Anda di halaman 1dari 108

PENERAPAN AKAD IJARAH PADA LAHAN PERTANIAN DENGAN

SISTEM BAYAR SETELAH PANEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN

PENDAPATAN PETANI

(Studi Kasus di Desa Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)

Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah
Jurusan Ekonomi Syari’ah

Oleh :
ANNA MARIA ULFA
NIM: 1729171092
NIRM: 2017.4.171.0029.1.000090

SEKOLAH TINGGI EKONOMI SYARI’AH AL FALAH

Petung Panceng Gresik


PENERAPAN AKAD IJARAH PADA LAHAN PERTANIAN DENGAN

SISTEM BAYAR SETELAH PANEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN

PENDAPATAN PETANI

(Studi Kasus di Desa Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)

Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah
Jurusan Ekonomi Syari’ah

Oleh :
ANNA MARIA ULFA
NIM: 1729171092
NIRM: 2017.4.171.0029.1.000090

SEKOLAH TINGGI EKONOMI SYARI’AH AL FALAH


Petung Panceng Gresik
2021

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : ANNA MARIA ULFA

Nim : 1729171092

NIRM : 2017.4.171.0029.1.000090

Jurusan : Ekonomi Syari’ah

Judul : Penerapan Akad Ijarah Pada Lahan Pertanian Dengan Sistem

Bayar Setelah Panen Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan

Petani

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan hasil tulisan atau pikiran orang

lain.

Apabila dikemudian hari terbukti dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka

bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Gresik, 30 Oktober 2021


Yang Membuat pernyataan

ANNA MARIA ULFA

iii
NOTA DINAS

Lampiran : 01 Gresik, 26 Oktober 2021

Hal : Naskah Skripsi

Kepada Yth.
Bapak Ketua STESFA
Di Gresik
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah mengadakan pemeriksaan, penelitian dan perbaikan sepenuhnya
maka kami selaku dosen pembimbing menyatakan bahwa :
Nama : ANNA MARIA ULFA

NIM/NIRM : 1729171092 / 2017.4.171.0029.1.000090

Judul : PENERAPAN AKAD IJARAH PADA LAHAN


PERTANIAN DENGAN SISTEM BAYAR SETELAH
PANEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN
PENDAPATAN PETANI
(Studi Kasus di Desa Wotan Kecamatan Panceng
Kabupaten Gresik)

Telah dapat diajukan menempuh ujian untuk memperoleh gelar Sarjana


Strata Satu (S-1) dalam ujian Ekonomi Syari’ah pada Sekolah Tinggi Ekonomi
Syari’ah Al Falah Gresik.
Besar harapan kami agar Skripsi ini bisa diterima dan diuji pada sidang
Skripsi serta pengesahan dari Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Al Falah Gresik.
Demikian, atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Dosen Pembimbing

ALI MUHAJIR, M.M

iv
SKRIPSI

PENERAPAN AKAD IJARAH PADA LAHAN PERTANIAN DENGAN

SISTEM BAYAR SETELAH PANEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN

PENDAPATAN PETANI

(Studi Kasus di Desa Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh tim Penguji Ujian Skripsi

Tingkat Sarjana Strata-1 Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Al Falah (STESFA)

sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S.E),

Pada hari : Ahad

Tanggal : 07 November 2021

Tim Penguji,

Ketua Sekertaris

KHOTIB, M.Pd.I M. MASRUR HUDA, M.Si

Penguji 1 Penguji 2

ALI MUHAJIR, M.M ANNA PUTRI SYAFITRI, S.H., M.E

Mengetahui,
Ketua Pembimbing
Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Al Falah

MUHAMMAD SHOLIH, S.Sos., M.Si ALI MUHAJIR, M.M

v
MOTTO

ADIL IALAH MENIMBANG YANG SAMA BERAT, MENYALAHKAN

YANG SALAH, MEMBENARKAN YANG BENAR, MENGEMBALIKAN

HAK YANG EMPUNYA DAN JANGAN BERLAKU ZALIM DIATASNYA

Buya Hamka

DAN

SATU TANGAN YANG MENOLONGMU SAAT KAU TERJATUH LEBIH

BERARTI DARI PADA 1000 TANGAN YANG MENYAMBUTMU SAAT

KAU MERAIH KESUKSESAN

Ustad Khotib, M.Pd.I

vi
PERSEMBAHAN

Tiada kata yang pantas diucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT

yang telah memberikan ilmu kepada peneliti, saya persembahkan Tugas Akhir ini

sebagai ungkapan rasa hormat dan cinta kasih saya yang tulus kepada:

1. K.A.M.N Mukhozim Baqir, M.Pd.I dan Ibu Nyai Syarifah, S.Pd., S.Pd yang

telah mendidik saya dengan ilmu agama yang diridhoi oleh Allah SWT.

2. Kepada 2 orang penting yang tak perlu saya sebutkan namanya, yang saya

anggap sebagai dosen, bapak, sahabat, dan motivator bagi saya yang telah

banyak menyumbangkan kata dan pemikiran untuk memotivasi saya.

3. Kedua orang tua saya Bapak Mashudi dan Bunda Hozaimah yang selalu

membesarkan hati saya dan memberi saya hasrat semangat untuk terus

berjuang dan belajar hingga saya sampai dititik ini.

4. Bapak Muhammad Sholih, S.Sos., M.Si selaku Ketua STESFA yang

senantiasa memberikan saya arahan dan semangat hingga saya yakin bisa

mencapai target ini.

5. Bapak Ali Muhajir, M.M yang telah membimbing dan mendampingi saya dari

awal perjalan hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ketiga saudari saya (Kak Shofi, Lina dan Ayu) yang selalu mendukung dan

memberikan senyum semangat untuk saya.

7. Untuk Mas Agus yang selalu sabar menerima keluh kesahku selama proses

perjalanan skripsiku serta teman-teman seperjuangan yang selalu menemani

saya dalam keadaan suka maupun duka, selalu mendukung dan

membangkitkan semangat saya untuk terus semangat mencapai target.

vii
KATA PENGANTAR

‫الرحِ يم‬
‫الر ْح َم ِن ه‬
‫َّللا ه‬
ِ ‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ب‬

ُ ‫أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن ََل ِإلَ َه ِإ اَل هللاُ َوأ َ ْش َهد ُ أ َ ان ُم َح امدًا َر‬


ِ‫س ْو ُل هللا‬

َ ‫علَى أله َوأَص‬


‫ْحا ِب ِه َو َم ْن ت َ ِب َع ُه ْم‬ َ ‫علَى أ َ ْش َرفِ ْاْل َ ْن ِب َياءِ َو ْال ُم ْر‬
َ ‫ َو‬، َ‫س ِليْن‬ َ ‫سالَ ُم‬ ‫ َوال ا‬، َ‫ب ْال َعالَمِ يْن‬
‫صالَة ُ َوال ا‬ ِ ‫ْال َح ْمد ُ هلل َر‬

ُ ‫ أ َ اما َب ْعد‬،‫الدي ِْن‬


ِ ‫ان ِإلَى َي ْو ِم‬
ٍ ‫س‬َ ‫ِبإ ِ ْح‬

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, pemimpin sekalian alam semesta karena atas rahmat dan petunjuk-Nya

penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Akad

Ijarah Pada Lahan Pertanian Dengan Sistem Bayar Setelah Panen Dalam

Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Wotan

Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)”, untuk memenuhi salah satu

persyaratan kelulusan program pendidikan Strata Satu (S-1) jurusan Ekonomi

Syari’ah, Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Al Falah Gresik.

Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, yang telah memberikan syafaat kepada kita semua sehingga

Kita selalu berjalan di jalan yang benar.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan

dan peran sertaberbagai pihak baik berupa ide, kritik, saran maupun lainnya. Oleh

karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak/Ibu Dosen yang telah membimbing dengan ikhlas, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih

viii
banyak terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang senantiasa

memberikan bimbingan dan hidayah oleh Allah SWT.

Gresik, 30 Oktober 2021

Peneliti

Anna Maria Ulfa

ix
DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... iii

HALAMAN NOTA DINAS ................................................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiv

PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... xv

ABSTRAK ........................................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Penegasan Istilah .................................................................................... 7

C. Permasalahan.......................................................................................... 11

D. Tujuan dan Manfaat penelitian ............................................................... 13

BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................... 16

A. Konsep Teoritis ...................................................................................... 16

1. Teori Akad ........................................................................................ 16

a. Pengertian Akad............................................................................ 16

x
b. Tujuan Akad ................................................................................. 17

c. Manfaat Akad ............................................................................... 17

2. Teori Ijarah........................................................................................ 18

a. Pengertian Ijarah ........................................................................... 18

b. Dasar Hukum Ijarah ...................................................................... 19

c. Syarat dan Rukun Ijarah ................................................................ 21

d. Manfaat Ijarah .............................................................................. 25

e. Pembagian Ijarah .......................................................................... 26

f. Hak dan Kewajiban ....................................................................... 27

g. Berakhirnya Akad Ijarah ............................................................... 28

h. Prinsip Ijarah ................................................................................ 29

i. Hikmah Ijarah ............................................................................... 29

3. Devinisi Lahan Pertanian ................................................................... 29

4. Devinisi Sistem Pembayaran Setelah Panen ....................................... 32

5. Devinisi Pendapatan .......................................................................... 33

B. Penelitian yang Relevan .......................................................................... 33

C. Kerangka Konseptual.............................................................................. 38

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 39

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 39

B. Objek dan Subjek Penelitian ................................................................... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 40

D. Teknik Analisis Data .............................................................................. 42

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN .................................................... 45

xi
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................... 45

1. Sejarah Desa Wotan .......................................................................... 45

2. Visi Misi Desa Wotan........................................................................ 46

3. Pemerintahan Desa Wotan ................................................................. 46

4. Kondisi Geografis.............................................................................. 46

5. Kondisi Demokrafis........................................................................... 48

6. Potensi Desa Wotan ........................................................................... 49

B. Penyajian Data........................................................................................ 56

1. Data Pelaku Transaksi Akad Ijarah .................................................... 57

2. Pengaruh Ijarah Terhadap Pendapatan Petani ..................................... 57

C. Analisis Data .......................................................................................... 58

1. Penerapan Ijarah Pada Lahan Pertanian di Desa Wotan....................... 58

2. Penerapan Ijarah Dengan Sistem Bayar Setelah Panen di Desa Wotan 65

3. Manfaat Ijarah Terhadap Pendapatan Petani di Desa Wotan ............... 67

D. Hasil....................................................................................................... 73

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 75

A. Kesimpulan ............................................................................................ 75

B. Saran ...................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian Relevan

Tabel 1.2 Perbatasan Wilayah Desa

Tabel 1.3 Pembagian Luas Wilayah Desa

Tabel 1.4 Pembagian Jumlah Penduduk

Tabel 1.5 Data Pemilik Dan Penyewa Lahan

Tabel 1.6 Pendapatan Petani

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Gambar 1.2 Diagram Persentase Pendidikan

Gambar 1.3 Diagram Persentase Mata Pencaharian

xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Umum

Transliterasi ialah pemindahan tulisan Arab ke dalam tulisan

Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa

Indonesia. Termasuk dalam kategori ini ialah nama Arab dari bangsa

Arab, sedangkan nama Arab dari bangsa selain Arab ditulis sebagaimana

ejaan bahasa nasionalnya, atau sebagaimana yang tertulis dalam buku

yang menjadi rujukan. Penulisan judul buku dalam footnote maupun daftar

pustaka, tetap menggunakan ketentuan transliterasi ini.

Banyak pilihan dan ketentuan transliterasi yang dapat digunakan

dalam penulisan karya ilmiah, baik yang berstandard internasional,

nasional maupun ketentuan yang khusus digunakan penerbit tertentu.

Transliterasi yang digunakan.

Sekolah Tinggi Ekonomi Syari’ah Al Falah Gresik menggunakan

EYD plus, yaitu transliterasi yang didasarkan atas Surat Keputusan

Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, tanggal 22 Januari 1998, No. 158/1987 dan

0543.b/U/1987, sebagimana tertera dalam buku Pedoman Trasliterasi

Bahasa Arab (A Guide Arabic Transliteration), INIS Fellow 1992.

B. Konsonan

‫ا‬ = Tidak dilambangkan ‫ض‬ = dl


‫ب‬ = B ‫ط‬ = th
‫ت‬ = T ‫ظ‬ = dh

xv
‫ث‬ = Ta ‫ع‬ = ‘ (menghadap ke atas)
‫ج‬ = J ‫غ‬ = gh
‫ح‬ = H ‫ف‬ = f
‫خ‬ = Kh ‫ق‬ = q
‫د‬ = D ‫ك‬ = k
‫ذ‬ = Dz ‫ل‬ = l
‫ر‬ = R ‫م‬ = m
‫ز‬ = Z ‫ن‬ = n
‫س‬ = S ‫و‬ = w
‫ش‬ = Sy ‫ه‬ = h
‫ص‬ = Sh ‫ي‬ = y

Hamzah (‫ )ء‬yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak di

awal kata maka dalam transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak

dilambangkan, namun apabila terletak di tengah atau akhir kata, maka

dilambangkan dengan tanda koma di atas (‘), berbalik dengan koma (‘)

untuk mengganti lambang “‫”ع‬.

C. Vokal, Panjang dan Diftong

Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vocal fathah

ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dhommah dengan “u”, sedangkan

bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut:

Vokal (a) panjang = â misalnya ‫قال‬ menjadi qâla

Vokal (i) panjang = î misalnya ‫قيل‬ menjadi qîla

Vocal (u) panjang = û misalnya ‫دون‬ menjadi dûna

xvi
Khusus untuk bacaan ya’ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan

“î”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’

nisbat diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong wawu dan ya’ setelah

fathah ditulis dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut:

Diftong (aw) = ‫و‬ misalnya ‫قول‬ menjadi qawlun


Diftong (ay) = ‫ي‬ misalnya ‫خير‬ menjadi khayrun

D. Ta’ marbûthah (‫)ة‬

Ta’ marbûthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengah

kalimat, tetapi apabila ta’ marbûthah tersebut berada di akhir kalimat,

maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya ‫الرسالة للمدرسة‬

menjadi al- risalat li al-mudarrisah, atau apabila berada di tengah-tengah

kalimat yang terdiri dari susunan mudhaf dan mudhaf ilayh, maka

ditransliterasikan dengan menggunakan t yang disambungkan dengan

kalimat berikutnya, misalnya ‫ هلالفى رحمة‬menjadi fi rahmatillâh.

E. Kata Sandang dan Lafdh al-Jalâlah

Kata sandang berupa “al” (‫ )ال‬ditulis dengan huruf kecil, kecuali

terletak diawal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh jalâlah yang berada

di tengah-tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan.

Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

1. Al-Imâm al-Bukhâriy mengatakan ….

2. Al-Bukhâriy dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan ….

3. Masyâ’ Allah kâna wa mâ lam yasya’ lam yakun.

Billâh ‘azza wa jalla.

xvii
F. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof. Namun itu hanya berlaku

bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila terletak di awal

kata, hamzah tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa Alif.

Contoh :

‫ شيئ‬- sya’un ‫ أمرت‬- umirtu

‫ النون‬- an-nau’un ‫ تأخذون‬- ta’khudzû n

G. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il (kata kerja), isim atau huruf,

ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf

Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain, karena ada huruf Arab

atau harakat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini penulisan kata

tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh :

‫ وإن هلال لهو خير الرازقين‬- wa innallâha lahuwa khairar-râziqî.

Meskipun dalam system tulisan Arab huruf capital tidak dikenal,

dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf

capital seperti yang berlaku dalam EYD, diantaranya huruf capital

digunakan untuk menuliskan oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan

huruf capital tetap awal nama dari tersebut, bukan huruf awal kata

sandangnya.

Contoh:

‫ = ومامحمد اال رسول‬wa maâ Muhammadu illâ Rasûl

xviii
‫ = إن أول بيت وضع للنس‬inna Awwala baitin wu dli’a linnâsi

Penggunaan huruf capital untuk Allah hanya berlaku bila dalam

tulisanarabnya memang lengkap demikian dan jika penulisan itu disatukan

dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka

huruf capital tidak dipergunakan.

Contoh:

‫ = نصر من هلال و فتح قريب‬nasrun minallâhi wa fathun qarîb

‫ = هلل األمرجميعا‬lillâhi al-amru jamî’an

Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman

transliterasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ilmu tajwid.

xix
ABSTRAK

Rumusan masalahnya: Pertama, Bagaimana pelaksanaan akad ijarah pada


lahan pertanian di Desa Wotan. Kedua, Bagaimana sistem pembayaran yang
digunakan pada penerapan akad ijarah pada lahan pertanian di Desa Wotan.
Ketiga, Bagaimana manfaat penerapan ijarah pada lahan pertanian terhadap
pendapatan petani.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan mengambil lokasi


penelitian di Desa Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Teori yang
digunakan adalah akad ijarah dan pendapatan petani. Data-data penelitian yang
diperoleh menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi, dimana
informan yang diwawancarai sebanyak 5 penyewa lahan dan 5 pemilik lahan di
Desa Wotan.

Hasil temuan dari penelitian ini yaitu penerapan ijarah yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Wotan secara pelaksanaannya sudah sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dan syarat rukunnya menurut hukum islam namun secara transaksi
akadnya masih menggunakan lisan tanpa adanya surat perjanjian ataupun saksi
yang masih menimbulkan kesalahpahaman antara kedua belah pihak dikemudian
hari. Penerapan ijarah di Desa Wotan masih mengandung unsur penipuan karena
adanya penuntutan biaya perawatan dari pihak penyewa kepada pemilik lahan.

Kata Kunci : Akad, Ijarah, Pendapatan Petani.

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang tidak bisa dipisahkan dari

sektor pertanian, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Salah satu provinsi di Indonesia yang

sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani adalah

provinsi Jawa Timur. Dengan lahan pertaniannya yang luas, Indonesia

menjadi negara yang subur dengan penghasilan pertanian terbesar ke 25

didunia. (Jatim.bps.go.id)

Lahan Pertanian adalah sebuah lahan yang mencakup kondisi tanah,

iklim, hidrologi dan udara yang digunakan untuk memproduksi tanaman

pertanian. Lahan pertanian adalah salah satu dari sumber daya utama pada

bidang pertanian. Indonesia merupakan salah satu negara pertanian yang

cukup besar. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di bagian khatulistiwa

sehingga mendapatkan sinar matahari lebih banyak dari negara yang

berada di luar khatulistiwa. Selain itu, Indonesia mempunyai gunung

berapi yang aktif dan menyemburkan debu vulkanik. Debu vulkanik

sendiri memiliki manfaat untuk menyuburkan tanah sehingga bagus untuk

pertumbuhan tanaman pertanian dan hal itu membuat sebagian besar

masyarakat Indonesia berprofesi sebagai petani. (Loggerindo.com)

Lahan pertanian mempunyai unsur-unsur yang dapat diukur seperti

struktur tanah, tekstur tanah, distribusi curah hujan, temperatur, drainase,

1
jenis vegetasi dan sebagainya. Lahan pertanian mempunyai berberapa

sifat, yaitu karakteristik lahan, kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan

penggunaan lahan dan perbaikan lahan. Lahan pertanian mempunyai dua

jenis lahan, yaitu lahan basah dan lahan kering.

Lahan basah adalah wilayah tanah pertanian yang jenuh dengan air

baik bersifat musiman maupun permanen. Lahan basah biasanya

tergenangi oleh lapisan air dangkal. Lahan basah mempunyai manfaat

mencegah genangan air berlebih (banjir, abrasi, dll), membantu manusia

dalam air minum, irigasi, dan sebagainya serta dapat digunakan untuk

bahan pembelajaran dan penelitian. Contoh dari lahan basah adalah

Sawah, Rawa, Hutan mangrove, Terumbu karang, danau dan sungai.

Lahan kering adalah wilayah tanah yang digunakan untuk pertanian

dengan air yang terbatas dan mengandalkan curah hujan untuk

mempertahankan kesuburannya. Contoh dari lahan kering adalah ladang,

tegalan, kebun, perkarangan, kolam dan tambak.

Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk

kehidupan manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi

kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan pangan, juga

merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat rekreasi,

tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. (Sudrajat, 2018 : 128)

Lahan mempunyai arti penting bagi para stakeholder yang

memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal

dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber

2
memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta,

lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan

merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyatnya.

Adanya banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan,

hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar aktor

yaitu petani, pihak swasta, dan pemerintah dalam memanfaatkan lahan.

(Saputro, 2019 : 18)

Sehubungan dengan petani atau manusia yang merupakan pelaku

ekonomi sangatlah berkaitan dengan suatu perjanjian-perjanjian atau akad-

akad yang dilakukan dengan manusia lainnya. Manusia berperan sebagai

makhluk sosial dalam bidang muamalah. Sebagai makhluk sosial, Allah

telah menjadikan setiap manusia berhajat kepada yang lain untuk

memenuhi hajat hidupnya. Untuk memenuhi hajat dan kebutuhannnya,

diperlukan kerjasama dan gotong royong dalam segala hal.

Masyarakat Desa Wotan yang bertopang pada sektor pertanian dalam

memenuhi kebutuhan serta keinginannya sehari-hari, tak lain dengan cara

menanam tanaman pertanian. Yang kemudian menjadi produk unggulan di

Desa tersebut diantaranya padi, jagung, sayuran, dan lain sebagainya. Hal

inilah yang melatar belakangi terjadinya kegiatan bermuamalah sewa

menyewa khususnya dalam sewa menyewa sawah. Sebab bagi masyarakat

yang tergolong memiliki sawah, tetapi tidak mampu untuk mengelolanya

sendiri maka ia akan menyewakan sawahnya kepada masyarakat yang

tidak mempunyai sawah, tetapi sebagai perwujudan sikap tolong

3
menolong dan kerjasama antar masyarakat.

Salah satu bentuk kerjasama yang umum terjadi dalam bidang

pertanian adalah sewa menyewa yang memiliki pengertian suatu

penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai dan

memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa

oleh pemakai kepada pemilik. Sewa dalam fiqih muamalah dikenal

sebagai ijarah yaitu suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan

jalan penggantian. (Biyasrini, 2020 : 2)

Menurut Sayyid Sabiq, dalam Fiqih Sunnah, ijarah berasal dari kata

al-ajru (upah). Menurut pengertian syara ijarah berarti akad pemindahan

hak guna dari barang atu jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau

biaya sewa tanpa di sertai dengan pemindahan hak milik. (Musthofa, 2016

: 101)

Ijarah berasal dari kata Al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah Al-

Iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.

Sedangkan menurut istilah ijarah ialah menyerahkan (memberikan)

manfaat kepada orang lain dengan suatu ganti pembayaran. (Zakariya,

2017:14)

Ijarah (sewa menyewa) merupakan salah satu aplikasi keterbatasan

yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Bila dilihat

uraian diatas, rasanya mustahil manusia bisa berkecukupan hidup tanpa

berijarah dengan manusia. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa pada

dasarnya ijarah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua pihak atau

4
saling meringankan, serta termasuk salah satu bentuk tolong menolong

yang diajarkan agama. (Huda, 2011:79)

Sewa menyewa sawah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Wotan,

dengan cara menggunakan banyak sistem. Salah satu sistem sewa yang

sangat diminati sehingga sering digunakan ialah sewa menyewa sawah

dengan sistem bayar setelah panen. Bahkan ada juga masyarakat yang

menyebut bahwa sewa menyewa ini dengan sistem bayar kari (bayar

diakhir). Sistem pembayaran setelah panen ini dilakukan untuk

memberikan kelonggaran pembayaran kepada penyewa sampai batas

panen tiba, agar uangnya bisa dimanfaatkan untuk modal menggarap

sawah terlebih dahulu, dan sistem ini sangat meringankan bagi pihak

penyewa.

Berdasarkan kasus yang ada untuk bercocok tanam mereka menyewa

lahan pertanian sebagai usaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan

rukun syarat dan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak yaitu

penyewa dan pemilik lahan pertanian, sistem pembayaran yang dilakukan

oleh kedua belah pihak dalam hal ini penyewa dengan cara membayar

setelah tanah tersebut panen atau menghasilkan produk pertanian. Sawah

atau lahan yang disewakan lebih dominan pada sawah yang letaknya jauh

dari tempat tinggal pemilik lahan sehingga ia menyewakan lahannya untuk

dimanfaatkan oleh si penyewa.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada pihak

penyewa dan pemilik lahan di Desa Wotan bahwasanya pada praktek sewa

5
menyewa ini dilakukan secara langsung antara penyewa dan pemilik

lahan, perjanjian yang dilakukan dengan musyawarah dan akadnya secara

lisan. Bersamaan dengan itu tidak ada saksi yang menyaksikan perjanjian

tersebut serta tanpa adanya prosedur hukum yang mendukung pelaksanaan

tersebut. Berikut wawancara yang peneliti lakukan dengan Ibu Amaliya

mengenai sewa menyewa di Desa Wotan, mengatakan:

“Ya, masyarakat desa ini melakukan perjanjian atas dasar suka sama

suka tanpa adanya surat perjanjian. Disini menggunakan sistem

penyewaan bagi hasil dengan pendapatan ¼ untuk pemilik lahan dan ¾

untuk penyewa.”

Hal ini disebabkan karena pemilik lahan tidak mengeluarkan uang

sepeserpun untuk pengolahan lahan. Demikian juga apabila terjadi

kerugian atau gagal panen semuanya ditanggung oleh penyewa lahan,

maka dari itu pembagian hasil panen lebih banyak diberikan kepada

penyewa.

Dalam sebuah kerjasama seperti halnya sewa-menyewa ini pasti

terjadi sedikit atau bahkan banyak permasalahan. Begitu pula yang terjadi

terhadap sewa-menyewa lahan pertanian didesa Wotan. Menurut

penjelasan Bapak Karsuli pada hari Jum’at tanggal 03 September 2021 ,

bahwa dalam perjanjian ini pernah terjadi permasalahan yakni penyewa

tidak menjalankan kewajiban yang telah disepakati, biasanya masalah

yang terjadi adalah masalah pembayaran sewa yang terlambat di bayarkan

dari penyewa kepada pemilik lahan sesuai isi perjanjian.

6
Pernah pula terjadi masalah dimana pihak penyewa masih meminta

dana untuk perawatan lahan tersebut kepada pemilik sawah dengan alasan

sawah tersebut membutuhkan perawatan ekstra sebelum ditanami. Hal ini

mengubah akad yang telah disepakati dari awal bahwa pemilik lahan tidak

ditanggungkan mengenai pembiayaan perawatan lahan maupun

perawatan tanaman. Begitu pula kesepakatan bahwa jumlah upah (ujroh)

untuk pihak penyewa (musta’jir) mendapat ¾ dari hasil panen sedangkan

pemilik lahan (mu’jir) mendapat ¼ dari hasil panen.

Masyarakat Desa Wotan mengetahui bahwa hasil pembagian lebih

mendominan pada penyewa (musta’jir), yang memberikan banyak harapan

pada petani untuk meningkatkan pendapatan demi memenuhi

kebutuhannya, maka dari itu tanah atau lahan yang disewakan kebanyakan

lahan yang jauh dari pemukiman masyarakat atau sawah yang sulit

dijangkau oleh pemiliknya. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa

akad sewa menyewa lahan pertanian ini bermanfaat bagi pendapatan

petani atau penyewa sawah tersebut.

Dari pemaparan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Akad Ijarah Pada Lahan

Pertanian Dengan Sistem Bayar Setelah Panen Dalam Upaya

Meningkatkan Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Wotan

Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)”.

B. Penegasan Istilah

7
Untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini, perlu penegasan

beberapa kata kunci yang pengertian dan pembatasannya perlu dijelaskan.

Antara lain sebagai berikut :

1. Penerapan

Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara

individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan

yang telah dirumuskan. (Roysen, 2018 : 1184)

2. Akad

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, Al-Aqd yang berarti

perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa

di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang

yang berakad.

Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan hubungan

kesepakatan Secara istilah fiqih, akad di definisikan dengan pertalian

ijab (pernyataan penyerahan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan

ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada

objek perikatan.

Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak syariat”

maksudnya bahwa seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak

atau lebih tidak di anggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak

syara’. (Ghozaly, 2010:51)

3. Ijarah

8
Ijarah adalah menukarkan suatu dengan adanya imbalan. Jika

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa menyewa dan

upah mengupah. Sewa menyewa adalah menjual menjual manfaat

sedangkan upah mengupah adalah menjual tenaga atau jasa. Al-ijarah

dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah

merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum

asalanya menurut Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’ berdasarkan ayat

al-Qur’an, hadist-hadist Nabi, dan ketetapan Ijma Ulama. (Ghozali,

2010 : 277)

4. Lahan pertanian

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk

dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian.

Lahan pertanian yang berupa lahan sawah biasanya dicirikan oleh

adanya pematang yang mengelilinginya dengan maksud untuk

membatasi antara bidang lahan sawah satu dan bidang sawah lainnya.

(Sudrajat, 2018 : 76)

5. Sistem

Sistem adalah suatu kumpulan objek atau unsur-unsur atau

bagian-bagian yang memiliki arti berbeda-beda yang saling memiliki

hubungan, saling berkerjasama dan saling memengaruhi satu sama lain

serta memiliki keterikatan pada rencana atau plane yang sama dalam

mencapai suatu tujuan tertentu pada lingkungan yang kompleks.

9
Sistem dipandang sebagai suatu kumpulan aturan-aturan yang

membatasi, baik dari kapasitas sistem itu sendiri maupun lingkungan

dimana sistem itu sedang berada untuk memberikan jaminan keadilan

dan keserasian. (Saputra, dkk, 2018: 2221)

6. Bayar

Secara umum bayar adalah kegiatan memberikan sejumlah uang

untuk mendapatkan sesuatu. Contoh simpelnya bisa ditemukan dalam

kegiatan jual beli di pasar. Misalnya, Andi memberikan uang

Rp10.000 kepada pedagang untuk membeli sayur di pasar. Kegiatan

memberi uang tersebut disebut pembayaran, karena Andi memberikan

sejumlah uang tersebut kepada pedagang untuk memperoleh sayur.

(Kamus.tokopedia.com)

7. Panen

Panen adalah proses mengumpulkan hasil panen tanaman dari

berbagai jenis lahan pertanian. Kegiatan pemanenan tanaman meliputi

menuai, menumpuk, menangani, merontokkan, membersihkan, dan

mengangkut. Sehingga panen ini dapat dilakukan secara individu atau

dibantu dengan menggunakan mesin. Penting untuk menerapkan

metode panen yang baik untuk dapat memaksimalkan hasil tanaman,

dan meminimalkan kerusakan tanaman dan penurunan kualitas.

(Dosenpertanian.com)

8. Upaya

10
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Upaya adalah “bagian

yang dimainkan oleh orang atau bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan”. Atau juga bisa diartikan sebagai suatu usaha, akal atau

ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, dan

mencari jalan keluar. (Peter Salim & Yeni Salim, 1992, 1187)

9. Meningkatkan

Secara epistimologi “meningkatkan” adalah menaikkan derajat

taraf, mempertinggi memperhebat produksi, proses cara memperbaiki

usaha kegiatan. Meningkatkan bisa juga diartikan sebagai suatu proses,

cara, perbuatan untuk menaikkan sesuatu atau usaha kegiatan untuk

memajukan sesuatu ke suatu arah yang lebih baik lagi dari pada

sebelumya. (Peter Salim & Yeni Salim, 1995, 160)

10. Pendapatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendapatan adalah hasil

kerja (usaha atau sebagainya). Sedangkan pendapatan dalam kamus

manajemen adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan

dan organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa, bunga, komisi,

ongkos dan laba.

Pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang

dikonsumsikan, bahwa sering kali dijumpai dengan bertambahnya

pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah, tapi

juga kualitas barang tersebut ikut menjadi perhatian. Misalnya

sebelum adanya penambahan pendapatan beras yang dikonsumsikan

11
adalah kualitas yang kurang baik, akan tetapi setelah adanya

penambahan pendapatan maka konsumsi beras menjadi kualitas yang

lebih baik. (Soekartawi, 2012:132)

11. Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian,

utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan

untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman, dengan harapan untuk

memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri

ataupun menjualnya kepada orang lain. (Wikipedia.com)

C. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang,

maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

a. Penuntutan ganti rugi oleh pengelola lahan (musta’jir) kepada

pemilik lahan (mu’jir).

b. Pembayaran uang sewa atau hasil panen oleh musta’jir yang

terkadang terlambat atau dari batas yang sudah disepakati

c. Letak lahan pertanian yang jauh dari pemukiman penduduk

sehingga pemilik lahan sulit untuk mengelolanya sendiri.

2. Batasan Masalah

Akad ijarah (sewa-menyewa) sangat berkaitan dengan akad-akad

lainnya didalam fiqih muamalah. Oleh karena itu, peneliti membatasi

penelitiannya hanya pada:

12
a. Penerapan akad ijarah (sewa-menyewa) yang dilakukan di Desa

Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.

b. Manfaat sewa lahan pertanian terhadap pendapatan petani di Desa

Wotan Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis

sebelumnya, maka peneliti memfokuskan penelitian ini pada tiga fokus

masalah:

a. Bagaimana pelaksanaan akad ijarah pada lahan pertanian didesa

Wotan ?

b. Bagaimana sistem pembayaran yang digunakan pada penerapan

akad ijarah pada lahan pertanian di Desa Wotan ?

c. Bagaimana manfaat penerapan ijarah pada lahan pertanian

terhadap pendapatan petani di Desa Wotan ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui

tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan akad ijarah (sewa-menyewa) pada

lahan pertanian di Desa Wotan.

b. Untuk mengetahui sistem yang digunakan pada penerapan akad

ijarah (sewa-menyewa) lahan pertanian di Desa Wotan.

13
c. Untuk mengetahui manfaat dari akad ijarah (sewa-menyewa) pada

lahan pertanian terhadap pendapatan petani di Desa Wotan.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang fiqih

muamalah, dalam masalah sewa menyewa (ijarah) sawah.

b. Manfaat praktis

1) Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan serta

pengalaman penelitian dan penulisan karya ilmiah sebagai

bekal dalam melakukan penelitian dan penulisan selanjutnya,

serta dengan adanya penelitian ini peneliti memperoleh

wawasan dan pemahaman baru mengenai akad – akad fiqih

muamalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan

pendapatan masyarakat.

2) Bagi Civitas Akademika

Khususnya bagi Program Studi Ekonomi Syari’ah,

penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi baru bagi

peneliti selanjutnya, terkait akad fiqih mualamah khususnya

akad ijarah (sewa-menyewa) pada lahan pertanian.

3) Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi

14
masyarakat berupa ilmu baru tentang akad ijarah pada lahan

pertanian yang dapat membantu masyarakat khususnya petani

untuk lebih memperhatikan setiap bentuk kerjasama.

15
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Teoritis

1. Teori Akad

a. Pengertian Akad

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab (al-aqd) yang berarti

perikatan, perjanjian, persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa

di artikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang

yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di artikan dengan

ْ dan (‫ )اا ِلتِف َْك‬kesepakatan. Secara istilah fiqih, akad di


hubungan )ُ‫)طبالر‬

definisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan penerimaan ikatan) daa

kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat

yang berpengaruh kepada objek perikatan.

Menurut fuqaha, akad memiliki dua pengertian: umum dan

khusus. Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara

bahasa dan pengertian ini yang tersebar di kalangan fuqaha

Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabillah yaitu setiap sesuatu yang

ditekadkan oleh seseorang untuk melakukannya baik muncul dengan

kehendak sendiri seperti wakaf, ibra’ (pengguguran hak) talak, dan

sumpah, Maupun membutuhkan dalam menciptakannya seperti jual-

beli dan sewa-menyewa. Adapun pengertian khusus yang

dimaksudkan disini ketika membicarakan tentang teori akad adalah

hubungan antara ijab efek terhadap objek. (Zuhaili, 2014 : 420)

16
Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip definisi yang di kemukakan oleh

Al-Sanhury, akad ialah “perikatan ijab kabul yang di benarkan syara’

yang menetapkan kerelaan kedua belah pihak”. Adapula yang

mendefinisikan, akad ialah ikatan, pengokohan dan penegasan dari

satu pihak atau kedua belah pihak”. (Azzam, 2010 : 15)

Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa akad

adalah “pertalian ijab (ungkapan tawaran di satu pihak yang

mengadakan kontrak) dengan kabul (ungkapan penerimaan oleh pihak

pihak lain) yang memberikan pengaruh pada suatu kontrak.

b. Tujuan Akad

Tujuan dari akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum.

Lebih jelas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan

yang hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad.

c. Manfaat Akad

Akad memberi manfaat kepada kedua belah pihak yang

melakukan transaksi. Dengan adanya akad, transaksi.menjadi jelas

dan tidak ada yang dirugikan. Berikut sederet manfaat dari akad :

- Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.

- Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.

- Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.

- Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.

- Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

17
2. Teori Ijarah

a. Pengertian Ijarah

Al- ijarah berasal dari kata Al-ajru yang arti menurut bahasanya

ialah Al-Iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan

upah. Sedangkan menurut istilah Al-ijarah ialah menyerahkan

(memberikan) manfaat kepada orang lain dengan suatu ganti

pembayaran. (Zakariya, 2017:14) . Ijarah merupakan salah satu

bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan hidup

manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan

dan lain-lain.

Menurut H. Moh. Anwar menerangkan bahwa ijarah ialah

perakadan (perikatan) pemberian kemanfaatan (jasa) kepada orang

lain dengan syarat memakai ‘iwaḍ (penggantian/balas jasa) dengan

berupa uang atau barang yang ditentukan. Jadi ijarah itu

membutuhkan adanya orang yang member jasa dan yang memberi

upah. Sedangkan menurut Hasbi Ash-Shiddiqi, ijarah adalah akad

yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu

pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.

(Ghozali dkk, 2010 : 277)

Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan

Ijarah adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini

bendanya tidak kurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan

terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah

18
manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat

berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya

seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti

pekerja. (Chairuman & Suhrawardi, 2014 : 52)

Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa ijarah

adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya atau didefinisikan

pula sebagai menjual manfaat dan upah-mengupah adalah menjual

tenaga atau kekuatan.

b. Dasar Hukum Ijarah

Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa ijarah disyari’atkan berdasarkan

Al Qu’an, As Sunnah dan Ijma’:

1) Dasar hukum ijarah menurut Al Qur’an:

Firman Allah QS. Al-Qashash (28) ayat : 26

)28:26/‫ى ْٱْلَمِي ُن (القصص‬ ِ ‫ت ِإ ْحدَ ٰى ُه َما ٰ َيَٰٓأ َ َب‬


ُّ ‫ت ٱ ْست َـْٔ ِج ْرهُ ۖ ِإ ان َخي َْر َم ِن ٱ ْست َـْٔ َج ْرتَ ْٱلقَ ِو‬ ْ َ‫قَال‬

Artinya:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku


ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya"(QS. al-Qashash: 26)

Firman Allah QS. At-Thalaq (65) ayat : 6

‫ت‬ َ ُ ‫علَ ْي ِه ان ۚ َو ِإ ْن كُ ان أ‬
ِ ‫وَل‬ َ ‫ض ِيقُوا‬
َ ُ ‫اروه اُن ِلت‬ َ ُ ‫س َك ْنت ُ ْم م ِْن ُوجْ ِدكُ ْم َو ََل ت‬
ُّ ‫ض‬ ُ ‫أ َ ْس ِكنُوه اُن م ِْن َحي‬
َ ‫ْث‬

ُ ‫وره اُن ۖ َوأْت‬


‫َمِروا‬ َ ‫ضعْنَ لَكُ ْم فَآتُوه اُن أ ُ ُج‬
َ ‫ضعْنَ َح ْملَ ُه ان ۚ فَإ ِ ْن أَ ْر‬ َ ‫َح ْم ٍل فَأ َ ْن ِفقُوا‬
َ ‫ع َل ْي ِه ان َحت ا ٰى َي‬

)65:6/‫ض ُع لَهُ أ ُ ْخ َر ٰى (الطالق‬


ِ ‫ست ُ ْر‬ َ ‫بَ ْينَكُ ْم ِب َم ْع ُروفٍ ۖ َو ِإ ْن ت َ َعا‬
َ َ‫س ْرت ُ ْم ف‬

Artinya:

19
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya.” (QS. At-Thalaq:6)
2) Dasar hukum ijarah menurut As Sunnah

Hadist Riwayat Abu Daud

‫علَى الس َاواقِى مِنَ ا‬


‫الز ْرعِ َو َما‬ َ ‫س ْع ٍد قَا َل كُناا نُ ْك ِرى اْل َ ْر‬
َ ‫ض ِب َما‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫سعِي ِد ب ِْن ْال ُم‬
َ ِ‫سياب‬ َ ‫ع ْن‬
َ

ٍ ‫ع ْن ذَلِكَ َوأ َ َم َرنَا أ َ ْن نُ ْك ِريَ َها ِبذَ َه‬


‫ب‬ ِ ‫س ِعدَ ِب ْال َماءِ ِم ْن َها فَنَ َهانَا َرسُو ُل ا‬
َ -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬ َ

‫أ َ ْو فِ ا‬
)‫ض ٍة (رواه أبو داود‬

Diriwayatkan dari Sa’id bin Musayyib dan Sa’ad bin Abi Waqqash

bahwa dia berkata : “Kami menyewakan tanah dengan tanaman

yang keluar darinya (maksudnya harga sewa adalah hasil dari

tanah tertentu dari tanah yang disewakan) dan dengan bagian yang

dialiri air (maksudnya harga sewa adalah hasil dari tanah yang

dialiri air). Maka Rasulullah SAW melarang kami untuk

melakukan hal itu dan beliau memerintahkan kepada kami untuk

menyewakananya dengan emas atau perak.

3) Hukum Ijarah berdasarkan Ijma’

Mengenai disyari’atkannya ijarah, semua Ulama bersepakat,

tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’

20
ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda

pendapat dalam tataran teknisnya. Pakar-pakar keilmuan dan

cendekiawan sepanjang sejarah di seluruh negeri telah sepakat

akan legitimasi ijarah. Dari beberapa nash yang ada, kiranya dapat

dipahami bahwa ijarah itu disyari'atkan dalam Islam, karena pada

dasarnya manusia senantiasa terbentur pada keterbatasan dan

kekurangan.

Oleh karena itu, manusia antara yang satu dengan yang lain

selalu terikat dan saling membutuhkan. Ijarah (sewa menyewa)

merupakan salah satu aplikasi keterbatasan yang dibutuhkan

manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Bila dilihat uraian

diatas, rasanya mustahil manusia bisa berkecukupan hidup tanpa

berijarah dengan manusia. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa

pada dasarnya ijarah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara

dua pihak atau saling meringankan, serta termasuk salah satu

bentuk tolong menolong yang diajarkan agama.(Huda, 2011:7)

c. Syarat dan Rukun Ijarah

1) Rukun Ijarah

Berpijak dari perbedaan pendapat para ulama, dapat dipahami

bahwa menurut ulama Hanafi rukun sewa-menyewa ada dua yaitu

ijab dan kabul. Sedangkan menurut ulama Maliki, rukun sewa-

menyewa ada tiga yaitu pelaku akad, yang diadakan dan sighat.

Kemudian ulama Syafi’i mengemukakan pendapat yang sama

21
dengan ulama Hambali, bahwa rukun sewa-menyewa secara global

ada tiga yaitu pelaku akad, yang meliputi orang yang menyewakan

dan penyewa: objeknya, yang meliputi upah dan manfaat: dan

sighat yang meliputi ijab dan kabul. Dan pada intinya mereka

(ulama) tidak ada perbedaan yang mendasar tentang rukun sewa-

menyewa. Ada beberapa rukun ijarah di atas akan di uraikan

sebagai berikut:

- Aqid (orang yang berakad)

Orang yang melakukan akad ijarah ada dua orang yaitu

mu’jir dan musta’jir. Mu’jir adalah orang yang memberikan

upah atau yang menyewakan. Sedangkan Musta’jir adalah

orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang

menyewa sesuatu. Bagi yang berakad ijarah di syaratkan

mengetahui manfaat barang yang di jadikan akad sehingga

dapat mencegah terjadinya perselisihan.

Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad

disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan

dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal itu gila

atau anak kecil yang belum dapat membedakan baik ataupun

buruk , maka akad menjadi tidak sah.

- Sighad (akad)

Yaitu suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad

berupa ijab dan qabul adalah permulaan penjelasan yang keluar

22
dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran

kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah. Dalam hukum

perikatan Islam, ijab diartikan dengan suatu pernyataan janji

atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu.

Sedangkan kabul adalah suatu pernyataan yang diucapkan

dari pihak yang berakad pula (musta’jir) untuk penerimaan

kehendak dari pihak pertama yaitu setelah adanya ijab.

(Sahrani & Abdullah, 2011 : 215)

- Ma’jur (benda yang disewakan)

Ma’jur yaitu barang/objek ijarah, baik dalam bentuk

barang/jasa yang diambil manfaatnya oleh penyewa.

- Ujroh (upah)

Ujroh yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta’jir atas

jasa yang telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu’jir,

dengan syarat hendaknya:

 Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad

timbal balik, karena itu ijarah tidak sah dengan upah yang

belum diketahui.

 Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang

dari pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gaji

khusus dari pemerintah. Jika dia mengambil gaji dari

23
pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua kali dengan

hanya mengerjakan satu pekerjaan saja

 Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan

barang yang disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa,

maka uang sewanya harus lengkap.

Perbedaan pendapat mengenai rukun akad ini sudah

banyak dibicarakan dalam akad-akad yang lain, seperti jual

beli dan lain-lain. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu

diperpanjang lagi.

2) Syarat Ijarah

Menurut M. Ali Hasan syarat-syarat ijarah adalah :

- Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan

berakal (mazhab Syafi’i dan Hambali) dengan demikian

apabila orang itu belum atau tidak berakal seperti anak kecil

atau orang gila menyewa hartnya, atau diri mereka sebagai

buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa) maka ijarahnya ridak

sah. Berbeda dengan mazhab Hanafi dan Maliki bahwa orang

yang melakukan akad tidak harus mencapai usia baligh, tetapi

anak yang mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah dengan

ketentuan disetujui oleh walinya.

- Kedua belah pihak melakukan akad menyatakan kerelaan

untuk melakukan akad ijarah itu, apabila salah seorang dari

keduanya terpaksa melakukan akad maka akadnya tidak sah.

24
- Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara jelas

sehingga tidak terjadi perselisihan dibelakang hari jika

manfaatnya tidak jelas.

- Objek ijarah itu dapat diserahkan dipergunakan secara

langsung dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu ulama fiqih

sepakat mengatakan bahwa tidak boleh menyewa sesuatu yang

tidak dapat diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh

penyewa.

Objek ijarah itu objek yang dihalalkan oleh syara’, oleh

sebab itu ulama fiqih sependapat bahwa tidak boleh menggaji

tukang sihir, tidak boleh menyewa orang untuk membunuh

(pembunuh bayaran), tidak boleh menyewa kan rumah untuk

tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga

tidak boleh menyewakan rumah kepada non muslim untuk

tempat mereka beribadat.

d. Manfaat Ijarah

Manfaat untuk mengontrak seorang musta’jir harus ditentukan

bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. Oleh karena itu jenis

pekerjaannya harus dijelaskan, sehingga tidak kabur. Karena transaksi

upah yang masih kabur hukumnya adalah fasid.

Berpijak dari perbedaan pendapat para ulama tersebut dapat

dipahami bahwa menurut ulama Hanafi rukun sewa-menyewa ada dua

yaitu ijab dan kabul. Sedangkan menurut ulama Maliki, rukun sewa-

25
menyewa ada tiga yaitu pelaku akad, yang diadakan dan sighat.

Kemudian ulama Syafi’i mengemukakan pendapat yang sama dengan

ulama Hambali, bahwa rukun sewa-menyewa secara global ada tiga

yaitu pelaku akad, yang meliputi orang yang menyewakan dan

penyewa, objeknya, yang meliputi upah dan manfaat: dan sighat yang

meliputi ijab dan kabul. Dan pada intinya mereka (ulama) tidak ada

perbedaan yang mendasar tentang rukun sewa-menyewa.

e. Pembagian Ijarah

Ijarah terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :

- Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah

bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu

benda.

- Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah mengupah. Dalam ijarah

bagian kedua ini objek akadnya adalah amal atau pekerjaan

seorang.

Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa menyewa

sawah, rumah, kendaraan, pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu

adalah manfaat yang dibolehkan oleh syara’, untuk dipergunakan,

maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh dijadikan objek

sewa-menyewanya. Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara

memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, ijarah

seperti ini hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti

buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, tukang salon, dan tukang

26
sepatu. Ijarah seperti ini biasanya bersifat pribadi, seperti menggaji

seorang pembantu rumah tangga, yang bersifat serikat yaitu seseorang

atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk orang banyak,

seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dam tukang jahit. Kedua bentuk

ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqh hukumnya boleh.

f. Hak dan Kewajiban Ijarah

Akibat hukum dari adanya suatu ijab ksabul dalam akad ialah

berlakunya suatu hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Hak

dan kewajiban dalam sewa menyewa (ijarah) bagi mu’jir dan

musta’jir diantaranya sebagai berikut:

1) Hak dan kewajiban pihak yang menyewakan (Mu’jir)

a) Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa.

b) Berhak atas uang sewa yang besarnya sesuai dengan yang

telahdiperjanjikan. (Anshori, 2010 : 73)

c) Menjamin terhadap barang yang disewakan jika terdapat cacat.

d) Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan

bukandisebakan oleh ulah penyewa.

e) Memberikan pihak penyewa kenikmatan/manfaat atas barang

yang disewakan selama waktu berlangsungnya sewa menyewa.

f) Menerima kembali barang objek perjanjian diakhir masa sewa.

2) Hak dan kewajiban pihak penyewa (Musta’jir)

a) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

27
b) Menerima manfaat dari barang yang disewanya. (Anshori,

2010 : 74)

c) Bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan serta

menggunakannya sesuai dengan kesepakatan dalam ijarah.

d) Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan

sesuai yang disepakati dalam ijarah.

e) Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewa

disebabkan oleh pelanggaran / kelalaian penyewa.

g. Berakhirnya Akad Ijarah

Berkaitan dengan masalah berakhirnya sewa-menyewa atau ijarah,

Sayid Sabiq menguraikan hal tersebut, bahwa sewa-menyewa itu

menjadi rusak atau (berakhir) dengan sebab sebagai berikut:

1) Rusaknya benda tersebut yang disewakan, seperti rumah tertentu

atau kendaraan tertentu.

2) Rusaknya benda yang disewakan atau diupahkan, seperti rusaknya

kain yang dijahitkan, sebab tidak mungkin melaksanakan jahitan

setelah rusaknya kain tersebut.

3) Telah terpenuhinya manfaat yang dipersewakan atau telah

sempurnanya suatu pekerjaan atau telah berakhirnya masa sewa.

4) Terjadinya cacat pada benda yang disewakan pada waktu ia

berakad ditangan penyewa.

Menurut golongan Hanafiah, boleh menghentikan sewa-menyewa

karena alasan yang memberatkan atau hal-hal yang dapat

28
menimbulkan kerugian dan dapat diperkirakan oleh kedua belah pihak

penyewa seperti seorang penyewa toko untuk berdagang, kemudian ia

mengalami kebakaran atau kecurian atau dighasab ataupun pailit,

maka ia boleh membatalkan sewa-menyewa itu.

h. Prinsip Ijarah

Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat (hak guna),

bukan pemindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya

prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya

terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek trnsaksinya

barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa.

i. Hikmah Ijarah

Hikmah dalam penyewaan adalah untuk mencegah terjadinya

permusuhan dan perselisihan. Tidak boleh menyewakan suatu barang

yang tidak ada kejelasan manfaatnya, yaitu sebatas perkiraan dan

terkaan belaka. Dan barangkali tanpa diduga barang tersebut tidak

dapat memberikan faedah apapun maka akad harus diutamakan dalam

suatu sewa-menyewa, dan aqad itu harus jelas tanpa ada yang di

sembunyikan kepada dari pihak pemilik dan yang menerima sewa.

Namun perlu diketahui manfaat dari sesuatu yang disewakan harus

memiliki nilai-nilai yang tidak melanggar syari’at agama yang telah

diatur dalam Islam.

3. Devinisi Lahan Pertanian

29
Lahan Pertanian adalah sebuah lahan yang mencakup kondisi tanah,

iklim, hidrologi dan udara yang digunakan untuk memproduksi tanaman

pertanian. Lahan pertanian adalah salah satu dari sumber daya utama pada

bidang pertanian. Indonesia merupakan salah satu negara pertanian yang

cukup besar. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di bagian khatulistiwa

sehingga mendapatkan sinar matahari lebih banyak dari negara yang

berada di luar khatulistiwa. Selain itu, Indonesia mempunyai gunung

berapi yang aktif dan menyemburkan debu vulkanik. Debu vulkanik

sendiri memiliki manfaat untuk menyuburkan tanah sehingga bagus untuk

pertumbuhan tanaman pertanian dan hal itu membuat sebagian besar

masyarakat Indonesia berprofesi sebagai petani.

Tanah/lahan dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat

penting, oleh karena sebagian besar dari kehidupan manusia adalah

bergantung pada tanah. Tanah/lahan mempunyai berbagai macam arti

dalam kehidupan kita sehari-hari, oleh karena itu dalam penggunaannya

maka perlu adanya batasan untuk mengetahui dalam arti apa istilah tanah

itu digunakan. Tanah/lahan adalah tempat bermukim dari sebagian besar

umat manusia disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang

mencari nafkah melalui usaha pertanian dan atau perkebunan sehingga

pada akhirnya tanah pulalah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir

bagi manusia.(Arisaputra, 2015 : 55)

Lahan pertanian mempunyai unsur-unsur yang dapat diukur seperti

struktur tanah, tekstur tanah, distribusi curah hujan, temperatur,drainase,

30
jenis vegetasi dan sebagainya. Lahan pertanian mempunyai berberapa

sifat, yaitu karakteristik lahan, kualitas lahan, pembatas lahan, persyaratan

penggunaan lahan dan perbaikan lahan. Lahan pertanian mempunyai dua

jenis lahan, yaitu lahan basah dan lahan kering.

Lahan basah adalah wilayah tanah pertanian yang jenuh dengan air

baik bersifat musiman maupun permanen. Lahan basah biasanya

tergenangi oleh lapisan air dangkal. Lahan basah mempunyai manfaat

mencegah genangan air berlebih (banjir, abrasi, dll), membantu manusia

dalam air minum, irigasi, dan sebagainya serta dapat digunakan untuk

bahan pembelajaran dan penelitian. Contoh dari lahan basah adalah

Sawah, Rawa, Hutan mangrove, Terumbu karang, danau dan sungai.

Lahan kering adalah wilayah tanah yang digunakan untuk pertanian

dengan air yang terbatas dan mengandalkan curah hujan untuk

mempertahankan kesuburannya. Contoh dari lahan kering adalah ladang,

tegalan, kebun, perkarangan, kolam dan tambak. Sedangkan berdasarkan

klasifikasinya, lahan pertanian mempunyai berberapa jenis, yaitu:

- Lahan garapan

- Lahan panen

- Lahan penggembalaan

Lahan pertanian mempunyai berberapa kriteria, hal ini bertujuan agar

hasil dari usaha pertanian dapat tercapai secara maksimal. Ciri-ciri dari

lahan pertanian yang baik adalah:

- Mudah dikeringkan

31
- Tidak mengeras jika sudah ditanami

- Tetap lembab meski saat musim kering

- Dapat menahan erosi beban

- Tidak mengalami kahilangan hara

Di dalam buku Pengantar Ilmu Pertanian mengartikan tanah sebagai

berikut “Tanah yaitu transformasi mineral dan bahan organik dipermukaan

bumi sampai kedalaman tertentu, dipengaruhi bahan induk, iklim,

organisme hidup (makro maupun mikro), topografi dan waktu”.(Nurmala

dkk, 2012 : 20)

Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa tanah/lahan merupakan hal

yang penting bagi kehidupan karena mengandung banyak unsur yang baik

untuk menunjang kehidupan dimasa sekarang dan masa yang akan datang.

4. Devinisi Sistem Bayar Setelah Panen

Dalam sebuah akad perjanjian ijarah (sewa-menyewa) pada lahan

pertanian (sawah, kebun ataupun ladang) tentunya terdapat kesepakatan

mengenai sistem pembayarannya. Secara umum yang banyak dilakukan

oleh masyarakat, ijarah bisa memakai 2 sistem pembayaran yaitu setelah

panen dan tahunan.

Pada penelitian kali ini peneliti membahas tentang pembayaran

setelah panen yang dalam artian bahwa pihak penyewa (musta’jir)

memberikan/membayarkan uang sewanya disetiap selesai panen atau

setelah lahan tersebut menghasilkan barang produksi.

32
Hal ini bisa berupa uang atau hasil panen dengan ketentuan sesuai

kesepakatan kedua belah pihak. Sistem bayar setelah panen ini lebih sering

dilakukan oleh masyarakat karena lebih mudah.

5. Devinisi Pendapatan

Pendapatan adalah kenaikan modal perusahaan akibat penjualan

produk perusahaan. Arus masuk aktiva atau peningkatan lainnya atas

aktiva atau penyelesaian kewajiban entitas (atau kombinasi dari keduanya)

dari pengirim barang, pemberian jasa, atau aktivitas lainnya yang

merupakan operasi utama atau operasi sentral perusahaan.

Pendapatan adalah pendapatan uang yang diterima dan diberikan

kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan

yaitu berupa pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha

perorangan dan pendapatan dari kekayaan. Besarnya pendapatan seseorang

bergantung pada jenis pekerjaannya.

Pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang

dikonsumsikan, bahwa sering kali dijumpai dengan bertambahnya

pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah, tapi

juga kualitas barang tersebut ikut menjadi perhatian. Misalnya sebelum

adanya penambahan pendapatan beras yang dikonsumsikan adalah kualitas

yang kurang baik, akan tetapi setelah adanya penambahan pendapatan

maka konsumsi beras menjadi kualitas yang lebih baik. (Soekartawi, 2012

: 132)

B. Penelitian yang Relevan

33
Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Berikut ini beberapa

hasil penelitian relevan yang dijadikan bahan telaah bagi peneliti :

1. Oleh Ahmad Hanafi Zakariya dalam penelitiannya yang berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa Menyewa Tanah

Dalam Produksi Batu Bata di Desa Karangduren Kecamatan

Kebonarum Kabupaten Klaten” (2018).

Peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan sewa-menyewa

sawah/lahan pertanian, merupakan kesepakatan yang terjadi secara

adat. Perjanjian dilakukan antara dua pihak, pemilik tanah dan

penyewa atau pembuat batu bata. Terdapat tiga macam pelaksanaan

akad, yang terjadi dalam sewa menyewa ini, pertama pihak pertama

penyewa tanah hanya untuk tempat produksi batu bata kedua, pihak

penyewa menyewa tanah digunakan untu Tempat produksi sekaligus

pengambilan tanah untuk bahan baku batu bata. Ketiga pihak penyewa

menyewa tanah untuk diambil tanahnya guna bahan baku produksi

batu bata.

2. Oleh Inayatur Rohmah Sa’idah dalam penelitiannnya yang berjudul

“Sewa Menyewa Sawah Dengan Sistem Bayar Musim Panen Tinjauan

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)” (2019).

Pelaksanaan ijab qabul antara pemilik sawah dan penyewa

dilaksanakan secara lisan tanpa adanya bukti tertulis. Sebab hanya

didasari atas rasa kepercayaan antara pemilik sawah dan

34
penyewa. Batas waktu pemanfaatan dari sawah tersebut selama

jangka waktu satu tahun selama 3 (tiga) kali musim panen.

Pembayaran uang sewanya pada saat terjadinya akad sewa menyewa

dilakukan pada saat musim panen pertama tiba. Akan tetapi dalam

prakteknya meskipun sudah diberikan kelonggaran pembayaran

sampai musim panen pertama tiba, tetapi masih ada dari pihak

penyewa yang tidak memenuhi kewajibannya dengan alasan

mengalami kerugian dan berbagai alasan yang lainnya.

3. Oleh Biyasrini dalam penelitiannya yang berjudul “Praktek Sewa-

Menyewa Sawah Sistem Tahunan Dalam Upaya Meningkatkan

Pendapatan Petani Desa Teluk Kiambang Kecamatan Tempuling

Kabupaten Indragiri Hilir” (2020).

Praktek sewa-menyewa sawah sistem tahunan dari segi bentuk

akad, bentuk perjanjian dalam kategori pertama adalah akad al-ijarah,

bahwa saat akad perjanjian berlangsung pihak menyewa sawah

mengambi manfaat yaitu dari tanah sawah yang akan di tanami padi,

sedangkan pihak pemilik sawah telah berhak pula mengambil upah

sewa menyewa tanah dengan imbalan sejumlah uang atau bagi hasil

dengan kesepakatan kedua belah pihak adalah diperbolehkan dengan

dikuatkan beberapa hadist yang sahih. Pada kategori kedua bukan

merupakan akad sewa menyewa namun perjanjian ini merupakan dari

bagi hasil bidang pertanian.

35
Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian

terdahulu dan penelitian yang dilakukan peneliti pada saat ini, baik itu

dalam permasalahan, subjek atau objek penelitian. Yang kemudian

dirangkum dalam sebuah tabel perbandingan sebagai berikut :

Tabel 1.1

Penelitian Relevan

NAMA JUDUL
NO PERSAMAAN PERBEDAAN
PENELITI PENELITIAN

1 Ahmad Tinjauan Sama-sama Aspek yang

Hanafi Hukum Islam meneliti diteliti pada

Zakariya Terhadap tentang sewa penelitian ini

(2018) Praktek Sewa menyewa tentang

Menyewa (Ijarah) pada manfaat

Tanah Dalam lahan pertanian tehadap

Produksi Batu pendapatan

Bata di Desa petani.

Karangduren

Kecamatan

Kebonarum

Kabupaten

Klaten

2 Inayatur Sewa Menyewa Sama-sama Pada

Rohmah Sawah Dengan penelitian penelitian saat

36
Sa’idah Sistem Bayar tentang sewa ini tidak

(2019) Musim Panen menyewa ditinjau pada

Tinjauan lahan sawah hukum-hukum

Kompilasi dengan sistem apapun karena

Hukum bayar musim akad yang

Ekonomi panen diterapkan

Syariah pada

(KHES) penelitian ini

sudah sesuai

dengan hukum

islam

3 Biyasrini Praktek Sewa- Sama-sama Penelitian ini

(2020) Menyewa meneliti pada meneliti

Sawah Sistem objek tentang sewa

Tahunan Dalam pendapatan menyewa

Upaya petani lahan

Meningkatkan pertanian yang

Pendapatan memakai

Petani Desa sistem bayar

Teluk setelah panen.

Kiambang

Kabupaten

Indragiri Hilir

37
Kecamatan

Tempuling

C. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1
Kerangka Konseptual

38
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan

sejak tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang

lebih 3 (tiga) bulan, 2 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan

data yang meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses

bimbingan berlangsung.

2. Tempat Penelitian

Peneliti mengambil lokasi untuk penelitian di Desa Wotan

Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik, karena di daerah tersebut

permasalahan yang diteliti oleh peneliti terjadi.

B. Objek dan Subjek Penelitian

Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2010) objek penelitian merupakan suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian di tarik kesimpulannya.

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah manfaat

sewa menyewa lahan pertanian dengan sistem bayar musim panen

terhadap pendapatan petani di Desa Wotan Panceng Gresik.

39
Menurut Arikunto (2010) subjek penelitian merupakan tempat

variabel melekat. Subjek penelitian adalah tempat di mana data untuk

variabel penelitian diperoleh. Subjek dalam penelitian ini adalah petani

desa Wotan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari sebuah penelitian adalah untuk

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data yang

ditetapkan.

Pada pengertian lain, teknik pengumpulan data adalah “Metode

pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data.” Berdasarkan arti dari teori diatas,

dapat disimpulkan bahwa teknik pengumpulan data sangat membantu

penulis dalam memecahkan permasalahan penelitian.(Riduwan, 2010 : 51)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui Tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam satu topic tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti tapi juga apabila

40
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang tidak

dapat diperoleh melalui observasi dan kuesioner. Tidak semua data

diperoleh dengan observasi sehingga peneliti harus mengajukan

pertanyaan kepada partisipan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat

penting untuk menangkap persepsi, pikira, pendapat, perasaan

seseorang tentang suatu gejala, peristiwa, fakta atau realita. (Raco,

2013 : 116)

Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur ialah

wawancara yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila

peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang

akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara

pengumpulan data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis.

Langkah-langkah dalam penggunakan wawancara untuk

mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan.

3) Mengawali atau membuka alur wawancara.

4) Melangsungkan alur wawancara.

5) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

41
6) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah

diperoleh.

Wawancara ini dilakukan oleh peneliti kepada 5 petani pemilik

lahan, 5 petani penyewa lahan di Desa Wotan untuk mendapatkan

informasi tentang bagaimana penerapan akad ijarah lahan pertanian di

Desa Wotan serta bagaimana manfaat ijarah pada lahan pertanian

terhadap pendapatan petani.

2. Dokumentasi

Penggunaan teknik dokumentasi ini bertujuan untuk menggali

data-data yang bersifat historis maksudnya catatan peristiwa yang

sudah berlalu. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan

metode wawancara. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara,

akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh profil desa,

data-data mu’jir dan musta’jir, dan dokumen-dokumen yang dapat

mendukung untuk penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk

mendapatkan data sekunder yang bersumber dari buku-buku, jurnal

dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari data, menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam

pola memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

42
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang

lain.(Prof. Dr. Sugiyono, 2010 : 335)

Teknik anaisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data induktif. Analisis data induktif adalah penarikan kesimpulan

yang berangkat dari fakta-fakta khusus, untuk kemudian ditarik

kesimpulan secara umum. Adapun langkah-langkah untuk menganalisis

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang hal yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.(Prof. Dr. Sugiyono, 2010

: 338)

2. Penyajian Data

Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks dan naratif.(Prof. Dr.

Sugiyono, 2010 : 341) Pada tahap ini peneliti menyajikan data-data

yang telah direduksi ke dalam laporan secara sistematis. Data disajikan

dalam bentuk narasi berupa Penerapan Sewa Lahan Pertanian Dengan

Sistem Bayar Setelah Panen Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan

Petani.

43
3. Pengambilan Kesimpulan

Dalam penelitian ini data yang telah diproses dengan langkah-

langkah seperti di atas, kemudian ditarik kesimpulan secara kritis

dengan menggunakan metode deduktif yang berangkat dari hal-hal

yang bersifat umum untuk memperoleh kesimpulan khusus yang

objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara

melihat kembali pada hasil reduksi dan penyajian data sehingga

kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan

penelitian.

Pada tahap penarikan kesimpulan ini yang dilakukan adalah

memberikan kesimpulan terhadap analisis/penafsiran data dan evaluasi

kegiatan yang mencakup pencarian makna serta pemberian penjelasan

dari data yang telah diperoleh.

44
BAB IV

PENYAJIAN HASIL PENELITIAN

D. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa Wotan

Sejarah Desa Wotan tidak terlepas dari sejarah Masyarakat

Panceng dan sekitarnya, karena Desa Wotan adalah salah satu Desa

tertua diwilayah yang waktu itu masih masuk pada wilayah

Kawedanan Sidayu. Tidak banyak yang bisa digali dari sejarah Desa

Wotan ini, karenan minimnya sumber sejarah yang tertulis atau cerita

orang-orang tua yang otentik, karena keberadaan Desa Wotan sendiri

tidak lepas dari sejarah kanjeng sepuh Sidayu yang konon sebelum

adanya perkampangan, sudah ada soko atau tiang dari kayu jati untuk

pembuatan masjid yang konon cerita kayu tersebut dikirim dari

Kanjeng Sepuh Sidayu.

Desa Wotan sendiri diambil dari kata Wot (jembatan dari batang

kayu) dan tan (wetan/ timur) yang melintang ke timur yang terletak di

sumber air minum (sendang). Meskipun diperkirakan usianya sudah

ratusan tahun namun masih dapat dilihat keberadaannya. Sejarah Desa

Wotan tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perjuangan Rakyat

Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan, hal ini dapat dilihat dari

bangunan tanda terima kasih yang bangun oleh Kepolisian Republik

Indonesia sebagai ucapan terima kasih atas peran serta warga Desa

Wotan dalam merebut kemerdekaan RI pada masa penjajahan Belanda

45
2. Visi Misi Desa Wotan

“ Bersama membangun desa wotan yang sejahtera, berkeadilan,

sehat, aman dan religius ”

3. Pemerintahan Desa Wotan

Desa Wotan sendiri memiliki organisasi atau lembaga yang biasa,

berkutat pada sistem pemerintahan desa baik di bawah pengawasan

atapun diatas pemerintahan desa itu sendiri. Berikut adalah organisasi

atau lembaga tersebut: BPD, Perangkat Desa, LPMD, karangtaruna,

PKK, anshor, muslimat, IPNU dan IPPNU.

a. Struktur Organisasi

Kepala Desa : Khusnul Muslihun

Sekertaris Desa : Roihan, S.Ag

Kaur. Perencanaan : Abdul Latif, S.Pd

Kasi. Pemerintahan : Abdi Manaf, A.Md

Kaur. Keuangan : Vivit Inayatul Illah, S.Pd.I

Kasi. Pelayanan : Turmudli

Kasi. Kestra : Abdul Adlim, S.Ag

Kaur. TU Umum : Iffah, S.P

4. Kondisi Geografis

Secara administratif, Desa Wotan terletak di wilayah Kecamatan

Panceng Kabupaten Gresik dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-

desa tetangga sebagai berikut:

46
Tabel 1.2

Perbatasan Wilayah Desa

BATAS DESA

Sebelah Utara Desa Cangaan Kecamatan Ujungpangkah

Sebelah Selatan Desa Petung Kecamatan Panceng

Sebelah Timur Desa Doudo Kecamatan Panceng

Sebelah Barat Desa Sukodono Kecamatan Panceng

Sumber : Data Desa Wotan Tahun 2021

Jarak tempuh Desa Wotan ke ibu kota kecamatan adalah 6 km,

yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 20 menit. Sedangkan jarak

tempuh ke ibu kota kabupaten adalah 35 km, yang dapat ditempuh

dengan waktu sekitar 2 jam. Secara geografis Desa Wotan terletak

pada posisi 7°21'-7°31' Lintang Selatan dan 110°10'-111°40' Bujur

Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang

yaitu sekitar + 20 m di atas permukaan air laut dengan kemiringan 5

%. Berdasarkan data BPS kabupaten Gresik tahun 2004, selama tahun

2004 curah hujan di Desa Wotan rata-rata mencapai 2.400 mm.

Pembagian lahan di desa Wotan sebagian besar adalah lahan

Pertanian tadah Hujan, tanaman padi dan jagung yang menjadi

unggulan, jika di musim penghujan. Pada lahan tegalan banyak

digunakan untuk tanaman perkebunan mangga dan hutan rakyat.

Adapun lahan lainnya tercatat sebagaimana pada tabel berikut :

47
Tabel 1.3

Pembagian Luas Wilayah Desa

NO URAIAN SUMBER DAYA ALAM VOLUME SATUAN

1 Lahan persawahan 186,0000 Ha

2 Lahan tegal 4,0670 Ha

3 Lahan pemukiman 9,4700 Ha

4 Lahan pekarangan 7,2000 Ha

5 Lahan perkebunan 1,4000 Ha

6 Waduk/danau 7,0000 Ha

7 Tanah kas desa 2,0000 Ha

8 Fasilitas umum 3,3000 Ha

9 Hutan 0,0000 Ha

Jumlah luas wilayah 220,4370 Ha

Sumber : Sistem Informasi Desa dan Kelurahan

prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id

5. Kondisi demografis

Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa tahun 2017,

jumlah penduduk Desa Wotan adalah terdiri dari 862 KK, dengan

jumlah total 3.066 jiwa, dengan rincian 1.559 laki-laki dan 1.507

perempuan. Berikut adalah pebambagian jumlah penduduk

berdasarkan tingkat pendidikan dan kepala rumah tangga:

48
Tabel 1.4

Pembagian Jumlah Penduduk

NO URAIAN SUMBER DAYA VOLUME SATUAN

MANUSIA

1 Penduduk dan keluarga

a. Penduduk laki-laki 1.559 Orang

b. Penduduk perempuan 1.507 Orang

c. Jumlah keluarga (KK) 862 KK

Jumlah keseluruhan 3.066 Orang

Sumber : Arsip Desa Wotan Tahun 2021

6. Potensi desa wotan

a. Pendidikan

Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat

SDM (Sumber Daya Manusia) yang dapat berpengaruh dalam

jangka panjang pada peningkatan perekonomian. Dengan tingkat

pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat

kecakapan masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong

tumbuhnya ketrampilan kewirausahaan dan lapangan kerja baru,

sehingga akan membantu program pemerintah dalam

mengentaskan pengangguran dan kemiskinan. Prosentase tingkat

pendidikan Desa Wotan rata – rata berpendidikan SD atau

sedarajat sampai SMP atau sederajat.

49
Dalam hal kesediaan sumber daya manusia (SDM) yang

memadahi dan mumpuni, keadaan ini merupakan tantangan

tersendiri. Rendahnya kualitas tingkat pendidikan di Desa Wotan

tidak terlepas dari terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan

yang ada, di samping tentu masalah ekonomi dan pandangan hidup

masyarakat. Sarana pendidikan di Desa Wotan. baru tersedia di

tingkat pendidikan dasar 9 tahun (SD dan MTs / SMP), sementara

untuk pendidikan tingkat menengah ke atas berada di tempat lain

yang relatif jauh. Sebenarnya ada solusi yang bisa menjadi

alternatif bagi persoalan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM)

di Desa Wotan.

Gambar 1.2

Diagram Persentase Pendidikan

b. Ekonomi

50
Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Desa Wotan Rp.

40.500.000,-. Secara umum mata pencaharian warga masyarakat

Desa Wotan dapat teridentifikasi ke dalam beberapa sektor yaitu

pertanian, jasa/perdagangan, industri dan lain-lain. Berdasarkan

data yang ada, masyarakat yang bekerja di sektor pertanian

berjumlah 1.578 orang, yang bekerja disektor jasa berjumlah 212

orang, yang bekerja di sektor industri 100 orang, dan bekerja di

sektor lain-lain 1.100 orang. Dengan demikian jumlah penduduk

yang mempunyai mata pencaharian berjumlah 1691 orang.

Gambar 1.3

Diagram Persentase Mata Pencaharian

c. Perdagangan

Hanya terdapat 1 pasar tradisional di Desa Wotan, pasar ini

melayani penduduk yang berada di Desa Wotan maupun di luar

Desa yang ingin berbelanja memenuhi kebutuhan sehari-hari.

51
Keberadaan fasilitas perdagangan di Desa Wotan selain pasar

tradisional terdapat juga warung atau toko yang melayani

kebutuhan sehari-hari warga desa Wotan.

d. Sosial dan budaya

Dengan adanya perubahan dinamika politik dan sistem politik

di Indonesia yang lebih demokratis, memberikan pengaruh kepada

masyarakat untuk menerapkan suatu mekanisme politik yang

dipandang lebih demokratis. Dalam konteks politik lokal Desa

Wotan, hal ini tergambar dalam pemilihan kepala desa dan

pemilihan-pemilihan lain (pileg, pilpres, pemillukada,) yang juga

melibatkan warga masyarakat desa secara umum.

Khusus untuk pemilihan kepala desa Wotan, sebagaimana

tradisi kepala desa di Jawa, biasanya para peserta (kandidat) nya

adalah mereka yang secara trah memiliki hubungan dengan elit

kepala desa yang lama. Hal ini tidak terlepas dari anggapan

masyarakat banyak di desa-desa bahwa jabatan kepala desa adalah

jabatan garis tangan keluarga-keluarga tersebut. Fenomena inilah

yang biasa disebut pulung –dalam tradisi jawa- bagi keluarga-

keluarga tersebut. Jabatan kepala desa merupakan jabatan yang

tidak serta merta dapat diwariskan kepada anak cucu. Mereka

dipilih karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya

dengan warga desa. Kepala desa bisa diganti sebelum masa

jabatannya habis, jika ia melanggar peraturan maupun

52
norma norma yang berlaku. Begitu pula ia bisa diganti jika ia

berhalangan tetap.

Karena demikian, maka setiap orang yang memiliki dan

memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan dalam perundangan

dan peraturan yang berlaku, bisa mengajukan diri untuk mendaftar

menjadi kandidat kepala desa. Fenomena ini juga terjadi pada

pemilihan desa Wotan pada tahun 2013. Pada pilihan kepala desa

ini partisipasi masyarakat sangat tinggi, yakni hampir 95%.

Tercatat ada satu kandidat kepala desa pada waktu itu yang

mengikuti pemilihan kepala desa. Pilihan kepala Desa bagi warga

masyarakat Desa Wotan seperti acara perayaan desa. Pada tahun

2015 masyarakat dilibatkan dalam pemilihan Bupati dan Wakil

Bupati secara langsung. Walaupun tingkat partisipasinya lebih

rendah dari pada pilihan kepala Desa, namun hampir 70% daftar

pemilih tetap, memberikan hak pilihnya. Ini adalah proggres

demokrasi yang cukup signifikan di Desa Wotan.

Setelah proses-proses politik selesai, situasi desa kembali

berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta demokrasi desa

berakhir dengan kembalinya kehidupan sebagaimana awal

mulanya. Masyarakat tidak terus menerus terjebak dalam sekat-

sekat kelompok pilihannya. Hal ini ditandai dengan kehidupan

yang penuh tolong menolong maupun gotong royong. Walaupun

pola kepemimpinan ada di Kepala Desa namun mekanisme

53
pengambilan keputusan selalu ada pelibatan masyarakat baik lewat

lembaga resmi desa seperti Badan Perwakilan Desa maupun lewat

masyarakat langsung. Dengan demikian terlihat bahwa pola

kepemimpinan di Wilayah Desa Wotan. mengedepankan pola

kepemimpinan yang demokratis.

Berdasarkan deskripsi beberapa fakta di atas, dapat dipahami

bahwa Desa Wotan mempunyai dinamika politik lokal yang bagus.

Hal ini terlihat baik dari segi pola kepemimpinan, mekanisme

pemilihan kepemimpinan, sampai dengan partisipasi masyarakat

dalam menerapkan sistem politik demokratis ke dalam kehidupan

politik lokal. Tetapi terhadap minat politik daerah dan nasional

terlihat masih kurang antusias. Hal ini dapat dimengerti

dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan keseharian

masyarakat Desa Wotan kurang mempunyai greget, terutama yang

berkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan kepentingan

masyarakat secara langsung.

Berkaitan dengan letaknya yang berada diperbatasan Jawa

Timur dan Jawa Tengah suasana budaya masyarakat Jawa sangat

terasa di Desa. Dalam hal kegiatan agama Islam misalnya,

suasananya sangat dipengaruhi oleh aspek budaya dan sosial Jawa.

Hal ini tergambar dari dipakainya kalender Jawa/Islam, masih

adanya budaya slametan, tahlilan, sedekah bumi dan lainnya, yang

54
semuanya merefleksikan sisi-sisi akulturasi budaya Islam dan

Jawa.

Dengan semakin terbukanya masyarakat terhadap arus

informasi, hal-hal lama ini mulai mendapat respon dan tafsir balik

dari masyarakat. Hal ini menandai babak baru dinamika sosial dan

budaya, sekaligus tantangan baru bersama masyarakat Desa Wotan

Dalam rangka merespon tradisi lama ini telah mewabah dan

menjamur kelembagaan sosial, politik, agama, dan budaya di Desa

Wotan Tentunya hal ini membutuhkan kearifan tersendiri, sebab

walaupun secara budaya berlembaga dan berorganisasi adalah baik

tetapi secara sosiologis ia akan beresiko menghadirkan kerawanan

dan konflik sosial. Dalam catatan sejarah, selama ini belum pernah

terjadi bencana alam dan sosial yang cukup berarti di Desa Wotan

Isu-isu terkait tema ini, seperti kemiskinan dan bencana alam, tidak

sampai pada titik kronis yang membahayakan masyarakat dan

sosial.

e. Kesehatan

Masalah pelayanan kesehatan adalah hak setiap warga

masyarakat dan merupakan hal yang penting bagi peningkatan

kualitas masyarakat ke depan. Masyarakat yang produktif harus

didukung oleh kondisi kesehatan. Salah satu cara untuk mengukur

tingkat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari banyaknya

masyarakat yang terserang penyakit.

55
Dari data yang ada menunjukkan adanya jumlah masyarakat

yang terserang penyakit relatif sedang. Adapun penyakit yang

sering diderita antara lain demam, flu akibat perubahan cuaca,

malaria, dll. Data tersebut menunjukkan bahwa gangguan

kesehatan yang sering dialami penduduk adalah penyakit yang

bersifat sedang, yang hanya disebabkan perubahan cuaca serta

kondisi lingkungan yang kurang sehat. Hal ini dapat mengurangi

daya produktifitas masyarakat Desa Wotan secara umum.

B. Penyajian Data

Sebelum membahas lebih dalam mengenai sewa menyewa tanah di

Desa Wotan, perlu diketahui bahwa sewa menyewa tanah yang akan

dibahas saat ini merupakan praktek sewa menyewa atas kemauan kedua

belah pihak. Karena mayoritas penduduknya merupakan petani, maka

praktek sewa lahan pertanian sudah menjadi kewajaran didesa. Bagi

masyarakat yang tidak mempunyai lahan pertanian maka kemudian

mereka melakukan sewa kepada masyarakat yang mempunyai lahan yang

tidak digarap atau memang dari pemilik lahan tersebut ingin disewakan.

Dalam hal ini penulis telah melakukan penelitian melalui wawancara

dengan cara menanyakan mengenai beberapa hal yang ingin diketahui

tentang sewa menyewa lahan pertanian. Pada waktu melakukan

wawancara kepada para pelaku sewa menyewa lahan pertanian, penulis

mengajukan beberapa pertanyaan diantaranya adalah pertanyaan

56
menyangkut faktor yang menyebabkan melakukan sewa-menyewa, tata

cara pelaksanaan akad, sistem pembayaran dan sebagainya.

1. Data Pelaku Transaksi Akad Ijarah di Desa Wotan

Berikut data pemilik dan penyewa lahan yang penulis dapatkan

berdasarkan wawancara kepada petani dan masyarakat Desa Wotan pada

hari Jum’at tanggal 08 Oktober 2021.

Tabel 1.5

Data Pemilik dan Penyewa Lahan

SAWAH

NO PEMILIK LAHAN YANG PENYEWA

DISEWAKAN

1 Bapak Yaziz 1 petak Bapak Karsuli

2 Ibu Amaliya 1 petak Bapak Fanji

3 Mbah Samejan 3 petak Bapak Suyono

4 Bapak Kuseni 1 petak Ibu Shopipah

5 Bapak Kasrun 2 petak Bapak Najib

6 Ibu Nur 1 petak Bapak Asmani

7 Ibu Asrimah 1 petak Bapak Muslimin

Sumber: Wawancara Petani di Desa Wotan

2. Pengaruh Ijarah Terhadap Pendapatan Petani di Desa Wotan

Menurut data yang didapat dari lapangan, pendapatan petani rata-

rata semakin meningkat dari penghasilan panen pertama ke

penghasilan panen selanjutnya, yang disajikan dalam bentuk tabel.

57
Tabel 1.6

Pendapatan Petani

NO NAMA PANEN PANEN PANEN PANEN PANEN

1 2 3 4 5

Bapak 4.000.000 6.200.000 7.000.000 - -


1
Suyono

Ibu 3.500.000 5.000.000 - - -


2
Musyafaah
Bapak 4.900.000 5.200.000 5.600.000 6.100.000 -
3
Muslimin
Bapak 5.000.000 6.700.000 7.000.000 7.300.000 -
4
Karsuli
Bapak 3.400.000 5.600.000 6.000.000 6.500.000 -
5
Fanji
Ibu 2.000.000 2.300.000 2.500.000 3.000.000 3.400.000
6
Amaliya
Sumber: Wawancara Petani di Desa Wotan

C. Analisis Data

Berdasarkan teknik analisis data yang penulis gunakan menurut Prof.

Dr. Sugiyono pada bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D pada tahun 2010, maka dapat dianalisis beberapa hasil

penelitian yang terjadi di Desa Wotan mengenai penerapan akad ijarah

pada lahan pertanian.

1. Penerapan Akad Ijarah Pada Lahan Pertanian di Desa Wotan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan secara garis besar praktek

sewa tanah yang dilakukan masyarakat setempat adalah sistem sewa

58
lahan yang belum jelas pembayarannya atau tidak dibayarkan dari

awal akad tetapi menunggu hasil panen dari lahan tersebut. Berapapun

hasil yang diperoleh penyewa, pemilik lahan mendapatkan uang ¼

dari hasil panen yang telah disepakati pada awal akad dengan tidak

mengganti modal yang telah dikeluarkan oleh penyewa.

Sementara mengenai proses yang terjadi pada masyarakat hanya

antara masyarakat Wotan setempat saja. Masalah akad yang dilakukan

secara lisan saja atau atas dasar suka sama suka yaitu dengan cara

pemilik tanah atau si penyewa yang mendatangi rumah dan

menyampaikan keinginan untuk menyewa tanah tersebut.

Berikut alasan mengenai pelaksanaan ijarah pada lahan pertanian di

Desa Wotan menurut penuturan beberapa petani :

- Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

Menurut orang yang menyewakan, uang hasil sewa tanam

biasa ditabung untuk diambil sedikit demi sedikit guna memenuhi

kebutuhannya sehari- hari. Dengan demikian mereka merasa

tenang karena setidaknya adasimpanan yang dapat mereka gunakan

sewaktu-waktu mereka butuhkan. Seperti yang dinyatakan oleh

Bapak Yaziz (salah satu pemilik lahan) tentang alasan

menyewakan tanahnya, pada hari Jum’at, 10 September 2021.

“Saya menyewakan lahan saya guna menambah tabungan


utnuk kebutuhan sehari-hari, yaa lumayan lah hanya modal
memasrahkan tanah yang dirawat orang lain tapi saya bisa
mendapatkan sejumlah uang sewa tanpa harus bekerja sendiri”

- Sebagai modal usaha

59
Uang hasil sewa dapat digunakan sebagai modal usaha yang

lumayan jumlahnya, terutama digunakan sebagai modal pada

musim tanam. Karena pada umumnya mereka adalah petani,

dengan menyewakan tanahnya orang yang menyewakan tanahnya

tidak akan kesulitan mencari modal untuk biaya musim tanam yang

relatif besar. Sebelum mereka mengenal praktek sewa-menyewa

tanah mereka mencari modal untuk musim tanam dengan

menggadaikan barang yang mereka punya atau berhutang dari

tetangga. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Ibu Amaliya,

pada hari Jum’at, 10 September 2021. “ Biasanya dulu itu kalo

cari modal usaha saya ngutang di tetangga atau di Bank, tapi

sejak tau manfaat sewa-menyewa tanah, saya lebih memanfaatkan

keuntungan dari hasil pembayaran sewa.”

- Untuk memperoleh keuntungan

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kegiatan ekonomi

terutama dalam lapangan bisnis, keuntungan menjadi motifasi

utama bagi para pelakunya. Bagi para penyewa tanah praktek sewa

tanah cukup menjanjikan bagi para mereka untuk memperoleh

keuntungan jika nasib mereka cukup baik. Dengan harga sewa

yang telah disepakati bahwa pembayaran sewa setelah panen,

mereka berharap dihasil panen berikutnya terjadi lonjakan

kenaikan frekuensi tanaman tersebut. Salah satu penyewa sawah

bernama Bapak Karsuli pada hari Jum’at, 10 September 2021.

60
“ Semua petani pasti menginginkan keuntungan dari
pekerjaannya, makanya dengan menyewa tanah orang lain dalam
kurun waktu yang lumayan lama, petani merasa dapat mengambil
keuntungan karena jika penjualan hasil panen semakin naik dan
tinggi, petani akan sangat diuntungkan disitu.”

- Letak sawah yang terlalu jauh

Letak sawah yang dimiliki terlalu jauh menjadikan pemilik

sawah untuk lebih memilih menyewakan sawahnya kepada

penyewa yang dirasa mampu dan mau untuk

menggarap/menggelola sawahnya. Hal ini dikemukakan oleh salah

satu pemilik lahan bernama Mbah Samejan yang diwawancarai

pada hari Jum’at, 10 September 2021.

“ Sawah saya itu terletak jauh dari rumah, dan saya juga sudah
tua, jadi lebih baik saya sewakan saja sama petani yang
membutuhkan pekerjaan, yaa untung-untung bisa membantu dia
mendapatkan pekerjaan. Sesama manusia kan harus saling tolong-
menolong”

- Untuk kebutuhan mendadak

Dalam keadaan darurat, sewa-menyewa tanah menjadi solusi

yang paling cepat untuk memperoleh uang terutama jika tidak ada

harta lain yang dapat diandalkan kecuali tanah-tanah tersebut. Hal

ini didukung dengan proses transaksi yang mudah dan tidak

berbelit. Seperti yang dikatakan Bapak Kuseni pada hari Jum’at, 10

September 2021.

“Saya pernah menyewakan sawah kepada orang yang sanggup


membayar di awal akad. Uang sewa ini pas sekali digunakan untuk
keperluan mendadak, apalagi kalo penyewanya bisa membayar di
awal akad, yaa meskipun perjanjiannya bayar setelah panen. Tapi
kalau memang rezekinya ya itu bisa saja terjadi”

61
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari wawancara kepada

beberapa petani, penerapan akad ijarah atau sewa pada lahan pertanian

di Desa Wotan dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya :

- Tahap penawaran

Dalam tahap ini orang yang menyewakan (mu’jir)

menghubungi pihak penyewa (musta’jir) untuk menawarkan tanah

yang akan disewakan sekaligus menjelaskan sifat tanah tersebut.

Orang yang menyewakan menjelaskan kepada pihak penyewa

tentang ukuran tanah yang akan disewakan, jenis tanaman, lokasi,

kebiasaan serta sifat-sifatnya. Penawaran akad sewa-menyewa

tanah juga bisa berasal dari pihak penyewa yakni pihak penyewa

menawarkan kepada pemilik tanah untuk menyewa tanahnya

selama bebarapa tahun. Kebiasaan yang terjadi di Desa Wotan,

sewa tanah diadakan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan

yang dekat atau sudah memiliki kebiasaan bertransaksi bersama.

Dengan demikian orang yang menyewa pada dasarnya telah

mengetahui seluk beluk objek sewa sehingga orang yang

menyewakan tidak terlalu rumit menjelaskan objek sewanya.

Orang yang menyewa biasanya adalah orang-orang yang biasa

menyewa tanah sehingga ia benar-benar tahu sifat-sifat dari tanah

tersebut.

- Tahap peninjauan

62
Meski ada dasarnya pihak penyewa telah sedikit banyak

mengetahui sifat-sifat tanah yang menjadi objek sewa, namun

untuk lebih memahami kondisi objek sewanya maka pihak

penyewa tetap mengadakan peninjauan. Tahap peninjauan

dilakukan untuk mengetahui kondisi tanah serta lokasinya,

terutama untuk mengetahui kualitas tanah tersebut. Hal ini juga

dapat menghindarkan dari kesalahpahaman antara orang yang

menyewakan dan penyewa tanah.

- Tahap transaksi

Setelah kedua belah pihak mengadakan penawaran dan

peninjauan, maka selanjutnya adalah tahap transaksi. Transaksi ini

dimulai dengan pernyataan ijab dan kabul antara pemilik lahan

(mu’jir) dan penyewa (musta’jir) dan penentuan harga sewa-

menewa (Ujroh). Ijab dan kabul ini biasanya hanya diucapkan

secara lisan antara kedua belah pihak tanpa adanya surat ataupun

saksi dengan catatan keduanya sama-sama rela melakukan

transaksi ijarah tersebut.

Sedangkan untuk penetapan harga sewa disesuaikan dengan

jasa keduanya, jika pemilik lahan tidak bertanggungjawab pada

perawatan lahan dalam artian hak dan kuasa atas lahan sepenuhnya

berpindah pada penyewa, maka pembagiannya adalah ¼ untuk

pemilik lahan dan ¾ untuk penyewa.

63
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara pada petani dan

pemilik lahan pada tanggal 10 September 2021.

Mbak Musyafa’ah sebagai pemilik lahan. “ Saya hanya cukup

memasrahkan sawah saja, maka dari itu saya hanya mendapat ¼

dari hasil panen apalagi saya tidak perlu mengeluarkan dana

untuk perawatan sawah atau tanamannya.”

Bapak Fanji sebagai penyewa/petani.

“ Memang sudah adatnya bahwa pembagian hasilnya lebih


banyak pada penyewa karena pemilik lahan sudah tidak
bertanggungjawab atas lahan selama akad sewa berlangsung.
Maka dari itu petani merasa diuntungkan di akad sewa ini,
apalagi sawah didesa ini subur-subur jadi jarang sekali terjadi
gagal panen.”

- Berakhirnya akad Ijarah

Akad sewa lahan pertanian menjadi batal atau berakhir

disebabkan berakhirnya masa sewa lahan yang telah disepakati

kedua belah pihak. Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,

seperti terjadi bencana yang menyebabkan kerusakan tanaman atau

gagal panen, maka hal ini tidak dapat menyebabkan batalnya

sewa sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Kerugian yang rentan terjadi menjadi tanggung jawab

penyewa, penyewa lahan tidak berhak meminta ganti rugi kepada

pemilik lahan. Sebagaimana jika pihak penyewa memperoleh

keuntungan besar yang disebabkan kenaikan frekuensi panen

maupun kenaikan harganya, maka pemilik lahan tidak berhak

meminta tambahan uang sewa ataupun pembagian keuntungan.

64
Meski demikian jika ada ganti rugi maupun pembagian

keuntungan, hal itu merupakan kemurahan hati yang berdasar

inisiatif dan kerelaan dari masing- masing pihak.

b. Penerapan Akad Ijarah Dengan Sistem Bayar Setelah Panen di Desa

Wotan

Pada dasarnya sewa menyewa merupakan penukaran manfaat

barang yang telah jelas wujudnya tanpa diikuti dengan perpindahan

kepemilikannya dari barang tersebut. (Karim, 2010 : 137) Sewa

menyewa sawah yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan

merupakan salah satu bentuk transaksi bermuamalah yang sudah

lama dilakukan oleh masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai

petani dengan berbagai macam sistem yang telah berlaku di daerah

tersebut. Sewa menyewa sawah ini terjadi disebabkan oleh

tingginya minat pada masyarakat untuk menyewa sawah atau lahan

pertanian dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sewa menyewa sawah yang terjadi di Desa Wotan Kecamatan

Panceng Kabupaten Gresik menggunakan banyak sistem, salah satu

sistem yang digunakan dalam sewa menyewa sawah di Desa Wotan

tersebut dengan menggunakan sistem bayar setelah panen.

Sewa menyewa sawah dengan sistem bayar setelah panen yang

terjadi di Desa Wotan dalam pelaksanaannya melibatkan dua pihak

yakni pihak penyewa (musta’jir) dan pemilik sawah (mu’jir).

Perjanjian kerjasama sewa menyewa sawah ini terjadi setelah kedua

65
belah pihak baik pihak pemilik sawah maupun penyewa telah

bersepakat untuk mengadakan perjanjian sewa menyewa.

Pelaksanaannya dengan cara pemilik sawah yang akan

menyewakan sawahnya mendatangi pihak penyewa yang tidak

memiliki sawah atau penyewa yang merasa mampu untuk

menggarap sawahnya dengan tanpa adanya paksaan dari pihak

manapun. Hal ini disebabkan karena pihak pemilik sawah merasa

dirinya tidak mampu untuk menggarap sawahnya lagi ataupun dilatar

belakangi oleh faktor yang lainnya.

Berikut ini hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara terkait

dengan pelaksanaan sewa menyewa sawah dengan sistem bayar

setelah panen yang terjadi di Desa Wotan Kecamatan Panceng

Kabupaten Gresik :

Wawancara dengan Bapak Najib yang menyewa sawah milik Bapak

Kasrun pada hari Jum’at tanggal 08 Oktober 2021.

“Aku menyewa sawah dengan sistem bayar musim panen sudah


sejak lama, sebab tidak memiliki sawah sendiri, jadinya selama ini
hanya menyewa, misalnya sewa sawah milik Pak Kasrun. Senangnya
pembayaran uang sewanya tidak langsung waktu perjanjian
berlangsung, tetapi diberi kelonggaran sampai panen tiba, jadi
sawahnya tak kelola dulu, nanti pas sudah panen tiba baru bayar uang
sewanya, sebab modal menggarap/menggelola sawah juga tidak
sedikit, dan kalau tidak seperti ini ya tidak memiliki penghasilan
lagi.”

Berikut juga penuturan dari Ibu Shopipah yang menyewa sawah

dari Bapak Kuseni.

“Saya sewa ladang dengan pembayaran setelah panen ini karena


ditawari oleh Bapak Kuseni, karena saya tidak memiliki sawah jadi

66
lumayan untuk menambah penghasilan lagi pula suami saya hanya
bekerja sebagai kuli bangunan. Kebetulan saya juga hanya merawat
satu anak saja dan saya bisa bekerja sampingan untuk menggarap
ladang miliknya tersebut.”

Berikut juga penuturan dari Ibu Nur yang menyewakan sawahnya

dengan sistem pembayaran setelah panen.

“Ya karena rumah saya di Petung dan sawah saya di Wotan saya
rasa terlalu jauh untuk mengelolanya sendiri, lagipula saya juga
bekerja sebagai guru, jadi saya lebih memilih untuk menyewakan saja
dari pada menggarapnya sendiri, masalah pembayarannya saya
longgarkan setelah panen tiba saja agar lebih meringankan si
petani.”

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem

pembayaran sewa setelah panen sudah dilakukan sejak lama oleh

masyarakat Desa Wotan.

c. Manfaat Ijarah Terhadap Pendapatan Petani di Desa Wotan

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dengan

menyewakan lahan pertanian ini, dapat membantu atau memberikan

keuntungan kepada masyarakat penggarap dan pemilik lahan dengan

keuntungan masing masing. Dasar sewa menyewa yang terjadi di

Desa Wotan yaitu menganut kebiasaan yang sudah dilakukan sejak

dahulu.

Tentang pelaksanaan dan tata cara yang digunakan juga menganut

kebiasaan yang ada di masyarakat. Kebiasaan memang tidak dapat

dihilangkan begitu saja, karena pengaruhnya sangat besar terhadap

keberlangsungan hidup di lingkungan tersebut. Dari kebiasaan itu

muncul kesepakatan yang memang harus sama-sama disepakati kedua

67
belah pihak. Dan lama perjanjian dalam kerjasama juga harus sesuai

dengan kesepakatan masing-masing pihak.

Meski tidak banyak yang melakukan praktek sewa menyewa,

dikarenakan sebagian petani memiliki lahan sendiri dan digarap

sendiri. Namun adat sewa menyewa sawah ini sudah menjadi tradisi

masyarakat untuk saling tolong menolong.

Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang petani jagung yang

sudah lama menyewa sawah milik salah satu petani lainnya.

Wawancara pada Bapak Asmani pada hari Jum’at tanggal 08 Oktober

2021. “Sejak saya menyewa sawah dan merasakan manfaatnya yang

memberi saya keuntungan, saya sangat bersyukur karena kebutuhan

yang dulunya belum sempat terpenuhi sekarang bisa terpenuhi.”

Pernyataan lain juga dikatakan oleh Ibu Asrimah yang

menyewakan tanahnya pada Bapak Muslimun, pada hari Jum’at

tanggal 08 Oktober 2021 tentang manfaat sewa menyewa lahan

pertanian. “Saya bersyukur bisa membantu para petani yang mampu

menggarap sawah namun tidak mempunyai lahan, jadi saya sewakan

saja sawah saya. Kami sama-sama diuntungkan disini karena saya

juga bisa mendapat hasil dari pemanfaatan sawah tersebut.”

Namun begitu, dalam setiap transaksi sudah pasti ada hambatan

yang terjadi. Demikian juga dengan sewa-menyewa lahan pertanian

yang diterapkan di Desa Wotan ini. Pernah terjadi beberapa masalah

68
yang kadang menimbulkan ketidakrelaan salah satu belah pihak

hingga membuat akad tersebut rusak.

Salah satunya adalah keterlambatan uang sewa yang seharusnya

dibayarkan setelah panen dan hasil panen tersebut terjual. Hal ini

pernah terjadi pada seorang petani yang menyewakan sawahnya

namun sudah dua kali panen petani tersebut belum mendapatkan uang

pembayaran sewa dari penyewanya.

Berikut wawancara dengan Bapak Yaziz pada hari Jum’at tanggal

08 Oktober 2021.

“Saya menyewakan sawah saya kepada Bapak Husein, setahun


berjalan dengan lancar namun setelah memasuki tahun kedua, dia
mulai lalai dengan kewajibannya membayarkan uang sewa, sudah
dua kali panen ini dia belum membayar uang sewa tanpa alasan yang
jelas.”

Satu masalah lain terjadi pada Ibu Musyafa’ah bahwa petani yang

menyewa sawahnya pernah meminta uang untuk perawatan tanaman

yang terkena penyakit. Pada awalnya, dengan suka rela beliau

bersedia memberikan uang. Namun hal itu terjadi hingga dua kali.

Berikut penuturan dari Ibu Musyafa’ah menurut hasil wawancara pada

hari Jum’at tanggal 08 Oktober 2021.

“ Dia meminta uang untuk perawatan tanaman yang terkena


penyakit, padahal diawal akad sudah disepakati bahwa saya tidak
memiliki tanggungjawab atas pengolahan sawah dan tanamannya,
namun saya masih memakluminya. Untuk kejadian yang kedua
kalinya saya maklumi lagi dengan kesepakatan bahwa dia akan
memberikan tambahan hasil panennya untuk penggantian uang sewa,
tapi yang terjadi dia hanya membayar ¼ dari uang hasil penjualan
tanpa memberikan tambahan hasil panennya, padahal dia nunggak
pembayaran di dua kali panen. Saya merasa dirugikan dengan
kejadian ini.”

69
Dari beberapa penjelasan dan pernyataan diatas sangat jelas

bahwa sangat besar manfaat penerapan ijarah (sewa-menyewa) bagi

para petani di Desa Wotan. Terlihat dari rukun akad ijarah-nya saja

sudah jelas bahwa disetiap pelaksanaan transaksi ijarah (sewa-

menyewa) lahan pertanian harus ada manfaat bagi kedua belah pihak

antara mu’jir dan musta’jir.

Mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat

berlangsungnya akad sudah menjadi tanggungan kedua belah pihak

untuk menyelesaikannya. Terkadang ada pula akad ijarah yang

dibatalkan sebab permasalahan yang timbul diantara keduanya.

Seperti halnya pengucapan ijab kabul yang masih menggunakan lisan

tanpa adanya surat perjanjian tertulis, keterlambatan pembayaran uang

sewa karena gagal panen, pihak penyewa yang masih menuntut uang

perawatan tanaman pada pemilik lahan hingga pengakuan hak milik

atas tanah yang disewa.

Berbicara tentang pengucapan ijab dan kabul secara lisan tanpa

adanya surat tertulis seperti yang diterapkan di Desa Wotan ini masih

bertentangan dengan firman Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 282

yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan


utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya,

70
maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang
itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun dari padanya.”
(Q.S. Al Baqarah : 282)
Selain itu pelaksanaan sewa tanah di Desa Wotan Kecamatan

Panceng Kabupaten Gresik masih menunjukkan adanya unsur ketidak

pastian dan spekulasi hasil baik oleh pemilik lahan maupun oleh

penyewa. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran uang sewa

karena gagal panen, maka kedua pihak akan mengalami kerugian,

penyewa mengalami kerugian modal dari awal masa tanam dan yang

menyewakan mengalami kerugian tanahnya tidak diberikan haknya

sebagai pemilik tanah.

Apabila terjadi penuntutan uang perawatan kepada pemilik lahan

tanpa adanya tambahan hasil panen yang diberikan kepada pemilik

lahan dipembayaran selanjutnya, maka pihak yang menyewakan

(mu’jir) mengalami kerugian berupa uang perawatan yang seharusnya

menjadi tanggungan penyewa (musta’jir) seperti kesepakatan diawal

transaksi akad. Dalam hal ini terdapat indikasi gharar (penipuan)

dalam pelaksanan sewa tanah di Desa Wotan Kecamatan Panceng

Kabupaten Gresik. Sedangkan gharar (penipuan) dilarang dalam

islam, seperti firman Allah dalam Surah An-Nisa’ ayat 29, yang

artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan batil kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku suka sama suka diantara kamu.” (Q.S. An Nisa’ : 29)

71
Hal inilah yang menunjukkan masih adanya wansprestasi dalam

perjanjian sewa menyewa sawah dengan sistem bayar setelah panen di

Desa Wotan yang dilakukan oleh beberapa orang dari penyewa, sebab

dari pihak penyewa masih ada yang tidak melaksanakan

kewajibannya, meskipun pihak pemilik sawah telah melaksanakan

kewajibannya untuk menyerahkan sawahnya kepada pihak penyewa.

Sehingga menjadikan pihak pemilik sawah tidak mendapatkan haknya

untuk menerima uang sewa sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

Untuk menghindari adanya kerugian bagi para pihak yang terlibat

dalam perjanjian, maka hukum Islam menganjurkan untuk

melakukan pemenuhan atas perjanjian-perjanjian yang telah dibuat.

Sebaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surah Al Maidah ayat 1

yang artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan


ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu,
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram
(haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai
dengan yang Dia kehendaki.” (Q.S. Al Ma’idah : 1)
Pemenuhan perjanjian harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak

yang mengadakan perjanjian yakni pihak penyewa dan pemilik sawah

untuk menunjukkan i’tikad baiknya. Hal ini bertujuan agar nantinya

hak dan kewajiban dari penyewa dan pemilik sawah dapat

dilaksanakan sebagaimana mestinya dan hal ini juga untuk

menghindari adanya konflik dan timbulnya perselisihan diantara

72
keduanya.

Jika hak dan kewajiban sudah terpenuhi oleh kedua belah pihak,

maka akan tercipta keadilan dan kesejahteraan antara pemilik lahan

(mu’jir) dan penyewa (musta’jir). Karena memang tujuan suatu

kerjasama adalah menciptakan keringanan antar pelakunya dan

keadilan bagi yang merasakan manfaatnya.

D. Hasil

Cara pelaksanaan sewa tanah di Desa Wotan Kecamatan Panceng

Kabupaten Gresik tidak jauh berbeda dengan pelaksaan sewa tanah pada

umumnya. Sewa tanah yang terjadi di Desa Wotan merupakan suatu akad

sewa menyewa terhadap manfaat suatu tanah untuk diambil manfaatnya

dalam beberapa musim panen atau tahun yang telah ditentukan dan dengan

imbalan yang tertentu pula. Jenis tanaman yang biasa ditanam oleh para

petani antara lain, jagung, padi, dan sayuran.

Sewa menyewa tanah ini biasa dilaksanakan antara 2-4 tahun dengan

sistem pembayaran setelah panen yang berupa uang hasil penjualan

disetiap panennya. Harga ditetapkan setelah melalui proses tawar-

menawar antara kedua belah pihak. Dalam prakteknya, penetapan harga

sewa yaitu ¾ untuk penyewa (musta’jir) dan ¼ untuk yang menyewakan

(mu’jir). Dimana pihak penyewa harus membayarkan ¼ kepada pemilik

lahan sebagai uang sewa sawah yang dikelolanya.

Setelah kedua belah pihak mengadakan penawaran dan peninjauan,

maka tahap selanjutnya adalah tahap transaksi. Ijab dan qabul dinyatakan

73
secara lisan dengan menggunakan kata-kata yang terang, jelas dan dapat

dimengerti oleh kedua belah pihak. Ijab dan kabul ini diadakan setelah

terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak dengan dasar saling

percaya tanpa harus menggunakan surat perjanjian ataupun saksi.

Apabila terjadi kerusakan tanaman atau gagal panen, pemilik lahan

tidak mempunyai hak untuk memperbaikinya karena dari awal akad

disebutkan bahwa hak dan kuasa lahan pertanian berpindah sementara

kepada penyewa (musta’jir) setelah ijab dan kabul diucapkan. Jadi semua

urusan yang berhubungan dengan perawatan lahan dan tanaman menjadi

tanggungan penyewa (musta’jir). Karena pada dasarnya ijarah adalah

penukaran/pengambilan manfaat suatu barang untuk masa tertentu, yaitu

pemilikan manfaat dengan imbalan/upah yang telah ditentukan diawal

akad. (Suhendi, 2014 : 115) Tidak ada perpindahan hak milik karena

kepemilikan barang tersebut pada akhirnya akan kembali kepada pemilik

lahan.

74
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahsan yang telah penulis uraikan pada bab

sebelumnya setelah mengadakan penelitian yang berjudul “Penerapan

Akad Ijarah Pada Lahan Pertanian Dengan Sistem Bayar Setelah Panen

Dalam Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani” maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan akad ijarah pada lahan pertanian di Desa Wotan adalah

perjanjian antara petani dan pemilik lahan dalam pengolahan tanah

sawah yang proses transaksinya menggunakan dasar suka sama suka

sehingga akadnya hanya diucapkan menggunakan lisan tanpa adanya

surat perjanjian tertulis ataupun saksi yang dalam hal ini masih

bertentangan dengan Firman Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 282.

2. Akad ini hanya sifat suatu pemanfaatan lahan yang mana pihak

pemilih lahan menjual manfaat lahannya sedangkan pihak penyewa

mengambil manfaat lahan untuk diolah sehingga dapat menghasilkan

produksi tanaman. Sewa-menyewa (ijarah) ini hanya bersifat

sementara dalam artian hak kepemilikan atas lahan tersebut akan

kembali pada pihal pemilik.

3. Dalam proses pelaksanaannya menggunakan sistem bayar setelah

panen dengan jumlah bagi hasil yang telah ditentukan diawal akad

yang berupa uang hasil penjualan produksi tanaman. Pembagian hasil.

75
lebih cenderung ke pihak penyewa karena pemilik lahan tidak

mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya perawatan lahan.

4. Dilihat dari segi pembayarannya, penerapan akad ijarah di Desa

Wotan ini masih bertentangan dengan firman Allah dalam Surah An

Nisa’ ayat 29 tentang penipuan (gharar) karena masih terjadi

keterlambatan pembayaran uang sewa dan penuntutan uang perawatan

lahan/tanaman.

B. Saran

Agar terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi pihak yang melakukan

transaksi akad ijarah pada lahan pertanian di Desa Wotan Panceng Gresik,

maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dalam melakukan transaksi hendaknya pihak yang terlibat dalam

transaksi selalu memenuhi hak dan kewajiban dengan baik agar dalam

pelaksanaannya tidak ada pihak yang dirugikan baik karena adanya

ingkar janji ataupun yang lainnya.

2. Dalam perjanjian akadnya (ijab & kabul), untuk menghindari

perselisihan antara penyewa dan pemilik lahan, penulis menyarankan

agar akad perjanjian tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian

tertulis, tidak hanya secara lisan atas dasar saling percaya, karena

manusia tempatnya salah dan lupa. Jika perlu dalam pembayarannya

dapat pula menggunakan kwitansi agar terdapat bukti pembayaran.

76
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adiwarman, A. Karim. 2010. Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ahmad. 2010. Fiqih Syafi’iyah. Jakarta: Widjaya

Al-Jazari, Al-Sayh Abdul-Rahman. 2010. Al-Fiqh ‘Ala Al-Madahib Al ‘Arba’ah.


Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah

Anshori, Abdul Ghofur. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia: Konsep,


Regulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta

Arisaputra, Muhammad Ilham. 2015. Reforma Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar


Grafika

Azzam, Muhammad Abdul Aziz. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah

Ghazaly, Abdul Rahman dkk. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group

Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana

Huda, Qomarul. 2011. Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Sukses Offset

Kamus Besar Bahasa Indonesia. hal. 1187.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hal.833

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitati. Bandung: Remaja Rosda


Karya

Mustofa, Imam. 2016. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Praja Grafindo Persada

Nurmala, Tati (dkk). 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Graha Ilmu

Pasaribu, Chairuman & K. Lubis Suhrawandi. 2014. Hukum Perjanjian Dalam


Islam. Yogyakarta: FH UII Press

Prof. Dr. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif,kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

77
Prof. Dr. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta CV.
Raco, J.R. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo
Riduwan. 2012. Metode & Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Sahrani, Sohari & Ru’fah. 2011. Fikih Muamalah untuk Mahasiswa
UIN/IAIN/PTAIS dan Umum. Bogor: Ghalia Indonesia

Salim, Peter dan Yeni Salim. 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Modern English Press

Salim, Peter dan Yeni Salim. 1995. Kamu Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta : Modern Press

Soekartawi. 2012. Faktor-faktor Produksi. Jakarta: Salemba Empat

Sudrajat. 2018. Mengenal Lahan Sawah Dan Memahami Multifungsinya Bagi


Manusia Dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres
(UGM)

Suhendi, Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Suparni, Niniek. 2013. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH PERDATA).


Jakarta: PT Rineka Cipt.

Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana

Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4. Jakarta: Gema Insani

Artikel/Jurnal

Royser Jan dkk. 2018. “Penerapan Standar Pelayanan Administrasi Terpadu


Kecamatan (Paten) Di Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai
Kartanegara”

Saputra, Ridho, dkk. 2018. “Pengembangan Sistem Rental Kamera Online,


Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu computer”

Sumber Internet

http://blogushluddin.blogspot.com/2016/04/pengertian-macam-macam hukum-
dandalil.html diakses tanggal 21 november 2019

https://dosenpertanian.com/panen/ diakses 18 Agustus 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Petani

78
https://kamus.tokopedia.com/p/pembayaran-di-muka diakses tahun 2021

https://www.loggerindo.com/lahan-pertanian-97 di akses tanggal 18 januari 2018

Skripsi

Ahmad Hanafi Zakariya, 2017. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa
Menyewa Tanah Dalam Produksi Batu Bata di Desa Karangduren
Kecamatan Kebonarum Kabupaten Klaten (Tugas Akhir Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Salatiga).

Biyasrini, 2020. “Praktek Sewa Menyewa Tanah Sistem Tahunan Dalam Upaya
Meningkatkan Pendampatan Petani Desa Teluk Kiambang Kabupaten
Indragiri Hilir Kecamatan Tempuling”

Redo Saputro, 2019. “Analisis Spasial Alih Fungsi Lahan di Kecamatan Temon
Kabupaten Pulonprogo Tahun 2008-2009”

79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Profil Diri

Nama : Anna Maria Ulfa

NIM : 1729171092

NIRM : 2017.4.171.0029.1.000090

Tempat Lahir : Sumenep

Tanggal Lahir : 03 Oktober 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Rt. 012 Rw. 001 Desa Karangnangka

Kec. Rubaru Kab. Sumenep Prov. Jawa Timur

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Formal

2005 – 2011 : SDN Karangnangka 1

2011 – 2014 : MTs Sumber Payung

2014 – 2017 : SMK Al falah

2017 – 2021 : STESFA Gresik

2. Pendidikan Non Formal

2011 – 2014 : Pondok Pesantren Sumber Payung

Bataal Barat Ganding Sumenep

2014 – Sekarang : Yayasan Walisongo Pondok Pesantren Al Falah

Petung Panceng Gresik


Dokumentasi

Wawancara bersama Bapak Khusnul Muslihun (Kepala Desa Wotan)

Wawancara bersama Bapak Suyono (Penyewa Lahan)

Wawancara bersama Bapak Khusnul Muslihun (Kepala Desa Wotan)

Wawancara bersama Bapak Suyono (Penyewa Lahan)


Wawancara bersama Ibu Musyafa’ah (Pemilik Lahan)

Wawancara bersama Bapak Yaziz dan Bapak Kuseni (Pelaku transaksi akad)
Kondisi Sawah dalam proses penggarapan pasca panen

Kondisi Ladang pada saat ditanami

Anda mungkin juga menyukai