Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolitis Ulseratif merupakan salah satu jenis Inflammatory Bowel
Disease(IBD), suatu istilah umum untuk penyakit yang menyebabkan
inflamasi padausus halus dan kolon. Inflammatory Bowel Disease
terdiri atas KolitisUlseratif (KU), Crohn’s Disease (CD), Microscopic
ulcerative, danIndeterminate Colitis (DalamMuttaqin Arif Dan Kumala
Sari, 2011 ),Menurut Noel,Mark,2004.
Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamsi kambuhan
pada mukosa dan submukosa kolon dan rektum.Kolitis Ulseratif juga
merupakan penyakit yang serius,disertai dengan kompksis sitemik dan
angka mortalitas yang tinggi ; sekitar 5% pasien kolitis ulseratif
mengalami kanker kolon ,kolitis ulseratif dicirikan dengan banyak
ulserasi inflamasi yang menyebar ,dan deskuamasi atau peluruhan
epitelium kolonik ,dengan mukosa menjadi edema dan membengkak
,disertai dengan lesi dan abses terus –menerus muncul .kolitis ulseratif
paling banyak menyerang penduduk keturunan kaukasia dan yahudi .
Penyebab dari colitis ulseratif sangat beragam ,meliputi fenomena
autoimun ,faktor genetic ,perokok pasif, pascaapendektomi,dan infeksi.

Penyebab dari colitis ulseratif sangat beragam ,meliputi fenomena


autoimun ,faktor genetic ,perokok pasif, pascaapendektomi,dan infeksi.
Pada fenomena autoimun ,serum,dan mukosa auto-antibodi akan
melawan sel-sel epitel usus yang mungkin terlibat .pada studi individu
dengan colitis ulseratif sering ditemukan antibody p-antineutrophil
cyptolasmic(Dalam Buku 2011 Menurut fioochi,1998) Faktor
kerentanan genetic (kromosom 12 dan 16)adalah faktor yang dikaitkan
dengan kolitis ulseratif

1
B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari colitis ulseratif

2. Untuk mengetahui etiologi dan patogenesis colitis ulseratif

3. Untuk mengetahui patofisiologi colitis ulseratif

4. Untuk menetahui pathway mengenai colitis ulseratif

5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari colitis ulseratif

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kolitis ulseratif adalah gangguan peradangan kronis ideopatik yang
terjadi pada usus besar khususnya bagian kolon desenden.
Kolitis Ulseratif merupakan salah satu jenis Inflammatory Bowel
Disease(IBD), suatu istilah umum untuk penyakit yang menyebabkan
inflamasi padausus halus dan kolon. Inflammatory Bowel Disease
terdiri atas KolitisUlseratif (KU), Crohn’s Disease (CD), Microscopic
ulcerative, danIndeterminate Colitis (Dalam Muttaqin Arif Dan Kumala
Sari, 2011 ),Menurut Noel,Mark,2004

B. Etiologi Dan Patogenesis

Penyebab dari colitis ulseratif sangat beragam ,meliputi fenomena


autoimun ,faktor genetic ,perokok pasif, pascaapendektomi,dan infeksi.

Pada fenomena autoimun ,serum,dan mukosa auto-antibodi akan


melawan sel-sel epitel usus yang mungkin terlibat .pada studi individu
dengan colitis ulseratif sering ditemukan antibody p-antineutrophil
cyptolasmic(Dalam Buku 2011 Menurut fioochi,1998).pada fenomena
yang di perantarai respon imun ,terdapat kelainan humoral dan imunitas
yang diprantai sel atau reaktivitas umum terhadap antigen bakteri usus
.hilangnya toleransi terhadap flora usus normal diyakini merupaka
peristiwa utama dalam pathogenesis penyakit inflamasi usus(khan
,2009).

Faktor kerentanan genetic (kromosom 12 dan 16)adalah faktor


yang dikaitkan dengan kolitis ulseratif.sejarah keluarga yang positif
(diamati pada 1 dari 6 keluarga)berhubungan dengan resiko lebih

3
tinggi untuk terjadinya penyakit (Dalam Muttaqin Arif,Dan Kumala
Sari, 2011 ),Menurut selby,1998.

Perokok pasif dikaitkan dengan kolitis ulseratif,sedangkan perokok


justru lebih rendah untuk terjadi kolitis ulseratif. Kondisi ini merupakan
fenomena terbalik dibandingkan dengan enteritis regional (chro’n
disease) ((Dalam Muttaqin Arif,Dan Kumala Sari, 2011)Menurut
Thomas ,2000 faktor konsumsi makanan ,khususnya yang terbuat dari
susu dapat mengeksaserbasi (meningkatkan) respon penyakit (Dalam
Muttaqin Arif Dan Kumala Sari, 2011 )Menurut
Jayanti,1991.Pascaapendektomi mempunyai asosiasi negative dengan
kolitis ulseratif (DalamMuttaqin Arif Dan Kumala Sari , 2011),
Menurut Le,2008.infeksi tertentu telah terlibat dalam penyakit penyakit
inflamasi usus,misalnya campak,infeksi mikrobakteri
aptikal(Tremaine).

C. Patofisiologi

Kolitisa ulseratif hanya melibatkan mukosa : kondisi ini ditandai


dengan pembentukan abses dan deplesi dari sel-sel Goblet.dalam kasus
yang berat ,submukosa mungkin terlibat ; dalam beberapa kasus ,makin
dalam lapisan otot dinding kolon juga terpengaruh.Kolitis akut berat
dapat mengakibatkan kolitis fulminant atau megakolon toksis,yang
ditandai dengan penipisan dinding tipis ,pembesaran ,serta dilatasi usus
besar yang memungkinkan terjadinya perforasi .penyakit kronis
dikaitkan dengan pembentukan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari
kasus .pada kondisi kronis dan berat juga dihubungkan dengan resiko
peningkatan prekanker kolon,yaitu berupa karsinima insitu atau
dispalsia. Secara anatomis sebagian besar kasus melibatkan
rectum;beberapa pasien juga mengalami mengembangkan iletis
terminal disebabkan oleh katup ileocecal yang tidak kompeten .dalam
kasus ini ,sekitar 30 cm dari ileum terminal biasnya terpengaruh

4
.selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis vakan terlibat
,yaitu meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Akumulasi sel T di dalam lamina propia dari segmen kolon yang


mengalami peradangan.pada pasien dengan ulseratif kolitis ,ini
adalah sel T sititoksik ke epitel kolon.perubahan ini disertai dengan
peningkatan populasi sel B dan sel plasma ,dengan peningkatan
produksi immunoglobulin G(igG) dan immunoglobulin E(igE)
2. Biopsi sampel kolon dari pasien dengan kloitis ulseratif dapat
ditunjukan peningkatan secara signifikan tingkat platelet-activating
factor (PAF).pelepasan PAF di rangsang oleh leukotrienes,
endotoksin atau faktor lain yang mungkin bertanggung jawab atas
peradangan mukosa ,namun proses ini tidak jelas .
3. Antibodi anrtikolonik telah terdeteksi pada pasien kolitis
ulseratif.respon awal kolitis ulseratif adalah edema yang berlanjut
pada terbentuknya jaringan parut dan pembentukan ulkus disertai
adanya perdarahan .lesi berlanjur ,yamg terjadi secara bergiliran
,satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya.proses penyakit mulai pada
rectum dan akhirnya dapat mengenai kolon .pada kondisi ini
,penipisan dinding usus atau ketebalan normal ,tetapi dengan
adanya respons inflamasi local yaitu ; edema,serta akumulasi lemak
dan hipertrofi dari lapisan otot dapat memberikan kesan dinding
ususb menebal sehinga memberikan manifestasi penyempitan
lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus.

5
6
E. Pengkajian

Pengkajian kolitis ulseratif terdiri atas pengkajian anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada anamnesis keluhan
utama yang lazim didapatkan adalah nyeri abdomen, diare , tenesmus
intermiten, dan perdarahan rectal.

Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram


pada kuadran periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa
mendahului diare dan mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan
nyaman setelah BAB. Diare biasanya disertai darah. Pasien melaporkan
mengeluarkan feses cair 10-20 kali sehari. Pasien juga mengeluh saat
BAB seperti ada yang menghalangi.

Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, kondisi ringan karena


kolitis ulseratif adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon,
gejala gejala yang paling umum adalah pendarahan anus , diare, dan
sakit perut. Pada kondisi kolitis ulseratif berat terjadi pada sekitar 10 %
dari pasien, didapat keluhan lainnya yang menyertai, seperti
peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan
penurunan nafsu makan. Pasien dengan kolitis yang parah dapat
mengalami komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan
parah, megakolon toksik, atau perforasi usus.

Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit


dasar yang menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian
predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan,
dan merokok perlu didokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik,

7
seperti DM, hipertensi, dan tuberculosis dipertimbangkan sebagai
sarana pengkajian preoperatif.

Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan


karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan , serta perlunya
pemenuhan informasi prabedah.

Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi tergantung pada sejauh


mana, durasi, dan tingkat keparahan penyakit. Pemeriksaan fisik yang
didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik yang muncul. Pada kilitis
ulseratif berat survei umum pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV
mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare. Suhu badan pasien
akan naik > 38,5 oC dan terjadi takikardia. Pengkajian berat badan yang
disesuaikan dengan tinggi badan dapat menentukan status nutrisi.

Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan :

B1 : takipnea dapat hadir karena sembelit atau sebagai mekanisme

kompensasi asidosis dalam kasus dehidrasi parah.

B2 : Takikardia dapat mewakili anemia atau hipovelemia.

Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi.

B3 : perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan

perfusi otak, pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan

erythematous yang menyakitkan mata.

B4 : oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.

B5 : inspeksi : kram abdomen didapatkan kembung. Pada kondisi


kronis, status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda
kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien
terlihat kronis.

8
Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), menunjukkan
penyakit parah dan kemungkinan perforasi. Nyeri
lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah
Sebuah massa dapat teraba menunjukkan obstruksi
atau megakolon. Pembesaran limfa mungkin
menunjukkan hipertensi portal dari hepatitis
autoimun terkait atau kolangitis sklerosis.

Perkusi : nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.

Auskultasi : bising usus bisa normal, hiperaktif atau hipoaktif.


Nada gemerincing bernada tinggi dapat
ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi.
B6 : kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian
energi setelah nyeri dan diare. Nyetri sendi (arthralgia) adalah
gejala umum yang ditemukan pada penyakit inflamasi usus.
Sendi besar, seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan
tangan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap sendi
dapat terlibat. Pada integumen, kulit pucat mungkin
mengucapkan anemia, penurunan turgor kulit dalam kasus
dehidrasi, eritema,nodosum dapat terlihat pada permukaan
ekstensor.

Pengkajian pemeriksaan diagnostik terdiri atas pemeriksaan


laboratorium, radiografik, dan endoskopik.

1. Pemeriksaan laboratorium (Wu, 2009)


Temuan pada pemeriksaan laboratorium dalam evaluasi kolitis
ulseratif mungkin menunjukkan tanda-tanda berikut.
a. Anemia (yaitu hemoglobin < 14 g/dl pada pria dan 12 g/dl pada
wanita).
b. Trombositosis (yaitu platelet > 350.000/L).

9
c. Peningkatan tingkat sedimentasi (variabel referensi rentang,
biasanya 0-22 mm/jam) dan peningkatan C-rereactive protein
(yaitu > 100 mg/L). Kedua temuan ini berkorelasi dengan
aktivitas penyakit.
d. Hipoalbuminemia (yaitu albumin < 3,5 g/dl ).
e. Hipokalemia ( yaitu kalium <3,5 mEq/L).
f. Hipomagnesemia (yaitu magnesium <1,5 mg/dl )
g. Peningkatan alkalim fosfatase : lebih dari 125 U/L menunjukkan
kolagitis sclerosing primer ( biasanya > 3 kali batas atas dari
kisaran referensi).
h. Pada diagnosis kolitis ulseratif kronis,, pemeriksaan feses yang
cermat dilakukan untuk membedakannya dengan disentri yang
disebabkan oleh organisme usus umum, khususnya entamoeba
histolytica. Feses positif terhadap darah.
2. Pemeriksaan radiografik
a. Foto polos abdomen
Sinar rontgen mungkin menunjukkan dilatasi kolon, dalam kasus
yang parah bisa didapatkan megakolon toksik. Selain itu, bukti
perforasi, obstruksi, atau ileus juga dapat diamatik (khan, 2009).
b. Studi kontras barium.
Barium enema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan.
Dengan barium enema dapat dilihat adanya megakolon toksik,
kondisi ulkus, dan penyempitan kolon. Selain itu, enema barium
akan menunjukkan iregularitas mukosal, pemendekan kolon, dan
dilatasi lengkung usus (Dalam Buku 2011 ,Menurut Carucci, 2002).

c. CT Scan.
Secara umum CT scan memainkan peran yang yang kecil dalam
diagnosis kolitis ulseratif. CT scan dapat menunjukkan penebalan
dinding kolon dan dilatasi bilier primer kolangitis sklerosis (Dalam
Muttaqin Arif Dan Kumala Sari, 2011), Menurut Carucci, 2002.

10
3. Prosedur endoskopi.
Endoskopi dapat menunjukkan mukosa yang rapuh, mukosa
terinflamasi dengan eksudat dan ulserasi. Temuan di sigmoidoskopi
fleksibel dapat memberikan diagnosis kolitis. Tujuan lain dari
pemeriksaan ini adalah untuk mendokumentasikan sejauh mana
progreresivitas penyakit , untuk memantau aktivitas penyakit, dan
sebagai survailens untuk displasia atau kanker . namun, berhati-hati
dalam upaya kolonoskopi dengan biopsi pada pasien dengan penyakit
parah karena resiko yang mungkin perforasi atau lainnya komplikasi
(DalamMuttaqin Arif Dan Kumala Sari, 2011), Menurut rajwal, 2004

a. Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Intervensi yang dilakukan , meliputi hal-hal berikut (Wu, 2009).


1. Terapi Farmakologi.
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
untuk mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut
ini :
a. Tumor necrosis factor (TNF) inhibitors. Agen ini mencegah
sitokin endogen dari mengikat ke reseptor permukaan sel dan
mengarahkan aktivitas biologis.
b. Immunomdulators. Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari
sistem kekebalan tubuh.
c. Antibiotik. Antibiotik belum terbukti memberikan keuntungan
yang konsisten dari beberapa uji coba terkontrol untuk
pengobatan koitis ulseratif aktif. Akan tetapi, biasanya
diberikan pada dasar empiris pada pasien dengan kolitis yang
parah dan dapat membantu menghindari suatu infeksi yang
mengancam jilbab jiwa.

11
F. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri b.d iritasi intestinal,diare,kram abdomen,respons


pembedahan

b. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat

c. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh


dan muntah

G. Rencana keperawatan

a. Nyeri b.d iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons


pembedahan

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau


teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
1. secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
2. Skala nyeri : 0-1(0-4)
3. TTV dalam batas normal wajah pasien rileks
Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan Penfekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi
nonfarmakologi dan noninvasif lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi
nyeri

12
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan meliputi:
Pendekatan PQRST dapat secara
Kaji nyeri dengan pendekatan komprehensif menggali kondisi
PQRST nyeri pasien.

P : penyebab nyeri dapat


diakibatkan oleh respon
diare, kram abdomen, dan
sembelit atau kerusakan
jaringan pasca bedah

Q : Kualitas nyeri seperti tumpul,


kram, dan mulas

R : Area nyeri pada abdomen


bawah kiri

S : Pasien mengalami skala nyeri


3 (0-4)

T : Nyeri bertambah bila tidak


bisa melakukan BAB

13
1) Beri oksigen nasal bila Pemberian oksigen dilakukan
skala nyeri diatas 3 untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pada saat pasien
mengalami nyeri pacabedah yang
dapat menganggu kondisi
hernodinamik
2) Istirahatkan pasien pada
saat nyeri muncul biasakan
pasien untuk BAB di
Istirahat diperlukan untuk
tempat tidur
mnurunkan peristaltic
usus.istirahat secara fisiologis dan
melakukan BAB di tempat tidur
akan menurunkan kebutuhan
oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
3) Atur posisi fisiologis
metabolisme basal pada aktivitas
dan menurunkan kelatihan pasca
nyeri.

Pengaturan posisi semi fowler


dapat membantu merelaksasi otot
4) Beri kompres hangat pada –otot abdomen pascabedah
abdomen sehingga dapat menurunkan
stimulus dari luka pascabedah

Memberikan respons
5) Ajarkan teknik relaksasi
vasodilatasi.kompres ini hanya
pernapasan dalam pada saat
dilakukan pada pasien tanpa
nyeri muncul
pembedahan

14
6) Ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri
Meningkatkan intake oksigen
sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia spina
7) Lakukan manajemen
sentuhan Distraksi(pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus
internal

Berupa sentuhan dukungan


psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri

15
Tingkatkan pengetahuan tentang sebab- Pengetahuan yang akan dirasakan
sebab nyeri dan menghubungkan berapa menbantu mengurangi nyerinya dan dapat
lama nyeri akan berlangsung membantu mengembangkan kepatuhan
pasien terhadap rencana terapeutik

Kolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian:
Untuk membantu menghambat
a) Analgetik via intravena stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri
di korteks serebri sehingga nyeri dapat
berkuran

Penurunan respon diare dapat menurunkan


b) Antidiare stimulus nyeri

b. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang
adekuat

16
Tujuan : setelah 3x24 jam kepada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan

Kriteria evaluasi:

1. Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat


2. Keluhan mual dan muntah berkurang
3. Secara subjektif melaporkan peningkatan nafsu makan
4. Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg

Intervensi Rasional

Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat Pemberian nutrisi pada pasien dengan enteritis
toleransi individu regional bervariasi sesuai dengan kondisi klinik
dan tingkat toleransi individu

Sajikan makanan dengan cara yang Membantu merangsang nafsu makanan.hal ini
menarik dapat diberikan bila toleransi oral tidak menjadi
masalah pada pasien

Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan Diet diberikan dengan paien dengan gejala
rendah lemak malabsorbsi akibat hilangnya fungsi
peneyerapan permukaan mukosa khususnya
penyerapan lemak.keterlibatan ileum terminal
dapat mengakibatkan steatorrhea(buang air
besar dengan feses bercampur lemak)

Fasilitas pasien memperoleh diet dengan Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi
kandungan serat timggi pasien dengan penyakit kolon karena fakta
bahwa serat makanan dapat diubah menjadi
rantai pendek asam lemak,yang menyediakan
bahan bakar untuk penyembuhan mukosa kolon

17
Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah Diet rendah serat biasanya diindikasikan untuk
serat pada gejala obstruksi pasien dengan gejala obstruksi

Fasilitasi untuk pemberian nutrisi Nutrisi parenteral total digunakan bila gejala
parenteral total penyakit usus inflamasi bertambah
berat.dengan TPN perawat dapat
mempertahankan catatan akurat tentang intake
dan output cairan,serta berat badan pasien
setiap hari.berat badan pasien harus meningkat
0,5 kg setiap hari selama terapi urine diuji
setiap hari terhadap adanya glukosa,aseton dan
berat jenis bila TPN digunakan.pemberian
makan yang tinggi protein,rendah lemak dan
residu dilakukan setelah terapi TPN karena
makanan ini dicerna terutama pada
jejunum,tidak merangsang sekresi usus dan
memungkinkan usus beristirahat.intoleransi
dicatat bila pasien menunjukkanmuntah,diare
atau distensi abdomen

Pantau intake dan output,anjurkan untuk Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi
timbang berat badan secara dan dukungan cairan
periodic(sekali seminggu)

Lakukan perawatan mulut Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi


oral

18
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan
jenis nutrisi yang akan di gunakan pasien komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu

c. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d diare,kehilangan cairan


dari gastrointestinal,gangguan absorbs usus besar,pengeluaran eletrolit dari
muntah

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit Kriteria
1. Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal,kesadaran
optimal
2. Membrane mukosa lembab, turgor kulit normal,CRT >3 detik
3. Laboratorium:Nilai elektrolit normal,analisis gas darah normal
Intervensi Rasional

Kaji terhadap adanya tanda kekurangan Sebagai parameter dasar


volume cairan kulit dan membrane untuk pemberian intervensi
mukosakering, penurunanturgor terapi cairan atau
kulit,oliguria,kelelahan,penuruan pemenuhan hidrasi
suhu,peningkatan hematokrit,peningkatan
berat jenis urine dan hipotensi

19
Intervensi pemenuhan cairan :

1) Identifikasi factor penyebab Parameter dalam


awitan(onset),spesifikasi usia dan menentukan intervensi
adanya riwayat penyakit lain kedaruratan.adanya riwayat
keracunan dan usia anak
atau lanjut usia
memberikan tingkat
leparahan dari kondisi
ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit

2) Lakukan Pemasangan IVFD

Apabila kondisi diare dan


muntah berlanjut,maka
lakukan pemasangan
IFVD.Pemberian cairan
intravena disesuaikan
dengan derajat dehidrasi
pemberian 1-2 L cairan
ringer laktat dengan tetesan
cepat sebagai kompensasi
3) Dokumentasi dengan akurat tentang awal hidrasi cairan
asupan keluaran cairan diberikan untuk mencegah
syock hipovolemik

Sebagai evaluasi penting


dari intervensi hidrasi dan
mencegah terjadinya over
hidrasi

20
4). Bantu pasien apabila muntah Aspirasi muntah dapat
terjadi pada usia lanjut
dengan perubahan
kesadaran. perawat
mendekatkan tempat
muntah dan memberikan
massase ringan pada
pundak untuk membantu
menurunkan respon
nyeri dari muntah

Intervensi pada penurunan kadar elektrolit

1) Evaluasi kadar eletrolit serum Untuk mendekteksi


adanya kondisi
hiponatremi dan
hipokalemi sekunder
dari hilangnya elektrolit
2) Dokumentasikan perubahan klinik
dan plasma
dan laporkan dengan tim medis
Perubahan klink seperti
penurunan urine output
secara akut perlu
diberitahu kepada tim
medis untuk
3) Monitor khusus ketidakseimbangan mendapatkan intervensi
elektrolit pada lansia selanjutnya dan
menurunkan resiko
terjadinya asidosis
metabolik

Individu lansia dapat

21
dengan cepat mengalami
dehidrasi dan menderita
kadar kalium rendah
sebagai akibat diare.

Kolaborasi dengan tim medis terapi Diberikan sesuai dengan


farmakologis: pemeriksaan feses agar
pemberian antimikroba
1) Anti mikroba
dapat rasional diberikan
dari mencegah
terjadinya resistensi obat

Agen ini digunakan


2) Antidiare
untuk menurunkan
frekuensi diare salah
satu obat yang lazim
diberikan adalah
loperamide

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah gangguan peradangan kronis ideopatik yang
terjadi pada usus besar khususnya bagian kolon desenden.
Penyebab dari colitis ulseratif sangat meliputi: fenomena autoimun,
faktor genetic ,perokok pasif,pasca apendektomi,dan infeksi.

B. Saran
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau
pembaca, agar dapat menjaga kesehatan terutama mengkonsumsi
makanan, pola gaya hidup, sehingga proses percernaan di dalam tubuh
manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang.

23

Anda mungkin juga menyukai