Anda di halaman 1dari 21

POLITIK ISLAM PADA MASA ORDE LAMA

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Politik Islam di Indonesia

Dosen Pengampu: Khoirul Anwar, M.Ag

Disusun Oleh:

Hanif Asy Syafiq 33030210008

Aness Monika Nova Andriani 33030210018

Reihan Pramana 33030210020

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA


KATA PENGANTAR

Pertama-tama, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah, serta inayahnya, sehingga dengan mengucap

Alhamdulillaahirabbil’aalamiiin kami mampu untuk kemudian menyelesaikan

tugas makalah ini dengan tanpa ada halangan apapun. Tidak lupa pula kami

panjatkan shalawat dan salamnya kepada Nabi Muhammad SAW, dengan penuh

harapan bisa mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Aamiin Yaa Rabbal

‘Aalamiin.

Kami sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.

Dan ini adalah langkah yang baik dari studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu,

keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran yang membangun

senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan semua

kaangan pembaca.

Salatiga, 20 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 6

BAB II

PEMBAHASAN .................................................................................................... 7

A. Politiknya MASYUMI Pada Masa Orde Lama .............................................. 7

B. Politiknya NU Pada Masa Orde Lama ............................................................ 8

C. Politiknya PSII Pada Masa Orde Lama ......................................................... 11

D. Politiknya PERTI Pada Masa Orde Lama ..................................................... 16

BAB III

PENUTUP ............................................................................................................ 20

A. Kesimpulan ................................................................................................... 20

B. Saran .............................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara masalah ideologi politik Islam di Indonesia tampaknya sudah

lama menjadi isu politik sejak Indonesia memasuki kemerdekaannya. Gerakan

ini dimulai dari munculnya konsep nasionalisme dimotori oleh Soekarno yang

harus berhadapan dengan kekuatan politik Islam dalam konsteks hubungan

agama (Islam) dan negara untuk membangun ideologi negara Indonesia. Kadar

konfrontasi antara kelompok nasionalis dengan aktifis Islam jauh lebih besar

dibandingkan dengan konfrontasi yang pernah terjadi dalam tubuh Sarekat

Islam (SI), antara kubu Islam dengan Marxisme. Pada fase selanjutnya dua

kubu kelompok inilah yang mendominasi perdebatan panjang tentang watak

nasionalisme Indonesia.1

Fenomena politik awal kemerdekaan tersebut nampaknya membawa

sejarah panjang dalam perjalanan ideologi politik Islam di Indonesia.

Sebagaimana pada masa pemberlakuan demokrasi terpimpin yang dimotori

Soekarno (Orde Lama), gerakan-gerakan ideologi politik Islam nampak pada

gerakan Darul Islam (DI). Gerakan ini pada awalnya kuat di tiga propinsi

(Aceh, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan), tetapi gerakan ini mereda ketika

organisasi mainstream (NU, Muhamadiyah, Persis) menolaknya karena

1
Team ICCI. (2003). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada
Media. Hlm. 28.

4
gerakan Darul Islam yang mengusung jorgan pembentukan Negara Islam

Indonesia (NII). Penolakan juga disampaikan oleh partai Islam terkemuka yaitu

Masyumi walaupun pada hakekatnya partai Masyumi juga mempunyai jorgan

yang sama dengan DI dengan cara legal dan konstituasional, tetapi nampaknya

partai Masyumi juga gagal karena jorgan Masyumi tersebut tidak sejalan

dengan partaipartai Islam yang lain dalam penerapan negara Islam tersebut.

Berakhirnya era demokrasi liberal sejak keluarnya Dekret Presiden

1959 menandai bermulanya era baru politik indonesia yang disebut

Demokrasi Terpimpin. Ada beberapa alasan bagi Soekarno mengeluarkan

dekritnya. Pertama, anjuran presiden dan pemerintah untuk kembali ke UUD

1945 pada 22 Juni 1959 tidak memperoleh jawaban dari konstituante; kedua,

sebagian besar anggota konstituante menyatakan walk outdari sidang,

sehingga tugas-tugas mereka tak bisa terselesaikan; ketiga, keadaan

demikian menimbulkan bahaya bagi ketatanegaraan dan keselamatan

Negara. Akhirnya pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit

presiden yang isinya adalah menetapkan pembubaran konstituante, kembali

kepada UUD 1945 sebagai konstitusi negara, membentuk Majelis

Permusyawaratan rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan

Agung Sementara (DPAS).2

2
H.A. Notosoetardjo. (1964). Proses kembali kepada Jiwa Proklamasi 1945; Apakah Demokrasi
Terpimpin itu? Jakarta: Lembaga Penggali dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia. Hlm. xi-
xii.

5
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam kalah ini adalah untuk menjawab

beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimana politiknya MASYUMI pada masa orde lama?

2. Bagaimana politikny NU pada masa orde lama?

3. Bagaimana politiknya PSII pada masa orde lama?

4. Bagaimana politiknya PERTI pada masa orde lama?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui politiknya MASYUMI pada masa orde lama

2. Untuk mengetahui politiknya NU pada masa orde lama

3. Untuk mengetahui politiknya PSII pada masa orde lama

4. Untuk mengetahui politiknya PERTI pada masa orde lama

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Politiknya MASYUMI Pada Masa Orde Lama

Islam formal dimaknai dengan Islam yang seragam serta selalu

mementingkan simbol. Kelompok umat Islam yang menginginkan syariat

Islam diformalkan dapat disebut penganut Islam formal. Mereka adalah

kelompok yang menginginkan agar ajaran Islam diseragamkan, terutama dalam

konteks bernegara. Dengan demikian, simbol adanya aturan yang mengandung

syariat Islam yang seragam selalu menjadi impian dan harapan mereka.

Formalisme Islam adalah instutisionalisasi doktrin, simbol dan idiom

keagamaan. Begitu pula menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Konsep

semacam inilah yang menjadi tujuan dari didirikannya Masyumi sebagai sarana

perjuangan umat Islam.3

Partai Masyumi didirikan dan diikrarkan sebagai satu-satunya partai

politik Islam pada tanggal 7 November 1945 berdasarkan Keputusan Kongres

Umat Islam di Yogyakarta yang diselenggarakan 7-8 November 1945,

bertepatan dengan 1-2 Dzulhijjah 1346 H. Inisiatif pembentukan Masyumi

berasal dari beberapa tokoh politik dan gerakan sosial keagamaan Islam sejak

zaman pergerakan, seperti H. Agus Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakkir, Abdul

Wachid hasjim, Muhammad Natsir, Muhammad Roem, Prawoto

3
Mahmudin. (2015). Formalisme Agama Dalam Persfektif Gerakan Sosial: Prospek dan Tantangan
di Masa Depan. Jurnal Diskurus Islam, Vol. 3, No.1. Hlm. 38.

7
Mangkusasmito, Ki Bagus Hadikusuma, Muhammad Mawardi, dan Dr. Abu

Hanifah.4

Rumusan resmi program politik Masyumi menyebutkan bahwa partai itu

menghendaki Indonesia menjadi negara hukun yang berdasarkan ajaran-ajaran

Islam. Sebuah negara akan bersifat Islam bukan karena secara formal disebut

sebagai “Negara Islam” ataupun “berdasarkan Islam, tapi negara itu disusun

“sesuai dengan ajaran-ajaran Islam”, baik dalam teori maupun praktiknya.

Dasar negara dapat dirumuskan dengan klausal-klausal yang bersifat umum

sepanjang mencerminkan kehendak-kehendak Islam.5

Masyumi memandang keterlibatan secara langsung dalam jabatan-jabatan

kekuasaan negara adalah sebagai suatu jalan strategis untuk mewujudkan

tujuan-tujuannya. Dengan cara demikian, kata salah seorang tokoh Masyumi,

“hukum-hukum Allah tidak saja keluar dari mulut alim ulama di atas mimbar

masjid-masjid, tetapi juga keluar dari pejabat-pejabat pemerintahan dan

menjadi undang-undang negara.6

B. Politiknya NU Pada Masa Orde Lama

Di bidang politik, menjelang dimulainya otonomi, umat Islam mempunyai

organisasi politik yang berbeda: NU, PSII, Persis, Muhammadiyah dan Perti.

4
Yusril Ihza Mahendra. (1999). Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik
Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jama’at-I Islam
(Pakistan). Jakarta: Paramadina, 1999). Hlm. 62-63.
5
Sjafruddin. (1950). Islam dalam Pergolakan Dunia. Bandung: Al Ma’arif. Hlm. 51-53.
6
Zainal Abidin Ahmad. (1946). Masjoemi: Partij Politiek Islam Indonesia. Pematang Siantar. Hlm.
15-16.

8
Namun umat Islam sepakat untuk mengadakan diskusi tersendiri untuk

menyalurkan kerinduan politik mereka, khususnya Masyumi (Komite Syuro

Muslim Indonesia). Namun dalam perkembangannya, terjadi kegoncangan

yang sangat menghebohkan di dalam diri Masyumi, khususnya ketika NU

meniru teladan PSII yang meninggalkan Masyumi mengingat keputusan

Muktamar NU di Palembang pada 29 April 1952. Inilah awal berdirinya NU.

kerja otonom partai. Periode 1952-1955 merupakan masa perpanjangan dan

penggabungan partai baru ini. Dengan janji untuk melakukan aksi politik,

kehadirannya secara umum bergantung pada suara yang diperoleh pada

penunjukan utama tahun 1955.7

Tidak salah jika dikatakan bahwa NU adalah organisasi kemasyarakatan

utama pada tahun 20-an. Apabila BO mempunyai kualitas sosial, SI

mengedepankan bagian pertarungan politik, dan Muhammadiyah

memposisikan diri sebagai pembangunan yang bersifat mendidik, maka NU

meletakkan landasan yang baik bagi dirinya sebagai jam'iyyah diniyyah,

perkumpulan ketat yang konvensional. Dalam pasal-pasal afiliasi tahun 1926,

NU menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk menumbuhkan Islam

berdasarkan hikmah dari empat cara berpikir. Tujuan itu diusahakan dengan:

1. Memperkuat pesatuan di antara sesama ulama penganut ajaran empat

mazhab

7
Republika. (2023). Peran Politik NU dari Masa ke Masa. Republika, 05 (02). Dilansir dari
https://www.republika.id/posts/37177/peran-politik-nu-dari-masa-ke-masa Diakses pada 25
Oktober 2023.

9
2. Meneliti kitab-kitab yang akan dpergunakan untuk mengajar agar sesuai

dengan ajaran Ahlussunah wal Jama’ah

3. Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab

4. Memperbanyak jumlah lembaga pendidikan Islam dan memperbaiki

organisasinya

5. Membantu pembangunan masjid, surau dan pondok pesantren serta

membantu kehidupan anak yatim dan orang miskin

6. Mendirikan badan-badan untuk meningkatkan perekonomian anggota8

Awal mula perjalanan politik NU yang bermanfaat dimulai pada tahun

1945, ketika bersama dengan perkumpulan Islam lainnya mereka menjebak

sebuah partai bernama Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang

dideklarasikan akan dibubarkan pada tanggal 7 November 1945. NU berubah

menjadi bagian yang luar biasa dan mendapat pengaruh yang besar. duduk di

Majlis Syuro. Dalam anggaran rumah tangga Masyumi, peranan Majlis Syuro

disebutkan antara lain:

1. Majlis Syuro berhak mengusulkan hal-hal yang bersangkut paut dengan

politik kepada pimpinan partai

2. Dalam soal politik yang bersangkut paut dengan masalah hukum agama

maka pimpinan partai meminta fatwa dari Majlis Syuro

8
STAI AL-ANWAR. (2017). Perjalanan Sejarah Politik NU Sejak Berdiri Hingga Keputusan
Kembali ke Khittah. STAI Al-Anwar Khidmah Ilmu dan Ahli Ilmu. 05 (04), Dilansir dari
https://staialanwar.ac.id/perjalanan-sejarah-politik-nu-sejak-berdiri-hingga-keputusan-kembali-ke-
khittah/ Diakses pada 25 Oktober 2023.

10
3. Keputusan Majlis Syuro mengenai hukum agama bersifat mengikat

pimpinan partai

4. Jika Muktamar/Dewan Partai berpendapat lain daripada keputusan Majlis

Syuro, maka pimpinan partai dapat mengirimkan utusn untuk berunding

dengan Majlis Syuro dan hasil perundingan itu merupakan keputusan

tertinggi.9

Melihat aturan yang berlaku, NU menilai situasi Majlis Syuro sangat

penting. Tampaknya hal ini membuat NU sangat senang dengan kepemimpinan

saat ini meskipun faktanya tidak ada satu pun anggota NU yang duduk di kursi

eksekutif partai.

C. Politiknya PSII Pada Masa Orde Lama

PSII sebagai organisasi kepartaian menjadi salah satu entitas politik yang

mampu menjelaskan dinamika internal kepartaian sekaligus relasinya dengan

negara sebagai lingkungan eksternal yang sangat berpengaruh terhadap

turbulensi internal partai. Urgensi PSII sebagai partai tidak hanya dilihat

sebagai entitas politik Islam, namun juga karena akar sejarah PSII yang cukup

jauh mendahului beberapa partai lain di Indonesia sejak gerakan politik

Syarikat Islam bergerak melawan kolonial pada abad awal ke-20.

Syarikat Islam (ST) merupakan pelopor gerakan nasional Indonesia yang

paling awal. Sebagai gerakan masif yang menentang kolonialisme, SI

menghimpun kekuatan sosial yang bersifat transprimordial, multietnik, dan

9
Ibid

11
ideologis Kepeloporan S1 dalam gerakan nasional dan kontribusinya yang

signifikan bagi Indonesia telah banyak diteliti banyak sejarawan dan ilmuwan

politik. Hasil riset mereka membuktikan bahwa 51 merupakan pelopor

pergerakan nasional Indonesia yang paling awal, dan bukan organisasi lain,

misalnya Budi Utomo yang sangat bersifat Jawa sentris".

Dalam perkembangannya, SI kemudian bermetamorfosis menjadi gerakan

politik dan memanifestasikan dirinya menjadi partai politik. S1 berubah

menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSI). Di awal pembentukannya

sebagai partai politik, PSII merupakan partai yang relatif besar, disegani, dan

memiliki banyak tokoh negarawan piawai. Haji Agus Salim, Abdul Muis,

Anudji Kartawinata, Mohammad Roem, Abu Hanifah, Anwar Tjokroaminoto,

dan Harsono Tjokroaminoto merupakan contoh tokoh PSII yang dikenal

sebagai negarawan terkemuka PSII.10 Dari satu periode sejarah ke periode

sejarah berikutnya, PSII selalu menunjukkan eksistensi dirinya dan berjuang

memberikan kontribusi terbaik bagi Indonesia. Dalam periode demokrasi

parlementer (1950-1959), PSII mengikuti pemilu dan berhadapan dengan

Partai Komunis Indonesia (PKI), dan pada periode selanjutnya, berupaya

mempertahankan eksistensinya berhadapan dengan rezim Demokrasi

Terpimpin Sukarno yang kekiri-kirian Rezim Sukarno tumbang (1966-1967),

10
Deliar Noer. (1987). Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti. Hlm. 32.

12
digantikan oleh rezim Orde Baru Suharto yang militeristik. Dalam fase sejarah

ini PSII menghadapi berbagai tantangan berat.11

Tahun 1953 terjadi pemecatan terhadap Abikusno Tjokrosuyoso dan

pengikutnya, yang kemudian membentuk badan PSII baru yang disebut "PSII

Abikusno". Tahun 1966 terjadi pengambil alihan kekuasaan Lajnah

Tandfidziah (LT) PSII oleh Syech Marhaban Tahun 1972 terjadi perebutan

kekuasaan oleh Gobel dan kawan-kawan terhadap kepemimpinan PSII pilihan

Kongres Majalaya tahun 1972. Terakhir pada tahun 1983 Syarifuddin Harahap

kembali mengambil alih kepemimpinan Gobel. Kejadian-kejadian tersebut

merupakan suatu tragedi bahwa peranan PSII yang masa-masa permulaan

kelahirannya merupakan organisasi yang berpengaruh pada akhirnya terkotak-

kotak akibat perpecahan demi perpecahan. Di lain pihak konflik kepemimpinan

itu terus berlanjut tanpa ada penyelesaian. Hal ini memperlihatkan di dalam

PSII terdapat pola tingkah laku mudah berkonflik dan relatif sulit

menghasilkan konsensus. Kondisi PSII yang demikian rapah mempengaruhi

hubungan antara pemimpin dengan massanya. Semuanya itu pada akhirnya

berpengaruh terhadap PSII sebagai sebuah kekuatan politik karena jumlah

kader dan massanya mengalami penurunan dari waktu ke waktu.12

PSII selama aktivitasnya di DPRGR-MPRS periode 1966-1971 yang

selalu berusaha menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan (amar ma'ruf

11
Manuel Kaiseipo. (1981). Dilema Partai Demokrasi Indonesia & Perjuangan Mencari Identitas,
Prisma. Jakarta: Rajawali Press. Hlm. 51.
12
Arbi Sanit. (1993). Sistem Politik Indonesia. Jakarta: LP3ES. Hlm. 23

13
nahi munkar). Pandangan politiknya yang demikian itu kadang-kadang

menimbulkan sikap politik yang oleh pihak lain dianggap sebagai sikap politik

yang 'kaku', dan kadang-kadang juga menimbulkan ketidaksukaan pihak lain.

Padahal sikap yang demikian itu merupakan upaya terus-menerus untuk

melaksanakan nilai-nilai ideologis Program Tandhim Partai Sedangkan

kebijakan pokok partai mengenai usaha-usaha yang harus dilaksanakan terdiri

dari 6 bidang, yaitu bidang agama, politik, kehidupan rakyat, pergaulan hidup

bersama, pengajaran dan pendidikan, dan bidang hubungan dewan organisasi

atau pergerakan non llam.

Adapun hukum tertinggi dalam keyakinan PSII adalah Kitabullah dan

Sunah Nabi yang sebenarnya. Sesuai hukum tertinggi, kewenangan tertinggi

dalam urusan Partai Perusahaan Islam Indonesia adalah Majelis Tahkim atau

MT (Musyawarah Nasional) Partai, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat 2

Partai AD. MT diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yang bila diperlukan

dapat ditunda dengan ketentuan tidak boleh lebih dari dua tahun (Pasal 19 ayat

1 M). Sedangkan Pasal 19 Ayat 2 menyebutkan MT sendiri terdiri dari

Pengurus Partai, Lajnah Tandfiziah, wakil-wakil dari Dewan Partai regional.

perwakilan dari Tandfiziah Lajnah daerah, wafud (utusan) cabang, dan wakil-

wakil lajnah cabang. Selama masa antar MT, kekuasaan partai dipegang oleh

dua badan, yaitu Dewan Partai (DP) dan Lajnah Tandfiziah (1), yang disebut

sebagai Dewan Pimpinan Partai, Dewan Partai adalah pemegang kekuasaan

legislatif tertinggi partai. Pasal 22 ayat 1 Anggaran Dasar partai menyatakan

bahwa tugas Dewan Partai adalah: “melaksanakan pengawasan dan penelitian,

14
memberi nasehat, bimbingan dan memimpin pelaksanaan keputusan Majelis

Tahkim dan keabsahan ketentuan serta keputusan pihak lain serta

mendamaikan perselisihan yang timbul dalam dunia kepartaian yang berkaitan

dengan hukum portal”.13

Relasi kekuasaan ini kemudian terlihat di dalam praktiknya atas adanya

kedua badan ini-Dewan Partai dan Lajnah Tandfiziah- telah menimbulkan

dualisme dalam melakukan tugas-tugas partai. Karena dalam AD atau ART

PSII tidak mempunyai pembatasan yang jelas dan pasti antara kedua badan itu.

AD dan ART tidak memberikan ketentuan sampai seberapa jauh tugas sehari-

hari yang harus dilaksanakan oleh DP, sehingga membuka kemungkinan

campur tangan hadan yang satu terhadap badan yang lain.

Selain kekaburan tugas di antara keduanya, adanya pembagian kekuasaan

seperti itu membuka peluang timbulnya persaingan kepemimpinan LT dan DP.

Posisi LT sebagai pelaksana harian eksekutif partai dianggap lebih potensial

ketimbang DP yang badan legislatif. Ada semacam penafsiran di kalangan

pimpinan PSII bahwa kedudukan sebagai Presiden LT adalah lebih tinggi

bobotnya dalam artian politis. Itulah sebabnya setiap tokoh muda dalam MT ke

33 saling berlomba untuk mencapai kursi kepemimpinan Presiden LT. Alhasil,

formasi struktur kekuasaan formal sebagaimana diatur dalam regulasi yang

telah kita visualisasikan di atas berubah menjadi struktur kekuasaan personal.

Hal ini terjadi karena otoritas yuridis yang dimiliki Presiden LT telah

13
Sugeng Priyano. (2015). Dinamika Ideologi Partai Politik Keagamaan. Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama. Hlm 15

15
menciptakan otoritas kultural, sehingga terciptalah model kekuasaan

sentripetal partai yang bisa diputar seorang patron karena posisinya sebagai

Presiden LT. Model kekuasaan sentripetal itu menjadi modalitas paling penting

bagi partai selain kewibawaan tradisional. sumberdaya material, ataupun

kapasitas intelektual.14

D. Politiknya PERTI Pada Masa Orde Lama

Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah tahun 1928 - 1971. Organisasi

ini lahir pada tanggal 5 Mei 1928 di Candung Bukittinggi Sumatera Barat, atas

inisiatif Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. Organisasi ini merupakan benteng

pertahanan kaum tua, yaitu sekelompok kaum muslimin Minangkabau yang

dalam bidang aqidah mengkatkan diri kepada paham Ahlussunnahwaljamaaah

dan dalam bidang ibadah dan syaria mengikatkan diri pada mazhab syafii.

Sehubungan dengan itu organisasi ini berazaskan Islam paham

Ahlussunahwaljamaah dan mazhab syafii. Sepanjang sejarahnya selama masa

waktu 1928-1971 organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah mengalami

perkembangan yang berarti.

Organisasi yang semula hanya berupa Persatuan Madrasah Tarbiyah

Islamiyah atau organisasi pendidikan dan pengajaran Islamiyah yang disingkat

dengan PTI, meningkat menjadi organisasi sosial Islam yang program kerjanya

pun mempunyai jangkauan yang lebih jauh. Di samping untuk memajukan

pendidikan Islam, memperkuat dan meningkatkan dakwah Islamiyah juga

14
Wilopo. (1976). Zaman Pemerintah Politik. Jakarta: Yayasan Idayu.

16
menjalankan amal sosial lainnya. Sejalan dengan itu kependekan dari PTI juga

berubah menjadi PERTI. Pada masa kemerdekaan organisasi ini meningkat

menjadi partai politik dengan nama partai Islam PERTI (PI PERTI).

Gerakan politik PERTI diawali dengan gerakan keagamaan dengan

mendirikan pendidikan madrasah tarbiyah Islamiyyah,yang berperan penting

dalam dinamika pergerakan politik di Sumatera barat. Kemudian PERTI yang

semula hanya bergerak dalam masalah pendidikan dan sosial keagamaan mulai

beralih menjadi sebuah partai politik yang bernama partai Islam PERTI (PI

PERTI), dengan ideologi Islam yang berpaham ahlusunah wal jamaah dan

bermadzhab imam Syafi'i.

Sebagai gerakan politik Islam tradisional serta sebagai wadah aspirasi

masyarakat, pada tahun 1955 sebagai partai politik, PERTI juga berperan

dalam meramaikan demokrasi Indonesia dengan mengikuti pemilu pertama di

Indonesia. Pada April 1942, PERTI melaksanakan kongres ke-III di Padang.

Memasuki tahun 1944, para pemimpin Persatuan Tarbiyah Islamiyah

melakukan gebrakan dengan bergabung ke Majelis islam tinggi (MIT) di

Bukittinggi, suatu organisasi Islam untuk seluruh Sumatra yang diketuai oleh

Syekh Muhammad Djamil Djambek, seorang ulama modernis yang pada masa

lalu sempat bersitegang dengan ulama tua Persatuan Tarbiyah Islamiyah. MIT

merupakan tempat untuk merujuk persoalan-persoalan agama, tetapi

selama Perang pasifik, organisasi ini kurang dapat berfungsi dengan baik.15

15
Nawafil, Rozal (25 Oktober 2022). "AD/ART Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) Hasil
Muktamar 2022

17
Pada konferensi tanggal 22 November 1945, PERTI memutuskan untuk

bertransformasi menjadi partai politik dengan nama Partai Islam

PERTI. Persatuan dalam akronim PERTI juga berubah menjadi pergerakan.

Perubahan ini dikukuhkan kembali pada Kongres ke-IV di Bukittinggi tanggal

24-26 Desember 1945.

Pada Mei 1950, Partai Islam PERTI mengadakan kongres ke-VI di

Bukittinggi. Kongres tersebut menetapkan Buya Sirajuddin Abbas sebagai

ketua dewan partai tertinggi (DPT), Buya Rusli Abdul Wahid menjadi ketua

umum dewan pengurus pusat (DPP) dan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli sebagai

ketua majelis penasihat pusat (MPP). Selain itu juga diputuskan memindahkan

kantor pusat PERTI dari Bukittinggi ke Jakarta. Pada 1950, Partai Islam PERTI

mencatat memiliki 1.007.400 orang anggota.16

Pada bulan Agustus 1955, PERTI melaksanakan kongres ke-VIII di

Jakarta. Selain membahas persiapan Pemilihan Umum 1955, kongres tersebut

juga memutuskan merubah nama PERPINDO menjadi Pemuda Islam (PI).

Dalam Pemilu 1955, Partai Islam PERTI berhasil meraih 483.014 suara

sehingga mendapatkan empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi Konstituante

Hingga pada kongres ke-X tanggal 27 Agustus sampai 4 September 1966

menetapkan Rusli Abdul Wahid sebagai Rais Aam Majelis Syura P.I. PERTI

dan Buya Rusli Halil sebagai Ketua DPP P.I. PERTI. Keputusan ini

16
Kementerian Penerangan RI 1951, hlm. 72-73

18
menimbulkan sengketa di dalam Partai Islam PERTI antara kubu Rusli Abdul

Wahid dengan kubu Sirajuddin Abbas.

Syekh Sulaiman ar-Rasuli akhirnya mengeluarkan seruan agar kembali

ke Khittah 1928 pada 1 Maret 1969, yakni Persatuan Tarbiyah Islamiyah

sebagai organisasi pendidikan dan dakwah Islam yang nonpolitik. Walaupun

seruan tersebut sudah disampaikan, namun perpecahan tetap tak terelakkan

pada zaman Orde Baru

Hingga akhirnya pada 1973, Partai Islam PERTI yang diketuai H. Rusli

Halil bersama beberapa partai Islam lainnya berfusi menjadi PPP. Sementara

itu Tarbiyah terus menyalurkan politiknya melalui Golkar. Pada 26 Juni 1988,

Ketua Umum DPP PERTI saat itu, Buya H. Nurulhuda dengan restu rais

aam Buya H. Rusli Abdul Wahid mengeluarkan pernyataan kemandirian

PERTI untuk meninggalkan semua atribut politik dan kembali menjadi

organisasi kemasyarakatan. Pada Munas ke-IV Tahun 1989, Tarbiyah juga

memutuskan tidak berafiliasi lagi dengan partai politik dan kembali menjadi

ormas keagamaan yang independent.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam memuat pedoman atau peraturan negara, termasuk peraturan pidana.

Untuk melaksanakan peraturan-peraturan tersebut tentunya diperlukan suatu

organisasi yang dengan kekuasaannya dapat menjamin terbentuknya

peraturan-peraturan tersebut. Dengan begitu, kehadiran penguasa atau

pemerintahan menjadi sebuah kebutuhan, dan barulah ide politik Islam

dihadirkan.

Kerangka politik Islam adalah kerangka yang sebagian pedomannya bisa

saja berubah. Namun dengan sistem ini ada fokus-fokus khusus yang pasti

dikelola karena sifatnya yang luas dan tahan lama. Sejalan dengan itu, hikmah

yang masuk akal bagi seluruh aspek kehidupan dapat ditelusuri dalam Islam.

Pelajaran yang pasti diberikan dalam kata-kata yang dapat diterapkan secara

menyeluruh, sementara diagram singkat diberikan untuk keadaan yang

mungkin akan mengalami perubahan.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat dan menambah

informasi bagi para pembacanya. Kami mohon maaf jika ada kesalahan ejaan

pada penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas. Kami hanyalah individu biasa

yang tidak luput dari kesalahan. Selain itu, kami juga mengharapkan kritik dan

masukan dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal Abidin. 1946. Masjoemi: Partai Politiek Islam Indonesia. Pematang
Siantar.

Kaiseipo, Manuel. 1981. Dilema Partai Demokrasi Indonesia dan Perjuangan


Mencari Identitas Prisma. Jakarta: Rajawali Press.

Mahendra, Yusril Ihza. 1999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik


Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jama'at al-
Islam (Pakistan). Jakarta: Paramadina.

Mahmudin. 2015. "Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan Sosial: Prespek


dan Tantangan di Masa Depan." Jurnal Diskursus Islam, Vol. 3, No. 1 38.

Noer, Deliar. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Grafiti.

Notosoetardjo, H.A. 1964. Proses Kembali Kepada Jiwa Proklamasi 1945; Apakah
Demokrasi Terpimpin Itu? Jakarta: Lembaga Penggali dan Penghimpun
Sedjarah Revolusi Indonesia.

Priyano, Sugeng. 2015. Dinamika Ideologi Partai Politik Keagamaan. Yogyakarta:


Magnum Pustaka Utama.

Sanit, Arbi. 1993. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Sjafruddin. 1950. Islam dalam Pergolakan Dunia. Bandung: Al Ma'arif.

Team ICCI. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Prenada Media.

Wilopo. 1976. Zaman Pemerintah Politik. Jakarta: Yayasan Idayu.

21

Anda mungkin juga menyukai