IMPLIKASINYA TERHADAP SILVIKULTUR KELOMPOK 5 1. Devi Damayanti (M011221129) 2. Rifky Ramadhan (M011221158) 3. Anastasya Tulak (M011221160) 4. Indriani Rani Pasangka (M011221030) 5. Reski Indarwati (M011221013) 6. Amiruddin Untung (M011221207) 7. Fathir Muammar (M021221060) 8. Rahmawati (M021221043) 9. Imam Fawzi (M021221063) 10. Dhoni Gunawan (M011221096) 11. Ayu Ailvia (M011221047) 12. Atika Putri Damayanti (M011221081) 13. Ispi_M011221187 14. Alfina Damayanti_M011221075 15. Muh Zul Ikram Saputra_M011221015 Tegakan Hutan (forest stand) merupakan suatu areal hutan APA ITU beserta pepohonan yang TEGAKAN? mendapat pemeliharaan sama. Berdasarkan komposisi jenisnya, tegakan hutan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Tegakan murni, adalah tegakan hutan ICE BREAKER yang memiliki pohon dominan dan pohon kodominan berjenis sama dalam jumlah lebih besar atau sama dengan 90%. 2. Tegakan campuran, adalah tegakan hutan yang memiliki pohon dominan dan pohon kodominan dengan jenis berbeda dalam jumlah lebih dari 10%. METODE-METODE PENENTUAN KERAPATAN TEGAKAN
Kerapatan tegakan adalah pernyataan kuantitatif
yangmenunjukkan tingkat kepadatan pohon dalam suatu tegakan. Kerapatan tegakan menjelaskan mengenai jumlah tegakan per satuan luas. Untuk satuan luas dari kerapatan tegakan menggunakan satuan hektar, jadi hasil dari kerapatan tegakan berupa jumlah tanaman per hektar. KERAPATAN TEGAKAN DAPAT DITENTUKAN DENGAN BEBERAPA METODE, YAITU : 1. Metode Okular Metode Okuler pertama kali dilaksanakan dengan cara mengadakan inventarisasi hutan ditentukan berdasarkan pengamatan dari orang yang melaksanakan inventarisasi tersebut. Pelaksanaan inventarisasi menjelajah ke seluruh bagian dari areal hutan kemudian menarik kesimpulan mengenai keadaan hutan yang bersangkutan. Cara ini hanya bisa dilaksanakan oleh orang yang benar-benar memiliki pengalaman di bidang inventarisasi. Metode ini berangsur-angsur ditinggalkan dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan pertambahan penduduk yang menyebabkan perubahan akan hasil hutan yang cenderung lebih banyak membutuhkan kayu perkakas untuk pemukiman dari pada kayu bakar. 2. Metode tabel hasil normal Pengukuran ini dilaksanakan seluruh pohon yang ada atau diukur penuh 100%, pengukuran ini cukup berat dan melelahkan kemudian dilaksanakan pengukuran sebagian saja dari populasi yang dikenal dengan pengambilan atau penarikan contoh, cara sampling ini muncul setelah berkembangnya ilmu statistika sebagai cabang dari ilmu matematika terapan. Cara ini dapat dilaksanakan dalam waktu yang lebih cepat sehingga biaya yang ada dapat ditekan tetapi dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran 100%. Setelah pengukuran maka dimasukkan dalam tabel identifikasi dan dilakukan pengolahan data. Kesalahan yang sering terjadi dalam menggunakan metode ini yaitu ketelitian dalam melakukan pengukuran. 3. Metode garis berpetak Metode garis berpetak merupakan modifikasi dari metode petak ganda atau metode jalur, dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur, ICE BREAKER sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Metode ini dilakukan sesuai dengan kawasan-kawasan yang ada pada peta tutupan lahan. Untuk pengambilan sampel di masing- masing kawasan tutupan lahan, dibuat 5 plot pengambilan sampel dan dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu 4. Metode remote sensing model FCD (Forest Canopy Density) Estimasi kerapatan tegakan dapat dilakukan dengan menggunakan metode remote sensing, nilai FCD (Forest Canopy Density) memiliki hubungan yang kuat dengan kerapatan tegakan. Tahapan pengamatan ini meliputi : tahap pra-pengolahan data meliputi persiapan pengumpulan data dan analisisnya yang akan digunakan (termasuk studi pustaka yang terkait dengan tema penelitian), kalibrasi dan koreksi citra, pemotongan citra daerah kajian, dan transformasi citra dengan menggunakan software ENVI dan ARCGIS dan tahap pengolahan data ditujukan untuk mengolah data yang telah dikumpulkan meliputi komposit citra, analisis statistik, normalisasi data julat gelombang, pembuatan peta kerapatan liputan hutanjati dengan FCD Model, normalisasi sebaran data, regresi linier, dan validasi data. Metode ini dapat mengakomodasi variasi permasalahan gangguan atmosfer citra ataupun pengaruh latar belakang vegetasi. Metode ini dapat mengurangi efek dari bias dan menghasilkan ekstraksi kenampakan yang lebih baik pada obyek yang spesifik dibumi. Sistem silvikultur dapat juga diklasifikasikan menurut umur IMPLIKASI KERAPATAN tegakan, yaitu sistem silvikultur TEGAKAN TERHADAP pada tegakan seumur seperti SILVIKULTUR tebang habis, shelterwood, . atau coppice, serta tegakan tidak seumur seperti tebang pilih individu dan tebang pilih kelompok. Pada hutan-hutan yang tidak dikelolah, dapat terjadi keadaan dimana tegakan yang mempunyai pohon- pohon yang jaraknya satu sama lain sangat rapat atau terlalu lebar. 1. Tegakan disebut kerapatannya sangat tinggi yang mengakibatkan persaingan pertumbuhan sangat hebat sehingga tidak ada individu pohon yang dapat tumbuh secara optimum karena produksi terbagi kepada semua pohon-pohon yang begitu besar jumlahnya dalam tegakan. 2. Tegakan yang mempunyal tingkat kerapatan rendah pohon-pohon akan cenderung membentuk hanyak percabangan, selain itu ruangan yang kosong akan diisi oleh vegetasi atau pohon-pohon liar yang tidak dikehendaki. Karena itu kerapatan tegakan harus dikendalikan baik pada saat awal pemudaan maupun pada masa perkembangannya KESIMPULAN 1. Tegakan hutan merupakan unit pengelolaan hutan yang memiliki karakteristik khusus, baik dari segi umur, komposisi, struktur, maupun tempat tumbuh. 2. Kerapatan tegakan mengacu pada tingkat kepadatan pohon dalam suatu tegakan hutan. Ini berarti mengukur jumlah pohon per unit luas, biasanya per hektar. Kerapatan tegakan memiliki dampak besar pada pertumbuhan dan kesehatan hutan serta perawatan yang diperlukan. KESIMPULAN 3. Terdapat berbagai metode untuk menentukan kerapatan tegakan, termasuk metode okular, tabel hasil normal, metode garis berpetak, dan metode remote sensing model FCD (Forest Canopy Density). Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan serta cocok untuk situasi tertentu. 4. Kerapatan tegakan hutan memiliki implikasi besar terhadap praktik silvikultur. Kerapatan yang sangat tinggi dapat mengakibatkan persaingan yang kuat antara pohon, sementara kerapatan yang terlalu rendah dapat menghasilkan pertumbuhan pohon yang tidak optimal. Oleh karena itu, pengendalian kerapatan tegakan sangat penting dalam manajemen hutan yang berkelanjutan.