi keahliannya, ahli gizi dapat membantu masyarakat
mengatasi masalah kesehatan mereka dan keluarga terutama yang berkaitan
dengan gizi dengan menggunakan bahasa yang umum dan sederhana yang
mudah dimengerti oleh masyarakat awam.
Dengan adanya peran ahli gizi di dalam masyarakat, diharapkan dapat
membantu memperbaiki status kesehatan masyarakat, khususnya melalui
berbagai upaya preventif (pencegahan). Mudahnya begini, jika kita tahu apa
saja dan bagaimana makanan yang aman, sehat, dan bergizi untuk dikonsumsi,
kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, niscaya kita akan
terhindar dari berbagi penyakit mengerikan yang sudah disebutkan di atas.
Bayangkan jika tidak, dan kemudian kita harus mengobati penyakit-penyakit
itu, tentunya akan terasa sangat menyakitkan dan pastinya akan mengabiskan
biaya yang tidak sedikit untuk mengobatinya. Kita semua tahu, bahwa
mencegah itu lebih baik (dan lebih murah) daripada mengobati. Jika kita bisa
menerapkan kebiasaan itu, kita menjadi tidak mudah sakit, dan tidak terlalu
tergantung kepada jasa dokter dan perawat, serta tidak perlu mengonsumsi
obat-obatan yang umumnya selalu memiliki efek samping terhadap kesehatan.
Melalui ahli gizilah salah satu caranya masyarakat dapat mengetahui
berbagai informasi-informasi dan isu-isu kesehatan, khususnya yang
berhubungan dengan gizi. Jika dilakukan tatap muka, masyarakat pun dapat
langsung berinteraksi dengan ahli gizi dan berkonsultasi langsung dengan

vii
mudah mengenai permasalahan gizi yang mereka hadapi. Ahli gizi yang
memberikan penyuluhan dan konseling pun hendaknya memiliki bekal
pengetahuan dan wawasan yang cukup yang harus terus ditambah dan
diperbaharui setiap waktu.
Selain memberikan informasi mengenai makanan dan gizi yang
dikandungnya, ahli gizi juga wajib menguasai tentang penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan gizi, seperti penyakitpenyakit degeneratif, penyakit-penyakit
akibat malnutrisi, dan penyakit-penyakit infeksi untuk kemudian
disebarluaskan kepada masyarakat. Hal-hal yang dapat diinformasikan antara
lain dimulai dari pengertian dan penjelasan singkat mengenai penyakit
tersebut, kemudian apa saja tanda dan gejalanya, apa penyebabnya, bagaimana
cara mengatasi, mengobati, dan mencegahnya, serta apa saja makanan dan
minuman yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan.
Sebagai seorang penyuluh, ahli gizi dapat menyampaikan informasi-
informasi kesehatan yang khususnya berkaitan dengan gizi serentak kepada
audiens yang jumlahnya relatif lebih banyak. Hal ini menguntungkan karena
informasi penting tersebut dapat langsung tersebar kepada sasaran yang lebih
luas dalam waktu yang relatif lebih singkat. Namun, informasi yang
disampaikan biasanya bersifat umum, kurang detail, dan respon dari audiens
yang dapat ditanggapi pun terbatas.
Sedangkan dalam melakukan kegiatan konseling gizi, biasanya terjadi
komunikasi langsung dua arah antara konselor dan klien. Hal ini lebih efektif,
karena informasi yang disampaikan pun dapat lebih detail dan lengkap.
Komunikasi yang dibangun pun dapat lebih intens dan mendalam sehingga
dapat benar-benar dipahami apa keinginan dan kebutuhan klien. Hanya saja,
penyampaian informasi yang dilakukan melalui metode konseling ini akan
memerlukan waktu yang lebih lama jika sasaran yang dicapai lebih banyak.
Mengingat betapa pentingnya peran ahli gizi dalam membantu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, mari kita dukung
mereka dalam menjalankan program-program gizi dan kesehatan guna menuju
Indonesia yang lebih sehat.

viii
Selain ketiga peran yang telah dijelaskan diatas, peran ahli gizi juga dapat
dikaji pada rincian di bawah ini :
1. Ahli Gizi
a. Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik
b. Pengelola pelayanan gizi di masyarakat
c. Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS
d. Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal
e. Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi
f. Pelaksana penelitian gizi
g. Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha
h. Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral
i. Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 374/MENKES/SK/III/2007
tentangStandar Profesi Gizi. Terdapat 9 peran Ahli Gizi (dasar pendidikan S-1
Gizi)
- Pelaku tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi klinik, fungsinya mengkaji data
danmencirikan masalah gizi klinik, memberikan masukan kepada dokter tentang
preskripsi diet, merancang pola diet klien berdasarkan preskripsi diet dari dokter
danmengawasi pelaksanaan diet klien.
- Pengelola layanan gizi di masyarakat, fungsinya merencanakan, mengorganisasi,
danmengarahkan kegiatan pelayanan gizi di masyarakat, mengkaji data dan
mencirikanmasalah pelayanan gizi masyarakat, memberi masukan kepada mitra
kerja tentangmasalah gizi masyarakat, merencanakan pelayanan gizi masyarakat,
melakukan pelayanan gizi masyarakat dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan
gizi masyarakat.
- Pengelola tatalaksana/asuhan/pelayanan gizi di RS, fungsinya
merencanakan,mengorganisasi, dan mengarahkan kegiatan pelayanan gizi di
rumah sakit.
- Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal, fungsinya
merencanakan,mengorganisasi, dan mengarahkan kegiatan penyelenggaraan
makananinstitusi/massal, mengkaji data dan mencirikan masalah SPMI/M,

ix
memberi masukankepada mitra kerja tentang masalah SPMI/M, merencanakan
pelaksanaan SPMI/M,dan engawasi pelaksanaan SPMI/M.
- Pendidik/penyuluh/pelatih/konsultan gizi, fungsinya merancang penyuluhan,
pelatihan dan konsultasi gizi, melakukan penyuluhan, pelatihan dan konsultasi
gizi
- Pelaksana penelitian gizi, fungsinya melaksanakan penelitian terkait gizi
yangdilaksanakan di rumah sakit, instansi pemerintah, instansi pendidikan,
perusahaanmakanan/minuman, dan industry farmasi terkait gizi.
- Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha, yaitu mengkaji data
danmencirikan masalah pemasaran produk gizi, memberikan masukan tentang
pemasaran produk gizi kepada mitra kerja, merencanakan pelaksanaan pemasaran
produk gizi,melakukan pemasaran produk gizi dan memberi umpan balik untuk
pemasaran produkgizi
- Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral, fungsinya
memberikaninformasi mengenai besaran masalah gizi, penyebab dan akibat
apabila tidak segeraditangani dan memberikan alternatif pemecahan masalah gizi
(usulan terapi/program).
- Pelaku praktek kegisian yang bekerjasama secara profesional dan etis,
fungsinyamelaksanakan kegiatan pelayanan gizi/praktek kegizian, dan memantau
danmengevaluasi pelayanan gizi/praktek kegizian
Namun, bila dibandingkan dengan kondisi di lahan, peran Ahli gizi belum
berjalan secara maksimal. Hal ini disebabkan oleh :
1. Kurangnya jumlah tenaga ahli gizi di rumah sakit sehingga belum dapat
mencakup semua ruang rawat inap dan masih merangkap tugas yang lain.
2. Belum terbentuknya tim asuhan gizi yang solid, sehingga praktek kolaborasi
antara ahli gizi dan profesi yang lain belum berjalan secara maksimal.
3. Tidak adanya nutritional assessment tools di ruangan, seperti microtoa, knee-
height caliper, pita LILA. Alat yang dipakai selama ini kebanyakan hanya medline
dan timbangan berat badan.
4. Kurangnya kunjungan ahli gizi ke ruang rawat inap yang menjadi tanggung-
jawabnya sehingga memungkinkan pasien tidak mengenali ahli gizi rumah sakit.

x
5. Belum dilakukannya skrining gizi secara menyeluruh terhadap pasien, sehingga
memungkinkan pasien yang berisiko malnutrisi tidak terdeteksi.

2.2 Kompetensi Ahli Gizi


Standar kompetensi ahli gizi disusun berdasarkan jenis ahli gizi yang ada saat
ini yaitu ahli gizi dan ahli madya gizi. Keduanya mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang berbeda. Secara umum tujuan disusunnya standar
kompetensi ahli gizi adalah sebagai landasan pengembangan profesi Ahli Gizi di
Indonesia sehingga dapat mencegah tumpang tindih kewenangan berbagai profesi
yang terkait dengan gizi. Adapun tujuan secara khusus adalah sebagai
acuan/pedoman dalam menjaga mutu Ahli Gizi, menjaga dan meningkatkan mutu
pelayanan gizi yang profesional baik untuk individu maupun kelompok serta
mencegah timbulnya malpraktek gizi (Persagi, 2010).

2.3 Standar Kompetensi Gizi Masyarakat


1. Mengelola Pelayanan Gizi pada populasi yang berbeda dalam daur
kehidupan.
2. Melakukan penilaian/ evaluasi dampak program pangan dan gizi yang
berbasis masyarakat.
3. Mengembangkan program pangan dan gizi yang berbasis masyarakat
4. Berpartispiasi dalam survailans dan pemantauan gizi pada masyarakat
5. Berpartisipasi dalam penelitian berbasis masyarakat
6. Berpartisipasi dalam pengembangan dan evaluasi kebijakan pangan dan
gizi berdasarkan pada kebutuhan dan sumber daya.
7. Berkonsultasi dengan berbagai organisasi yang berkaitan dengan
penyediaan pangan pada populasi sasaran
8. Mengembangkan proyek-proyek intervensi, pencegahan penyakit dan
promosi kesehatan
9. Berpartisipasi dalam penetapan ambang batas dalam pemeriksaaan
laboratorium.
10. Melaksanakan pengkajian kesehahatan umum, seperti tekanan darah.

xi
Berdasarkan kondisi dilahan, ahli gizi sudah berusaha memenuhi peran dan
fungsinya sesuai kompetensi dank kode etik profesi yang dimiliki meskipun masih
banyak kendala yang ditemukan diantaranya :
a. Kurangnya tenaga/jumlah ahli gizi sehingga ahli gizi masih merangkap tugas
sehingga asuhan gizi kurang berjalan maksimal
b. Keselamatan pasien (Patient Safety) masih belum dilakukan karena masih
banyak ditemukan kurang tepatnya diit yang diberikan
c. Kegiatan skrining gizi belum dilaksanakan ke seluruh pasien sehingga terdapat
kemungkinan tidak terpaparnya pasien yang seharusnya mendapat asuhan gizi
karena resiko malnutrisi
d. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung seperti pengukur tinggi
badan, tinggi lutut, pengukur Lila sehingga hasil pengukuran kurang valid karena
menggunakan metline biasa.
e. Konseling gizi terkadang belum berjalan secara maksimal. Beberapa pasien
yang mendapatkan lefleat masih mengaku belum mengerti dengan materi yang
diberikan.
f. Masih banyak pasien yang belum mengenal ahli gizi ruangan terutama pasien
yang hanya menerima Medical Nutrition Therapy (MNT)
g. Kompetensi dan tingkat pendidikan ahli gizi masih perlu ditingkatkan karena
mayoritas tenaga masih Diploma III (Tiga) Gizi
h. Tim asuhan gizi belum berjalan optimal
Beberapa kondisi diatas menggambarkan kurang optimalnya kegiatan asuhan
gizi diruangan sehingga perlu peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung,
penambahan tenaga ahli gizi yang proporsional dengan beban kerja yang ada,
peningkatan profesionalitas ahli gizi yang salahsatunya dengan meningkatkan
pendidikan baik formal maupun informal (Shortcourse, seminar/symposium/work
shop), kemitraan dengan profesi lain khususnya tim asuhan gizi juga perlu
ditingkatkan sehingga kegiatan asuhan gizi lebih optimal dijalankan.

xii
2.4 Kode Etik Ahli Gizi (Persagi,2010)
Ahli Gizi upaya memelihara yang melaksanakan profesi dan memperbaiki
keadaan gizi mengabdikan gizi, diri kesehatan, dalam kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi,
pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi dalam
menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi oleh falsafah dan
nilainilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Persatuan Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya.

a. Kewajiban Umum
1. Meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan serta berperan dalam
meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat
2. Menjunjung tinggi nama baik profesi gizi dengan menunjukkan sikap,
perilaku, dan budi luhur serta tidak mementingkan diri sendiri
3. Menjalankan profesinya menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
4. Menjalankan profesinya bersikap jujur, tulus dan adil.
5. Menjalankan profesinya berdasarkan prinsip keilmuan, informasi
terkini, dan dalam menginterpretasikan informasi hendaknya objektif
tanpa membedakan individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan yang
benar.
6. Mengenal dan memahami keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama
dengan pihak lain atau membuat rujukan bila diperlukan.
7. Melakukan profesinya mengutamakan kepentingan masyarakat dan
berkewajiban senantiasa berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenarnya.
8. Berkerjasama dengan para profesional lain di bidang kesehatan maupun
lainnya berkewajiban senantiasa memelihara pengertian yang sebaik-
baiknya.

xiii
b. Kewajiban Terhadap Klien
1. Memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam
lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum.
2. Menjaga kerahasiaan klien atau masyarakat yang dilayaninya
baik pada saat klien masih atau sudah tidak dalam pelayanannya,
bahkan juga setelah klien meninggal dunia kecuali bila diperlukan
untuk keperluan kesaksian hukum.
3. Menjalankan profesinya senantiasa menghormati dan
menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan peka
terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan diskriminasi
dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis kelamin, usia dan
tidak menunjukkan pelecehan seksual.
4. Memberikan pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat.
5. Memberikan informasi kepada klien dengan tepat dan jelas,
sehingga memungkinkan klien mengerti dan mau memutuskan
sendiri berdasarkan informasi tersebut.
6. Apabila mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan
berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk kepada ahli
gizi lain yang mempunyai keahlian.

c. Kewajiban Terhadap Masyarakat


1. Melindungi masyarakat umum khususnya tentang penyalahgunaan
pelayanan, informasi yang salah dan praktek yang tidak etis berkaitan
dengan gizi, pangan termasuk makanan dan terapi gizi/diet.
2. Memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual, akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3. Melakukan kegiatan pengawasan pangan dan gizi sehingga dapat
mencegah masalah gizi di masyarakat.
4. Peka terhadap status gizi masyarakat untuk mencegah terjadinya
masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat.

xiv
5. Memberi contoh hidup sehat dengan pola makan dan aktifitas fisik yang
seimbang sesuai dengan nilai paktek gizi individu yang baik.
6. Dalam bekerja Gizi berkewajiban sama dengan hendaknya profesional
senantiasa lain di masyarakat, berusaha Ahli memberikan dorongan,
dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-sungguh demi
tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di masyarakat.
7. Mempromosikan atau mengesahkan produk makanan tertentu
berkewajiban senantiasa tidak dengan cara yang salah atau, menyebabkan
salah interpretasi atau menyesatkan masyarakat.

d. Kewajiban Terhadap Teman Seprofesi Dan Mitra Kerja


1. Melakukan promosi gizi, memelihara dan meningkatkan status gizi
masyarakat secara optimal, berkewajiban senantiasa bekerjasama dan
menghargai berbagai disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
2. Memelihara hubungan persahabatan yang harmonis dengan semua
organisasi atau disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya
meningkatkan status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
3. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaru kepada
sesama profesi dan mitra kerja.

e. Kewajiban Terhadap Profesi Dan Diri Sendiri


1. Mentaati, melindungi dan menjunjung tinggi ketentuan yang
dicanangkan oleh profesi.
2. Memajukan dan memperkaya pengetahuan dan keahlian yang
diperlukan dalam menjalankan profesinya sesuai perkembangan ilmu dan
teknologi terkini serta peka terhadap perubahan lingkungan.
3. Menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan luas, dan berani
mengemukakan pendapat serta senantiasa menunjukan kerendahan hati
dan mau menerima pendapat orang lain yang benar.
4. Menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak boleh dipengaruhi
oleh kepentingan pribadi termasuk menerima uang selain imbalan yang

xv
layak sesuai dengan jasanya, meskipun dengan pengetahuan
klien/masyarakat (tempat dimana ahli gizi diperkerjakan).
5. Tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum, dan memaksa orang
lain untuk melawan hukum.
6. Memelihara kesehatan dan keadaan gizinya agar dapat bekerja dengan
baik.
7. Melayani masyarakat umum tanpa memandang keuntungan
perseorangan atau kebesaran seseorang.
8. Selalu menjaga nama baik profesi dan mengharumkan organisasi
profesi.

xvi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seorang ahli gizi harus selalu melakukan penelitian-penelitian gizi
guna untuk meningkatkan pengetahuan serta menemukan sesuatu yang
baru untuk kepentingan bersama, dan melalui penelitiannya diharapkan
mampu meningkatkan status gizi pada masyarakat, serta memecahkan
masalah gizi di masyarakat.
Secara umum, paling tidak seorang ahli gizi memiliki 3 peran, yakni
sebagai dietisien, sebagai konselor gizi, dan sebagai penyuluh gizi.
Kode etik ahli gizi di Indonesia lebih mengatur pada sikap ahli gizi
terhadapklien, masyarakat, mitra kerja, profesi bahkan pada diri sendiri
agar ahli gizi dapat dipercaya di masyarakat dan dibuat atas prinsip bahwa
organisasi profesi bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam
menjalankan praktek profesinya.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna dalam proses perkuliahan
khusunya dalam mata kuliah etika profesi jurusan sarjana terapan gizi dan
dietetika, makalah ini jauh dari kata sempurna masih memiliki banyak
kekurangan, sangat membutuhkan kritikan serta saran dari para pembaca.

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan.
Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nasihah, Fathiya. 2010. Peran Ahli Gizi sebagai Penyuluh dan Konselor Gizi.
Persagi. 2010. Standar Profesi Gizi.http://persagi.org(Diakses pada tanggal 19
September 2022).

xviii

Anda mungkin juga menyukai