Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKHLAK, ETIKA DAN MORAL

Disusun Oleh :
1. Juni Hartati
2. Aminah Harahap
3. Hartati Harahap
4. Arini Riski
5. Nelly Khoiriyah Siregar

Dosen Pembimbing : Saimarlina Harahap, S.Pd., M.Pd

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS


PRODI SISTEM INFORMASI
(ITS) PALUTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang.Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Gunungtua, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika,.......................................................................... 3
B. Pengertian Akhlak....................................................................... 3
C. Pengertian Moral......................................................................... 3
D. Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral............................................ 9
E. Hubungan Akhlak dengan Tasawuf dan Ilmu-Ilmu Lainnya...... 10
F. Indikator Berakhlak dan Beriman............................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 15
B. Saran............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan merupakan kenyataan duniawi yang bersifat objektif dan harus
menjadi kesadaran bersama yaitu tentang adanya hukum-hukum atau kaidah-
kaidah yang berlaku dan mengikat di alam ini. Segala unsur ciptaan, baik berupa
benda-benda alam, tumbuhan, binatang dan manusia semuanya memiliki unsur-
unsur hukum kehidupan. Relasi dan interaksi merupakan bukti adanya keterikatan
satu sama lain.
Manusia sebagai bagian dari unsur alam dengan segala kelebihan yang
dimilikinya, diharuskan untuk membangun interaksi dengan sesamanya dan
membangun relasi dengan unsur-unsur lainnya. Setiap tingkah laku manusia akan
diidentifikasikan dengan suatu nilai tertentu, yaitu baik dan buruk atau benar dan
salah. Istilah-istilah inilah yang kemudian kita kenal dengan nilai-nilai moral,
etika dan akhlak.
Islam merupakan agama santun karena menjunjung tinggi pentingnya
etika, moral dan akhlak. Akhlak merupakan salah satu dari ketiga kerangka dasar
ajaran Islam yang memiliki kedudukan sangat penting yang dihasilkan dari proses
penerapan aqidah dan syariah. Ibarat sebuah bangunan akhlak merupakan
kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat.
Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi dengan istilah karakter yang
sebenarnya memiliki esensi yang sama yakni sikap dan perilaku seseorang. Dalam
konteks inilah Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia.
Tingkah laku yang mencakup moral, etika dan akhlak merupakan sesuatu
yang dinamis, ia dapat berubah setiap saat, tetapi ketika tingkah laku itu sering
dilakukan, maka akan menjadi bagian dari kepribadian seseorang. Namun dalam
Islam sendiri hal-hal itu bersifat mutlak karena berasal dari dzat yang mutlak yaitu
Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan antara etika, moral dan akhlak?

1
2. Bagaimana hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya?
3. Bagaimana cara menciptakan manusia yang berbudaya dalam arti beretika,
bermoral dan berakhlak?
4. Bagaimana Indikator Berakhlak dan Beriman?

C. Tujuan
1. Mengetahui perbedaan antara etika, moral dan akhlak
2. Mengetahui hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya
3. Mengetahui cara menciptakan manusia yang berbudaya dalam arti
beretika, bermoral dan berakhlak
4. Mengetahui Indikator Berakhlak dan Beriman

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika Lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat,
karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia (Rahmat
Djatnika, 1992:26).
B. Pengertian Akhlak
Sementara kata "akhlak" merupakan bentuk jamak dari kata khuluk secara
etimologis artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi'at. Sedangkan
secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk, antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia
lahir dan batin.
Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak
adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang
harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.
C. Pengertian Moral
Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin "mores" kata jamak dari kata
"mos" yang berarti adat kebiasaaan, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam
hal ini adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima
oleh masyarakat, mana yang baik dan wajar. Jadi bisa dikaitkan moral adalah
perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima
meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu..
Jadi dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang
persoalan baik dan buruk berdasarkan akal pikiran manusia, sedangkan moral
adalah suatu hal yang berkenaan dengan baik dan buruk dengan ukuran tradisi dan
budaya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Berbeda dengan etika dan
moral, akhlak adalah bagian yang membicarakan masalah baik dan buruk dengan
ukuran wahyu atau al Qur’an dan hadits.

3
Persoalan baik (al husnu) dan buruk (al khutb) telah menjadi perdebatan sejak
era awal kebangkitan Islam. Pada era itu kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa
ukuran baik dan buruk adalah ditentukan oleh akal manusia. Manusia memiliki
kualitas akal yang menyebabkannya mampu bahkan menentukan mana yang baik
dan mana yang buruk. Berbeda dengan aliran Mu’tazilah, aliran Ahlu Sunnah
berpandangan bahwa ukuran tentang al husnu dan al khutb adalah ditentukan oleh
wahyu, bukan oleh akal atau rasio manusia. Memang Allah telah mengkaruniai
manusia dengan kualitas akal, akan tetapi akal tersebut terbatas hanya mampu
mengenal hal-hal yang kongkrit, sesuatu yang bisa dinalar (rasional).
Masalah perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela adalah wilayah kajian
akhlak. Akhlak merupakan barometer yang menyebabkan seseorang mulia dalam
pandangan Allah dan manusia. Akhlak adalah sikap atau prilaku baik dan buruk
yang dilakukan secara terus-menerus dan diperankan oleh seseorang tanpa
disengaja atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Akhlak yang terpuji
dinamakan akhlak al karimah (akhlak mahmudah). Sedangkan akhlak buruk atau
tercela dinamakan akhlak mazmumah. Seseorang akan berakhlak baik atau
sebaliknya karena dipengaruhi oleh hati (al qalb). Artinya, bahwa perbuatan baik
atau buruk dalam kategori akhlak bukan didasarkan kepada pertimbangan akal,
tradisi atau pengalaman, tetapi karena bisikan hati sanubari yang ada pada setiap
orang.
itu. Menurut Ibn Arabi, dorongan untuk melakukan perbuatan baik atau
sebaliknya adalah karena pada diri seseorang itu terdapat tiga jenis nafsu, yaitu
nafsu syahwaniyyah, nafsu ghadabiyyah, dan nafsu anhathiqah.
a. Nafsu syahwaniyyah adalah nafsu yang mendorong seseorang untuk
menikmati kesenangan hidup. Nafsu jenis ini bukan hanya ada pada manusia,
tetapi juga ada pada binatang. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu
syahwaniyyah akan senantiasa terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang
hanya menyenangkan kebutuhan fisik atau biologis, seperti makan, minum,
berhubungan sex, dan sejenisnya. Manusia yang kelebihan nafsu
syahwaniyyah akan mendorongnya bersifat hedonis, materialis dan
individualis.

4
b. Nafsu yang kedua adalah nafsu ghadabiyyah. Seperti halnya nafsu
syahwaniyyah, nafsu ghadabiyyah juga dimiliki oleh selain manusia yaitu
binatang. Seseorang yang dikendalikan oleh nafsu ghadabiyyah akan
menyebabkannya cenderung bersifat pemarah, tegas, tidak tenang, egois, tidak
kompromi, menang sendiri, dan tergesa-gesa. Nafsu jenis ini bahkan lebih
berbahaya dari pada nafsu syahwaniyyah karena di samping menyebabkan
seseorang bersifat pemarah, juga mendorong seseorang untuk bersifat iri,
dengki, hasut dan fitnah.
c. Nafsu yang ketiga adalah nafsu anhatiqqah. Nathiq artinya berpikir atau
berwawasan luas. maka yang dimaksud dengan nafsu nathiqah adalah
dorongan yang menyebabkan seseorang itu berpikir, dan berzikir terhadap
fenomena-fenomena alam dan kekuasaan Allah. Seseorang yang dikendalikan
oleh nafsu nathiqah akan menyebabkannya menjadi orang yang sadar,
bersyukur dan berterima kasih kepada Allah karena telah memberikan
sejumlah nikmah dan angerah-Nya kepada manusia.
Seseorang yang bersyukur kepada Allah akan senantiasa melakukan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya yang lazimnya dinamakan
taqwa. Dalam bahasa lain bahwa manusia yang dikendalikan oleh nafsu nathiqah
akan selalau bersikap terpuji, sopan, santun, punya tatakrama, saling menyayangi
dan menghormati, gemar membantu, peka atau peduli, hidup bersih, disiplin,
tekun dan rajin, sabar, jujur, adil, amanah, selalu benar, merasakan apa yang
dirasakan orang lain (empati), punya semangat hidup dan senantiasa toleran,
transparan dan akuntabel. Berikut merupakan macam-macam akhlak:
1. Akhlak kepada Allah
a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan segala perintah Allah dan
menjauhi larangannya.
b. Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan
kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. Berzikir kepada
Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a
merupakan inti ibadah, karena itu merupakan pengakuan akan keterbatasan
dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan

5
Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam ajaran Islam sangat
luar biasa, karena itu mampu menembus kekuatan akal manusia. Oleh
karena itu berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia
yang bersatu secara utuh dalam aktifitas hidup setiap muslim. Sedangkan
orang yang tidak pernah berdo’a adalah orang yang tidak menerima
keterbatasan dirinya sebagai manusia karena itu dipandang sebagai orang
yang sombong dan Allah sangat membenci perilaku sombong.
d. Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan
menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan.
e. Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah. Mengakui
bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa,
dengan mengakui secara sadar bahwa tidak layak hidup dengan angkuh
dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah.

2. Akhlak kepada diri sendiri


a. Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya. Sabar
diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika
ditimpa musibah.
b. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang
tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan
dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan
alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang
dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk
melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
3. Akhlak kepada keluarga
a. Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara
anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi.

6
b. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya dengan
ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam
bentuk-bentuk perbuatan antara lain, menyayangi dan mencintai ibu bapak
sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah
lembut, mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka
jika sudah tua.
4. Akhlak kepada sesama manusia
a) Akhlak terpuji (Mahmudah)
1. Husnuzan, berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (Prasangka).
Husnuzan berarti prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata
husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk terhadap
seseorang .
2. Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan kepada
Allah dan Rasul-Nya antara lain:
 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan
Rasul-Nya Adalah untuk kebaikan manusia.
 Meyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti
berakibat buruk.
b) Hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan).
Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia
telah berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif baik bagi
pelakunya sendiri maupun orang lain.
1. Tawaduk
Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang
merendahkan diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Allah
berfirman , Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya, dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. Al Isra/17:24)
Ayat di atas menjelaskan perintah tawaduk kepada kedua orang tua.
2. Tasamu
sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama
manusia.Allah berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S.

7
Alkafirun/109: 6) Ayat tersebut menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas
melaksanakan ajaran agama yang diyakini.
3. Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu
dengan sesama manusia. Allah berfirman, ”...dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan...”(Q.S. Al Maidah/5:2).
Akhlak tercela (Mazmumah)
4. Hasad
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu
melihat orang lain beruntung. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu iri hati
terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian
yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya...” (Q.S. AnNisa/4:32)
5. Dendam
Dendam yaitu keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk
membalas kejahatan. Allah berfirman, ”Dan jika kamu membalas, maka balaslah
dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Tetapi
jika kamu bersabar, sesungguhlah itulah yang terbaik bagi orang yang sabar”
(Q.S. An Nahl/16:126)
6. Gibah dan Fitnah
Membicarakan kejelekan orang lain dengan tujuan untuk menjatuhkan
nama baiknya. Apabila kejelekan yang dibicarakan tersebut memang dilakukan
orangnya dinamakan gibah. Sedangkan apabila kejelekan yang dibicarakan itu
tidak benar, berarti pembicaraan itu disebut fitnah. Allah berfirman, ”...dan
janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu
kamu merasa jijik...” (Q.S. Al Hujurat/ 49:12)
7. Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi

8
perselisihan antara keduanya. Allah berfirman, ”Wahai orang-orang yang
beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita maka
telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
(Q.S. Al Hujurat/49:6)
Berikut adalah beberapa cara agar seseorang mampu mengendalikan nafsu
syahwaniyyah dan ghadabiyyah yang dapat menyebabkan manusia tidak
berakhlak mulia, yaitu:
a. Tekun melakukan segala perintah Allah dan meninggalkan segala
laranganNya (ijtinabu al manhiyat)
b. Melakukan amalan-amalan wajib (adaa al wajibah), amal-amalan sunnat
(adaa al nafillah)
c. Melakukan al-riyadhah, berupa latihan-latihan spiritual seperti berzikr,
berpikir, bertahannus, instropeksi diri, dan sejenisnya.
Dengan tiga pendekatan ini memungkinkan hati seseorang akan menjadi
lebih bersih dalam arti beriman dan berakhlak mulia. Sedangkan menurut para
sufi, hati manusia terbagi menjadi 3, diantaranya:
1. Hati yang mati, yaitu hatinya orang kafir.
2. Hati yang hidup, yaitu hatinya orang beriman.
3. Hati yang redup, yaitu hatinya orang munafik.
D. Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral
Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam mempunyai karakteristik sebagai
berikut. (Hamzah Yakub. 1996:11)
a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang
baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.
c. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik
buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.
d. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan
dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia di segala waktu dan tempat.

9
e. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak
yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa akhlak berbeda dengan
etika dan moral. Akhlak lebih bersifat transcendental karena berasal dan
bersumber dari Allah, sedangkan etika dan moral bersifat relatif, dinamis, dan
nisbi karena merupakan pemahaman dan pemaknaan manusia melalui elaborasi
ijtihadnya terhadap persoalan baik dan buruk demi kesejahteraan hidup manusia
di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Sehingga etika dan moral senantiasa
bersifat dinamis, berobah-obah sesuai dengan perkembangan kondisi, situasi dan
tuntutan manusia. Etika sendiri baik dan buruknya ditentukan oleh akal pikiran
manusia yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan.
Begitu juga dengan moral sebagai aturan baik buruk yang didasarkan
kepada tradisi, adat budaya yang dianut oleh sekelompok masyarakat juga
bertujuan untuk terciptanya keselarasan hidup manusia. Etika, moral dan akhlak
merupakan salah satu cara untuk menciptakan keharmonisan dalam hubungan
antara sesama manusia (habl minannas) dan hubungan vertikal dengan khaliq
(habl minallah).
E. Hubungan Akhlak dengan Tasawuf dan Ilmu-Ilmu Lainnya
Hubungan vertikal antara manusia dengan Allah sebagai rabbul ‘alamin,
dalam khazanah keislaman dikenal dengan istilah tasawuf. Tasawuf adalah proses
pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mencucikan hati sesuci-sucinya (tasfiat
al Qalb). Tuhan yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci
hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam
pengamalannya tasawuf tidak dapat lepas dari fiqh, sebab fiqh merupakan aspek
zhahir ajaran agama Islam sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam
yang sebenarnya adalah paduan dari aspek zhahir dan bathin secara seimbang.
Orang yang suci hatinya akan tercermin dari air muka dan perilaku yang
baik (akhlak mahmudah). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran
dari hati yang suci, sebaliknya akhlak yang buruk merupakan gambaran dari hati
yang busuk. Dengan demikian, agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik
(akhlak mahmudah) adalah dengan mengamalkan tasauf secara sistematis. Yatu
ada Al-Wajibaat (melaksanakan semua kewajiban), ada Al-Nafilaat

10
(Melaksanakan yang sunat-sunat dan Al-Riyaadlooh (latihan spiritual). Inti
riyadhoh dalam tasawuf adalah dzikir.
(Syaifullah, 1998). Menurut Zun Nun al Misri salah seorang sufi terkenal,
bahwa hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan tetapi bahkan bisa
mengenal dan melihat Tuhan (al Ma’rifah). (Hamka, 1778) Menurutnya,
pengetahuan manusia itu terbagi tiga, yaitu;
 Pengetahuan orang awam yang mengenal Allah hanya dengan cara
mengucap dua kalimat Syahadat.
 Pengetahuan ulama, yaitu mengenal Allah dengan menggunakan akal
pikirannya (ra’yu)
 Pengetahuan orang sufi, dimana mengenal dan mendekati Allah dengan
menggunakan hati sanubarinya yang terdalam (Basyirah).
Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa antara akhlak dan tasawuf memiliki
hubungan yang erat dan saling mendukung. Artinya, bahwa akhlak yang baik,
terpuji (mahmudah) dan mulia (karimah) bukanlah didasari oleh ucapan dan akal
pikiran semata, melainkan dari hati sanubari yang terdalam.
Manusia yang berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat hatinya.
Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (amoral) adalah manusia yang kotor
dan sakit hatinya. Seseorang yang mengalami penyakit hati dalam arti fisik, jika
tidak segera diobati maka kondisi akan bertambah parah atau bahkan akan mati.
Padahal hakikatnya mati bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan pintu
dari kehidupan selanjutnya. Hal ini tentu berbeda dengan orang yang mengalami
penyakit hati dalam arti kebatinan, jika tidak dibersihkan atau segera diobati,
maka malapetaka yang diakibatkannya bukan hanya di dunia, tetapi sampai ke
akhirat yang abadi kelak. Oleh karena itu upaya untuk membersihkan,
memelihara, mencegah dan mengobati agar hati tetap senantiasa sehat, bersih
dalam arti berakhlak mulia senantiasa perlu dijadikan prioritas utama.
Al-Qur’an dan al-hadits sangat menekankan kejujuran, kesetiakawanan,
persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong- menolong, murah hati, suka
memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, ramah-tamah, bersih
hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berpikir

11
lurus. Sejumlah nilai-nilai positif tersebut adalah amalan tasawuf yang harus
dimiliki oleh seorang muslim agar senantiasa dekat dengan Allah SWT.
Selain dengan tasawuf, akhlak juga berkaitan dengan ilmu tauhid, psikologi,
dan ilmu pendidikan. Kalau ilmu tauhid tampil dalam memberikan landasan
terhadap ilmu akhlak, maka akhlak tampil dengan memberikan penjabaran dan
pengalaman dari Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tiada artinya, dan
akhlak yang mulia tanpa tauhid maka tidak akan kokoh. Selain itu tauhid
memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan
tersebut.
Kaitan akhlak dengan ilmu Jiwa ada pada pokoh bahasannya, yaitu sama-
sama membicarakan gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.
Melalui ilmu jiwa dapat diketahui psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang
bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan, akan melahirkan
perbuatan yang baik, dan benar, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat
kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan
digolongkan sebagai akhlak buruk (mazmumah).
Hubungan akhlak dengan pendidikan juga sangat erat. Tujuan pendidikan
dalam pandangan Islam adalah berhubungan dengan kualitas manusia yang
berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah
yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa, pendidikan budi
pekerti adalah adalah jiwa dari pendidikan islam, dan islam telah menyimpulkan
bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. (Azmi,
2006). Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari
pendidikan. Selanjutnya Al-Attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul fatah jalal mengatakan bahwa tujuan
umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
F. Indikator Berakhlak dan Beriman
Hati yang bersih dan sehat merupakan indikator orang yang berakhlak dan
beriman. Hal ini sesuai dengan apa yang diisyaratkan oleh Al Ghazali bahwa
indikator manusia berakhlak (husnu al khuluq) adalah tertanamnya iman dalam

12
hatinya. Sebaliknya, manusia yang tidak berakhlak (su’ al khuluq) adalah manusia
yang ada nifaq dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Tuhan, tidak
ada kesesuaian antara hati dan perbuatan.
Iman menurut sebagian para sufi adalah diibaratkan dengan akar bagi sebuah
pohon. Akar yang baik, sehat, segar dan kuat akan menyebabkan tumbuhnya
pohon dengan besar, cabangnya yang rindang, daun-daunnya yang hijau serta
buahnya yang banyak. Pohon yang rindang tersebut akan senantiasa bermanfaat
bagi alam sekitar, baik untuk tempat berteduh bagi orang yang kelelahan, atau
bisa dimanfaatkan daun, bunga, buah, dahan, ranting dan batangnya. Sebaliknya
akar yang rusak, keropos dan busuk akan menyebabkan pohon dan daunnya akan
layu, kering dan tidak berbuah. Pohon seperti ini akan menjadi ancaman bagi alam
sekitar, karena ranting-rantingnya yang kering dan rapuh bisa menimbulkan
malapetaka bagi setiap makhluk yang lewat di bawahnya.
Pohon yang rindang diibaratkan dengan orang beriman yang hatinya berkilau,
bercahaya dan bersinar. Seseorang yang memiliki iman di dalam hatinya, maka
akan senantiasa menjadi bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya
pohon yang kering dan rapuh diibaratkan dengan orang kafir, munafiq dan
musyrik yang hatinya hitam, kotor dan pekat. Hidup dan kehidupannya senantiasa
menyebabkan kerusakan bagi lingkungan sekitarnya.
Dalam konteks ini, mengutip pandangan Muhammad al Ghazali (1996), bahwa
ciri atau tanda-tanda manusia beriman adalah sebagai berikut:
1. Manusia yang khusuk dalam shalatnya;
2. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna;
3. Selalu kembali pada Allah;
4. Selalu memuji dan mengagungkan Allah;
5. Selalu mengabdi kepada Allah;
6. Bergetar hatinya bila disebut-sebut nama Allah;
7. Berjalan di muka bumi dengan tawadhu tidak sombong dan angkuh;
8. Bersikap arif terhadap orang awam;
9. Mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri;
10. Menghormati tamu dan selalu menghargai tetangga;
11. Berbicara selalu baik, santun dan penuh makna;

13
12. Tidak banyak bicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala
persoalan;
13. Tidak menyakiti orang lain, baik dengan ucapan, pemikiran dan perbuatan.
Sedangkan menurut Anwar ciri-ciri orang berakhlak adalah selalu ridho
kepada Allah, cinta dan beriman rukun iman yang enam, taat beribadah, selalu
menepati janji, amanah, sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah, tawakal,
sabar, syukur, dan tawadhu. (Anwar, 2008).

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa antara etika, moral,
dan akhlak memiliki kesamaan arti, cakupan dan tujuan. Namun memiliki
perbedaan satu sama lainnya. Dalam perspektif Islam akhlak dan tasawuf sangat
berkaitan erat karena sama-sama bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Akhlak adalah salah satu dimensi keilmuan yang perlu digunakan dalam
berbagai lini dan profesi kehidupan untuk meningkatkan kualitas ilmu, iman dan
amal. Keberadaannya bahkan dianggap mampu menentukan maju atau mundurnya
suatu negara, agama, dan bangsa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :

1. Akhlak, etika dan moral adalah suatu disiplin ilmu yang membicarakan
tentang persoalan baik dan buruk
2. Antara akhlak, etika dan moral, memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah sama-sama mengkaji masalah baik dan buruk,
sedangkan perbedaanya adalah terletak pada landasan yang dipakai;
3. Dalam konteks sejarah, antara akhlak dan tasawuf memiliki tujuan dan
esensi yang sama, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah;
4. Indikator orang berakhlak adalah beriman atau tidaknya seseorang. Salah
satu karakter seseorang dikatakan beriman adalah ketika ia mampu
melahirkan kedamaian dan ketenteraman bagi alam lingkungannya.

B. Saran

Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca


maupun penyusun dapat menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai
dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

Daud Ali, 2002. Muhammad, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Djatnika, Rahmat. 1996. Sistem Ethika Islami, Jakarta: Pustaka Panjimas. diakses
pada tanggal 20 Oktober 2023

Hamka, 1987. Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas diakses pada tanggal
20 Oktober 2023

Kahar Masyur, tt, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta : Rineka Cipta diakses
pada tanggal 20 Oktober 2023

Moh Saifulloh Al Azizz, 1998, Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya:Terbit Terang


diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Muhyidin, Muhammad. 2010: Kok Aku Susah Melulu Ya. Jogjakarta:Flashbooks


diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

Syaikh Muhammad Al-Ghazali, 1996, Kayfa Nata’amal Ma’al-Qur’an, Bandung:


Mizan Zainal diakses pada tanggal 20 Oktober 2023

16

Anda mungkin juga menyukai