Anda di halaman 1dari 7

Selamat datang di UC Channel edisi membahas buku, pada kesempatan kali ini kita akan

melanjutkan pembahasan Bagian sebelas yang merupakan bagian terakhir dari Buku Sejarah
Tuhan Karya karena Armstrong yang berjudul “Adakah Masa Depan Bagi Tuhan?”
Bagian sebelas dari buku Sejarah Tuhan Karya Karen Armstrong membahas tentang masa depan
agama di dunia modern. Seperti yang sudah dijelaskan Pada Bagian Pendahuluan buku ini,
bahwa Tuhan yang dibahas dalam buku ini yaitu Tuhan dalam konteks agama monoteisme
yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Demikian juga dengan bagian terkahir dari buku yang
membahas tentang perdebatan mengenai eksistensi Tuhan dalam agama kristen dan cara
pandang orang Yahudi dan Islam mengenai keberadaan dari Tuhan yang di Imani. Dengan
demikian armstrong memberikan sebuah pertanyaan yang menyiratkan makna bahwa akankah
kita akan tetap percaya kepada Tuhan dan akankah manusia masih tetap beragama ditengah
perkembangan zaman yang semakin maju dengan perkembangan teknologi yang makin pesat?
Armstrong memulai bagian buku ini dengan menggambarkan kondisi dunia saat ini dimana ia
menyatakan bahwa menjelang akhir milenium kedua kita melihat dengan jelas bahwa dunia yang kita
kenal sedang sekarat, manusia telah menciptakan berbagai senjata yang bisa sewaktu-waktu
mengancurkan manusia di muka bumi, bencana ekologis terus mengintai, virus yang menyebabkan
wabah penyakit terus mengancam keselamatn manusia, jumlah penduduk yang terus meningkat yang
bisa saja membuat bumi ini over kapasitas dan yang perlu direnungkan adalah kita sedang hidup pada
masa dimana generasi-generasi pendahulu kita menyatakan bahwa akhir dunia sudah dekat. Lalu
masihkah kita akan perpegang teguh pada keyakinan kepada Tuhan atau kita akan menjadi bagian dari
golongan yang menolak eksistensi Tuhan ditengah ketidakpastian dunia ini. Pertanyaan semacam ini
bukan sesuatu yang baru, akan tetapi terus diperdebatkan dari masa ke masa salah satunya seperti yang
sudah dibahas pada bagian sebelumnya yaitu pada Abad sembilan belas ketika Friedrich Nietzsche
munculnya dengan pernyataan bahwa Tuhan Sudah Mati.
Perdebatan tentang benarkah Tuhan itu ada seperti yang digambarkan oleh Tokoh Agama dan
haruskah percaya kepada Tuhan seperti yang dikonsepkan dalam Kristen Barat serta perbedaan
cara menginterpretasikan Tuhan dalam agama Yahudi dan Islam terus mewarnai kehidupan
beragama sampai saat ini.
Perbedaan pendapat tentang Tuhan dalam agama Kristen terjadi antara tokoh-tokoh yang
percayaan dengan keberadaan Tuhan dan dengan mereka yang mengatakan bahwa Tuhan
tidak ada dan kita tidak perlu percaya tentang Tuhan karena semua yang ada didunia ini bisa
dijelaskan dengan ilmu pengetahuan atau sains. Kaum sekularis abad kesembilan belas dan awal
abad kedua puluh memandang ateisme sebagai kondisi kemanusiaan yang tidak dapat dihapuskan pada
era ilmiah. Ateisme tidak lagi merupakan ideologi segelintir pelopor intelektual, tetapi telah menjadi
keyakinan yang menyebar luas. Di masa lalu, ateisme selalu diakibatkan oleh gagasan tertentu tentang
Tuhan, namun kini tampaknya ateisme telah kehilangan hubungan dengan teisme dan menjadi respons
automatis terhadap pengalaman hidup di tengah masyarakat sekular. Bagi orang-orang memiliki
pengalaman yang tidak mengenakan dengan agama tentu pendapat tentang Keb.

Ada beberapa tokoh yang diungkapkan pada bagian ini

Jean-Paul Sartre adalah seorang filsuf berkebangsaan Prancis yang hidup pada abad ke-20. Ia
berbicara tentang lubang berbentuk-Tuhan dalam relung kesadaran manusia, tempat yang pernah diisi
oleh Tuhan. Namun, dia berpendapat bahwa sekiranya Tuhan sungguh-sungguh ada, dia tetap perlu
ditolak sebab gagasan tentang Tuhan menafikan kemerdekaan kita. Sartre menolak ajaran agama
tradisional yang menyatakan bahwa kita mesti menyesuaikan diri dengan gagasan Tuhan tentang
kemanusiaan untuk menjadi manusia yang utuh. Sebaliknya, Sartre justru berpendapat bahwa kita mesti
melihat umat manusia sebagai wujud kebebasan.

Albert Camus adalah seorang adalah seorang filsuf, penulis, jurnalis, dan aktivis politik Perancis yang
hidup antara Tahun 1913 sampai tahun 1960. Ia berpendapat bahwa orang harus menolak Tuhan secara
membabi buta agar cinta mereka tercurah sepenuhnya kepada umat manusia. Pendapatnya ini
berdasarkan alasan masa lalu, dimana keberadaan Tuhan pernah digunakan untuk mematikan
kreativitas, dan apabila Tuhan dijadikan jawaban untuk menyelimuti semua masalah yang mungkin
timbul, Tuhan tentu akan melumpuhkan rasa kagum ataupun kerja keras kita. Ateisme yang konsisten
dan bersemangat bisa menjadi lebih religius dibandingkan teisme yang penuh ketakutan atau tak
memadai.

Paul Van Buren adalah seorang Teolog Kristen dan juga merupakan penulis yang lahir pada tahun
1924 dan meninggal pada tahun 1998. Ia menyatakan bahwa pembicaraan tentang Tuhan sudah tidak
mungkin lagi dilakukan di dunia ini. Sains dan teknologi telah meruntuhkan mitologi kuno. Kita mesti
bertahan tanpa Tuhan dan berpegang kepada Yesus dari Nazareth. lnjil merupakan kabar baik tentang
seorang merdeka yang memerdekakan orang lain. Yesus dari Nazareth adalah pembebas, "manusia yang
mendefinisikan apa arti menjadi manusia".

Karen Armstrong berpendapat bahwa agama masih memiliki peran penting dalam kehidupan
manusia, meskipun tantangan yang dihadapinya semakin besar.
Pada bagian ini Armstrong membahas

Judul: Gagasan tentang Tuhan: Tantangan dan Harapan di Masa Depan

Pendahuluan:

Buku "Sejarah Tuhan" karya Karen Armstrong membahas tentang gagasan tentang
Tuhan dan bagaimana gagasan tersebut akan bertahan di masa depan. Buku ini
menjelaskan bahwa gagasan tentang Tuhan telah mampu menjawab tuntutan zaman
selama 4.000 tahun, tetapi pada abad kita ini, semakin banyak orang yang
merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka.

Isi:

Buku ini dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama membahas tentang gerakan
menjauh dari ide tentang Tuhan personal yang berperilaku seperti diri kita dan
bagaimana doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Bagian kedua membahas
tentang bagaimana dunia yang kita kenal sedang sekarat dan bagaimana gagasan
tentang Tuhan akan bertahan di masa depan.

Bagian pertama

Buku ini menjelaskan bahwa konsep tentang Tuhan personal yang campur tangan
dalam kejadian alam atau menjadi "sebab yang independen bagi kejadian alam"
membuat Tuhan menjadi objek alamiah di samping yang lain, sebuah objek di tengah
objek-objek lain, sebuah wujud di antara wujud-wujud yang lain, mungkin yang tertinggi,
meskipun demikian tetap sebuah wujud. Hal ini jelas bukan hanya merusak sistem
fisikal, melainkan juga merusak setiap gagasan bermakna tentang Tuhan.

Buku ini juga menjelaskan bahwa gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan personal ini
tidak hanya terbatas pada konsep personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek
yang lebih luas dan kompleks. Doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme
sistem mistikal berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Dalam hal
ini, buku ini menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak hanya terbatas pada
konsep personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas dan kompleks.

Bagian kedua

Buku ini menjelaskan bahwa kita hidup dalam masa di mana kita menghadapi berbagai
masalah besar seperti perang, bencana ekologis, dan kelaparan. Meskipun demikian,
buku ini menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik dan
relevansi bagi sebagian orang.

Buku ini juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang Tuhan telah mampu
menjawab tuntutan zaman selama 4.000 tahun, tetapi pada abad kita ini, semakin
banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka. Namun, buku ini
juga membahas tentang bagaimana orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan
keagamaan konvensional tetap kembali kepada tema-tema sentral yang telah
ditemukan dalam sejarah Tuhan.

Kesimpulan:
Buku "Sejarah Tuhan" karya Karen Armstrong memberikan gambaran yang kompleks
dan komprehensif tentang gagasan tentang Tuhan. Buku ini menunjukkan bahwa
gagasan tentang Tuhan telah mengalami berbagai perubahan dan evolusi selama
ribuan tahun, dan bahwa gagasan tersebut masih memiliki daya tarik dan relevansi bagi
sebagian orang di masa depan.

Judul: Gagasan tentang Tuhan: Antara Kematian dan Harapan

Pendahuluan:

Buku "Sejarah Tuhan" karya Karen Armstrong membahas tentang gagasan tentang
Tuhan dan bagaimana gagasan tersebut akan bertahan di masa depan. Buku ini
menjelaskan bahwa gagasan tentang Tuhan telah mampu menjawab tuntutan zaman
selama 4.000 tahun, tetapi pada abad kita ini, semakin banyak orang yang
merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka.

Isi:

Buku ini dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama membahas tentang gerakan
menjauh dari ide tentang Tuhan personal yang berperilaku seperti diri kita dan
bagaimana doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Bagian kedua membahas
tentang bagaimana dunia yang kita kenal sedang sekarat dan bagaimana gagasan
tentang Tuhan akan bertahan di masa depan.

Bagian pertama

Buku ini menjelaskan bahwa konsep tentang Tuhan personal yang campur tangan
dalam kejadian alam atau menjadi "sebab yang independen bagi kejadian alam"
membuat Tuhan menjadi objek alamiah di samping yang lain, sebuah objek di tengah
objek-objek lain, sebuah wujud di antara wujud-wujud yang lain, mungkin yang tertinggi,
meskipun demikian tetap sebuah wujud. Hal ini jelas bukan hanya merusak sistem
fisikal, melainkan juga merusak setiap gagasan bermakna tentang Tuhan.

Buku ini juga menjelaskan bahwa gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan personal ini
tidak hanya terbatas pada konsep personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek
yang lebih luas dan kompleks. Doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme
sistem mistikal berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Dalam hal
ini, buku ini menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak hanya terbatas pada
konsep personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas dan kompleks.

Bagian kedua

Buku ini menjelaskan bahwa kita hidup dalam masa di mana kita menghadapi berbagai
masalah besar seperti perang, bencana ekologis, dan kelaparan. Meskipun demikian,
buku ini menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik dan
relevansi bagi sebagian orang.

Buku ini juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang Tuhan telah mampu
menjawab tuntutan zaman selama 4.000 tahun, tetapi pada abad kita ini, semakin
banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka. Namun, buku ini
juga membahas tentang bagaimana orang-orang yang tidak memiliki kepercayaan
keagamaan konvensional tetap kembali kepada tema-tema sentral yang telah
ditemukan dalam sejarah Tuhan.

Kesimpulan:

Buku "Sejarah Tuhan" karya Karen Armstrong memberikan gambaran yang kompleks
dan komprehensif tentang gagasan tentang Tuhan. Buku ini menunjukkan bahwa
gagasan tentang Tuhan telah mengalami berbagai perubahan dan evolusi selama
ribuan tahun, dan bahwa gagasan tersebut masih memiliki daya tarik dan relevansi bagi
sebagian orang di masa depan.
Buku "Sejarah Tuhan" membahas tentang gagasan tentang Tuhan dan bagaimana
gagasan tersebut akan bertahan di masa depan. Buku ini menjelaskan bahwa gagasan
tentang Tuhan telah mampu menjawab tuntutan zaman selama 4.000 tahun, tetapi pada
abad kita ini, semakin banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat bagi
mereka, dan ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan fungsi, ia pun akan
terlupakan. Namun, buku ini juga membahas tentang bagaimana orang-orang yang
tidak memiliki kepercayaan keagamaan konvensional tetap kembali kepada tema-tema
sentral yang telah ditemukan dalam sejarah Tuhan. Buku ini juga membahas tentang
gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan personal yang berperilaku seperti diri kita dan
bagaimana doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Selain itu, buku ini juga
membahas tentang bagaimana dunia yang kita kenal sedang sekarat dan bagaimana
gagasan tentang Tuhan akan bertahan di masa depan. Buku ini juga membahas tentang
ateisme dan bagaimana kaum Positivis logis percaya bahwa keyakinan keagamaan
merupakan ketidakdewasaan yang akan dituntaskan oleh sains. Buku ini juga membahas
tentang teolog radikal tahun 1960-an yang secara antusias mengikuti Nietzsche dan
memproklamasikan kematian Tuhan. Buku ini juga membahas tentang bagaimana
kematian Tuhan mewakili keheningan yang dibutuhkan sebelum Tuhan bisa kembali
menjadi bermakna.

Buku "Sejarah Tuhan" menjelaskan bahwa meskipun semakin banyak orang yang tidak
memiliki kepercayaan keagamaan konvensional, namun mereka tetap kembali kepada
tema-tema sentral yang telah ditemukan dalam sejarah Tuhan. Hal ini menunjukkan
bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik dan relevansi bagi sebagian
orang. Selain itu, buku ini juga membahas tentang gerakan menjauh dari ide tentang
Tuhan personal yang berperilaku seperti diri kita dan bagaimana doktrin semacam
Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal berupaya menunjukkan bahwa
Tuhan melebihi personalitas. Dalam hal ini, buku ini menunjukkan bahwa gagasan
tentang Tuhan tidak hanya terbatas pada konsep personalitas, tetapi juga mencakup
aspek-aspek yang lebih luas dan kompleks. Selain itu, buku ini juga membahas tentang
bagaimana dunia yang kita kenal sedang sekarat dan bagaimana gagasan tentang Tuhan
akan bertahan di masa depan. Meskipun banyak orang yang meragukan keberadaan
Tuhan, namun buku ini menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya
tarik dan relevansi bagi sebagian orang.

Buku "Sejarah Tuhan" membahas tentang gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan
personal yang berperilaku seperti diri kita dan bagaimana doktrin semacam Trinitas dan
mitologi serta simbolisme sistem mistikal berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi
personalitas. Buku ini menjelaskan bahwa konsep tentang Tuhan personal yang campur
tangan dalam kejadian alam atau menjadi "sebab yang independen bagi kejadian alam"
membuat Tuhan menjadi objek alamiah di samping yang lain, sebuah objek di tengah
objek-objek lain, sebuah wujud di antara wujud-wujud yang lain, mungkin yang tertinggi,
meskipun demikian tetap sebuah wujud. Hal ini jelas bukan hanya merusak sistem fisikal,
melainkan juga merusak setiap gagasan bermakna tentang Tuhan. Buku ini juga
menjelaskan bahwa gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan personal ini tidak hanya
terbatas pada konsep personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas
dan kompleks. Doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Dalam hal ini, buku ini
menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak hanya terbatas pada konsep
personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas dan kompleks.

Buku "Sejarah Tuhan" membahas tentang bagaimana dunia yang kita kenal sedang
sekarat dan bagaimana gagasan tentang Tuhan akan bertahan di masa depan. Buku ini
menjelaskan bahwa kita hidup dalam masa di mana kita menghadapi berbagai masalah
besar seperti perang, bencana ekologis, dan kelaparan. Meskipun demikian, buku ini
menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik dan relevansi
bagi sebagian orang. Buku ini juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang
Tuhan telah mampu menjawab tuntutan zaman selama 4.000 tahun, tetapi pada abad
kita ini, semakin banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka, dan
ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan fungsi, ia pun akan terlupakan. Namun,
buku ini juga membahas tentang bagaimana orang-orang yang tidak memiliki
kepercayaan keagamaan konvensional tetap kembali kepada tema-tema sentral yang
telah ditemukan dalam sejarah Tuhan. Selain itu, buku ini juga membahas tentang
gerakan menjauh dari ide tentang Tuhan personal yang berperilaku seperti diri kita dan
bagaimana doktrin semacam Trinitas dan mitologi serta simbolisme sistem mistikal
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Dalam hal ini, buku ini
menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak hanya terbatas pada konsep
personalitas, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas dan kompleks.

Buku "Sejarah Tuhan" membahas tentang ateisme dan bagaimana kaum Positivis
logis percaya bahwa keyakinan keagamaan merupakan ketidakdewasaan yang
akan dituntaskan oleh sains. Buku ini menjelaskan bahwa sejak 1950-an, para
filosof linguistik telah mengkritik Positivisme logis, dengan mengemukakan
bahwa apa yang disebut Ayer Prinsip Verifikasi juga tidak bisa diverifikasi. Pada
masa sekarang, kita cenderung untuk tidak seoptimis itu terhadap sains, yang
hanya bisa menjelaskan alam fisikal. Wilfred Cantwell Smith menunjukkan bahwa
kaum Positivis logis menempatkan diri mereka sebagai ilmuwan pada masa
ketika, untuk pertama kalinya dalam sejarah, sains memandang alam terpisah
secara eksplisit dari manusia. Buku ini juga menjelaskan bahwa kaum Positivis
logis percaya bahwa keyakinan keagamaan merupakan ketidakdewasaan yang
akan dituntaskan oleh sains. Mereka berpendapat bahwa sains merupakan satu-
satunya sumber pengetahuan yang dapat diandalkan karena dapat diuji secara
empirik. Namun, buku ini juga menunjukkan bahwa tidak semua orang beragama
berpaling kepada "Tuhan" untuk memperoleh penjelasan tentang alam. Banyak
yang memandang dalil-dalil itu sebagai pengalih perhatian. Sains dirasa
mengancam hanya oleh orang Kristen Barat yang punya kebiasaan membaca
kitab suci secara harfiah dan menafsirkan doktrin seakan-akan doktrin itu
merupakan fakta objektif. Para ilmuwan dan filosof yang tak menyisakan ruang
bagi Tuhan dalam sistem mereka biasanya menyebut Tuhan sebagai Sebab
Pertama, sebutan yang akhirnya ditinggalkan oleh orang Yahudi, Muslim, dan
Kristen selama abad pertengahan.

Buku "Sejarah Tuhan" menjelaskan tentang teolog radikal tahun 1960-an yang secara
antusias mengikuti Nietzsche dan memproklamasikan kematian Tuhan. Thomas J. Altizer,
seorang teolog radikal, mengklaim bahwa "kabar baik" tentang kematian Tuhan telah
membebaskan kita dari perbudakan kepada ilah transenden yang tiranik. Altizer
berbicara dalam terma mistikal tentang gelap malam jiwa dan nestapa keterasingan.
Kematian Tuhan mewakili keheningan yang dibutuhkan sebelum Tuhan bisa kembali
menjadi bermakna. Altizer juga mengatakan bahwa hanya dengan menerima dan
bahkan menghendaki kematian Tuhan di dalam pengalaman kita barulah kita bisa
terbebas dari sesuatu yang transenden di atas, sesuatu yang asing di atas yang telah
dikosongkan dan digelapkan oleh alienasi-diri Tuhan di dalam Kristus.Buku ini juga
menjelaskan bahwa teolog radikal seperti Altizer mengikuti pandangan Nietzsche
tentang kematian Tuhan. Nietzsche mengkritik agama karena dianggap menghambat
perkembangan manusia dan menghalangi manusia untuk mencapai potensi tertingginya.
Nietzsche mengatakan bahwa manusia harus membebaskan diri dari agama dan
menciptakan nilai-nilai baru yang berdasarkan pada kebebasan dan kemandirian.
Kematian Tuhan menurut Nietzsche merupakan suatu kejadian yang tidak dapat
dihindari dan merupakan awal dari era baru di mana manusia harus menciptakan nilai-
nilai baru.Namun, buku ini juga menunjukkan bahwa pandangan teolog radikal tentang
kematian Tuhan tidak diterima oleh semua orang. Banyak orang masih memandang
agama sebagai sumber kebenaran dan makna dalam hidup mereka. Selain itu, buku ini
juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik
dan relevansi bagi sebagian orang, meskipun dunia yang kita kenal sedang sekarat dan
kita menghadapi berbagai masalah besar seperti perang, bencana ekologis, dan
kelaparan.
Buku "Sejarah Tuhan" menjelaskan bahwa teolog radikal tahun 1960-an mengikuti
pandangan Nietzsche tentang kematian Tuhan. Mereka memproklamasikan kematian
Tuhan sebagai suatu keheningan yang dibutuhkan sebelum Tuhan bisa kembali menjadi
bermakna. Thomas J. Altizer, seorang teolog radikal, mengklaim bahwa "kabar baik"
tentang kematian Tuhan telah membebaskan kita dari perbudakan kepada ilah
transenden yang tiranik. Altizer berbicara dalam terma mistikal tentang gelap malam
jiwa dan nestapa keterasingan. Kematian Tuhan mewakili keheningan yang dibutuhkan
sebelum Tuhan bisa kembali menjadi bermakna. Altizer juga mengatakan bahwa hanya
dengan menerima dan bahkan menghendaki kematian Tuhan di dalam pengalaman kita
barulah kita bisa terbebas dari sesuatu yang transenden di atas, sesuatu yang asing di
atas yang telah dikosongkan dan digelapkan oleh alienasi-diri Tuhan di dalam
Kristus.Namun, buku ini juga menunjukkan bahwa pandangan teolog radikal tentang
kematian Tuhan tidak diterima oleh semua orang. Banyak orang masih memandang
agama sebagai sumber kebenaran dan makna dalam hidup mereka. Selain itu, buku ini
juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik
dan relevansi bagi sebagian orang, meskipun dunia yang kita kenal sedang sekarat dan
kita menghadapi berbagai masalah besar seperti perang, bencana ekologis, dan
kelaparan.

Menurut buku "Sejarah Tuhan", gagasan tentang Tuhan mungkin saja kehilangan fungsi
dan terlupakan jika gagasan tersebut tidak lagi bermanfaat bagi sebagian orang. Buku ini
juga menjelaskan bahwa dunia yang kita kenal sedang sekarat dan kita menghadapi
berbagai masalah besar seperti perang, bencana ekologis, dan kelaparan. Namun, buku
ini tidak memberikan jawaban pasti apakah ada masa depan bagi Tuhan. Buku ini
menunjukkan bahwa gagasan tentang Tuhan masih memiliki daya tarik dan relevansi
bagi sebagian orang, meskipun semakin banyak orang yang merasakannya tak lagi
bermanfaat bagi mereka. Buku ini juga membahas tentang bagaimana gagasan tentang
Tuhan telah mampu menjawab tuntutan zaman selama 4.000 tahun, tetapi pada abad
kita ini, semakin banyak orang yang merasakannya tak lagi bermanfaat bagi mereka, dan
ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan fungsi, ia pun akan terlupakan. Oleh
karena itu, buku ini tidak memberikan jawaban pasti apakah ada masa depan bagi Tuhan,
karena hal tersebut tergantung pada bagaimana gagasan tersebut akan berkembang di
masa depan dan relevansi yang dimilikinya bagi sebagian orang.

Anda mungkin juga menyukai