Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KERAGAMAN HUKUM ADAT PADA SUKU MARIND DI WILAYAH ANIMHA


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pemerintahan
Dosen Pengampu : Daniel Tanati S.H, M.H

Disusun oleh:

Disusun Oleh

Misbahul Ulum (2022021014249)

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM (FH)

UNIVERSITAS CENDRAWASIH

2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
membahas topik yang penting dan menarik perhatian, yang saya harapkan dapat memberikan
manfaat dan wawasan baru bagi pembaca.

Dalam makalah ini, saya akan membahas secara mendalam mengenai topik “Keragaman
Hukum Adat Suku Marind di Wilayah Animha”, meliputi pengertian hukum adat suku marind,
wilayah animha dalam perspektif hukum adat, kondisi geofrafis dan kehidupan sosial, konflik
dan penyelesaiannya, pengaruh hukum adat, dan peran pemerintah serta masyarakat dalam
pengelolaan wilayah adat.

Saya juga akan mencantumkan referensi dan sumber-sumber yang digunakan dalam
penulisan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan agar dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas makalah ini ke depannya.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Penulis

19 September 2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Adat Suku Marind.............................................................3
B. Wilayah Animha dalam Perspektif Hukum Adat...........................................4
C. Kondisi Geografis dan Keadaan Sosial Suku Marind....................................4
D. Komflik dan Penyelesaian dalam Konteks Wilayah Animha.........................6
E. Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha........................................8
F. Peran Pemerintah dan Masyarkat dalam Pengelolaan Wilayah Animha........9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku Marind adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Animha,
sebuah kawasan yang terletak di Provinsi Papua, Indonesia. Masyarakat Suku Marind
memiliki kehidupan tradisional yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Mereka
umumnya bermukim di sekitar wilayah hutan tropis dan pesisir.
Kehidupan sehari-hari Suku Marind sangat dipengaruhi oleh alam sekitarnya.
Mereka mengandalkan mata pencaharian seperti berburu, bercocok tanam, dan perikanan
sebagai sumber kehidupan utama. Hutan hujan tropis yang melimpah di wilayah Animha
memberikan beragam jenis tumbuhan dan hewan yang menjadi bagian penting dari pola
makan dan kebutuhan sehari-hari Suku Marind.
Sistem sosial Suku Marind didasarkan pada struktur masyarakat yang terorganisir
dengan baik. Mereka memiliki kepemimpinan tradisional yang diwarisi secara turun
temurun, dan keputusan-keputusan penting diambil melalui musyawarah bersama.
Keluarga dan komunitas memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial
dan budaya Suku Marind.
Budaya Suku Marind tercermin dalam tarian, seni ukir, nyanyian, dan upacara
adat. Mereka memiliki kepercayaan animisme dan spiritualitas yang kuat terhadap alam
dan roh leluhur. Upacara adat seperti pesta panen, pernikahan, dan inisiasi suku
merupakan bagian integral dari kehidupan mereka dan dipenuhi dengan ritual-ritual
tradisional.
Meskipun terdapat pengaruh budaya modern, Suku Marind berusaha
mempertahankan warisan budaya mereka dengan memelihara bahasa, adat istiadat, dan
nilai-nilai tradisional. Namun, tantangan seperti modernisasi, urbanisasi, dan perubahan
lingkungan semakin mempengaruhi kehidupan dan keberlangsungan budaya Suku
Marind di wilayah Animha.
Wilayah Animha memiliki signifikansi yang mendalam bagi Suku Marind.
Wilayah ini bukan hanya sekadar tempat tinggal bagi mereka, tetapi juga mewakili akar
budaya, sejarah, dan identitas mereka sebagai suku bangsa. Animha merupakan ladang

1
subur di mana Suku Marind memperoleh mata pencaharian utama mereka, seperti
berburu, bercocok tanam, dan perikanan. Alam yang melimpah dan hutan hujan tropis
yang ada di wilayah ini menyediakan sumber daya alam yang krusial bagi kehidupan
sehari-hari dan tradisi budaya Suku Marind. Selain itu, wilayah Animha juga menjadi
tempat di mana berbagai upacara adat, ritus keagamaan, dan festival budaya penting
dilakukan. Inilah tempat di mana mereka merayakan kebersamaan, memelihara bahasa,
seni, dan nilai-nilai tradisional mereka, serta mengenang leluhur mereka. Oleh karena itu,
Animha memiliki arti mendalam sebagai pangkalan identitas dan kehidupan spiritual bagi
Suku Marind.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hukum Adat Suku Marind
2. Wilayah Animha dalam Perspektif Hukum Adat
3. Kondisi Geografis dan Keadaan Sosial Suku Marind
4. Konflik dan Penyelesaian dalam Konteks Wilayah Animha
5. Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha
6. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Animha

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui Pengertian Hukum Adat Suku Marind
2. Mengetahui Wilayah Animha dalam Perspektif Hukum Adat
3. Mengetahui Kondisi Geografis dan Keadaan Sosial Suku Marind
4. Mengetahui Konflik dan Penyelesaian dalam Konteks Wilayah Animha
5. Mengetahui Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha
6. Mengetahui Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah
Animha

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat Suku Marind


Suku Marind adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Animha,
sebuah daerah di Provinsi Papua, Indonesia. Masyarakat Suku Marind hidup di
lingkungan yang didominasi oleh hutan tropis, pesisir, dan sungai-sungai. Mata
pencaharian utama mereka meliputi berburu, bercocok tanam, dan perikanan, yang sangat
tergantung pada alam sekitar.
Suku Marind memiliki budaya dan adat istiadat yang kaya. Mereka memegang
teguh tradisi-tradisi leluhur, termasuk dalam hal upacara adat, seni ukir, nyanyian, dan
tarian. Animisme dan spiritualitas terhadap alam dan roh leluhur menjadi bagian integral
dari keyakinan dan praktik keagamaan mereka.
Sistem sosial Suku Marind sangat terorganisir dengan kepemimpinan yang
diwarisi secara turun temurun. Musyawarah bersama merupakan praktek yang umum
dalam pengambilan keputusan penting dalam komunitas. Kebersamaan dan gotong
royong di antara anggota suku memegang peran krusial dalam menjaga harmoni dan
stabilitas masyarakat.
Meskipun terdapat pengaruh modernisasi dan perubahan lingkungan, Suku
Marind berupaya mempertahankan identitas budaya mereka. Mereka berjuang untuk
melestarikan bahasa, adat istiadat, dan nilai-nilai tradisional di tengah tantangan zaman.
Wilayah Animha merupakan kampung halaman yang mengakar bagi Suku Marind,
mewakili warisan budaya dan sejarah yang mereka banggakan serta menjaga koneksi
mendalam dengan alam dan leluhur mereka.
Hukum Adat Suku Marind merujuk pada sistem norma-norma, aturan, dan
regulasi yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya mereka secara
tradisional. Ini adalah seperangkat hukum dan peraturan yang diterapkan dan dihormati
oleh Suku Marind dalam tata kelola internal masyarakat mereka. Hukum Adat Suku
Marind didasarkan pada nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan yang telah diwariskan

3
dari generasi ke generasi, dan sering kali terwujud dalam bentuk lisan, adat, atau
kebiasaan.

Sistem hukum adat ini mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti
kepemilikan tanah, hak-hak properti, perkawinan, adopsi, serta penyelesaian konflik
internal. Hukum adat juga mencakup peran dan tanggung jawab individu dalam
komunitas serta aturan-aturan yang mengatur hubungan dengan alam sekitar dan
lingkungan.
Pentingnya Hukum Adat Suku Marind terletak dalam fungsi sosial dan budaya
mereka. Ini membantu menjaga keteraturan dan harmoni dalam masyarakat,
menghormati tradisi, dan memelihara nilai-nilai yang diwariskan dari leluhur mereka.
Hukum Adat Suku Marind juga berperan dalam mempertahankan keseimbangan ekologi
dalam penggunaan sumber daya alam. Meskipun pengaruh modernisasi dan hukum
nasional telah mempengaruhi kehidupan suku ini, Hukum Adat Suku Marind masih
memainkan peran penting dalam identitas dan keberlanjutan budaya mereka.

B. Wilayah Animha dalam Perspektif Hukum Adat


Wilayah Animha dari perspektif hukum adat adalah kawasan yang sarat dengan
makna dan peran penting dalam kehidupan Suku Marind. Hukum adat di wilayah ini
mencakup sistem aturan, norma, dan tradisi yang diakui dan dipegang teguh oleh
masyarakat Marind. Ini meliputi norma-norma tentang kepemilikan tanah, pengelolaan
sumber daya alam, penyelesaian konflik, pernikahan, dan hubungan sosial dalam
komunitas. Kepemilikan tanah dan hak-hak atas sumber daya alam, seperti hutan dan
sungai, adalah bagian integral dari hukum adat Suku Marind. Pengelolaan yang bijak dan
berkelanjutan terhadap lingkungan juga tercermin dalam aturan-aturan adat, yang
diarahkan pada keberlanjutan alam dan menjaga keseimbangan ekologi. Selain itu,
upacara adat, ritual keagamaan, dan perayaan budaya merupakan bagian penting dari
hukum adat, mencerminkan keyakinan, nilai-nilai, dan identitas budaya yang dijunjung
tinggi oleh Suku Marind di wilayah Animha. Wilayah ini, bagi Suku Marind, adalah
rumah dan penjaga warisan budaya, dan hukum adat mereka membantu mempertahankan
kedaulatan budaya serta memandu kehidupan mereka sesuai dengan tradisi leluhur.

4
C. Kondisi Geografis dan Keadaan Sosial Suku Marind
Kondisi geografis dan keadaan sosial Suku Marind mencerminkan pengaruh
signifikan dari lingkungan alam di wilayah Animha, serta bagaimana masyarakat Marind
berinteraksi dengan lingkungan dan sesama. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai
kedua aspek ini:

1. Kondisi Geografis:

a) Lokasi dan Topografi: Suku Marind mendiami wilayah Animha, yang terletak di
Provinsi Papua, Indonesia. Wilayah ini memiliki topografi yang beragam, mulai
dari hutan hujan tropis, dataran rendah, sungai, hingga pesisir. Kondisi ini
mempengaruhi pola hidup, mata pencaharian, dan aksesibilitas Suku Marind.

b) Sumber Daya Alam: Animha dikenal sebagai kawasan yang kaya akan sumber
daya alam, termasuk hutan tropis yang melimpah, sungai, serta keanekaragaman
flora dan fauna. Masyarakat Suku Marind mengandalkan sumber daya alam ini
untuk kebutuhan hidup sehari-hari, seperti berburu, bercocok tanam, dan
perikanan.

c) Akses dan Transportasi: Keterpencilan wilayah Animha membuat aksesibilitas


menjadi tantangan. Transportasi terutama mengandalkan sungai dan jalan darat
yang mungkin tidak selalu dapat diandalkan. Kondisi ini mempengaruhi
perdagangan, distribusi barang, dan akses ke layanan publik.

2. Keadaan Sosial:

a. Struktur Sosial: Masyarakat Suku Marind memiliki struktur sosial yang terorganisir.
Mereka umumnya hidup dalam komunitas-komunitas kecil dan memiliki sistem
kekerabatan yang kuat. Keluarga besar memegang peran sentral dalam kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya.

5
b. Bahasa dan Budaya: Bahasa Marind merupakan bahasa yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dan merupakan aspek penting dari identitas budaya Suku Marind.
Seni, musik, tarian, dan cerita rakyat juga merupakan bagian integral dari budaya mereka.
Nilai-nilai tradisional seperti solidaritas, gotong royong, dan hormat terhadap leluhur
sangat dijunjung tinggi.

c. Sistem Kepemimpinan: Suku Marind memiliki sistem kepemimpinan tradisional


yang diwarisi secara turun temurun. Kepala suku atau tokoh-tokoh adat memainkan peran
penting dalam mengambil keputusan, memediasi konflik, dan memimpin dalam kegiatan-
kegiatan masyarakat.

d. Agama dan Kepercayaan: Mayoritas Suku Marind memeluk kepercayaan animisme,


di mana alam dan roh leluhur memegang peran sentral. Mereka percaya pada kekuatan-
kekuatan gaib dan menghormati roh-roh alam.

e. Pendidikan dan Kesehatan: Akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan masih
merupakan tantangan di wilayah ini. Meskipun upaya pemerintah dan organisasi non-
pemerintah ada, infrastruktur pendidikan dan kesehatan masih perlu ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Marind.

Kondisi geografis dan keadaan sosial Suku Marind mempengaruhi cara hidup,
nilai-nilai, dan interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman mendalam
tentang kondisi ini penting untuk merancang kebijakan yang mempromosikan
pembangunan berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup, dan memelihara keberagaman
budaya Suku Marind.

D. Konflik dan Penyelesaian dalam Konteks Wilayah Animha


Konflik dan penyelesaian konflik dalam konteks Wilayah Animha, yang dihuni
oleh Suku Marind, memiliki dinamika dan mekanisme sendiri yang tercermin dalam

6
hukum adat dan budaya mereka. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang konflik dan
cara penyelesaiannya:

a. Sumber Konflik: Konflik dalam Wilayah Animha bisa timbul dari berbagai
faktor, seperti perselisihan atas tanah atau sumber daya alam, perbedaan dalam
pemahaman terhadap adat istiadat, atau ketidaksepakatan dalam hubungan sosial.
Misalnya, persaingan dalam penggunaan tanah pertanian atau sungai untuk
perikanan bisa menjadi sumber konflik yang umum.

b. Penyelesaian melalui Musyawarah: Suku Marind cenderung memilih pendekatan


musyawarah untuk menyelesaikan konflik. Mereka mengadakan pertemuan
bersama komunitas atau kelompok yang terlibat dalam konflik. Dalam forum ini,
anggota komunitas dapat berbicara, mendengarkan, dan mencoba mencapai
kesepakatan bersama. Musyawarah adalah cara yang dihargai untuk mencapai
konsensus dan menghindari konflik yang lebih besar.

c. Peran Kepemimpinan Adat: Pemimpin adat atau tokoh-tokoh yang dihormati


dalam komunitas sering berperan sebagai mediator atau penengah dalam
penyelesaian konflik. Mereka membantu memfasilitasi proses musyawarah dan
mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.

d. Upacara Adat Penyelesaian Konflik: Dalam beberapa kasus, konflik yang lebih
serius atau yang berkaitan dengan adat istiadat tertentu dapat memerlukan upacara
adat khusus untuk penyelesaiannya. Ini mungkin melibatkan pemberian
kompensasi atau pengakuan kesalahan dalam bentuk upacara adat yang dihadiri
oleh seluruh komunitas.

e. Penerimaan Hukuman Adat: Jika konflik melibatkan pelanggaran hukum adat,


maka pihak yang bersalah dapat dikenakan hukuman adat sesuai dengan aturan
yang berlaku. Hukuman ini dapat berupa kompensasi material, upacara
penyelesaian, atau tindakan lain yang ditentukan oleh hukum adat.

7
f. Pentingnya Rekonsiliasi: Setelah konflik selesai, rekonsiliasi dan pemulihan
hubungan yang harmonis antarindividu dan kelompok adalah hal penting. Ini
dapat dilakukan melalui ritual atau upacara adat yang bertujuan untuk
mengembalikan perdamaian dan persatuan dalam komunitas.

Dalam wilayah Animha, pendekatan tradisional terhadap penyelesaian konflik


berakar dalam budaya dan hukum adat Suku Marind. Prinsip-prinsip seperti musyawarah,
mediasi, dan penghormatan terhadap hukum adat sangatlah penting dalam menjaga
kedamaian dan kohesi sosial dalam komunitas mereka.

E. Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha


Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha adalah signifikan dan
membentuk landasan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Suku Marind. Hukum
Adat Suku Marind memiliki dampak yang kuat terhadap tata kelola dan pemanfaatan
wilayah Animha. Berikut adalah penjelasan rinci tentang pengaruhnya:
a. Pemilikan Tanah dan Sumber Daya Alam: Hukum adat mengatur hak
kepemilikan tanah dan sumber daya alam di wilayah Animha. Tanah dianggap
sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dengan baik dan dikelola secara
berkelanjutan. Hukum adat menetapkan batasan-batasan dalam penggunaan
tanah, termasuk tempat-tempat yang dianggap sakral dan tempat-tempat yang
harus dilestarikan.

b. Pengelolaan Lingkungan: Hukum adat juga mempengaruhi pengelolaan


lingkungan di wilayah Animha. Prinsip-prinsip adat mendorong penggunaan
sumber daya alam secara bijak dan bertanggung jawab untuk mempertahankan
keseimbangan ekosistem. Suku Marind memegang keyakinan adat yang
mendalam tentang pentingnya melindungi alam dan menjaga ekologi agar tetap
seimbang.

8
c. Upacara Adat dan Ritual Keagamaan: Wilayah Animha adalah tempat di mana
berbagai upacara adat dan ritual keagamaan suku dilakukan. Hukum adat
mengatur dan mengarahkan pelaksanaan upacara-upacara ini, yang memiliki
signifikansi budaya dan spiritual yang sangat penting bagi Suku Marind. Upacara
adat mematuhi aturan dan norma-norma yang ditetapkan oleh hukum adat,
memastikan keberlangsungan tradisi dan kepercayaan.

d. Penyelesaian Konflik dan Tata Kehidupan Sosial: Hukum adat juga mencakup
norma-norma yang mengatur penyelesaian konflik internal di antara anggota
komunitas. Prosedur penyelesaian konflik ini bisa melibatkan musyawarah,
mediasi, atau proses tradisional lainnya yang diakui dan dihormati oleh
masyarakat Marind. Hukum adat juga membentuk tata kehidupan sosial,
menjaga etika dan hubungan antarindividu dalam komunitas.

e. Kesinambungan Identitas Budaya: Hukum adat berperan sebagai penjaga dan


pemelihara identitas budaya Suku Marind. Hal ini memainkan peran kunci dalam
memastikan bahwa nilai-nilai, bahasa, adat istiadat, dan tradisi Suku Marind
tetap hidup dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

Pengaruh Hukum Adat terhadap Wilayah Animha mencerminkan keterkaitan yang erat
antara kehidupan sehari-hari Suku Marind dengan nilai-nilai, tradisi, dan norma-norma
adat mereka. Hal ini juga mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keberlanjutan
alam dan kekayaan budaya di wilayah Animha.

F. Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Animha

Pengelolaan Wilayah Animha melibatkan peran penting dari pemerintah dan


masyarakat. Koordinasi dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat lokal adalah
kunci untuk mencapai pengelolaan yang berkelanjutan dan menghormati kepentingan
serta kearifan lokal. Berikut adalah penjelasan rinci tentang peran pemerintah dan
masyarakat dalam pengelolaan wilayah Animha:

9
1. Peran Pemerintah:

a) Kebijakan dan Regulasi: Pemerintah memiliki peran penting dalam


menyusun kebijakan, regulasi, dan peraturan terkait pengelolaan wilayah
Animha. Hal ini mencakup penetapan batas-batas, izin penggunaan tanah dan
sumber daya alam, serta kebijakan perlindungan lingkungan.

b) Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pemerintah bertanggung jawab untuk


melakukan pengawasan terhadap aktivitas di wilayah Animha sesuai dengan
regulasi yang ada. Ini mencakup penegakan hukum terhadap pelanggaran
aturan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.

c) Bantuan Teknis dan Finansial: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis


dan finansial kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan keterampilan
dan teknologi yang diperlukan dalam pengelolaan wilayah, termasuk
pelatihan tentang praktik pertanian berkelanjutan, manajemen hutan, dan
konservasi alam.

d) Penyusunan Rencana Pengelolaan: Pemerintah, bersama dengan masyarakat


lokal, perlu bekerja sama dalam penyusunan rencana pengelolaan wilayah.
Rencana ini harus memperhitungkan kebutuhan masyarakat, keberlanjutan
lingkungan, dan perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan.

e) Dialog dan Konsultasi Publik: Pemerintah harus memfasilitasi dialog dan


konsultasi publik yang inklusif dengan masyarakat lokal dalam pengambilan
keputusan terkait pengelolaan wilayah Animha. Masyarakat harus diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi dan memberikan masukan dalam proses
pengambilan keputusan.

10
2. Peran Masyarakat:

a) Konservasi Alam: Masyarakat memiliki pengetahuan lokal dan pengalaman


yang kaya terkait dengan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah
Animha. Peran utama masyarakat adalah menjaga dan melestarikan
lingkungan, termasuk hutan, sungai, dan flora-fauna lokal.

b) Praktik Berkelanjutan: Masyarakat perlu menerapkan praktik berkelanjutan


dalam penggunaan lahan, pertanian, dan perikanan untuk memastikan
keberlanjutan sumber daya alam. Ini dapat mencakup rotasi tanaman,
penggunaan pupuk organik, dan praktik-praktik ramah lingkungan.

c) Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan: Masyarakat harus terlibat dalam


program pendidikan dan kesadaran lingkungan yang bertujuan meningkatkan
pemahaman mereka tentang pentingnya kelestarian lingkungan dan peran
mereka dalam pengelolaannya.

d) Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan: Masyarakat harus aktif


berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan
wilayah. Hal ini dapat melalui musyawarah, komite lokal, atau organisasi
masyarakat yang mewakili kepentingan bersama.

e) Pengembangan Ekonomi Lokal yang Berkelanjutan: Masyarakat juga


memiliki peran dalam mengembangkan ekonomi lokal yang berkelanjutan,
seperti pengembangan agrowisata atau pengelolaan sumber daya alam secara
bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pentingnya keterlibatan dan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam


pengelolaan wilayah Animha adalah untuk mencapai tujuan berkelanjutan yang
mencakup keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi demi kesejahteraan dan
kelestarian bersama.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Suku Marind adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Papua,
khususnya bagian selatan Papua Nugini dan bagian barat Papua (Indonesia). Suku Marind
memiliki adat istiadat dan budaya yang kaya, yang mencakup tradisi sosial, agama, seni,
dan kehidupan sehari-hari mereka. Namun, perlu diingat bahwa informasi tentang suku
bangsa dan budaya bisa beragam dan bisa berubah seiring waktu.
Berikut adalah beberapa informasi umum tentang adat dan budaya suku Marind:

a. Sistem Sosial dan Masyarakat: Suku Marind memiliki struktur sosial yang
terorganisir, dengan masyarakat yang terbagi dalam kelompok-kelompok atau
klannya. Struktur sosial mereka didasarkan pada sistem kekerabatan yang
kompleks.

b. Bahasa: Bahasa Marind adalah bahasa yang digunakan oleh suku Marind. Bahasa
ini memiliki ciri khas tersendiri dan merupakan bagian penting dari identitas
budaya mereka.

c. Seni dan Budaya Visual: Seni suku Marind meliputi ukiran kayu, ukiran batu, dan
seni hiasan yang diaplikasikan pada perabotan rumah, alat-alat, dan pakaian. Seni
ini sering menggambarkan simbol-simbol budaya dan mitologi suku Marind.

12
d. Kepercayaan dan Agama: Tradisi keagamaan suku Marind umumnya didasarkan
pada kepercayaan animisme dan spiritualisme. Mereka meyakini adanya roh dalam
alam semesta dan menghormati roh-roh tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

e. Ritual dan Upacara: Suku Marind memiliki beragam ritual dan upacara, termasuk
upacara inisiasi, pernikahan, dan upacara kematian. Upacara ini memiliki peran
penting dalam kehidupan sosial dan keagamaan mereka.

f. Makanan dan Gaya Hidup: Makanan tradisional suku Marind mencakup ikan,
sagu, umbi-umbian, dan buah-buahan. Gaya hidup mereka sering terkait dengan
lingkungan alam sekitarnya, termasuk kegiatan berburu dan bertani.

g. Perkampungan dan Arsitektur: Perkampungan suku Marind terdiri dari rumah


panggung tradisional yang terbuat dari kayu. Rumah-rumah ini memiliki ciri khas
tersendiri dalam hal arsitektur dan desain.

Penting untuk diingat bahwa adat dan budaya suku Marind adalah warisan
berharga yang harus dihormati dan dihargai. Jika Anda ingin mendalami lebih lanjut atau
mendapatkan informasi yang lebih rinci, direkomendasikan untuk berbicara langsung
dengan orang-orang dari suku Marind atau mempelajari literatur dan penelitian yang
memadai tentang budaya mereka.

B. Saran
a. Pengembangan Penelitian Lanjutan: Menyarankan untuk melanjutkan penelitian
ini dengan lebih mendalam, mungkin dengan melibatkan metode yang lebih
kompleks atau menggali aspek-aspek tertentu yang belum sempat dijelajahi.
b. Penggunaan Metode Baru:Menyarankan untuk menggunakan metode atau alat
analisis baru yang dapat memberikan wawasan tambahan atau hasil yang lebih
akurat.

13
c. Penambahan Sampel atau Populasi:Menyarankan untuk memperluas jumlah
sampel atau populasi yang diteliti agar hasil penelitian lebih representatif dan
dapat diandalkan.
d. Kerja Sama dengan Pihak Eksternal:Mengajukan ide untuk berkolaborasi dengan
institusi, organisasi, atau ahli lain yang dapat memberikan perspektif baru atau
dukungan dalam penelitian ini.
e. Penelitian Terkait: Mengusulkan untuk menjalankan penelitian terkait yang dapat
memberikan kontribusi lebih lanjut dalam memahami topik yang sama atau
terkait.
f. Diseminasi Hasil: Mendorong untuk membagikan hasil penelitian ini melalui
publikasi ilmiah, seminar, atau konferensi untuk memberikan manfaat lebih luas
dan memperoleh umpan balik dari komunitas ilmiah.
g. Mengajak Partisipasi Masyarakat: Mengajak untuk menggandeng masyarakat atau
pemangku kepentingan terkait untuk mengimplementasikan hasil penelitian ini
dalam kebijakan atau tindakan nyata.
h. Peluang Kolaborasi Selanjutnya: Mengidentifikasi peluang kolaborasi dengan
peneliti lain, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk menjalankan
penelitian bersama yang lebih mendalam atau kompleks.
i. Pengembangan Aplikasi Praktis: Mendorong untuk mengembangkan aplikasi atau
solusi praktis berdasarkan hasil penelitian ini yang dapat memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat atau industri terkait.
j. Evaluasi Ulang Metode atau Pendekatan: Menganjurkan untuk melakukan
evaluasi kembali terhadap metode atau pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini guna memastikan keakuratan dan keefektifan.

Saran-saran ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas penelitian dan


memberikan arahan untuk penelitian selanjutnya dalam ranah topik yang telah dipaparkan
dalam makalah ini.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

Alputila, Marlyn Jane, and Mulyadi Alrianto Tajuddin. "Analisis Sosio-Yuridis Hak
Ulayat Dengan Pelepasan Adat Sebagai Syarat Pendaftaran Tanah Pada Suku Marind Di
Kabupaten Merauke." Jurnal Restorative Justice 1.1 (2017): 13-27.

Batmyanik, Aloysius. "Pendekatan Komunikasi Multikultural Dalam Membangun Hidup


Yang Harmonis Masyarakat Merauke." Jurnal Masalah Pastoral 5.2 (2017): 59-73.

Holle, Yolanda. "Perilaku Suku Marind dalam Bercocok Tanam Padi Sawah." (2020).

Ita, Saharuddin. "Pemetaan Olahraga Unggulan Papua Berbasis Wilayah Adat." Altius:
Jurnal Ilmu Olahraga dan Kesehatan 6.2 (2017).

Sinaga, Jaya Setiawan, Raymond P. Fenetiruma, and Handika DA Pelu. "Pengangkatan"


Anak Adat" Pada Suku Malind di Kabupaten Merauke." Jurnal Restorative Justice 5.1
(2021): 1-20.

iii

Anda mungkin juga menyukai