Part 2
Karena permintaan yang tidak terduga, langkah kakiku sedikit... tidak, tapi
sangat berat.
Menerima permintaan ini adalah sebuah kesalahan. Aku yang tak ada
kaitannya kenapa harus menyerahkan ini....
Kurasa aku memang harus kembali dan kasih tahu Ichihashi-san agar
pemiliknya langsung memberikannya sendiri....
Tiba-tiba aku teringat saat aku hendak memberikan surat ke Nī-san yang
telah memutuskan untuk masuk ke SMA.
Aku yang dulu bodoh, yang tidak menyadari bahwa Nī-san telah bersikap
dingin terhadapku, dan aku sangat ingin kembali ke masa lalu ketika kami
masih dekat.
Jika kami tidak bisa berbicara tatap muka, kupikir aku bisa menuangkan
perasaanku itu ke dalam sebuah surat.
Nī-san pun pergi ke sekolah ini dan aku tidak lagi bisa bertemu atau
menghubunginya.
Saat aku coba menggali ingatanku, sepertinya aku menaruhnya di laci meja
Nī-san...
“Eh, kalau Nī-san pulang ke rumah, bukannya surat itu akan dia lihat?”
Sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah berharap agar Nī-san tidak
menemukan surat itu.
Teringat punggung Nī-san dari luar jendela, aku menyatukan kedua tanganku
sekali.
“...I-Iya ya.”
Bahkan sekarang, jika aku ditanya apakah aku bisa memberikan surat pada
Nī-san dengan perasaanku kini, aku akan kesulitan untuk memberikan
jawaban langsung. Aku tidak tahu siapa pengirimnya, tapi penerimanya
adalah Ketua OSIS Nagumo.
Ketika aku membuka pintu, semua anggota OSIS sudah ada di sana, kecuali
Ketua OSIS Nagumo.
Tapi itu tidak bisa diserahkan pada sembarang anak laki-laki. Aku tidak bisa
begitu saja mempercayakan mereka dengan sesuatu yang bahkan bukan tugas
OSIS, seperti menyerahkan surat cinta.
Dari mereka semua, satu-satunya yang relatif dekat dan bisa bicara santai
denganku adalah Yagami-kun.
Ini juga bisa dianggap mengambil keuntungan dari posisiku sebagai senpai,
tapi aku tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa berkorban.
Aku meraih surat cinta di dalam tasku agar hal merepotkan ini cepat beres.
Tetapi tepat pada saat itu, Ketua OSIS Nagumo muncul di ruang OSIS.
Tidak mungkin aku bisa bilang bahwa aku diminta untuk memberikan surat
cinta dalam keadaan seperti ini.
“Jadi diputuskan dalam waktu hampir setengah hari. Sepertinya Ketua OSIS
membuat keputusan yang tepat. Tapi jika itu adalah kebijaksanaan OSIS, aku
ingin kamu beritahu kami sedikit lebih awal.”
“Ide itu muncul tiba-tiba. Aku pikir sedikit lebih awal akan membuat para
kōhai senang.”
Pada dasarnya, inisiatif OSIS dimulai dengan ide dari ketua OSIS Nagumo.
Terkadang ide itu lahir dari pernyataan-pernyataan yang dibuat selama rapat,
dan terkadang lahir tanpa sepengetahuan kami berikan.
“Itu rumor tanpa dasar, tapi ada seseorang yang mengatakan bahwa, aku
bermain taruhan dengan uang banyak untuk mengeluarkan siswa tertentu.”
Karena aku juga tidak bisa langsung memahami maksud dari apa yang
dikatakan Ketua OSIS Nagumo.
Ketua OSIS Nagumo melontarkan kata-kata seperti itu ke Wakil Ketua OSIS
Kiriyama dengan mata tertutup.
“...Kishi?”
“Itu hanya rumor dari sesama teman, aku tidak akan heran jika kau
mengetahuinya.”
“Maaf, aku baru pertama kali mendengarnya. Lagi pula aku tidak tahu apa
gunanya mempertaruhkan banyak uang untuk membuat seseorang
dikeluarkan.”
Aku tidak bermaksud kasar, tapi mungkin saja ketua OSIS Nagumo secara
diam-diam memberikan poin pribadi dan hak untuk pindah kelas kepada
mereka yang dekat dengannya.
“Itu hanya rumor. Tapi, aku tidak mau duduk diam dan membiarkan rumor
tentangku menyebar.”
Tentu saja, sebagai Ketua OSIS, rumor semacam itu hanya dapat merugikan
secara sepihak.
Wajar saja jika dia terlihat dalam suasana hati yang buruk.
“Diliburkan... ya?”
Mendengar usulan dari Ketua OSIS Nagumo yang tidak terduga, Ichinose-san
terkejut.
Anggota OSIS berkumpul rutin seperti ini seminggu sekali dan membahas
berbagai agenda.
“Tentu saja. Aku akan mencarinya ke setiap sudut. Rapat berikutnya kita
adakan setelah festival budaya.”
Setelah itu, diskusi dilanjutkan dengan topik sehari sebelum festival budaya
dan tak lama kemudian kami bubar.
Siswa lain meninggalkan ruang OSIS lebih dulu dari kami, dan aku bersyukur
untuk itu.
“Apa itu?”
“Aku ingin kamu memberikan ini pada Ketua OSIS Nagumo. Ini surat cinta.”
“Itu cukup langka di masa kini. Kebanyakan sih itu dilakukan lewat chat atau
panggilan telepon...”
“Begitu ya. Tak kira ini surat cinta darimu, Horikita-senpai.... Atau haruskah
aku serahkan ini atas namamu saja?”
“Di sini tidak ada nama pengirimnya, surat cinta dari siapa ini? Nanti aku
sampaikan sekalian.”
“Aku tidak bisa katakan. Orangnya ingin surat itu tetap anonim.”
“Ia mengandalkanku karena aku anggota OSIS, tapi karena ada suratnya
anonim, mungkin akan jadi salah paham jika aku yang memberikannya,
bukan?”
“Kemungkinan itu bisa saja. Sejujurnya, aku masih sedikit curiga kalau ini
mungkin ditulis olehmu, Horikita-senpai.”
Yagami-kun sedikit tertawa geli, tapi itu sama sekali tidak lucu bagiku.
“Aku bercanda. Aku bisa tahu dari ekspresi tidak suka Senpai kalau ini bukan
darimu.”
“Sebenarnya, akan lebih cepat jika kuberikan itu padamu sebelum Ketua OSIS
Nagumo tadi datang...”
“Bahkan jika suratnya sudah kupegang, kurasa aku tidak akan berani
menyerahkannya. Soalnya dia tidak terlihat dalam suasana yang pas untuk
menerima surat.”
Dalam situasi itu, tidak ada yang berani berbicara dengan Ketua OSIS Nagumo.
“Mungkin. Katanya, dia mencurahkan isi hatinya ke dalam surat itu, tapi aku
tidak bisa memastikannya.”
Aku juga tidak bisa begitu saja melepas segelnya untuk melihat isinya.
“Jika yang dikira surat cinta ini kuberikan padanya dan ternyata bukan,
kupikir itu tidak sopan untuk Ketua OSIS Nagumo.”
“Aku akan memberitahunya dengan hati-hati, bahwa aku menerima surat ini
dari seseorang.”
Yagami-kun berbalik dan melihat ke rak buku. Tentu saja, ada banyak catatan
rapat yang disisipkan di sana yang menceritakan sejarah kerja OSIS hingga
sekarang.
Padahal tidak ada salahnya jika itu berubah menjadi disk di generasi kami,
Yagami-kun ada benarnya.
Mungkin ini adalah sesuatu yang harus diteruskan jika kami ingin
menghormati tradisi.
“Aku juga mendengar bahwa lebih baik mengalami kesulitan ketika masih
seorang pelajar. Karena jika kita terbiasa dengan hal-hal mudah sejak awal,
kita mungkin akan menderita di kemudian hari.”
Yagami-kun menunjukkan respons yang agak lebih dewasa, tak seperti siswa
SMA tahun pertama.
Benar sekali, saat ini tidak jarang orang menembak menggunakan ponsel.
Halaman pertama yang dibolak-balik adalah dari pertengahan tahun lalu, itu
tampak seperti ditulis oleh siswa tahun ketiga saat ini di tahun kedua mereka.
Dan tulisan tangannya begitu halus sehingga sulit dipercaya bahwa itu adalah
tulisan tangan.
“Ada. Dia bilang si Kishi-senpai ini mungkin yang memulai rumor tersebut,
‘kan? Apa kamu tahu dari kelas mana Kishi-senpai ini?”
Ini sangat mirip dengan tulisan tangan yang aku cari, yang hampir luput dari
ingatanku sekarang.
Kulihat Yagami-kun dari sudut pandang yang lebih luas, ia tetap menatapku
dengan senyuman yang sama.
Jangan-jangan....
“Horikita-senpai?”
“...Maaf aku tidak tahu. Lihat saja OAA, nanti kamu pasti akan langsung tahu.”
“Maaf, tapi aku baru ingat kalau aku keperluan. Jadi aku akan pergi sekarang.”
“Kalau begitu maaf merepotkan, tapi terkait surat untuk Ketua OSIS, aku
serahkan padamu, ya.”
Tepat sebelum menutup, dari dalam ruangan yang bisa kulihat melalui celah
kecil, Yagami-kun menatapku sambil tersenyum.
Jika tidak, ia tak akan repot-repot membuka catatan rapat itu sendiri untuk
menunjukkan tulisan tangannya.
Karena sudah cukup lama berlalu sejak aku melihat tulisan tangan itu,
ingatanku menjadi kabur.
Tapi tetap saja, enath kenapa, tulisan tangannya cukup mirip untuk
membuatku yakin.
Jika kuasumsikan dia adalah orang yang menulis surat itu padaku... itu berarti
dia selalu bersikap tenang saat berada di sisiku sepanjang waktu.