Misoprostol
Disusun oleh :
Reno A.R. Rayendra. S ked 030.05.
Siti Asriyani.S ked 030.07.247
Yovita Devi Kornelin 030.08.
Pembimbing :
Dr.Ratna Trisyani ,Sp OG
0
Periode 30 September 2013 7 Desember 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat dide-
esterifikasi menjadi obat aktif : asam misoprostol.Kadar puncak serum asam
misoprostol direduksi jika misoprostol diminum bersama makanan.
3. Indikasi
Oksitosik
4. Efek samping
Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40 %
pasien dengan AINS yang menerima 800g / hari. Diare biasanya akan membaik
dalam kurang lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan
misoprostol kadang-kadang mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau
perdarahan vaginal.
2
5. Kontra indikasi
Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 gqid. Diberiksan bersama
makanan, jika dosis ini tidak ditolerir : 100g qid dapat digunakan. Bentuk
sediaan : tablet 100,200g. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan
diklofenak.
7. Contoh obat
KEGUNAAN MISOPROSTOL
Terdapat banyak artikel ilmiah yang telah diterbitkan di beberapa jurnal yang
menunjukkan manfaat misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi (Alfirevic Z,2005).
Di antara manfaat tersebut adalah untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan
penatalaksanaan kala tiga persalinan dan penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.
3
1 Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester I
Pematangan serviks sebelum aborsi dengan kuretase
Misoprostol yang diberikan peroral sama efektifnya
dengan pemberian pervaginam. Misoprostol 400 g dosis tunggal
yang diberikan 3 jam sebelum dilakukan kuretase lebih efektif
daripada dosis 200 g. Efek samping lebih sering timbul pada
kelompok misoprostol.
Aborsi Medis
Dosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi
kehamilan pada trimester pertama adalah 800 g pervaginam dan
dapat diulang hingga 3 kali dengan interval 24 sampai 48 jam.
Sekitar 85 94% mengalami abortus komplit. Dosis misoprostol
oral yang digunakan antara 200-400g, misoprostol intravaginal
200-600 g dan sublingual 200-400 g dengan interval
pengulangan 3-6 jam. Didapatkan bahwa misoprostol vaginal
lebih efektif daripada oral dalam hal interval waktu inisiasi-
aborsi. Kedua rute tersebut dikatakan memiliki efektivitas yang
sama dalam hal durasi prosedur, insidens komplikasi
postoperatif, durasi perdarahan postoperatif, dan interval pada
periode menstruasi pertama. Misoprostol oral dan sublingual
memiliki efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kontraktilitas uterus dan interval waktu inisiasi-abortus. Efek
samping yang umumnya ditemukan adalah mual, muntah, diare,
nyeri perut, sakit kepala. Demam dan menggigil lebih sering
ditemukan pada pemberian sublingual dan pemberian peroral
lebih sering menimbulkan kontraksi uterus yang irregular.
Abortus inkomplit
Terapi kegagalan kehamilan trimester pertama dengan 800
g intravaginal aman dan dapat diterima dengan tingkat
kesuksesan sebesar 84%. Dapat disimpulkan bahwa abortus
dengan menggunakan misoprostol adalah alternatif dari prosedur
kuretase (Zhang A, 2005).
4
Abortus tertunda
Misoprostol 800g intravagina (400 g setiap 4 jam
sampai dengan 3 dosis, jika dibutuhkan) menawarkan alternatif
terapi yang efektivitasnya baik dan aman dibandingkan kuretase
(Behrasi M, 2006).
2 Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester III
Pematangan serviks dan induksi persalinan
Misoprostol yang diberikan peroral maupun pervaginam
lebih efektif dibandingkan plasebo dalam hal mencapai
persalinan pervaginam dalam 24 jam dengan namun
hiperstimulasi uterus tanpa perubahan denyut jantung janin
sering didapatkan. Regimen dosis yang digunakan berkisar
antara 12.5 g per 6 jam hingga 50 g per 6 jam yang diberikan
peroral atau pervaginam. Misoprostol yang diberikan pervaginam
lebih efektif daripada yang diberikan peroral (Alfirevic Z, 2008).
Penelitian yang membandingkan misoprostol dan dinoproston
memberikan hasil bervariasi. Beberapa penelitian menyebutkan
tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya (Dodd JM,
2006), namun penelitian lain menyebutkan misoprostol lebih
efektif (Papanikolaou EG, 2004). Bila dibandingkan dengan
oksitosin, maka misoprostol membutuhkan waktu lebih singkat
untuk menimbulkan kontraksi sampai bayi lahir (Ezechi OC,
2008. Efek samping yang ditimbulkan adalah hiperstimulasi
uterus, peningkatan jumlah neonatus yang dirawat di ruang
perawatan intensif (13.5%) (Dodd JM, 2006), takisistol (De
Aquino MMA, 2003) dan peningkatan denyut jantung janin
(Papanikolaou EG, 2004).
3 Aspek legal dan penggunaan misoprostol pada keadaan khusus
Berdasarkan aspek legal, misoprostol tidak dapat digunakan pada
kehamilan karena sampai saat ini misoprostol hanya
diregistrasikan untuk penatalaksanaan ulkus gaster dan duodenal
yang refrakter terhadap antagonis H2-reseptor.13
5
Di bidang obstetrik, misoprostol diberikan untuk induksi pada
aborsi trimester pertama dan kedua, menginduksi persalinan pada
trimester ketiga, dan mengendalikan HPP. Tidak satupun dari
penggunaan diatas disetujui oleh FDA. Namun demikian,
misoprostol sangat banyak dipergunakan di AS dan diseluruh
dunia. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang
besar untuk menentukan risiko dari manfaat yang memungkinkan
(Moore ML, 2002).
6
4 Berikut ini adalah beberapa kasus pada kehamilan yang memerlukan perhatian
khusus pada penggunaan misoprostol, yaitu:
Pada kasus kehamilan dengan bekas SC. Angka kejadian ruptur pada
penggunaan misoprostol meningkat di trimester 3. Sedangkan di trimester 1
dan 2 tidak menunjukkan perbedaan bermakna.
Pada kasus suspek CPD, sebenarnya tidak ada perbedaan angka ruptur,
namun tidak boleh diterima begitu saja karena terdapat beberapa hal yang
sebaiknya dipertimbangkan:
Pada kasus kehamilan multiple dan grande multi. Walaupun bukan dari
penelitian RCT maupun sistematiic review, namun beberapa penelitian
menunjukkan misoprostol dapat aman digunakan pada kasus pada kehamilan
multipel dan grande mullti selama tidak ada kontraindikasi obstetrik.
7
Pada kematian mudigah, blighted ovum, abortus medicinalis, abortus
inkomplit dan insipiens. Misoprostol dapat digunakan dengan aman (sesuai
dosis) untuk kasus-kasus tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk
abortus inkomplit/ insipiens dimana biasanya sedang/ telah terjadi
perdarahan yang banyak, sedangkan misoprostol membutuhkan waktu untuk
dapat bekerja.
a Pada abortus infeksiosa dan missed abortion: sering kali telah terjadi perlekatan dalam
kavum uteri, hingga penggunaan misoprostol tidak cukup untuk mengeluarkan seluruh
jaringan. Kondisi ini meningkatkan resiko sepsis.
b Pada mola hidatidosa: karena jaringan mola yang banyak dan miometrium yang tipis,
penggunaan misoprostol meningkatkan resiko tertinggalnya jaringan mola dan ruptur
uteri.
DAFTAR PUSTAKA
8
Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and
gynecology [Online]. Oktober 2005. Diunduh dari: http:// www.misoprostol.org/
Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N
Engl J Med 2001, 344:38-47.
Papanikolaou EG, Plachouras N, Drougia A, Andronikou S, Vlachou
C,Stefos T, et.al. Comparison of Misoprostol and Dinoprostone for elective
induction of labour in nulliparous women at full term: A randomized prospective
study. Reproductive Biology and Endocrinology 2004, 2:70
Zhang A Comparison of Medical Management with Misoprostol and
Surgical Management for Early Pregnancy Failure. N Engl J Med 2005,353(8).
9
10
BAGIAN KEPANITERAAN OBGYN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH :
MARCELINA WIDIASTUTI
C111 04 229
PEMBIMBING :
dr. NIGELIA RENALDI AHFRIANI
SUPERVISOR :
dr. NASRUDIN, A.M, Sp.OG
11
2012
12
PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM
KEHAMILAN
I. Deskripsi
Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik yang
diakui oleh FDA (food and drug adminstration) untuk pencegahan dan
penanganan ulkus gaster akibat dari penggunaan NSAID juga telah
menjadi obat yang penting dalam bidang obstetri dan ginekologi karena
memiliki mekanisme kerja uterotonika dan pematangan serviks serta dapat
digunakan untuk aborsi medisinalis dan pencegahan perdarahan
pospartum. Misoprostol dipasarkan dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet
100 g dan 200 g. Nama kimianya adalah Methyl 7-{3-hydroxy-2-[(E)-4-
hydroxy-4-methyloct-1-enyl]-5-oxocyclopentyl} heptanoate, Misoprostol
bersifat stabil dan larut dalam air.1,2
Membran lipid merupakan subtrak untuk sintesis dari eicosanoids
dan platelet activating factor (PAF). Berikutnya akan terbentuk
prostaglandin, prostasiklin, tromboxan A2, leukotrien, lipoxin dan
hepoxilin merupakan produk dari pemecahan asam arakidonat. Pemecahan
ini menggunakan enzim endoperoxide G/H sintesis yang dikenal dengan
cyclooxygenase (Cox). Terdapat dua isoform yang berbeda yaitu cox-1 dan
cox-2 . Di mana jalur cox-1 digunakan secara fisiologi secara terus
menerus pada hampir semua sel di dalam tubuh (housekeeping)
sedangkan jalur cox-2 dipengaruhi oleh sitokin, keadaan inflamasi dan
kanker. Adapun skema pemecahan dan hasil dari metabolisme asam
arakidonat melalui jalur siklooksigenase dapat dilihat pada gambar 1.3,4
13
Gambar 1. Jalur siklooksigenase pemecahan asam arakidonat3
Misoprostol disebut juga dengan alprostadil dan rumus kimianya
adalah C22H38o5 di mana stabil dalam suhu ruangan, tahan lama dan
harganya murah yang menyebabkan menjadi fokus penelitian pada bidang
obgyn selama 25 tahun. Struktur kimia dari misoprostol dapat dilihat pada
gambar 2.5
Obat-obat anti inflamasi non-steroid menghambat produksi
prostglandin pada kedua sistem siklooksigenase sehingga juga
menghambat produksi prostaglandin yang berfungsi untuk sekresi mukus
dan bikarbonat mukosa dinding lambung sehingga pengembangan awal
misoprsotol awalnya digunakan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus
peptikum yang berkaitan dengan penggunaan obat-obat anti inflamasi non-
steroid.3,4,5
14
Pada otot polos vaskuler prostaglandin menyebabkan relaksasi
pada otot polos vaskuler sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi.
Pada traktus gastrointestinal akan terjadi kontraksi pada otot longitudinal
dan otot sirkuler sehingga dapat terjadi keram kolik pada otot pencernaan,
menurunkan kadar pepsin dalam keadaan basal tetapi tidak pada saat
rangsangan histamin. Pada dosis 50-200 mcg, menghambat sekresi basal
dan nokturnal dari asam lambung dan juga sekersi asam lambung sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan (makanan, histamin ,pentagastrin dan
kopi). Pada otot polos pernapasan terjadi kontraksi pada otot polos jalan
napas perifer dan beberapa kali lebih kuat dibanding histamin, juga
merangsang sekresi mukus bronkus dan menyebabkan edem mukosa
sehingga misoprostol di kontraindikasikan pada pasien asma. Pada ginjal,
prostaglandin menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomerulus melalui
efek vasodilatasi pada aliran darah ginjal. Pada sistem saraf pusat,
prostaglandin meningkatkan temperatur tubuh, merangsang kantuk dan
menghambat pengeluaran norepinefrin pada ujung saraf postganglion
simpatik. Pada mata prostaglandin menurunkan tekanan intraokuler
melalui peningkatan eksresi aqueous humor pada bilik mata depan melaui
jalur uveoscleral. Efek pada uterus yaitu merangsang kontraksi uterus.
Sensitivitas uterus meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada
serviks, misoprostol menyebabkan peningkatan aktivitas kolagenase dan
mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan pelembutan dan
penipisan serviks. Di bidang obstetri-ginekologi, efek ini dimanfaatkan
untuk aborsi elektif, induksi persalinan, dan untuk evakuasi uterus dalam
kasus kematian janin intrauterin. Efek kontraksi uterus juga bermanfaat
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum. Efek samping yang
sering terjadi setelah pemakaian misoprostol antara lain mual, muntah,
diare, kramp perut, demam, menggigil.3,4,5
15
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal
maupun rektal. Misoprostol sangat mudah diserap, dan menjalani de-
esterifikasi cepat menjadi asam bebas, yang berperan dalam aktivitas
kliniknya dan tidak seperti senyawa asalnya, metabolit aktifnya ini dapat
dideteksi di dalam plasma. 3,4,5,6
Setelah pemberian per oral, asam misoprostol mencapai kadar
puncak (Tmaks) setelah 123 menit dengan waktu paruh 20-40 menit.
Misoprostol terutama mengalami metabolisme di hati tetapi tidak
menginduksi sistem enzim sitokrom hepatik P-450 sehingga interaksinya
dengan obat-obat lain dapat diabaikan. Pada semua rute pemberian,
absorbsi terjadi sangat cepat, tetapi yang paling cepat bila misoprostol
diberikan secara oral (mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit,
waktu paruh 20-30 menit). Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau
sublingual membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, memiliki nilai
puncak lebih rendah (konsentrasi puncak setelah 60 menit), tetapi efeknya
lebih menetap. Jika misoprostol diberikan pervaginam, maka efek pada
saluran reproduksi akan meningkat sedangkan di saluran cerna akan
menurun. Jika tablet misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina,
konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma mencapai puncak setelah
dua jam dan menurun dengan perlahan. Pemberian misoprostol lewat
vagina menimbulkan konsentrasi asam misoprostol dalam plasma secara
perlahan meningkat dan nilai puncaknya juga lebih rendah bila
dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara keseluruhan pengaruh
obat lebih tinggi (gambar 4)5,6
16
berbeda. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan berbagai rute
pemberian misoprostol dilihat dari onset dan lamanya reaksi5,7
17
dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus jika digunakan dalam
dosis yang tinggi. Oleh karena itu, pemakaiannya harus mengikuti dosis
yang dianjurkan dan tidak melebihi dosis tersebut. Misoprostol dapat
diberikan secara oral, dibawah lidah (sublingual), vaginal atau rektal.
Bioavalibilitas untuk masing-masing cara pemberian berbeda sehingga dosis
yang tepat harus dengan cara pemberian yang tepat. 5,8,9
18
Secara umum pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester
pertama, kedua, ketiga serta pada penanganan perdarahan pasca persalinan
yang direkomendasikan oleh Weeks A dalam Int J Gynaecology Obstetrics
(2007) dapat dilihat pembagiannya pada tabel 2. 8,10
19
Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada
umumnya direkomendasikan pada daerah di mana uterotonika tidak
tersedia atau terlalu mahal. Pada daerah dengan sumber daya terbatas (low-
resource settings), keamanan pemakaian misoprostol hendaknya
diperbandingkan dengan metode aborsi yang tidak aman seperti ramuan
herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja. 8,10
Efek teratogenik misoprostol pada manusia umumnya terjadi pada
percobaan aborsi yang gagal. Diduga kontraksi uterus akibat pemakaian
misoprostol menyebabkan perdarahan pada janin dan pada plasenta
sehingga mengurangi suplai darah dan mengakibatkan hipoksia dan
hipoperfusi plasenta, yang berakhir pada kelainan bawaan. Laporan efek
teratogenik terbanyak berasal dari Brazil yang tingkat pemakaian
misoprostol oleh pasien sendiri sangat tinggi. Dari 69 laporan kasus
kelainan kongenital berkaitan dengan pemakaian misoprostol, hampir
semua berasal dari Brazil (97%). Berbagai kelainan dapat terjadi, yang
amat terkenal adalah Sindroma Mobius berupa paralisis nervus fasialis
bilateral dan keterlibatan nervi kranialis lain (nervus V, VI, dan XII, dan
jarang-jarang nervus III dan IV).5,8,10
Kelainan ekstremitas yang paling sering adalah berupa ekuinovarus,
dan hilangnya jari-jari yang terjadi pada sekitar 40% kasus, 25% lainnya
berupa kelainan ekstremitas atas. Dua per lima dari kasus (40,6%)
melibatkan kelainan genitalia, mata, dan palatum. Sebuah laporan kasus
dari Pakistan (2006) menyebutkan terjadinya anomali multipel pada
seorang bayi yang terpapar misoprostol saat usia kehamilan 8 minggu.
Terdapat anomali multipel berupa defek tulang frontonasal, protrusio
duramater, jaringan kulit kepala, mikrosefali dan ekuinovarus. Penelitian
pada hewan memberi efek yang bervariasi. Sebagian studi melaporkan
bahwa misoprostol tidak menunjukkan efek teratogenik pada tikus dan
kelinci sampai pemberian 600 kali dosis maksimal pada manusia. Namun
studi lain melaporkan adanya kelainan berupa spina bifida, defek vertebra
bagian kaudal, hernia umbilikalis, dan gastroskizis.5,8,10
20
Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester I 5,8,10
1. Pematangan serviks sebelum aborsi dengan kuretase
Misoprostol yang diberikan peroral sama efektifnya dengan pemberian
pervaginam. Misoprostol 400 g dosis tunggal yang diberikan 3 jam
sebelum dilakukan kuretase lebih efektif daripada dosis 200 g. Efek
samping lebih sering timbul pada kelompok misoprostol.
2. Aborsi Medis
Dosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi kehamilan pada
trimester pertama adalah 800 g pervaginam dan dapat diulang hingga 3
kali dengan interval 24 sampai 48 jam. Sekitar 85 94% mengalami
abortus komplit. Dosis misoprostol oral yang digunakan antara 200-400g,
misoprostol intravaginal 200-600 g dan sublingual 200-400 g dengan
interval pengulangan 3-6 jam. Didapatkan bahwa misoprostol vaginal
lebih efektif daripada oral dalam hal interval waktu inisiasi-aborsi. Kedua
rute tersebut dikatakan memiliki efektivitas yang sama dalam hal durasi
prosedur, insidens komplikasi postoperatif, durasi perdarahan postoperatif,
dan interval pada periode menstruasi pertama. Misoprostol oral dan
sublingual memiliki efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kontraktilitas uterus dan interval waktu inisiasi-abortus. Efek samping
yang umumnya ditemukan adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, sakit
kepala. Demam dan menggigil lebih sering ditemukan pada pemberian
sublingual dan pemberian peroral lebih sering menimbulkan kontraksi
uterus yang irregular.
3. Abortus inkomplit
Terapi kegagalan kehamilan trimester pertama dengan 800 g intravaginal
aman dan dapat diterima dengan tingkat kesuksesan sebesar 84%. Dapat
disimpulkan bahwa abortus dengan menggunakan misoprostol adalah
alternatif dari prosedur kuretase.
21
4. Abortus tertunda
Misoprostol 800 g intravagina (400 g setiap 4 jam sampai dengan 3
dosis, jika dibutuhkan) menawarkan alternatif terapi yang efektivitasnya
baik dan aman dibandingkan kuretase.
22
2. Pengakhiran kehamilan pada janin mati dan janin hidup dengan
malformasi kongenital
Penggunaan misoprostol 200 g intravaginal setiap 4 jam pada
kehamilan trimester II (1523 minggu) menunjukkan tingkat abortus yang
lebih tinggi pada kehamilan dengan janin mati (92.1%) daripada janin
hidup malformasi (68.8%) dengan tingkat kemaknaan 0.05. Tidak terdapat
komplikasi mayor dan perbedaan yang bermakna pada insidens efek
samping.
23
Penggunaan Misoprostol pada perdarahan pasca persalinan 5,8,9,10
Penyebab terbanyak perdarahan pasca persalinan ialah atonia uteri,
sehingga misoprostol selain bermanfaat untuk pencegahan perdarahan
post-partum juga dapat dipakai untuk pengelolaan perdarahan post-partum.
Dalam suatu penelitian deskriptif didapatkan bahwa misoprostol dapat
menghentikan perdarahan post-partum yang tidak responsif dengan
pemberian oksitosin dan metilergometrin. Penelitian tersebut melibatkan
14 wanita yang mendapat 1000 g misoprostol per rektal setelah pemberian
okstosin dan metilergometrin, dan pada semua kasus perdarahan berhenti
dalam waktu 3 menit setelah pemberian misoprostol. Dalam statement
bersama yang dikeluarkan oleh International Confederation of Midwives
(ICM) dan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
menyampaikan bahwa misoprostol mungkin merupakan satu-satunya
teknologi yang tersedia untuk pengelolaan perdarahan post-partum pada
kondisi sarana terbatas
A. Pencegahan perdarahan pasca persalinan
Manajemen Aktif Kala III meliputi :
1. Pemberian uterotonika segera setelah bahu bayi lahir.
Pemberian oksitosin dapat menurunkan kejadian perdarahan pasca
persalinan sampai dengan 40%. Oksitosin merupakan obat pilihan
untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan karena mempunyai
effektivitas yang sama dengan ergot alkaloid dan prostaglandin
tetapi dengan effek samping yang lebih rendah. Misoprostol juga
dapat berperan pada pencegahan pasca persalinan bila oksitosin
tidak tersedia, meskipun misoprostol mempunyai efek samping
lebih besar tetapi murah, stabil terhadap panas dan cahaya dan
tidak memerlukan alat suntik.
2. Penarikan tali pusat terkendali.
Penarikan tali pusat terkendali terbukti dapat menurunkan kejadian
perdarahan pasca persalinan sampai dengan 68% dibandingkan
dengan tindakan membiarkan plasenta terlepas spontan.
24
3. Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir saat
ini mulai banyak ditinggalkan. Penundaan penjepitan dan
pemotongan tali pusat selama 60 detik dapat meningkatkan
cadangan besi dan mengurangi anemia pada bayi, terutama penting
pada bayi preterm dan daerah-daerah miskin. Sebagai gantinya saat
ini ditambahkan tindakan masase uterus setelah plasenta lahir
sebagai bagian dari manajemen aktif kala III.
Misoprostol efektif digunakan untuk menurunkan insidens
perdarahan pascapersalinan dan menurunkan jumlah perdarahan.
Dosis misoprostol yang digunakan berkisar antara 200 g, 400 g,
dan 600 g yang diberikan sublingual, peroral, dan per-rektal.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara misoprostol
dengan oksitosin maupun misoprostol dengan metilergometrin.
Misoprostol menimbulkan efek samping berupa kram abdominal,
menggigil dan hiperpireksia pada ibu yang lebih besar.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N
Engl J Med 2001, 344:38-47.
2. Food and Drugs Administration. Cytotec (misoprostol) [pamphlet]. Food
and Drugs Administration; 2006.
3. Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ. The Eicosanoids: Prostaglandins,
Thromboxanes, Leukotrienes, and Related compounds. In Basic and
Clinical Pharmacology 11th Edition. China:McGraw-Hill Companies.
Chapter 18.
4. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton Iain. Lipid-Derived
Autacoids: Eicosanoids and Platelet-Activating Factor. In Goodman and
Gilmanss Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA:McGraw-Hill
Companies. P.416-427
5. Bellad MB, Goudar S. Misoprostol : Theory and Practice. Available at :
http://www.sapienspublishing.com/pph_pdf/PPH-Chap-12.pdf
6. Doggrell SA. Misoprostol for the Treatment of Early Pregnancy Failure.
Current Clinical Pharmacology. 2007 February : 1-9
7. Weeks A, Faundes A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. Int J
Gynaecol Obstet 2007 99: S156-167
8. Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and
gynecology [Online]. Oktober 2005. Diunduh dari: http://
www.misoprostol.org/
9. Cunningham, Leveno, Bloom et al. Williams Obstetrics 23rd edition. USA :
McGraw-Hills Companies. Chapter 22 and Chapter 35
10. Depkes RI. Penggunaan Misoprostol di Bidang Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta. Depkes RI. 2008: Hal 64-75
26