LP DHF
LP DHF
PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER ( DHF )
Disusun Oleh :
2022
1. DEFINISI
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic fever disingkat
DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok
(Nurarif & Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa yang
disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi.
Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017 ).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DHF
merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis.
Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun
(Harmawan 2018).
2. ETIOLOGI
Penyebab utama DHF adalah virus dengue yaitu dari kelompok arbovirus B. Sedangkan sebagai
vektornya adalah melalui arthropoda seperti nyamuk dan lalat. Di Indonesia yang paling banyak
sebagai vector virus dengue adalah jenis nyamuk aedes aegypti betina dan aedes albopictus. Sifat
nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang, telurnya dapat bertahan sampai berbulan-bulan
pada suhu 20- 42C. Bila kelembapan terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian
untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari (Arita Murwani, 2011).
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
kelompok B Arthropod Borne virus ( Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family
Flavivirridae dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, keempat serotipe
ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak
berhasil diisolasi(48,6%). Disusul berturut-turut DEN-2 (28,6%). DEN-1 (20%). DEN-4 (2,9%) (Koes Irianto,
2014).
3. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut akan
menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikin,
serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan produksi
trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatka adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan
mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani
maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh
tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan
akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau
syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena (Murwani 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah
trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani 2018).
4. MANIFESTASI KLINIS
DHF ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah,
nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala-
gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3 demam muncul bentuk perdarahan
yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau
ekimosis), perdarahan gusi, epitaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan
lambung, melena, dan juga hematuria massif (Ngastiyah, 2014) .
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun
antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga dan
hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan
tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang (Ngastiyah, 2014) .
1) Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas
2) Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu
bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
melena atau hematemesis
3) Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4) Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg
atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
5. PATHWAY
6. PENATALAKSANAAN
Ngatsyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DHF ada penatalaksanaan medis dan
keperawataan diantanya :
a. Penatalaksanaan Medis
1) DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pemberian minum sedikit demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat antipiretik dan kompreshangat. Jika mengalami kejang-kejang diberi
luminal atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi
atau hematokrit yang cenderung meningkat.
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang akibat kebocoran plasma. Caira yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien
dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena
sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan gejala demam,
lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat
mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4
jam sekali). Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat
waktunya disamping kompres hangat jika pasien demam.
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas
minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam
keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasanginfus. Bila keadaan
pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda vital,
pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penangan yang cepat dan
tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif. Masalah utama adalah
kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh
pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi
curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran
plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan
pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2.
Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit
tetap dilakukan secara periodik dan semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan
khusus.
7. KOMPLIKASI
Apabila penanganan pasien dengan DHF ini lambat, maka pada pasien DHF akam mengalami sebagai berikut
menurut Nur Wakhidah (2015) yaitu:
1) Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan
akan masuk ke dalam pleura.
Terjadi akibat pasien mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada pasien, sehingga
akan meningkatkan produksi asam lambung. Apabila ini terus berlangsung, maka asam lambung
akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
3) Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening Terjadi akibat bocornya plasma yang
mengandung cairan dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut,
sehingga organ akan mengalami pembesaran.
4) Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma dinding pembuluh
darah.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada pemeriksaan
kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b) Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas timbulnya
antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen
didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder
atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya
dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat
secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c) Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada kemampuan
antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue
yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague
reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination inhibitio (HI). Dan bahkan lebih sensitive
dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum
penderita.
f) Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
9. KLASIFIKASI
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan dalam
uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan
di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan lemah, tekanan
darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
10. PENGKAJIAN
A. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada klien Dengue
Haemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul demam tinggi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu
hati, mual, nafsu makan menurun, nyeri sendi (Desnawati, 2013).
Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan penyakit dari keluhan saat
sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan. Biasanya klien mengeluh demam yang disertai menggil,
mual, muntah, pusing, lemas, pegal-pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu terdapat
tanda-tanda
perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang bercampur darah, epitaksis..
Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit dahulu. Hal ini dikarenakan
DHF disebabkan oleh virus dengue dengan masa inkubasi kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua
bisa terjadi pada pasien yang pernah mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut jarang
terjadi karena pada pasien yang pernah mengalami serangan sudah mempunyai sistem imun pada virus
tersebut.
a) Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien mengalami mual, muntah
setelah makan.
c) Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terjadinya terganggunya
istirahat dan tidur.
d) Eliminasi: pada klien DHF didapatkan klien memngalami diare, hluaran urin menurun, BAB keras.
e) Personal hygine: klien biasanya merasakan pegal dan perasan seperti tersayat pada kulit
karena demam sehingga pasien memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi perawatan
diri.
a) Sistem Pernapasan
Respon imobilisasi atau tirah baring dapat terjadi penumpukan lendir pada bronchi dan
bronkhiolus, perhatikan bila klien tidak bisa batuk dan mengelurkan lendir lakukan auskultasi untuk
mengetahui kelembapan dalam paru-paru.
b) Sistem Kardiovaskular
Akan ditemukan nadi lemah, cepat disertai penurunan tekanan nadi (menjadi 20 mmhg atau
kurang), tekanan darah menurun (sistolik sampai 80 mmHg atau kurang), disertai teraba dingin di
kulit dan sianosis merupakan respon terjadi syok, CRT mungkin lambat karena adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan hebat.
c) Sistem Persyarafan
Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu
mencium bau, (penciuman, pembauan). Kerusakan saraf ini menyebabkan hilangnya
penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia) (Judha & Rahil, 2011).
2) Nervus Optikus (N.II)
Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina.
Impuls alat kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus
(Judha & Rahil, 2011).
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian motorik
(porsio minor). Bagian motorik mengurusi otot mengunyah (Judha & Rahil, 2011).
Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Juga
membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan lakrimalis. Termasuk
sensasi pengecapan 2/3 bagian anterior lidah (Judha & Rahil, 2011).
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang membawa rangsangan dari telinga ke
otak. Saraf ini memiliki 2 buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong
(koklea) disebut akar tengah adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman
(vetibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk keseimbangan (Judha & Rahil, 2011).
7) Nervus Glasofaringeus
Sifatnya majemuk (sensorik dan motorik), yang mensarafi faring, tonsil dan lidah (Judha &
Rahil, 2011).
8) Nervus Vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut (Judha & Rahil, 2011).
9) Nervus Assesorius
Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot intrinsik dan
otot ekstrinsik lidah (Judha & Rahil, 2011).
d) Sistem Pencernaan
Akan ditemukan rasa mual, muntah dapat terjadi sebagai respon dari infeksi
Dengue Haemoragic Fever sehingga dapat menyebabkan penurunan nafsu makan. Selain itu
diare atau konstipasi juga dapat terjadi akibatnya klien akan mengalami asupan tidak adekuat dan
perubahan eliminasi BAB.
e) Sistem Endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid menunjukkan
peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi tiroid (Muttaqin, 2012).
f) Sistem Integumen
Kebocoran plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler salah satunya akan
berdampak pada perdarahan di bawah kulit berupa, ptekie, purpura serta akan terjadi peningkatan
suhu tubuh (hipertermi).
g) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan adanya keluhan nyeri otot dan sendi terutama bila sendi dan otot perut
ditekan, pusing dan pegal-pegal seluruh tubuh. Akibatnya akan ditemukan gangguan rasa nyaman.
F. Pemriksaan Diagnostik
G. Analisa Data
Kebocoran plasma ( ke
ekstravaskuler )
Demam
Hipertermia
Nyeri akut
⬇
Hcl meningkat
Defisit Nutrisi
Kebocoran plasma
Hipovolemia
MRS
⬇
Kurang informasi
Defisit pengetahuan
Stress hospitalisasi
Ansietas
do : (tidak tersedia) ⬇
Trombositopenia
Resiko pendarahan
Kebocoran plasma
⬇
Resiko syok
2) Hipertermia
3) Nyeri akut
4) Defisit nutrisi
5) Hipovolemia
6) Intoleransi aktifitas
7) Defisit pengetahuan
8) Ansietas
9) Risiko perdarahan
1. Anjurkan keluarga
Terapeutik
menghindari memasukan 1. Dukumemtasi dan
apapun kedalam mulut observasi serta evaluasi
pasien saat kejang kejang
Kolaborasi Edukasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Mencegah
konvolsan terjadinya trauma
Kolaborasi
1. Mencegah terjadinya
frekuensi.kejang
1. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk INTERVENSI
mengurangi rasa nyeri PENDUKUNG
Kolaborasi a. Latihan.pernapasan
Edukasi
Observasi Observasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur pemantauan.
2. Program pengobatan
6. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
b.d metabolisme tindakan keperawatan 1
menurun d.d x 24 jam maka a. Manajemen energi a. Manajemen energi
toleransi aktivitas
Ds : dipsnea meningkat Observasi Observasi
dengan
saat/setelah aktifitas, kriteria hasil :
1. Monitor kelelahan fisik 1. Mengetahui
merasa tidak
dan emosional kelelahan fisik dan
nyaman setelah 1. Dipsnea menurun
emosional
beraktifitas, merasa Terapeutik
lelah 2. perasaan lemah
Terapeutik
menurun 1. Sediakan lingkungan
Do : tekanan darah nyaman dan rendah 1. Memberikan suasana
berubah >20% dari 3. Tekanan darah
stimulus agar pasien dapat fokus
kondisi istirahat, membaik selama menjalankan
gambaran ekg 2. Lakukan latihan program pengobatan
4. Sianosis menurun
menunjukan aritmia rentang gerak pasif
saat/setelah aktivitas, dan/atau aktif 2. Mencegah terjadinya
gambaran Ekg kaku pada otot dan
menunjukan iskemia, Edukasi sendi
sianosis
1. Anjurkan latihan aktivitas
Edukasi
secara bertahap 2. Latihan kepatuhan
program pengobatan
Kolaborasi
Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara 1. Menambah energi
meningkatkan asupan
makanan INTERVENSI
PENDUKUNG
INTERVENSI PENDUKUNG
a. Edukasi latihan fisik
a. Edukasi latihan fisik
Observasi
Observasi
1. Mengetahui kesiapan
1. Identifikasi kesiapan dan dan kemampuan
kemampuan menerima menerima informasi
informasi
Terapeutik
Terapeutik
1. Memudahkan dalam
1. Sediakan materi dan menyampaikan materi
media pendidikan kesehatan
2. Menjalin trust dengan
2. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya
Edukasi
Edukasi
1. Penyuluhan kesehatan
1. Menjelaskan materi
7. Defisit pengetahuan b. Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
d kurangnya informasi tindakan keperawatan 1
d.d x 24 jam maka a. Edukasi kesehatan a. Edukasi kesehatan
tingkat pengetahuan
Ds : menanyakan Observasi Observasi
meningkat dengan
masalah yang dihadapi kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Mengetahui kesiapan
Do : menunjukan kemampuan menerima dan kemampuan
1. Kemampuan
perilaku tidak sesuai informasi menerima informasi
menjelaskan pengetahuan
anjuran, menunjukan tentang suatu topik
persepsi yang keliru Terapeutik Terapeutik
meningkat
terhadap masalah 1. Sediakan materi dan 1. Memudahkan dalam
2. Pertanyaan tentang media pendidikan kesehatan menyampaikan materi
masalah yang di hadapi
menurun 2. Berikan kesempatan 2. Menjalin trust
untuk bertanya.
Edukasi
Edukasi
1. Penyuluhan kesehatan
1. Jelaskan dan ajarkan INTERVENSI
hidup sehat PENDUKUNG
Observasi 1. Mengetahui
masalah individu,
1. Identifikasi masalah keluarga, dan
kesehatan individu, keluarga, masyarakat
dan masyarakat
Terapeutik
Terapeutik
1. Mendukung dalam
1. Fasilitasi pemenuhan program pengobatan
kebutuhan kesehatan
Edukasi
Edukasi
1. Standar prosedur
1. Bimbing dalam program
pengobatan
1. Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami
10. Risiko syok d.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
hipoksemia tindakan keperawatan 1
x 24 jam maka a. Pemantauan cairan a. Pemantauan cairan
tingkat syok meningkat
Observasi Observasi
dengan kriteria hasil :
1. Monitor tanda tanda 1. Mengontrol tanda
1. Kekuatan nadi vital tanda vital
meningkat
2. Monitor input dan output 2. Mengetahui
2. Tingkat kesadaran
cairan balance cairan di tubuh
meningkat
Terapeutik Terapeutik
3. Pucat menurun
1. Dokumentasikan hasil 1. Standar Prosedur
4. Haus menurun
pemantauan tindakan
5. Tekanan nadi
INTERVENSI PENDUKUNG INTERVENSI
membaik
PENDUKUNG
a. Manajemen Hipovolemia
a. Manajemen
Observasi
Hipovolemia
1. Periksa tanda dan gejala
Observasi
hipovolemia
1.Salah satu cara untuk
2. Monitor intake dan
menegakkan diagnosa
outpot cairan
2. Mengetahui
Terapeutik
balance cairan tubuh
1. Hitung kebutuhan
Terapeutik
cairan
2. Berikan posisi modifiend
trelendeleburg 1. Mengetahui asupan
cairan yang di perlukan
3. Berikan asupan cairan oral
2. Memperlancar aliran
Edukasi oksigen ke otak
1. Anjurkan perbanyak 3. Mencegah terjadinya
asupan cairan oral dehidrasi
Kolaborasi Edukasi
1. Kolaborasi pemberian 1. mencegah terjadinya
cairan dehidrasi
Kolaborasi
1. Mempertahankan
cairan di dalam tubuh
Fauziah, Isna Arif. 2016. Upaya Mempertahankan Balance Cairan dengan Memberikan Cairan Sesuai dengan
Kebutuhan pada Klien DHF di RSUD pandan Arang Boyolali
Fitria, Anis. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Efektivitas Monitoring
Intake: Studi Kasus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat
Handayani, Ni Kadek Dwi. 2019. Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien dengue Haemorraghic
Fever
(DHF) dengan Hipertermia di RSUD sanjawani Gianyar
Jannah, Raudhatul, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Dengue haorragic Fever (DHF)
di Ruang Jaya Negara RSU. Dr. Wahidin sudirohusodo Mojokerto Vol 11 No.2 November 2019
Kardiudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT. Pustaka Baru
Musayyadah, Eirine. 2015. Asuhan Keperawatan Kekurangn Volume Cairan pada Klien dengan DHF (Dengue
Hemorhagic Fever). http://digilib.unusa.ac.id/data_pustaka-12314.html (diakses tahun 2015)
Nilam, Hasry Munandar. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak D yang mengalami Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan Masalah Keperawatan kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit Khusus
Derah Ibu dan Anak pertiwi
Notoaojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta nurarif, Amin Huda
dan Hardi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC
dalam Berbagai Kasus edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja
Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis edisi 4. Jakarta: Salemba
Medika