Anda di halaman 1dari 15

JIHAD, MACAM DAN TUJUANNYA SERTA MORALITAS DALAM

JIHAD MENURUT ISLAM


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah dan Siyasah
Dosen Pengampu : Dr. H. Sutisna, M.A.

Disusun Oleh :

1. Intan Audia Tazkiyani 211105010


2. M Sihabudin Ilham 211105010272

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jihad, Macam dan Tujuannya Serta Moralitas
Dalam Jihad Menurut Islam” dengan tepat waktu.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Fiqh Jinayah dan Siyasah. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah Ilmu dan wawasan Jihad, Macam dan Tujuannya
Serta Moralitas Dalam Jihad Menurut Islam sesuai dengan syariat islam bagi para pembaca
dan juga saya sebagai penulis.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. H. Sutisna, M.A. selaku
dosen Mata Kuliah Fiqh Jinayah dan Siyasah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh dengan itu saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jihad merupakan kewajiban seorang mukmin untuk mempertahankan agamanya dari
serangan lawan. Wujud dari serangan tersebut tidak harus berupa serangan fisik, akan tetapi
dapat berupa serangan pemikiran, keilmuan, teknologi, perekonomian dan lain sebagainya.
Pada prakteknya, umat Islam dapat melakukan jihad dengan bersungguh-sungguh
meningkatkan kualitas dari menjadi seorang pemikir, ahli di bidang keilmuan, teknologi,
perekonomian dan bidang-bidang lain yang rawan terjadi konflik antara orang Islam dan
pihak lain yang berusaha untuk menghancurkan Islam.1
Dewasa ini jihad seringkali dipahami tidak sebagaimana mestinya. Kondisi ini dipicu
oleh beberapa sebab, salah satunya interpretasi yang salah terhadap makna jihad, baik yang
dipahami oleh beberapa Kaum Muslim atau non-Muslim. Bagi non-Muslim, mereka menilai
jihad dalam Islam merupakan situasi yang tidak terkendali, irasional, dan konotasinya perang
total. Fakta ini bisa kita dapatkan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh beberapa non-
Muslim yang anti terhadap Agama Islam. Jack Nelson-Pallmeyer dalam Is Religion Killing
Us? Menulis: “The problem of Islam and violence is not limited to incompatible texts but is
rooted in the overwhelming preponderance of passages in the Qur’an that legitimate
violence, warfare, and intolerance. Violence in service to Allah is both justified and
mandated by Allah or Muhammad under the sanction of divine threat.” Anehnya, ada Kaum
Muslim yang terpengaruh pandangan non-Muslim seperti di atas. Atau ada juga yang
berjihad tetapi tidak sesuai dengan etika jihad yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Pada akhirnya konsep jihad yang komprehensif sebagaimana yang diletakkan
oleh para ulama pun menjadi salah di mata mereka. Akibatnya, Islam dituduh sebagai agama
yang ditegakkan dan dikembangkan dengan kekerasan.2
Jihad dan terorisme saat ini masih menjadi perbincangan panjang. Sebarapa dekatkah
jarak antara jihad dan jahat?, dan mengapa kata jihad begitu menyeramkan bagi sebagian
orang tidak luput oleh kaum muslimin sendiri?, mestikah jihad dianggap sebagai teror dari
sebuah agama? Benarkah jihad bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun dan

1
Abdul Fattah, “Memaknai Jihad Dalam Al-Qur’an Dan Tinjauan Historis Penggunaan Istilah Jihad Dalam Islam,”
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1 (2016).
2
Rif’at Husnul Ma’afi, “Konsep Jihad dalam Perspektif Islam,” Kalimah 11, no. 1 (2013): 133–149.

1
terhadap siapapun, sedangkan dalam Al-Qur’an, jihad disandingkan dengan kata “Fi
sabilillah” sehingga timbul pertanyaan, seperti apa jihad sebenarnya yang sesuai dengan
jalan Allah tersebut. Masalah-masalah tersebut merupakan perdebatan yang akan
membutuhkan waktu yang panjang. Berdiam diri dan hanya mengkritik atau mencela suatu
golongan tertentu merupakan suatu tindakan yang kurang bijak. Oleh karena itu dibutuhkan
penjelasan untuk menjawab berbagai spekulasi dengan mengungkap pandangan Al-Qur’an
dan hadist mengenai jihad.3

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

3
Amri Rahman, “Memahami Jihad Dalam Perspektif Islam (Upaya Menangkal Tuduhan Terorisme Dalam
Islam),” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 4, no. 2 (2018): 141–158.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jihad
Secara etimologi, kata jihad bila ditelaah akar katanya dalam bahasa Arab, berasal
dari akar kata jahada-yajhadu-jahdan/juhdan yang berarti kesungguhan (al-Taqah), kesulitan
(al-Masyaqqah), kelapangan (al-Mubalaqah). Jihad berkedudukan sebagai masdar dari kata
jahada diartikan sebagai “berusaha menghabiskan segala daya kekuatan, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Dari segi bahasa, secara garis besarnya jihad dapat pula
diartikan sebagai penyeruan (al-Da’wah), menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
kemungkaran, (amar ma’ruf nahi munkar), penyerangan (gazwah), pembunuhan (qitâl),
peperangan (harb), penaklukan (siyar), menahan hawa nafsu (jihad al-Nafs) dan lain yang
semakna dengannya ataupun mendekati.
Dari pengertian di atas, jihad merupakan istilah Islami yang mengandung pengertian
luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah, dan sejenisnya serta tidak tepat jika hanya
diartikan dengan salah satu pengertian saja. Dalam bahasa Indonesia perkataan yang hampir
menyamai perkataan jihad, adalah kata perjuangan karena sifatnya yang umum dan
mengandung pengertian yang luas seluas pengertian dan keumuman makna jihad.4
Sementara dari sisi terminologi jihad memiliki makna yang beragam. Menurut
Lembaga Riset Bahasa Arab Republik Arab-Mesir dalam al-Mu’jam al-Wasîth, jihad adalah
qitâlun man laisa lahu dhimmatun min al-kuffâr (memerangi orang kafir yang tidak ada
ikatan perjanjian damai). Pengertian ini terlihat lebih mengkhususkan kepada makna jihad
perang. Dalam kamus Mu’jam al-Mushthalahât wa al-Fâdz al-Fiqhiyyah, Abdurrahman
Abdul Mun’im menulis pengertian jihad menjadi empat: (1) mengerahkan segenap
kemampuan dalam memerangi orang kafir, (2) berjuang dari keragu-raguan dan godaan
syahwat yang dibawa oleh setan, (3) berjuang dengan keyakinan yang teguh disertai dengan
usaha yang sungguh-sungguh dengan cara mengajak kepada yang ma’ruf dan meninggalkan
kemungkaran terhadap orang-orang fasik, dan (4) dalam makna serupa dengan pengertian
yang ketiga, namun lebih khusus lagi yaitu terhadap orang-orang kafir yang memerangi umat
Islam. Darinya dapat dipahami bahwa pengertian jihad tidak sekadar berperang di medan
pertempuran, namun lebih luas dari itu.5
4
Farid Naya, “Mengungkap Makna Dan Tujuan Jihad Dalam Syariat Islam Tahkim,” Jurnal Tahkim 11, no. 2
(2015): 89–100.
5
Ma’afi, “Konsep Jihad dalam Perspektif Islam.”

3
Jihad adalah usaha dengan segala daya untuk mencapai kebaikan; upaya membela
agama dengan mengorbankan harta dan nyawa; perang suci melawan orang kafir untuk
mempertahankan agama Islam; berjihad berjuang atau berperang di jalan Allah. Jihad
merupakan suatu ajaran yang pokok dari Islam dalam rangka untuk mempraktekkan prinsip
amar ma`ruf dan nahi munkar guna menjadikan fungsi khalifah dari manusia menjadi realita.
Jihad mendapat perhatian penting dalam Islam, sehingga Allah-pun menjanjikan balasan
yang besar kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. 6

B. Dasar Hukum Jihad Dalam Al-Qur’an


Kata jihad dengan segala bentuknya ditemukan di dalam al-Qur`an sebanyak 39 kali
yang tersebar di 18 surat dan 28 ayat. Ada yang ditemukan pada ayat yang turun sebelum
Nabi hijrah ke Madinah dan ada yang ditemukan pada ayat yang turun sesudah hijrahnya. 7
ayat-ayat tentang perintah jihad berjumlah 6 ayat, yaitu sebagai berikut: al-Māidah: 35, al-
Taubah: 41 dan 73, al-Ḥajj: 78, al-Furqān: 52 dan al-Tāḥrim: 9. Sedangkan ayat-ayat tentang
keutamaan jihad berjumlah 10 ayat, yaitu: al-‘Ankabut: 69, al-Taubah: 20, al-Taubah: 88, al-
Anfāl: 74-45, al-Ḥujurat: 15, al-Naḥl: 110, al-Baqarah: 218, al-Māidah: 54 dan al-Nisā’: 95.
Sedangkan selebihnya merupakan kumpulan dari hukum dan filosofi jihad. Ayat-ayat jihad di
atas sebagian besar turun di Madinah, hanya beberapa yang turun di Mekkah di antaranya:
‫َفاَل ُتِط ِع اْلٰك ِفِر ْيَن َو َج اِهْدُهْم ِبٖه ِج َهاًدا َك ِبْيًرا‬
“Maka janganlah kamu taati orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengannya
(al-Qur’ān) dengan (semangat) jihad yang besar.” (QS. al-Furqān: 52)
Pada ayat sebelumnya Allah menegaskan bahwa bisa saja Dia mengutus seorang
Rasul untuk setiap kampung, namun pengutusan Muhammad merupakan sebuah
pengkhususan baginya, yaitu ia diutus untuk seluruh manusia tanpa terkecuali. Oleh karena
itu Allah melarangnya untuk patuh atau taat kepada orang-orang kafir dan memerintahkannya
untuk berjihad kepada mereka dengan mengajarkan al-Qur’ān. Secara otomatis kata jihad
dalam ayat ini bermakna berdakwah mengajarkan al-Qur’ān dengan semangat yang besar.
ࣖ ‫ُثَّم ِاَّن َر َّبَك ِلَّلِذ ْيَن َهاَج ُرْو ا ِم ْۢن َبْع ِد َم ا ُفِتُنْو ا ُثَّم َج اَهُد ْو ا َو َصَبُرْو ۚا ِاَّن َر َّبَك ِم ْۢن َبْع ِد َها َلَغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬
“Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah setelah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar, sungguh Tuhanmu setelah itu
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Naḥl: 110)

6
Amir Hamzah, “JIHAD DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN” 3, no. 20 (2018): 28–41.
7
A. Rahman Ritonga, “Memaknai Terminologi Jihad Dalam Al-Qur`an Dan Hadis,” Islam Realitas: Journal of
Islamic & Social Studies 2, no. 1 (2016): 92.

4
Ayat ini menjelaskan tentang kaum muslimin yang lemah di Mekkah ketika masa
permulaan Islam, yang diasingkan oleh kaumnya dan difitnah. Kemudian mereka berhijrah
setelah menderita dan berjihad serta bersabar terhadap siksaan orang kafir. Kata jihad di sini
tentu saja tidak berarti perang, karena perintah perang baru turun ketika periode Madinah.
Untuk itu kata jihad dalam ayat ini dapat dikembalikan kepada makna bahasanya, yaitu kaum
muslimin mendapat ujian yang sulit atau cobaan yang berasal dari kaum kafir, sehingga
menuntut mereka untuk bersabar.

C. Dasar Hukum Jihad Dalam Hadist


Setelah al-Qur’ān, hadis Rasulullah menjadi sumber hukum Islam yang prioritas
dalam menentukan suatu hukum. Untuk itu permasalahan jihad merupakan salah satu perkara
serius yang hukum-hukumnya banyak terdapat di dalam hadis Rasulullah dan riwayat para
sahabat. Sehingga berdasarkan prinsip tersebut para ulama hadis dapat menyimpulkan makna
dari kata jihad. Di antaranya di dalam Fatḥ al-Bāri, Ibnu Ḥajar menjelaskan bahwa jihad
menurut syariat adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi kaum kafir. Jihad
juga digunakan dalam arti melawan hawa nafsu, shaiṭān dan orang fasik. Jihad melawan
hawa nafsu adalah dengan belajar masalah agama, mengamalkannya dan mengajarkannya.
Adapun jihad melawan shaiṭān adalah menolak semua shubhāt (keragu-raguan) dan bisikan
hawa nafsu yang berasal darinya. Sedangkan jihad dalam arti melawan orang kafir dapat
dilakukan dengan kekuatan, harta, lisan dan hati, sementara jihad melawan orang fasik adalah
dengan kekuatan, lisan dan hati.
Berikut dikemukakan beberapa hadis Rasulullah saw yang memaparkan beberapa
makna untuk jihad:
‫ َم اَت َع َلى‬,‫ َو َلْم ُيَح ِّد ْث َنْفَس ُه ِبِه‬, ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم ( َم ْن َم اَت َو َلْم َيْغُز‬: ‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللَا َع ْنُه َقاَل‬ .1
. ‫ُش ْع َبٍة ِم ْن ِنَفاٍق ) َر َو اُه ُم ْس ِلٌم‬
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mati, sedang ia tidak
pernah berjihad dan tidak mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang
kemunafikan." (Muttafaq ‘Alaihi)

,‫ َو َأْلِس َنِتُك ْم ) َر َو اُه َأْح َم ُد‬, ‫ َو َأْنُفِس ُك ْم‬, ‫ ( َج اِهُدوا َاْلُم ْش ِرِكيَن ِبَأْم َو اِلُك ْم‬: ‫َو َع ْن َأَنٍس رضي هللا عنه َأَّن َالَّنِبَّي صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬ .2
. ‫ َو َص َّح َح ُه َاْلَح اِكُم‬, ‫َو الَّنَس اِئُّي‬
Dari Anas bahwa Nabi saw bersabda: "Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan
hartamu, jiwamu dan lidahmu." (Riwayat Abu Dāwūd hadis no. 2504 dan Nasā'I hadis no.
3098. Hadis ṣaḥiḥ menurut Ḥākim)

5
Pengertian jihad dengan lisan adalah menjelaskan kebenaran, membantah kesesatan
dan kebatilan orang-orang kafir, dengan ḥujjah dan bukti konkrit. Adapun jihad dengan harta
di jalan Allah adalah dalam perkara jihad bentuk perang atau dakwah serta saling menolong
sesama muslim. Sedangkan jihad dengan jiwa maksudnya memerangi orang kafir dengan
tangan atau senjata.
) ‫ َاْلَح ُّج َو اْلُع ْم َر ُة‬,‫ َنَعْم ِج َه اٌد اَل ِقَت اَل ِفيِه‬: ‫ َيا َر ُسوَل ِهَّللَا ! َع َلى َالِّنَس اِء ِج َهاٌد ? َق اَل‬: ‫ ( ُقْلُت‬: ‫َو َع ْن َعاِئَشَة َر ِض َي ُهَّللَا َع ْنَها َقاَلْت‬ .3
‫َر َو اُه ِاْبُن َم اَج ه َو َأْص ُلُه ِفي َاْلُبَخ اِر ّي‬
Dari 'Āishah rah: Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah perempuan wajib berjihad? Beliau
menjawab: "Ya, jihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah."(Riwayat
Ibnu Mājah dan asalnya dalam kitab Bukhāri)
‫ ( َأ ) َحٌّي‬: ‫ ( َج اَء َر ُجٌل ِإَلى َالَّنِبِّي صلى هللا عليه وسلم َيْسَتْأِذ ُنُه ِفي َاْلِج َهاِد َفَق اَل‬: ‫َو َع ْن َع ْبِد ِهَّللَا ْبِن َع ْم ِر ٍو َرِض َي ُهَّللَا َع ْنُهَم ا َقاَل‬ .4
‫ َفِفيِهَم ا َفَج اِهْد ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬: ‫ َنَعْم َقاَل‬: ‫ َقاَل‬, ? ‫َو اِلَداَك‬
Abdullah Ibnu ‘Umar ra. berkata: Ada seseorang menghadap Rasulullah saw meminta izin
ikut berjihad (perang). Beliau bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?". Ia
menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Kalau begitu, berjihadlah untuk kedua orang
tuamu."(Muttafaq ‘Alaihi)
Hadist ini dikhususkan pada bentuk jihad melawan hawa nafsu (jihād al-nafs) untuk
mencapai riḍa kedua orang tua. Secara lahiriah jihad beresiko membuat badan dan jiwa
menjadi lelah serta menghabiskan harta, sehingga segala sesuatu yang menghasilkan hal-hal
tersebut disebut jihad. Maka dari itu berbuat baik kepada kedua orang tua lebih utama untuk
disebut jihad. Hadist-hadist di atas memberi petunjuk bahwa dalam Islam jihad tidak hanya
diartikan perang, akan tetapi segala perbuatan untuk mencapai riḍa Allah, termasuk di
dalamnya berbuat baik kepada kedua orang tua, naik haji dan umrah tanpa mengurangi
keutamaanya.8

D. Macam-Macam Jihad
Salah satu pembagian jihad yang akurat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Dalam kitabnya Zâd al-Ma’âd, Ibn Qayyim menulis jihad terdiri
dari empat. Pertama, jihâd al-nafs (jihad dalam memperbaiki diri). Kedua, jihâd al-syaithân
(jihad melawan syaithan). Ketiga, jihâd al-kuffâr wa al-munâffiqîn (jihad melawan orang-
orang kafir dan orang-orang munafik). Keempat, jihâd al-bâbi al-zulmi wa al-bida’ wa al-
munkarât (jihad melawan orang-orang zalim, ahli bid’ah, dan para pelaku kemungkaran). Ibn

8
Kuntari Madchaini, “Hakikat jihad dalam islam,” Shibghah: Journal of Muslim Societies 1, no. 2 (2019): 80–96.

6
Qayyim al-Jauziyyah menjabarkan empat pembagian jihad ini ke dalam tiga belas tingkatan
jihad (marâtibu al-jihâd).
1 Jihad al-Nafs (Jihad Untuk Memperbaiki Diri)
Jihad melawan nafsu terdiri dari empat tingkatan; pertama, memerangi hawa
nafsu dengan cara mempelajari hidayah dan agama yang benar. Ini berarti wajib bagi
individu muslim untuk mempelajari ajaran Islam. Karena jika tidak, akan
menyebabkan kemunduran yang melahirkan kejumudan. Dan bagi muslim yang tidak
mempelajari ajaran Islam hidupnya akan terasa hampa. Kedua, berjihad melawan
hawa nafsu dengan mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. Artinya, ilmu jika tidak
diamalkan akan sia-sia. Memang secara zahir hal ini tidak akan membahayakan si
pemilik ilmu. Akan tetapi di sini terlihat sifat egois yang akan membawa dampak
negatif. Ketiga, berjihad melawan hawa nafsu dengan mengajak orang untuk
mendalami ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang yang belum mengetahui.
Jihad ini juga berkaitan dengan peringatan Nabi SAW yang menyatakan tentang
hukuman bagi orang yang berilmu tapi menyembunyikan ilmunya. Keempat, berjihad
melawan hawa nafsu dengan bersabar menghadapi kesulitan dalam berdakwah. Dapat
dipahami bahwa orang yang berdakwah di jalan Allah sering mendapat gangguan
manusia. Sebagaimana yang dialami oleh para nabi. Dalam kondisi ini, seorang dai
diuji kesabarannya. Kosekuensinya, ia harus melatih hawa nafsunya dengan
kesabaran seperti yang dicontohkan oleh para nabi.
2 Jihâd al-Syaithân (Jihad Melawan Setan)
Jihad melawan setan ada dua tingkatan; pertama, berjihad dengan menolak apa
saja yang disusupi oleh setan kepada hamba, seperti keragu-raguan. Artinya manusia
harus berusaha sekuat tenaga dalam menolak bisikan keragu-raguan yang dihembus
oleh setan. Dalam Tafsir Samarkand, Abu Lais Nasr bin Muhammad bin Ahmad bin
Ibrahim Samarkand ketika menafsirkan Surat al-Nâs: 4-5 menulis bahwa dengan
kemampuan dirinya yang terbatas, manusia tidak mampu melawan kejahatan setan
yang berupa bisikan keragu-raguan. Karena setan menyusup dalam aliran darah
manusia, juga masuk ke dalam dada manusia. Namun manusia bisa melawan
kejahatan ini dengan memohon bantuan kepada Allah. Permohonan ini terwujud
dalam doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Kedua, melawan setan dengan
menolak segala keinginan syahwat yang merusak. Ini bermakna manusia dituntut
untuk melawan godaan setan yang selalu memancing syahwat manusia. Salah satu

7
sarana yang tepat dalam melawan godaan ini adalah dengan berpuasa. Karena puasa
memiliki makna spiritual yang dirancang untuk menahan hawa nafsu.
3 Jihâd al-Kuffâr wa al-Munâffiqîn (Jihad Melawan Orang-orang Kafir dan Orang-
orang Munafik)
Jihad melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik ada empat
tingkatan, yaitu memerangi mereka dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Di sini dapat
dipahami bahwa jihad melawan orang kafir tidak langsung dilaksanakan dengan
menggunakan kekuatan senjata (jihad perang). Ada tahapan-tahapan yang dilakukan
sebelum jihad perang dilaksanakan. Apabila tahapan-tahapan ini belum terpenuhi,
maka jihad perang belum bisa dilakukan. Sebagai contoh bisa dilihat pada sejarah
Nabi ketika mengirim surat kepada raja-raja di sekitar Jazirah Arab sebagai seruan
dakwah. Sementara jihad terhadap orang munafiq tidak kalah pentingnya dengan
jihad yang lain. Alasannya, orang munafik lebih susah untuk dideteksi karenakan
sifatnya yang “bermuka dua”.
4 Jihâd al-Bâbi al-Zhulmi wa al-Bida’ wa al-Munkarât (Jihad Melawan Orang-orang
Zalim, Ahli Bid’ah dan Para Pelaku Kemungkaran)
Jihad melawan orang-orang zalim, ahli bid’ah dan para pelaku kemungkaran
terdiri dari tiga tingkatan, pertama, dengan menggunakan tangan jika memungkinkan
dan mampu. Artinya kemungkaran jangan dibiarkan merajalela. Bagi orang yang
mampu mencegahnya dengan perbuatan, maka ia harus mencegah kemungkaran
dengan perbuatannya. Namun jika tidak mampu, solusi kedua adalah dengan
menggunakan lisan. Maksudnya, mencegah dengan menasehati pelaku kemungkaran.
Memberi nasehat dengan kata-kata yang sopan. Apabila solusi kedua ini juga tidak
mampu, maka solusi terakhir adalah dengan hati. Merubah kemungkaran dengan hati
adalah dengan membenci kemungkaran itu, cara terakhir ini merupakan tanda
kelemahan iman seseorang.

Dengan klasifikasi yang bertingkat, maka pembagian jihad Ibn Qayyim al-Jauziyyah
terbilang akurat. Karena pembagian ini telah mencakupi seluruh ranah jihad. Di samping itu
pembagian ini juga tidak condong kepada jihad di medan pertempuran saja. Sehingga mampu
menjelaskan bahwa pada dewasa ini –dengan kondisi hampir seluruh wilayah dunia berada
dalam kondisi damai, kecuali beberapa Negara saja seperti Palestina, Afganistan beberapa
tahun yang lalu, dsb– tanpa jihad di medan pertempuran pun, kaum muslim bisa
mengoptimalkan jihadnya pada sektor yang lain. Dari pemaparan tentang ta’rîf dan

8
pembagian jihad di atas terlihat bahwa, jihad ada yang sifatnya penekanan terhadap
pembentukan pribadi muslim dan ada yang sifatnya proteksi terhadap kaum muslim dari
gangguan luar. Keduanya memiliki etika yang perlu dipahami oleh seorang mujahid sebelum
terjun ke medan jihad. Urgennya etika jihad untuk dipahami supaya tidak terjadi
kesalahpahaman dalam penerapannya. Sehingga esensi dari jihad dapat terwujud
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syariat.9

Tujuan Jihad
Dalam Ummah, jihad dengan pengertian umum bertujuan untuk menegakkan
kebenaran dan melawan kebatilan, misalnya melaksanakan ajaran agama Allah, kesesatan
dan termasuk berjihad melawan orang kafir. Semuanya dilakukan untuk menegakkan kalimat
Allah di bumi ini. Rasulullah mengumumkan hal itu dalam sabdanya: Siapa saja yang
berperang dengan tujuan menjadikan kalimat Allah menjadi yang paling tinggi, maka ia
berada di jalan Allah. (HR. al-Bukhari). Dalam hadis lain Rasululllah mengumumkan: “Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan La Ilaha illa Allah
Muhammad Rasulullah (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi ada di antara umat Islam itu berjihad untuk tujuan duniawi seperti dalam
hadis yang dinukil oleh Abu Musa al-As‟ary bahwasanya ada seorang anak pedesaan
mendatangi Nabi saw, dan berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang yang berperang dengan
tujuan memproleh harta rampasan, ada pula untuk popularitas dan ada pula untuk
memperlihatkan keberaniannya. Dalam riwayat lain disebutkan: "Ada orang yang berperang
karena melepaskan kemarahannya, maka yang manakah di antara mereka yang termasuk
bejihad fi sabilillah?" Rasulullah saw. menjawab: "Barangsiapa yang berperang dengan
tujuan meninggikan agama Allah, maka dialah yang disebut jihad fi sabilillah.(HR.Muttafaq
'alaih).
Di sini dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari jihad di jalan Allah adalah untuk
menegakkan agama Allah di bumi ini, baik dengan melaksanakan ajarannya secara maksimal
sehingga agama itu memberi pengaruh dalam perilaku keseharian umatnya. Atau
menegakkan agama melalui peperangan melawan setiap orang yang ingin menghancurkan
agama Islam baik dari dalam maupun dari luar. 10
Jihad disyariatkan dalam Islam dengan tujuan antara lain:
1. Mengharapkan rahmat Allah, maghfirah dan ridhah-Nya (QS. al-Baqarah/2: 218:

9
Ma’afi, “Konsep Jihad dalam Perspektif Islam.”
10
Ritonga, “Memaknai Terminologi Jihad Dalam Al-Qur`an Dan Hadis.”

9
‫ٰۤل‬
‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو اَّلِذ ْيَن َهاَج ُرْو ا َو َج اَهُد ْو ا ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۙ ُاو ِٕىَك َيْر ُجْو َن َر ْح َم َت ِهّٰللاۗ َو ُهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad
di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.
2. Menyebarkan dakwah dan pembebasan manusia dari peribadatan kepada selain Allah
(QS. al-Baqarah/2 :193
‫َو ٰق ِتُلْو ُهْم َح ّٰت ى اَل َتُك ْو َن ِفْتَنٌة َّوَيُك ْو َن الِّدْيُن ِهّٰلِلۗ َفِاِن اْنَتَهْو ا َفاَل ُعْد َو اَن ِااَّل َع َلى الّٰظ ِلِم ْيَن‬
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu
hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka
tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
3. Menolak kezaliman dan menolong mustadh'afin QS. an- Nisa’(4) :75
‫َو َم ا َلُك ْم اَل ُتَقاِتُلْو َن ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َو اْلُم ْسَتْض َع ِفْيَن ِم َن الِّر َج اِل َو الِّنَس ۤا ِء َو اْلِو ْلَداِن اَّل ِذ ْيَن َيُقْو ُل ْو َن َر َّبَن ٓا َاْخ ِر ْج َن ا ِم ْن ٰه ِذِه‬
‫اْلَقْر َيِة الَّظاِلِم َاْهُلَهۚا َو اْج َع ْل َّلَنا ِم ْن َّلُد ْنَك َو ِلًّيۚا َو اْج َع ْل َّلَنا ِم ْن َّلُد ْنَك َنِص ْيًرا‬
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang
lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya
Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya
dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi
Engkau.”11

11
Naya, “Mengungkap Makna Dan Tujuan Jihad Dalam Syariat Islam Tahkim.”

10
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

11
DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Abdul. “Memaknai Jihad Dalam Al-Qur’an Dan Tinjauan Historis Penggunaan Istilah Jihad
Dalam Islam.” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 3, no. 1 (2016).
Hamzah, Amir. “JIHAD DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN” 3, no. 20 (2018): 28–41.
Ma’afi, Rif’at Husnul. “Konsep Jihad dalam Perspektif Islam.” Kalimah 11, no. 1 (2013): 133–149.
Madchaini, Kuntari. “Hakikat jihad dalam islam.” Shibghah: Journal of Muslim Societies 1, no. 2
(2019): 80–96.
Naya, Farid. “Mengungkap Makna Dan Tujuan Jihad Dalam Syariat Islam Tahkim.” Jurnal Tahkim 11,
no. 2 (2015): 89–100.
Rahman, Amri. “Memahami Jihad Dalam Perspektif Islam (Upaya Menangkal Tuduhan Terorisme
Dalam Islam).” J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 4, no. 2 (2018): 141–158.
Ritonga, A. Rahman. “Memaknai Terminologi Jihad Dalam Al-Qur`an Dan Hadis.” Islam Realitas:
Journal of Islamic & Social Studies 2, no. 1 (2016): 92.

12

Anda mungkin juga menyukai