Anda di halaman 1dari 22

JURNAL AKHIR

PRAKTIKUM FITOKIMIA
PENANGANAN SIMPLISIA CABE JAWA, PENAPISAN KIMIA DENGAN REAKSI WARNA,
DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

SESI 1 KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

AI NURVIAYANA 201851012
AIDA 201851013
DHIMAS YUSUF B 201851062
LILIS LISNAWATI 201751188
RIZKI RAMADHAN 201851245

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL
JAKARTA BARAT
2023
PRAKTIKUM 1

PENANGANAN SIMPLISIA

I. Tujuan Praktikum

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

a. Melakukan pengujian organoleptis

b. Mengetahui cara ekstrakasi, maserasi, dan evaporasi

II. Dasar Teori

1. Cabe Jawa

Buah majemuk berupa bulir, warna kelabu sampai coklat kelabu atau berwarna hitam kelabu
sampai hitam, bentuk bulat panjang sampai silindris, bagian ujung agak mengecil, panjang 2-7 cm,
garis tengah 4-8 mm, bergagang panjang atau tanpa gagang, permukaan luar tidak rata, bertonjolan
teratur. Pada irisan melintang bulir tampak buah-buah batu, masing-masing dengan daun pelindung
yang tersusun dalam spiral pada poros bulir, kadang-kadang bagian tengah bulir berongga. Kulit buah
berwarna coklat tua sampai hitam, kadang- kadang berwarna lebih muda. Kulit biji warna coklat,
hampir seluruh inti biji terdiri dari perisperm berwarna putih. Buah batu berbentuk bulat telur,
berukuran lebih kurang 2 mm, daun pelindung berbentuk perisai (Depkes, 1977).

Minyak atsiri 0,9%, piperin 4-6%, damar, piperidin (Depkes, 1977). Menurut Aneja et al.,
(2010) P. retrofractum mengandung alkaloida piperin, metil piperin, pipernonalin, piperetin, asarinin,
pellitorin, piperundekalidin, piperlongumin, piperlonguminin, retrofraktamid A, pergumidien,
brakistamid- B, dimer

Stimulans (Depkes, 1977), anthelmintika, karminativ (Evans dan Trease, 2002). Sedangkan
menurut Kamal et al., (2010) sebagai agen antiinflamasi, antiamuba, antiasma, antikonvulsan,
antibakteri.

2. Klasifikasi
Cabe jawa : Piper Retrofractum

Divisio : Spermatophyta

Class : Angiospermae

Subclass : Dicotyledonae

Order : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper retrofractum Vahl. (Depkes, 2001)


III. Pelaksanaan Praktikum

A. Alat

1. Mortir dan Alu

2. Saringan the

3. Pisau

4. Tisue kering

5. Evaporator

B. Bahan

1. Cabe Jawa
2. Etanol 96%

IV. Prosedur Kerja


A. Cara Kerja 1
1. Siapkan alat dan bahan
2. Masukan cabe jawa yang sudah dikeringkan kedalam mortar/lumpang gerus sampai halus
kemudian disaring
3. Sisa cabe jawa digerus kembali sampai halus kemudian saring kembali sampai
mendapatkan serbuk halus ( proses ini dinamakan ekstraksi )
4. Siapkan timbangan analitik kemudian siapkan kerta perkamen letakan serbuk cabe jawa timbang sebanyak 500
mg
Evaluasi

PENGUJIAN ORGANOLEPTIS
Rasa Pedas,
Bau Bau Khas tajam aromatis
Warna Coklat Kekuningan

Bentuk Serbuk

B. Cara kerja 2
1. Siapkan etanol 96% dengan perbandingan 1:10 yaitu sebanyak 5 gram
2. Larutkan cabe jawa menggunkan etanol 96 % ( Proses ini dinamakan Maserasi )
3. Saring cabe jawa menggunkan saringan teh
4. Siapkan alat penangas uap ( evaporasi ) masukan cairan cabe jawa di dalam cawan uap letakan di atas
penangas uap tunggu

V. Hasil dan Pembahasan

Alat dan bahan yg digunakan :


Mortir + alu Cabe jawa Cawan Petri kertas Saring Beaker glass

kertas perkamen Saringan teh Batang pengaduk

Proesur kerja ;

Gerus cabe jawa disaring ditimbang cabe jawa 500mg Timbang ethanol

campurkan ethanol kemudian disaring lalu ditaro di atas evaporasi tunggu beberapa menit
dengan serbuk
cabe jawa

Ekstrak cabe jawa diketahui mempunyai senyawa kimia yang terkandung dalam cabe jawa antara lain asam amino
bebas, damar, dan minyak atrsiri. Termasuk juga beberapa jenis alkaloid seperti piperine, piperidin,, piperatin,
piperlonguminine, ?-sitosterol, sylvatine, guineensine, filfiline, sitosterol, methyl piperate.

VI. Kesimpulan

Dari kesimpulan yang di dapat Cabe jawa mempunyai rasa yang pedas, tajam aromatis, mempunyai Bau yang khas,
warna nya coklat kekuningan. dan Bentuk seperti serbuk..
VII. Daftar Pustaka

1. Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Buku I. Salemba Medika, 28, Jakarta
2. Isnawati A, Endreswari S, Pudjiastuti, Murhandini, 2002, Efek mutagen ekstrak etanol buah cabe
jawa (Piper retrofractum Vahl.). Jurnal Bahan Alam Indonesia, 1(2), 63-67.
3. Chansang, Uruyakorn., Zahiri, N. S. J., Bansiddhi, T., Boonruad, P., Thongsrirak, J., Benjapong,
N., and Mir S. M., 2005, Mosquito Larvicidal Activity of Aqueous Extracts of Long Pepper (Piper
retrofractum Vahl) from Thailand, Journal of Vector Ecology 30 (2), 195-200.
PRAKTIKUM 2

PENAPISAN FITOKIMIA DENGAN REAKSI WARNA

I. Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu
a. Mengidentifikasi jenis metabolit sekunder dengan menggunakan pereaksi warna dan pereaksi
pengendap.
b. Menjelaskan prosedur tentang identifikasi metabolit sekunder.
c. Membuat berbagai macam pereaksi warna dan pereaksi pengendap.

II. Dasar Teori


Skrining fitokimia dilakukan untuk menganalisis kandungan bioaktif yang berguna
untuk pengobatan. Pendekatan secara skrining fitokimia pada hakekatnya adalah analisis
secara kualitatif dari kandungan kimia yang terdapat di dalam tumbuhan atau bagian
tumbuhan (akar, batang, daun, bunga dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang
merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, senyawa fenolik, tanin, flavonoid dan saponin
(Riza Marjoni, 2016).
Fenolik merupakan metabolit sekunder yang sering terdapat pada tanaman. Senyawa
ini yang mengandung gugus aromatis dengan satu atau dua gugus hidroksil. Fenolik dengan
lebih dari dua gugus hidroksil dinamakan polifenol. Bentuk fenol bebas (aglikon) jarang
terdapat pada tanaman. Kelarutan fenol bebas yaitu pada pelarut nonpolar seperti eter.
Umumnya bentuk fenol yang ada pada tanaman adalah bentuk glikosidanya (bentuk yang
terikat dengan gula). Bentuk ini umumnya lebih larut dalam pelarut polar seperti air maupun
metanol dan etanol. Glikosida fenolik dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam (HCl 2M
di atas penangas air selama 30 menit) atau dengan basa (NaOH 2M selama 4 jam pada suhu
kamar dan sebelum dieksraksi diasamkan kembali terlebih dahulu). Beberapa contoh senyawa
fenol antara lain: hidrokuinon, fenol sederhana (katekol, orsinol, pirogalol, dan sebagainya),
asam fenolat (asam salisilat, vanilat, protokatekuat), dan fenil propanoid (asam
hidroksisinamat, kumarat, kafeat, ferulat). Cara untuk mendeteksi senyawa fenol secara
sederhana yaitu dengan menambahkan larutan besi (III) klorida (FeCl3) yang akan
menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Pereaksi lain yang juga
dapat digunakan yaitu Folin Ciocalteau, vanilin-HCl pekat, vanilin- H2SO4 pekat (Hanani
,2015).
Tanin adalah metabolit sekunder yang merupakan suatu polifenol yang terdapat di
dalam jaringan kayu seperti kulit batang, atau pada daun dan buah. Tanin mampu
menyebabkan koloid dalam airdan membentuk endapan dengan adanya protein. Tanin
terbedakan menjadi 2 jenis, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis
dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam atau enzim. Jenis tanin ini setelah terhidrolisis
akan menghasilkan beberapa molekul asam fenolat seperti asam galat dan asam
heksahidroksidifenat. Contoh tanin terhidrolisis adalah galotanin dan elagitanin. Tanin
terkondensasi merupakan jenis tanin yag ridak dapat dihidrolisis. Tanin ini merupakan
gabungan/polimer (kondensasi) dari katekin (flavon 3-ol) atau galokatekin. Contoh dari tanin
terkondensasi adalah flobafen/flobatanin. Keberadaan tanin di dalam sampel dapat
diidentifikasi dengan penambahan pereaksi FeCl3 yang akan memberikan warna biru
kehitaman (tanin terhidrolisis) atau hijau coklat (tanin terkondensasi). Selain itu, tanin dapat
pula diidentifikasi dengan menggunakan larutan gelatin 1% dalam 10% NaCl dan
menimbulkan endapan berwarna putih (Hanani , 2015).
Flavonoid terdapat dalam banyak tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai
hanya flavonoid tunggal alam jaringan tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa fenol
sehingga memiliki sifat agak asam dan warnanya akan berubah jika ditambah dengan basa
atau amonia. Flavonoid sering dijumpai bentuk glikosidanya dibanding bentuk bebas
(aglikon). Bentuk glikosidanya larut dalam pelarut polar seperti air, metanol, etanol, aseton,
butanol. Sedangkan bentuk bebasnya larut dalam pelarut kurang polar seperti klorofom dan
eter. Flavonoid bentuk glikosida ada dua jenis, yaitu flavonoid C-glikosida dan flavonoid O-
glikosida. Flavonoid dapat diidentifikasi menggunakan uji Shinoda (serbuk Mg dan beberapa
tetes HCl 5 M) yang akan menghasilkan warna merah hingga merah keunguan sebagai tanda
keberadaan flavanon, flavonol, flavanonol, dan dihidroflavonol (Hanani ,2015).
Alkaloid merupakan metabolit sekunder dengan sifat basa, berasal dari tumbuhan dan
hewan, umumnya memiliki atom N pada sistem cincin heterosiklik (tidak semua anggota
cincin memiliki atom N). Sering memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan.
Alkaloid umumnya berbentuk garam sehingga lebih larut dalam pelarut air ataupun etanol,
sedangkan aklaoid bentuk basa bebasnya akan larut dalam pelarut organik nonpolar seperti
eter, benzena, toluen dan kloroform. Identifikasi alklaoid dapat dilakukan dengan penambahan
pereaksi Drgendorff (larutan iodobismutat), Mayer (larutan kalium merkuri- iodida), atau
iodoplatinat (larutan kalium periodat) (Hanani, 2015).
Saponin adalah metabolit sekunder yang memiliki bobot molekul tinggi. Senyawa ini
larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut non polar seperti eter. Saponin dapat dideteksi
berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin terbagi
menjadi 2, yaitu saponin steroid dan saponin triterpen. Saponin steroid memiliki inti steroid
(C-27) yang terikat dengan gula. Saponin ini jika terhidrolisis akan menghasilkan aglikon
yang disebut sapogenin. Contoh saponin steroid antara lain: diosgenin, tigogenin, ekdisteron.
Saponin triterpen memiliki struktur inti triterpen (C-30) dan memiliki gugus gula yang lebih
banyak dibanding dengan saponin steroid. Saponin ini umumnya bersifat asam karena
memiliki satu atau dua gugus karbonil dalam aglikon dan/atau bagian molekul gula. Jika
dihidrolisis saponin ini akan menghasilkan aglikon yang disebut sebagai sapogenin. Beberapa
contoh saponin triterpen adalah asiatikosid, glisirizin, panaksadiol dan panaksatriol.
Identifikasi keberadaan saponin dapat dilakukan berdasarkan kemampuan saponin dalam
menghemolisis sel darah. Pengujiannya dilakukan menggunakan darah sapi yang dicampur
dengan larutan natrium sitrat 3,65% (b/v) dan dapar fosfat (pH=7,4). Pengujian lain dapat
dilakukan menggunakan perreaksi Liebermann-Burchard (campuran asam asetat anhidrat dan
H2SO4) yang akan menghasilkan warna hijau hingga biru (Hanani, 2015)

III. Pelaksanaan Praktikum


a. Alat
Alat : Pisau (pemotong), oven, waterbath, tabung reaksi, corong, wadah tahan panas, pipet
b. Bahan
Bahan : Simplisia, FeCl3, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Mayor, Pereaksi Dragendrof, Mg,
HCL 1 N, Air Panas, H2O

IV. Prosedur Kerja


A. UJI SKRINING
1. Identifikasi Tanin
a. Pereaksi FeCl3 3%
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
teteskan FeCl3 3% sebanyak 1-2 tetes, kocok ad homogen sampai terjadi
perubahan warna hijau
2. Identifikasi Alkaloid
a. Pereaksi Liebermann-Burchard
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
teteskan bouchard sebanyak 1-2 tetes, kocok ad homogen sampai terjadi
perubahan warna coklat kemerahan
b. pereaksi Mayor
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
teteskan pereaksi mayor sebanyak 1-2 tetes, kocok ad homogen sampai terjadi
perubahan warna coklat kemerahan
c. Pereaksi Dragendrof
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
teteskan pereaksi Dragendrof sebanyak 1-2 tetes, kocok ad homogen sampai
terjadi perubahan warna orens

3. Identifikasi Flavonoid
a. Pereaksi Mg + HCL
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
masukan HCL 1, satu sampai dua tetes + Air panas kocok ad homogen sampai
terjadi perubahan warna
4. Identifikasi Saponin
a. Pereaksi H2O + HCL 2N
• Siapkan tabung reaksi
• Masukan fitrat atau larutan cabe jawa kedalam tabung reaksi secukupnya
masukan HCL 1, satu sampai dua tetes kocok ad homogen sampai terjadi
perubahan warna

5. Evaluasi
Senyawa Pereaksi yang Hasil
yang digunakan pengamat Kesimpula
diidentifikas an n
i
Metabolit sekunder
Tanin FeCl3 3N Perubahan warna Positif
hijau mngandung
Tanin

Flavonoid Mg + Hcl Perubahan warna Positif


hijau kekuningan mngandung
Flavonoid

Dragendroff Perubahan warna Positif


coklat muda mngandung
Alkaloid

Liebermann-Burchard Perubahan warna Positif


Alkaloid coklat kemerahan mngandung
Alkaloid

H2O + HCL 2 N Putih berbusa Positif


mngandung
Alkaloid

V. Pembahasan
Tanaman cabe jawa (Piper retrofractum) kering dikumpulkan dan digerus, saring untuk menyaring
serbuk kasar. Kemudian dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi. Metode maserasi dipilih dalam penelitian
ini karena merupakan metode yang mudah dilakukan dan menggunakan alat-alat sederhana, yaitu cukup
dengan merendam sampel dalam pelarut. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 96%.
Rendaman pada saat maserasi disimpan ditempat yang terlindungi dari cahaya, hal ini dilakukan untuk
mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau mencegah terjadinya perubahan warna (Voigt, 1995). Setelah
didapatkan ekstrak, dilakukan skrining fitokimia untuk menentukan golongan senyawa aktif dari tanaman ini.
Skrining fitokimia merupakan cara sederhana untuk melakukan analisis kualitatif kandungan senyawa yang
terdapat dalam tumbuhan. Pada penelitian ini skrining yang dilakukan adalah uji alkaloid, uji flavanoid, uji
saponin, uji tannin, dan uji glikosida. Karena uji-uji tersebut sudah mewakili beberapa golongan senyawa yang
terdapat dalam tanaman.

VI. Kesimpulan
Hasil skrining fitokimia dari simplisia cabe (Piper retrofractum) pada tabel diatas menunjukkan positif
(+) mengandung alkaloid dan saponin.
VII. Daftar pustaka
1. Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hanani,
2. Endang. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC
3. Ajie R.B. 2015. White Dragon Fruit (Hylocereus undatus) Potential As Diabetes Mellitus Treatment.
Faculty of Medicine. J Majoroty. Vol. 4 (1).
4. Balamurugan K., Nishanthini, A., and Mohan, V.R. 2014. Antidiabetic and Antihyperlipidaemic
Activity of Ethanol Extract of Melastoma malabathricum Linn. Leaf in Alloxan Induced Diabetic
Rats. Sciencediret: Asian Pac J. Trop Biomed. 4 (Suppl 1) : S442- S448.
5. Basha, S.K. dan Kumari. 2012. In Vitro Antidiabetic Activity of Psidium guajava Leaves Extracs.
Asian Pasific Journal of Tropical Disease. Hal. : 1-3.

Lampiran

bahan yang digunakan timbang cabe jawa disaring masukan kedalam tabung reaksi + diteteskan

postif (coklat kemerahan) postitif (hijau kekuningan) positif (coklat muda) positif berwarna hijau
Positif (Hijau kekuningan)
PRAKTIKUM III

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

I. Tujuan Praktikum
a. Menyiapakan simplisia sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan
b. Mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder dari simplisisa bahan
alam
c. Mengidentifikasi kandungan senyawa yang terdapat dalam simplisia
dengan cara KLT dengan menggunakan pereaksi semprot
II. Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi
planar." KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan.
Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemisahan dan analisis sampel
dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah bejana tertutup (chamber) yang berisi
pelarut dan lempeng KLT. Dengan optimasi metode dan menggunakan instrumen komersial
yang tersedia, pemisahan yang efisien dan kuantifikasi yang akurat dapat dicapai.
Kromatografi planar juga dapat digunakan untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan
menggunakan lempeng, peralatan, dan teknik khusus (Wulandari,2016)
Pemisahan dengan KLT dipengaruhi oleh aplikasi dari ekstrak sebagai totolan atau
garis tipis pada fase diam (sorben) yang telah ditempatkan pada lempeng. Lempeng kemudian
diletakkan dalam bejana dengan sejumlah pelarut yang cukup untuk membasahi bagian bawah
dari lempeng tapi jangan sampai pelarut membasahi bagian dari lempeng yang ditotoli sampel.
Pelarut kemudian bermigrasi pada lempeng karena aksi kapiler. Proses ini disebut dengan
pengembangan (Gibbons 2012). Faktor dalam perhitungan migrasi senyawa pada fase gerak
dan fase diam adalah nilai Rf. Jarak rambat senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan
nilai Rf (retardation factor) atau hRf (hundred retardation factor).

jarak raNbat cenyawa dari titik awaS penotoSan hingga pucat


RF bercak
F jarak raNbat face gerak dari titik awaS penotoSan hingga garic
depan

Nilai Rf yang diperoleh selalu berupa pecahan dan akan lebih mudah jika Rf
dikalikan dengan 100 yang dinyatakan dengan hRf
Gambar Prosedur KLT
(Sumber: Gibbons 2012, telah diolah kembali)

Pemisahan yang terjadi pada kromatografi lapis tipis ( KLT) berdasarkan pada :
adsorpsi, partisi atau kombinasi dari kedua efek (tergantung pada jenis lempeng, fase diam dan
fase gerak yang digunakan). KLT dipilih untuk tujuan identifikasi karena mempunyai
keuntungan yaitu :
a. sederhana dan mudah
b. memberikan pilihan fase gerak yang lebih beragam
c. untuk analisa kuantitatif dan isolasi skala preparative.
d. resolusi KLT jauh lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju difusi sangat kecil pada lapisan
fase gerak.
e. zat berwarna dapat terlihat secara langsung, maupun dengan pereaksi penyemprot.
f. jumlah sampel uji lebih sedikit (0,01-10 µg)

Fase diam yang umum dipakai adalah: silika gel ditambah kalsium sulfat yang menambah lekat pada
fase diam. Selulosa, poliamide, alumina, sphadex dan celite. Fase gerak yang digunakan:
monokomponen atau multikomponen, tetapi sebaiknya tidak lebih dari 4 macam

Kromatogram pada KLT merupakan bercak-bercak yang terpisah setelah visualisasi dengan atau tanpa
pereaksi deteksi (penyemprot) pada sinar tamapak atau sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366.

KLT dapat digunakan untuk:


a. pemeriksaan identitas kemurnian senyawa obat
b. pemeriksaan simplisia tanaman dan hewan
c. pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat menurut label
d. penetuan kuantitatif masing-masing senyawa aktif campuran obat

Nilai Rf tidak akan pernah lebih dari satu, dan bervariasi tergantung dari fase diam dan/atau fase
gerak. Apabila fase diam yang digunakan adalah silika, maka senyawa polar akan memiliki afinitas yang
lebih tinggi terhadap fase diam dan akan bergerak secara perlahan pada lempeng saat fase gerak
bermigrasi. Senyawa-senyawa tersebut akan memiliki nilai Rf yang relatif kecil. Senyawa nonpolar
memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap fase diam silika, akan bergerak lebih cepat pada lempeng,
dan akan meiliki nilai Rf yang relatif lebih besar. Saat pengembangan, senyawa pada campuran/ekstrak
akan berpisah berdasarkan polaritas relatif. Polaritas itu bergantung pada tipe dan jumlah gugus fungsi
yang terdapat pada molekul yang mampu berikatan hidrogen (Gibbons 2012). 2.2.1.2 Deteksi Bahan Alam
dengan KLT Pada metode KLT, visualisasi dan deteksi yang efektif merupakan hal yang krusial untuk
mendapatkan senyawa murni. Deteksi bisa nondestruktif, dimana senyawa masih dapat diperoleh kembali
dari fase diam (Deteksi ultraviolet) atau destruktif, dimana senyawa akan terkontaminasi dengan pereaksi
pendeteksi sehingga tidak dapat diperoleh kembali dari fase diam (Deteksi semprot) (Gibbons 2012).

III. Pelaksanaan Praktikum


a. Alat
Alat : Lempeng kromatografi (silika gel GF254), rak penyimpanan, bejana kromatografi
(Chamber), Pipet mikro (micro-syringe), alat penyemprot pereaksi, lampu UV 254 dan
366 nm
b. Bahan : Fase gerak, pereaksi semprot, bahan uji.

IV. Prosedur Kerja


1. Larutan bahan uji (ekstrak, hasil salah satu fraksi) dan/atau pembanding yang sudah disiapkan
ditotolkan sebanyak 10 mikro menggunakan pipet mikro pada lempeng (jarak penotolan 2 cm)
dengan volume tertentu. Dan diberikan jarak 3 cm dari tepi bawah lempeng (batas bawah), dan 1,5
cm dari tepi atas. Jarak rambat eluen adalah 5 cm. Jadi total panjang plat KLT adalah 6,5 cm.
2. Penjenuhan bejana: bejana dijenuhkan dengan cara memasukkan fase gerak ke dalamnya,
kemudian dibiarkan beberapa saat (±5 menit0 atau bisa dibantu dengan memasukkan kertas saring
dengan lebar 1 cm dan panjang melebih panjang bejana/chamber, jika eluen sudah merambat
sampai bagian atas kertas saring yang berada diluar bejana, maka chamber/bejana dianggap sudah
jenuh.

3. Siapkan fase gerak buat sebanyak 100ml

Etanol asetat : CH3OH : H2O


100 : 13,5 : 10 = Total 123,5 ml
Etanol asetat = 100/123,5 x 100 ml =80,97 ml
CH3OH = 13,5/123,5 x 100ml = 10,93
H2O = 10/123,5 x 100 ml = 8,095

4. Lempeng dimasukkan dalam bejana/chamber (yang telah jenuh dengan fase gerak), dengan posisi
tegak dan bagian tepi bawah tercelup dalam fase gerak, tetapi totolan tidak terendam.

5. Bejana ditutup rapat dan fase gerak dibiarkan merambat hingga batas jarak rambat.
6. Lempeng dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Perhatikan bercak yang timbul pada sinar tampak,
UV254 dan UV366nm.
7. Diukur dan dicatat jarak rambat setiap bercak yang timbul.
8. Hitung nilai Rf tidak terhitung karena ekstraksi tidak naik

V. Pembahasan

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah tipe kromatografi cair yang fase diamnya berupa lapisan tipis
sorben partikel yang seragam dalam bentuk pelat gelas, aluminium foil, atau plastik. Dalam prosedur dasar KLT,
larutan sampel diaplikasikan ke dalam pelat, dan pelat dikembangkan dengan memasukkannya ke dalam bejana
tertutup dan bagian dasar dari bejana diisi dengan fase geraknya (eluen) yang biasanya teridir dari campuran dari
beberapa pelarut. Setelah pengembangan, pelat di angkat dari bejana dan ditandai untuk dihitung nilai Rf-nya
(nisbah antara jarak pita yang terpisah dan jarak eluennya) (Sherma & Fried 2007).

Eluen yang terdiri dari pelarut dengan titik didih rendah dan sangat mudah menguap dapat menyebaban
terjadinya efek tepi dan melengkungnya bentuk garis depan eluen. Hal ini dikarenakan penguapan tidak hanya
terjadi dari atas kebawah tapi juga dari samping tepi chamber ke tengah chamber. Hal inilah yang menjadi
penyebab kenapa harus dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebeluk dimasukkannya plat KLT yang berisi
sampel. Penjenuhan dilakukan dengan menggunakan kertas sorben (kertas saring). Penjenuhan dapat dilakukan
selama 2-15 menit tergantung pelarut yang digunakan. Penjenuhan ditandai dengan berhentinya fase gerak
mengenai kertas saring dan kertas saring mengering. Setelah proses penjenuhan maka dilakukan proses
pemisahan menggunakan KLT.

Ekstrak cabe jawa ditotolkan pada garis batas bagian bawah plat KLT yang telah disiapkan. Setelah itu
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi fase gerak (pelarut eteil asetat 80,97 mL, metanol 10,93 mL dan H2O
8,095 mL). Fenomena awal yang terjadi dalam chamber adalah terjadinya keseimbangan antara fase eluen dan
fase uap eluen dalam chamber. Ketika lempeng dimasukkan ke dalam chamber, lempeng langsung kontak dengan
uap eluen, terjadi interaksi antara sorben lempeng KLT dengan molekul uap pelarut. Interaksi yang terjadi
tergantung dari kejenuhan chamber. Secara bersamaan pelarut bergerak melewati sorben lempeng KLT melalui
gaya kapilaritas dan berinteraksi dengan uap eluen secara simultan. Di dalam lempeng terjadi interaksi antara fase
uap eluen, fase eluen, kelembaban yang teradsorbsi dalam lempeng, dan sorben lempeng itu sendiri. Adanya analit
atau sampel yang ditotolkan dalam lempeng akan menambah jumlah interaksi yang terjadi.
VI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Prinsip yang digunakan pada KLT yaitu berdasarkan perbedaan distribusi komponen dalam fase gerak
dan fase diam.
2. Waktu yang diperlukan untuk elusi cukup lama
3. Tidak tersedianya cairan penampak noda dan lampu UV di laboratorium sehingga
a. tidak bisa memperoleh noda pada fase diam dan tidak dapat menghitung nilai Rf nya

VII. Daftar Pustaka

1. Larantukan SVM, Setiasih NLE, dan Widyastuti SK. 2014. Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Batang
Kelor Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia. Indonesia Medicus Veterinus; 3 (4): 292-299.
2. Mukundi, M.J., Ngugi M.P., Njagi E.M., Njagi J.M., Agyirifo S.D., Gathumbi K.P., and Muchugi
N.A. 2015. Antidiabetic Effect Of Aqueous Leaf Extract of Acacia nilotica in Alloxan Induced
Diabetic Mice. J. Diabetes Metab. Vol. 6 (7) : 1-6.
3. Pandya, D.J. and Anand, I.S., 2011. Isolation and HPTLC estimation of Kaempferol from Oxystelma
esculentum. Int J Biomed Res, 2(7), pp.432-443.
4. Tusanti, I., Andrew J., dan RR. Kisdjamiatun. 2014. Sitotoksisitas In Vitro Ekstrak Etanolik Buah
Parijoto (Medinilla speciosa B.) Terhadap Sel Kanker Payudara T47D. Indonesian Journal of
Nutrition. Vol. 2 (2) : 53-58.

Anda mungkin juga menyukai