Anda di halaman 1dari 12

RINGKASAN ANEMIA, KE, MOLAHIDATIDOSA & ABORTUS

DOSEN PEMBIMBING
Setiawati,SST.,M.Kes

MATA KULIAH
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal &
Basic Life Suport

DI SUSUN OLEH
Suci Novita Sari
PO.71.24.3.21.029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI D-III KEBIDANAN MUARA ENIM
TAHUN AJARAN 2023/2024

1
ANEMIA, KE, MOLAHIDATIDOSA & ABORTUS
A. Anemia pada Kehamilan
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu penyakit kekurangan sel darah merah.18 Ibu hamil
dikatakan mengalami anemia apabila kadar hemoglobin ibu kurang dari 11g/dl pada
trimester satu dan tiga, serta kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.
Ada beberapa tingkatan anemia ibu hamil yang dialami ibu hamil menurut
WHO,18 yaitu:
a) Anemia ringan: anemia pada ibu hamil disebut ringan apabila kadar
hemoglobin ibu 10,9 g/dl sampai 10g/dl.
b) Anemia sedang: anemia pada ibu hamil disebut sedang apabila
kadarhemoglobin ibu 9,9g/dl sampai 7,0g/dl.
c) Anemia berat: anemia pada ibu hamil disebut berat apabila kadar
hemoglobinibu berada dibawah 7,0g/dl.

2. Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil


Tanda ibu hamil mengalami anemia adalah pucat, glossitis, stomatitis, eodema
pada kaki karena hypoproteinemia. Gejala ibu hamil yang mengalami anemia adalah
lesu dan perasaan kelelahan atau merasa lemah, gangguan pencernaan dan kehilangan
nafsu makan.

3. Penyebab anemia dalam kehamilan


Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan karena defisiensi zat besi, asam folat,
vitamin B12, infeksi seperti malaria, cacing dan HIV. Tercatat 75% anemia dalam
kehamilan disebabkan karena defisiensi zat besi dan 80% ibu hamil yang tidak
mengkonsumsi suplemen besi memiliki konsentrasi hemoglobin kurang dari 11 g/dL.
Terdapat dua hal yang mendasari terjadinya iron deficiency anemia (IDA) pada
ibu hamil, yang pertama adalah perubahan metabolisme besi pada maternal, yaitu
terhambatnya hepsidin oleh dilusi plasma. Hepsidin adalah hormon regulator besi yang
diproduksi di hati untuk mendistribusikan besi ke dalam jaringan tubuh. Hepsidin
dapat berikatan dengan reseptor feroportin yang ada di jaringan sehingga menghambat
kerja feroportin untuk eksport besi ke sirkulasi plasma, tidak adanya hepsidin yang
mengikat feroportin akan memberikan efek peningkatan besi yang tersirkulasi ke
dalam plasma dan lebih banyak besi yang bisa diedarkan plasenta.
Penyebab anemia dalam kehamilan lainnya adalah infeksi pada saat kehamilan.
Anemia yang disebabkan oleh infeksi malaria adalah masalah yang signifikan dengan
risiko besar bagi wanita hamil, janin dan anak yang baru lahir. Penyakit maternal yang
berhubungan dengan malaria dan BBLR, sebagian besar disebabkan oleh infeksi
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax, dan terjadi terutama di Afrika.

2
4. Faktor risiko anemia dalam kehamilan
Faktor risiko kejadian anemia dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi
faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung kejadian anemia pada ibu
hamil meliputi kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet besi dan ada atau tidaknya
infeksi selama kehamilan. Sementara faktor tidak langsung meliputi:
a) Usia
Usia merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang wanita untuk
hamil. Ibu hamil dengan umur kurang dari 20 tahun berisiko untuk mengalami
anemia gravidarum karena asupan zat besinya masih diutamakan untuk proses
kematangan alat reproduksi. Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun tidak
lagi memiliki fungsi fisiologis yang optimal karena sudah masuk masa
degeneratif. Karena itu umur kehamilan yang aman dan tepat adalah diantara
usia 20 sampai 35 tahun.
b) Pendidikan Maternal
Semakin tinggi pendidikan sang maternal maka semakin mudah untuk
mengetahui asupan nutrisi yang tepat. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku hidup sehat sehingga semakin mudah untuk
mencegah terjadinya anemia yang dapat mengancam kesehatan janin dan ibu
hamil.
c) Frekuensi kehamilan
Frekuensi hamil sangat berhubungan dengan jarak kehamilan. Jarak
kehamilan yang terlalu dekat, terutama dengan jarak yang kurang dari 2 tahun
memiliki risiko dan proporsi kematian lebih besar, karena semakin sering
wanita untuk hamil maka semakin banyak zat besi untuk berkurang
d) Frekuensi kunjungan ANC
ANC (Antenatal Care) adalah salah satu cara agar dapat mengurangi
kematian ibu hamil. Ibu hamil yang mengalami anemia memungkinkan
terjadinya partus prematur, melahirkan bayi dengan berat badan rendah,
perdarahan berlebihan pada saat melahirkan, serta 13 dapat meningkatkan
kematian perinatal. Oleh karena itu, dengan melakukan kunjungan ANC rutin
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan pemerintah dan melakukan
pemeriksaan secara teratur dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin serta
mengurangi dampak bahaya dari anemia.
e) Status sosial ekonomi
Status ekonomi menentukan sosial yang baik dan dapat memberikan
lingkungan yang baik serta sanitasi yang baik. Status ekonomi juga
mempengaruhi pemberian suplemen dan nutrisi yang cukup. Status ekonomi
juga mempengaruhi peluang frekuensi ibu hamil untuk melakukan kunjungan
ANC.
f) Status gizi ibu hamil
WHO mencatat 41% ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya
masalah gizi pada ibu hamil berhubungan kuat dengan keadaan sosial,
ekonomi, sosial, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat

3
pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan
sebagainya.
g) Waktu kunjungan ANC
Wanita yang melakukan kunjungan ANC pertama kali di trimester kedua
kehamilan memiliki risiko 18% lebih besar mengalami anemia gravidarum
dalam kehamilannya dibandingkan wanita yang melakukan ANC pertama kali
di trimester pertama kehamilan. Ibu hamil yang rutin melakukan ANC dalam
trimester 1 kehamilan lebih bisa mengantisipasi masalah selama kehamilan
dan mendapatkan rekomendasi, informasi atau perawatan yang lebih optimal
dalam kunjungan ANC.
h) Trauma dan perdarahan
Sekitar 20% perempuan yang sedang hamil mengalami perdarahan di 12
minggu pertama kehamilan. Hal ini bisa disebabkan karena implantasi yang
membentuk pembuluh darah lebih banyak di area serviks. Perdarahan saat
kehamilan juga bisa terjadi disebabkan oleh trauma atau kecelakaan karena
terkena benda tajam dan sebagainya, karena ulkus peptic atau hemoroid.
i) Status pernikahan
Status pernikahan dapat menunjukkan ada atau tidaknya dukungan suami.
Melibatkan peran dan dukungan keluarga sangat penting karena akan
membantu para ibu hamil dalam kepatuhannya untuk mengkonsumsi
suplemen zat besi dan rutin melakukan pemeriksaan ANC.
j) Jumlah janin
Kehamilan dengan janin ganda memang memiliki risiko lebih banyak
dibandingkan ibu hamil dengan janin tunggal dalam segala aspek. Ibu hamil
rentan mengalami anemia gravidarum disebabkan oleh defisiensi asam folat
dan defisiensi zat besi

5. Pengaruh anemia pada kehamilan


Anemia menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena selsel tubuh
tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan
frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal,
angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Disamping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal sebab wanita
yang anemia 16 tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur, gangguan proses
persalinan (perdarahan), gangguan masa nifas (daya tahan terhadap infeksi dan
stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus,
dismaturitas, mikrosomi, cacat bawaan, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain)

4
B. Kehamilan Ektopik Terganggu
1. Definisi Kehamilan ektopik
Didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri, tetapi biasanya
menempel pada daerah didekatnya. 2,18,19 Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim
dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. Kehamilan
ektopik dapat terjadi di beberapa lokasi seperti yang terdapat pada gambar.
2. Faktor Resiko
Faktor Risiko Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.
c. Faktor ovum
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
d. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

3. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan

5
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
4. Klasifikasi
Klasifikasi Kehamilan ektopik dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba2 Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum
bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu
persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada
kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi
sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian.
b. Kehamilan ektopik ganda2 Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung
bersamaan dengan kehamilan intrauterin. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 –
40.000 persalinan.Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
c. Kehamilan Ovarial2 Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:
 Tuba pada sisi kehamilan harus normal;
 Kantong janin harus berlokasi pada ovarium;
 Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium;
 Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.
d. Kehamilan servikal2 Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri
pada kehamilan muda
e. Kehamilan ektopik lanjut Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat
tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta
yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum,
uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya.

5. Gambaran Klinik
a. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.
Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya
amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25%
kasus.
b. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,

6
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu:2
a. Kondisi penderita saat itu;
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya;
c. Lokasi kehamilan ektopik;
d. Kondisi anatomik organ pelvis
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
a. Pembedahan Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal.
b. Salpingotomi linier Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang
ideal dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi
tuba. Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang.
c. Reseksi segmental Reseksi segmental dan re-anastomosis end to end telah
diajukan sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan
dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba.
d. Salpingektomi Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus
segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada
keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.

C. Molahidatidosa
1. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa berasal
dari kata hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa merupakan kehamilan
yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan/degenerasi hidropik
menyerupai buah anggur atau mata ikan. 5 Dalam hal demikian disebut Mola
Hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian janin
disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.

7
2. Epidemiologi
Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas gestasional yang paling
sering terjadi. Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan
Amerika. Latin dibanding negara-negara Barat.5 Angka kejadian tertinggi pada
wanita usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 45 tahun, sosio-ekonomi rendah,
dan kekurangan asupan protein, asam folat dan karoten.
3. Patofisiologi Mola hidatidosa
Mola Hidatidosa dapat terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Mola Hidatidosa komplet, yaitu penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik.
b. Mola hidatidosa parsialis, yaitu sebagian pertumbuhan dan perkembangan
vili korialis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan berkembang
bahkan sampai aterm (Manuaba, 2009).
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan mola hidatidosa antara lain:
a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih
5. Diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Gejala hamil Diagnosis muda yang sangat menonjol
b. Emesis gravidarum/Hiperemesis gravidarum
Terdapat komplikasi
(1) Tirotoksikosis (2-5%)
(2) Hipertensi/preeklamsia
(3) Anemia akibat perdarahan
6. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab dari mola tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya mola:
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan;
b. Imunoselektif dari trofoblas;
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah;
d. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan lemak
hewani; e.
e. Paritas tinggi;
f. Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun;
g. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas;
h. Suku bangsa (ras) dan faktor geografi yang belum jelas

8
D. Abortus
1. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sedang menurut
WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila berat janin tidak
diketahui.
2. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada
plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin
masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Abortus dapat digolongkan atas dasar:
a. Abortus Spontan :
Abortus imminens, Abortus insipiens, Missed abortion, Abortus
habitualis, Abortus infeksiosa & Septik, Abortus inkompletus, Abortus
kompletus.
b. Abortus Provakatus (induced abortion):
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica),Abortus Kriminalis
Abortus Spontan
1. Abortus Imminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan pervaginam pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa
adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan dari: 1,8
 Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah sedikit;
 Disertai sedikit nyeri perut bawah atau tidak sama sekali;
 Uterus membesar, sesuai masa kehamilannya;
 Serviks belum membuka, ostium uteri masih tertutup;
 Tes kehamilan (+).
2. Abortus Insipiens
Merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat dan ostium uteri telah
membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.2 Adanya abortus
insipiens terlihat pada gambar 3. Ciri dari jenis abortus ini yaitu perdarahan

9
pervaginam dengan kontraksi makin lama makin kuat dan sering, serviks
terbuka, besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin
kehamilan masih positif.
3. Abortus Inkomplet
Merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum
20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus
ini dapat banyak sekali dan tidak berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus Komplet
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri
sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.2 Adanya
abortus komplet terlihat pada gambar 5. Ciri dari abortus ini yaitu perdarahan
pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks menutup, dan tidak ada sisa
konsepsi dalam uterus.
5. Missed Abortion
Tertahannya hasil konsepsi yang telah mati didalam rahim selama ≥8
minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil,
biasanya tidak diikuti tanda–tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan
serviks, dan kontraksi.
6. Abortus Habitualis
Merupakan abortus spontan yang terjadi 3x atau lebih secara berturut-
turut. Pada umumnya penderita tidak sulit untuk menjadi hamil, tetapi
kehamilan berakhir sebelum mencapai usia 28 minggu.
7. Abortus Infeksius & Abortus Septik
Abortus infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia
bagian atas termasuk endometritis atau parametritis. 13 Abortus septik juga
merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat prosedur abortus yang
aman.14,15 Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran
kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.2 Infeksi dalam
uterus/sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan
pada abortus inkomplet dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:1,2,3 a.
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
a. Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,
dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa
ibu (berdasarkan indikasi medis).
b. Abortus Kriminalis Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi
oleh karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.

10
4. Gejala Klinis
a. Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu,
mualmuntah, mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif;
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, serta suhu badan normal atau meningkat;
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi;
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus;
e. Pemeriksaan ginekologi
5. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi, dan
syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-
amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan
luka perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena
perlukaan uterus biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada
kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering
pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).

11
DAFTAR PUSTAKA

Long, Brit, dan Alex Koyfman. "Evaluasi pengobatan darurat dan pengelolaan anemia." Klinik
Pengobatan Darurat 36.3 (2018): 609-630.
Dewi, Tgk Puspa Dewi, and Meyla Risilwa. "Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan
Kasus." Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 17.1 (2017): 26-32.
PURWANINGRUM, Elisa Diyah; FIBRIYANA, Arulita Ika. Faktor risiko kejadian abortus
spontan. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2017, 1.3: 84-
94.
Octiara, D. L., & Sari, R. D. P. (2021). Mola Hidatidosa. Jurnal Kedokteran Universitas
Lampung, 5(1), 50-53.

12

Anda mungkin juga menyukai