Anda di halaman 1dari 18

‫‪Kedudukan Ibu Dalam Islam & Bentuk Bakti‬‬

‫‪kepada Mereka‬‬

‫َاْلَحْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َأْر َسَل َر ُس ْو َلُه‬


‫ِباْلُهَد ى َو ِد ْيِن اْلَح ـِّق ِلُيْظِهَر ُه َع َلى‬
‫الِّدْيِن ُك ِّلِه َو َلْو َك ِر َه اْلُم ْش ِر ُك ْو َن ‪،‬‬
‫َأْش َهُد َأْن اَل ِاٰل َه ِإاَّل ُهّٰللا َو َأْش َهُد َأَّن‬
‫ُمَحَّم ًد ا َر ُس ْو ُل َهّٰللا‪َ ،‬الّٰل ُهـَّم َص ِّل‬
‫َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَحَّم ٍد َو َع َلى ٰا ِلِه‬
‫‪َ:‬و َأْص َح اِبِه َأْج َم ِع ْيَن ‪َ ،‬أَّم ا َبْعُد‬
‫ْف‬‫َن‬ ‫ْي‬ ‫ْو‬‫ُأ‬ ‫‪،‬‬ ‫َف ا اَد هّٰللا‬
‫ِص ِنْي ِس ْي‬ ‫َي ِعَب‬
‫َو ِإَّياُك ْم ِبَتْقَو ى َهّٰللا‪َ ،‬فَقْد َفاَز‬
‫اْلُم َّتُقْو َن ‪َ .‬و َقاَل َتَع اَلى َيا َاُّيَها اَّلِذ ْيَن‬
‫آَم ُنْو ا اَّتُقْو ا َهّٰللا َح َّق ُتَقاِتِه َو َال‬
‫َتُم ْو ُتَّن ِإَّال َو َأْنُتْم ُم ْس ِلُم ْو َن ‪َ .‬ص َدَق‬
‫‪ُ.‬هّٰللا اْلَعِظ يْم‬
Kedudukan Ibu dalam Islam
Jamaah Jumat rahimakumullah,

Dalam kesempatan khutbah kali ini, khatib hendak


mengulas tentang betapa tinggi, mulia dan
bermartabatnya kedudukan ibu dalam ajaran Islam.
Sejarah tidak mengenal agama atau sistem
kehidupan yang menghormati perempuan sebagai
ibu dan menempatkannya dalam posisi yang
sedemikian tinggi sebagaimana Islam.

Tingginya kedudukan Ibu dalam Islam bisa dilihat


dari hal-hal berikut:
1. Islam telah menegaskan wasiat tentang ibu, dan
menjadikan wasiat tentang ibu itu mengiringi
wasiat untuk mentauhidkan Allah dan
beribadah kepada-Nya. Padahal mentauhidkan
Allah dan beribadah hanya keapda-Nya adalah
tujuan utama diciptakannya jin dan manusia di
dunia ini.
Ini berarti kedudukan berbakti kepada orang
tua berada pada level kedua urgensinya di
dalam ajaran Islam setelah tuntunan untuk
mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Islam menjadikan berbakti kepada ibu sebagai
salah satu prinsip kebajikan yang sangat utama.
berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu,
merupakan salah satu amal yang paling agung
dan utama untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala.
3. Islam memposisikan hak seorang ibu lebih kuat
dari pada hak ayah karena kesulitan yang dia
alami selama kehamilan, persalinan, menyusui
dan pengasuhan.
Inilah yang Al-Qur’an nyatakan dan diulangi
dalam lebih dari satu surat, untuk
mengukuhkannya dalam benak dan jiwa anak-
anak.

Penyebutan Ibu Dalam Al Qur’an


Ayat-ayat yang menegaskan ketinggian kedudukan
seorang ibu dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Surat Lukman : 14-15
”Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,
dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-
Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.
2. Al-Ahqaf: 15
Allah berfirman,
”Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah,
dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh
tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal
yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah
diri”.
3. Al-Isra’: 23
Allah Ta’ala berfirman,
”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.”

Keutamaan Ibu Dalam Hadits


Jamaah Jumat rahimakumullah,
Rasulullah ‫ ﷺ‬memberikan perhatian besar
tentang persoalan tingginya posisi seorang ibu
dalam ajaran Islam. Banyak hadits yang
menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sikap
anak terhadap orang tua terutama ibunya karena
ibu memiliki keutamaan lebih dibanding ayah.
Di antara hadits -hadits tersebut di antaranya:
1. Hadits Abu Hurairah radhiallahu’ahu
‫َع ْن َأِبْي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهللا َع ْنُه َقاَل َج اَء َر ُجٌل ِإَلى َر ُسْو ِل ِهللا َص َّلى‬
‫ َم ْن َأَح ُّق الَّناِس ِبُحْس ِن َص َح اَبِتي؟‬،‫َيا َر ُسْو َل ِهللا‬: ‫ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل‬
، ‫ َقاَل ُثَّم َم ْن‬،‫ َقاَل ُثَّم َم ْن ؟ َقاَل ُأُّم َك‬، ‫ َقاَل ُثَّم َم ْن ؟ َقاَل ُأُّم َك‬، ‫َقاَل ُأُّم َك‬
‫َقاَل َأُبْو َك‬
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia
berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah
‫ ﷺ‬dan berkata, ‘Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling berhak untuk saya
perlakukan dengan baik?’ Rasulullah ‫ﷺ‬
menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian
siapa?’ Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya lagi, ‘Lalu siapa?’
Rasulullah ‫ ﷺ‬menjawab, ‘Ibumu.’
Orang tersebut bertanya lagi, ‘setelah itu siapa
lagi?,’ Rasulullah ‫ﷺ‬ menjawab,
‘ayahmu.’” [Hadits riwayat Al-Bukhari no.
5971 dan Muslim no. 2548]
2. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
‫” جاَء ما َيُد ُل على َتقِد يِم األِم‬:‫قاَل الحافُظ ابُن حجٍر رحَم ه ُهللا َتعالى‬
‫ وهَو ما َأخَر جه اإلماُم أحمُد والنسائُي ؛ وصحَّحه‬،‫في البِر ُم طلقًا‬
‫الحاكُم من حديِث عائشَة رضي ُهللا عَنها أنها سألِت النبَي صلى ُهللا‬
: ‫ قالْت‬،‫ زوُجها‬:‫عليِه وسلَم أُّي الناِس أعظُم حقًا على المرأِة؟ قال‬
‫ ُأمه‬: ‫فقلُت على الرجِل ؟ قاَل‬.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
”Terdapat hadits yang menunjukkan
didahulukannya ibu dalam masalah kebaktian
secara mutlak. Hadits tersebut diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i dan
dishahihkan oelh Al-Hakim dari hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha bahwa beliau bertanya
kepada Nabi ‫ ﷺ‬,
‫ فقلُت على‬: ‫ قالْت‬،‫ زوُجها‬:‫أُّي الناِس أعظُم حقًا على المرأِة؟ قال‬
‫ ُأمه‬: ‫الرجِل ؟ قاَل‬
“Siapakah orang yang paling besar haknya atas
seorang wanita? Nabi ‫ ﷺ‬menjawab,
”Suaminya.” ‘Aisyah berkata, ”Aku bertanya
lagi, bila atas laki-laki?” Nabi ‫ﷺ‬
menjawab, ”Ibunya.”
3. Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu
Imam Al Bukhari meriwayatkan di dalam kitab
Al Adab Al Mufrad dari Abu Burdah bin Abi
Musa Al-Asy’ari, bahwa dia melihat Abdullah
bin Umar dan seorang pria dari Yaman sedang
Thawaf di Ka’bah. Pria tersebut berthawaf
sambil menggendong ibunya. Pria tersebut
berkata,
‫ِإِّني َلَها َبِع يُرَها اْلُم َذ َّلُل‬
‫ُأ‬ ‫ُأ‬
‫ِإْن ْذ ِع َر ْت ِر َك اُبَها َلْم َع ِر‬
‫ْذ‬
‫ َأَتَر اِني َج َزْيُتَها؟‬، ‫ َيا اْبَن ُع َم َر‬: ‫ُثَّم َقاَل‬
Sungguh aku adalah unta tunggangannya yang
jinak
Bila hewan tunggangannya yang lain kabur
maka aku tidak akan kabur
Setelah itu orang Yaman itu bertanya kepada
Ibnu Umar, ”Wahai Ibnu Umar, apakah
menurutmu aku sudah membalasnya?” Ibnu
Umar menjawab,
‫ َو اَل ِبَز ْفَر ٍة َو اِحَدٍة‬، ‫اَل‬
”Tidak, meskipun satu hembusan nafas
panjangnya saat sedang melahirkan.” [Al-Adab
Al Mufrad 1/18]
4. Atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
Diriwayatkan dari ‘Atha` bin Yasar (bekas
budak Maimunah, seorang tokoh ulama Tabi’in
terpercaya), dari Ibnu ‘Abbas, bahwa seorang
pria mendatangi Ibnu Abbas lalu berkata,
”Sesungguhnya saya telah melamar seorang
wanita, namun dia menolak untuk menikah
denganku.
Lalu pria lain meminangnya dan ia senang
untuk menikah dengannya. Saya pun merasa
cemburu kepada wanita tersebut sehingga saya
membunuh wanita itu. Apakah ada taubat
untukku?”
Ibnu Abbas bertanya, “Apakah ibumu masih
hidup?”
“Tidak,” jawab pria tersebut.
“Bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa jalla dan
mendekatlah kepada-Nya semaksimal
kemampuanmu.”
‘Atha` bin Yasar berkata, “Aku pergi lalu aku
bertanya kepada Ibnu ‘Abbas, ‘Mengapa
engkau bertanya kepadanya tentang kehidupan
ibunya?”
Ibnu ‘Abbas berkata, “Sungguh aku tidak
mengetahui suatu amalan yang lebih
mendekatkan kepada Allah ‘azza wa jalla dari
berbakti kepada ibu.”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari Rahimahullah
dalam Al-Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih al-adab al-Mufrad (4)
dan di dalam Ash-Shahihah no. 2799]
Para Ulama Menghorbati Ibu
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah,
As-salaf ash-shalih merupakan generasi terbaik
dalam Islam. Generasi yang hidup di 3 abad
pertama dalam Islam yaitu generasi sahabat, Tab’in
dan Tabiut tabi’in. Dalam persoalan menghormati
seorang ibu, kita akan mendapatkan contoh-contoh
terbaik juga dari mereka.
Berikut ini kami berikan sedikit contoh riwayat
sebagian ulama salaf dalam bersikap baik kepada
ibunya.
 Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
‫مامن مؤمن له أبوان فيصبح ويمسي وهو محسن إليهما إال فتح هللا‬
‫له بابين من الجنة‬
”Tidak seorang mukmin pun yang berbuat baik
kepada kedua orang tuanya di setiap hari yang
berlalu kecuali Allah membuka untuknya dua
pintu surga.’
 Sebagian sahabat berkata,
‫ترك الدعاء للوالدين يضيق العيش على الولد‬
”Meninggalkan berdoa untuk kedua orang tua
akan menyebabkan kehidupan seorang anak
menjadi sempit.”
 Dari Abu Hazim (Salamah bin Dinar
rahimahullah, tokoh ulama tabi’in) berkata,
”Abu Hurairah tidak pergi untuk berhaji sampai
ibunya meninggal dunia (untuk menjaga ibunya
yang sudah tua, pent). ” dan Al-Hasan Al-
Bashri (ulama Tabi’in) ditanya tentang birrul
walidain (berbakti kepada orang tua) maka dia
menjawab,
‫ وتطيعهما مالم تكن معصية‬, ‫أن تبذل لهما ماملكت‬
”Kamu curahkan untuk mereka apa yang kamu
miliki dan kamu taati mereka selama bukan
maksiat.”
Atha’ bin Abi Rabah (ulama Tabi’in) ditanya
oleh seseorang bahwa ada seorang lelaki yang
ibunya telah bersumpah atas dirinya agar dia
tidak shalat kecuali hanya shalat fardhu saja
dan tidak puasa kecuali hanya puasa di bulan
Ramadhan? Lantas Atha’ menjawab, ”Dia taati
ibunya.”
 Muhammad bin Sirin rahimahullah (seorang
ulama Tabi’in terkemuka) mengatakan, di masa
pemerintahan Ustman bin Affan radhiyallahu
‘anhu, harga satu pohon kurma mencapai
seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah
bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu
memotong dan mengambil jamarnya (bagian
batang kurma yang berwarna putih yang berada
di jantung pohon kurma).

Jamar tersebut lantas beliau berikan kepada


ibunya. Melihat apa yang dilakukan Usamah bin
Zaid tersebut, orang-orang bertanya kepadanya,
“Mengapa engkau berbuat demikian, padahal
engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma
itu seribu dirham?”
Usamah bin Zaid menjawab, “Karena ibuku
meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku
meminta sesuatu kepadaku yang mampu kupenuhi
pasti aku penuhi permintaannya.” (Diambil dari
Shifatush Shafwah)
Agar terbayang jelas nilai pengorbanan sahabat
agung Usamah bin Zain kita konversikan saja 1000
dirham di masa itu ke dalam rupiah. 1 dirham =
2,97 gr emas. Untuk saat ini (desember 2020), 1
gram emas harganya Rp. 966.000. Bila 1000
dirham berarti 2,97 gr x 1000 = 2970 gram emas.
Ini setara dengan 2970 x Rp966.000 =
Rp.2.869.020.000.
Uang senilai hampir tiga milyar seakan hanya
sekedar untuk memenuhi keinginan sederhana
seorang ibu. Namun dalam padangan Usamah bin
Zaid radhiyallahu ‘anhu, hal itu memang
merupakan bagian dari melaksanakan perintah
Allah untuk berbuat baik kepada Ibu sehingga
beliau tidak menghitung-hitung lagi nilainya
selama beliau mampu mewujudkannya.

Mengapa Ibu Lebih Utama Dari Ayah


Jamaah Jumat rahimakumullah,
Mungkin terlintas di benak kita mengapa
seorang ibu memiliki hak yang lebih besar
daripada seorang ayah terhadap anak-anaknya
untuk ditaati dan diperlakukan dengan baik oleh
mereka?
Syaikh Muhammad Sa’id Ruslan dalam
bukunya Birrul Ummi Sabiilul Barokah Fid Dunya
War Rahmah Fil Akhirah memberikan penjelasan
menarik terhadap persoalan ini.
Menurut beliau ada sejumlah alasan mengapa
ibu lebih diutamakan daripada ayah:
1. Ibu menanggung kepayahan dan kondisi berat
selama masa kehamilan.
2. Ibu menanggung penderitaan saat proses
melahirkan.
3. Ibu menanggung segala kepayahan selama masa
menyusui.
4. Ibu terlibat langsung dalam mendidik anak di
masa kecil bersama sang ayah.
Semua hal ini tidak diketahui oleh anak ketika
dia mulai beranjak dewasa. Yang dia ketahui,
perhatian dari ayahnya yang terus diberikan, biaya
dari ayahnya yang terus mengalir sehingga
terkadang seorang anak melanggar hak ibu.
Oleh karena itu Rasulullah ‫ ﷺ‬menjelaskan
bahwa seorang ibu 3 kali lipat lebih wajib
diperlakukan dengan baik oleh anak dibanding
sang ayah.
Selain keempat alasan di atas yang memang
dijelaskan oleh para ulama, menurut Syaikh
Muhammad Sa’id Ruslan ada alasan-alasan
lainnya, yaitu:
 Wanita itu lemah, lembut, halus sehingga tidak
mampu untuk membela dirinya sedangkan
seorang ayah kadang ditakuti anak bila hendak
berbuat buruk kepadanya karena kekuatannya.
 Seseorang kadang malu durhaka kepada
ayahnya di hadapan banyak orang, takut
dikecam orang banyak. Namun tidak demikian
halnya dengan kepada ibunya karena ibunya
tertutup oleh dinding-dinding rumahnya
sehingga lebih rentan untuk didurhakai oleh
anak tanpa merasa malu kepada orang lain.
 Wanita itu karena watak dasarnya adalah sangat
peka perasaannya sehingga terkadang mudah
tersinggung. Sehingga bila anaknya berbuat
durhaka kepadanya, dia kadang sulit menahan
amarahnya dan dikhawatirkan terus segera
berdoa buruk untuk anaknya yang durhaka.
Padahal bila doa itu bertepatan dengan waktu
diijabahinya doa maka doa itu akan terkabul dan
tidak ada yang bisa lagi membendung musibah
yang akan menimpa anak tersebut.

Bentuk Bakti Kepada Ibu


Ma’asyirol muslimin rahimakumullah,
Di antara bentuk berbakti kepada ibu adalah
seperti yang dikatakan oleh sahabat mulia
Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma kepada
seseorang, ”Demi Allah, kalau kamu berbicara
kepada ibumu dengan kata-kata yang santun dan
suara yang lembut dan memberinya makan, kamu
benar-benar akan masuk ke dalam surga selama
kamu jauhi dosa-dosa besar.” [Tafsir Ath-Thabari :
9187-9188]
Tentunya bentuk ketaatan kepada seorang ibu
bukan hanya berkata baik dan memberi makan,
namun mencakup segala jenis kebaikan dan segala
hal yang diridhai oleh Allah.
Itulah yang dimaksud dengan kata Al-Birr.
Sehingga birrul walidain berarti melakukan segala
jenis kebaikan dan apa saja yang diridhai oleh
Allah Ta’ala untuk orang tuanya.
Tekanan Ibnu ‘Abbas pada perkataan yang baik
dan memberikan apa saja yang dibutuhkan oleh
orang tua selama itu bukan kemaksiatan dan
mampu untuk dipenuhi karena dua hal itu memang
bersifat sangat mendasar.
Bila seorang anak sanggup menjaga kata-
katanya kepada orang tuanya dalam keadaan apa
pun dan senantiasa berusaha memenuhi apa yang
dibutuhkan orang tua selama mampu, hampir bisa
dipastikan dalam hal lainnya dia juga akan berbuat
baik kepada orang tuanya.
‫ َو َنَفَعِنْي َو ِإَّياُك ْم ِبَم ا ِفْيِه ِم َن‬, ‫َباَر َك ُهللا ِلْي َو َلُك ْم ِفي اْلُقْر آِن اْلَعِظ ْيِم‬
‫ َو َتَقَّبَل ِم ِّنْي َوِم ْنُك ْم ِتَالَو َتُه ِإَّنُه ُهَو الَّس ِم ْيُع‬, ‫اآلَياِت َو الِّذْك ِر اْلَحِكْيِم‬
‫ ِإ ُه‬،‫ َأُقْو ُل َقْو ِلْي َهَذ ا َو اْسَتْغ ِفُر َهللا اْلَعِظ ْيَم ِلْي َو َلُك ْم َفاْسَتْغ ِفُرْو ُه‬. ‫اْلَعِلْيُم‬
‫َّن‬
‫ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬
Khutbah Kedua
‫ َتَباَر َك اَّلِذ ْي َجَعَل ِفي‬،‫َاْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ْي َك اَن ِبِعَباِدِه َخ ِبْيًرا َبِص ْيًرا‬
‫ َأْش َهُد َاْن َال ِإَلَه ِإَّال ُهللا‬.‫الَّسَم اِء ُبُرْو ًجا َو َجَعَل ِفْيَها ِسَر اًجا َو َقَم ًرا ُمِنْيًرا‬
،‫وَأْش َهُد َاَّن ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه ُوَر ُسوُلُه اَّلِذ ْي َبَع َثُه ِباْلَح ِّق َبِش ْيًرا َو َنِذ ْيًرا‬
‫َو َداِع َيا ِإَلى اْلَح ِّق ِبِإْذ ِنِه َو ِسَر اًجا ُمِنْيًرا‬
‫اللهم صل و سلم على هذا النبي الكريم و على آله و أصحابه و من‬
‫ أما بعد‬.‫تبعهم بإحسان إلى يوم الدين‬
Kekuatan Doa Ibu
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Doa orang tua kepada anaknya adalah salah satu
doa yang tidak akan ditolak oleh Allah Subahanahu
wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana dalam hadits dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
‫ و دعوُة‬، ‫ و دعوُة الصائِم‬، ‫ دعوُة الوالِد‬: ‫ثالُث َدَعواٍت ال ُتَر ُّد‬
‫المسافِر‬
“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak oleh Allah:
doa orang tua (untuk anaknya) dan orang orang
yang sedang berpuasa dan doa orang yang sedang
safar.” [Hadits riwayat Al Baihaqi dalam Sunan-
nya no. 6619, dishahihkan Al Albani dalam
Silsilah Ash Shahihah]
Dalam hal ini terkadang ada masalah yang muncul
berupa anak yang baik namun ibunya justru sering
mendoakan buruk untuk anak-anaknya tanpa sebab
syar’i yang benar.
Dalam persoalan semacam ini Markazul Fatwa di
bawah bimbingan Dr. Abdullah Al Faqih
menyatakan bahwa doa buruk seorang ibu untuk
anak-anaknya itu mustajab. Namun kemustajaban
doa buruk ibu untuk sang anak tersebut hanyalah
dalam kondisi saat anaknya berbuat durhaka
kepadanya atau sang ibu dizhalimi oleh anaknya.
Bila sang anak tidak menzhalimi ibunya dan tetap
memenuhi hak-haknya maka doa buruk seorang
ibu tidak akan membahayakan diri sang anak
insyallah.
Namun demikian, sang anak tetap diharuskan
untuk berakhlak karimah, berbuat baik dan
berbakti kepada ibunya dan menasehati ibunya
agar tidak terus menerus mendoakan buruk untuk
anak-anaknya.
Rasulullah ‫ ﷺ‬melarang kita berdoa buruk
untuk anak-anak kita. Beliau ‫ ﷺ‬bersabda,
Beliau ‫ ﷺ‬bersabda,
‫ال َتْد ُعوا َع َلى َأْنُفِس ُك ْم َو اَل َتْد ُعوا َع َلى َأْو اَل ِد ُك ْم َو اَل َتْد ُعوا َع َلى‬
‫َأْم َو اِلُك ْم اَل ُتَو اِفُقوا ِم ْن ِهللا َس اَع ًة ُيْس َأُل ِفيَها َع َطاٌء َفَيْسَتِج يُب َلُك ْم‬
”Jangan kalian mendoakan keburukan untuk diri
kalian sendiri, dan jangan mendoakan keburukan
untuk anak-anak kalian, dan jangan pula
mendoakan keburukan untuk harta kalian. Jangan
sampai kalian menepati suatu waktu yang pada
waktu itu Allah diminta sesuatu lantas Allah
mengabulkan doa kalian.” [Hadits riwayat
Muslim]
Doa Penutup
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengaruniakan kepada kita semuanya taufik dan
‫‪hidayah-Nya untuk bisa berbakti kepada orang tua‬‬
‫‪kita baik saat mereka masih hidup maupun setelah‬‬
‫‪mereka berdua meninggal dunia.‬‬
‫إَّن َهللا َو َم اَل ِئَك َتُه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّنِبي َيا َأُّيَها اَّلِذ ْيَن آَم ُنْو ا َص ُّلوا َع َلْيِه‬
‫َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‬
‫اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم‬
‫وعلى آل إبراهيم‪ ،‬وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت‬
‫على إبراهيم وعلى آل إبراهيم‪ .‬إنك حميد مجيد‪ .‬اللُهَّم اْغ ِفْر‬
‫ِلْلُم ْس ِلِم ْيَن َو اْلُم ْس ِلَم اِت اَألْح َياِء ِم ْنُهْم َو اَألْم َو اْت ِإَّنَك َسِم ْيٌع َقِر ْيٌب‬
‫ُمِج ْيُب الَّد َع َو اِت‪َ .‬ر َّبَنا َأْو ِزْع َنا َأْن َنْشُك َر ِنْع َم َتَك الِتي َأْنَعْم َت َع َلْيَنا‬
‫َو َأْن َنْع َم َل َص اِلًحا َتْر َض اُه َو َأْد ِخ ْلَنا ِبَر ْح َم ِتَك ِفي ِعَباِد َك الَّصاِلِح ْيَن‬
‫اللهم َاْص ِلْح َلَنا ُد ْنَياَنا الِتي ِفيَها َم َع اُش َنا َو اْص ِلْح َلَنا آخَر َتَنا الِتي ِإَلْيَها‬
‫َم َع اُدَنا‪َ ،‬و اجَع ِل الحياَة ِزيادًة لَنا ِفي ُك ِّل خيٍر واجعِل الموت راحة لنا‬
‫من كل شر‪ .‬اللهم ال َتَد ْع َلَنا َذْنًبا إاَّل َغ َفْر َته‪ ،‬وال َهًّما إاَّل َفَّرْج َته‪َ ،‬و ال‬
‫َكْر ًبا إاَّل َنَّفْسَته‪ ،‬وال َم ِّيًتا إال َر ِحْم َته‪ ،‬وال َم ِريًضا إال َش َفْيَته‪ ،‬وال َد ْيًنا‬
‫إال َقَض ْيَته‪ ،‬وال ُمَج اِهًدا ِفي سبيلَك إال َنَص ْر َته‪ ،‬وال َظالًم ا إال َخ َذ ْلَته‪،‬‬
‫وال َع ِس ْيًرا إال َيَّسْر َته وال ولًدا إاَّل َأْص لحَته‪ِ ،‬بَر ْح َم ِتَك يا أرحَم‬
‫الراحمين‬
‫َت‬ ‫ال‬
‫َع ِف ِن‬ ‫وجمي‬ ‫ِمَح َن‬ ‫وال‬ ‫والمنكر‬ ‫اء‬ ‫َش‬ ‫ْح‬‫َف‬ ‫ال‬ ‫اء‬
‫َو َب َو‬ ‫وال‬ ‫ء‬ ‫اَل‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫َّن‬
‫اللهم اْدَفْع َع َب‬
‫ِم ْن َبَلِد َنا هَذ ا خاَص ة ومن بلدان المسلمين عامة‬
‫اللهم سِّهل أموَر نا وأموَر معهِد نا وجامعِتنا‪ ،‬وأمور طلبتنا ومدرسينا‪،‬‬
‫وأمور رؤساء معهدنا وجامعتنا‪ ،‬طِّو ْل َأْع َم اَر ُهم وَباِرْك َحَياَتُهم‬
‫ِبَر ْح َم ِتَك َيا َأرحَم الراحمين‬
‫َر َّبَنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َح َس َنة َوِفي اآلِخَر ِة َحَس َنة َوِقَنا َع اَب ال ار‬
‫َّن‬ ‫َذ‬
‫ِعَباَد هللا…ِإَّن َهللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِإْل ْح َس ان َوِإْيَتاِء ِذ ي الُقْر َبى َو َيْنَهى‬
‫َع ِن اْلَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ر والبغِي ‪َ ،‬يِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن ‪ .‬فاذكُروا َهللا‬
‫العظيَم يذكْر ُك م واْش كُروُه على ِنَعِمِه َيزْد ُك م‪َ ،‬و َلذْك ُر ِهللا أكبر‪ ،‬وهللا‬
‫يعلم ما تصنعون‬

Anda mungkin juga menyukai