BAB I
PENDAHULUAN
kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi,
alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis
kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari
Oppenheimer pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn
traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum. Wilks dan Moxon telah lebih
dari satu abad mengenal Kolitis Ulserativa sebagai proses inflamasi idiopatik yang
bersifat kronis dan hilang timbul serta terbatas pada mukosa kolon dan rektum.
Proses inflamasi yang terjadi pada Kolitis Ulserativa relatif homogen pada
mukosa yang dimulai pada rektum dan melibatkan kolon kearah proksimal
(Basson, 2015).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif,
penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan
salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease (IBD), selain Crohn disease.
Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian dari traktus
gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan dapat terlihat
memiliki dampak emosional dan sosial pada pasien yang terkena, dan ditandai
dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik (Basson,
2015).
kambuhan yang terutama menyerang usus besar. Lesinya bersifat kontinu dan
kapiler, edema, hemoragi, dan ulserasi. Hal ini menimbulkan hipertrofi muscular
dan deposisi jaringan fibrosa dan lemak, yang memberi tampilan usus pipa
inflamasi usus karena penyebab yang tidak diketahui, biasanya mengenai lapisan
B. EPIDEMIOLOGI
kolitis ulserativa. Angka kejadian pertahunnya adalah 10,4-12 kasus per 100.000
orang. Tingkat prevalensi adalah 35-100 kasus per 100.000 orang. Kejadian kolitis
Colitis lebih banyak terjadi pada ras kulit putih daripada ras di Afrika,
Amerika atau Hispanik. Kejadian kolitis ulserativa dilaporkan terjadi 2-4 kali
lebih tinggi pada ras Yahudi Ashkenazi. Namun, studi populasi di Amerika Utara
Penderita kolitis ulseratif terjadi puncaknya pada usia 15-25 tahun dan yang
terendah pada usia 55-65 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada orang dari segala
usia namun jarang terjadi pada orang di bawah usia 10 tahun . Dua dari 100.000
anak-anak menderita kolitis, namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratifa
terjadi pada orang berusia 20 tahun atau lebih muda (Basson, 2015).
C. ETIOLOGI
Etiologi pasti dari colitis ulseratif masih belum diketahui, tetapi penyakit
lingkungan, disfungsi imun, dan predisposisi genetik. Ada beberapa sugesti bahwa
anak dengan berat badan lahir di bawah rata-rata yang lahir dari ibu dengan colitis
(Basson, 2015).
4
meskipun penemuan ini tidak berhubungan dengan kondisi pasien, dan adanya
ulseratif bisa dipengaruhi oleh makanan, meskipun makanan hanya sebagai faktor
sekunder. Antigen makanan atau bakterial dapat berefek pada mukosa usus yang
tertentu dari penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal
ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik
(Silvio, 2011).
1. Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang
kulit hitam dan orang Cina. Hal ini menunjukkan bahwa ada predisposisi
2. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus-
menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang sedemikian
diisolasi. Laporan awal isolate varian dinding sel Pseudomonas atau agem
masih dikonfirmasi.
5
3. Faktor imunologik
IgG3, sub tipe yang respon terhadap protein dan antigen T-cell dependent.
Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, IL-8 dan
Sitokin juga terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor
superoksida dan spesies oksigen reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil,
D. PATOGENESIS
sedikit yang memdukung adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD.
Hipotesis yang kedua adalah bahwa dietary antigen atau agen mikroba non
atau produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol pada flora
fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon imun yang tidak terkontrol
pada flora normall kolon.Hipotesis ketiga adalah bahwa pencetus IBD aadalah
suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal.Pada teori ini pasien
karena keasaman antara antigen llumenal dan protein. Hipotesis autoimun ini
Imun respon cell mediated juga terlibat dalam pathogenesis IBD. Ada
terhadap protein dan antigen T-cell- dependent. Ada juga peningkatan produksi
sitokin proinflamasi (IL-1,IL- 6,IL-8 dan tumor necrosis factor) terutama pada
respon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin
juga terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Factor imun yang lain
oksigen reaktif yang lain oleh akitivitas netrofil, mediator soluble yang
netrofil lekotrien dan nitrit oksida yan menyebabkan vasodilatasi dan edema
(Damajanti, 2005).
E. PATOFISIOLOGI
reaksi inflamasi pada lapisan dan di dinding usus sehingga terjadi pembengkakan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadi diare danm absorbs yang kurang
dan elekrolit tubuh sehingga masuk dalam tahap dehidrasi sehingga volume cairan
akibat asupan dari bahan makanan yang tidak dapat diarbsobsi dengan baik, tetapi
bahan tersebut larut dalam air sehingga akan menyebabkan retensi air dalam
Diare sekretorik terjadi akibat peningkat sekresi ion-ion dalam lumen usus
sehingga proses absorbsi terganggu dan menyebabkan peningkatan protein dan zat
lain dalam lumen usus disertai retensi cairan. Adanya darah atau leukosit dalam
tinja biasanya mengindikasikan proses inflamasi. Diare dari peradangan pada usus
misalnya colitis ulseratif adalah diare akibat proses inflamasi. Kolitis ulseratif
epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut,
yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses
penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon.
yang meluas sehingga terjadi perdarahan yang terus- menerus maka dapat terjadi
anemia. Tukak yang meluas dan ada pengobatan masuk dalam tahap kronik
menimbulkan psikologis sehingga timbul masalah cemas( Price dan Sylvia, 2005).
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala klinis
kasus berat. Pada penyakit ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang
sistemik. Derajat klinik colitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan
anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove) (Edy,
2013).
10
pertama yang berat ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara
panjangnya kolon yang terlibat. Pada colitis ulseratif, terdapat reksi radang
mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan
tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. Perjalanan klinis colitis
gangguan sistemik.
occult fecal blood. Peningkatan LED, nyeri perut tidak khas, atau
Ringan (50-60%) Diare, perdarahan rektum ringan, nyeri perut, tidak ada
gangguan sistemik.
anemia ringan.
2. Gambaran Laboratorium
derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang
endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit berat.
3. Gambaran Radiologi
terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit
struktur haustra menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak ada,
sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses tidak akan
emergensi. Apabila terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat
tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun pada foto toraks tegak
(Edy, 2013).
4. Gambaran Endoskopi
melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rectum
rectum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri (left side colitis), dan 8%
seringkali eksudat yang terdiri atas mucus, darah dan nanah. Kerapuhan
landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen dengan
ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut. Biposi rectal bisa
memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa
(Ariestine, 2008).
14
Bentuk ulkus :
+ +++
Diameter
+ +++
Dalam
+ +++
Bentuk linear(longitudinal)
Keterangan : 0 = tidak ada, ++++ = sangat diagnostik (karakteristik)
5. Gambaran Histopatologi
sama, jarak antar kripta sama, dan dasar dekat muskularis mukosa. Sel-sel
15
khas untuk colitis ulseratif adalah adanya abses kripti, distorsi kripti,
(Djojoningrat, 2006).
Keterangan :
muskularis mukosa
ulseratif.
2. Basal plasmositosis
4. Abses kripta
6. Permukaan viliformis
H. DIAGNOSIS
A. Anamnesa
Biasanya pada anamnesis keluhan utama pasien adalah perut terasa sakit.
Perut dirasakan seperti keram. Selain itu, tiap kali buang air besar pasien
menetes. Kemudian tidak terdapat benjolan saat buang air besar. Buang air
B. Pemeriksaan Fisik
normal, nadi normal, suhu tubuh agak tinggi, frekuensi nafas normal. Pada
lapang perut. Pada kasus yang berat dimungkinkan juga adanya penurunan
berat badan. Hasil colon in loop : terdapat penebalan dinding usus, haustra
tidak tampak pada kolon desenden, terdapat gambaran pipe like sign,
C. Pemeriksaan Laboratorium
(Djojoningrat, 2006).
ditemukan pada 80% Kolitis Ulserativa dan 45% pada Penyakit Crohn.
D. Pemeriksaan Endoskopi
diskret atau aphthae pada mukosa dengan eksudat sentral dan eritema dan
daerah mukosa yang normal (skip area). Pada Kolitis Ulserativa, kelainan
mukosa difus dan kontinyu dengan edema, eritema, dan erosi mukosa serta
pseudopolyp (Priyanto,2009).
berulang (Priyanto,2009).
I. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa sulit ditegakkan. Beberapa kelainan yang
enterokolitis karena infeksi (bakteri dan parasit, kelainan sistem imunitas (seperti
J. PENATALAKSANAAN
pada kelompok rentan, maka diusahakan mengeliminasi hal tersebut dengan cara
Pada prinsipnya, pengobatan IBD ditujukan pada serangan akut dan terapi
acetil salicylic acid (5-ASA) dan obat kortikosteroid (baik sistemik maupun
topikal). Bila gagal, maka diberikan obat lini kedua yang pada umumnya bersifat
1. Terapi medikamentosa
Karena histamin terdapat pada enterochromaffin like cell, sel mast dan
melalui reseptor H1, H2, H3 dan H4. Hiperplasia sel mast pada
2. Terapi bedah
Megakolon toksik
Perforasi
Striktur
anastomosis antara kantong (pouch) distal ileum dengan rektum distal (cuff).
pullthrough atau ileal pouch-anal anastomosis. Modifikasi terbaru dari operasi ini
rectum distal mendekati bagian atas linea dentate (1-4 cm). anastomosis ileal
pouch distal rectum ini lebih mudah dikerjakan terkadang tanpa harus dilakukan
K. KOMPLIKASI
yang terlibat, terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, megakolon toksik
Diperkirakan risiko terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13% (Djojoningrat,
2006).
L. PROGNOSIS
Sebagian besar anak (70%) dengan Kolitis Ulserativa mengalami remisi dalam 3
bulan setelah terapi inisial dan kurang lebih 50% remisi dalam 2 tahun. Koletomi
dalam 5 tahun setelah diagnosis terjadi pada 26% kasus derajat berat dibanding
10% kasus derajat ringan. Anak dengan proktitis, 70% akan mengalami penyakit
meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma
adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan luas colitis
Daftar Pustaka
Arisetine, Dina Aprilia. 2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek
Etiologi, Klinik dan Patogenesa.
Basson, M. D. 2015. Ulcerative Colitis.
http://emedicine.medscape.com/article/183084-overview.
Damajanti V, dkk.2005. Inflammatory Bowel Diseease,colitis Ulseratif
dan Penyakit Crohn. Jakarta : Pusat informasi dan penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Djojoningrat, Dharmika. Inflammatory Bowel Disease : Alur Diagnosis
dan Pengobatannya di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi ke-
IV. Hal. 384-388. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Edy, M. F. 2013. Perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan
IBD. CDK-203/Vol. 40 no 4.
Fauci, Anthony S., et all. 2009. Inflammatory Bowel Disease. Harrisons
Manual of Medicine 17th Edition. Hal. 836-840. United States of America :
Mc.Graw Hill.
Fogel, W.A., et all. 2005. The Role of Histamine in Experimental
Ulcerative Colitis in Rats. Inflammation Research Volume 54.
Glickman RM. 2000. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan
Penyakit Chron). Dalam : Asdie AH,editor. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Volume 4 Edisi 13. Jakarta :EGC.
McQuaid, K. R. 2005. Alimentary Tract in Current Medical Diagnosis &
Treatment, 44th ed. Mc Graw-Hill companies.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Priyanto, A, Sri L. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika.
Silvio Danese, M. D., and Claudio Fiocchi, M.D. N Engl J Med 2011;
365:1713-1725 DOI: 10.1056/NEJMra1102942.