Anda di halaman 1dari 18

Tugas makalah

METODE METODE PENENTUAN KERAPATAN TEGAKAN DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP SILVIKULTUR

OLEH:
1. Adinda Dwi Putri (M011221007) 11. Andi Irma T P (M011221105)

2. Firstly Chrystianova (M011221058) 12. Lidwina felicitas T (M011221113)

3. Angel Meysarah E. T. D. (M011221023) 13. Nur Alwaqia (M011221186)

4. Nurfemi Afrilia (M011221176) 14. Vina Ulandari H (M011221196)

5. Angelika Samperante (M011221097) 15. Husnul Khatimah (M021221064)

6. Lira Faradina (M011221119) 16. Muhammad Rifaldi N (M011221205)

7. Ahmad Fauzan (M021221039) 17. Saena Maria Mala (M011221061)

8. Nur Dzakira Sahbani (M021221008) 18. Nur Rezy Parasita (M021221005)

9. Amanda putri paradiba (M011221086) 19. Hermayanti (M011221084)

10. Siti nur Kumaira (M011221020) 20. Prisma Surya S P (M021221007)


LABORATORIUM SILVIKULTUR DAN FISIOLOGI POHON
PRAGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
I. PENDAHULUAN 3
1.1 Latar belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan masalah 4
II. PEMBAHASAN 6
2.1 Definisi Kerapatan Tegakan dan Cara Menghitung Kerapatan Tegakan 6
2.2 Metode Penetuan Kerapatan Tegakan 7
2.3 Pengaruh Kerapatan Tegakan Terhadap Silvikultur 9
2.4 Pengaruh Kerapatan Tegakan Terhadap Kualitas Tanah 11
2.5 Klasifikasi Tegakan 13
III. PENUTUP 15
DAFTAR PUSTAKA 16

ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas dan
mempunyai manfaat yang sangat besar terhadap kehidupan mahluk hidup.
Menurut Undang-Undang Pokok Kehutanan No.41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
alam lingkungannya, yang satu dan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Keanekaragaman jenis vegetasi yang tumbuh dan berkembang disetiap
daerah memiliki perbedaan vegetasi tertentu yang di pengaruhi oleh tipe
iklim kawasan, tinggi tempat dan faktor lingkungan tumbuhan lainnya.
Kalimantan Barat merupakan daerah yang beriklim tropis serta memiliki
kekayaan alam hayati dan berbagai flora yang mempunyai nilai tinggi
salah satunya adalah tanaman buah-buahan. Keanekaragaman hayati ini
merupakan sumber daya hayati yang dapat memberikan arti bagi
kehidupan apabila dimanfaatkan, selain itu juga dapat mendukung
pembangunan pertanian (Melaponty, dkk., 2019).

Hutan sebagai salah satu bagian dari lingkungan hidup merupakan


karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan salah satu kekayaan alam
yang sangat penting bagi umat manusia. Hal ini didasarkan pada
banyaknya manfaat yang diambil dari hutan. Misalnya hutan sebagai
penyangga paru-paru dunia. Menurut Black Law Dictionary, hutan (forest)

1
adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan tempat
hidup segala binatang. Hutan adalah suatu lapangan pohon-pohon secara
keseluruhan yang merupakan persekutuan hidup alam hayati besertaalam
lingkungannya, dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Hutan
merupakan harta kekayaan yang tidak ternilai, oleh karena itu hasil dari
hutan perlu dijaga, dipertahankan dan di lindungi agar hutan dapat
berfungsi dengan baik. Istilah hutan merupakan terjemahan dari kata bos
(Belanda) dan forrest (Inggris). Forrest merupakan dataran tanah yang
bergelombang dan dapat dikembangkan untuk kepentingan diluar
kehutanan, seperti pariwisata. Di dalam hukum Inggris kuno, forrest (hutan)
adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat
hidup binatang buas dan burung-burung hutan (Melaponty, dkk., 2019).

Kerapatan tegakan merupakan faktor terpenting kedua setelah lokasi


tumbuh dalam menentukan produktivitas suatu lokasi tumbuh. Indonesia
mempunyai luas hutan sebesar 144 juta hektar pada tahun 1981, menurun
menjadi 120,35 juta hektar pada tahun 2000. Luas wilayah Indonesia
hanya 198 juta hektar, sehingga sebagian besar wilayah negara ini adalah
hutan. Untuk mengelola hutan pada areal produksi diperlukan sistem
penghijauan (silvikultur) yang baik dan benar. Hasil kayu bulat dari hutan
produksi Indonesia mencapai 25 hingga 26 juta m3 per tahun pada tahun
1980an dan 1990an. Namun, sejak reformasi tahun 1997/1998, produksi
kayu bulat mengalami penurunan tajam, dari 1 menjadi 6 juta m3/tahun.
Pada saat yang sama, ratusan perusahaan kehutanan dan industri
pengolahan karpet kayu tutup, sehingga mengakibatkan PHK massal. Para
ahli kehutanan dari Kementerian Kehutanan dan perguruan tinggi yang
memiliki program penelitian kehutanan berupaya mengembalikan
kejayaan sektor kehutanan dengan meningkatkan produktivitas hutan
yang dicapai melalui sistem silvikultur intensif dan berbagai sistem
silvikultur. Dari latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penentuan kerapatan tegakan dan implementasinya terhadap silvikultur
sangat penting untuk meningkatkan produktivitas hutan dan pengelolaan
kawasan hutan produksi dengan baik (Melaponty, dkk., 2019).

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa itu kerapatan tegakan dan bagaimana cara menghitungnya?
2. Bagaimana metode penentuan kerapatan tegakan?
3. Bagaimana pengaruh kerapatan tegakan terhadap silvikultur?
4. Bagaimana pengaruh kerapatan tegakan terhadap sifat fisik tanah?
5. Bagaimana cara membedakan klasifikasi tegakan?

1.3 Tujuan masalah


Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui definisi kerapatan tegakan dan cara menghitungnya.
2. Mengetahui metode-metode yang digunakan dalam penentuan
kerapatan tegakan.
3. Mengetahui pengaruh kerapatan tegakan terhadap silvikultur.
4. Mengetahui pengaruh kerapatan tegakan terhadap sifat fisik tanah.
5. Mengetahui apa saja jenis tegakan berdasarkan klasifikasinya

3
II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kerapatan Tegakan dan Cara Menghitung Kerapatan
Tegakan

Hutan merupakan suatuu area yang luas yang tertutup pohon-pohon


yang cukup rapat untuk membentuk tegakan-tegakan, pohon-pohon
membentuk tegakan, baik itu pohon-pohon homogen yang membentuk
tegakan hoomogen maupun pohon-pohon jenis campuran yang
membentuk tegakan heterogen. Kondisi tegakan dan hutan ini
menentukan system silvikultur yang dipilih dalam rangka pengelolaan
hutan lestari (Paembonan, 2020).

Tegakan adalah suatu kelompok pohon-ppohon atau tumbuh-


tumbuhan lain yang terdapat pada suatu wilayah tertentu yang cukup
seragam di dalam susunan spesiesnya, susunan umurnya dan keadaannya
sehingga dapat dibedakan dengan kelompok tumbuh-tumbuhan lain yang
terdapat di wilayah di dekatkan. Tegakan adalah suatuu unit-unit
pengelolaan hutan yang cukup homogen, sehingga dapat dibedakan
dengan jelas dari tegakan yang ada di sekitarnya. Perbedaan itu di
sebabkan kerena umur, komposisi, struktur atau tempat tumbuh. Dalam

4
hal ini kita kenal adanya tegakan pinus, tegakan jati, tegakan kelas umur
satu, dua tahun dan lain sebagainya (Paembonan, 2020).

Kerapatan tegakan adalah ukuran kuantitas kondisi tegakan yang


menggambarkan jumlah batang persatuan luas hutan ukuran kerapatan
dapat di ukur dan digukana sebagai input untuk memprediksi
pertumbuhan dan hasil. Juga dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam
melaksanakan aktivitas silvikultur atau dalam mengealuasi nilai bukan
kayu. Stok merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan kondisi
kerapatan tegakan dari suatu tempat tumbuh menuju suatu kondisi idel
yang dapat saja belum teridentifikasi dengan baik. Stok dalam kehutanan
sangat berhubungan dengan konsep hutan normal, yaitu konsep yang
dimana setiap unit luasan hutan telah di capai produksi volume tegakan
yang optimal. Dengan kata lain, semua ruang pertumbuhan baik dii atas
permukaan maupun di bawah permukaan telah di gunakan untuk
memaksimumkan produktivitas tegakan (Umar, 2020).

Dimensi lain dari sebuah tegakan hutan adalah tinggi rerata pohon
yang menyusun tegakan tersebut. Tinggi rerata pohon dalam sebuah
tegakan akan dapat digunakan untuk memvisualisasikan ukuran
pepohonan dalam tegakan, rekatif dalam tegakan lainnya yang berbeda di
sekitarnya. Tinggi rerata juga sangat dekat hubungannnya dengan indeks
tempat tumbuh dari suatu tegakan maka estimasi semua ukuran dari
pepohonan harus dilakukan terlebih dahulu. Pengukuran tinggi di lapangan
merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki konsekuensi biaya yang
paling mahal dalam pelaksanaan inventarisasi hutan. Oleh karena itu
sangat sering tinggi pohon diestimasi dengan menggunakan persamaan
berbasis pada diameter setiap pohon. Untuk mengetahui indeks tempat
tumbuh (site index) digunakan hanya tinggi pepohonan yang domimnan
dan co-dominan, sehingga tinggi pepohonan intermediat dan yang
tertekan tidak dipertimbangkan dalam perhitungan indeks tempat tumbuh
tegakan. Tinggi pepohonan hasil pengukuran lapangan dapat digunakan
untuk memproyeksikan pertumnbuhan tinggi tegakan, terutama pada
hutan seumur. Dan pertumbuhan tinggi akan, meniingkat kendatipun

5
juumlah pohon persatuan luas mengalami penurunan. Proyeksi tinggi
pepohonan pada hutan atau tegakan tidak seumur akan memperlihatkan
kondisi konstan saat tegakan tersebut telah dewasa (Umar, 2020).

Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon, selanjutnya dapat


digunakan untuk menghitung volume pohon dan tentunya juga volume
tegakan atau hutan. Volume tegakan hutan adalah ukuran umum suatu
inventarisasi dimana output inventarisasi tersebut digunakan dalam
perencanaan pengelolaan hutan. Volume tegakan hutan memiliki
hubungan langsung dengan perolehan ekonomi yang mungkin di upayakan,
dan oleh sebab itu memiliki keterkaitan erat dengan evaluasi ekonomi
terhadap aktivitas-aktivitas pengelolaan. Volume tegakan hutan juga dapat
digunakan dalam melakukan kegiatan perbaikan habitat (Umar, 2020).

2.2 Metode Penetuan Kerapatan Tegakan

Ada beberapa macam cara menentukan kerapatan tegakan antara


lain :

a. Metode Okuler

Para rimbawan Eropa mempertahankan kerapatan maksimal yang


selaras dengan pertumbuhan maksimal dengan estimasi okuler
penutupan tajuk dan perkembangan tajuk. Rimbawan-rimbawan ini
menggunakan estimasi okuler untuk menentukan stok penuh dalam
plot yang dipilih untuk membuat tabel hasil normal; dan sebagai
konsekwensinya telah terdapat variasi kriteria kenormalan

b. Metode hasil table normal

Metode tabel hasil normal ini dikembangkan dari tegakan seumur


yang merupakan dasar untuk mengukur kerapatan tegakan. Disini,
metode tabel hasil normal memberikan nilai rata-rata banyak
karakteristik tegakan untuk tegakan mempunyai stol penuh, seumur,
dan murni pada umur dan kualitas tempat tumbuh sama.

Kerapatan suatu tegakan tertentu dengan metode ini dinyatakan

6
sebagai hubungan luas bidang dasar, jumlah pohon, atau
volumenya dengan nilai tabel hasil normal untuk umur dan indeks
tempat tumbuh yang sama. Luas bidang dasar adalah kriteria yang
paling banyak digunakan karena mudah ditentukan dilapangan
dengan peralatan yang menggunakan prinsip sudut Bitterlich.
Kriteria untuk ukuran kerapatan yaitu kemudahan dlam penerapan
dan kemampuan mengubahnya ke volume jika tabel hasil tersedia.
Metode ini tergantung pada pengetahuan umur dan kualitas tempat
tumbuh tegakan. Kesalahan dalam penentuan umur dan indeks
tempat tumbuh membatasi ketelitian penguluran kerapatan.

c. Metode table hasil Bruce

Agar dapat menentukan kerapatan tegakan berdasarkan volume


tegakan, volume per pohon ditemukan membutuhkan korelasi
karena variasi tinggi/ diameter dalam tegakan yang berdiameter
tegakan rata-rata sama.

Variabel dalam metoda ini dapat diukur dengan mudah dan teliti
dalam tegakan. Kerapatan tegakan dapat dievaluasi dengan tidak
bergantung pada umur dan kualitas tempat tumbuh. Kurangnya
tabel hasil yang dapat dibandingkan untuk kebanyakan jenis
mengurangi kegunaan metode tersebut, dan pada setiap kasus
kegunaannya terbatas untuk perbandingan kerapatan tegakan
dalam suatu jenis dan daerah tertentu.

d. Metode persaingan tajuk

Metode Bruce mempunyai keterbatasan maka muncul metode


persaingan tajuk digunakan untuk pengukuran kerapatan tegakan
yang didasarkan pada prinsip biologis yaitu korelasi yang tinggi
antara lebar tajuk pohon yang tumbuh terbuka dan diameternya.
Metode ini terbukti berguna untuk estimasi pengurangan tinggi
yang disebabkan oleh berbagai derajat stagnasi pada Pinus
contorta. Metode ini dikembangkan untuk memberikan data jumlah

7
ruang tumbuh maksimal yang dapat digunakan oleh pohon dan
data keperluan pohon minimal untuk mempertahankan tempatnya
dalam tegakan. Pohon yang tumbuh terbuka harus digunakan untuk
mengumpulkan data proyeksi luas tajuk vertikal dengan diameter
pohon, karena hanya pohon yang tumbuh terbuka hubungan luas
tajuk dengan setiap diameter setinggi dada tidak dipengaruhi
oleh persaingan.

e. Metode praktis

Metode praktis tergantung pada fungsi tertentu diameter atau


tinggi sebagai kontrol kerapatan tegakan yang berkembang.
Metode ini mempunyai keuntungan mudah diketahui dan digunakan
semua orang yang ditugaskan melaksanakan tugas tersebut.
Indeks kerapatan tegakan Reineke dapat langsung diterjemahkan
menjadi metode persentase tinggi atau metode D plus untuk
diterapkan dilapangan.

2.3 Pengaruh Kerapatan Tegakan Terhadap Silvikultur

Kerapatan tegakan adalah salah satu faktor penting dalam silvikultur,


yang merupakan ilmu dan praktik mengelola hutan. Kerapatan tegakan
mengacu pada jumlah pohon per unit area di hutan. Pengaruh kerapatan
tegakan terhadap silvikultur sangat signifikan dan memiliki dampak besar
pada pertumbuhan dan kualitas pohon-pohon hutan. Tingkat kerapatan
tegakan ini dapat memengaruhi berbagai aspek manajemen hutan,
termasuk pertumbuhan pohon, komposisi spesies, serta ketersediaan
sumber daya alam.

kerapatan tegakan berdampak langsung pada persaingan antar-pohon.


Semakin padat tegakan, semakin kuat persaingan antara pohon-pohon
untuk mendapatkan cahaya, air, dan nutrisi. Dalam hutan yang sangat
padat, pertumbuhan individu pohon dapat terhambat, mengakibatkan
pohon tumbuh lebih lambat. Di sisi lain, dalam tegakan yang lebih
terjarang, pohon-pohon memiliki lebih banyak sumber daya yang tersedia

8
untuk pertumbuhan optimal.

kerapatan tegakan juga berpengaruh pada struktur hutan. Dalam hutan


yang padat, pohon-pohon cenderung tumbuh lebih tinggi untuk mencapai
cahaya, sementara dalam hutan yang jarang, pohon-pohon dapat memiliki
lebih cabang yang lebih rendah. Hal ini dapat memengaruhi kualitas kayu
yang dihasilkan dan potensi hutan untuk berfungsi sebagai habitat alami.

kerapatan tegakan berdampak pada kontrol gulma dan penyakit. Dalam


hutan yang padat, bayangan pohon-pohon dapat menghambat
pertumbuhan gulma, tetapi juga meningkatkan kelembaban yang
memungkinkan penyakit menyebar lebih mudah. Dalam hutan yang jarang,
gulma dapat tumbuh lebih bebas, tetapi cahaya dan angin lebih mudah
masuk untuk mengurangi risiko penyakit.

kerapatan tegakan juga memengaruhi kecepatan regenerasi hutan. Dalam


tegakan yang sangat padat, pertumbuhan tunas atau bibit baru bisa
terhambat karena persaingan yang kuat dengan pohon-pohon dewasa.
Oleh karena itu, dalam manajemen silvikultur, perlu mempertimbangkan
kerapatan tegakan yang sesuai untuk memfasilitasi regenerasi hutan yang
sehat. sumber daya alam yang tersedia seperti air, nutrisi, dan tanah juga
dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Dalam hutan yang padat, sumber
daya ini mungkin lebih cepat habis, sedangkan dalam hutan yang jarang,
pohon-pohon dapat memiliki akses yang lebih baik ke sumber daya ini.

Tindakan silvikultur yang diterapkan dengan baik pada tegakan yang


dilaksanakan secara tepat mampu meningkatkan produktivitas sebuah
kawasan hutan sesuai dengan keadaan tapak. Pengelolaan lahan
merupakan sebuah tindakan pada sebuah lahan dalam meningkatkan
produktivitas lahan dengan mempertimbangkan kelestariannya.
Pertumbuhan tegakan jabon pada lokasi pengamatan didukung juga
oleh kegiatan pemeliharaan seperti pemberian pupuk kandang,
pembuatan lubang biopori, pemberian mulsa rumput dan waktu
pemupukan dengan pupuk kimia yang dilakukan 3kali/tahun dalam
mendukung peningkatan produktivitas. Biopori dan mulsa organik

9
memiliki dampak yang baik terhadap sifat fisik tanah, namun dengan
kegiatan penjarangan yang dilakukan pada tegakan jabon mampu
memberikan pertumbuhan yang lebih baik.

2.4 Pengaruh Kerapatan Tegakan Terhadap Kualitas Tanah

Kerapatan tegakan pada suatu tutupan lahan dapat mempengaruhi


kualitas tanah maupun lingkungan. Di dalam hutan, tanah dapat digunakan
sebagai penyangga kehidupan makhluk hidup disamping air, udara, dan
energi matahari. Tanah terbentuk dari hasil proses pelapukan batuan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti topografi, iklim, organisme dan
waktu. Komponen tanah yang bervariasi membuat karakteristik tanah
berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain. Kerapatan vegetasi pada
suatu wilayah dapat mempengaruhi sifat fisik pada tanah karena berbagai
macam faktor. Hal ini karena, banyaknya cahaya matahari yang dapat
menembus hingga lantai hutan tergantung pada kerapatan tegakan dalam
suatu wilayah. Semakin sedikit cahaya matahari yang masuk maka
semakin rapat tegakan tersebut karena cahaya matahari tertahan oleh
massa tajuk dan sebaliknya, semakin banyak cahaya yang menembus
lantai hutan itu menandakan bahwa kerapatan tajuk jarang (Leonika, dkk.,
2021).

Perbedaan sifat fisik tanah pada setiap petak tidak terlalu menonjol
perbedaannya tetapi dari hasil pengamatan secara keseluruhan terdapat
pengaruh kearah kualitas yang lebih baik dengan semakin bertambah
kerapatannya, seperti tekstur yang berlempung. Tekstur tanah dapat
berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman, laju infiltrasi,
permeabilitas tanah, daya untuk menahan air hingga kemudahan
pengolahan tanah. tekstur tanah berpengaruh terhadap pori-pori dalam
tanah. Tekstur tanah pada lahan terbuka cenderung ke tekstur liat yang
porositasnya cenderung kecil, hal ini karena pada lahan terbuka hanya
sedikit vegetasi yang ada diatasnya dan juga belum ada pengolahan tanah
pada wilayah tersebut. Sedangkan, pada lahan belukar tua memiliki tekstur
lempung berpasir karena memiliki banyak vegetasi akan mempermudah

10
proses dekomposisi bahan organik yang akan menghasilkan asam-asam
organik yang lebih mudah pecah menjadi ukuran yang lebih kecil (Leonika,
dkk., 2021).

Semakin rapat tegakan menjadikan struktur tanah yang remah dan


konsistensi tanah yang gembur dikarenakan mikroorganisme dalam tanah
yang dapat beraktifitas dalam keadaan lembab. Struktur tanah
berhubungan dengan susunan ruangan partikel tanah dalam membentuk
agregat tanah, struktur tanah granuler memiliki ruang pori kosong yang
besar dan tidak beraturan sehingga jika kita memecah tanah, tanah akan
terbagi dengan ukuran yang tidak seragam. Konsistensi tanah dapat
dipengaruhi tekstur dan struktur tanah, bahkan juga kadar air dalam tanah.
Konsistensi tanah pada tutupan lahan terbuka dan semak diamati saat
keadaan kering, sedangkan pada kebun campuran, belukar muda dan
belukar tua diamati pada keadaan tanah lembab. Hal ini karena hutan akan
membentuk iklim mikro sehingga seresah yang ada pada permukaan
tanah dan tajuk tegakan dapat membuat tanah lembab. kerapatan tegakan
berpengaruh secara signifikan terhadap pendekatan kehadiran individu
maupun pendekatan Luas Bidang Dasar (LBDs). Kerapatan tegakan
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap sifat fisik tanah yang
semakin baik seperti penurunan nilai bulk density dan particle density
serta peningkatan porositas tanah dan sifat fisik tanah lainnya dengan
semakin rapatnya tegakan (Leonika, dkk., 2021).

Penilaian kualitas tanah penting untuk pembangunan pertanian.


Indeks kualitas tanah (SQI) adalah alat yang dapat digunakan untuk
menilai dampak pengelolaan lahan. Informasi yang berkaitan dengan
kualitas tanah dapat membantu pengelola dalam mengevaluasi dampak
positif atau negatif dari pengelolaan tanaman. Informasi kualitas tanah
juga dapat digunakan untuk mengintegrasikan informasi dari masing-
masing indikator dalam pengelolaan lahan, pengelolaan lahan
mempengaruhi kualitas tanah.Salah satu penyusun kualitas tanah ialah
sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah mempengaruhi sifat kimia dan biologi
tanah, dengan sifat fisik yang baik maka sifat kimia dan biologi akan

11
baik pula. Sifat fisik tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Fungsi pertama tanah sebagai media tumbuh
adalah sebagai tempat akar mencari ruang untuk berpenetrasi baik
secara horizontal maupun vertikal. Kemudahan tanah untuk dipenetrasi
oleh tanaman tergantung pada ruang pori pori yang terbentuk diantara
partikel-partikel tanah, yaitu tekstur, struktur tanah, berat vulome
tanah dan berat jenis tanah. Kerapatan porositas tersebut menentukan
kemudahan air bersirkulasi dengan udara (drainase dan aerasi tanah)
. Berbagai karakteristik penggunaan lahan dan kerapatan tajuk tanaman
akan menghasilkan kualitas fisik tanah dan kapasitas transfer air tanah
yang berbeda, mempengaruhi cadangan air tanah, drainase, limpasan, dan
erosi, serta hasil pertanian.

Sifat fisik tanah perlu untuk diketahui karena dapat mempengaruhi


pertumbuhan tanaman yang diatasnya serta dapat mempengaruhi sifat
kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang diamati secara langsung
pada titik pengamatan ialah warna tanah, tekstur tanah, struktur tanah,
konsistensi tanah serta sifat fisik tanah lainnya seperti horison tanah.
Intensitas warna dapat dipengaruhi oleh 3 faktor yang berperan dalam
tanah yaitu kandungan bahan organik didalam tanah, kadar air tanah serta
jenis mineral dan jumlahnya didalam tanah. Semakin hitam warna tanah
maka semakin banyak kandungan ketiga faktor diatas. Semakin rapat
tegakannya, warna tanah cenderung lebih coklat tua (dark brown) karena
bahan organik yang dikandung dalam tanah semakin banyak karena hutan
telah membentuk iklim mikro.

2.5 Klasifikasi Tegakan

Klasifikasi tegakan dapat didasrkan atas perbedaan umur, perbedaan


susunan spesiesnya atau perbedaan cara pengolahannya (Paembonan,
2020).

1. Tegakan seumur (even aged stand)

Tegakan seumur adalah tegakan yang terdiri dari pohon-pohon yang

12
berumuran sama atau paling tidak berada dalam kelas umur yang sama.
Smith menyebutkan bahwa sutau tegakan dianggap kalua perbedaan
umur antara pohon-pohon yang paling tua dan yang paling muda tidak
melebihi 20% Panjang daun (rotasi). Sebenarnya dalam hutan yang
dipermudakan secara alam sukar sekali dijumpai tegakan yang terdiri dari
pohon-pohon yang berumur sama.

2. Tegakan tidak seumuran (uneven-aged stand)

Tegakan tidak seumur adalah tegakan yang terdiri dari pohon-pohon


dengan perbedaan umur antara pohon yang paling tua dengan pohon yang
paling muda paling sedikit sebesar tig akelas umur. Jadi dalam tegakan
tidak seumur terdapat paling sedikit tiga kelas umur.

3. Tegakan bertingkat (storied stand)

Tegakan seperti ini timbul apabila suatu tegakan yang tua mulai
tumbang denga nagak mendadakatau suatu jenis toleran membentuk
lapisan di bawah jenis intoleran. Bentuk ini sangat umum di hutan hujan
tropika, yang mempunyai dua, tiga, atau bahkan empaty lapisan hutan.

4. Tegakan tidak teratur (irregular stand)

Tegakan tidak teratur adalah tegakan yang timbul apabila satu atau
beberapa group pohon ditebang atau mati secara alami dalam suatu
tegakan yang seumur. Permudaan yang muncul adalah pada celah yang
terbuka dimana cahaya matahari dapat masuk.

5. Tegakan seumur dalam group (even aged group stand)

Tegakan seumur dalam group adalah tegakan yang sering muncul


dalam wilayah hutan yang permudaan alami terjadi secara tidak teratur.
Tegakan yang terjadi merupakan rangkaian gelombang pemudaan, seperti
suatu rangkaian tegakan seumur yang tumpeng tindih.

6. Tegakan bentuk cadangan (reserve form stand)

Tegakan bentuk cadangan yaitu tegakan yang dibuat denga sengaja

13
dalam pengelolaan silvikultur. Disini, beberapa pohon dipertahankan pada
sutau areal untuk memproduksi tanaman baru di bawahnya.

7. Tegakan Campuran

Tegakan campuran memiliki jumlah pohon sebanyak 24 pohon pada plot


pengukuran seluas 200 m2 dengan jenis pohon yang beragam dan tata
letak pohon yang tidak beraturan. Tegakan campuran memiliki nilai
kerapatan pohon tertinggi dibandingkan dengan tegakan lainnya.

III. PENUTUP
Berdasarkan rumusan masalah yang diberikan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Kerapatan tegakan adalah ukuran kuantitatif pohon pada tegakan hutan,


dinyatakan sebagai koefisien dengan mengambil luas total, jumlah
pohon, atau volume dengan hasil tabel normal.

2. Ada berbagai metode untuk menentukan kerapatan tegakan, salah


satunya menggunakan metode analisis vegetasi dan melalui
pendekatan Luas Bidang Dasar (LBDs).

3. Kerapatan tegakan dapat mempengaruhi silvikultur, contohnya seperti


praktik pengendalian pembentukan, pertumbuhan, komposisi,
kesehatan, dan kualitas hutan untuk memenuhi kebutuhan dan nilai
yang beragam.

4. Kerapatan tegakan juga dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti

14
porositas, bulk densitiy, particle density dan tekstur tanah. Dengan
bertambahnya kerapatan atau vegetasi dalam suatu wilayah maka bulk
densitiy dan particle density akan menurun. Hal tsb. dipengaruhi oleh
vegetasi yang ada diatasnya karena akar memegang peranan penting
agar tanah tidak menjadi padat dan mempunyai pori-pori yang cukup
untuk dilalui air dan unsur hara.

5. Cara identifikasi tegakan dengan beberapa cara : Tegakan seumur


(even aged stand), Tegakan tidak seumuran (uneven-aged stand),
Tegakan bertingkat (storied stand), Tegakan tidak teratur (irregular
stand), Tegakan seumur dalam group (even aged group stand),
Tegakan bentuk cadangan (reserve form stand).

DAFTAR PUSTAKA
Leonika, A., Nugroho, Y., & Rudy, G. S. (2021). Pengaruh Kerapatan
Tegakan Terhadap Sifat Fisik Tanah Pada Berbagai Tutupan Lahan Di
KHDTK Mandiangin ULM. Jurnal Sylva Scienteae, 4(4), 608-616.

Melaponty, D. P. Fahrizal, Dan Manurung, F. T. 2019. Keanekaragaman


Jenis Vegetasi Tegakan Hutan Pada Kawasan Hutan Kota Bukit
Senja Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang. Jurnal
Hutan Lestari, 7 (2): 893-904.

Pembonan.S.A. 2020. Silvika Ekofisiologi Dan Pertumbuhan Pohion.


Fakultas Kehutanan Uniersitas Hasanuddin: Makassar.

15
Umar.S. 2020. Perspektif Ekonomi Kesatuuan Pengelolaan Hutan (KPH).
CV Budi Utama: Yogyakarta.

Ek, A. R., & Bengtsson, J. (2015). Variation in growth patterns of young


Norway spruce trees in response to the degree of competition and
insect damage. European Journal of Forest Research, 134(4), 625-
635.

Agus, S. dan Hengki, S. 2011. Pengaturan Kerapatan Tegakan Bambang


Berdasarkan Hubungan Antara Diameter Batang Dan Tajuk. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman, 8(5),259-265.

Sukendro, A., & Amir, A. H. (2022). Pengaruh Penjarangan Dan Lokasi


Terhadap Pertumbuhan Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba
Roxb.) di PT. Lestari Mahaputra Buana, Padalarang Kabupaten
Bandung Barat. Journal of Tropical Silviculture, 13(03), 218-224.

Hidayat, R., Abdullah, U. H., Wilis, R., & Farida, N. (2023). Hubungan
Korelasi di antara Potensi C Biomassa dengan Indeks Kualitas Tanah
Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Kering di Kabupaten Aceh
Besar: Hubungan Korelasi di antara Potensi C Biomassa dengan
Indeks Kualitas Tanah Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Kering
di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat
Nusantara, 4(3), 1725-1730.

Irawan, T. (2016). Infiltrasi pada berbagai tegakan hutan di arboretum


Universitas Lampung.

Wijayanto, N., & Pratiwi, E. (2011). Pengaruh naungan dari tegakan sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) terhadap pertumbuhan
tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus). Jurnal Silvikultur
Tropika, 2(1), 46-51.

16

Anda mungkin juga menyukai