Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF )

Disusun Oleh :

Nurul Aeni E.0105.21.060


Rani Nuraeni E.0105.21.063

Rani Suryani E.0105.21.064

Rizal Muhammad E.0105.21.069

Sandra Lusiana E.0105.21.075

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

DIPLOMA III KEPERAWATAN TK II

2022
1. DEFINISI

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic fever disingkat
DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok
(Nurarif & Kusuma 2015).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa yang
disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi.
Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017 ).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF
merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis.
Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).

2. ETIOLOGI

Penyebab utama DHF adalah virus dengue yaitu dari kelompok arbovirus B. Sedangkan sebagai
vektornya adalah melalui arthropoda seperti nyamuk dan lalat. Di Indonesia yang paling banyak
sebagai vector virus dengue adalah jenis nyamuk aedes aegypti betina dan aedes albopictus. Sifat
nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya dapat bertahan sampai berbulan-bulan
pada suhu 20- 42C. Bila kelembapan terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian
untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari (Arita Murwani, 2011).

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
kelompok B Arthropod Borne virus ( Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family
Flavivirridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak
berhasil diisolasi(48,6%). Disusul berturut-turut DEN-2 (28,6%). DEN-1 (20%). DEN-4 (2,9%) (Koes Irianto,
2014).

3. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut akan
menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikin,
serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatka adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh
tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan
akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau
syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah
trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani 2018).

4. MANIFESTASI KLINIS

DHF ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah,
nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-
gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan
yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau
ekimosis), perdarahan gusi, epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014) .

Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun
antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga dan
hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014) .

Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :

1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas

2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu
bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
melena atau hematemesis
3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)

4) Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg
atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

5. PATHWAY

6. PENATALAKSANAAN

Ngatsyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DHF ada penatalaksanaan medis dan
keperawataan diantanya :

a. Penatalaksanaan Medis
1) DHF tanpa renjatan

Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pemberian minum sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompreshangat. Jika mengalami kejang-kejang diberi
luminal atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi
atau hematokrit yang cenderung meningkat.

2) DHF disertai renjatan

Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang akibat kebocoran plasma. Caira yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien
dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena
sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.

b. Penatalaksanaan keperawatan

1) Perawatan pasien DBD derajat I

Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan gejala demam,
lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat
mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4
jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat
waktunya disamping kompres hangat jika pasien demam.

2) Perawatan pasien DBD derajat II

Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas
minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasanginfus. Bila keadaan
pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital,
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.

3) Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)

Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penangan yang cepat dan
tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh
pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi
curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan
pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2.
Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit

tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan
khusus.

7. KOMPLIKASI

Apabila penanganan pasien dengan DHF ini lambat, maka pada pasien DHF akam mengalami sebagai berikut
menurut Nur Wakhidah (2015) yaitu:

1) Efusi Pleura

Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan
akan masuk ke dalam pleura.

2) Perdarahan Pada Lambung

Terjadi akibat pasien mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada pasien, sehingga
akan meningkatkan produksi asam lambung. Apabila ini terus berlangsung, maka asam lambung
akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.

3) Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening Terjadi akibat bocornya plasma yang
mengandung cairan dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut,
sehingga organ akan mengalami pembesaran.

4) Hipovolemik

Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma dinding pembuluh
darah.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :

a) Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada pemeriksaan
kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b) Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas timbulnya
antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder
atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya
dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c) Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan
antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue
yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

d) Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague
reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e) ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination inhibitio (HI). Dan bahkan lebih sensitive
dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum
penderita.

f) Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

9. KLASIFIKASI

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan dalam
uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan
di tempat lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah, tekanan
darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

10. PENGKAJIAN
A. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada klien Dengue
Haemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul demam tinggi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu
hati, mual, nafsu makan menurun, nyeri sendi (Desnawati, 2013).

B. Riwayat Kesehatan Sekarang

Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan penyakit dari keluhan saat
sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan. Biasanya klien mengeluh demam yang disertai menggil,
mual, muntah, pusing, lemas, pegal-pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu terdapat
tanda-tanda
perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang bercampur darah, epitaksis..

C. Riwayat Kesehatan yang Lalu

Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit dahulu. Hal ini dikarenakan
DHF disebabkan oleh virus dengue dengan masa inkubasi kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua
bisa terjadi pada pasien yang pernah mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut jarang
terjadi karena pada pasien yang pernah mengalami serangan sudah mempunyai sistem imun pada virus
tersebut.

D. Pengkajian Pola dan Fungsi Kesehatan

a) Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien mengalami mual, muntah
setelah makan.

b) Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien mengalami


kelemahan, nyeri tulang dan sendi, pegal-pegal dan pusing.

c) Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terjadinya terganggunya
istirahat dan tidur.

d) Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran urin menurun, BAB keras.

e) Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti tersayat pada kulit
karena demam sehingga pasien memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi perawatan
diri.

E. Pemeriksaan Fisik Persistem

a) Sistem Pernapasan

Respon imobilisasi atau tirah baring dapat terjadi penumpukan lendir pada bronchi dan
bronkhiolus, perhatikan bila klien tidak bisa batuk dan mengelurkan lendir lakukan auskultasi untuk
mengetahui kelembapan dalam paru-paru.

b) Sistem Kardiovaskular

Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai penurunan tekanan nadi (menjadi 20 mmhg atau
kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg atau kurang), disertai teraba dingin di
kulit dan sianosis merupakan respon terjadi syok, CRT mungkin lambat karena adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan hebat.

c) Sistem Persyarafan

a. Test Nervus Cranial

1) Nervus Olfaktorius (N.I)

Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu
mencium bau, (penciuman, pembauan). Kerusakan saraf ini menyebabkan hilangnya
penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia) (Judha & Rahil, 2011).
2) Nervus Optikus (N.II)

Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina.
Impuls alat kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus
(Judha & Rahil, 2011).

3) Nervus Okulomotorius, Trochearis, Abdusen (N,III,IV,VI)

Fungsi nervus III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama. Fungsinya


ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut
otonom nervus III mengatur otot pupil (Judha & Rahil, 2011).

4) Nervus Trigeminus (N.V)

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian motorik
(porsio minor). Bagian motorik mengurusi otot mengunyah (Judha & Rahil, 2011).

5) Nervus Facialis (N. VII)

Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Juga
membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan lakrimalis. Termasuk
sensasi pengecapan 2/3 bagian anterior lidah (Judha & Rahil, 2011).

6) Nervus Auditorius (N.VIII)

Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang membawa rangsangan dari telinga ke
otak. Saraf ini memiliki 2 buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong
(koklea) disebut akar tengah adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman
(vetibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk keseimbangan (Judha & Rahil, 2011).

7) Nervus Glasofaringeus

Sifatnya majemuk (sensorik dan motorik), yang mensarafi faring, tonsil dan lidah (Judha &
Rahil, 2011).

8) Nervus Vagus

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut (Judha & Rahil, 2011).

9) Nervus Assesorius

Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan trapezius menyebabkan gerakan


menoleh (rotasi) pada kepala (Judha & Rahil, 2011).

10) Nervus Hipoglosus

Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot intrinsik dan
otot ekstrinsik lidah (Judha & Rahil, 2011).

d) Sistem Pencernaan
Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat terjadi sebagai respon dari infeksi
Dengue Haemoragic Fever sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Selain itu
diare atau konstipasi juga dapat terjadi akibatnya klien akan mengalami asupan tidak adekuat dan
perubahan eliminasi BAB.

e) Sistem Endokrin

Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid menunjukkan
peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi tiroid (Muttaqin, 2012).

f) Sistem Integumen

Kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler salah satunya akan
berdampak pada perdarahan di bawah kulit berupa, ptekie, purpura serta akan terjadi peningkatan
suhu tubuh (hipertermi).

g) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya ditemukan adanya keluhan nyeri otot dan sendi terutama bila sendi dan otot perut
ditekan, pusing dan pegal-pegal seluruh tubuh. Akibatnya akan ditemukan gangguan rasa nyaman.

F. Pemriksaan Diagnostik

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) Hb dan PVC meningkat (≥20%)

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig. D dengue positif

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

G. Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah

1. Ds : dipsnea Premiabilitas dinding pembuluh Pola napas tidak efektif


darah meningkat
Do : penggunaan otot bantu
pernapasan, fase ekspirasi memanjang, ⬇
pola napas abnormal ( mis.
takipnea, Menghilangnya plasma melalui
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, endotel dinding pembuluh darah
cheyne-stokes )

Kebocoran plasma ( ke
ekstravaskuler )

Penumpukan cairan pada pleura

Pola napas tidak efektif

2. Ds ; ( tidak tersedia ) Virus masuk ke dalam pembuluh Hipertermia


darah
Do : kulit merah, kejang,
takikardia, takipnea, kulit terasa ⬇
hangat
Menstimulasi sel host inflamasi

Demam

Hipertermia

3. Ds : (tidak tersedia) Pelepasan neurotranamitter Nyeri akut

Do : tekanan darah meningkat, ⬇


pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, Berikatan dengan reseptor nyeri
menarik diri, berfokus pada diri

sendiri, diaforesis
Implus nyeri masuk ke stimulus

Nyeri akut

4. Ds : ( tidak tersedia ) Hepatospenomegali Defisit Nutrisi

Do : berat badan menurun minimal ⬇


10% di bawah rentan ideal
Mendesak lambung


Hcl meningkat

Mual muntah, nafsu makan


menurun

Defisit Nutrisi

5. Ds : ( tidak tersedia ) Premeabilitas dinding pembuluh Hipovolemia


darah meningkat
Do : Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah,tekanan darah ⬇
menurun, tekanan Nadi menyempit,
turgor kulit menyempit, membran Menghilangnya plasma melalui
mukosa kering, volume urin endotel dinding pembuluh darah
menurun, hematokrit meningkat

Kebocoran plasma

Hipovolemia

6. Ds : dipsnea saat/setelah Metabolisme menurun Intoleransi aktivitas


aktifitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktifitas, merasa lelah ⬇

Do : tekanan darah berubah >20% Lemah pusing frekuensi Nadi dan


dari kondisi istirahat, gambaran ekg pernapasan meningkat
menunjukan aritmia saat/setelah

aktivitas, gambaran Ekg
menunjukan iskemia, sianosis Intoleransi aktivitas

7 Ds : menanyakan masalah yang Masuknya virus kedalam tubuh Defisit Pengetahuan


dihadapi

Do : menunjukan perilaku tidak sesuai
anjuran, menunjukan persepsi yang Terbentuknya kompleks virus
keliru terhadap masalah antibodi

MRS


Kurang informasi

Defisit pengetahuan

8 Ds : mengeluh pusing, anoreksia, Masuknya virus kedalam tubuh Ansietas


palpitasi, merasa tidak berdaya

Do : frekuensi napas meningkat,
frekuensi nadi meningkat, Kontak antibodi
tekanan darah meningkat, diaforesis,

tremor, muka tampak pucat, suara
bergetar, kontak mata buruk, sering MRS
berkemih, berorientasi pada masa lalu

Stress hospitalisasi

Ansietas

9. Ds : (tidak tersedia) Agregasi trombosit Resiko Perdarahan

do : (tidak tersedia) ⬇

Trombosit mengalami kerusakan


metamorfosis

Trombositopenia

Resiko pendarahan

10. Ds : (tidak tersedia) Premeabilitas dinding pembuluh Resiko Syok


darah meningkat
Do : ( tidak tersedia )

Menghilangnya plasma darah melalui


endotel dinding pembuluh darah

Kebocoran plasma

Resiko syok

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


1) Pola napas tidak efektif

2) Hipertermia

3) Nyeri akut

4) Defisit nutrisi

5) Hipovolemia

6) Intoleransi aktifitas

7) Defisit pengetahuan

8) Ansietas

9) Risiko perdarahan

10) Risiko syok

12. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Data fokus Tujuan Intervensi Rasional

1. Pola napas tidak Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA


efektif b.d tindakan keperawatan 1
Premiabilitas dinding x 24 jam maka pola a. Manajemen jalan napas a. Manajemen jalan
pembuluh darah napas dengan kriteria napas
 Observasi
meningkat d.d hasil :
 Observasi
1. Monitor pola
Ds : dipsnea 1. Dipsnea menurun
napas ( frekuensi, 1. Mengetahui
Do : penggunaan otot 2. Penggunaan otot kedalaman, usaha napas ) kemampuan pola napas
bantu pernapasan, bantu pernapasan pasien
2. Monitor bunyi napas
fase ekspirasi menurun tambahan ( mis. gurgling, 2. Mengetahui
memanjang, pola
napas abnormal ( mis. 3. Pemanjangan fase mengi, wheezing, ronkhi adanya kelainan pada
ekspirasi menurun kering ) napas
takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, 3. Monitor sputum ( jumlah, 3. Mengetahui
kussmaul, cheyne- warna, aroma ) penyebab pola napas
stokes ) berubah
 Terapeutik
 Terapeutik
1.Posisikan semi fowler atau 1. Memberi jalan
fowler napas

2. Berikan minum hangat 2. Mengencerkan


sputum apabila ada
3. Lakukan fisioterapi dada
3. Mengeluarkan
4. Berikan oksigen, jika perlu sputum

 Edukasi 4. Sebagai pengobatan


( saturasi oksigen )
1. Ajarkan teknik
batuk efektif  Edukasi

 Kolaborasi 1. Pengobatan secara


mandiri
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,  Kolaborasi
ekspektoran, mukolitik jika
perlu. 1. Pengobatan dengan
medis
INTERVENSI PENDUKUNG
INTERVENSI
a. Pengaturan posisi PENDUKUNG

 Observasi a. Pengaturan posisi

1. Monitor status oksigenasi  Observasi


sebelum dan sesudah
mengubah posisi 1. Mengetahui
peningkatan atau
2. Monitor alat traksi agar penurunan status
selalu tepat kesehatan

 Terapeutik 2. Mencegah terjadinya


cedera
1. Atur posisi untuk
mengurangi sesak ( semi -  Terapeutik
fowler )
1. Mengurangi sesak
2. Ubah posisi setiap 2 jam
2. Mencegah terjadinya
dekubitus
2. Hipertermia b.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
virus masuk ke dalam tindakan keperawatan 1
pembuluh darah d.d x 24 jam maka a. Manjemen Hipertermia a. Manajemen
Termoregulasi membaik Hipertermia
Ds ; ( tidak tersedia ) dengan kriteria hasil :  Observasi
 Observasi
1. Identifikasi penyebab
Do : kulit 1. Kulit merah hipertermia ( mis. 1.Mengetahui
merah, kejang, meningkat dehidrasi, terpapar penyebab atau masalah
takikardia, takipnea, lingkungan panas, baru yang akan
2. Takikardia meningkat
kulit terasa hangat penggunaan inkubator ) muncul akibat
3. Takipnea meningkat hipertermi
2. Monitor suhu tubuh
4. Suhu kulit membaik 2. Mengetahui
3. Monitor kadar elektrolit
perkembangan status
 Terapeutik kesehatan

1. Longgarkan atau 3. Mencegah


lepaskan pakaian kemungkinan terjadinya
dehidrasi
 Edukasi
 Terapeutik
1. Anjurkan tirah baring
1. Membantu
 Kolaborasi memperlancar
sirkulasi.udara dari
1. Kolaborasi pemberian tubuh
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu  Kolaborasi

INTERVENSI PENDUKUNG 1. Mencegah


terjadinya terjadi
a. Manajemen kejang dehidrasi
 Observasi INTERVENSI
PENDUKUNG
1. Monitor tanda tanda
vital a. Manjemen Kejang
 Terapeutik  Observasi
1. Dampingi selama periode 1. Untuk
kejang mengetahui status
kesehatan pasien
 Edukasi

1. Anjurkan keluarga
 Terapeutik
menghindari memasukan 1. Dukumemtasi dan
apapun kedalam mulut observasi serta evaluasi
pasien saat kejang kejang
 Kolaborasi  Edukasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Mencegah
konvolsan terjadinya trauma
 Kolaborasi

1. Mencegah terjadinya
frekuensi.kejang

3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA


pelepasan tindakan keperawatan 1
neurotransmiter d.d x 24 jam maka a. Manajemen Nyeri a. Manajemen Nyeri
tingkat nyeri menurun
Ds : (tidak tersedia)  Observasi  Observasi
dengan kriteria hasil :
Do : tekanan darah 1. Identifikasi 1.Menentukan tindakan
1. Tekanan darah
meningkat, pola napas lokasi, karakteristik, durasi, apa yang akan di
membaik
berubah, nafsu makan frekuensi, kualitas, intensitas berikan
berubah, proses 2. Pola napas membaik nyeri
2. Mengethaui
berpikir terganggu,
3. Napsu makan 2. Identifikasi skala nyeri tingkat nyeri
menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, membaik
 Terapeutik  Terapeutik
diaforesis
4. Proses berpikir
1. Berikan teknik 1. Mengurangi rasa
membaik
nonfarmakologis untuk nyeri
5. Perilaku membaik mengurangi rasa nyeri
(mis. Tens, hipnotis,  Edukasi
6. Diaforesis menurun akupresur, terapi musik, 1. Program pengobatan
biofeedback, terapi pijat,
mandiri
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,  Kolaborasi
kompres hangat/dingin,
terapi bermain) 1. Mengurangi rasa
nyeri
 Edukasi

1. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk INTERVENSI
mengurangi rasa nyeri PENDUKUNG

 Kolaborasi a. Latihan.pernapasan

1. Kolaborasi pemberian  observasi


analgetik
1. Mencegah
INTERVENSI PENDUKUNG terjadinya cedera

a. Latihan Pernapasan  Terapeutik

 Observasi 1. Agar pasien mampu


fokus dalam program
1. Identifikasi pelatihan pengobatan
indikasi dilakukan latihan
pernapasan 2. Memberikan rasa
aman nyaman
 Terapeutik
 Edukasi
1. Sediakan tempat yang 1. Sebagai informasi
tenang untuk klien

2. Posisikan pasien nyaman


dan rileks

 Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur latihan pernapasan

4. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA


nafsu makan menurun tindakan keperawatan 1
d.d x 24 jam maka status a. Manajemen Nutrisi a. Manajemen Nutrisi
nutrisi membaik dengan
Ds : ( tidak tersedia ) kriteria hasil :  Observasi  Observasi

Do : berat badan 1. Berat badan membaik 1. Identifikasi status 1. Mengetahui status


menurun minimal nutrisi nutrisi
10% di bawah rentan
2. Identifikasi kebutuhan 2. Mengetahui
ideal
kalori dan jenis nutrien kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
3. Monitor berat badan
3. Mengetahui indeks
 Terapeutik massa tubuh
1. Sajikan makan secara
 Terapeutik
menarik dan suhu yang
sesuai 1. Menambah nafsu
makan
 Kolaborasi
 Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah 1.Mempertahankan gizi
kalori dan jenis nutrien yang seimbang
di butuhkan, jika perlu
INTERVENSI
INTERVENSI PENDUKUNG PENDUKUNG

a. Pemantauan Nutrisi a. Pemantauan Nutrisi

 Observasi  Observasi

1. Identifikasi faktor 1. Mengetahui


yang mempengaruhi asupan faktor yang
gizi (mis. Pengetahuan, mempengaruhi
ketersediaan makanan, asupan gizi
agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah tidak 2. Mengetahui adanya
adekuat, gangguan menelan, perubahan pada berat
penggunaan obat obatan badan
atau pascaoperasi)
3. Mengetahui frekuensi
2. Monitor perubahan yang menyebabkan
berat badan defisit nutrisi

3. Monitor mual dan  Terapeutik


muntah
1. Memonitor berat
 Terapeutik badan

1. Timbang berat badan 2. Memonitor adanya


kelainan pada
2. Ukur antropometri perubahan tubuh
komposisi tubuh ( mis.
Indeks massa tubuh, 3. Adanya perubahan
pengukuran pinggang, dan indeks massa tubuh
ukuran lipatan kulit)
 Edukasi
3. Hitung perubahan berat
badan 1. Standar prosedur
tindakan
 Edukasi

1. Jelaskan tujuan
dan prosedur pemantauan.

5. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA


premeabilitas tindakan keperawatan 1
dinding pembuluh x 24 jam maka status a. Manajemen Hipovolemia a. Manajemen
darah cairan membaik dengan Hipovolemia
 Observasi
meningkat d.d kriteria hasil :
 Observasi
1. Periksa tanda dan gejala
Ds : ( tidak tersedia ) 1. Frekuensi nadi
hipovolemia 1.Salah satu cara untuk
membaik
Do : Frekuensi nadi menegakkan diagnosa
2. Monitor intake dan
meningkat, nadi 2. Kekuatan nadi
outpot cairan 2. Mengetahui
teraba lemah,tekanan meningkat
balance cairan tubuh
darah menurun,  Terapeutik
tekanan Nadi 3. Tekanan darah
 Terapeutik
menyempit, membaik 1. Hitung kebutuhan
turgor kulit cairan 1. Mengetahui asupan
4. Tekanan nadi mem aik
menyempit, membran cairan yang di perlukan
2. Berikan posisi modifiend
mukosa kering, 5. Turgor kulit
trelendeleburg 2. Memperlancar aliran
volume urin menurun, meningkat
hematokrit oksigen ke otak
3. Berikan asupan cairan oral
meningkat 6. Membran mukosa
membaik  Edukasi 3. Mencegah terjadinya
dehidrasi
1. Anjurkan perbanyak
asupan cairan oral  Edukasi

 Kolaborasi 1. mencegah terjadinya


dehidrasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan  Kolaborasi

INTERVENSI PENDUKUNG 1. Mempertahankan


cairan di dalam tubuh
a.Manajemen elektrolit
INTERVENSI
 Observasi PENDUKUNG
1. Monitor kadar a. Manejemen elektrolit
elektrolit
 Observasi
 Terapeutik
1. Mengetahui kadar
1. Berikan cairan, jika elektrolit
perlu
 Terapeutik
2. Berikan diet yang tepat
1. Sebagai terapi
cairan

2. Program pengobatan
6. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
b.d metabolisme tindakan keperawatan 1
menurun d.d x 24 jam maka a. Manajemen energi a. Manajemen energi
toleransi aktivitas
Ds : dipsnea meningkat  Observasi  Observasi
dengan
saat/setelah aktifitas, kriteria hasil :
1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui
merasa tidak
dan emosional kelelahan fisik dan
nyaman setelah 1. Dipsnea menurun
emosional
beraktifitas, merasa  Terapeutik
lelah 2. perasaan lemah
 Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan
Do : tekanan darah nyaman dan rendah 1. Memberikan suasana
berubah >20% dari 3. Tekanan darah
stimulus agar pasien dapat fokus
kondisi istirahat, membaik selama menjalankan
gambaran ekg 2. Lakukan latihan program pengobatan
4. Sianosis menurun
menunjukan aritmia rentang gerak pasif
saat/setelah aktivitas, dan/atau aktif 2. Mencegah terjadinya
gambaran Ekg kaku pada otot dan
menunjukan iskemia,  Edukasi sendi
sianosis
1. Anjurkan latihan aktivitas
 Edukasi
secara bertahap 2. Latihan kepatuhan
program pengobatan
 Kolaborasi
 Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara 1. Menambah energi
meningkatkan asupan
makanan INTERVENSI
PENDUKUNG
INTERVENSI PENDUKUNG
a. Edukasi latihan fisik
a. Edukasi latihan fisik
 Observasi
 Observasi
1. Mengetahui kesiapan
1. Identifikasi kesiapan dan dan kemampuan
kemampuan menerima menerima informasi
informasi
 Terapeutik
 Terapeutik
1. Memudahkan dalam
1. Sediakan materi dan menyampaikan materi
media pendidikan kesehatan
2. Menjalin trust dengan
2. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya
 Edukasi
 Edukasi
1. Penyuluhan kesehatan
1. Menjelaskan materi
7. Defisit pengetahuan b. Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
d kurangnya informasi tindakan keperawatan 1
d.d x 24 jam maka a. Edukasi kesehatan a. Edukasi kesehatan
tingkat pengetahuan
Ds : menanyakan  Observasi  Observasi
meningkat dengan
masalah yang dihadapi kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mengetahui kesiapan
Do : menunjukan kemampuan menerima dan kemampuan
1. Kemampuan
perilaku tidak sesuai informasi menerima informasi
menjelaskan pengetahuan
anjuran, menunjukan tentang suatu topik
persepsi yang keliru  Terapeutik  Terapeutik
meningkat
terhadap masalah 1. Sediakan materi dan 1. Memudahkan dalam
2. Pertanyaan tentang media pendidikan kesehatan menyampaikan materi
masalah yang di hadapi
menurun 2. Berikan kesempatan 2. Menjalin trust
untuk bertanya.
 Edukasi
 Edukasi
1. Penyuluhan kesehatan
1. Jelaskan dan ajarkan INTERVENSI
hidup sehat PENDUKUNG

INTERVENSI PENDUKUNG a. Bimbingan sistem


kesehatan
a. Bimbingan
sistem kesehatan  Observasi

 Observasi 1. Mengetahui
masalah individu,
1. Identifikasi masalah keluarga, dan
kesehatan individu, keluarga, masyarakat
dan masyarakat
 Terapeutik
 Terapeutik
1. Mendukung dalam
1. Fasilitasi pemenuhan program pengobatan
kebutuhan kesehatan
 Edukasi
 Edukasi
1. Standar prosedur
1. Bimbing dalam program
pengobatan

8. Ansietas b.d stress Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA


hospitalisasi d.d tindakan keperawatan 1
x 24 jam maka a. Terapi relaksasi a. Terapi relaksasi
Ds : mengeluh pusing, tingkat ansietas
anoreksia,  Observasi  Observasi
menurun dengan kriteria
palpitasi, merasa tidak hasil :
1. Identifikasi teknik 1. Mengetahui
berdaya
relaksasi yang pernah teknik relaksasi yang
1. Keluhan pusing
Do : frekuensi napas menurun efektif digunakan pernah efektif
meningkat, digunakan
2. Monitor respons
frekuensi nadi 2. Anoreksia menurun
terhadap terapi relaksasi 2. Mengetahui
meningkat,
respons pasien terhadap
tekanan darah 3. Palpitasi menurun  Terapeutik pengobatan
meningkat, diaforesis,
4. Perasaan keberdayaan
tremor, muka tampak 1.Ciptakan lingkungan yang  Terapeutik
membaik
pucat, suara bergetar, tenang tanpa gangguan
kontak mata buruk, 5. Tremor menurun dngan pencahayaan dan 1.Memberikan perasaan
sering berkemih, suhu yang nyman, jika aman nyaman
berorientasi pada memungkinkan
masa lalu  Edukasi
 Edukasi
1. Standar prosedur
1. Jelaskan tujuan, tindakan
manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi INTERVENSI
yang tersedia PENDUKUNG

INTERVENSI PENDUKUNG a. Dukungan emosi

a. Dukungan emosi  Observasi

 Observasi 1. Mengetahui fungsi


marah, frustasi, dan
1. Identifikasi fungsi marah, amuk bagi pasien
frustasi, dan amuk
bagi pasien  Terapeutik

 Terapeutik 1. Dukungan program


pengobatan
1. Fasilitasi mengungkapkan
perasaan cemas, marah,  Edukasi
atau sedih
1. Program pengobatan
 Edukasi

1. Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami

9. Risiko pendarahan d.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA NTERVENSI UTAMA


gangguan koagulasi tindakan keperawatan 1
x 24 jam maka a. Pencegahan perdarahan a. Pencegahan
tingkat perdarahan perdarahan
 Observasi
menurun dengan kriteria
 Observasi
hasil : 1. Monitor tanda gejala
perdarahan 1. Mengontrol tanda
1. Kelembapan membran
gejala perdarahan
mukosa meningkat 2. Monitor nilai
hematokrit/hemoglobin 2. Mencegah
2. Hemoglobin membaik
sebelum dan setelah terjadinya kelainan
3. Hematokrit membaik kehilangan darah pada darah

4. Tekanan darah  Terapeutik  Terapeutik


membaik
1. Pertahankan bed rest 1. Mencegah
selama perdarahan terjadinya perdarahan
banyak
 Edukasi
 Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan 1. Standar prosedur
tindakam
INTERVENSI PENDUKUNG
INTERVENSI
b. Pemantauan tanda vital PENDUKUNG
a. Pemantauan tanda
 Observasi tanda vital

1. Monitor tanda tanda  Observasi


vital
1. Mengontrol tanda
 Terapeutik tanda vital

1. Dokumentasikan hasil  Terapeutik


pemantauan
1. Standar prosedur ti
 Edukasi dakan

1. Jelaskan tujuan dan  Edukasi


prosedur pemantauan
1. Standar prosedur
tindakan

10. Risiko syok d.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
hipoksemia tindakan keperawatan 1
x 24 jam maka a. Pemantauan cairan a. Pemantauan cairan
tingkat syok meningkat
 Observasi  Observasi
dengan kriteria hasil :
1. Monitor tanda tanda 1. Mengontrol tanda
1. Kekuatan nadi vital tanda vital
meningkat
2. Monitor input dan output 2. Mengetahui
2. Tingkat kesadaran
cairan balance cairan di tubuh
meningkat
 Terapeutik  Terapeutik
3. Pucat menurun
1. Dokumentasikan hasil 1. Standar Prosedur
4. Haus menurun
pemantauan tindakan
5. Tekanan nadi
INTERVENSI PENDUKUNG INTERVENSI
membaik
PENDUKUNG
a. Manajemen Hipovolemia
a. Manajemen
Observasi
Hipovolemia
1. Periksa tanda dan gejala
Observasi
hipovolemia
1.Salah satu cara untuk
2. Monitor intake dan
menegakkan diagnosa
outpot cairan
2. Mengetahui
Terapeutik
balance cairan tubuh
1. Hitung kebutuhan
Terapeutik
cairan
2. Berikan posisi modifiend
trelendeleburg 1. Mengetahui asupan
cairan yang di perlukan
3. Berikan asupan cairan oral
2. Memperlancar aliran
Edukasi oksigen ke otak
1. Anjurkan perbanyak 3. Mencegah terjadinya
asupan cairan oral dehidrasi
Kolaborasi Edukasi
1. Kolaborasi pemberian 1. mencegah terjadinya
cairan dehidrasi

Kolaborasi

1. Mempertahankan
cairan di dalam tubuh

13. DAFTAR PUSTAKA

Centre of Health Protection (CHP). 2018. Dengue Fever.


https://www.chp.gov.hk/files/pdf/df_factsheet_indonesian_tc.pdf (diakses 21 Februari 2018)

Fauziah, Isna Arif. 2016. Upaya Mempertahankan Balance Cairan dengan Memberikan Cairan Sesuai dengan
Kebutuhan pada Klien DHF di RSUD pandan Arang Boyolali

Fitria, Anis. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Efektivitas Monitoring
Intake: Studi Kasus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat

Handayani, Ni Kadek Dwi. 2019. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien dengue Haemorraghic
Fever
(DHF) dengan Hipertermia di RSUD sanjawani Gianyar

Jannah, Raudhatul, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Dengue haorragic Fever (DHF)
di Ruang Jaya Negara RSU. Dr. Wahidin sudirohusodo Mojokerto Vol 11 No.2 November 2019

Kardiudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT. Pustaka Baru

Musayyadah, Eirine. 2015. Asuhan Keperawatan Kekurangn Volume Cairan pada Klien dengan DHF (Dengue
Hemorhagic Fever). http://digilib.unusa.ac.id/data_pustaka-12314.html (diakses tahun 2015)

Nilam, Hasry Munandar. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak D yang mengalami Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan Masalah Keperawatan kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit Khusus
Derah Ibu dan Anak pertiwi
Notoaojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta nurarif, Amin Huda
dan Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC
dalam Berbagai Kasus edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis edisi 4. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai