Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM PIDANA

BANTUAN HUKUM

Disusun Oleh :

Adelia Dwi Shanda


2210113131

Dosen Pengampu :

Nilma Suryani S.H, M. H

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

A. Pengertian Bantuan Hukum............................................................................................3

B. Dasar Hukum Bantuan Hukum.......................................................................................4

C. Tujuan Bantuan Hukum..................................................................................................7

D. Jenis-Jenis dari Bantuan Hukum.....................................................................................8

E. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Bantuan Hukum......................................11

1. Hak Pemberi Bantuan Hukum...................................................................................11

2. Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum........................................................................11

3. Hak Penerima Bantuan Hukum.................................................................................11

4. Kewajiban Penerima Bantuan Hukum......................................................................12

BAB III....................................................................................................................................13

PENUTUP...............................................................................................................................13

A. Kesimpulan...................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem peradilan berubah menjadi medan pertempuran untuk bersaing dalam
metode dan kemampuan. Gugatan akan dimenangkan oleh siapa yang lebih mahir
memanipulasi hukum. Pada kenyataannya, pengacara dapat menyusun argumen hukum
yang ditentukan dalam kontrak dengan cara yang sedemikian ahli sehingga kliennya
berhasil di luar pengadilan.
Dalam hal ini tidak dapat dibedakan dengan apa yang disebut dengan Bantuan
Hukum, karena Advokat digambarkan sebagai Bantuan Hukum sebagai suatu profesi yang
menangani permasalahan tersebut. Biasanya kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini
dimotivasi oleh kondisi ekonomi, sosial, atau moral di zaman modern seperti ini. Selain
itu, kejahatan dapat mengganggu ketertiban sosial dan menyebabkan individu merasa
khawatir dan takut. Semakin banyak perhatian dari masyarakat yang beralih.
Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang
dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah
hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya perlindungan hukum bagi setiap
insan manusia sebagai subyek hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan
hukum itu bersifat membela masyarakat terlepas dari latar belakang, etnisitas, asal usul,
keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya miskin, agama, dan kelompok
orang yang dibelanya.
Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk
membayar jasa penasihat hukum dalam mendampingi perkaranya. Meskipun ia
mempunyai fakta dan bukti yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau
menunjukkan kebenarannya dalam perkara itu, sehingga perkara mereka pun tidak sampai
ke pengadilan. Padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang dapat diperoleh
tanpa bayar (probono publico).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di Maksud Dengan Bantuan Hukum ?

2. Apa Saja Dasar Hukum Bantuan Hukum ?

1
3. Apa Saja Tujuan Bantuan Hukum ?

4. Apa Saja Jenis-Jenis dari Bantuan Hukum ?

5. Bagaimana Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Bantuan Hukum ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bantuan Hukum


Bantuan hukum atau (Legal aid) adalah segala bentuk bantuan hukum (baik bentuk
pemberian nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang
berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia
tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara.
Berdasarkan pendapat Jaksa Agung Republik Indonesia bahwa bantuan hukum
adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat hukum,
sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses
pemeriksaan perkaranya di muka pengadilan.
Beberapa undang-undang telah menggunakan istilah bantuan hukum. Istilah
bantuan hukum tersebut dapat ditemukan dalam KUHAP, Undang-Undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pemberian bantuan hukum tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang makna
terdalam dari bantuan hukum itu sendiri. Pengetahuan tentang hakekat bantuan hukum
diperlukan agar tidak terjadi salah persepsi dalam memandang makna bantuan hukum.
Pemahaman yang salah tentang bantuan hukum dapat mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan bantuan hukum. Bambang Sunggono menyatakan bahwa: “Bantuan hukum
sebenarnya dilakukan untuk melindungi kepentingan hukum itu sendiri.” Ketidaktahuan
masyarakat tentang hakekat bantuan hukum yang diberikan para terdakwa menimbulkan
penafsiran yang salah terhadap bantuan hukum dan terhadap penasehat hukum sebagai
pelaksana bantuan hukum. Pandangan yang sampai saat ini masih mengakar kuat di
masyarakat yaitu anggapan bahwa pengacara, pembela atau penasehat hukum yang
mendampingi terdakwa yang tersangkut perkara pidana sebagai pihak yang berusaha
mengaburkan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa agar bebas atau lepas dari segala
tuntutan.
Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian

3
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Di dalam Peraturan tersebut, memberikan
pengertian mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum yang diberikan
advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum,
menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

Sedangkan pengertian menurut UU Tentang Bantuan Hukum Nomor 16 Tahun


2011 adalah:
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum
secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah
orang atau kelompok orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam bantuan hukum
terdapat beberapa unsur, yaitu:
1. Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara
ekonomi.
2. Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan.

3. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan Pidana, Perdata, maupun Tata
Usaha Negara.

4. Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.

Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa PP 83/2008, secara substantif, tidak


mengatur bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma. Dengan demikian, subyek dari PP 83/2008 adalah advokat,
bukan bantuan hukum.

B. Dasar Hukum Bantuan Hukum


Dalam tinjauan ini akan dicoba memperlihatkan masalah bantuan hukum sesuai
dengan apa yang dijumpai dalam kaidah hukum positif di Indonesia. Bericara mengenai
bantuan hukum yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, hukum positif telah
mengenal dua fase perkembangan di bidang bantuan hukum dalam perkara-perkara
pidana:

4
1. Bantuan hukum yang Dirumuskan dalam Pasal 250 HIR.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 250 HIR, bantuan hukum yang diatur di
dalamnya dapat dikatakan:
Sekalipun dasar bantuan hukum pada pokoknya hanya tercantum pada Pasal
250, tidak berarti adanya pembatasan hak terdakwa mendapatkan pembela sebagai
orang yang memberi bantuan hukum.
Namun HIR hanya memperkenankan bantuan hukum kepada terdakwa di
hadapan proses pemeriksaan persidangan peradilan. Sedang kepada tersangka pada
proses tingkat pemeriksaan penyidikan, HIR belum memberi hak untuk mendapat
bantuan hukum.
Dengan demikian HIR belum memberi hak untuk mendapatkan dan
berhubungan dengan seorang penasihat hukum pada semua tingkat pemeriksaan. Hanya
terbatas sesudah memasuki taraf pemeriksaan di sidang pengadilan. Demikian juga
“kewajiban” bagi pejabat peradilan untuk menunjuk penasihat hukum, hanya terbatas
pada tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati. Diluar tindak pidana yang
diancam dengan hukuman mati. Diluar tindak pidana yang diancam dengan hukuman
mati, tidak ada kewajiban bagi pengadilan untuk menunjuk penasihat hukum memberi
bantuan hukum kepada terdakwa.
2. UU pokok Kekuasaan Kehakiman No.14 Tahun 1970
Di dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, diatur suatu ketentuan
yang jauh lebih luas dengan apa yang dijumpai dalam HIR. Pada UU No.14/1970,
terdapat satu bab yang khusus memuat ketentuan tentang bantuan hukum pada Bab VII,
yang terdiri dari Pasal 35 sampai dengan Pasal 38.
Pada penjelasan Pasal 35 dapat dibaca landasan pemikiran pembuat undang-
undang tentang makna bantuan hukum, yang berbunyi: “Merupakan suatu asas yang
penting bahwa seorang yang terkena perkara mempunyai hak untuk memperoleh
bantuan hukum. Hal ini dianggap perlu karena ia wajib diberi perlindungan sewajarnya.
Perlu diingat juga ketentuan Pasal 8, di mana seorang tertuduh wajib dianggap tidak
bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Karena pentingnya, supaya diadakan undang-
undang tersendiri tentang bantuan hukum”. Demikian bunyi penjelasan Pasal 35 UU
No.14/1970, yang memberi penegasan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara,
berhak memperoleh bantuan hukum.
5
Kalau diperhatikan lebih lanjut penggarisan bantuan hukum yang diatur dalam
UU No. 14/1970 tersebut, dapat disimpulkan: Telah menetapkan hak bagi setiap orang
yang tersangkut urusan perkara untuk memperoleh bantuan hukum.
Ketentuan ini memperlihatkan, asas bantuan hukum telah diakui sebagai hal
yang penting seperti yang dijelaskan pada penjelasan Pasal 35. Akan tetapi UU
No.14/1970, belum sampai kepada taraf yang meletakkan asas “wajib” memperoleh
bantuan hukum. Masih bertaraf “hak” mendapatkan bantuan hukum.
Namun sekalipun asas memperoleh bantuan hukum bagi orang yang tersangkut
perkara baru merupakan hak, tetapi hak memperoleh bantuan hukum dalam perkara
pidana: Telah dibenarkan memperoleh bantuan hukum sejak saat dilakukan
penangkapan atau penahanan, Tetapi sifat hak memperoleh bantuan hukum pada taraf
penangkapan atau penahanan, baru bersifat “hak menghubungi dan meminta bantuan
penasihat hukum”. Bagaimana cara menghubungi dan cara meminta bantuan penasihat
hukum, UU No.14/1970 belum mengatakannya.
Jika diperhatikan penjelasan Pasal 36, hanya berisi pengaturan umum saja.
Belum mengatur tata cara hubungan dan permintaan bantuan penasihat hukum, seperti
yang dapat dibaca: “sesuai dengan sila perikemanusiaan maka seorang tertuduh harus
diperlakukan sesuai dengan martabatnya sebagai manusia dan selama belum terbukti
kesalahannya harus dianggap tidak bersalah. Karena itu ia harus dibolehkan untuk
berhubungan dengan keluarga dan penasihat hukumnya, terutama sejak ia
ditangkap/ditahan.
Uraian aturan pemberian bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP. Ketentuan
pasal-pasal bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP merupakan pelaksana daripada
aturan umum yang digariskan dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman yang terdapat
pada Bab VII, Pasal 35 sampai dengan Pasal 38. Sebagai peraturan pelaksana, pasal-
pasal KUHAP merupakan penjabaran dari ketentuan pokok tersebut. Oleh karena itu,
landasan dan orientasi pasal-pasal KUHAP tentang bantuan hukum bertitik tolak dari
ketentuan pokok yang digariskan pada UU No.14/1970.
Seperti halnya pada UU No.14/1970, KUHAP tidak begitu jelas memberi
definisi bantuan hukum. Tidak dijumpai penjelasan yang membedakan pengertian
bantuan hukum seperti apa yang dikembangkan pada negara-negara yang sudah maju.
Yang dijumpai hanya pengertian umum saja. Tidak dibedakan antara legal aid, legal
assistance, dan legal service. Secara sepintas lalu pengertian bantuan hukum itu ada
6
disinggung pada Pasal 1 butir 13 yang berbunyi: “penasihat hukum adalah seorang
yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undangundang untuk
memberi bantuan hukum”.

C. Tujuan Bantuan Hukum


Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan cita-
cita negara kesejateraan (welfare state). Sehingga hampir setiap pemerintah dewasa ini
membantu program bantuan hukum di negara-negara berkembang khususnya Asia.
Berdasarkan Dr. Cappelleti tersebut dapat diketahui bahwa banyak faktor yang
turut berperan dalam menentukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari pada suatu
program bantuan hukum itu sehingga untuk mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang
menjadi tujuan daripada suatu program bantuan hukum perlu diketahui bagaiman cita-cita
moral yang menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta
falsafah hukum yang melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi pemberian
bantuan hukum oleh patron hanyalah didorong oleh motivasi mendapatkan pengaruh dari
rakyat.
Bantuan hukum diselenggarakan dengan beberapa tujuan utama, antara lain:
1. Menjamin akses keadilan
Bantuan hukum bertujuan untuk memastikan bahwa setiap individu, terlepas
dari status sosial atau ekonomi mereka, memiliki akses yang adil ke sistem peradilan.
Hal ini melibatkan memberikan kesempatan bagi individu yang tidak mampu atau yang
menghadapi hambatan lainnya untuk memahami, menghadapi, dan menyelesaikan
masalah hukum mereka.
2. Perlindungan hak-hak individu
Bantuan hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak dasar individu. Dengan
memberikan pelayanan hukum yang memadai, bantuan hukum membantu individu
untuk memahami hak-hak mereka, mencegah pelanggaran hak, dan memberikan
perlindungan saat hak-hak mereka dilanggar.
3. Mendorong keadilan sosial
Bantuan hukum juga memiliki tujuan untuk mendorong keadilan sosial dalam
sistem hukum. Dalam hal ini, bantuan hukum berusaha mengurangi kesenjangan akses
keadilan antara individu yang mampu secara finansial dan individu yang tidak mampu.
Ini membantu menciptakan sistem hukum yang lebih inklusif dan merata.

7
4. Memberikan informasi dan pengetahuan hukum
Bantuan hukum berusaha untuk memberikan informasi dan pengetahuan hukum
kepada individu yang membutuhkannya. Ini termasuk memberikan pemahaman tentang
hak-hak hukum, proses hukum yang terlibat, dan opsi yang tersedia bagi individu yang
menghadapi masalah hukum.
5. Mempromosikan penyelesaian damai
Bantuan hukum juga dapat berperan dalam mempromosikan penyelesaian
damai sengketa di luar pengadilan. Dengan memberikan mediasi atau pendekatan
alternatif penyelesaian sengketa, bantuan hukum membantu individu untuk mencapai
kesepakatan yang memuaskan tanpa melibatkan proses peradilan yang panjang dan
mahal.

D. Jenis-Jenis dari Bantuan Hukum


Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdapat 3 macam
bantuan hukum yang dapat Anda ajukan yaitu:
1. Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (Pro Bono) dari Advokat
Jenis bantuan hukum yang pertama yaitu bantuan hukum secara cuma-cuma
oleh advokat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (“UU Advokat”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (“PP
83/2008”). Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU Advokat, setiap advokat wajib untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu.
Adapun yang dimaksud dengan bantuan hukum secara cuma-cuma adalah jasa
hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi
pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak
mampu.
Selanjutnya pencari keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau
sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum
advokat untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.

8
Bantuan hukum secara cuma-cuma tersebut meliputi tindakan hukum untuk
kepentingan pencari keadilan di setiap tingkat proses peradilan dan berlaku juga
terhadap pemberian jasa hukum di luar pengadilan.
Untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma, pencari keadilan
mengajukan permohonan tertulis atau lisan yang ditujukan langsung kepada advokat
atau melalui organisasi advokat atau melalui lembaga bantuan hukum.
Jika diajukan secara tertulis, surat permohonan sekurang-kurangnya harus
memuat nama, alamat, dan pekerjaan pemohon serta uraian singkat mengenai pokok
persoalan yang dimohonkan bantuan hukum. Dalam surat permohonan tersebut pencari
keadilan harus melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang.

2. Bantuan Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang
Memberi Layanan Bantuan Hukum
Jenis bantuan hukum yang kedua yaitu bantuan hukum dari lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (“UU
Bantuan Hukum”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan
Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum (“PP
42/2013”).
Berdasarkan kedua peraturan tersebut setiap orang atau kelompok orang miskin
yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri berhak mendapatkan
bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang
memberi layanan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau
perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bantuan hukum diselenggarakan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia
dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum untuk membantu penyelesaian
permasalahan hukum yang dihadapi penerima bantuan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan pemberi bantuan hukum adalah lembaga
bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum
berdasarkan UU Bantuan Hukum.
Sedangkan penerima bantuan hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang
miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang meliputi
9
hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan
berusaha, dan/atau perumahan.
Bantuan hukum yang diberikan meliputi masalah hukum keperdataan, pidana,
dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi yang bentuknya meliputi
menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.
3. Pembebasan Biaya Perkara
Jenis bantuan hukum yang ketiga yaitu layanan pembebasan biaya perkara yang
diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pemberian Bantuan Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan (“Perma 1/2014”).
Dalam layanan ini, negara yang akan menanggung biaya proses berperkara di
pengadilan, sehingga setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara
ekonomi dapat berperkara secara cuma-cuma.
Berdasarkan Pasal 7 Perma 1/2014, penerima layanan pembebasan biaya
perkara adalah setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi
yang dibuktikan dengan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala
Desa/Lurah/Kepala Wilayah setempat yang menyatakan bahwa benar yang
bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara; atau
b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM),
Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin),
Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT),
Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan
daftar penduduk miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan
oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mampu.
Layanan ini dapat diajukan untuk perkara di Peradilan Umum, Peradilan
Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun
PK.
Dalam hal permohonan pembebasan biaya perkara diajukan pertama kali di
tingkat banding, kasasi, atau PK, maka permohonan dilakukan segera setelah putusan
tingkat sebelumnya diterima dan sebelum memori atau kontra memori diajukan.

10
Permohonan pembebasan biaya perkara tersebut diajukan kepada Ketua
Pengadilan tingkat pertama melalui kepaniteraan dengan melampirkan bukti tertulis
berupa dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan.
Apabila permohonan dikabulkan, maka Ketua Pengadilan tingkat pertama akan
mengeluarkan Surat Penetapan Layanan Pembebasan Biaya Perkara.
Berdasarkan penjelasan di atas, meskipun terdapat kendala ekonomi, Anda tetap
dapat melakukan upaya hukum luar biasa PK dengan cara mengajukan permohonan
untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma yang ditujukan langsung kepada
advokat maupun kepada lembaga pemberi bantuan hukum, dengan tetap
memperhatikan syarat dan ketentuan yang ada guna mendapatkan bantuan hukum
tersebut.
Selain itu apabila memenuhi kriteria yang ditentukan, Anda juga dapat
mengajukan permohonan layanan pembebasan biaya perkara, yang diajukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut di tingkat pertama, dan tentu
saja dengan melampirkan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan.

E. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Bantuan Hukum

1. Hak Pemberi Bantuan Hukum


a. Hak untuk memberikan nasihat hukum kepada individu yang membutuhkan.
b. Hak untuk mewakili individu di pengadilan atau dalam proses hukum lainnya.
c. Hak untuk mempertahankan kerahasiaan informasi klien.
d. Hak untuk mendapatkan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk
memberikan pelayanan hukum yang memadai.

2. Kewajiban Pemberi Bantuan Hukum


a. Kewajiban memberikan pelayanan hukum yang kompeten dan profesional.
b. Kewajiban menjaga kepentingan terbaik klien dan bertindak dengan integritas.
c. Kewajiban menjaga kerahasiaan informasi klien, kecuali jika ada kewajiban hukum
untuk mengungkapkannya atau jika klien memberikan izin.
d. Kewajiban untuk berkomunikasi secara jujur dan transparan dengan klien.
e. Kewajiban menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan memprioritaskan
kepentingan klien.
f. Kewajiban untuk menghormati kode etik profesi dan standar praktik yang berlaku.

11
g. Kewajiban untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hukum mereka
melalui pendidikan dan pengembangan profesional.

3. Hak Penerima Bantuan Hukum


a. Hak untuk mendapatkan akses terhadap bantuan hukum secara adil dan setara, tanpa
diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau status sosial.
b. Hak untuk memperoleh nasihat hukum yang berkualitas dari pengacara atau
penyedia bantuan hukum yang kompeten dan berwenang.
b. Hak untuk menjaga kerahasiaan dan privasi informasi yang diberikan kepada
pengacara atau penyedia bantuan hukum.
c. Hak untuk mengajukan pertanyaan dan memperoleh penjelasan yang jelas terkait
masalah hukum yang dihadapi.
d. Hak untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan terkait strategi hukum yang
akan diambil.
e. Hak untuk mengajukan banding atau upaya hukum lainnya jika merasa tidak puas
dengan hasil atau pelayanan yang diberikan.

4. Kewajiban Penerima Bantuan Hukum


a. Kewajiban untuk memberikan informasi yang akurat dan lengkap kepada pengacara
atau penyedia bantuan hukum terkait masalah hukum yang dihadapi.
b. Kewajiban untuk bekerjasama dengan pengacara atau penyedia bantuan hukum
dalam proses penyelesaian masalah hukum.
c. Kewajiban untuk membayar biaya atau kontribusi sesuai dengan kemampuan
finansial, jika diperlukan oleh lembaga atau organisasi yang memberikan bantuan
hukum.
b. Kewajiban untuk mematuhi peraturan hukum yang berlaku dan menghindari
tindakan yang melanggar hukum.
c. Kewajiban untuk memberikan umpan balik atau evaluasi terhadap pelayanan yang
diberikan, guna membantu perbaikan sistem bantuan hukum.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bantuan hukum atau (Legal aid) adalah segala bentuk bantuan hukum (baik bentuk
pemberian nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang
berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga ia
tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara.
Pemberian bantuan hukum tidak bisa dilepaskan dari pemahaman tentang makna terdalam
dari bantuan hukum itu sendiri. Pengetahuan tentang hakekat bantuan hukum diperlukan
agar tidak terjadi salah persepsi dalam memandang makna bantuan hukum.
Bericara mengenai bantuan hukum yang berhubungan dengan pemeriksaan
perkara, hukum positif telah mengenal dua fase perkembangan di bidang bantuan hukum
dalam perkara-perkara pidana yaitu bantuan hukum yang dirumuskan dalam pasal 250
HIR dan UU pokok Kekuasaan Kehakiman No.14 Tahun 1970.
Sehingga bantuan hukum juga memiliki beberapa jenis berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku diantaranya bantuan hukum secara cuma-cuma (pro
bono) dari advokat, bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan dan layanan pembebasan biaya perkara.
Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum.
Sedangkan penerima bantuan hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin
yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang meliputi hak atas
pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha,
dan/atau perumahan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, Suggono dan Aries Harianto. Tinjauan Teoritis Tentang Bantuan Hukum. Sinar
Grafika.

H. Suyanto. 2018. Hukum Acara Pidana. Zifatama Jawara. Sidoarjo. Cetakan Pertama. ISBN:
978-602-5815-00-3

Nasution Adnan Buyung. 1988. Bantuan Hukum di Indonesia. LP3ES: Jakarta

Radjam, Syamsul Bahri. 2007. “Panduan Bantuan Hukum Indonesia: Pedoman Anda
Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

https://fahum.umsu.ac.id/bantuan-hukum-pengertian-hak-dan-kewajiban/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/ini-bantuan-hukum-untuk-pencari-keadilan-yang-
tidak-mampu-lt54df0e26773b8/#!

Undang-Undang

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;

6. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian


Bantuan Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.

14
15

Anda mungkin juga menyukai