Anda di halaman 1dari 20

ZAKAT DALAM FIKIH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Zakat dan Wakaf
Dosen Pengampu : Khoirul Anwar, M. Ag

Disusun oleh :
Fil Mayasari 33030210140
Muhammad Ma’ruf 33030210133
Silvy Lazimatun Ni’amah 33030210134

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dalam keadaan lancar tanpa ada halangan apapun. Shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada suri tauladan umat Islam, yakni Baginda Nabi
Muhammad SAW, sehingga kita bisa merasakan indahnya nikmat iman, Islam, dan
ihsan. Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Khoirul Anwar,
M. Ag, pada mata kuliah Hukum Zakat dan Wakaf. Selain itu makalah ini juga
bertujuan untuk mrnambah wawasan tentang Zakat dalam fikih. Kami menyadari
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nanti demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermafaat bagi pembacanya.

Salatiga, 25 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Latar Belakang ....................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengertian zakat ..................................................................................... 3
B. Sejarah Zakat ......................................................................................... 4
C. Dasar Hukum Zakat............................................................................... 9
D. Macam-Macam Zakat .......................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................ 15
A. Kesimpulan ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang perlu dan wajib kita lakukan.
Sebagai suatu bentuk penyempurnaan kita sebagai orang Islam, kewajiban
membayar zakat itu selain tertuang dalam Al-Qur.an yang merupakan sumber
hukum Islam yang pertama, terdapat pula di dalam hadist juga yang merupakan
sumber hukum islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. dan juga tertuang hadist
tentang kefarduan atau kewajiban membayar zakat. Zakat ada dua macam, yaitu
yang pertama itu yang berhubungan dengan dirinya (zakat fitrah), kemudian yang
kedua adalah yang berhubungan dengan hartanya (zakat maal). Dalam
pengaplikasiannya zakat bisa berbentuk macam-macam dalam hal pengeluaran
hartanya, ada zakat untuk hasil tanaman, buah-buahan, zakat atas tanah, barang
tambang, bahkan bagi binatang ternak serta yang lain sebagainya.
Kewajiban zakat akan memberikan pengaruh dampak yang positif bagi para
pemberinya. Karena, zakat itu sendiri esensinya merupakan sebuah pemberian yang
diwajibkan kepada orang muslim untuk diberikan kepada orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu guna untuk membersihkan harta kita.
Kenapa dikatakan untuk membersihkan? Karena, di dalam harta seseorang yang
tersimpan itu terdapat hak-hak orang lain. Allah hanya memberikan harta itu kepada
kita sebagai manusia. Dan kewajiban kitalah sebagai yang dititipkan untuk
memberikan harta tersebut kepada orang yang berhak mendapatkannya.

B. Latar Belakang
1. Apa yang dimaksud dengan zakat?
2. Bagaimana sejarah pengembangan zakat di masa Rasulullah dan para
Kholafur Rasyidin?
3. Bagaimana dasar hukum tentang zakat?
4. Apa saja macam-macam zakat?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang zakat.
2. Mengetahui sejarah perkembangan zakat dari awal diwajibkannya.
3. Mengetahui dasar hukum tentang zakat.
4. Mengetahui macam-macam zakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian zakat
Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga, di wajibkan di Madinah pada tahun
kedua hijriah. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa perintah ini diwajibkan
bersama diwajibkan dengan perintah kewajiban shalat ketika Nabi masih berada di
Makkah.1 Zakat menurut bahasa yaitu tumbuh dan tambah. Kata ‘zakat’ juga di
gunakan untuk ungkapan pujian, suci, keshalehan, dan berkah.2 Menurut istilah,
zakat bermakna mengeluarkan sebagian harta (tertentu) yang telah diwajibkan
Allah Swt untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dengan
kadar, haul tertentu dan memenuhi syarat dan rukunnya. Zakat merupakan ibadah
yang memiliki nilai ganda, hablum minallah (dimensi ritual) dan hablum minannas
(dimensi sosial). Artinya, orang yang selalu menunaikan zakat akan meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt dan menumbuhkan rasa kepedulian
sosial, serta membangun hubungan sosial kemasyarakatan
Saaikh Taqiyudin berkata, “Lafadz zakat secara bahasa menunjukkan arti
tumbuh.” 3 Di dalam buku Al Mughni karangan ibnu qudamah Abu Muhammad bin
Abu Qutaibah mengatakan: zakat berasal dari kata zakat (bersih), namaa (tumbuh
dan berkembang) dan ziadah pengembangan harta.4 Secara terminologis zakat yang
berarti hak yang wajib di ambil dari harta yang banyak (yaitu harta yang mencapai
nishab) untuk di berikan kepada kelompok tertentu, yaitu mereka yang berhak
mendapatkan sebagian dari harta tersebut. Firman Allah SWT:
ِ ‫ك س َكن َِّلم ۗ وٱ ََّّلل ََِس‬ ِ ِِ ِ
‫يم‬
ٌ ‫يع َعل‬
ٌ ُ َ ْ ُ ٌ َ َ َ‫صلَ َٰوت‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِه ُرُه ْم َوتُ َزكي ِهم ِِبَا َو‬
َ ‫ص ِل َعلَْي ِه ْم ۖ إِ َّن‬ َ ‫ُخ ْذ م ْن أ َْم َوَِٰل ْم‬
Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka.(At Taubah 103)”

1
Gusfahmi, Pajak Syari’ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) Cet.1, h. 103
2
Sa’ad Yusuf Abdul Aziz, Sunnah Dan Bid’ah, alih bahasa oleh H. Masturi Irham Lc,dkk, ( Jakarta:
Pustaka Al Kautsar, 2008 ), Cet. 4, h.
3
Abdullah bin Abdurrahman, Syarah Bulughul Marom, alih bahasa oleh Thahirin Suparta dkk, (
Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 ) , Cet. 1, h. 308
4
Ibnu qudamah, Al Mughni, alih bahasa oleh Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet.
3, h. 433

3
Dari defenisi di atas tentang makna zakat yang di kemukakan para ulama di atas
maka penulis dapat memasukkan zakat adalah harta yang dimiliki orang muslim
yang apa bila apa bila sudah mencapai nasabnya maka wajib di keluarkan zakatnya
dan diberikan kepada mustahik sesuai dengan perintah Allah SWT, Seorang muslim
yang mengeluarkan zakat akan dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir dan
dosa, dia akan mendapat berkah dalam hartanya, keluarga dan peninggalannya.
Begitu juga orang muslim yang memberikan zakat, dia akan membersihkan dirinya
dari dosa dan dari harta yang haram.5

B. Sejarah Zakat
Sejarah pengelolaan zakat di zaman Rasulullah dan para sahabat Terdapat
perbedaan di kalangan para sejarah islam tentang waktu pengsyari’atan zakat. Ada
yang mengatakan pada tahun ke-dua hijrah yang berarti satu tahun sebelum
pengsyari’atan puasa tetapi ada juga yang berpendapat bahwa zakat disyari’atkan
pada tahum ke-tiga hijrah yakni tahun setelah pengsyari’atan yang disyari’atkan
satu tahun setelah hijrah. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut yang jelas Nabi
Muhammmad SAW menerima perintah zakat setelah beliau hijrah ke Madinah.6
Pembayaran zakat dalam Islam mulai efektif dilaksanan setelah hijrah dan
terbentuknya pemeritahan di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan
untuk membayar sejumblah tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. Pembayaran
zakat ini merupakan kewajiban agama dan merupakan salah satu rukun Islam. Zakat
dikenankan atas harta kekayaan berupa emas, perak, barang dagangan, bianatang
ternak tertentu, barang tambang, harta karun, dan hasil panen.7 Zakat mempunyai
peranan penting dalam sistem perekonomian Islam. Zakat berfungsi sebagai sumber
dana dalam menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi dan pembangunan

5
Gazi Inayah, op.cit. h. 23
6
Kementrian Agama Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyrakat Islam,
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Modul Penyuluhan Zakat, 2013, Hal.19
7
Amirudin K, Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim, (Surabaya: UIN Sunan Ampel,
t.t), Hal.3-4

4
masyarakat. Zakat juga berfungsi sebagai sarana yang menghubungkan tali
silaturahim antara kelompok muzaki dan kelompok mustahik.8
1. Pada Masa Rasullah SAW.
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara lain
memperbaiki akhlaq manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang batas
kerusakan yang sangat membahayakan bagi masyarakat. Kerusakan tersebut
terutama disebabkan oleh sikap prilaku golongan penguasa dan pemilik modal yang
umumnya bersikap zalim dan sewenang-wenang. Orang kaya mengekploitasi
golongan lemah dengan berbagai cara, seperti sistem riba, berbagai bentuk
penipuan, dan kejahatan ekonomi lainya.9 Pengsyari’atan zakat tampak seiring
dengan upaya pembinaan tatanan sosial yang baru dibangun oleh nabi Muhammad
SAW setelah beliau berada di Madinah. Sedangkan selama berada di Mekkah
bangunan keislaman hanya terfokus pada bidang aqidah, qashas dan akhlaq. Baru
pada periode Madinah, Nabi melakukan pembangunan dalam segala bidang, tidak
saja bidang aqidah dan akhlaq, akan tetapi juga memperlihatkan bangunan
mua’amalat dengan konteksnya yang sangat luas dan menyeluruh. Termasuk
bangunan ekonomi sebagai salah satu tulang punggug bagi pembangunan ummat
Islam bahkan ummat manusia secara keseluruhan. Nabi Muhammad SAW tercatat
membentuk baitul maal yang melakukan pengumpulan dan pendistribusian zakat
dengan amil sebagai pegawainya dengan lembaga ini, pengumpulan zakat
dilakukan secara wajib bagi orang yang sudah mencapai batas minimal. Hal ini
yang diterapkan periode awal Islam, dimana pengumpulan dan pengelolaan zakat
dilakuakan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh Negara lewat baitul
maal.
2. Pengelolaan zakat di zaman Khulafa’ Al-Rasyidin
a. Masa Abu Bakar Ash-Shidiq

8
Ashima Faidati, Pendistribusian Zakat Perdagangan Telur Ayam Petelur (Studi Kasus di Desa
Punjul Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung), (Tulungagung: IAIN Tulungagung, t.t),
Hal.3
9
Abdurrrachman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial),(Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2001), Hal.50

5
Setelah Rasullah SAW wafat, banyak kabilah-kabilah yang menolak untuk
membayar zakat dengan alasan merupakan perjanjian antara mereka dan Nabi
SAW, sehingga setelah beliau wafat maka kewajiban terebut menjadi gugur.
Pemahaman yang salah ini hanya terbatas dikalangan suku-suku Arab Baduwi.
Suku-suku Arab Baduwi ini menganggap bahwa pembayaran zakat sebagai
hukuman atau beban yang merugikan.10 Abu Bakar yang menjadi khalifah pertama
penerus Nabi SAW memutuskan untuk memerangi mereka yang menolak
membayar zakat dan menganggap mereka sebagai murtad. Perang ini tercatat
sebagai perang pertama di dunia yang dilakukan sebuah negara demi membela hak
kaum miskin atas orang kaya dan perang ini dinamakan Harbu Riddah.11
b. Masa Umar ibn Khatab
Ia menetapakan suatu hukum berdasarkan realita sosial. diantara ketetapan
Umar RA adalah mengahapus zakat bagi golongan mu’allaf , enggan memungut
sebagian ‘usyr (zakat tanaman) karena merupakan ibadah pasti, mewajibkan kharaj
(sewa tanah), dan menentapkan zakat kuda yang pada zaman Nabi tak pernah
terjadi. Tindakan Umar RA menghapus kewajiban kepada mu’allaf bukan berarti
mengubah hukum agama dsn mengenyampingkan ayat-ayat Al-Qur’an, Ia hanya
mengubah fatwa sesuai dengan perubahan zaman yang jelas berbeda dari zaman
Rasulullah SAW.12
Setelah wafanya Abu Bakar dan dengan perluasan wilayah Negara Islam
yang mencakup dua kerajaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir) dan seluruh
kerajaan Persia termasuk Irak, ditambah dengan melimpahnya kekayaan Negara
pada masa khilafah, telah memicu adanya perubahan sistem pengelolaan zakat.
Kedua faktor tersebut mengharuskan adanya intitusionalisasi yang lebih tinggi dari
pengelolaan zakat. Perubahan ini tercermin secara jelas pada masa khalifah Umar
bin Khattab, Umar mencontoh sistem administrasi yang diterapakan di Persia,

10
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori Investigasi-
Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Lampung; IAIN Raden Intan) ,
Hal.248
11
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal. 21
12
Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan Teori
Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Lampung; IAIN Raden
Intan) , Hal.248-249

6
dimana sistem administrasi pemerintahan dibagi menjadi delapan provinsi, yaitu
Mekkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir.
Umar kemudian mendirikan apa yang disebut Al-Dawawin yang sama
fungsinya dengan baitul maal pada zaman Nabi Muhammmad SAW dimana ia
merupakan sebuah badan audit Negara yang bertanggung jawab atas pembukuan
pemasukan dan pengeluaran Negara. Al-Dawawin juga diperkirakan mencatat
zakat yang didistribusikan kepada para mustahiq sesuai dengan kebutuhan masing-
masing. Pengembangan yang dilakukan Umar terhadap baitul maal merupakan
kontribusi Umar kepada dunia Islam.
Pada masa Umar pula sistem pemungutan zakat secara langsung oleh
negara, yang dimulai dengan pemerintahan Abdullah bin Mas’ud di Kuffah dimana
porsi zakat dipotong dari pembayaran Negara. Meskipun hal ini pernah diterapkan
Khalifah Abu Bakar, namun pada masa Umar proses pengurangan tersebut menjadi
lebih tersistematis.13
c. Pada masa Utsman ibn Affan
Meskipun kekayaan Negara Islam mulai melimpah dan umlah zakat juga
lebih dari mencukupi kebutuhan para mustahiq, namun administrasi zakat justru
mengalami kemunduran. Hal ini justru dikarenakan kelimpahan tersebut, dimana
Utsman memberi kebebasan kepada ‘amil dan Individu untuk mendistribusikan
zakat kepada siapun yang mereka nilai layak menerimanya. Zakat tersebut adalah
yang tidak kentara seperti zakat perdagangan, zakat emas, zakat perak, dan
perhiasan lainya. Keputusan Utsman ini juga dilatar belakangi oleh keinginan
meminimalkan biaya pengelolaan zakat dimana beliau menilai bahwa biaya yang
dibutuhkan untuk mengumpulkan dana zakat tersebut akan tinggi dikarenakan
sifatnya yang tidak mudah diketahui oleh aparat Negara.14
d. Pada Masa Ali ibn Abi Thalib
Situasi politik pada masa kepimimpinan Khalifah Ali ibn Abi Thalib
berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan pertumpahan darah. Akan tetapi Ali ibn
Abi Thalib tetap mencurahkan perhatianya yang sangat serius dalam mengelola

13
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat.,Hal.22
14
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat.,Hal.23

7
zakat. Ia melihat bahwa zakat adalah urat nadi kehidupan bagi pemerintahan dan
agama.
Ketika Ali ibn Abi Thalib bertemu dengan orang-orang fakir miskin dan
para pengemis buta yang beragama non muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya
hidup mereka harus ditanggung oleh baitul maal khalifah Ali ibn Abi Thalib juga
ikut terjun dalam mendistribusikan zakat kepada para mustahiq (delapan golongan
yang berhak menerima zakat). Harta kekayaan yang wajib zakat pada waktu itu
berupa dirham, dinar, emas dan jenis kekayaan apapun tetap dikenai kewajiban
zakat.15
Oleh karena itu mekanisme yang diterapkan oleh khalifah Utsman ibn Affan
tadi ternyata memicu beberapa permasalahan mengenai transparansi distribusi
zakat, dimana para ‘amil justru membagikan zakat tersebut kepada keluarga dan
orang-orang terdekat mereka. Seiring dengan penurunan kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah dan berbagai konflik politik lainya yang memecahkan kesatuan
Negara Islam dengan wafatnya utsman dan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai
penggantinya, maka semakin marak pula praktek pengelolaan zakat secara
individual.
Hal ini ditandai dengan fatwa Sa’id bin Jubair dimana pada saat beliau
berceramah di masjid ada yang bertanya pada beliau, apakah pebanyaran zakat
sebaiknya diberikan kepada pemerintah ? Sai’id bin Jubair mengiyakan pertanyaan
tersebut. Namun pada saat pertanyaan tersebut ditanyakan secara personal kepada
beliau, ia justru menganjurkan penanya untuk membayar zakat secara langsung
kepada ashnafnya. Jawaban yang bertentangan ini mnenunjukan bahwa kondisi
pemerintah pada sat itu tidak stabil atau tidak dapat dipercaya, sehingga
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun mulai menurun.16
Ringkas pembahasan sistem zakat yang diterapkan dari masa ke masa
mengalami sebuah perbedaan yang mana perubhan tersebut untuk menghadapi
zaman yang semakin maju, hal ini menunjukan bahwa pintu ijtihad terbuka lebar,

15
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat.,Hal.24
16
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat…, Hal.23-24

8
dan ijtihad seperti yang dicontohkan oleh para sahabat semata-mata hanya untuk
kemashlahatan ummatnya.

C. Dasar Hukum Zakat


Allah SWT melalui agama-Nya yang lurus, yakni dinul Islam telah
memerintahkan kepada kita untuk melaksanakan kewajiban membayar zakat dan
sekaligus memerintahkan untuk mengelola zakat tersebut dengan baik. Zakat
sebagai salah satu rukun islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan
haji sangat penting peranannya dan tidak boleh diabaikan. Oleh sebab itu hukum
zakat adalah wajib (fardhu ‘ain) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu dan merupakan kewajiban yang disepakati oleh umat islam dengan
berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadits, dan ijma’. Bahkan di dalam Al-Qur’an, kata
zakat dan shalat disebutkan sebanyak 82 kali. Setiap perintah shalat selalu diikuti
dengan perintah zakat, sehingga zakat memiliki kedudukan yang sama dengan
shalat, tidak seperti kewajiban-kewajiban lainnya seperti puasa dan haji.
Penyebutan yang beriringan ini, artinya zakat dan shalat tidak dapat dipisahkan.
Shalat merupakan ibadah pokok yang berdimensi vertikal atau transendental, yaitu
habluminallah, sedangkan zakat merupakan ibadah pokok dalam Islam yang
berdimensi sosial atau habluminannas.17
Berikut ini beberapa dasar hukum tentang zakat:
a. Dalil Al-Qur’an yang mewajibkan adanya zakat yaitu:
‫اللُ ََِسيعْ َعلِي ْم‬ ِ ِ ِِ ِ
ْٰ ‫ك َس َكنْ ِلُمْ َو‬
َْ َ‫ص ٰلوت‬ َ ‫ص َدقَْة تُطَ ِه ُرُهمْ َوتُ َزكي ِهمْ ِِبَْا َو‬
َ ْ‫ص ِْل َعلَي ِه ْم ان‬ َ ْ‫ُخذْ م ْن اَم َواِلم‬
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwabagi
mereka dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. At-
taubah: 103).

َْ ‫واْم َعْالراكِ ِع‬


‫ي‬ ِ
َ ُ‫ْوارَكع‬
َ َ‫ْوآتُواْالزَكاة‬
َ َ‫يمواْالص ََلة‬
ُ ‫َوأَق‬

17
Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, Yogyakarta: P3EI, 2009, h. 15.

9
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku'.(QS. Al Baqarah: 43)
b. Dalil As-Sunnah atau hadist Nabi SAW:
‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ ََِس ْع‬: ‫ال‬ ِ ‫اب ر‬ ِ ‫الر ْْح ِن َعب ِد‬ ِ
َ ‫ت َر ُس ْو َل هللا‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما ق‬ َ ِ َّ‫اْلَط‬
ْ ‫هللا بْ ِن عُ َم َر بْ ِن‬ ْ َ َّ ‫َع ْن أَِِب َع ْبد‬
َّ ‫الصالَةِ َوإِيْ تَ ِاء‬
ِ‫الزَكاة‬ ِ ‫َن ُُمَ َّمداً رسو ُل‬
َّ ‫هللا َوإِقَ ِام‬ َّ ‫ادةِ أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوأ‬ ٍ ْ‫ِن اْ ِإل ْسالَ ُم َعلَى ََخ‬
ُْ َ َ ‫ َش َه‬: ‫س‬ َ ُِ‫ ب‬: ‫يَ ُق ْو ُل‬
“ ‫ي َوُم ْسلِ ٌم‬ ِ ‫تو‬
ُّ ‫ضا َن ” َرَواهُ البُ َخا ِر‬
َ ‫ص ْوم َرَم‬َ َ ِ ‫َو َح ِج الْبَ ْي‬
Artinya: “Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin AlKhattab r.a dia
berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Islam
dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan
shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa ramadhan”
(HR. Turmudzi dan Muslim).18
Berdasarkan ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist diatas dapat dikatakan bahwa zakat
merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta. Zakat
tidak bersifat sukarela atau hanya pemberian dari orang kaya kepada orang-orang
fakir/miskin, tetapi merupakan hak mereka dengan ukuran dan ketentuan tertentu.
Hukum zakat adalah wajib sehingga tidak ada alasan bagi para muzakki untuk tidak
mengeluarkan zakat.

D. Macam-Macam Zakat
Macam zakat yang harus dibayarkan oleh seorang muslim ada dua macam,
yaitu zaat mal dan zakat fitrah.
a. Zakat Mal
Zakat mal adalah zakat yang wajib dibayarkan atas harta yang dimiliki jika
harta tersebut telah mencapai batas wajib dikeluarkan zakatnya atau nishab. Jenis
zakat mal antara lain:
1. Zakat Binatang Ternak

R. Kadlan-Imam Musa Prodjosiswo, Hadits Pegangan, Maulana Muhammad Ali, Jakarta: CV


18

Kuning Mas, 1992, h. 215.

10
Binatang ternak adalah binatang yang dengan sengaja dikembangbiakkan agar
menjadi tambah banyak. Pada binatang ternak diberlakukan nishab dan haul.
Menurut dalil yang ada bahwa binatang ternak yang dizakati itu hanya tiga jenis,
yaitu unta, sapi, dan kambing. Adapun selain dari tiga macam tersebut baru
ditunaikan zakatnya bila dijadikan barang tijarah.
2. Zakat Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam galian yang berharga dan merupakan
karunia Allah. Barang siapa memiliki satu nisab emas dan perak selama satu tahun
penuh, maka ia berkewajiban mengeluarkan zakatnya bila syarat-syarat yang lain
telah terpenuhi artinya bila ditengah-tengah tahun yang satu nisab tidak dimiliki
lagi atau berkurang tidak mencapai satu nisab lagi karena dijual atau sebab lain,
berarti kepemilikan satu tahun itu terputus.19 Berdasarkan pendapat mayoritas
ulama, seperti Imam Maliki, Imam Syafi‟i, dan Imam Hambali berpendapat bahwa
nisab emas adalah 20 mitsqal = 90 gram (BAZIS) dan perak 200 dirham = 600 gram
(jumhur). Besar zakatnya adalah 2,5% setelah tersimpan selama setahun hijriyah
penuh.20
3. Zakat Barang Dagangan (Tijarah)
Zakat perdagangan atau perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan atas
kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual beli. Zakat ini dikenakan kepada
perniagaan yang diusahakan baik secara perseorangan maupun perserikatan seperti
CV, PT, dan koperasi. Segala macam jenis harta atau barang yang diperdagangkan
orang, baik yang termasuk dalam jenis harta yang wajib dizakati seperti: bahan
makanan dan ternak, maupun harta yang tidak wajib dizakati seperti: tekstil, hasil
kerajinan, kelapa, tebu, pisang, tanah, mebel, dan sebagainya semuanya itu wajib
dizakati jika telah memenuhi syarat-syaratnya.21
Nishab zakat perdagangan adalah senilai 90 gram emas setelah berlalu satu
tahun. Cara mengeluarkan zakatnya, pada awal tahun dihitung nilai barang
dagangannya. Jika sudah mencapai nishab, pada akhir tahun dihitung kembali

19
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008, h. 56.
20
M. Masrur Huda, Opcit, h. 96.
21
Muhammad Ja’far, Tuntutan Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 45.

11
apakah telah mencapai nishab atau belum. Jika telah mencapai nishab, harus
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.22
4. Zakat Tanaman
Tanaman yang wajib dizakati adalah biji-bijian yang menjadi bahan makanan
pokok, seperti gandum, jagung, padi, kedelai, dan kacang tanah. Menurut hukum
dan pembahasannya zakat tanaman meliputi hal-hal berikut:
a. Semua yang ditanam, baik hasil, buah, dan bunga atau tanaman hias maupun
yang sejenisnya yang memiliki harga dan manfaat secara syar’i termasuk
kedalam kategori zakat pertanian.
b. Zakat tanaman ditunaikan pada waktu panen dan tidak disyariatkan haul karena
pertumbuhan harta telah sempurna pada jangka waktu pertanian.
c. Bisa dibayar dengan uang dengan harga yang sesuai dengan harga pasar waktu
tiba kewajiban membayar zakat.
d. Jumlah produksi boleh dipotong pembiayaan pertaniaan, seperti pupuk dan
buruh.Boleh memotong jumlah produksi (harga produksi) dengan pelunasan
hutang jangka pendek.
Nisab zakat pertanian berdasarkan perhitungan watsaq (ukuran banyak dari
suatu barang pertanian setelah dipanen dengan cara disukat atau diukur dengan
ukuran isi pada suatu wazan atau wadah yang disepakati, semacam mud, literan,
sha’, blek, gallon, mangkok, gantang, dan sebagainya. Para ahli fikih telah
menentukan 5 watsaq sepadan dengan 50 kail atau 653 kg dari makanan pokok
mayoritas penduduk. Kadar zakat pertanian adalah 10% jika diairi oleh air hujan,
sungai, danau atau yang sejenisnya.Dan 5% jika diairi dengan alat irigasi atau yang
sejenisnya yang menggunakan alat pompa air.23
5. Zakat Barang Temuan (Rikaz), Barang Tambang (Ma’din) Dan Hasil Laut
Ar-rikaz menurut bahasa artinya harta yang terpendam. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut sebagai harta karun, yakni harta lama yang terpendam di
tempat yang tidak didiami orang, maknanya tidak akan dapat klaim dari siapa pun.
Rikaz oleh para ulama disebut harta jahiliyah yang lama terpendam, termasuk dalam

22
Wawan Shofwan Shalehuddin, Risalah Zakat, Infaq dan Sedekah, Bandung: Tafakur, 2011, h. 52.
23
Muhammad Ja’far, Tuntutan Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 226.

12
ketegori ini adalah sesuatu yang ditemukan diatas permukaan bumi, seperti
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, dan penemuan fosil-fosil yang
berharga dan barang antik lainnya.
Sedangkan yang dimaksud ma’din adalah segala macam hasil tambang yang
dikeluarkan dari bumi dan mempunyai nilai, seperti besi, kuningan, dan timah.
Hasil laut adalah harta yang diksploitasi dari laut, seperti mutiara, kerang, terumbu
karang, rumput laut. Dalam zakat rikaz tidak ada nishab dan haul. Oleh karena itu
setiap menemukan harta karun langsung dikeluarkan zakatnya sebesar 20%.
Sedangkan untuk zakat ma‟din nishabnya adalah senilai 90 gram emas dan
kadarnya 2,5%. Untuk zakat hasil hasil kadarnya sebesar 20% atau 5% sesuai
kesulitan.24
6. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan yang
penghasilannya telah memenuhi nishab, yaitu jika penghasilan yang mereka terima
selama setahun lebih dari senilai 90 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setelah
berlalu satu tahun sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok. Demikianlah
penghasilan itu jika diukur dengan syarat nisab emas. Akan tetapi bila diukur
dengan hasil tanaman, maka syarat wajib zakatnya tidak setahun lamanya, tetapi
pada waktu panen, atau menerima pendapatan itu dan zakatnya pun tidak 2,5%
tetapi 5 sampai 10%.25
Ada beberapa pendapat yang muncul tentang nisab dan kadar zakat profesi:
a) Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik nisab dan kadar
zakatnya. Dengan demikian nisab zakat profesi adalah 653 kg beras dan kadar
zakatnya 5 sampai 10%.
b) Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas, nisabnya 90 gram emas
murni 24 karat dan kadar zakatnya 2,5%, boleh dikeluarkan saat menerima
kemudian perhitungannya diakumulasikan di akhir tahun.

24
Wawan Shofwan Shalehuddin, Risalah Zakat, Infaq dan Sedekah, Bandung: Tafakur, 2011, h. 152
dan 159.
25
Muhammad Ja’far, Tuntutan Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h.50.

13
c) Menganalogikan nisab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nisabnya
senilai 653 kg beras sedangkan kadar zakatnya dianalogikan dengan emas yaitu
2,5%.
Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan terhadap karakteristik harta
zakat yang telah ada, yakni:
1) Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan hasil panen.
2) Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, oleh
sebab itu bentuk harta ini dapat diqiyaskan dalam zakat harta
(simpanan/kekayaan) berdasarkan harta zakat yang harus dibayarkan
(2,5%)26
b. Zakat Fitrah
Zakat fitrah disebut juga sedekah fitrah. Zakat fitrah diwajibkan bagi setiap
Muslim untuk membersihkan dan menyempurnakan puasanya. Selain itu, zakat
fitrah dimaksudkan untuk memperbaiki perbuatan buruk yang dilakukan selama
bulan puasa, dan juga untuk memungkinkan si miskin ikut serta dalam kegembiraan
Idul Fitri.
Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki
persediaan lebih dari kebutuhan bagi anggota keluarganya pada hari dan malam Idul
Fitri. Waktu mengeluarkan zakat fitrah, menurut Imam Syafi’I dapat dikeluarkan
pada hari pertama bulan Ramadhan. Tetapi lebih baik jika zakat fitrah dikeluarkan
pada dua hari terakhir Ramadhan. Namun, pada sisi lain, waktu terbaiknya ialah
pada hari pertama Idul Fitri sebelum shalat ‘Id. Jika dikeluarkan setelah shalat id,
maka dianggap sebagai sedekah biasa. Besar zakat fitrah yang wajib dikeluarkan
adalah sebesar satu sha’ yang setara dengan 3,5 liter atau 2,5 kg makanan pokok
setempat yang biasa dimakan oleh orang yang bersangkutan, seperti beras, gandum,
kurma.27

26
Hikmat Kurnia dan A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Kultum Media, 2008, h. 251.
27
Yasin Ibrahim Al-Syaikh, Op. cit, h. 101-102.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat menurut bahasa yaitu tumbuh dan tambah. Kata ‘zakat’ juga di
gunakan untuk ungkapan pujian, suci, keshalehan, dan berkah. Menurut istilah,
zakat bermakna mengeluarkan sebagian harta (tertentu) yang telah diwajibkan
Allah Swt untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya,
dengan kadar, haul tertentu dan memenuhi syarat dan rukunnya. Zakat
merupakan rukun Islam yang ketiga, di wajibkan di Madinah pada tahun kedua
hijriah. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa perintah ini diwajibkan
bersama diwajibkan dengan perintah kewajiban shalat ketika Nabi masih berada
di Makkah.

Pembayaran zakat dalam Islam mulai efektif dilaksanan setelah hijrah dan
terbentuknya pemeritahan di Madinah. Nabi Muhammad SAW tercatat
membentuk baitul maal yang melakukan pengumpulan dan pendistribusian
zakat dengan amil sebagai pegawainya dengan lembaga ini, pengumpulan zakat
dilakukan secara wajib bagi orang yang sudah mencapai batas minimal. Hal ini
yang diterapkan periode awal Islam, dimana pengumpulan dan pengelolaan
zakat dilakuakan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh negara lewat
baitul maal.
Hukum zakat adalah wajib (fardhu ‘ain) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu dan merupakan kewajiban yang disepakati oleh
umat islam dengan berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadits, dan ijma’. Dapat
dikatakan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang
mempunyai kelebihan harta. Zakat tidak bersifat sukarela atau hanya pemberian
dari orang kaya kepada orang-orang fakir/miskin, tetapi merupakan hak mereka
dengan ukuran dan ketentuan tertentu. Hukum zakat adalah wajib sehingga tidak
ada alasan bagi para muzakki untuk tidak mengeluarkan zakat.
Macam zakat yang harus dibayarkan oleh seorang muslim ada dua macam,
yaitu zaat mal dan zakat fitrah. Zakat mal adalah zakat yang wajib dibayarkan
atas harta yang dimiliki jika harta tersebut telah mencapai batas wajib

15
dikeluarkan zakatnya atau nishab. Zakat fitrah disebut juga sedekah fitrah. Zakat
fitrah diwajibkan bagi setiap Muslim untuk membersihkan dan
menyempurnakan puasanya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Abdullah bin. 2006. Syarah Bulughul Marom, alih bahasa oleh
Thahirin Suparta dkk. Jakarta:Pustaka Azzam. Cet. 1
Aziz, Sa’ad Yusuf Abdul. 2008. Sunnah Dan Bid’ah . Alih bahasa oleh H. Masturi
Irham Lc, dkk. Jakarta:Pustaka Al Kautsar, Cet. 4
Faidati, Ashima. Pendistribusian Zakat Perdagangan Telur Ayam Petelur (Studi
Kasus di Desa Punjul Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung).
Tulungagung: IAIN Tulungagung
Faisal. Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia (Pendekatan
Teori Investigasi sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebeneran Lieven
Boeve). Lampung:IAIN Raden Intan
Fakhrudin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang:UIN Malang
Press
Gusfahmi. 2007. Pajak Syari’ah. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, Cet. 1
Ja’far, Muhammad. 2003. Tuntutan Ibadah Zakat, Puasa, dan Haji. Jakarta:Kalam
Mulia
K. Amirudin. Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. Surabaya:UIN
Sunan Ampel
Kementrian Agama RI. 2013. Modul Penyuluhan Zakat. Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat
Kurnia, Hikmat & Hidayat, A. 2008. Panduan Pintar Zakat. Jakarta:Kultum Media
Mahmudi. 2009, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat. Yogyakarta:P3EI
Prodjosiswo, R Kadlan Imam Musa. 1992. Hadits Pegangan Maulana Muhammad
Ali. Jakarta:CV Kuning Mas
Qadir, Abdurrachman. 2001. Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial).
Jakarta:PT Raja Grafindo
Shalehuddin, Wawan Shofwan. 2011. Risalah Zakat, Infaq, dan Sedekah.
Bandung:Tafakur

17

Anda mungkin juga menyukai