Anda di halaman 1dari 17

Musik yang hilang

Satya putra
Musik yang hilang

Di sudut ruangan sebuah cafe, si pemuda sedang


asyik membaca sebuah buku sambil sekali-sekali
menyaksikan kehidupan yang berlalu secara
perlahan.

“All My Tomorrows” by Figgy Mold, menambah


cairnya suasana tempat itu.

Tak lama kemudian, musik jazz itu merangsang


rasa ingin tahu si pemuda dan bergegas meraih
smartphone miliknya.

1
Musik yang hilang

Pemuda: Wahai filsuf amatiran, bisakah kau kemari?

Meski suara itu di sampaikan melalui teknologi, si


pengangguran paham betul. Nada kalimat yang
dilontarkan si pemuda melalui smartphone itu,
terdengar seperti ajakan untuk berfilsafat.

Pengangguran: Tidak. Aku malas bepergian.

Pemuda: Ayolah, bagaimana kalau kupesankan go-jek?

Pengangguran: Tidak, tidak. Maksudku, aku tidak ingin


meninggalkan suasana dataran tinggi ini.

Pemuda: Ohh, baiklah. Tapi bolehkah aku bertanya sesuatu?

Pengangguran: Apa itu?

Pemuda: Mengapa seseorang dapat menyukai musik jazz?

Pengangguran: Oooo itu. Musik tanpa kata.

Pemuda: Ya, maksudku mengapa? Padahal musik jazz


hanya berisikan ritme, bunyi, dan kadang ada
improvisasinya.

2
Musik yang hilang

Pengangguran: Loh, apa bedanya dengan kaum milenial


dan gen-z yang suka lagu k-pop dan jepang padahal tidak
mengerti arti dari liriknya?

Pemuda: Hmmm, t-tapi, setidaknya mereka itu terhibur?


Karena jujur saja, menurutku, seni musik adalah sarana
untuk hiburan. Lalu bagaimana letak penghibur dari musik
jazz?

Pengangguran: Oke. Berarti perbincangan kali ini akan


berjudul “Musik yang hilang”.

Pemuda: Seperti biasa, kau akan memberiku wawasan


baru. Tapi mengapa harus berjudul seperti itu?

Pengangguran: Karena banyak orang saat ini


meremehkan nilai estetika musik jazz. Padahal, musik jazz
ditempatkan sebagai seni tertinggi.

Intensitas perbincangan mereka berdua melalui


smartphone mulai naik. Tak ingin tertinggal satu
kata pun yang di lontarkan si pengangguran,
sang pemuda refleks mengaktifkan mode “loud
speaker” di smartphone miliknya.

Pemuda: Seni tertinggi?

3
Musik yang hilang

Pengangguran: Ya. Perkenalkan Arthur Schopenhauer,


seorang filsuf asal Jerman yang disinyalir merupakan filsuf
pertama yang berfokus dalam mendalami musik.

Pemuda: Ah, si filsuf pesimis.

Pengangguran: Benar.

Pemuda: Apa yang dia tawarkan?

Pengangguran: Pertama kita harus memahami teori


kehendak yang di usung oleh Schopenhauer.

Pemuda: Oke.

Pengangguran: Pandangan Schopenhauer sangat


dipengaruhi oleh pemikiran ala Buddhisme (timur) dan
Immanuel Kant (barat). Bahkan teori metafisisnya
Schopenhauer mengadopsi pola yang sama dengan Kant.

Pemuda: Fenomena dan Noumena?

Pengangguran: Tepat sekali. Menurut Kant, dunia ini


hanyalah presentasi melalui persepsi inderawi kita yang
disebut dengan Fenomena. Sedangkan apa yang dimaksud
dengan Noumena adalah sesuatu yang ada dalam dirinya
sendiri yang tidak dapat diketahui begitu saja. Misalnya,
kehidupan, kebahagiaan, cinta, dan semacamnya.

4
Musik yang hilang

Pemuda: Lalu bagaimana menurut Schopenhauer?

Pengangguran: Nah, menurut Schopenhauer, kehendak


atau “The Will” ini berada dalam tataran Noumena.

Di sela perbincangan antara si pemuda dan


pengangguran. Dari kejauhan, sang pemuda
melihat seorang perempuan dengan rambut
panjang menggerakkan tubuhnya seiring dengan
alunan melodi musik jazz yang sedang di putar
dalam cafe tempat si pemuda berada.

5
Musik yang hilang

Sambil melihat perempuan yang sedang larut


dalam alunan melodi musik jazz, si pemuda lalu
refleks berkata.

Pemuda: Hmmm, kehendak ya.

Ucapan si pemuda langsung di tangkap oleh


persepsi inderawi (fenomena) sang pengangguran
melalui nada dan intonasi yang di lontarkan
lewat smartphone.

Pengangguran: Kau sudah dapat menyimpulkan?

Dalam persepsi inderawi (fenomena) sang


pengangguran, ucapan refleks si pemuda tadi
adalah sebuah reaksi akibat dari memahami
perkataan yang dilontarkan oleh sang
pengangguran mengenai kehendak atau tepat
sebelum si pemuda melihat seorang perempuan
yang menggerakkan tubuhnya seiring dengan
suara piano dan saksofon dalam alunan melodi
musik jazz.

6
Musik yang hilang

Pemuda: Ah tidak, tidak. Aku masih butuh penjelasan


lebih jauh mengenai kehendak menurut Schopenhauer.

Pengangguran: Menurut Schopenhauer, pada dasarnya


manusia ingin sekali mencapai sesuatu yang digerakkan
oleh kehendaknya. Misalnya, menikahi seseorang yang kita
cintai. Selama proses mendapatkan apa yang kita
kehendaki (menikahi seseorang), kita akan senantiasa
menderita, entah itu dengan modal yang harus dikeluarkan
ataupun menjelma menjadi seorang yang sesuai dengan
standar pasangannya. Sederhananya, sebelum kehendaknya
terpenuhi, maka manusia itu akan merasakan derita.

Pemuda: Ah itu mah pandangan dari seorang pesimis.


Lalu bagaimana jika kehendaknya sudah tercapai?

Pengangguran: Sedangkan ketika kehendak atau sesuatu


yang diinginkan itu sudah tercapai, segera kebosanan akan
menyerbu. Contohnya, seorang pasangan suami istri yang
usia pernikahannya sudah 3 tahun dan sudah mulai di
serang oleh gejala kebosanan. Maka muncullah kehendak
baru yakni keinginan memiliki keturunan. Padahal sebelum
menikah, suami istri tersebut memiliki kehendak untuk
menikahi dan dinikahi. Dan kembali lagi, selama proses
mendapatkan apa yang ia kehendaki (memiliki keturunan),
manusia akan senantiasa menderita.

Pemuda: Ini seperti siklus kehidupan dalam Mitos Sisifus,


buku yang ditulis oleh Albert Camus.

7
Musik yang hilang

Pengangguran: Benar. Menurut Schopenhauer Tidak


ada yang namanya kebahagiaan sejati. Ini diperjelas
dengan kata-kata populer yang ia lontarkan bahwa
“Kehendak yang tidak terpenuhi menyebabkan penderitaan,
dan pencapaian hanya membawa kejenuhan”.

Pemuda: Lalu apa hubungannya dengan musik?

Pengangguran: Oke. Siapkan kopi dan pikiranmu.

Pemuda: Tentu. Aku siap.

Pengangguran: Menurut Schopenhauer pelarian dari


belenggu kehendak manusia adalah melalui musik,
meskipun bersifat sementara.

Pemuda: Mengapa demikian?

Pengangguran: Seperti yang kukatakan tadi, bahwa


kehendak berada dalam tataran noumena. Namun, musik
itu sendiri menurut Schopenhauer adalah suatu jelmaan
kehendak di tataran inderawi atau fenomena.

Pemuda: Sebentar. Bisa kau sederhanakan?

Pengangguran: Lewat lengkingan-lengkingan melodi


(Fenomena) kita bisa mengetahui berbagai macam
keinginan-keinginan atau kehendak. Dalam musik,
8
Musik yang hilang

kehendak yang seharusnya berada dalam tataran noumena


dapat menjelma ke dalam fenomena lewat lengkingan
melodi ataupun instrumen. Musik yang dimaksud oleh
Schopenhauer ini musik yang tren di zamannya atau musik
tanpa teks yakni musik klasik/romantik maupun jazz.

Pemuda: Hmmmm.

Reaksi si pemuda menunjukkan bahwa ia masih


belum mengerti.

Pengangguran: Dalam musik tanpa teks atau jazz dan


semacamnya, bagi Schopenhauer musik itu mempunyai
kejanggalan mengekspresikan apa yang disebut sebagai
emosi yang impersonal (antar pribadi).

Pemuda: Jadi alunan melodi yang diciptakan bukan


berasal dari ekspresi sang komposer?

Pengangguran: Ingat, ini berlaku untuk musik tanpa teks


atau sering kita sebut dengan musik jazz.

Pemuda: Ah iya. Ini karena tidak ada teks dalam musik


jazz untuk membantu kita dalam mengetahui esensi atau
makna dari lagu tersebut.

Pengangguran: Musik jazz tidak mengungkapkan atau


menggambarkan suatu kesenangan tertentu, penderitaan

9
Musik yang hilang

ini atau itu, rasa sakit, kesedihan, kengerian, kegembiraan,


atau ketenangan pikiran. Tetapi, ia adalah kesenangan,
penderitaan, rasa sakit, kesedihan, kengerian, kegembiraan,
ketenangan pikiran itu sendiri, sampai batas tertentu dalam
ke-abstrakan sifat esensial mereka. Ini berkaitan dengan
tempo halus dan lambat seiring dikaitkan dengan sedih
atau lekas dan menggebu-gebu yang dikaitkan dengan
senang.

Pemuda: Tapi mengapa ada yang mengeluarkan emosi-


emosi tertentu saat mendengarkan musik tanpa kata
tersebut?

Pengangguran: Schopenhauer menyangkal bahwa itu


adalah emosi.

Pemuda: Lalu apa?

Pengangguran: Emosi bukanlah apa yang terkuak di


dalam musik. Bila seseorang merasakan bahagia atau sedih
itu berasal dari motif. Motif inilah yang menggerakkan
kehendak dan cenderung menjadi sesuatu yang dirasakan.
Yang jelas di dalam musik jazz, Schopenhauer menawarkan
bahwa kita bisa memilih secara langsung bentuk esensial
yang berupa non-konseptual tanpa wujud emosi apa pun
dari sang pencipta lagu di dalamnya. Tetapi pendengar
musik bisa melihat pasang-surut kehendak mereka sendiri
dalam menginginkan sesuatu atau sederhananya,
merekalah yang menentukan emosi-emosi dari setiap
alunan musik jazz tersebut.
10
Musik yang hilang

Pemuda: Motif yang menggerakkan kehendak?

Pengangguran: Iya. Seperti misal, aku baru saja putus


dengan kekasihku. Lalu aku memutuskan untuk
mendengarkan musik jazz untuk mengiringi kesedihanku.
Maka, terciptalah suatu emosi kesedihan saat
mendengarkan musik tersebut.

Pemuda: Rumit.

Pengangguran: Begitulah musik jazz. Kembali ke


pertanyaan awal, mengapa sih seseorang dapat menyukai
musik jazz?

Pemuda: Ah iya, bagaimana dengan itu?

Pengangguran: Kau harus menanyakan itu kepada orang


yang menyukai musik jazz, karena jujur aku pun tidak tahu.
Entah apakah orang itu suka karena selera iseng belaka,
atau karena ia suka ke-abstrakan dalam esensi musik jazz
itu sendiri.

Pemuda: Ah, aku tahu harus bertanya kepada siapa.

Si pemuda teringat si perempuan tadi yang


tubuhnya bergerak-gerak saat mendengar

11
Musik yang hilang

alunan melodi musik jazz, lalu bergegas untuk


mencari perempuan itu.

Pengangguran: Baiklah, aku akhiri sampai sini saja.


Sampai jumpa.

Panggilan mereka berdua berakhir. Dan sekarang


si pemuda menghampiri perempuan berambut
panjang tadi.

12
Musik yang hilang

Pemuda: Permisi, bolehkah aku menanyakan sesuatu?

Perempuan: Tentu.

Pemuda: Kenalkan, aku Saad yang memiliki arti penuh


kebahagiaan, dalam Bahasa Arab.

Rhea: Ha-ha, kenalkan aku Rhea yang berarti anggun,


dalam Bahasa Sansakerta. Nah, silahkan duduk.

Pemuda: Tadi kulihat kau menggerakkan tubuhmu saat


musik jazz diputar. Apakah kau menyukai musik jazz?

Rhea: Tidak, tidak.

Pemuda: Lalu bagaimana kau menjelaskan tindakanmu


tadi? Dan apa itu jazz?

Rhea: Hmmm. Pertanyaan tentang apa itu jazz tidak bisa


dijawab tanpa mengetahui apa itu jazz . Bagi komposer, jazz
adalah banyak hal: di satu sisi, ini adalah musik dansa
tradisional. Tetapi, di sisi lain, ini adalah musik kebebasan
minoritas melalui gagasan improvisasi.

Pemuda: Jadi, kau bergerak-gerak tadi karena itu adalah


musik dansa tradisional?

13
Musik yang hilang

Rhea: Sulit untuk dijelaskan. Semua orang yang ada di cafe


ini, mendengarkan musik jazz yang diputar tadi dan
memaknai musik instrumentalia dengan caranya sendiri-
sendiri. Mungkin ada yang secara tak sadar mengangguk-
anggukkan kepalanya, ada juga yang memaknainya dengan
relaksasi. Sedangkan aku memaknainya sebagai
kebahagiaan atas cinta yang sedang bersemi. Maka dari itu
aku menggerak-gerakkan tubuhku, karena aku memaknai
sedemikian rupa sehingga seolah-olah aku sedang dimabuk
cinta. Ini hanya masalah imajinasi, kehendak dan lirik saja.
Semuanya abstrak.

Pemuda: Maksudmu?

Rhea: Lirik atau teks dalam musik jazz itu tidak berlaku.
Lalu setiap aku mendengar suara saksofon dalam musik
tanpa kata itu, aku pasti teringat dengan lagu-lagu cinta. Ini
karena suara saksofon dalam persepsi inderawi milikku
sangat lekat dengan pengalaman mendengarkan suaranya
dalam lagu cinta. Seperti suara saksofon dalam lagu
“kesempurnaan cinta” Rizki Febian atau “could it be love”
Raisa. Lalu apa salahnya aku memaknainya demikian rupa?

Ayu: Setuju! Bisa saja lirik dari musik jazz, kita yang
ciptakan sendiri. Musik jazz yang tanpa kata, sebenarnya
memiliki kata. Kata itu berbunyi di kepala setiap orang yang
menikmatinya.

14
Musik yang hilang

Ucap seorang perempuan yang duduk tak jauh


dari tempat Rhea dan Pemuda mengobrol
ngaler-ngidul. Sepertinya perempuan ini tidak
mau kalah berimajinasi.

15
Musik yang hilang

Pemuda: Ahh begitu. Lalu bagaimana jika teks atau lirik


yang ada dalam musik dihilangkan? Apakah itu bisa disebut
dengan musik jazz?

Ayu: Tidak. Ke-abstrakan dari musik tersebut sudah


hilang. Meskipun lagu “about you” by The 1975 liriknya
dihilangkan. Tapi tetap saja pencipta lagu menciptakan
esensi bahwa lagu itu menceritakan kisah seseorang.

Rhea: Sudahlah, jangan membahas musik jazz yang rumit


itu. Mari kita cari topik lain.

Pemuda: Tentu.

Note: Ternyata kisah suami istri yang di


ceritakan si pengangguran adalah kisahnya
sendiri.

16

Anda mungkin juga menyukai