Anda di halaman 1dari 24

Laporan Praktikum

Perlindungan dan Pengamanan Hutan

PENGENALAN KERUSAKAN POHON

AKIBAT SERANGGA HAMA

NAMA : DEVI DAMAYANTI


NIM : M011221129
KELAS : PPH C
KELOMPOK : 3
ASISTEN : 1. JENAR ADELIA NADI, S.Hut
2. NAFSIYATUL MUTMAINNAH

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN SERANGGA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3


2.1 Hama Hutan........................................................................................ 3
2.2 Peran Serangga dalam Kehidupan...................................................... 6
2.3 Faktor Kerusakan Akibat Serangga.................................................... 7
2.4 Pencegahan Hama Hutan ................................................................... 9

BAB III METODE PRAKTIKUM ................................................................... 11


3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 11
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 11
3.3 Prosedur Praktikum ........................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 13


4.1 Hasil .................................................................................................. 13
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 13

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 15


5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 15
5.2 Saran .................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 17

LAMPIRAN ........................................................................................................ 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pohon dikatakan sehat dengan syarat minimal pohon masih dapat melakukan
fungsi fisiologisnya baik. Pohon-pohon yang sehat dapat menandakan kesehatan
hutan yang baik. Kondisi hutan yang sehat. Parameter dalam mengukur kesehatan
suatu tegakan hutan salah satunya yaitu dengan mengamati dan menilai kerusakan
pohon. Terjadinya kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh manusia, hewan atau
lingkungan sekitar. Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya penurunan kesehatan
pohon. Kerusakan pohon akan melestarikan hutan, sebaliknya, jika hutan yang tidak
sehat akan mengganggu fungsi hutan (Arwanda et al., 2021).
Pohon yang memiliki kerusakan dapat diidentifikasi secara visual atau kasat
mata. Tingkat kerusakan suatu pohon dapat menunjukkan penurunan kesehatan
yang dialami pohon. Indikator vitalitas merupakan indikator yang erat kaitannya
dengan kerusakan suatu pohon sebaiknya dideteksi sedini mungkin untuk
mengetahui tingkat kerusakan sehingga memungkinkan untuk tindakan perawatan
pohon yang tidak sehat sehingga dapat meminimalisir kerusakan pohon. Tipe
penyakit yang sering menyerang pohon yang disebabkan oleh hama dan organisme
dapat disebut tipe kerusakan pohon. Banyaknya tipe kerusakan pohon yaitu adanya
luka terbuka, kanker, liana, cabang patah, mati pucuk (dieback), daun berubah
warna, kerusakan daun, serta sarang rayap (Arwanda et al., 2021).
Biasanya kerusakan tanaman disebabkan oleh faktor biotik (organisme hidup
yang meliputi semua mahkluk hidup di bumi, baik tumbuhan dan hewan) dan
abiotik (terdiri dari benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya matahari, dan
sebagainya). Hama yang menyerang suatu populasi hutan tanaman akan dapat
bersifat sangat merusak. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh hama cukup
bervariasi bergantung dari jenis spesies maupun faktor abiotiknya. Salah satu
contoh adalah serangan hama Spodoptera sp. pada lokasi persemaian Acacia crassi-
carpa yang dapat mengalami fluktuasi populasi sebagai akibat dari beberapa
perubahan faktor abiotik. Kajian terhadap kejadian dan tingkat serangan oleh

1
berbagai hama yang menyerang tanaman jabon dapat digunakan untuk mengetahui
jenis hama apa yang berpotensi tinggi merusak tegakan. Diantara hama yang
menyebabkan kerusakan pada daun, jenis Daphnis hypothous merupakan hama
yang menimbulkan tingkat kerusakan tertinggi. Serangan hama ini dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dan jika hama ini menyerang tanaman pada
tingkat persemaian maka dapat mangakibatkan kematian karena tanaman tersebut
kehilangan daun (Rahman et al., 2018).
Oleh karena itu, praktikum ini penting dilakukan untuk mengetahui dan
memahami gejala dan ciri-ciri pada daun dan batang pohon yang mengalami
kerusakan akibat serangga hama. Juga agar kita mampu mengetahui ciri-ciri
kerusakan yang ditimbulkan dari serangga hama berdasarkan tipe mulutnya. Hal ini
perlu dilakukan mengingat serangga merupakan ancaman yang dapat menjadi
musuh bagi tanaman Kehutanan, sehingga kita perlu untuk mengenali karakteristik
kerusakan yang diakibatkan oleh serangga hama agar kita dapat mencari solusi
untuk menanggulanginya.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain :


1. Menjelaskan karakteristik kerusakan batang akibat serangga.
2. Menjelaskan karakteristik kerusakan daun akibat serangga.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Hutan

Pengertian hama hutan adalah semua jenis binatang yang menimbulkan


kerusakan pada pohon atau tegakan hutan dan hasil hutan, sedangkan yang
dimaksud dengan penyakit adalah segala jenis patogen yang dapat menimbulkan
kerusakan pada tegakan hutan dan hasil hutan. Pengelolaan hutan yang berdasarkan
ekologi pada umumnya berhasil menjaga kelestarian fungsional ekosistem hutan
dan produktivitas hasil hutan konvensional terutama kayu. Tidak semua serangga
bersifat merugikan karena juga ada serangga yang memiliki dampak positif.
Sebagian serangga bersifat sebagai predator, parasitoid, atau musuh alami. Melalui
peran sebagai musuh alami, serangga sangat membantu manusia dalam usaha
pengendalian hama (Fiani et al., 2019).
Hama hutan adalah semua binatang yang merusak pada pohon maupun
tegakan hutan serta hasil hutan. Kerusakan ini berdampak pada tingkat kerugian
ekonomi yang cukup berarti. Ilmu Hama Hutan adalah ilmu yang mempelajari
tentang hewan yang menimbulkan kerusakan yang berarti (merugikan) baik
kualitas maupun kuantitas pada pohon atau tegakan hutan dan hasil hutan
(Latumahina et al., 2021).
Hama dikategorikan sebagai organisme pengganggu tanaman dengan
memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Manya, 2017):
1. Ukuran hama yang menyerang relatif besar dari mikroorganisme dan dapat
dilihat langsung oleh mata
2. Hama biasanya berasal dari golongan avertebrata hama (serangga) dan
vertebrata hama (kelompok burung, tikus, dan babi, dan lain-lain)
3. Umumnya serangan hama pada tanaman akan menimbulkan kerusakan dan
dapat menyebabkan bagian tanaman hilang ataupun berlubang karena
tusukan silet dari hama. Hal ini mengakibatkan tanaman mengalami kerugian
secara ekonomi. Kerugian secara ekonomi oleh serangan hama dapat terjadi

3
karena tanaman atau bagian tanaman dirusak oleh hama dengan cara
menggigit atau mengunyah secara langsung, menusuk dan mengisap serta
menggerek.
4. Saat gejala serangan hama terlihat maka serangan hama yang ada akan lebih
mudah untuk diatasi.
Hama termasuk ke dalam Kingdom Animalia. Filum Mollusca, filum
Chordata, dan filum Arthropoda merupakan tiga filum yang kemungkinan dapat
berpotensi sebagai hama tanaman. Kenyataannya, hampir seluruh hama perusak
tegakan hutan adalah binatang-binatang yang termasuk dalam kelompok serangga.
Hal ini menyebabkan hama yang menyerang tanaman identik dengan serangga
(Wati et al., 2021).
Jasad renik seperti mikroorganisma patogenik penyebab penyakit dan juga
serangga hama penyebab kerusakan pada tanaman pertanian, perkebunan maupun
hutan, mempunyai kepekaan yang cukup tinggi pada perubahan iklim global.
Patogen maupun serangga hama memiliki mekanisme yang sangat kuat untuk
melakukan proses adaptasi yang cepat pada perubahan lingkungan. Beberapa
serangga hama yang termasuk dalam ordo lepidoptera akan mampu meningkatkan
keperidiannya sehingga populasinya dapat meningkat sangat drastis. Demikian
pula patogen penyebab penyakit yang termasuk dalam kelompok jamur karat akan
mampu melakukan adaptasi sitoplasmik maupun genetik sehingga
patogenesitasnya meningkat, penyebarannya menjadi lebih luas, dan waktu
sporulasinya lebih cepat (Sri, 2016)
Di dalam profesi kehutanan, mempelajari kerusakan berarti mempelajari ilmu
pengetahuan dan mempelajari pengelolaan berarti mempelajari seni. Sebagai ilmu,
penyakit tanaman hutan mempelajari proses dan sifat-sifat kerusakan tanaman.
Sebagai seni penyakit tanaman hutan merupakan bagian dari ilmu kehutanan yang
mengembangkan prinsip-prinsip dasar pencegahan dan manajemen kerusakan
tanaman-tanaman penyusun hutan. Kerusakan yang dimaksud disebabkan oleh
aktivitas atau serangan organisme di dalam bagian tubuh tanaman, di luar tubuh,
atau di sekitarnya (Latumahina et al., 2021).
Kerusakan yang ditimbulkan serangga hama terhadap pohon atau hutan dan
hasil hutan terbagi menjadi dua jenis sebagai berikut (Manya, 2017):

4
1. Kerusakan langsung, kerusakan secara langsung yang ditimbulkan hama
diantaranya mematikan pohon, merusak bagian pohon, mengurangi kualitas
hasil hutan, menurunkan pertumbuhan pohon atau tegakan hutan, dan
merusak biji atau buah.
2. Kerusakan tidak langsung, kerusakan secara tidak langsung yang disebabkan
oleh hama meliputi mengubah urutan atau kombinasi tegakan, mengurangi
umur tegakan, menyebabkan kebakaran hutan, mengurangi nilai keindahan
estetika, dan menyebabkan penyakit atau meningkatkan penyebaran
penyakit.
Suatu binatang dapat diklasifikasikan sebagai hama jika menimbulkan
kerusakan terhadap ekosistem alam atau menjadi agen dalam menyebarkan
penyakit di lingkungan manusia. Jumlah individu serangga perusak hutan dapat
menentukan tinggi rendahnya tingkat kerusakan tanaman (populasi serangga).
Serangan hama merupakan hasil interaksi antara populasi dengan elemen dan
komponen di lingkungan sekitar, atau tindakan manusia yang dilakukan di dalam
habitat hama. Serangan hama dipengaruhi oleh faktor biotik (daya berkembang
biak, kualitas dan kuantitas pakan, dan keberadaan predator) dan faktor abiotik
(lingkungan) (angin, kelembaban, suhu, dan sinar matahari) (Ramadhan et al.,
2020).
Di dalam batang biasanya dilakukan oleh organisme yang menginfeksi bagian
tubuh tanaman seperti pada daun, batang dan perakaran: jasad yang melakukan
perusakan di antaranya fungi, bakteri, virus serangga baik fase ulat maupun fase
dewasa. Di bagian luar tubuh dilakukan oleh berbagai jenis dari golongan
organisme seperti serangga tikus, mamalia, burung ataupun manusia. Gangguan
dari bagian sekitar tubuh tanaman misalnya, pengaruh persaingan dengan gulma
dalam mendapatkan air, hara, sinar, dan kebutuhan hidup lainnya. Kerusakan-
kerusakan yang dimaksud bukan karena kesalahan atau kelemahan dari sistem
budidaya dan eksploitasi, karena kedua masalah tersebut di tangani oleh ahli
masing-masing (Latumahina et al., 2021).
Serangga dapat secara langsung merusak hutan dan hasil hutan, tetapi ada
juga yang hanya bersifat predator dan paradif terhadap perusak. Di samping itu ada
pula jenis serangga yang tidak termasuk parasit dan predator tetapi mempunyai

5
peranan yang sangat penting di dalam hutan. Sebagai contoh, adanya jenis-jenis
serangga yang hidup pada pohon atau di bawah hutan yang sangat membantu proses
pelapukan sisa-sisa kayu yang ada dalam hutan. Jenis serangga ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam hutan, tetapi kurang memperoleh perhatian
sehingga kurang sekali diketahui aktivitasnya. Pencegahan hama hutan dapat
dilaksanakan menggunakan metode silvikultur dan penerapan peraturan/undang-
undang. Adapun pengendalian hama dapat dilakukan secara biologis, fisik-
mekanis, dan kimia (Alrazik et al., 2017).

2.2 Peran Serangga dalam Kehidupan

Serangga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Bila


mendengar nama serangga, maka selalu diidentikkan dengan hama di bidang
pertanian yang bersifat merugikan, seperti walang sangit, wereng, ulat grayak dan
lainnya. Serangga dapat merusak tanaman sebagai hama dan sumber vector
penyakit pada manusia. Ratusan butir telur kupu-kupu yang menempel pada daun,
akan menetas menjadi ulat yang rakus mengunyah daun tanaman. Tanaman
bukannya untung tapi malah rugi (Meilin, 2016).
Serangga merugikan (Harmful or injerious insect) terdiri dari (Meilin, 2016):
1. Poisonous insect seperti ulat bajra atau ulat api.
2. Pest yaitu crop pest seperti serangga hama pada tanaman yang
dibudidayakan, Plnat pest seperti serangga hama pada tanaman hutan atau
tanaman sayuran lainnya.
3. Stored groin pest seperti serangga hama gudang.
4. House hold pest seperti serangga hama pada rumah tangga, contohnya
serangga kecoa.
5. Domestic animal pest seperti serangga hama pada luka yang diderita hewan
ternak.
6. Disease pests seperti serangga yang menyebabkan berbagai penyakit ataupun
vektor penyakit.
Serangga dianggap sebagai hama ketika keberadaannya merugikan
kesejahteraan manusia, estetika suatu produk, atau kehilangan hasil panen. Apabila

6
pengertian hama itu hewan yang merugikan, maka serangga hama didefinisikan
sebagai serangga yang mengganggu dan atau merusak tanaman haik secara
ekonomis atau estetis. Definisi hama itu tidak harus dihubungkan dengan
pengendaliannya. Pada populasi serangga yang rendah sehingga kerugian yang
diderita tanaman kecil, tetap serangga itu dikatakan serangga hama tetapi bukan
memerlukan strategi pengendalian (Meilin, 2016).
Tidak semua serangga bersifat merugikan karena juga ada serangga yang
memiliki dampak positif. Sebagian serangga bersifat sebagai predator, parasitoid,
atau musuh alami. Melalui peran sebagai musuh alami, serangga sangat membantu
manusia dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga juga membantu
dalam menjaga kestabilan jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem pertanian.
Serangga juga diperlukan untuk kehidupan manusia. Serangga dari kelompok
lebah, belalang, jangkrik, ulat sutera, kumbang, semut membantu manusia dalam
proses penyerbukan tanaman dan menghasilkan produk makanan kesehatan.
Peranan serangga dalam ekosistem antara lain sebagai pollinator, dekomposer,
predator (pengendali hayati), parasitoid hingga sebagai bioindikator bagi suatu
ekosistem (Meilin, 2016).

2.3 Faktor Kerusakan Akibat Serangga

Kerusakan tanaman dapat disebabkan oleh beberapa hama seperti belalang,


ulat kantong, uret, dan ulat grayak. Jenis serangga hama yang menyerang bibit
tanaman jabon, sengon laut, dan kayu afrika adalah Daphnis hypothous, belalang,
ngengat, kepik pengisap, ulat kantong, ulat daun, dompolan atau kutu berlilin, kupu
kuning. Oleh karena itu kegiatan pengendalian hama sangat penting dilakukan
untuk mendukung keberhasilan pembangunan (Oramahi et al., 2017).
Masalah hama adalah menyangkut besar kecilnya populasi hama tersebut.
Kerugian yang disebabkan oleh hama dapat diukur berdasarkan hasil baik
kuantitatif maupun kualitatif. Salah satu penyebab rusaknya ekosistem atau
tanaman bakau adalah akibat dari serangan hama, sementara di lokasi penelitian
hewan yang dapat dilihat sebagai hama adalah kepiting kecil (keramak) yang
menyerang mangrove dengan cara merusak akar-akar mangrove. Selain itu ulat

7
kantung biasanya menyerang tanaman bakau dengan cara memakan daun pada
permukaan bawah daun. Tanda serangan ialah daun menjadi berlubang dan tahap
selanjutnya daunnya menjadi menguning dan akhirnya rontok/gugur. Pertumbuhan
dan perkembangan tanaman bakau sejak dari benih, pembibitan serta penanaman
tidak luput dari gangguan hama, patogen, gulma atau karena faktor-faktor
lingkungan yang tidak sesuai dengan tanaman. Baik hama dan penyakit ini bisa
menyebabkan berbagai kerusakan pada suatu tegakan karena mereka termasuk
salah satu agen biotik. Selain itu, adapun agen abiotik yang juga dapat
menyebabkan kerusakan pada suatu tegakan, misalnya pengaruh cuaca, iklim ,
keadaan lingkungan sekitar atau bencana alam (Ramadhan et al., 2020).
Kerusakan tumbuhan secara umum adalah suatu kondisi fisik pada salah satu
atau semua bagian tumbuhan yang tidak wajar (Abnormal) dari kondisi pada
umumnya. Kerusakan tumbuhan dapat terjadi pada semua tingkatan tanaman, mulai
dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Penyebab kerusakan pada tumbuhan
umumnya digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kerusakan abiotik dan
kerusakan biotik. Kerusakan abiotik adalah jenis kerusakan pada tumbuhan yang
disebabkan bukan dari komponen biologis atau makhluk hidup. Kerusakan ini juga
biasanya tidak dapat berpindah atau menular ke tumbuhan yang lain karena
kerusakan ini bukan terjadi karena infeksi. Contoh kelompok abiotik ini di
antaranya, temperatur, kelembaban, nutrisi, keasaman, polutan (logam berat),
keadaan lingkungan, dan bencana alam (Ramadhan et al., 2020).
Adapun kerusakan biotik adalah jenis kerusakan pada tumbuhan yang
disebabkan oleh komponen biologis dalam artian, yaitu mahkluk hidup. Kerusakan
biotik ini biasanya menimbulkan infeksi sehingga rawan menularkan penyakit
sehingga mengakibatkan tumbuhan di dekatnya juga ikut terserang penyakit dan
akhirnya menderita kerusakan yang sama. Contoh kelompok biotik ini disebabkan
oleh hama, jamur, bakteri, virus, nematoda, mikoplasma, spiroplasma, dan riketsia
(Ramadhan et al., 2020).
Kerusakan yang paling banyak pada bagian daun adalah perubahan warna
daun dan daun rusak. Perubahan warna daun ini biasanya dikarenakan faktor cuaca
atau kekurangan unsur hara di dalam tanah. Kerusakan daun terjadi dikarenakan
faktor hama, yaitu belalang. Biasanya belalang ini memakan bagian daun sehingga

8
sebagian dari bagian daun mengalami kerusakan, seperti bolongnya daun. Belalang
merupakan jenis hama yang tidak menyerang pada bagian batang, melainkan
menyerang pada bagian daun muda dengan gejala serangan seperti menggerogoti
bagian pinggir daun dan menimbulkan bekas gerigi pada daun. Faktor yang
mempengaruhi serangan hama adalah faktor biotik (Daya reproduksi, kualitas dan
kuantitas pakan, dan ada tidaknya predator) serta faktor abiotik (suhu, sinar
matahari, kelembaban, dan angin). Faktor biotik dan abiotik inilah yang tidak secara
langsung memicu serangan hama belalang ini (Ramadhan et al., 2020).

2.4 Pencegahan Hama Hutan

Pemerintah secara tegas sudah mengatur tentang upaya perlindungan hutan


termasuk ancaman hama dan penyakit sebagaimana tertera di dalam Undang-
undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. Di dalam regulasi tersebut
dijelaskan mengenai upaya pencegahan dan pengendalian terhadap organisme
penganggu salah satu hama. Pada umumnya masyarakat belum memahami teknik
pengendalian hama. Di dalam pelaksanaannya tindakan pengendalian hanya
dilakukan bila dijumpai serangan yang tergolong berat atau sangat berat (Utami,
2018).
Tindakan pengendalian biasanya menggunakan pestisida kimia/sintetis.
Penggunaan insektisida kimiawi dianggap bisa menyelesaikan permasalahan secara
cepat sehingga kerugian yang ditimbulkan akibat serangan hama bisa di
minimalisir. Di sektor kehutanan pengendalian hama berbasis ekologi masih belum
mendapat perhatian khusus bila dibandingkan sektor pertanian. Padahal sumber
daya musuh alami yang berperan sebagai agen pengendali hama pada ekosistem
hutan jauh lebih banyak dan beragam, serta bisa dimanfaatkan dan dikelola untuk
mencegah dan mengendalikan hama. Perlu dilakukan pengendalian hama A.
hilaralis dengan mengedepankan prinsip-prinsip ekologi (Utami, 2018):
1. Melakukan manipulasi habitat dengan cara mengelola gulma yaitu
membersihkan gulma berbunga secara jalur dan menanam tanaman refugia.
Tanaman refugia dapat menyediakan tempat perlindungan, sebagai sumber

9
pakan seperti nektar, atau menjadi sumber daya lain bagi musuh alami seperti
parasitoid yaitu golongan organisme yang hidup menumpang di dalam tubuh
inangnya (hama) serta menghisap cairan tubuh inang supaya dapat tumbuh
dan berkembang secara normal dan menjadi predator yang dapat memakan,
membunuh atau memangsa binatang lainnya.
2. Perlu menanam jabon dengan pola campuran/agroforestri.
3. Perlu melakukan monitoring keberadaan hama dan musuh alami secara
berkala dan kontinu.
Penanggulangan perusakan hutan ini sudah lama berjalan namun belum
pernah sampai hasil yang memuaskan, dilihat dari masih banyak tingkat kejahatan
di bidang kehutanan yang terjadi. Kelestarian hutan dapat dimanfaatkan sesuai
dengan yang tercantum dalam Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dalam huruf (a) disebutkan
bahwa hutan, sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang
diamanatkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh
Negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola
dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amil dan Rachman, 2018).
Dalam undang-undang Nomor 18 tahun 2013 pasal 3 menyebutkan bahwa
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan (Amil et al., 2018):
1. Menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan
hutan
2. Menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga
kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya
3. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan
memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat
sejahtera
4. Meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-
pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan
hutan.

10
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini pada hari Kamis, pada tanggal 28
September 2023 pukul 13.10–14.40 WITA. Praktikum Pengenalan Kerusakan
Pohon Akibat Searangga Hama ini dilaksanakan di Laboratorium Perlindungan dan
Serangga Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada saat melakukan praktikum ialah :


1) Kamera (Hp), untuk mengamati hama yang menyerang pohon dan kerusakan
yang di timbulkan
2) Buku gambar A4, berfungsi sebagai alat untuk menggambar hasil spesimen
3) Penggaris, berfungsi sebagai alat pengukur dan alat bantu menggambar garis
lurus
4) Pensil, berfungsi sebagai alat untuk menggambar
5) Pensil warna, berfungsi sebagai alat untuk mewarnai gambar
6) Penghapus, berfungsi sebagai alat untuk menghapus kesalahan saat
menggambar

7) Peraut pensil, berfungsi sebagai peruncing ujung pensil

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum Pengenalan Kerusakan


Pohon, yaitu:
1. Daun yang memiliki kerusakan akibat serangga hama sebagai objek
pengamatan
2. Batang yang memiliki kerusakan akibat serangga hama sebagai objek
pengamatan

11
3.3 Prosedur Praktikum

Adapun prosedur praktikum Pengenalan Kerusakan Pohon, yaitu:


1. Menyiapkan batang dan daun yang rusak karena aktivitas makan serangga
beserta dengan serangga hama yang merusaknya
2. Mengamati batang dan daun pohon yang mengalami kerusakan akibat
serangga hama
3. Mengidentifikasi kerusakan dan penyebab dari batang dan daun pohon yang
mengalami kerusakan
4. Mengambil gambar menggunakan kamera bagian dari batang dan daun pohon
yang mengalami kerusakan
5. Menggambar sampel:
a. Kerusakan batang Bintaro (Cerbera manghas) karena serangga
b. Serangga rayap (Isoptera) yang merusak batang
c. Kerusakan daun Bintaro (Cerbera manghas) karena serangga
d. Serangga kutu putih (Planococcus citri) yang merusak daun

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil dari praktikum kali ini, yaitu:


Tabel 1. Hasil pengamatan serangga hama

Kutu Putih pada Daun Bintaro Keterangan

1. Tangkai
2. Daun
3. Kutu Putih
(Planococcus citri)

Rayap pada Batang Bintaro Keterangan

1. Batang
2. Sarang rayap
3. Rayap (Isoptera)

4.2 Pembahasan

Dari praktikum pengenalan kerusakan pohon akibat serangga dapat


diketahui bahwa pada daun bintaro (Cerebra manghas) terdapat kutu putih,
disebut kutu putih karena berwarna putih dan terkadang dianggap debu karena

13
ukuran serangga ini sangat berskala kecil. Serangga berbentuk oval bertubuh
lunak ini tampak seperti serpihan kecil serat pengering berwarna putih. Kutu
putih suka menyedot kehidupan dari tanaman dan memakan sarinya. Kutu putih
dalam kolonikecil di sisi bawah daun, di sekitar pertumbuhan baru, dan di celah
kecil antara daun.
Pada daun, serangga hama yang paling banyak adalah kutu daun, kutu
daun berukuran kecil (kurang dari seperempat inci) dan bertubuh lunak,
berbentuk serupa buah pir yang memiliki kaki panjang, serta antena yang
panjang dan bisa berwarna putih, coklat, hitam, hijau muda, jingga dan bahkan
merah muda, kutu daun lebih menyukai pertumbuhan tanaman baru dan
memakan batang, cabang dan kuncup lunak, menusuk batang dan daun dan
mengisap getah yang kaya nutrisi dari tanaman. Mereka juga melahirkan anak-
anak, artinya mereka dapat menyebar dengan cepat (Nuraeni, 2020).
Pada batang bintaro (Cerebra manghas) adanya jenis hama rayap yang
menyerang pohon-pohon yang masih hidup sehingga bersarang dalam pohon dan
tidak berhubungan dengan tanah. Rayap yang masuk ke dalam kayu hingga ke
bagian tengahnya yang memanjang searah serat kayu melalui lubang/celah yang
terdapat pada permukaan kayu. Pada saat terjadi serangan rayap, batang pohon
akan terpecah dan daun mengering dan akan mati apabila tidak diobati. Petani
umumnya akan menggunakan bahan kimia untuk membunuh rayap yang
menyerang.
Rayap tanah memilki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap kondisi
lingkungan sehingga menyebabkan penyebarannya sangat luas. Apabila tidak
dikendalikan rayap ini akan menyebabkan seluruh tanaman, sehingga akibat yang
ditimbulkan sangat besar, menyebabkan kerusakan fisik secara langsung dan
penurunan produksi. Serangga hama tersebut tumbuh dan berkembang pada
bagian pohon batang dan menjadikan daun sebagai makanannya (Anggriawan
dkk, 2018).

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu :


1. Pada batang Cerebra manghas terdapat kerusakan yang disebabkan oleh
serangga hama berupa rayap yang merusak, masuk ke dalam kayu hingga
ke bagian tengahnya yang memanjang searah serat kayu melalui
lubang/celah yang terdapat pada permukaan kayu. Pada saat terjadi serangan
rayap, batang pohon akan terpecah dan daun mengering dan akan mati
apabila tidak diobati. Petani umumnya akan menggunakan bahan kimia
untuk membunuh rayap yang menyerang.
2. Pada daun Cerebra manghas mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
gejala klorosis. Hama kutu putih pada daun jati menyebabkan daun jati
berlubang dan bagian belakang daun diselimuti oleh benang tawas yang
berwarna putih. Kehilangan sejumlah jaringan daun lebih banyak oleh
serangga pemakan daun dibandingkan penggerek jaringan, penghisap atau
pembuat puru daun.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Adapun saran untuk laboratorium yaitu semoga kebersihan dan kerapian


serta alat laboratorium terjaga dengan baik serta mempertahankan kenyamanan
lab.

15
5.2.2 Saran Untuk Asisten

Adapun saran untuk asisten yaitu:


1) Untuk kak Jaenar Adelia Nadi S.Hut., semoga tetap sabar menghadapi
praktikan dan semoga selalu dapat mengayomi praktikan.
2) Untuk kak Nafsiyatul Mutmainnah, semoga tetap sabar menghadapi
praktikan, sabar mengajari praktikan, semoga selalu mengayomi praktikan
dan terus rendah hati.

16
DAFTAR PUSTAKA

Amil, A & Rachman, T. 2019. Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013


Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Studi Kasus
Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Melakukan
Perambahan Hutan Di Desa Lunyuk Ode Kecamatan Lunyuk Kabupaten
Sumbawa Besar). JIAP (Jurnal Ilmu Administrasi Publik), 6(2): 152-161.
Arwanda, E. R., Safe'i, R., Kaskoyo, H & Herwanti, S.2021. Identifikasi Kerusakan
Pohon pada Hutan Tanaman Rakyat PIL, Kabupaten Bangka, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Agro Bali: Agricultural
Journal, 4(3): 351-361.
Manya. 2017. Inventarisasi serangan hama anakan meranti merah (Shorea selanica)
di lokasi CIMTROP Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah.
Agrisilvika. 1(1): 6–13.
Fiani, A., Yuliah, Y & Pamungkas, T. 2019. Inventarisasi Jenis Hama Yang
Menyerang Bibit Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Umur 1 Tahun Di
Persemaian. Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan
Saintek) Ke-4.
Latumahina, Wattimena, I & Hut, S. 2021. Panduan Praktek Mata Kuliah Ilmu
Hama Dan Penyakit Hutan. Penerbit Adab.
Meilin, A & Nasamsir. 2016. Serangga dan Perannya dalam Bidang Pertanian dan
Kehidupan. Jurnal Media Pertanian, 1(1): 18-28.
Nuraeni, S. 2020. Perlindungan dan Pengamatan Hutan. Makassar: Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin Wati, C., et al. 2021. Hama dan
Penyakit Tanaman. Yayasan Kita Menulis. Medan.
Oramahi, H. A & Wulandari, R. S. 2017. Identifikasi Morfologi Serangga
Berpotensi Sebagai Hama Dan Tingkat Kerusakan Pada Bibit Meranti
Merah (Shorea leprosula) Di Persemaian PT. Sari Bumi Kusuma. Jurnal
Hutan Lestari, 5(3): 70-84.
Ramadhan, M., Naemah, D & Yamani, A. 2020. Analisis intensitas kerusakan
mahoni (Swietenia mahagoni) akibat serangan hama dan penyakit
tumbuhan. Jurnal Sylva Scientiae. 3(4): 667–674.
Rahman, N., Dunggio, I & Puspaningrum, D. 2018. Jenis hama & gejala serangan
daun pada tingkat umur tanaman jabon merah (Anthocephalus
macropyllus). Gorontalo Journal of Forestry Research, 1(2): 40-47.
Ramadhan, M., Naemah, D & Yamani, A. 2020. Analisis Intensitas Kerusakan
Mahoni (Swietenia Mahagoni) Akibat Serangan Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Jurnal Sylva Scienteae, 3(4): 667-674.

17
Sri, R. 2016. Perubahan Iklim Global dan Perkembangan Hama Penyakit Hutan di
Indonesia, Tantangan dan Antisipasi ke Depan. Jurnal Ilmu Kehutanan.
10(1): 1-9.
Utami, S. 2018. Menerapkan Pengelolaan Hama Terpadu untuk Mendukung
Keberhasilan Budi Daya Jabon. Policy brief, 12(13): 1-3.

18
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum

19
Lampiran 2. Sampul Referensi

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai