Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN COR PULMONAL

Dosen Pembimbing : Marwansyah S.Kep, Ns, M.Kep

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

Dewi Yulianti (P07120222008)

Nofrida Waliah (P07120222027)

Siti Aisyah Salsabilla (P07120222038)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah asuhan keperawatan Cor Pulmonal ini yang tepat pada
waktunya. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi serta bermanfaat bagi
kita semua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusanan makalah ini. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita.

Banjarbaru, 29 Agustus 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................1

1.3. Tujuan............................................................................................................................ 2

1.4. Manfaat.......................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................3

2.1 Konsep Dasar....................................................................................................................3

2.1.1 Definisi Cor Pulmonal....................................................................................... 3

2.1.2 Anatomi Fisiologi Cor Pulmonal.......................................................................3

2.1.3 Etiologi Cor Pulmonal....................................................................................... 5

2.1.4 Manifestasi Cor Pulmonal................................................................................ 6

2.1.5 Klasifikasi.........................................................................................................8

2.1.6 Patofisiologi Cor Pulmonal............................................................................... 9

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Cor Pulmonal........................................................... 11

2.1.8 Penatalaksanaan Cor Pulmonal....................................................................... 13

2.1.9 Komplikasi Cor Pulmonal............................................................................... 15

2.2 Asuhan Keperawatan......................................................................................................16

2.2.1 Pengkajian........................................................................................................16

ii
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan intervensi keperawatan....................................... 22

BAB III PENUTUP........................................................................................................................ 31

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 31

3.2 Saran...............................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan.
Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di Cor
Pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri
ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau
penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi Pulmonale Cor dapat
mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary.
Meskipun Pulmonale Cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis,
onset akut atau Pulmonale Cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam
kehidupan dapat terjadi.

Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran
Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian akibat Cor Pulmonal
sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau
sebesar 4,10%. Cor Pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru,
pneumonia, dan bronkhiektasis. Jika Cor Pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi
awal yang tidak memadai pada Cor Pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi
paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. (Harun W. 2006)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Cor Pulmonale ?
2. Apa etiologi Cor Pulmonale ?
3. Bagaimana patofisiologi Cor Pulmonale ?
4. Bagaimana klasifikasi Cor Pulmonale ?
5. Apa manifestasi klinis Cor Pulmonale ?
6. Apa pemeriksaan penunjang Cor Pulmonale ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Cor Pulmonale ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Cor Pulmonale ?

1
1.3 Tujuan
1. Tujuan Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah dan
menambah pengetahuan tentang kita tentang penyakit Cor Pulmonal.
2. Mahasiswa memahami konsep penyakit tentang Cor Pulmonal dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Cor Pulmonal.

1.4 Manfaat
Manfaat Kita sebagai mahasiswa bisa mengetahui dan memahami lebih spesifik
tentang penyakit Cor Pulmonale ini serta bisa mengetahui penyebab dan faktor-faktor
gejala-gejala klinis dari penyakit Cor Pulmonale.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar


2.1.1 Definisi

Menurut World Healt Organization (WHO) pada tahun 1963, definisi


Cor Pulmonale adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi
ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan stuktur paru,
tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan
penyakit jantung congenital (bawaan).

Menurut Braunwahl ( 1980 ), Cor Pulmonale adalah keadaan patologis


akibat hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi
pulmonal. (Soeparman,1987) Cor Pulmonale adalah sebuah kondisi ketika
ventrikel kanan mengalami pembesaran (dengan atau tanpa disertai gagal
jantung kanan) akibat adanya penyakit yang mempengaruhi struktur ataufungsi
paru atau sistem vaskularnya.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

3
A. Anatomi
1. Anatomi Saluran Pernafasan
Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria
Bronkialis dan Arteria Pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari
Aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus.
Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem
azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih
kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi
bronchial tidak berperanan pada pertukaran gas, darah yang tidak
teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3% curah jantung. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik
dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan
mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru dimana darah
tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler
paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus, merupakan
kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara
alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian
dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang
selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi
sistemik. ( March Thiriet )

2. Anatomi Jantung Ventrikel Kanan


Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga
dada yaitu tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar
ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri danmedial
atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan berdinding tipis
dengan tebal4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel kiri
yang lebih besar.
Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu
trabekula karnae yangsering membentuk persilangan satu sama lain.
otot ini di bagian apikal berukuran besaryaitu trabecula septo
marginal (moderator band). Ventrikel kanan secara fungsional dapat

4
dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan (Righ
ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding
licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu
infundibulum/conus arteriosus. Alur masuk dan keluar dipisahkan
oleh kristasupra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior
katup triauspid. (Fadli, 2017)

B. Fisiologi
Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali
dari sirkulasi sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan
melalui vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk
ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan
ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut
mengalir dari atrium kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang
memompanya keluar melalui arteri pulmonalis kanan melalui katup ke
paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin
oksigen ke sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-
nya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri
melalui vena pulmonalis.

2.1.3 Etiologi
Banyak penyakit yang berhubungan dengan hipoksemia dapat
memengaruhi paru-paru dapat menyebabkan Cor Pulmonal. Secara umum,
penyakit cor pulmonal disebabkan oleh penyakit parenkim paru menahun yang
bersifat obstructif, yang disebut dengan istilah chronic obstructive lung
(pulmonary) disease (COLD,COPD). Dalam hubungan dengan penyakit paru
menahun dan obstruktif, termasuk di antaranya adalah akibat bronkitis kronik,
asma bronchial yang sudah diderita lama, dan emfisema paru. Kelainan toraks
juga mempermudah timbulnya penyakit paru obstructif kronik yaitu
kifoskoliosis, dan penyakit neuromuscular. Termasuk juga kelainan kontrol
pernafasan akibat obesitas, hipoventilasi idiopatik, penyakit serebrovaskular,
hipertensi pulmonal idiopatik, dan emboli paru. (Soeparman,1987)

5
Etiologi Cor Pulmonale dapat dibedakan berdasarkan cor pulmonale
akut dan kronik. Cor Pulmonale akut biasanya disebabkan oleh emboli paru.
Cor Pulmonale kronik mempunyai banyak etiologi, antara lain penyakit paru
obstruktif, penyakit paru restriktif, penyakit pembuluh darah paru, dan
penyakit insufisiensi paru sentral seperti sindrom sleep apnea. Di antara
berbagai etiologi cor pulmonale kronik, penyakit paru obstruktif, seperti
penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab tersering cor
pulmonale kronik. (Bhattacharya, 2004)
Penyebab penyakit Cor Pulmonale antara lain :
1. Penyakit menahun dengan hipoksia :
a. Penyakit paru obstruktif kronik
b. Fibrosis paru
c. Penyakit fibrositik
d. Crypogenik fibrosing alveolitis
e. Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2. Kelainan dinding dada :
a. Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
b. Penyakit neuromuscular
3. Gangguan mekanisme kontrol pernafasan :
a. Obesitas, hipoventilasi idiopatik
b. Penyakit serebrovasculer
4. Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
a. Hipertrofi tonsil dan adenoid
b. Kelainan primer pembuluh darah
c. Hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang dan vaskulitis
pembuluh darah paru. (Wahid, 2013)

2.1.4 Manisfestasi Klinis

Cor Pulmonal terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi


kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru,
kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis

6
maupun klinis, sindrom Picwician, schitoomiasis, dan infiltrasi kapiler paru
obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase arsinoma.

1. Gejala Klinis :
Berdasarkan perjalanan penyakit korpulmonal dibagi menjadi 5 fase, yaitu:
a. Fase 1 : pada fase ini belum nampak gejala yang jelas, selain di
temukanya gejala awal penyakit paru obstruksi menahun (PPOM),
bronkritis kronis, TBC lama, bronkiektasis dan sejenisnya,
anamnesa pada pasien 50 tahun bia sanya di dapatkan adanya
kebiasaan banyak merokok.
b. Fase 2 : pada fase ini mulai di temukan tanda-tanda berkurangnya
ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama
bronkiektasis), sesak nafas/mengi, sesak nafas ketika berjalan
menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih
belum nampak. Pemeriksaan fisik di temukan kelainan berupa:
hipersonor, suara nafas berkurang. Ekspirasi memanjang. Ronchi
basah kering, whezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantung
lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukka berkurangnya
broncho vaskular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar,
posisi jantung ventrikel.
c. Fase 3 : pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Di
dapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang,
cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan
tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.
d. Fase 4 : ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung
kadang somnolens pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan
kehilangan kesadaran.
e. Fase 5 : pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan artery
pulmonal meningkat. tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel,
namun fungsi fentrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya
terjadi hopertrofi ventrikel kanan kemudian menjadi gagal jantung
kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianosik, bendungan vena
jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites. (Wahid
& Suprapto, 2013)

7
2. Tanda
Dari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang
mendasari terjadinya cor pulmonal seperti hipertensi pulmonal, hipertropi
ventrikel kanan, dan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan diameter dada,
sesak yang tampak dengan retraksi dinding dada, distensi vena leher dan
sianosis dapat terlihat.
Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing
maupun ronkhi. Suara jantung dua yang terpisah dapat terdengar
pada tahap awal. Bising ejeksi sistolik diatas area arteri pulmonalis
dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan
bising regugirtasi pulmonal diastolic.
Pada perkusi, suara hiper sonor dapat menjadi tanda PPOK yang
mendasari timbulnya cor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang
berat.

2.1.5 Klasifikasi

1. Cor Pulmonal Akut


Disebabkan penyakit vaskuler paru embolik. Beban
embolik menyebabkan keadaan curah keluar mendadak
rendah akibat ketidakmampuan ventrikel kanan untuk
menghasilkan tekanan yang diperlukan untuk mendorong darah
melalui anyaman vaskuler paru yang secara akut terganggu. ( Fishman,
2008)
2. Cor Pulmonal Kronik Sekunder Terhadap Penyakit Vaskuler Paru
Berlawanan dengan tromboembolisme akut yang masif,
jika peningkatan resistensi vaskuler bertahap, tekanan vaskuler paru
yang lebih tinggi, kadang-kadang bahkan melebihi batas arteri
sistemik. Cor P ulmonal kronik dapat juga disebabkan oleh hipertensi
pulmonal primer atau tiap vaskulitis luas yang kroni.
Pembagian Cor Pulmonal kronik :
a. Kompesansai
Redistribusi curah jantung berfungsi sebagai mekanisme
kompensasi penting. Aliran darah direstribusikan

8
sehingga pengantaran oksigen ke organ vital, dipertahankan pada
kadar normal atau mendekati normal. Abnormalitas berkurang
setelah k ompensasi klinis yang dicapai melalui terapi.
b. Dekompensasi
Sindroma klinis yang bermanifestasi sebagai tanda gagal
jantung kongestif pada penyakit paru. Biasanya dengan
adanya dispneu, ortopneu, dispnea paroksismal (nocturnal),
peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun
edema tungkai.( Allegra, 2005)

2.1.6 Patofisiologi
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah
penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti
emboli paru- paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-
paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.
Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya
terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel
kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik
kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan
resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi
vaskuler paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat
adanya hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-
paru. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk
menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu,
hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola
paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut.
Asidosis, hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam
menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat
akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh
hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan
tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh

9
kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan
obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah
secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu,
pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena
efek mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan
obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting
vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga
sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau
rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.
Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan
penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat
kelainan perfusi-ventilasi. Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas,
mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor
pulmonal.
Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi
pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan
pada parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara
akut maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada
paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru
yang mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian.
Hipertensi pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal
primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya
penyakit jantung, parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang
melatarbelakanginya. Hipertensi pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut
hipertensi pulmonal sekunder. Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis
paru (sekunder) didefinisikan sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri
pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20 mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer
angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg. Pada pasien muda (<50 tahun) TAP
normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg. Dengan bertambahnya usia TAP
akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi usia
TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan
semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg.

10
Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien
dalam keadaan istirahat dan rileks.
Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya
hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.
Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh
darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat
adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric
oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari
mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya
mekanisme tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi
lebih terang yakni dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat
prostacyclin, antagonis reseptor endothelin-1, dan inhibitor
phosphodiesterase-5.
Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja
ventrikel kanan dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan
jantung. Timbulnya keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat
hipoksia jaringan, hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta
meningkatnya cardiac output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat
melakukan adaptasi dan kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung
kanan yang ditandai dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya
hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada
masing-masing orang berbeda-beda. (Sudoyo dkk, 2007)

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang
mendasari dan untuk menilai komplikasi serta perjalanan penyakit.
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

a. Hematokrit untuk polycythemia, yang dapat merupakan


konsekuensi dari penyakit paru yang mendasarinya , tetapi yang
juga dapat meningkatkan tekanan arteri Paru oleh viskositas
meningkat

b. Serum alpha1-antitripsin, jika kekurangan diduga

11
c. Tingkat antibodi untuknpenyakit kolagen Antinuclear vaskular ,
seperti scleroderma

d. Proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden ,


antikardiolipinantibodi, dan homocysteine untuk mengetahui
hiperkoagulasi

e. Analisis gas darah untuk mengetahui saturasi oksigen

f. Pemeriksaannkadar BNP(Brain Natruretic Peptide) untuk


mengatahui hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, serta
g. Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status fungsional paru
Rontgen Toraks
Terdapat kelainan disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonal dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering
tertutup oleh hiper inflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung
tampaknya normal karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas
pada posisi oblik atau lateral. Selain itu didapatkan juga diafragma yang
rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi
lebih besar dari normal.

2. Ekokardiografi
Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan
dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup
pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal.
Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat
katup pulmonal karena “accoustic window” sempit akibat penyakit paru.
3. Kateterisasi jantung
Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan
pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan kapiler paru
normal, menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari
prekapiler dan bukan berasal dari jantung kiri. Pada kasus yang ringan,
kelainan ini belum nyata. Penyakit jantung paru tidak jarang disertai
penyakit jantung koroner terlebih pada penyakit paru obstruksi menahun
karena perokok berat (stenosis koroner pada angiografi).

12
4. EKG (Elektro Kardio Grafi)
Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat
berupa :
a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 90° atau lebih.
b. Terdapat pola S1S2S3
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1
d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1
e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF
f. Terdapat pola S1Q3T3 dan right bundle branch block komplet atau
inkomplet.
g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan
prekordial.
h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK
karena adanya hiperinflasi.
i. Hipertropi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan
gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat
membingungkan dengan infark miokard.
j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi
prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi,
termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal,
fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan
karena keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia,
gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan elektrolit, serta
penggunaan bronkodilator berlebihan). (Fadli, 2017)

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis. (Brunner&Suddart,2011)
Sasaran dari penanganan yang dilakukan adalah untuk memperbaiki
ventilasi dan mengatasi penyakit paru utama dan manifestasi penyakit
jantung.
a. Oksigen diberikan untuk menurunkan tekanan arteri pulmoner dan
resistansi vaskular paru. Terapi oksigen diberikan secara kontinu (24
jam /hari) untuk pasien dengan hipoksia berat.

13
b. Kadar oksigen darah dikaji dengan memakai obsimetri nadi dan
analisis gas darah arteri
c. Fisioterapi dada dan pembersihan bronkus sesuai dengan indikasi
untuk mengeluarkan penumpukan sekresi dan pemberian
bronkodilator akan semakin memperbaiki ventilasi
d. Jika pasien mengalami gagal napas, diperlukan tindakan intubasi dan
ventilasi mekanis
e. Jika pasien mengalami gagal jantung, hipoksemia dan hiperkapnea
harus diatasi untuk memperbaiki curah jantung
f. Edema parifer dan peningkatan beban jantung kanan akan berkurang
dengan tirah baring, pembatasan natrium, dan dieretik
g. Jika di indikasikan (pada gagal jantung kiri), digitalis dapat diberikan
h. EKG dimonitor
i. Infeksi paru harus diatasi dengan cepat (kondisi ini akan
memperberat hipoksemia dan kor pulmonale).

2. Penatalaksanaan Keperawatan. (Brunner&Suddart,2011)


1. Bantu pemasangan intubasi dan ventilasi mekanis jika diperlukan,
bantu pasien secara fisik dan emosional.
2. Kaji stauts pernafasan dan jantung dan berikan medikasi sesuairesep.
3. Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya pemantauan yang ketat
dan keoatuhan terhadap regimen terapi, terutama oksigen.
4. Kaji factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap
regimen terapiutik
5. Informasikan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
penatalaksaan penyakit kronis ini akan berlangsung jangka panjang,
dan bahwa sebagian besar perawatan serta pemantauan akan
dilakukan.
6. Berikan okesigen secara kontinu dan ajari pasien menggunakannya.
7. Informasikan kepada pasien tentang nutrisi jika pembatasan natrium
dalam diet dan medikasi diuretic merupakan bagian dari terapi.

14
8. Desak pasien untuk berhenti merokok, jika perlu arahkan pasien
untuk bergabung dengan kelompok pendukung komunitas atau
kelompok berhentu merokok.
9. Jika kondisi fisik pasoen perlu dikaji secara ketat atau jika pasien
tidak mampu merawat dirinya sendiri, anjurkan pasien untuk
menjalani perawatan dirumah (home care).

2.1.9 Kompilkasi
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:
a. Emfisema
b. Gagal jantung kanan
c. Gagal jantung kiri
d. Hipertensi pulmonal kiri
(Wahid & Suprapto, 2013)

15
2.2. Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
Kor pulmonal dapat terjadi pada pasien usia 50 tahun karena sering
didapati dengan kebiasaan sehari-hari yaitu merokok dan terpapar polusi.
Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi
penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak
dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. (Wahid & Suprapto,
2013, hal. 119)

2. Status kesehatan saat ini


a. Keluhan Utama
Pasien kesulitan bernafas pada saat berolahraga keras dan ketika
berbaring,karena naiknya kebutuhan oksigen. Batuk produktif karena
kondisi pernapasan,emfisema,lelah karena hipoksia dan gagal
jantung,berat badan naik karena retensi cairan,denyut jantung naik.
(Digiulio, 2014, hal. 107)
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien mengalami kekurangan oksigen karbonhidroksida
naik,he moglobin naik,oksimetri denyut menunjukkan turunnya saturasi
oksigen,bilik jantung kanan membesar,arteri pulmonalis meluas dan
bilik kanan terlihat pada sinar X dada. (Digiulio, 2014, hal. 108)
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan Kor Pulmonal,akan diawali dengan tanda-tanda
mudah letih saat melakukan aktivitas,sesak nafas, nyeri dada,batuk
produktif,wheezing respirasi,sianosis. (Wahid & Suprapto, 2013)

3. Riwayat kesehatan terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat merokok, merupakan penyebab timbulnya kelainan
paru obstruktif kronik,polusi udara (asap dari cerobong-cerobong pabrik
di daerah industri dan asap dari kendaraan bermotor),selain itu juga

16
pernah memiliki riwayat penyakit PPOK dan hipertensi pulmonal
(Wahid & Suprapto, 2013)
b. Riwayat penyakit keluarga
Pada banyak kasus cor pulmonale ditemukan pada anggota
keluarga tertentu dan ternyata kekurangan alfa-antripsin memegang
peran dalam penentuan predisposisi terjadinya penyakit paru obstruktif
kronik. Riwayat penyakit paru kronik (bronchitis kronik dan emfisema
paru,diantaranya disebabkan. Hemophilis influenza, pneumococcs,
staphylococcus aureus,pseudomonas,klebsiella. (Wahid & Suprapto,
2013)

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran
Gambaran dari kondisi pasien yaitu mengalami sesak nafas,
batuk yang produktif, lelah karena hipoksia dan gagal
jantung,wheezing respirasi, sianosis pada jari,berat badan naik
karena retensi cairan, frekuensi pernapasan menggunakan otot bantu
pernafasan. (Digiulio, 2014)
2) Tanda-tanda vital
Penafasan : Lebih dari 20 X/menit
Nadi : diatas 100 X/menit
(Digiulio, 2014)

b. Body system
1) Sistem pernafasan
Pada pasien KP pemeriksaan dapat berupa sesak nafas akibat
hipertensi vena pulmonal, wheezing respiration, terlihat penggunaan
otot-otot bantu nafas, dahak , Pemeriksaan auskultasi dapat
ditemukan suara nafas yang melemah, respirasi lebih dari 20 kali per
menit (Digiulio, 2014)

17
2) Sistem kardiovaskuler
Gangguan paru-paru utama dapat menyebabkan kegagalan
jantung. Dan akan menyebabkan hipertensi paru-paru dan pelebaran
bilik jantun kanan. (Digiulio, 2014)

3) Sistem persarafan
Pada penderita Cor Pulmonale dengan hipertensi pulmonal
primer keluhannya berupa mudah pingsan jika beraktivitas, tingkat
kesadaran menurun jika melakukan aktivitas, ditandai dengan
hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens pada
keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.
selain itu penderita Cor Pulmonale juga mudah bingung/kurang
tanggap. (Wahid & Suprapto, 2013)

4) Sistem perkemihan
Penderita Cor Pulmonale diberikan diuretik untuk membuang
kelebihan cairan pada pasien dengan cara mengeluarkan natrium
melalui pembuangan urin. (Pranata & Prabowo, 2017)

5) Sistem pencernaan
Pada penderita Cor Pulmonale kebutuhan nutrisi kurang
terpenuhi karena penderita Cor Pulmonale akan merasa mual dan
muntah. (Wahid & Suprapto, 2013)

6) Sistem integument
Pasien Cor Pulmonale akan mengalami edema karena
penumpukan cairan di dalam tubuh sehingga resistensi kulit
meningkat. penyebabnya karena peningkatan tekanan hidrostatik
yang diakibatkan karena gagal jantung kanan. (Digiulio, 2014)

18
7) Sistem Muskuloskeletal
Pada penderita Cor Pulmonale akan mengalami kondisi
seperti cepat lelah. (Wahid & Suprapto, 2013)

8) Sistem endokrin
Pasien mengurangi konsumsi sodium dalam diet untuk
mengurangi retensi cairan.jika dikonsumsi berlebihan akan merusak
ginjal. (Digiulio, 2014)

9) Sistem reproduksi
Pasien penderita Cor Pulmonale mengalami hipertrofi dan
dilatasi dari Vertikel kanan sebagai akibat dari hipertensi ( artery )
pulmunal. Sedangkan hipertensi termasuk salah satu penyakit yang
mempengaruhi sistem reproduksi pada laki-laki ( Impoten). Sehingga
jika seorang laki-laki menderita Cor Pulmonale maka kemungkian
akan terjadi penurunan sistem reproduksi.(Mutaqqin, 2012)

10) Sistem penginderaan


Pada pasien penderita Cor Pulmonale akan mengalami
sianosis ( kebiruan yang terjadi pada bibir dan selaput mata karena
hemoglobin di daerah kapiler susut,selain itu mata juga menonjol.
(Wahid & Suprapto, 2013)

11) Sistem imun


Penderita Cor Pulmonale mengalami lelah karena hipoksia
selain itu penderita Cor Pulmonale akan mengalami penurunan imun
tubuh karena kandungan nutrisi yang dikonsumsi berkurang akibat
nafsu makan yang menurun. Serta gangguan ADL yang berhubungan
dengan kelemahan fisik umum dan keletihan (Wahid & Suprapto,
2013) (Mutaqqin, 2012)

19
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan EKG
Kelainan pada elektrokardiogram yang sering ditemukan pada
pasien dengan kor pulmonal menahun antara lain P pulmonal di lead
II,III, dan aVF: deviasi axis ke kanan >110: rasio R/S di V6<1 :
gambaran rSR’ pada VI : RBBB lengkap atau tidak lengkap ; R atau R’
yang tinggi pada VI atau V3R ; dan T inverted pada sandaran
prekordial. Elektrokardiogram normal tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya kor pulmonal . Aritmia atrial atau ventrikular
dapat terjadi pada hipoksemia dengan/tanpa hiperkapnea. (Mutaqqin,
2012)
b. Pemeriksaan foto thoraks
Tanda yang sering didapatkan adalah :
1) Kelainan pada parenkim paru,pleura maupun dinding thoraks
tergantung penyakit dasarnya

2) Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan


gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga
menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree)

3) Pembesaran ventrikel kanan

4) Pelebaran vena cava superior

5) Jika ada emphysma maka diafragma agak rendah,conus pulmonalis


melebar (Wahid & Suprapto, 2013)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada penderita KP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan
restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya).
Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau
hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita KP
AGD nya normal pada saat istirahat,tetapi pada saat istirahat,tetapi
pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya
hipoksia berat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa
etiologi sesak nafasnya adalah kelainan paru. Pada penderita KP
dengan hipoksia yang bermakna (saturai oksigen arterial £ 90%)
serigkali menderita polisitemia.

20
2) Polisitemia ( hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM
(Penyakit Paru Obsruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari
85% ; PCO2 dapat meningkat atau normal.
a) Faal paru menurun, yaitu :
V.C.berkurang (N=5,80 L)
E.V1 berkurang (N=4,32 L)
b) Analisa gas darah :
PO2 kurang dari 60 mmHg
PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
c) PH darah rendah
d) Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang.
(Wahid & Suprapto, 2013)
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Melalui hiderasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan
mengidentifikasikan pembersih jalan nafas
2) Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi
yang mudah untuk bernafas.
3) Tirah baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
4) Memberikan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis
polusi udara dan berhenti merokok.
5) Latihan pernafasan dan bimbingan ahli fisioterapi.
6) Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan oksigenisasi jaringan
melalui pemberian O2
b. Penatalaksanaan medis
Pemberian medikametosa :
1) Bronkodilator
Aminofilin : menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2
adrenergik selektif (Turbutalin atau Salbutamol).
Dosis : 20-80 mg/hari/PO/IV/IM (Maksimum 600 mg) (Wahid &
Suprapto, 2013)
2) Mukolitik dan Ekspektoran

21
Mukolitik berguna untukmencairkan dahak dengan memecahk
ikatan rantai kimianya, sedangkan ekspetoran untuk mengeluarkan
dahak dari paru. (Wahid & Suprapto, 2013)
3) Antibiotika
Pemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan
parenkim paru disebabkan oleh mikroorganisme, diantaranya :
Hemophylus influenza dan Pneumococcus peka terhadap metisilin,
kloksasilin, flukoksasilin dan eritromisin. Klebsiella p eka terhadap
gentamisin, steptomisin dan polimiksin. (Wahid & Suprapto, 2013)
4) Oksigenasi
Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2 arterial) dan asidosis pada
penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2
sehingga menimbulkan hipoksemia.
Dosis : 20-30% melalui masker venture dan secara intermiten 1-3
liter permenit. (Wahid & Suprapto, 2013)
5) Diuretik
Diberikan jika terjadi gagal jantung . pemberian digitalis harus
berhati-hati,karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang
rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik
dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.
Dosis : 5-20/hari tergantung pada jenis obat
(Wahid & Suprapto, 2013).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa disusun berdasarkan prioritas kebutuhan Maslow


1) Ketidakefektifan pola napas b.d. sempitnya lapang respirasi dan
penekanan toraks.
2) Gangguan pertukaran gas b.d. hipoksemia secara reversible/ menetap,
refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/ alveolar pada status
cedera kapiler paru.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
penurunan nafsu makan.

22
4) Intoleransi aktifitas b.d. kelemahan fisik dan keletihan.

5) Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria

Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan NIC NOC


1. Ketidakefektifan jalan - Manajemen jalan napas Airway Management
nafas - Monitor pernapasan - Buka jalan napas,
gunakan teknik chin lift
Definisi: atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil:
Inspirasi dan/ atau
- Menunjukan jalan napas - Posisikan pasien untuk
ekspirasi yang tidak
yang paten (klien tidak memaksimalkan ventilasi
memberi ventilasi
merasa tercekik, irama
- Indentifikasi pasien
napas, frekuensi
Batasan Karakteristik: perlunya pemasanganalat
pernapasan dalam
- Perubahan kedalaman jalan napas buatan
rentang normal, tidak
pernafasan kedalamanpernapasan - Pasang mayo bila perlu
ada suara napas
- Perubahan ekskursi
abnormal)
dada - Auskultasi suara napas,
- Mengambil posisi tiga - Tanda tanda vital dalam
catat adanya suara
titik rentang normal (tekanan
tambahan
- Bradipneu darah, nadi, pernapasan)
- Monitor respirasi dan
- Penurunan tekanan
status O2
ekspirasi
- Penurunan ventilasi - Pertahankan jalan napas
semenit yang paten
- Penurunan kapasitas
- Atur peralatan oksigenasi
vital
- Dipsneu - Monitor aliran oksigen
- Peningkatan diameter
anterior-posterior
status pernapasan:
- Pernapasan vuping
ventilasi
hidung
- Monitor TD, nadi, suhu
- Ortopneu
dan RR
- Fase ekspirasi

23
memanjang - Monitor frekuensi dan
- Pernapasan bibir irama pernapasan
- Takipneu
- Monitor adanya cushing
- Penggunaan otot
triad (tekanan nadi yang
asksesorius untuk
melebar,mbradikardi,
bernapas
peningkatan sistolik)

Faktor yang
berhubungan:
- Ansietas
- Posisi tubuh
- Deformitas tulang
- Deformitas dinding
dada
- Keletihan
- Hiperventilasi
- Sindrom hipoventilasi
- Gangguan
musculoskeletal
- Kerusakan neurologi
- Imaturitas neurologis
- Disfungsi
neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
- Keletihan otot
pernapasan cedera
medulla spinalis

2. Gangguan pertukaran - Respiratory status : Airway Management

gas gas exchange - Buka jalan napas, gunakan


- Respiratory status : Teknik chinlift atau jaw
Ventilation thrust bila perlu
24
Definisi: - Vital sign status - Posisikan pasien untuk
Kelebihan atau deficit mmemaksimalkan
Pada karbondioksida Kriteria Hasil: nventilasi
pada membrane - Identifikasi pasien
- Mendemonstrasikan
alveolar- kapiler perlunya pemasangan
peningkatan ventilasi
alat jalan napas buatan
dan oksigenasi yang
Batasan karakteristik - Pasang mavo bila perlu
adekuat
- Pernapasan abnormal - Memelihara kebersihan - Lakukan fisioterapi
(misnkecepatan, paru- paru dan bebas dari dada jika perlu
irama, kedalaman) tanda-tanda distress - Keluarkan secret dengan
pernapasan batuk atau sucsion
- Warna kulit
- Mendemonstrasikan - Auskultasi suara napas,
abnormal (mis,pucat,
batuk efektif dan suara catat adanya suaranapas
kehitaman
napas yang bersih, tidak tambahan
- Konfusi
ada sianosis dandyspnea - Berikan bronkodilatator
- Sianosis (pada
(mampu mengeluarkan bila perlu
neonatus saja)
sputum, mampu - Atur intake untuk cairan
- Penurunan bernapas dengan mudah, mengoptimalkan
karbondioksida tidak ada pursedlips). keseimbangan
- Diaphoresis - Tanda-tanda vital dalam - Monitor respirasi dan
normal status O2 Respiratory
- Dispnea
monitoring
- Sakit kepala saat
- Monitor rata-rata
bangun
kedalaman, irama dan
- Hiperkapnia usaha respirasi

- Hipoksemia - Catat pergerakan dada,


amati kesimetrisan,
- Hipoksia
penggunaan otot
- Iritabilitas tambahan, retraksi otot
- Napas cuping hidung supra clavicular dan
Intercostal
- Gelisah
- Monitor suara napas
- Samnolen
seperti dengkur

25
- Takikardia - Monitor suara napas
bradypnea, takipnea,
- Gangguan penglihatan
kussmaul,
hiperventilasi, Cheyne
Faktor-faktor yang stokes, Biot
berhubungan :

- Perubahan
membranealveola
Kapiler

- Ventilasi perfusi

3. Ketidakseimbangan - Nutritional Status : Nutrition Management

nutrisi kurang dari food and fluid intake


- Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh - Nutritional status : makanan
nutrient intake
- Kolaborasi dengan ahli
Definisi: - Weight control gizi untuk menentukan
Asupan nutrisi tidak
jumlah kalori dan nutrisi
cukup untukmemenuhi
Kriteria Hasil: yang dibutuhkan pasien
kebutuhan metabolic
- Anjurkan pasien untuk
- Adanya peningkatan
meningkatan proteindan
Batasan karakteristik : berat badan sesuai
vitamin C
dengan tujuan
- Kram abdomen
- Berikan substansi gula
- Berat badan ideal sesuai
- Nyeri abdomen dengan tinggi badan - Yakinkan diet yang
- Mampu dimakanmmengandung
- Menghindari makanan
mengidentifikasi tinggimseratmuntuk
- Berat badan 20% atau kebutuhan nutrisi mencegah konstipasi
lebih dibawah berat - Tidak ada tanda-tanda
- Berikan makanan yang
badan ideal malnutrisis
terpilih(sudah di
- Kerapuhan kapiler - Menunjukkan
konsultasikan dengan ahli
peningkatan fungsi gizi)
- Diare
pengecapan dan
- Ajarkan pasienbagaimana
- Kehilangan rambut menelan
26
berlebihan - Tidak terjadi penurunan membuatcatatan makanan

- Bising usus hiperaktif berat badan yang berarti harian

- Monitor jumlah nuutrisi


- Kurang makanan
dan kandungan kalori
- Kurang informasi - Berikan informasi

- Kurang minat pada Tentang kebutuhannnutrisi


makanan - Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
- Penurunan berat badan
yang dibutuhkan
dengan asupan
makanan adekuat
Nutrition Monitoring
- Kesalahan konsepsi
- Kesalahan informasi - BB pasien dalam batas
normal
- Membrane mukosa - Monitor adanya
pucat penurunan berat badan

- Ketidakmampuan - Monitor tipe dan jumlah

memakan makanan aktivitas yang biasa


dilakukan
- Tonus otot menurun
- Monitor interaksi anak
- Mengeluh gangguan atau orangtua selama
sensasi rasa makan

- Mengeluh asupan - Monitor lingkungan

makana nkurang dan selama makan

RDA(recommended - Jadwalkan pengobatan


daily allowance) dan perubahanpigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Cepat kenyang
setelah makan - Monitor kekeringan,

- Sariawan rongga mulut rambut kusam, dan mudah


patah
- Steatorea - Monitor mual dan muntah

- Kelemahan otot - Monitornkadar

pengunyah albumin,ntotal

27
protein,nHbndan kadar Ht
- Kelemahan otot
- Monitor
untuk menelan
pertumbuhanndan
perkembangan
- Monitornpucat,
kemerahanndan
Kekeringan jaringan
Konjungtiva
- Monitormkalori dan
intake nutrisi
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas
Oral
- Catat jikamlidah
Berwarna magenta, scarlet magenta
4. Intoleransi aktifitas Konservasi energy Terapi aktivitas
Toleransi terhadap - Kolaborasi denga tenaga
Definisi: aktivitas Perawatan rehabilitasi medic dalam
Ketidakcukupan energy diri : akifitas sehari merencanakan program
psikologis dan fisiologis hari (ADL) terapi yang tepat
untuk melanjutkan atau - Bantu klien untuk
menyelesaikan aktifitas Kriteria Hasil: mengidentifikasi
kehidupan sehari-hari aktivitas yang mampu
- Berpatisipasi dalam
yang harus atau yang dilakukan
aktifitas fisik tanpa
ingin dilakukan. - Bantu untuk
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan mendapatkan alat bantuan
Batasan Karakteristik : akiviitas sepertikursi roda,
RR
- Respon tekanan darah krek
- Mampu melakukan
abnormal terhadap aktivitas sehari-hari - Bantu untuk
aktivitas mengidentifikasi
- Tanda-tanda vital
- Respon frekuensi aktivitas yang disukai
normal
jantung abnormal - Bantu klien atau
- Mampu berpindah

28
terhadap aktivitas dengan atau tanpa keluarga untuk
- Ketidaknyamanan bantuan alat mengidentifikasi
setelah beraktivitas - Sirkulasi status baik Sirkulasi
kekuramg status
dalam
baikg Sirkulasi status

- Dispnea setelah beraktivitas

beraktivitas - Bantu klien untuk


mengembangkan
- Menyatakan merasa
motivasi diri dan
letih dan lemah
pengetahuan
- Monitor respon fisik,emosi,
Faktor yang
sosial dan spiritual
berhubungan :
- Tirah baring atau
imonilisasi

- Kelemahan umum

- Ketidakseimbangan
antara suplai dan
kebutuhan oksigen
- Imobilitas
- Gaya hidup monoton
5. Gangguan eliminasi urin Kriteria hasil : - Lakukan penilaian
kemih yang
- Kandung kemih kosong komprehensif berfokus
Definisi
secara penuh pada inkontinensia
Disfungsi pada eliminasi
- Bebas dari ISK. (misalnya output urine,
urine
- Tidak ada spasme pola berkemih, fungsi

Batasan karakteristik : bladder kognitif, dan masalah

- Disuria - Tidak ada residu urine > kencing persisten)

100-200 cc - Memntau penggunaan


- Anyang-anyangan
- Intake cairan dalam obat dengan sifat
- Inkonteninsia antikolinergik
rentang normal
- Nokturi ritensi Balance -cairanseimbang
Meransang reflek
kandung kemih dengan
menerapkan dingin
untuk perut

29
- Instruksikan cara-cara
Faktor yang
untuk menghindari
berhubungan
konstipasi
- Obstruksi anatomic
- Masukan kateter kemih,
- Penyebab multiple sesuai

- Gangguan sensori - Anjurkan pasien atau


motoric keluarga untuk merekam
- Infeksi saluran kemih output urin, sesuai

- Memantau asupan dan


keluaran
- Membantu dengan toilet
secara berkala, sesuai
- Memenrtau tingkat
distensi kandung kemih
dengan palpasi dan
perkusi

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cor Pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/ atau


dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan
pada kontrol pernafasan. Cor Pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik.
Penyebab Cor Pulmonale akuttersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor
Pulmonale kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Pada Cor Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan,
sedangkan pada Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Komplikasi
dari pulmonary heart disease diantaranya ialah emfisema, gagal jantung kanan,
gagal jantung kiri dan hipertensi pulmonal kiri.

Asuhan keperawatan Cor pulmunal terdiri atas pengkajian, diagnosa,


intervensi, implementasi dan evaluasi. Adapun diagnosa yang ditegakkan dalam
penyakit Cor pulmonal ini ialah ketidakefektifan pola napas, gagngguan pertukaran
gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktifitas
dan perubahan pola eliminasi urin.

Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti


komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak
lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara lansung
setelah pengkajian. Evaluasi disusun dengan menggunakan metode SOAP.

3.2 Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon perawat
harus terus meningkatkan kompetensi diri kita, lebih-lebih yang berkaitan dengan
fenomena kesehatan yang bersifat spesifik pada sistem kardiovaskuler, seperti
penyakit Cor Pulmonal ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, A. L. (2016). Cor Pulmonal . Retrieved Oktober 2021, 29, from


Scribd:https://www.scribd.com

Gede, N., & Efenndi, C. (2004). Keperawatan medikal bedah, klien dengan gangguan
sistem pernafsan. Jakarta: Kedokteran EGC.

handz-superners. (2015). Cor Pulmonal . Retrieved Oktober 2021, 29,from


DocSlide: http://www.dokumen.tips

Muttaqin, a. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika.

Somantri, i. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Braunwahl ( 1980 )

(Soeparman, 1987). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika.
( March Thiriet )

(Fadli, 2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika.
(Bhattacharya, 2004)

(Wahid, 2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika.

(Wahid & Suprapto, 2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

( Fishman, 2008).

( Allegra, 2005)

(Sudoyo dkk, 2007)

32

Anda mungkin juga menyukai