Part 4
Akan tetapi, semakin besar skalanya, semakin banyak persiapan awal yang
perlu dilakukan untuk hari itu.
Sejalan dengan itu, informasi mengejutkan tersiar dari Kelas A tahun ketiga,
yang dipimpin oleh Nagumo.
Mungkin harus kugambarkan sebagai gaya seorang juara yang tidak harus
bersaing untuk mendapatkan poin kelas.
Hanya dengan melihat dari kejauhan alat peraga dan benda-benda lain yang
dibawa, aku tahu sejumlah besar uang telah digelontorkan. Sebagai
pembuktian, akhirnya, kelas A tahun ketiga mengumumkan
pra-pembukaannya sendiri sejak kemarin.
Sebagai seseorang yang tak tahu apa-apa tentang festival budaya, aku ingin
mencicipi secara langsung kreasi dari kelas-kelas lain, apa pun bentuknya.
Jumlah siswa tahun pertama dan kedua tidak begitu banyak, bahkan pada hari
pertama, mungkin karena pra-pembukaan dibagi selama beberapa hari.
Tak lama setelah berdiri di ujung antrian, terdengar suara yang tidak asing.
“Ah...”
Ketika hendak masuk ke dalam antrean, tentu saja kehadiranku terlihat oleh
mereka berdua.
Ichinose yang bereaksi paling cepat dan peka menundukkan kepalanya sedikit
sekali dan mengalihkan pandangannya.
Kanzaki dalam diam berbaris seperti Ichinose dan aku dalam satu barisan.
Di saat keheningan yang canggung mulai terasa, antrean tidak kunjung juga
bergerak.
Mungkin karena ini adalah hari pertama, para siswa tahun ketiga tampaknya
tidak dapat maju dengan lancar.
“...O-Oh, iya. Aku, um, aku baru ingat ada urusan mendesak. Kanzaki-kun,
maaf, bisakah aku serahkan ini padamu...?”
Jelas sekali dia hanya mencari alasan, tapi Kanzaki mengangguk setuju tanpa
mempertanyakannya.
Dalam keadaan apapun Ichinose tidak bisa bersikap kejam, jadi dia
mengucapkan sepatah kata padaku juga dan meninggalkan barisan. Kini
hanya aku dan Kanzaki yang tersisa dan suasananya terasa berat.
Situasi di mana bahkan siswa yang tidak tahu apa-apa akan sedikit menyadari
alasannya. Adapun bagi Kanzaki, situasinya mungkin sangat jelas.
“Apa kabar?”
Aku bertanya padanya bukan tentang apa-apa, tapi wajah Kanzaki langsung
berubah muram.
Kesimpulan itu dilandasi oleh asumsi bahwa ia akan kembali pada saat aku
meninggalkan gedung olahraga.
Rumah hantu yang dikelilingi oleh dinding tentu saja sempit dan memiliki
jarak pandang yang cukup buruk.
Untuk mempersempit sumber cahaya, lampu yang tampaknya dibeli dari toko
seragam dibungkus dengan selotip sehingga tidak menyinari ruangan dengan
baik.
(Tln: Toko seragam atau Toko 100 yen, toko yang menjual barang apapun
dengan harga 100 yen)
Belakangan ini, aku sering menggunakan internet untuk mencari tahu tentang
festival budaya, tapi aku bertanya-tanya, apakah mungkin untuk
menghasilkan kualitas yang setinggi ini.
Sejujurnya, aku kagum dengan keterampilan tangan para siswa tahun ketiga,
atau lebih tepatnya kelas A tahun ketiga.
Kupikir ini sudah jelas, pada dasarnya suasananya diciptakan oleh dekorasi
ruangan, dan sebagian besar bagian untuk menakut-nakuti dilakukan oleh
manusia.
Ochimusha yang melompat keluar dan menghunus pedangnya tentu saja juga
dilakukan oleh orang lain.
Ada beberapa gimmick yang terlihat masih dalam proses pembuatan, tapi
dalam pertunjukan aslinya nanti dengan tambahan itu semua maka
kualitasnya pun akan ikut meningkat.
Ini mungkin tidak terlalu menarik di kalangan orang dewasa, tapi bagi
keluarga mereka, terutama anak-anak, ini mungkin akan sangat populer.
Biaya yang mahal cenderung membuat orang menghindarinya, tapi jika itu
yang diinginkan anak mereka, mereka akan rela untuk merogoh kocek
dalam-dalam.
Hal ini akan menjadi faktor yang penting untuk lebih menyempurnakan
kebijakan maid café mulai sekarang.
“Wa, a a aaaah!?”
Aku tidak menolongnya karena kukira itu mungkin bagian dari atraksi, tapi
melihatnya tersungkur kesakitan membuatku yakin bahwa ini adalah
kecelakaan yang tak terduga.
“Aduh, aduh!!”
“Te-Terimakasih... aw aw aw.”
Dia rupanya mengalami kesulitan berdiri sendiri, jadi dia pun akhirnya duduk
di tempat.
Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja seperti ini, jadi aku memutuskan
untuk meminjamkan bahuku.
Aku ingat jalan ke pintu masuk, jadi kami pasti bisa kembali dengan cepat
bahkan sambil aku memapahnya.
Ia menjerit kesakitan. Itu karena ia melakukan pose belaga yang tidak perlu.
Harusnya lebih cepat daripada aku mencari sendiri jalan keluarnya dari awal.
Aku tersesat beberapa kali dan kemudian tiba di pintu keluar sambil memapah
Senpai yang ketakutan ketika ditakut-takuti oleh teman sekelasnya.
(Tln: Lah?)
Aku bermaksud untuk segera pergi setelah meminta orang lain merawat
Asahina, tapi karena pra-pembukaan, tampaknya tidak ada siswa yang
nganggur.
“Tu-Tunggu?”
“U-Un...”
Ia hendak berdiri untuk berjalan keluar sendiri, dan ternyata ia tidak bisa
menahan rasa sakitnya, lalu ia pun mencoba untuk berdiri dengan kaki kirinya
yang tidak sakit dan berjalan dengan satu kaki.
“Uu... tapi...”
Aku yakin bukan hanya karena dia merasa malu, tampaknya ada alasan lain
kenapa dia enggan meminta bantuanku.
“...Kamu tahu?”
“Benar, kah?”
“Dia mungkin sadar bahwa dia sudah menilai terlalu tinggi diriku.”
“Makasih, ya.”
Pakaiannya yang agak mencolok ini memang cukup merepotkan, tapi apa
boleh buat.
Aku menyuruhnya untuk duduk di atas tempat tidur agar dokter bisa langsung
melakukan pengobatan.
Bukan waktu yang tepat untuk meninggalkan ruang kesehatan, aku mulai
bicara sambil berdiri.
“Ya.”
Tepat pagi ini, sebuah tipu muslihat yang dilakukan oleh Ryūen.
Kreasi maid café yang diam-diam kami kerjakan menjadi terkenal di seluruh
sekolah.
Tentu saja, pada dasarnya ada lebih banyak kerugian apabila kreasi kami
diketahui lebih awal.
“Karena kelas C... kelas Ryūen juga mengaku akan bersaing dengan kedai
kopi.”
“Kami hanya bisa berharap agar tidak ada lagi yang ikut-ikutan setelah tahu
bahwa sudah ada 2 kelas yang bertarung dengan kreasi yang serupa.”
“Karena jika ada 3 atau 4 kelas dengan kreasi yang sama, itu hanya akan
membuat persaingan untuk mendapatkan pelanggan menjadi lebih buruk ya.”
Bukan tidak mungkin untuk membuka stan sebagai sambilan, tapi tidak
mudah untuk mengalahkan kami yang mencurahkan banyak tenaga untuk itu.
“Ah, syukurlah. Aku tak ingin membuat kelas dalam masalah karena hal ini.”
“Keunggulan kelas tidak akan berubah, jadi tidak ada yang perlu
dikhawatirkan, bukan?”
Jika mereka berada di urutan terakhir dalam festival budaya, mereka tidak
akan kehilangan poin kelas.
“Tidak bisa begitu. Karena tidak ada yang lebih baik daripada memiliki lebih
banyak poin kelas. Bahkan kali ini, masih ada beberapa anak yang menentang
Miyabi.”
Mengingat aturan tahun ketiga yang diterapkan oleh Nagumo, wajar jika ingin
meluluskan sebanyak mungkin siswa sebagai Kelas A.
Dengan demikian, keluhan dari 3 kelas lainnya tidak akan terlalu keras.
Tapi meski begitu, itu tidak bisa sepenuhnya ditekan tanpa menunjukkan
kemauan untuk mendapatkan poin kelas sebanyak mungkin.
“Soal yang tadi. Ayanokōji-kun, kamu bilang Miyabi sadar bahwa dia sudah
menilaimu terlalu tinggi, bukan?”
“Ya.”
“Awalnya kupikir itu benar. Tapi setelah kupikir-pikir lagi itu mungkin
salah.”
“Kenapa?”
“Kamu dan Miyabi belum memutuskan dengan jelas siapa yang menang dan
siapa yang kalah, bukan?”
Aku dan Nagumo belum pernah sekali pun menuntaskan pertarungan satu
lawan satu.
“Kurasa itu tidak penting. Malahan... ini bisa lebih buruk dari sekarang. Bukan
Ayanokōji-kun, tapi bisa jadi dia melakukan sesuatu pada seseorang yang
dekat denganmu.”
Mungkin ada beberapa hal yang hanya bisa dilihat oleh Asahina, yang telah
menemani Nagumo di sisinya selama tiga tahun terakhir.
“Seperti mantan ketua OSIS Horikita, ketua OSIS Nagumo suka berkompetisi,
ya.”
“Pernah tidak dia kalah telak dari seseorang? Atau pernahkah dia gagal
sedikit?”
Ada banyak aspek yang tidak bisa dikelola hanya dengan manuver politik saja.
“Dia suka menjadi nomor satu. Itulah mengapa dia berjuang untuk menjadi
nomor satu di sekolah ini. Pada akhirnya, ia bahkan menjadi ketua OSIS, jadi ia
benar-benar orang yang melakukan apa yang ia ucapkan.”
“Tapi, kalau aku ditanya apakah Nagumo adalah orang nomor satu, aku akan
langsung menyangkalnya.”
“Kenapa begitu...? Dia tidak pernah kalah dari siapapun sebelumnya loh.”
“Ya.”
Setelah dia selesai berlari, dia menoleh ke belakang dan tidak ada seorang pun
yang mengejarnya.
Mereka semua hanya berjalan atau berhenti karena menyerah tidak dapat
mengalahkan Nagumo.
Waktu dia meminta pertandingan satu lawan satu di festival olahraga, dia juga
tak pernah berpikir akan kalah.
Tentu saja, itu apa boleh buat karena dia tidak tahu segalanya tentang aku,
tapi biarpun ia melihat kekuatan penuhku dari dekat, Nagumo pasti tidak akan
memiliki keraguan bahwa ia akan kalah.
“Entahlah.”
Bagi kebanyakan orang, akan tampak hanya bahwa sisi agresif Nagumo, rasa
ingin tahunya, telah ditekan.
Nagumo akan melakukan sesuatu padaku... tidak, lebih tepatnya pada orang
lain selain aku setelah ini.
Jika bom yang sudah sangat membengkak ini dibiarkan begitu saja, hal-hal
yang baru saja kusebutkan tadi sedang menunggu.
Tentu saja, aku tidak bisa menyangkal bahwa aku berperan dalam faktor itu,
tapi pilihan itu awalnya hanya membara dalam emosi dan pola berpikir
Nagumo.
Itu adalah, para siswa yang semula tidak akan lulus sebagai Kelas A karena
metode Nagumo ternyata memang mendapatkan kesempatan itu.
Tak hanya siswa tahun ketiga, siswa tahun pertama dan kedua juga
mendapatkan tiket pindah kelas, meskipun secara terbatas.
Ini adalah produk yang tidak ada di era Manabu, meskipun penggunaannya
terbatas.
Jika ini adalah diriku sampai tahun lalu, aku pasti hanya akan melihat dan
mengabaikan tindakan Nagumo.
“Ya.”
Kebetulan———ya.
Kebetulan yang baru saja kusebutkan adalah hal yang tak terkendali.
Sebab, kebetulan bisa sangat berubah bentuk yang diperlihatkannya dari satu
sudut pandang atau perspektif ke sudut pandang lainnya.