“Oke~”
Setelah pertandingan kuis di atas panggung berakhir, Masachika dan Alisa datang untuk
membantu stan kelas. Karena panitia festival diperkirakan akan lebih sibuk mulai besok
karena ada tamu dari luar, jadi mereka memutuskan setidaknya untuk mencoba
membantu sebisa mungkin.
“Haha, terima kasih... tapi ternyata aku merasa lebih malu dari yang kukira, tau?”
“Karena semuanya juga memakai hal yang sama, jadi mendingan menyerah saja. Aku
sih sudah terbiasa.”
Seorang cowok dari klub judo dan bertubuh besar, tersenyum tanpa beban saat ia
mengatakan hal ini. Ia mengenakan mantel yang dihias berlebihan dengan kerah besar
di tubuhnya yang kekar, dan dikombinasikan dengan wajahnya yang sangar,
membuatnya benar-benar menjadi pemimpin bandit yang sempurna...... tidak, ia
memiliki aura sebagai seorang kepala serikat petualang.
(Pada awalnya sih, konsep aslinya seharusnya mirip seperti kedai kopi, tapi......yah, yang
begini juga bisa dianggap sebagai kafe cosplay.)
Sambil tersenyum kecut karena kurangnya elemen kedai kopi, Masachika mengeluarkan
botol plastik dari kotak pendingin.
(Setiap kali aku berjongkok, kainnya selalu bergesekan dengan lantai, itu berkibar dan
mengumpulkan debu... topinya juga hampir selalu tersangkut, dan terus terang saja, topi
model begini tidak cocok untuk melayani pelanggan.)
Sambil sedikit ngedumel pada jubah yang menempel di kakinya setiap kali dirinya
berjalan, Masachika meletakkan cangkir kertas berisi minuman di atas nampan.
Kemudian, seorang gadis sekelas yang berpakaian seperti ksatria wanita, membawa
nampan tersebut ke tempat duduk pelanggan.
(Yah, karena aku bertanggung jawab atas dapur, jadi aku tidak keberatan sama sekali, sih...
Ngomong-ngomong, kok Alya datangnya lama sekali, ya?)
Alisa juga datang ke kelas bersama Masachika, karena mereka memiliki shift yang sama.
Namun, segera setelah itu, Alisa diseret entah kemana oleh tiga orang gadis dari
kelasnya yang telah menunggunya, dan meskipun sudah lebih dari lima belas menit
sudah berlalu, dia masih belum kembali.
(Waktu shiftnya sudah hampir selesai… apa mereka masih belum selesai? Yah, waktu
sekarang masih bisa sempat untuk berkeliling, sih)
“Kurasa bahan dasarnya mungkin dari ginger ale... tapi ini apaan ya? Entah kenapa aku
merasa pernah mencicipinya di suatu tempat.”
“Hei, kenapa minuman ini baunya seperti acar buah plum... apa ini cuma imajinasiku
saja?”
“Eh, seriusan?”
Hal yang sedang mereka lakukan adalah menebak resep untuk setiap minuman. Rencana
awalnya, kelas mereka hanya berniat untuk menyajikan minuman, tapi atas saran salah
satu anak cowok, mereka menulis di bagian belakang menu apa saja bahan-bahannya
dan meminta orang-orang untuk menebak apa saja yang ada di dalamnya sambil
minum. Walaupun tidak ada hadiah khusus untuk yang menang, tapi jika dilihat dari
situasinya, sepertinya mereka cukup menyukai konsep tersebut.
Tentu saja, jika kelasnya melakukan ini, para pelanggan akan tinggal lebih lama, dan
omzet penjualan toko akan menurun. Namun, karena sejak awal kelasnya berniat
melakukan proyek yang tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, jadi itu bukan
masalah besar.
(Karena kelas ini tidak mengincar Penghargaan Keunggulan atau Penghargaan Khusus...
Jadi, yang begini saja sudah tepat.)
(Lagipula, dalam hal penghargaan khusus, kelas kami pasti tidak bisa mengalahkan
kelas-kelas yang menggunakan koneksi orang tua dan segala macam sumber daya untuk
membuka toko yang sangat mewah...)
Ketika Masachika sedang memikirkan hal-hal seperti itu, pintu ruangan kelas tiba-tiba
terbuka, dan kemudian... ada sesosok Elf-san yang masuk.
“Fuaa?”
Masachika tanpa sadar menceploskan suaranya seperti orang idiot. Tapi ternyata, bukan
hanya Masachika saja yang bereaksi begitu. Para siswa yang berada di dalam kelas, tidak
peduli apakah mereka pengunjung atau pelayan, tampak dibuat terpana dan tercengang
ketika melihat kemunculan tiba-tiba penduduk dunia lain.
“Habisnya, kita sudah benar-benar melakukan yang terbaik, iya ‘kan ...”
Trio gadis tersebut terlihat sangat puas dengan pencapaian mereka. Masachika dengan
ragu-ragu mendekati Elf-san tersebut, yang ekspresinya bercampur aduk dengan
kebingungan dan rasa malu, dan memanggilnya.
“... Alya?”
Dia benar-benar terlihat seperti elf yang asli. Selain mempunyai “wajah orang asing yang
mudah bersahabat dengan orang Jepang” yang merupakan cita-cita otaku yang tinggal di
dalam dua dimensi, dia juga mengenakan pakaian khas dunia lain dengan telinga
runcing, dia sudah berbubah menjadi elf yang sesungguh. Manamungkin seorang gadis
yang terlalu cantik seperti ini masih bisa disebut sebagai manusia.
【Ketika aku memiliki keberanian untuk melangkah maju... aku malah tiba di dunia lain...
】
Masachika kembali tersadar dari lamunannya ketika mendengar perkataan sinis bahasa
Rusia Alisa, yang cenderung terlihat muram dan agak jauh. Ia kemudian berdeham
ringan dan memanggil Alisa lagi.
“Ehemm, pakaian itu kelihatan cocok untukmu... kamu terlihat sangat cantik sekali.”
Begitu Masachika melontarkan pujian tersebut, trio gadis yang berada di sekitar Alisa,
mengangkat suara mereka dengan bersiul menggoda, “““Hyu~hyu~♪”””. Namun tak
berselang lama kemudian, para siswa yang berada di dalam kelas langsung
menghampiri mereka, tanpa membedakan antara pelanggan dan pegawai, dan mereka
langsung dengan cepat berbalik untuk menjaga Alisa.
“Muka begini mah licik... Orang Jepang sih mana mungkin bisa menang melawannya.”
Sambil berdiri di depan gerombolan anak cowok yang berkerumun mengelilingi mereka,
trio gadis tadi memasang raut muka mengancam dengan tampang seperti anak
berandalan.
“Oi, kamu, jangan sembarangan mengambil fotonya! Mau aku palak, hah!”
“Memangnya kalian tidak tahu aturan mutlak bercosplay! Jika kalian memotret tanpa
izin, kamu akan didepak keluar, dasar orang-orang bego!”
…. Setidaknya, mereka juga seharusnya merupakan putri dari keluarga yang terpandang.
Mereka bukan tipe gadis yang berbicara kasar seperti itu. Melihat penampilan Alisa ini,
bisa jadi mereka memiliki obsesi yang luar biasa terhadap cosplay.
(Tunggu, lah? Jangan bilang kalau mereka bertiga berasal dari klub kerajinan tangan?Ahh…
kalau gitu, semuanya jadi masuk akal. Di sana itu sarangnya orang-orang yang terlalu
bersamangat… atau lebih tepatnya, orang yang terlalu antusias)
Ketika mengenang kembali kejadian masa lalu dengan klub kerajinan tangan,
pandangan Masachika terlihat agak menjauh. Kemudian, Alisa dengan malu-malu
melirik Masachika sembari menyembunyikan telinganya dengan tangannya.
“... Jika kualitas segitu saja sudah membuatmu merasa malu, bagaimana denganku
coba?”
Setelah mendengar keluhan tersebut, Alisa pun melihat topi runcing dan jubah
Masachika, lalu sedikit mengangkat sudut mulutnya.
“Maksudku bukan begitu, kok? Jika kamu memiliki tongkat dengan bintang di
ujungnya, kamu akan kelihatan sempurna.”
“Kupikir dia itu gadis yang lebih keren karena sering mendapat julukan 'Putri
Penyendiri... tapi rupanya dia bisa tertawa dengan normal, ya.”
Setelah keheningan sejenak, suara-suara terpana dan keterkejutan pun meluap. Alisa
mengangkat alisnya dengan tidak nyaman ketika dia sedikit terkejut oleh tanggapan
mereka, dan memperbaiki ekspresinya. Segera setelah itu, “Ahh…” para anak cowok
mengeluarkan suara penuh kecewa dan ketiga gadis dari klub kerajinan mulai mengusir
mereka. Usai berpaling dari pemandangan tersebut, Alisa bergumam sambil menatap
tubuhnya sendiri.
“Pertama-tama, aku tidak tahu banyak mengenai elf... memangnya ini karakter seperti
apa?”
“Daripada dibilang karakter, itu lebih menggambarkan tentang ras. Elf adalah salah
satu ras klise yang sering muncul di dunia fantasi. Ras bertelinga panjang yang hidup
harmoni dengan alam di hutan, mereka memiliki wajah rupawan dan bisa hidup selama
ratusan tahu, tapi pertumbuhan penampilan luarnya akan berhenti sekitar usia 20
“…Begitu ya.”
Masachika yang dengan santai menjelaskan, tampak terkejut ketika menyadari bahwa
tanggapan Alisa sedikit murung. Ia melirik ke arah tiga gadis dari klub kerajinan tangan
di belakangnya, dan menindaklanjuti dengan sebuah bisikan cepat.
“Ah, maksudku bukan begitu... Kurasa kostum itu dipilih bukan karena kepribadianmu
yang seperti elf atau semacamnya, oke? Intinya, hanya gadis tercantik saja yang bisa
menjadi elf…… Secara umum, ras elf merupakan vegetarian dan membenci metal,
mereka juga ahli dalam menggunakan busur, jadi penggambaran ras mereka sangat
berbeda denganmu, ditambah lagi….”
“…? Apaan?”
“Tidak, pertama-tama… pola klise dari ras elf biasanya memiliki rambut pirang yang
pucat, loh? Jadi kupikir tidak ada makna yang mendalam untuk itu, oke?”
Masachika sendiri merasa kalau logikanya terlalu dipaksakan. Tapi mau bagaimana lagi.
Seperti yang diharapkan, mana mungkin dirinya akan mengatakan, “Semua ras elf
biasanya memiliki tubuh yang ramping!”. Terlebih lagi, elf yang glamor biasanya disebut
sebagai erofu... tentu saja, mana mungkin Masachika bisa mengatakan itu. (TN: Plesetan
dalam penyebutan elf dalam bahasa jepang, kata elf dibaca erufu, nah biasanya kalau liat elf
yang seksi bakalan diplesetin jadi Erofu. Kata Erofu diambil dari kata ero)
(Yah, para elf memang jago dengan busur...dalam artian, jika mereka punya payudara, maka
itu artinya…)
“Enggak kok? Kenapa? Upss, kurasa situasinya sudah cukup mereka, jadi lebih baik ayo
kembali bekerja.”
“Eh, eh, sini dulu deh, sini dulu deh! Ini benar-benar gawat banget!!”
Kurang dari satu menit, terjadi kemacetan di koridor, dan Alisa pun dijemput kembali
oleh trio gadis klub kerajinan tangan. Kemudian, kemacetan lalu lalang siswa berubah
menjadi antrean yang menunggu untuk memasuki toko, dan suasana di dalam toko
tersebut berubah menjadi medan perang.
“Jumlah pengunjung yang masuk malah bertambah sekaligus... Guild master, kira-kira
apa yang harus kita lakukan?”
Ketika Masachika menanyakan hal itu kepada Guild master yang telah mengganti
namanya dari sebutan Ketua, Guild master tersenyum lebar dan berkata,
“Oi!?”
“Umm, untuk sementara ini, apa kita perlu menyediakan layanan bawa pulang...?”
“Ah begitu, kita butuh penutupnya, ya. Benar juga, karena kemungkinan bisa tumpah,
ya... ummm, gimana kalau kita tambah tempat duduk lagi?”
“Bukankah kita harus lebih dulu mengatur antrean dan batas waktu sebelum itu?”
“Ooooiii!”
Ketika Masachika membalas kembali lemparan tanggung jawab tanpa ragu, Guild
master meletakkan tangannya di bahu Masachika dengan tatapan ramah.
“Kuze… mulai hari ini dan seterusnya, kamu akan menjadi wakil guild master.”
“Ups, jangan bilang kalau aku harus mengurus guild petualang untuk
menggantikanmu? Tipe orang yang kuat dalam bertempur, tapi tidak bisa mengerjakan
dokumen?”
(Oi calon ketua OSIS.… Tidak, yah, kurasa tugas hal semacam ini memang cocok untukku,
ya?)
“Kalau begitu, untuk saat ini, para pengunjung harus meninggalkan ruangan sepuluh
menit setelah mereka duduk...... kemudian, pastikan staf pengatur antrean juga
memegang plakat yang bertuliskan begitu, lalu oii~ kalian bertiga yang di sana. Jangan
seenaknya kabur, oke~? Kalian harus bertanggung jawab dan ikut bantu-bantu juga,
paham~?”
Ketika Masachika menghentikan trio gadis klub kerajinan tangan yang diam-diam akan
pergi dari ruangan kelas, mereka memasang ekspresi, “Hah? Jadwal shift kami bukan di
jam sekarang tau?”. Ia menunjuk satu orang sebagai penanggung jawab antrian, satu
orang sebagai pencatat waktu, dan satu orang lagi sebagai penjaga Alisa.
“Eh, manajemen waktu, ya… memangnya tidak ada pengatur waktu atau semacamnya?
Mengatur enam kursi dengan satu smartphone itu sedikit sulit, tau...”
“Kamu ‘kan bisa tinggal mencatat waktu duduk dengan normal saja.”
Masachika menurunkan topinya saat menyapa kakak kelas yang dikenalnya. Kemudian,
para anggota klub basket yang telah mengambil tempat duduk, mulai berbicara kepada
Masachika dengan senyum ramah.
“Pertandingan tadi sangat seru sekali! Aku hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak
menjerit ketika kamu membalikkan keadaan di akhir pertandingan.”
Alisa yang sedang bekerja melayani pelanggan, tidak bisa melihat dengan jelas karena
panggilan yang mendadak. Tanpa mempedulikan sikap Alisa yang canggung, para
anggota klub basket dengan antusias membagikan kesan mereka tentang pertandingan
kuis tersebut.
“Betul tuh~. Nih anak~ ia sangat yakin bahwa ia akan menang, dan kemudian malah
kalah sendirian. Berkat itu, ia jadi mentraktir kami di sini.”
“Kujou-san berhasil mendapat banyak jawaban benar di atas panggung. Itu masih
sangat luar biasa.”
“Seriusan deh, sekali lagi selamat karena sudah memenangkan pertandingan kuis!”
Ketika satu orang mulai bertepuk tangan sambil mengatakan itu, anak laki-laki di meja
yang sama mengikuti dengan bersiul dan tepuk tangan. Terpengaruh oleh hal tersebut,
siswa di kursi lain mulai bertepuk tangan dan memberi selamat, dan tak lama
kemudian, seisi ruangan kelas dipenuhi tepuk tangan dan sorakan.
“Benar banget, ‘kan? Aku memang tidak begitu mengenalnya, tapi dia tampak lebih
ramah daripada yang aku duga?”
“... Alya dari dulu sudah seperti itu. Hanya saja, karena penampilannya, orang-orang di
sekitarnya jadi menghindarinya sampai sekarang."
“Eh, benarkah?”
“Ya. Itulah salah satu alasannya, dia sendiri juga tidak memiliki keterampilan
komunikasi yang tinggi, tapi jika kamu berbicara dengannya, kamu bisa melakukan
percakapan yang normal dengannya, kok?”
Para anggota klub basket mengangguk kaget ketika mendengar jawaban santai dari
Masachika.
“Heee~Begitu ya? Kupikir kamu termasuk pengecualian karena kamu adalah monster
dengan kemampuan komunikasi yang baik.”
Segera setelah Masachika memamerkan wajah tengilnya, dia diam-diam didorong oleh
seniornya, dan Masachika melarikan diri ke dapur (alias tempat penyimpanan
minuman). Beberapa menit kemudian, suasana koridor tiba-tiba menjadi gaduh.
Saat menyiapkan minuman, Masachika khawatir tentang keributan tersebut, dan segera
penyebab keributan muncul di pintu masuk..
“Ara... apa yang lainnya sungguh tidak keberatan? Entah kenapa, aku merasa tidak
enakan karena menyerobot antrian begini...”
“Ya, ya, silakan saja! Sebaliknya, kami hanya ingin melihatnya dari sini!”
Orang yang didorong ke depan oleh para siswa yang mengantri adalah Yuki. Dia
mengenakan yukata mini dengan embel-embel di bagian lengan dan kerah. Rambut
hitamnya yang lurus, dikuncir ke arah samping dengan hiasan rambut besar, terlihat
serasi dengan pakaiannya yang cukup cantik.
Yuki yang terlihat seperti boneka, dan Alisa yang terlihat seperti figurine, saling bertemu
tatap muka. Ketegangan menyebar ke seluruh ruang kelas saat mereka berdua, yang
baru saja melakukan pertarungan sengit di atas panggung, saling berhadapan satu sama
lain.
“Wahh Alya-san. Kamu sangat cantik sekali. Kamu terlihat seperti peri sungguhan.”
“Terima kasih banyak… Yuki-san juga kelihatan sangat cocok dengan pakaian itu.”
“Benar sekali. Karena berganti pakaian terlalu merepotkan, jadi aku memakainya untuk
mengiklankan kelasku juga.”
“Meski begitu, pertandingan tadi merupakan pertarungan yang bagus. Aku tak pernah
menyangka kalau situasinya akan berbanding terbalik pada pertanyaan terakhir...
Walaupun akuku berada di pihak yang kalah, tapi perkembangan itu sangat dramatis
sekali.”
“Aku jadi serba salah jika kamu bersikap canggung seperti itu. Kamu harus bangga
dengan dirimu sendiri, karena ini merupakan hasil dari pertandingan yang adil dan jujur
serta sudah memberikan kemampuan terbaik kita.”
“Y-Ya…”
Meski diberitahu begitu, mana mungkin dia bisa membanggakan diri di hadapan pihak
yang kalah. Alisa mengangguk samar-samar, dan Yuki tersenyum seraya terlihat tidak
keberatan dengan reaksi lawan bicaranya. Hanya dengan melihat pemandangan ini saja,
Hal ini berlaku di semua kompetisi, namun respons pasca-pertandingan yang membuat
seseorang lebih disukai meskipun menjadi pihak yang kalah adalah menerima
kekalahan dengan lapang dada dan memuji sang pemenang.
Sebaliknya, orang lain akan mencemoohnya jika mereka adalah pecundang yang sakit
hati atau terang-terangan frustrasi dan tidak mau berjabat tangan dengan lawan
mereka. Yuki sangat memahami hal ini, dan mungkin itulah sebabnya dia datang
menemui Alisa atas inisiatifnya sendiri segera setelah pertandingan selesai.
(Di tambah lagi, dia ingin memamerkan ketenangannya bahkan setelah kalah, dan sifat
lapang dadanya... atau sesuatu yang seperti itu. Mungkin pertandingan satu lawan satu
begini sedikit berat untuk Alya.)
Meskipun begitu, jika Masachika secara terang-terangan ikut campur di sini, hal
tersebut justru dapat menurunkan kelayakan Alisa. Jadi, Masachika memanggil gadis
yang bertanggung jawab atas manajemen waktu daripada mereka berdua untuk
memecahkan suasana tegang.
“Hah? Ah, be-benar juga. Umm, permisi. Waktu dudukmu sudah habis, jadi bisakah
kamu menyerahkan tempat dudukmu untuk orang lain?”
Mereka diminta untuk pergi pada momen yang kelihatannya baru saja akan mulai
menarik, dan para siswa yang duduk di meja ketiga, merasa enggan meninggalkan
tempat duduk mereka, meskipun mereka menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap
situasi tersebut. Tanpa membutuhkan waktu lama, gadis yang berkostum kesatria
wanita dengan cepat membersihkan dan menyeka meja, lalu memandu Yuki ke tempat
duduknya.
“Terima kasih banyak. Umm, bisakah aku meminta Alya-san untuk menulis
pesananku?”
“Tentu saja boleh! Malahan, lebih baik kalau kalian duduk bersama!”
“Eh?”
Menyela jawaban Alisa, gadis yang bertugas menjaganya menarik kursi di sebelah Yuki,
dan setengah memaksa Alisa duduk di sana. Entah bagaimana, dia mirip seperti seorang
Mamah dari kabaret yang mendorong gadis barunya, yang sudah dipilih pelanggan
tetap, untuk menuangkan segelas anggur.
Dan kemudian, setelah dengan paksa membuat mereka duduk berdampingan, trio gadis
dari klub kerajinan tangan yang bertindak seenak jidatnya, dibuat terpesona. Namun,
bukan hanya mereka saja satu-satunya yang terpesona, karena para siswa yang ada di
dalam kelas maupun di koridor sama-sama terpikat oleh dua gadis cantik tiada tara
yang duduk berdampingan.
“Um, pekerjaanku──”
“Biar aku saja yang melakukannya! Suou-san, kamu mau pesan minuman apa?”
Ucapan Alisa sekali lagi disela oleh anak yang bertugas menjaganya, dan menunjukkan
menu kepada Yuki. Kemudian, setelah melihat sekilas ke arah menu, Yuki lalu
tersenyum dan berkata,
Pada saat itu, suasana tegang mengalir di antara siswa Kelas 1-B, kecuali Masachika dan
Alisa.
“Ojou-chan... ini adalah bar, oke? Jika kamu ingin susu, mendingan pulang sana sana
dan minum susu ibumu.”
Yuki menatap Guild Master dengan senyuman di wajahnya sambil mengabaikan bisikan
tsukkomi Masachika, yang tidak dapat mengikuti perkembangan misterius itu.
Perawakannya yang kecil terlihat menonjol saat menghadapi Guild master yang
bertubuh besar, namun dia tidak menunjukkan tanda-tanda takut.
Sekali lagi, Masachika membalas dengan suara rendah, tapi Guild master tersenyum
kecut mendengar jawaban Yuki dan mengeluarkan sebuah kotak kayu dari loker di
belakang kelas. Ketika ia menempatkannya di hadapan Yuki, Guild master sendiri ikutan
duduk di kursi.
Kemudian, ia membuka kotak kayu itu dengan gerakan yang terlalu lebay, dan di sana
terdapat sebuah botol kaca dengan hiasan yang rumit.
“Sungguh pelanggan cantik yang tengil, ya... baiklah, biar kuladeni, ini minuman yang
kamu inginkan.”
Tidak dapat menahan diri dari perkembangan yang belum pernah didengar dan toples
yang belum pernah dilihatnya sebelumnya, Masachika menepuk pundak Guild master.
Yup, kerah besar itu sangat mengganggunya.
“Oi, oi, Kuze... bukannya sudah disepakati kalau bar isekai memiliki sisi lain yang
tersembunyi, ‘kan?”
“Lagipula... Sama seperti saat sesi mencicipi tempo hari, seriusan, kenapa hanya aku
dan Alya saja yang belum diberitahu detailnya? Jangan bilang kalau kalian berurusan
dengan sesuatu yang akan menjadi berbahaya jika anggota OSIS mengetahuinya?”
“Mana mungkin kami berani melakukan itu, kali? Tentu saja itu legal, itu legal, kok.”
“Hanya orang yang berurusan dengan hal-hal yang belum dilarang oleh hukum yang
akan mengatakan hal itu! Lagian, pertama-tama, seenggaknya kalau itu hal yang
berbahaya dibantah dulu kek!”
“Lantas apa?”
“Hewan?”
“Hewan!?”
“Atau lebih tepatnya, kata sandi rahasia? yang bahkan aku sendiri tidak mengetahuinya,
tapi kenapa kamu justru bisa mengetahuinya?”
Yuki yang memiliki lingkaran pertemanan yang luas, pasti pernah mendengar gosip itu
dari suatu tempat. Hanya itu saja sih ia tidak memedulikannya, tapi hal yang masih ia
khawatirkan adalah apakah minuman itu benar-benar tidak berbahaya atau tidak.
Karena bagaimanapun juga, Masachika sendiri memiliki pengalaman buruk dengan
minuman-minuman tersebut pada tahap uji coba.
“Hei Guild master, minuman itu benar-benar tidak ada efek samping yang aneh, ‘kan?”
“Entahlah, kurasa itu tanggung jawabnya sendiri. Aku hanya memberikan apa yang
diminta—”
Melihat guild master yang menjawab itu tanpa kehilangan auranya sebagai guild master
di belakang layar, Masachika kembali bertanya sembari menusukkan jari-jarinya ke
pundaknya.
Pada akhirnya, guild master menyerah pada tekanan seorang Onii-chan yang terlalu
protektif.
Setelah menatap Guild masteryang mengangguk dengan ekspresi polos serta pandangan
mata yang mengembara kemana-mana, Masachika akhirnya melepaskan tangannya
dari bahunya.
Guild master kemudian menuangkan isi botol tersebut ke dalam glass yang ada di dalam
kotak kayu dan meletakkannya di depan Yuki. Setelah berdehem dan menciptakan
kembali karakternya, ia pun berkata dengan sombong.
Sekilas, minuman itu hanya berisi cairan transparan yang terlihat seperti air putih biasa.
Tidak ada yang tahu bahan-bahan apa saja yang dicampur untuk bisa mencapai
transparansi ini.
Tidak hanya Masachika, tapi Alisa juga menunjukkan ekspresi ragu di wajahnya. Lalu,
akhirnya Yuki mengambil gelas dan berkata,
Setelah mengatakan itu, dia meneguk isinya dalam satu tegukan. Kemudian, matanya
membelalak dengan lebar.
“Ini...! Aroma yang mengingatkan pada langit musim gugur yang megah, dan
kekayaannya seakan-akan merupakan hasil bumi yang dipadatkan, jika aku harus
menggambarkannya dalam satu kata——”
Sembari menatap tajam pada gelas minuman yang kosong, Yuki mengambil jeda cukup
lama sebelum bergumam.
“Hambar.”
“Rasanya hambar.”
◇◇◇◇
“Ehm, aku—”
Lebih cepat sebelum Alisa bisa menjawab pertanyaan Yuki. Gadis dari klub kerajinan
tangan itu sekali lagi menyela.
“Kalian mau pergi berkeliling di luar!? Kalau begitu Kujou-san, bagaimana kalau kamu
beriklan dengan pakaian itu?”
“Terus terang saja, area koridornya sudah macet total. Mungkin lebih baik kalau kamu
mengambil waktu istirahat lebih awal. Jika Suou-san ikut bersamamu, efek
publisitasnya akan sempurna! Ah, jika kamu mau, Kuze-kun juga bisa ikut bergabung
denganmu.”
“““Humm?”””
Mereka bertiga secara paksa meminta izin dengan wajah yang seharusnya tidak boleh
mereka tunjukkan sebagai perempuan, lalu salah satu dari mereka memalingkan
wajahnya ke arah Masachika.
“Jadi begitulah Kuze-kun, bagaimana kalau kamu bercosplay sedikit lebih benar lagi.
Mumpung sekalian.”
“Ya. Masih ada cosplay bangsawan atau orc, kamu mau pilih yang mana?”
“Ayolah, sudah, sudah, mendingan kamu coba saja dulu dan memikirkannya nanti.”
Dalam sekejap mata, Masachika dibawa pergi, dan Alisa serta Yuki dibiarkan tertinggal.
Sambil masih merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan panas dari orang-orang di
sekitarnya, Alisa bertanya kepada Yuki.
“Yah, sepertinya kita bisa jalan-jalan bersama… jadi, apa ada tempat yang ingin kamu
kunjungi, Yuki-san?”
“Hmm ada sih... aku berniat mengunjungi beberapa kelas temanku. Kalau Alya-san
sendiri bagaimana?”
“Ahh….”
“Fufu, itu memang tidak cocok dengan kesannya. Aku tidak bisa membayangkan
pemandangan Masha-senpai melakukan sulap kartu dengan mahir.”
“Setidaknya, kenapa kamu tidak mengatakan kalau dia orang yang kalem?”
“Ehh?”
Setelah menanyakan itu dengan santai, Alisa baru tersadar. Dia mendengar bahwa kakak
laki-laki Yuki meninggalkan rumah keluarganya dan sekarang tinggal jauh dari rumah.
Dia tidak tahu bagaimana situasinya, tapi mungkin saja itu adalah bagian yang
seharusnya tidak boleh diungkit dengan enteng.
“Ah, itu, kalau kamu tidak mau menjawabnya, tidak apa-apa kok...”
Alisa menambahkan itu dengan tergesa-gesa, dan Yuki tersenyum seolah-olah untuk
menenangkannya.
“Fufu, kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang itu, kok? Aku dan Onii-sama memiliki
hubungan yang sangat baik.”
“Be-Begitukah?”
“Kalau ditanya orang yang seperti apa, ia orang yang sangat imut, loh?”
“Im-Imut?”
“Eh~~...”
Alisa yang tadinya mengharapkan kalau kakaknya itu akan digambarkan sebagai “Orang
yang baik hati” atau “dapat diandalkan”, merasakan pipinya berkedut pada
penggambaran yang sama sekali tidak terduga.
Di dalam benak Alisa, terlintas beberapa wajah idola yang dipasarkan sebagai kategori
“Cowok tipe imut”. Dari sudut pandang Alisa, yang lebih menyukai orang-orang yang
sangat mandiri terlepas dari jenis kelaminnya, perilaku mereka yang kegenitan
merupakan hal yang tidak dia sukai.....
(Tidak, meski begitu, kakak laki-laki yang dibilang imut oleh adik perempuannya...)
Bayangan berikutnya yang muncul di otak Alisa adalah seorang cowok yang mirip
seperti anjing chihuahua, bertubuh mungil, memancarkan aura berbunga-bunga dan
ramping seperti Yuki. Alisa sedikit mengernyit ketika membayangkan adegan Yuki
menggoda anak laki-laki yang gemetar tak berdaya.
Dia tidak tahu apakah orang itu tipe perhitungan atau tipe yang menyedihkan, tapi
bagaimanapun juga, orang tersebut sangat jauh dari selera Alisa.
(Meskipun aku merasa tidak enakan dengan Yuki-san, tapi... sepertinya aku tidak bisa rukun
dengan orang itu.)
Namun, hal itu tidak akan menjadi masalah, karena kesempatan untuk bertemu dengan
kakak Yuki mungkin takkan pernah datang. Setelah memikirkan hal itu, Alisa tersenyum
samar-samar.
“Yah, bisa berhubungan baik merupakan hal yang bagus, iya ‘kan?”
Ketika dia melontarkan basa-basi terbaik yang dia bisa, senyuman Yuki semakin lebar
dan penuh makna. Alisa dengan santai mengalihkan pandangannya karena senyum di
wajahnya membuatnya merasa seolah-olah kalau Yuki sudah bisa menebak basa-basi
sosialnya.
(Meski begitu, aku penasaran apakah Yuki-san menyukai tipe laki-laki yang imut? … Aku sih
tidak bisa memahaminya)
Alisa memikirkan hal itu sambil berpura-pura tidak memperhatikan tatapan Yuki yang
agak tersenyum. Dan kemudian…
Pada saat yang tepat, Alisa mendengar suara seorang siswi yang sebelumnya membawa
Masachika, dan dia pun menoleh ke arahnya.
Lalu, hal yang menarik perhatiannya adalah celana pendek yang berwarna merah.
Panjangnya seperempat bagian, celana yang mirip seperti labu.
“Pffttt”
“Kuhh.”
Alisa dan Yuki segera menutup mulut mereka dan berpaling, sementara Masachika,
yang berpakaian mirip seperti pangeran dari buku bergambar, terlihat tidak senang.
Kemudian, bersamaan dengan perasaan tragis, perasaan tidak pada tempatnya
meningkat, dan Arisa serta Yuki tidak bisa menahan tawa mereka.
“Itu sama sekali, pfft, tidak benar, kok? Kamu juga setuju ‘kan, Alya-san?”
Ketika Yuki mengajaknya berbicara tentang hal itu, Alisa pun menatap Masachika....
penampilannya yang sekarang jadi lebih terlihat seperti kostum badut pesta daripada
sebelumnya, dan Alisa pun segera memalingkan wajahnya.
“~~~~~~!!”
“Oi, hentikan! Aku akan merasa sedikit terluka jika reaksimu begitu! Oii, kampret yang
di sana! Apa kamu baru saja mengambil fotoku!?”
Masachika yang tersipu malu dan menatap sekelilingnya, dirinya terlihat seperti
pangeran egois yang sedang membuat ulah hanya karena penampilannya.
Pemandangan itu membuatnya semakin tertawa, lalu Alisa tertawa nakal dan
bergumam.
【Imut banget~♡】