Kondisi ini bermula dengan peradangan pada lapisan usus besar yang disertai dengan luka dan
bisul. Seseorang yang sudah melewati usia 30 tahun lebih beresiko terkena kolitis ulseratif,
walaupun penyakit ini dapat menyerang siapa saja.
Faktor keturunan (genetika) juga memainkan peran, karena seseorang dengan anggota keluarga
yang memiliki penyakit ini kemungkinan besar akan mendapatkannya juga.
Nyeri pada perut yang akan bertambah parah ketika perut disentuh atau ditekan
Kram
Diare – Apabila penyakit sudah sangat parah, pasien dapat mengalami gejala diare
sebanyak 20 kali per hari
Pendarahan pada dubur
Lendir pada tinja
Demam
Kehilangan nafsu makan atau merasa tidak lapar
Penurunan berat badan
Sembelit
Kekurangan sel darah merah (Anemia)
Selama penyakit ini menimpa seseorang, terdapat beberapa masalah kesehatan lainnya seperti:
Nyeri sendi
Sakit mata
Gangguan pada hati
Pasien yang sudah menderita gejala kolitis ulseratif selama delapan tahun atau lebih akan
dianjurkan oleh dokter ahli untuk mendapatkan pemeriksaan kanker. Semakin lama Anda
terjangkit kolitis ulseratif, maka semakin besar resiko Anda terjangkit kanker usus. Pemeriksaan
kanker secara teratur dapat membantu mendeteksi kanker usus lebih awal, sehingga Anda lebih
berpeluang untuk melawan penyakit.
Setelah memeriksa gejala Anda, dokter akan melakukan pemeriksaan dan tes fisik, yang
meliputi:
Tes Darah – Tes darah akan menunjukan apakah ada peradangan atau infeksi yang
terjadi di dalam tubuh
Sampel tinja – layaknya tes darah, sampel tinja dapat menunjukkan adanya infeksi
melalui sel darah putih, dokter juga akan memeriksa apakah ada darah pada tinja, karena
hal ini akan menunjukan masalah pada usus
Teropong usus (Kolonoskopi) – ini adalah tes dimana peralatan tipis yang menyala
dimasukan ke dalam usus untuk memeriksa peradangan atau adanya bisul. Selama
kolonoskopi, dokter mungkin akan mengambil contoh dari lapisan usus Anda dan
memeriksanya di laboratorium; inilah yang di sebut biopsi. Sangat penting untuk
memeriksakan luka radang usus secara hati-hati karena beberapa penyakit lain mungkin
menyebabkan gejala yang sama seperti penyakit Crohn, sindrom iritasi usus besar atau
IBS, diverculitis, atau kanker usus
Setelah didapatkan hasilnya, dokter akan membahas pilihan pengobatan yang tersedia, karena
luka radang usus mempengaruhi pasien pada tingkatan yang berbeda-beda, sehingga
perencanaan perawatan seseorang akan berbeda dengan pasien lainnya. Meski begitu, semua
perencanaan perawatan akan berfokus kepada pencapaian dua tujuan:
Untuk gejala ringan, pengobatan mungkin hanya terdiri dari obat untuk melawan diare. Meski
begitu, jika gejalanya lebih parah, dokter akan memberi beberapa resep, seperti obat steroid, i,
dan obat khusus yang menekan atau mengurangi respon kekebalan tubuh.
Penelitian juga menunjukan bahwa gejala luka radang usus mungkin disebabkan oleh beberapa
makanan, sehingga pasien juga dianjurkan untuk mengikuti pola makan sehat secara teratur.
Namun, sebelum diet yang tepat dapat ditentukan, sangat penting untuk mencoba dan mencari
tahu jenis makanan apa yang menyebabkan datangnya nyeri. Hal ini akan membantu Anda untuk
menyadari makanan yang Anda santap, dan jika Anda merasakan gejalanya, cobalah untuk
menuliskan makanan yang baru Anda santap tersebut. Pada waktunya, hal ini akan membantu
Anda untuk mengenali jenis makanan yang menyebabkan serangan sehingga Anda bisa
menghindarinya.
Untuk kasus dengan gejala yang sudah sangat parah dan obat-obatan atau pola makan tidak
membantu, Anda mungkin membutuhkan pembedahan dimana usus besar Anda akan di buang.
Pembuangan usus besar akan menyembuhkan luka radang usus selamanya, dan akan mencegah
kanker usus. Meski begitu, dokter hanya akan menganjurkan pembedahan pembuangan usus
untuk kasus yang sangat parah karena ini adalah pembedahan dengan resiko yang cukup tinggi.
Hal ini akan dilakukan jika potensi manfaat lebih besar dibandingkan dengan resikonya.
Kecuali pembedahan di lakukan, luka radang usus dapat mengganggu seseorang bertahun-tahun.
Meskipun akan sulit hidup dengan kondisi tersebut, kondisi tersebut dapat diatur sehingga
seseorang dapat memiliki gaya hidup yang normal.
Rujukan:
Danese S, Fiocchi C. (2011). “Kolitis ulserativa.” The New England Journal of Medicine.
Ford A, Moayyedi P, Hanauer S, Kirsner J. (2013). “Kolitis ulserativa.” The British
Medical Journal.
Osterman MT, Lichtenstein GR. (2010). “Kolitis ulserativa.” Sleisenger and Fordtran’s
Gastrointestinal and Liver Disease, 9th ed. vol. 2.
American Gastroenterological Association. (2010). AGA medical position statement on
the diagnosis and management of colorectal neoplasia in inflammatory bowel disease.”
Gastroenterology.
Watkinson G. (1968). “The medical treatment of kolitis ulserativa.” Postgraduate
Medical Journal.
Kornbluth A, Sachar DB. (2010). “Kolitis ulserativa practice guidelines in adults:
American College of Gastroenterology, Practice Parameters Committee.” American
Journal of Gastroenterology.
Bagikan informasi ini: