Anda di halaman 1dari 26

ASKEP KOLITIS ULSERATIF

Diposting oleh exka saputra Kamis, 18 Oktober 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Colitis Ulceratif (Colitis ulcerosa, UC) adalah suatu bentuk penyakit radang usus (IBD).
Ulcerative colitis adalah suatu bentuk radang usus besar, suatu penyakit dari usus, khususnya usus
besar, yang meliputi karakteristik bisul, atau luka terbuka, di dalam usus. Gejala utama penyakit
aktif biasanya konstan diare bercampur darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif ,biasanya
diyakini memiliki sistemik etiologi yang mengarah ke banyak gejala di luar usus. Karena nama,
IBD sering bingung dengan sindrom iritasi usus besar ( “IBS”), yang merepotkan, tapi kurang
serius, kondisi. Kolitis ulseratif memiliki kemiripan dengan penyakit Crohn, bentuk lain dari IBD.
Kolitis ulseratif adalah penyakit hilang timbul, dengan gejala diperburuk periode, dan periode yang
relatif gejala-bebas. Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-kadang dapat berkurang pada
mereka sendiri, penyakit biasanya membutuhkan perawatan untuk masuk ke remisi.
Colitis ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau
kurang dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun
kolitis ulserativa tidak diketahui penyebabnya, diduga ada genetik kerentanan komponen. Penyakit
ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan. Meskipun modifikasi diet
dapat mengurangi ketidaknyamanan seseorang dengan penyakit, kolitis ulserativa tidak diduga
disebabkan oleh faktor-faktor diet. Meskipun kolitis ulserativa diperlakukan seolah-olah itu
merupakan penyakit autoimun, tidak ada konsensus bahwa itu adalah seperti itu. Pengobatannya
dengan obat anti-peradangan, kekebalan, dan terapi biologis penargetan komponen spesifik dari
respon kekebalan. Colectomy (parsial atau total pengangkatan melalui pembedahan usus besar)
yang kadang-kadang diperlukan, dan dianggap sebagai obat untuk penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai
berikut :
1. Apa Pengertian dari Colitis ulseratif ?
2. Apa Etiologi dari Colitis ulseratif ?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada Colitis ulseratif ?
4. Bagaimana pengkajian dari kolitis ulseratif?
5. Bagaimana pengkajian penatalaksanaan medis dari kolitis ulsertif ?
6. Apa saja diagnosa yang diangkat dari penyakit kolitis ulseratif ?
7. Apa saja rencana keperawatan dalam kolitis ulseratif ?
8. Evaluasi !

1.3 Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas pencernaan 2 yang
berjudu ”COLITIS ULSERATIF”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab
pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang
konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Colitis Ulseratif adalah gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi pada usus
besar, khususnya bagian kolon desenden sampai rectum.
B. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dari colitis ulseratif sangat beragam, meliputi penomena autoimun, faktor
genetic, perokok pasif, diet, pascaapendektomi, dan infeksi.
Pada penomena yang diperentarai respon imun, terdapat kelainan humoral dan imunitas
yang diperentarai sel dan/atau reaktivitas umum terhadap antigen bakteri usus. Hilangnya
toleransi terhadap flora usus normal diyakini merupakan peristiwa utama dalam patogenesis
penyakit inflamasi usus. Faktor kerentanan genetic ( kromosom 12 dan 16) adalah faktor yang
dikaitkan dengan colitis ulseratif. Perokok pasif dikaitkan dengan colitis ulseratif, sedangkan
perokok justru lebih rendah untuk terjadi colitis ulseratif. Faktor komsumsi makanan, khususnya
yang tebuat dari susu dapat mengeksaserbasi ( meningkatkan ) respons penyakit.
Pascaapendektomi mempunyai asosiasi negatif dengan colitis ulseratif. Infeksi tertentu telah
terlibat dalam penyakit inflamasi usus, misalnya campak, infeksi mikrobakteri atipikal.
C. Patofisiologi
Colitis ulseratif hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan pembentukan
abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat, submukosa mungkin terlibat;
dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot dinding kolon juga terpengaruh.
Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau megakolon toksis, yang
ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, serta dilatasi usus-usus besar yang
memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis dikaitkan dengan pembentukkan
pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus. Pada kondisi kronis dan berat juga dihubungkan
dengan resiko peningkatan prekanker kolon, yaitu berupa karsinoma in situ atau dispalsia. Secara
anatomis sebagian besar kasus melibatkan rectum; beberapa pasien juga mengalami
mengembangkan ileitis terminal disebabkan oleh katup ileocecal yang tidak kompeten. Dalam
kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum terminal biasanya terpengaruh.

Contoh gambar penyakit kolitis ulseratif:


Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Akumulasi sel T di dalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami peradangan. Pada
pasien dengan ulseratif colitis, ini adalah sel T sitotoksik ke epitel kolon. Perubahan ini disertai
dengan peningkatan populasi sel B dan sel plasma, dengan peningkatan produksi
immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin E (IgE).
2. Biopsi sampel kolon dari pasien dengan colitis ulseratif dapat menunjukkan peningkatan secara
signifikan tingkat platelet-activating factor (PAF). Pelepasan PAF dirangsang oleh leukotrienes,
endotoksin, atau faktor lain yang mungkin bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun
proses ini tidak jelas.
3. Antibody antikolonik telah terdektesi pada pasien dengan ulseratif colitis.
Respons awal colitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada terbentuknya jaringan perut
dan pembentukkan ulkus disertai adanya perdarahan. Lesi berlanjut, yang terjadi secara
bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan
akhirnya dapat mengenai saluran kolon. Pada kondisi ini, penipisan dinding usus atau ketebalan
normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi local yaitu edema, serta akumulasi lemak dan
hipertrofi dari lapisan otot dapat memberikan kesan dinding usus menebal sehingga memberikan
manifestasi penyempitan lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus.
Perubahan peradangan secara mikrokopis jaringan yang mengalami ulkus segera ditutupi
oleh jaringan granulasi yang selanjutnya akan merusak mukosa dan akan terbentuk jaringan
polypoidal atau yang dikenal sebagai polip atau peradangan pseudopolip.
D. Pengkajian
Pengkajian colitis ulseratif terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
evaluasi diagnosis. Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri abdomen,
diare, tenesmus intermiten, dan pendarahan rektal.
Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran
periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan mungkin sebagian pasien
melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare biasanye disertai darah. Pasien melaporkan
mengeluarkan feses cair 10 – 20 kali sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang
menghalangi.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, kondisi ringan karena colitis ulseratif adalah
penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling umum adalah pendarahan anus,
diare, dan sakit perut. Pada kondisi colitis ulseratif berat terjadi pada sekitar 10 % dari pasien,
didapat keluhan lainnya yang menyertai, seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah,
anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang parah dapart
mengalami komplikasi yang yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan darah, megakolon
toksik atau perforasi usus.
Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetic, lingkungan,
infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik
, seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian proferatif.
Pengkajian sikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen
dan rencana pembedahan serta perlunya pemenuhan informasi prabedah.
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada sejauh mana, durasi, dan
tingkat keparahan penyakit.pemeriksaan fisik yang di dapatkan sesuai manifestasi klinik yang
muncul. Pada colitis ulseratif berat survey umum pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV
mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare . suhun badan pasien akan naik ≥38,50 C
dan terjadi takikardiah. Pengkajian berat badan yang disesuaikan dengan tinggi badan dapat
menimbulkan status nutrisi.
Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan :
1. Takipnea dapat hadir karena sembelit atau sebagai mekanisme kompensasi
asidosi dalam kasus dehidrasi parah.
2. Takikardial dapat mewakili anemia atau hipopolemia. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala
dehidrasi.
3. Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan perfusi ke otak. Pasien dengan
episkleritis dapat hadir dengan erythematous yang menyakitkan mata.
4. Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.

5. Inspeksi :kram abdomen di dapatkan. Perut didapatkan kembung. Pada kondisi


kronis, status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien
terlihat kronis.
Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), menunjukkan penyakit parah dan
kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah. Sebuah masa dapat
teraba menunjukkan abstruksi atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukkan
hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolangitis sklerosis.
Perkusi : nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.
Auskultasi : bising usus bisa normal, hi[eraktif atau hipoaktif. Nada gemerincing bernada tinggi
dapat ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi.
6. Kelemahan fisik umum skunder dari keletihan dan pemakaian energy setelah nyeri dan diare.
Nyeri sendi (arthralgia) adalah gejala umum yang ditemukan pada penyakit inflamasi usus. Sendi
besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan siku, yang paling sering terlibat,
tetapi setiap sendi dapat terlibat. Pada integumen, kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia,
penurunan turgor kulit dalam kasus dehidrasi, eritema nodosum dapat terlihat pada permukaan
ekstensor.
Pengkajian pemeriksaan diagnostic terdiri atas pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan
endoskopik.
1. Pemeriksaan laboratorium (Wu, 2009)
Temukan pada pemeriksaan laboratorium dalam evaluasi colitis ulseratif mungkin
menunjukkan tanda-tanda berikut.
a. Anemia ( yaitu hemoglobin < 14 g/dL pada pria dan < 12 g/dL pada wanita).
b. Trombositosis ( yaitu platetet > 350.000/µL).
c. Peningkatan tingkat sedimentasi ( variable referensi rentang, biasanya 0-33 mm/jam) dan
peningkatan C-reactiv protein ( yaitu >100 mg/L). kedua temuan ini berkolerasi dengan aktivitas
penyakit.
d. Hipoalbuminemia ( yaitu albumin < 3,5 g/dl).
e. Hipokalemia ( yaitu kalium < 3,5 mEq/dL).
f. Hipomagnesemia ( yaitu magnesium < 1,5 mg/dL).
g. Peningkatan alkalin fosfatase; lebih dari 125 U/L menunjukkan kolangitis sclerosing primer (
biasanya > 3 kali batas atas dari kisaran referensi).
h. Pada diagnosis colitis ulseratif kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan untuk
membedakan dengan disentri yang disebabkan oleh organisme usus umum, khususnya
Entamoeba histolytica. Feses positif terhadap darah.

2. Pemeriksaan radioaktif
a. Foto polos abdomen
Sinar rontgen mungkin menunjukkan dilatasi kolon, dalam kasus yang parah bisa mengakolon
toksik. Selain itu, bukti perforasi, atau ileus juga dapat diamati (Khan, 2009)
b. Studi kontras barium
barium enema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan. Dengan barium enema dapat
dilihat adalanya mengakolon toksik, kondisi ulkus, dan penyempitan kolon. Selain itu, enema
barium akan menunjukan iregulasi mucosal, pemendekan kolon, dan dilatasi lekung usus
(Carucci, 2002)
c. CT Scan.
secara umum CT scan memainkan peran kecil dalam diagnosis colitis ulseratif. CT ulseratif scan
dapat menunjukan penebalan dinding kolon dan dilatasi bilier primer kolangitis skleorosis.
3. Prosedur endoskopi
Endoskopi dapat menunjukan mukosa yang rapuh, mukosa terinflasi dengan eksudat dan
ulserasi. Temuan di sigmoidoskopi fleksibel dapat memberikan diagnosis colitis . tujuan lain dari
pemeriksaan ini adalah untuk mendukomenyasian sejauh mana progresivitas penyakit, untuk
memantau aktivitas penyakit , dan sebagai surveilans untuk dysplasia atau kanker. Namun ,
berhati –hati dalam upaya kolonoskopi dengan biopsy pada pasien dengan penyakit parah karena
risiko yang mungkin perforasi lainnya komplikasi (Rajwal, 2004)
E. Pengkajian penatalaksanaan medis
Intervensi dilakukan , meliputi hal-hal berikut (Wu, 2009)
1. Terapi farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mencegah
komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini.
a. Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor. Agen ini mencegah sitokin endogen dari mengikat ke
respetor permukaan sel dan mengerahkan aktivitas biologis
b. Immunomodulators. Agen ini mengatur faktor faktor kunci dari system kekebalan tubuh
c. Antibiotic, antibiotic belum belum terbukti memberikan keuntungan yang konsisten dari
beberapa uji coba terkontrol untuk pengobatan colitis ulseratif aktif. Akan tetapi biasanya
diberikan pada dasar empiris pada pasien dengan colitis yang parah dan dapat membantu
menghindari suatu infeksi yang mengancam jiwa.
d. Kortikosteroid. Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk induksi remisi. Agen
ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi; pengunaan jangka panjang dapat
menyebakan efek samping.

2. Terapi bedah
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan colitis ulseratif untuk mengontrol
dan mengobati gejala komplikasi. Pembedahan dilakukan sesuai dengan kondisi klinik individu.
Bebrapa jenis pembedahan pada colitis ulseratif, meliputi : subtotal colectomy with ileotomy and
harmann’s pouch, total proctocolectomy with litomy, total abdominal colectomy with ideal
rectal anastomosi , total proctocoltomy with continent (Kock) pouch, total proctocolectomy with
ileal pouch anal anastomosis, anal transitions zone preservation, dan diverting ileostomy.
Pertimbangan untuk total kolektomi adalah sebagai berikut (Becker, 1999)
a. Refraktori penyakit dengan kegagalan terapi medis.
b. Terdapat bukti karsinoma atau displasia.
c. Pendarahan parah.
d. Kolitis fulminan tidak responsive terhadap pengobatan.
e. Megakolon toksik.
f. Perforasi
g. Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk kanker.
h. Sistemik komplikasi dari obat khususnya steroid.
i. Gagal tumbuh pada anak-anak.
F. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, respons pembedahan.
2. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar cairan tubuh dari muntah.
3. Actual / risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
makanan yang kurang adekuat.
4. Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana
perawatan rumah.
5. Ganguan aktivitas sehari-hari b.d. kelemahan fisik umum, keletihan pasca nyeri dan diare.
6. Risiko injuri b.d. pasca prosedur bedah kolektomy atau ilestomy.
7. Actual / risiko ketidakefektifan kebersihan jalan nafas b.d. kemapuan batuk menurun, nyeri
pasca bedah.
8. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée luka pascabedah.
9. Kecemasan b.d prognosis penyakit,misinterprestasi informasi, rencana pembedahan.

G. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana keperawatan disusun sesuai dengan tingkat toleransi individu. Pada pasien
colitis ulseratif, intervensi pada masalah keperawatan actual / risiko ketidak efektifan kebersihan
jalan nafas dan disesuaikan dengan intervensi pada pasien dengan pascabedah grastrektomy
(lihat kembali asuhan keperawatan pasien ulkus peptikum atau kanker lambung). Untuk
intervensi masalah kecemasan dan pemenuhan informasi dapat disesuaikan dengan intervensi
pada pasien diverticulitis untuk masalah keperawatan risiko injuri dan risiko tinggi infeksi
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien peritonitis, sedangkan untuk masalah
keperawatan ganguan aktivitas sehari-hari b.d. kelemahan fisik umum, keletihan pasca nyeri dan
diare dapat disesuaikan enteritis regional.
Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Criteria evaluasi:
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
- Skala nyeri 0-1 (0-4).
- TTV dalam batas normal, wajah pasien rileks.

Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif. dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi:
 Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Pendekatan PQRST dapat secara
komprehensif menggali kondisi nyeri pasien.
P : penyebab nyeri dapat diakibatkan oleh
respons diare, kram abdomen, dan sembelit
atau kerusakan jaringan pascabedah.
Q: kualitas nyeri seperti tumpul, kram, dan
mulas.
R : area nyeri pada abdomen bawah kiri.
S : pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4).
T : nyeri bertambah bila tidak bisa melakukan
BAB.

 Beri oksigen nasal apabila skala nyeri Pemberian oksigen dilakukan untuk
≥ 3 (0-4). memenuhi kebutuhan oksigen pada saat
pasien mengalami nyeri pascabedah yang
dapat mengganggu kondisi hemodinamik.
 Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul. Istirahat diperlukan untuk menurunkan
Biasakan pasien untuk BAB di tempat tidur. peristaltic usus.
Istirahat secara fisiologis dan melakukan
BAB di tempat tidur akan menurunkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal pada
 Atur posisi fisiologis. aktivitas dan menurunkan keletihan
pascanyeri.

Pengaturan posisi semipowler dapat


membantu merelaksasi otot-otot abdomen

 Beri kompres hangat pada abdomen. pascabedah sehingga dapat menurunkan


stimulus nyeri dari luka pascabedah.

Member respons vasodilatasi. Kompres ini


hanya dilakukan pada pasien tanpa
pembedahan.

Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan.

Intervensi Rasional
 Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam Meningkatkan intake oksigen sehingga akan
pada saat nyeri muncul. menurunkan sekunder dari iskemia spina.

 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri. Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat
menurunkan stimulus internal.

 Lakukan manajemen sentuhan.


Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri.

Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab- Pengetahuan yang akan dirasakan membantu


sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama mengurangi nyerinya dan dapat membantu
nyeri akan berlangsung. mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik.

Kolaborasi dengan tim medis untuk


pemberian: Analgenik diberikan untuk membantu
 Analgenik via intravena. menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi
nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat
berkurang.

Penurunan respons diare dapat menurunkan


 Antidiare. stimulus nyeri.

Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.
Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah intake
nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
 Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
 Keluhan mual dan muntah berkurang.
 Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan.
 Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi Rasional
Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat Pemberian nutrisi pada pasien dengan
toleransi individu. enteritis regional bervariasi sesuai dengan
kondisi klinik dan tingkat toleransi individu.
Sajikan makanan dengan cara yang menarik. Membantu merangsang nafsu makan. Hal ini
dapat diberikan bila toleransi oral tidak
menjadi masalah pada pasien.
Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah Diet diberikan pada pasien dengan gejala
lemak. malabsorpsi akibat hilangnya fungsi
penyerapan permukaan mukosa, khususnya
penyerapan lemak, keterlibatan ileum
terminal dapat mengakibatkan steatorrhea (
buang air besar dengan feses bercampur
lemak).
Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi
kandungan serat tinggi. pasien dengan penyakit kolon karena fakta
bahwa serat makanan dapat diubah menjadi
rantai pendek asam lemak, yang menyediakan
bahan bakar untuk penyembuhan mukosa
kolon.
Fasilitasi pasie memperoleh diet rendah serat Diet rendah serat biasanya diindikasikan
pada gejala obsrtuksi. untuk pasien dengan gejala obstruksi.

Resiko tinggi nutrisi kurang kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.

Intervensi Rasional
Fasilitasi untuk pemberian nutrisi parenteral Nutrisi peranteral total (TPN ) digunakan bila
total. gejala penyakit usus inflamasi bertambah
berat. Dengan TPN, perawat dapat
mempertahankan catatan actual tentang intake
dan output cairan, serta berat basdan pasien
setiap hari. Berat badan pasien harus
meningkat 0,5 kg setiap hari selama terapi.
Urine diuji setiap hari terhadap adanya
glukosa, aseton dan berat jenis bila TPN
digunakan. Pemberian makan yang tinggi
protein, rendah lemak, dan residu dilakukan
setelah terapi TPN karena makanan ini
dicerna terutama pada jejunum, tidak
merangsan sekresi usus, dan memungkinkan
usus beristirahat. Intoleransi dicatat bila
pasien menunjukkan mual, muntah, diare,
atau distensi abdomen.
Pantau intake dan output, anjurkan untuk Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi
timbang berat badan secara periodik ( sekali dan dukungan cairan.
seminggu ).
Lakukan perawatan mulut. Intervensi ini untuk menurunkan resiko
infeksi oral.
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan
nutrisi yang akan digunakan pasien. komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari
gastrointestinal, ganggguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria :
 Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
 Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT > 3 detik.
 Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.

Intervensi Rasional
Kaji terhadap adanya tanda kekurangan
volume cairan : kulit dan membrane mukosa
kering, penuruna turgor kulit, oliguria,
kelelahan, penurunan suhu, peningkatan
hematokrit, peningkatan berat jenis urine, dan
hipotensi.
Intervensi pemenuhan cairan :
 Identifikasi faktor penyebab, awitan (onset), Parameter dalam menentukan intervensi
spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan
lain. usia anak atau lanjut usia membeerikan
tingkat keparahan dari kondisi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

 Lakukan pemasangan IVFD Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut,


maka lakukan pemasangan IVFD. Pemberian
cairan intravena disesuaikan dengan derajat
dehidrasi.
Pemberian 1-2 L cairan Ringer laktat dengan
tetesan cepat sebagai kompensasi awal hidrasi
cairan di berikan untuk mencegah syok
hipovolemik (lihat intervensi kedaruratan
syok hipovolemik).

 Dokumentasi dengan akurat tentang asupan Sebagai evaluasi penting dari intervensi

dan haluaran cairan. hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.

Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari
gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.
Intervensi Rasional
 Bantu pasien apabila muntah Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada
usia lanjut dengan perubahan kesadaran.
Perawat mendekatkan tempat muntah dan
memberikan masase ringan pada pundak
untuk membantu menurunkan respons nyeri
dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit.
 Evaluasi kadar elektrolit serum Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari
hilangnya elektrolit dari plasma.

 Dokumentasikan perubahan klinik dan Perubahan klinik seperti penurunan urine


laporkan dengan tim medis. output secara akut perlu diberitahu kepada
tim medis untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya dan menurunkan risiko terjadinya
asidosis metabolik.

 Monitor khusus ketidakseimbangan elektrolit Individu lansia dapat dengan cepat

pada lansia. mengalami dehidrasi dan menderita kadar


kalium rendah (hipokalemia) sebagai akibat
diare. Individu lansia yang menggunakan
digitalis harus waspada terhadap cepatnya
dehidrasi dan hipokalemia pada diare.
Individu ini juga diinstruksikan untuk
mengenali tanda-tanda hipokalemia karena
kadar kalium rendah dapat memperberat kerja
digitalis, yang dapat menimbulkan toksisitas
digitalis.
Kolaborasi dengan tim medis terapi Antimikroba diberikan sesuai dengan
farmakologis : pemeriksaan feses agar pemberian
 Antimikroba. antimikroba dapat rasional diberikan dan
mencegah terjadinya resistensi obat.

Agen ini digunakan untuk menurunkan


frekuensi diare. Salah satu obat yang lazim
 Antidiare/antimotilitas. diberikan adalah loperamide (Imodium).

Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, kecemasan berkurang atau teratasi.


Criteria evaluasi:
- Mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimannya.
- Berpatisipasi dalam program pengobatan
- Melakukan perubahan pla hidup tertentu

Intervensi Rasional

Lakukan manajemen nyeri keperawatan,


meliputi:
 Membuat pengetahuan dasar dan
 Tentukan persepsi pasien tentang memberikan kesadaran kebutuhan belajar
Penyakit individu
 Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosisi, dan Meningkatkan pemahaman dan dapat
kemungkinan efek samping meningkatkan kerjasama dalam program
Evaluasi :
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
1. Nyeri dilaporkan berkurang atau terdaptasi.
2. Status hidrasi optimal.
3. Pemenuhan nutrisi optimal.
4. Pemenuhan informasi kesehatan optimal.
5. Tidak terjadi injuri.
6. Jalan nafas efektif.
7. Tidak terjadi infeksi pascabedah.
8. Penurunan respons kecemasan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Colitis ulseratif merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalani peradangan
dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.colitis ulseratif bisa dimulai
pada umur berapapun,tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun factor keturunan dan respon sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya colitis ulseratif.
Kebanyakan gejala Colitis ulseratif pada awalnya adalah berupa buang air besar yang lebih
sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan diare berdarah.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqim, Arif & Sari, Kumala Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah: Jakarta : Salemba Medika, 2012.

Anda mungkin juga menyukai