Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

INFLAMATORIK DEWASA

OLEH
NAMA : MARGARETHA JEANNET SORONGAN
NIM : 711331120019

PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


POLITEKNIK KEMENKES KESEHATAN MANADO
2022
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “INFLAMATORIK DEWASA” ini dengan baik,
meskipun masih banyak kekurangan pada pembuatan makalah ini. Adapun maksud dan
tujuan pembuatan makalah ini yaitu sebagai bentuk pemenuhan tugas praktikum Mata
Kuliah Dietetika Penyakit Infeksi. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang sudah boleh membantu dalam proses pembuatan makalah ini

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................................................
I. Pengertian Inflamatorik ..........................................................................................
II. Epidemiologi Inflamatorik ......................................................................................
III. Patologi Inflamatorik ..............................................................................................
IV. Gejala klinis dan komplikasi Inflamatorik ..............................................................
V. Penatalaksana Inflamatorik .....................................................................................
BAB III : PENUTUP ..........................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi
traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua
kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi,
alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis
ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit,
muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh
kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian
dari gejala klinis IBD.
Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan
Oppenheimer pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn
diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis transmural yang melibatkan
traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum.
Wilks dan Moxon telah lebih dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa
sebagai proses inflamasi idiopatik yang bersifat kronis dan hilang timbul serta
terbatas pada mukosa kolon dan rectum. Proses inflamasi yang terjadi pada
Kolitis Ulserativa relative homogen pada mukosa yang dimulai pada rectum dan
melibatkan kolon kearah proksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan inflamatorik ?
2. Bagaimanakah epidemiologi inflamatorik ?
3. Bagaimana patologi inflamatorik ?
4. Apa saja gejala dan komplikasi inflamatorik ?
5. Bagaimana penatalaksana inflamatorik ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan inflamatorik
2. Memahami epidemiologi inflamatorik
3. Memahami patologi inflamatorik
4. Mengetahui apa saja gejala dan komplikasi inflamatorik
5. Memahami penatalaksana inflamatorik
BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Infamatorik
Inflammatory bowel disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan
saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas.
Secara garis besar IBD terdiri dari tiga jenis, yaitu Kolitis ulseratif, penyakir
Crohn, dan bila sulit membedakan keduanya maka dimasukan dalam kategori
Inderteminate Colitis. Hal ini untuk secara garis praktis membedakannya dengan
penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyababnya seperti infeksi,
iskemia dan radiasi. Colitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar
atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan diare
berdarah, nyeri perut, dan demam. Colitis ilseratif dikarakteristikan dengan
ekaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan pertama penyakir ini
masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk menegakkan
diagnosisnya dilakukan dengan penapisan berbagai penyebab lain dengan
pemeriksaan sigmoidoskopi atau kolonoskopi dengan biopsy. Serangan pertama
colitis ulseratif mempunyai gejala prodomal yang lebih lama daripada penyakit
infeksi akut. Bukti pendukung diagnosis colitis ulseratif adalah ketidak terlibatan
usus kecil.

II. Epidemiologi Inflammatory bowel disease (IBD)


IBD merupakan penyakit dengan prevalensi cukup tinggi di negara Eropa dan
Amerika, dengan puncak usia yyang terkena adalah pada usia 25 -30 tahun. Pada
perokok, insiden KU dapat menurun, namun pada PC dapat meningkat. Pemkaian
kontrasepsi oral dapat meningkatkan risiko pada PC. Diet rendah serat juga dapat
meningkatkan risiko pada PC. Penyakit ini tampaknya juga lebih sering
menyerang orang berkulit putih dibandingkan kulit hitam untuk negara barat.

III. Patologi Inflammatory bowel disease


Inflamasi pada Penyakit Crohn ditandai dengan karakteristik area inflamasi
diskret, ulserasi fokal, aphtae, atau striktur disertai area mukosa yang normal (skip
area). Jika mengenai kolon, sering mengenai kolon ascendens dan jika mengenai
daerah anal sering timbul skin tags, fisura anal, abses serta fistula dan terjadi pada
25% penderita Penyakit Crohn.
Pada Penyakit Crohn terjadi proses inflamasi transmural yang dapat meluas
keseluruh lapisan dinding traktus gastrointestinal dan menyebabkan fibrosis,
adhesi striktur, dan fistula. Perubahan pada mukosa traktus gastrointestinal berupa
kriptitis, dan/atau distorsi striktur kripta. Granuloma nonkaseosus pada lamina
propria atau submukosa dapat ditemukan pada lebih dari 50% penderita.
Ditemukannya fibrosis dan proliferasi histiosit di submukosa spesifik untuk
Penyakit Crohn, walaupun perubahan mukosa tersebut dapat terjadi pada penyakit
inflamasi usus yang lain.
Pada Kolitis Ulserativa, proses inflamasi terbatas pada lapisan mukosa rektum
dan kolon. Inflamasi terbatas pada mukosa dan dan secara kontinyu sepanjang
kolon dengan berbagai macam derajat ulserasi, perdarahan, edema, dan regenerasi
epitel. Selain itu pada Kolitis Ulserativa, terjadi kriptitis, abses kripta, dan terjadi
distorsi kripta serta hilangnya sel goblet. Kelainan pada rektum hampir terjadi
pada seluruh penderita Kolitis Ulserativa. Inflamsai dapat terjadi sampai daerah
sekum dan mungkin terjadi pada ileum terminal (backwash ileitis).
Pada Kolitis Ulserativa yang berat, setelah epitel mukosa dihancurkan, proses
inflamasi melibatkan daerah submukosa selanjutnya ke bawah menuju daerah
muskularis daerah yang terlibat akan membentuk jaringan pulau-pulau yang
dinamakan Pseudopolyps. Penebalan dan fibrosis dari dinding usus besar sangat
jarang terjadi, namun dapat terjadi pemendekan kolon dan striktur fokal dikolon
pada penyakit yang berlangsung lama. Tidak terjadi pembentukan granuloma dan
fibrosis.

IV. Gejala dan komplikasi Inflammatory bowel disease


a. Gejala
- System pencernaan pasien IBD diserang kekebalan tubuhnya sendiri
Menurut dr. Rabbinu, IBD merupakan penyakit saluran cerna yang bersifat
kronis. Penyakit autoimun ini ditandai dengan peradangan pada usus kecil
dan besar, di mana elemen sistem pencernaan diserang oleh sistem
kekebalan tubuhnya sendiri.
Dalam IBD, dikenal periode inflamasi (radang) dan remisi (periode tenang
tanpa tanda radang). IBD ditandai dengan episode peradangan saluran
cerna berulang yang disebabkan oleh respons imun abnormal terhadap
mikroflora usus.
IBD dibagi menjadi dua tipe, yakni ulcerative colitis (UC) dan Crohn’s
disease (CD). Kini, ada tipe lain, yaitu colitis indeterminate (unclassified).
Pasien UC sering merasa nyeri di bagian kiri bawah perut karena
peradangan dan luka di sepanjang lapisan superfisial usus besar dan
rektum. Sementara, pasien CD sering merasa nyeri di bagian kanan bawah
perut akibat peradangan hingga lapisan saluran pencernaan yang lebih
dalam, tetapi jarang mengalami pendarahan dari rektum.
Berapa persentase kasus IBD? Menurut Prof. Murdani yang mengutip
sebuah data, insiden IBD di Asia adalah 0,54 hingga 3,44 per 100.000
populasi.
- Lendir di tinja
Lendir sebenarnya adalah bagian normal dari tinja, tetapi biasanya tidak
terlihat dengan mata telanjang. Jika ada cukup lendir di tinja yang Anda
sadari, mungkin ada beberapa alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Orang-
orang dengan kolitis ulserativa atau penyakit Crohn terkadang
mengeluarkan lendir dalam jumlah yang terlihat dalam tinja mereka, baik
sebagai akibat dari ulkus di usus besar atau mungkin dari pembentukan
fisura anus (robekan pada saluran anus). Orang yang telah menjalani
operasi untuk kolitis ulserativa juga dapat mengeluarkan lendir yang bisa
menjadi tanda kondisi yang disebut pouchitis.
- Diare persisten
Diare memiliki banyak penyebab, dan kebanyakan orang dewasa yang
sehat mengalami diare beberapa kali dalam setahun. Seringkali, diare
sembuh dengan sendirinya dan penyebabnya mungkin tidak diketahui.
Namun, diare persisten yang berlangsung lebih dari tiga hari bisa menjadi
tanda masalah yang mungkin memerlukan perawatan Orang dengan IBD
sering mengalami episode apa yang disebut diare "eksplosif" beberapa kali
sehari. Ini bisa berupa tiga hingga 10 atau bahkan 20 buang air besar encer
setiap hari.

b. Komplikasi
Inflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab
komplikasi intestinal pada penyakit Crohn, sehingga terjadi adhesi, struktur,
dan abses, yang meningkatkan resiko obstruksi serta penumbuhan bakteri yang
berlebihan dan fistula. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa keganasan,
malnutrisi dan gagal tumbuh. Fistula dapat terjadi enterokutan, enteroenteral,
enerokolika, perirekteral, labial, enterovaginal, dan enterovesikal.
Komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa adalah megacolon toksik
dan merupakan kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah.

V. Penatalaksana Inflammatory bowel disease

Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah


komplikasi dan mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status
nutrisi dan kualitas hidup. Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal
tumbuh sering terjadi pada penderita IBD. Tujuan dari dukungan nutrisi adalah
pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit nutrien dan mengganti
ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk keseimbangan
positif nitrogen dan penyembuhan. Sampai saat belum diketahui zat makanan
tertentu yang menyebabkan aktivasi IBD. Pemberian nutrisi enteral mungkin
mempengaruhi proses inflamasi pada Penyakit Crohn, tetapi tidak mempunyai
penranan dalam proses inflamasi pada Kolitis Ulserativa.

A. Terapi Medikamentosa
Medikamentosa yang digunakan untuk induksi remisi, mempertahankan
remisi, mencegah dan mengurangi relaps adalah:
1. Aminosalisilat (ASA), terutama untuk mempertahankan remisi. Dosis
tinggi digunakan untuk induksi remisi.
 Sulfasalasin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis, dapat
ditingkatkan sampai 75 mg/kg
 Mesalamin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam2-4 dosis (maksimal
3,2g/hari)
 Olsalazin, dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis
2. Kortikosteroid, untuk induksi remisi. Tidak berperan dalam
mempertahankan remisi.
 Prednison, dosis: 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi
 Metilprednisolon, dosis: 2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis
3. Imunomodulator, digunakan untuk induksi dan mempertahankan remisi.
 Azathioprine, dosis: 2-2,5 mg/kg/hari dosis tunggal 6-
Mercatopurin, dosis: 1,5 mg/kg/hari dosis tunggal
4. Anti-tumor necrosis factor untuk induksi remisi
 infliximab merupakan antibodi monoklonal anti-TNF-alfa.
Infliximab, dosis: 5 mg/kg dilarutkan dengan 250 ml NaCl
fisiologis secara intravena. Infliximab dosis tunggal untuk Penyakit
Crohn derajat moderat-berat atau pada fistula dengan dosis 5mg/kg
dalam 2 jam 3 kali pada minggu 0, 2, dan 6, sering diikuti
pemberian setiap 8 minggu. Data penggunaan infliximab pada
Kolitis Ulserativa tidak sebaik pada Penyakit Crohn.
5. Antibiotika
 Metronidazole, dosis: 30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis.
Metronidazole diberikan pada kelainan perianal Penyakit Crohn
Terapi medikamentosa pada Kolitis Ulserativa tergantung dari derajat berat
dan luasnya inflamasi. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk
mengendalikan proses inflamasi, menghilangkan gejala klinis, mencegah
komplikasi, dan mencegah relaps, serta mempersiapkan untuk tindakan bedah
karena 20% penderita akan mengalami tindakan bedah. Luasnya inflamasi
terbagi menjadi 2 tipe yaitu:
 Tipe distal, inflamasi terbatas pada kolon dibawah fleksura llienalis
dan dapat dicapai dengan terapi topikal
 Tipe ekstensif, inflamasi meluas kearah proksimal dari fleksura
lienalis dan memerlukan terapi sistemik Pada Penyakit Crohn
sampai saat ini belum ada terapi definitif, penatalaksanaan
umumnya terdiri dari terapi medikamentosa dan dukungan nutrisi.
Sampai saat ini, belum ada regimen medikamentosa yang dapat
mempengaruhi outcome jangka panjang Penyakit Crohn. Oleh
karena itu, medika mentosa digunakan untuk serangan eksaserbasi
dan mengurangi frekuensi serangan eksaserbasi.
B. Terapi Bedah
Pendekatan terapi bedah pada IBD tergantung dari jenis dan berat penyakit.
Tujuan terapi bedah pada Kolitis Ulserativa dan Penyakit Crohn berbeda.
Karena kelainan Kolitis Ulserativa terbatas pada kolon, maka total kolektomi
merupakan terapi definitif. Akan tetapi, pada Penyakit Crohn dimana kelainan
traktus gastrointestinal dapat terjadi mulai dari mulut sampai anus, saat ini
belum ada terapi bedah definitif.

Indikasi bedah Penyakit Crohn adalah:


 Obstruksi traktus gastrointestinal
 Fistula
 Abses
 Perdarahan yang tidak terkontrol
 Megakolon toksik
 Perforasi
 Penyakit fulminan yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa
 Gagal tumbuh dengan kelainan mukosa traktus gastrointestinal yang
terbatas (localized disease)

Indikasi bedah untuk Kolitis Ulserativa adalah:


 Megakolon toksik
 Perdarahan yang masif/tidak terkontrol
 Perforasi
 Prolonged corticostreoid dependent
 Komplikasi akibat kortikosteroid pada penyakit kronis aktif
 Gagal tumbuh setelah mendapat dukungan nutrisi
 Displasia epitel dan resiko tinggi keganasan
 Penyakit yang tidak respon terhadap terapi medikamentosa
 Striktur

C. Peran Probiotik dan Prebiotik


Peranan probiotik dan prebiotik pada IBD masih belum jelas. Akhir-
akhir ini banyak penelitian pemberian probiotik dan prebiotik pada penderita
IBD. Probiotik dapat mengubah flora traktus gastrointestinal dengan
mekanisme kompetitif, menghasilkan zat antimikroba, atau mempengaruhi
respon kekebalan lokal. Ada juga yang mengatakan bahwa interaksi probiotik
dengan sel epitel dapat mempercepat penyembuhan proses inflamasi. Efek
prebiotik dapat ditingkatkan dengan pemberian prebiotik yang dapat
merangsang pertumbuhan probiotik
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan
kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan
dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti
kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang,
maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.

Tujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan
mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup.
Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD.
Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi
defisit nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk
keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan Resiko keganasan kolorektal pada penyakit
Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis Ulserativa. Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko
keganasan kolorektal meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor resiko utama untuk
adenokarsinoma adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan luas colitis
(pankolitis > left-sided colitis > proktitis).
DAFTAR PUSTAKA

Lau, L. (n.d.). Inflammatory Bowel Disease dan Penangananya. 1 - 11.

https://www.academia.edu/22058874/Inflammatory_Bowel_Disease_dan_Penanganannya

Soflyta, M. (2015). Radang Saluran Cerna Bawah Mengakibatkan Pendarahan dan Nyeri Perut. 1 - 12.

https://www.scribd.com/doc/269197641/makalah-inflammatory-bowel-disease

Adhi, I. S. (2021, Semptember 16). 6 Gejala Inflammatory Bowel Disease (IBD) Yang Perlu
Diwaspadai. Retrieved from Kompas.tv.

https://health.kompas.com/read/2021/09/16/060300968/6-gejala-inflammatory-bowel-
disease-ibd-yang-perlu-diwaspadai?page=3

Anda mungkin juga menyukai