Anda di halaman 1dari 31

29

1
f1 ( x1 , x 2 , x3 ) = (sin( x1 x 2 ) + 2 cos x3 ) − 1,
2
f 2 ( x1 , x 2 , x3 ) = 3x1 − x 22 + 6 x3 , (3.1.14)
1
f 3 ( x1 , x 2 , x3 ) = e − x1 x2 + 10 x3 − ,
3

Dengan demikian dapat didefinisikan fungsi F pemetaan dari ℜ 3 → ℜ 3

dengan

F(x) = F( x1 , x 2 , x3 )
= ( f 1 ( x1 , x 2 , x3 ), f 2 ( x1 , x 2 , x3 ), f 3 ( x1 , x 2 , x3 ) ) t (3.1.15)
1 1
= ( (sin( x1 x 2 ) + 2 cos x3 ) − 1, 3 x1 − x 22 + 6 x3 , e − x1x2 + 10 x3 − ) t
2 3

Untuk mencari penyelesaian persamaan atau sistem persamaan non-linear

lebih sering digunakan metode numeris daripada metode analitis. Hal ini

disebabkan karena sistem persamaan non-linear melibatkan banyak persamaan

dengan banyak variabel. Metode numeris digunakan untuk menemukan

pendekatan dari penyelesaian persamaan atau sistem persamaan non-linear,

apabila penyelesaian eksak tidak dapat ditemukan secara analitik.

B. Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear dengan Metode Broyden

Metode Broyden merupakan pengembangan dari Metode Secant untuk

menyelesaikan sistem persamaan dengan n fungsi dan n variabel yang tidak

diketahui.

Definisi 3.2.1

Metode Secant adalah metode untuk menyelesaikan persamaan dengan

satu variabel dimana dalam menghitung turunannya dengan menggunakan

pendekatan sebagai berikut :


30

f ( x) − f ( x ( i −1) )
f ' ( x (i −1) ) = lim (3.2.1)
( i −1)
x→ x x − x ( i −1)

Misalkan diketahui x = x ( i −1) ,

Maka turunannya dapat dihitung dengan rumus :

f ( x ( i − 2 ) ) − f ( x ( i −1) ) f ( x ( i −1) ) − f ( x ( i − 2 ) )
f ' ( x (i −1) ) = = (3.2.2)
x ( i − 2 ) − x ( i −1) x ( i −1) − x ( i − 2)

dengan menggunakan pendekatan f ' ( x ( i −1) ) seperti pada persamaan (3.2.2), maka

penyelesaian persamaan dengan Metode Secant adalah

( i −1) (i −2) f ( x (i −1) )( x (i −1) − x ( i − 2) )


x =x − (3.2.3)
f ( x ( i −1) ) − f ( x ( i −2 ) )

Penyelesaian sistem persamaan dengan Metode Broyden dapat dilakukan

dengan langkah-langkah, misalkan bahwa suatu pendekatan awal x ( 0 ) diberikan

untuk solusi p dari F(x) = 0. Untuk menghitung pendekatan berikutnya x (1)

terlebih dahulu dibentuk Matriks Jacobi J (x) .

Definisi 3.2.2

Matriks Jacobi J (x) adalah matriks yang dibentuk dengan mencari turunan

parsial masing-masing persamaan terhadap masing-masing variabel.

Bentuk umum Matriks Jacobi J (x) untuk sistem persamaan dengan n

persamaan dan n variabel adalah sebagai berikut:


31

⎡ ∂f1 (x) ∂f1 (x) ∂f (x) ⎤


⎢ ∂x ... 1
∂x 2 ∂x n ⎥
⎢ 1

⎢ ∂f 2 (x) ∂f 2 (x) ∂f 2 (x) ⎥
⎢ ...
J (x) = ⎢ ∂x1 ∂x 2 ∂x n ⎥⎥ (3.2.4)
⎢ M M M ⎥
⎢ ⎥
⎢ ∂f n (x) ∂f n (x) ... ∂f n (x) ⎥
⎢⎣ ∂x1 ∂x 2 ∂x n ⎥⎦

Dari persamaan (3.2.4) Matriks Jacobi dapat dinyatakan dengan

persamaan sebagai berikut:

J ( x ) = F ' ( x) (3.2.5)

Atau dapat juga ditulis dalam bentuk

∂f j (x)
J ( x) = , (3.2.6)
∂x k

untuk j dan k masing-masing menunjukkan baris dan kolom, dengan 1 ≤ j , k ≤ n

dan turunan parsial pada iterasi ke- i adalah

∂f j (x (i ) ) f j (x (i ) ) − f j (x (i −1) )
≈ ( i −1)
, (3.2.7)
∂x k xk
(i )
− xk

Setelah diperoleh Matriks Jacobi J (x) , substitusikan x ( 0 ) ke J (x) dan

F (x) , sehingga diperoleh Matriks Jacobi J (x ( 0 ) ) dan F(x ( 0 ) ) . Matriks Jacobi

pada iterasi awal J (x ( 0) ) dinotasikan sebagai matriks A 0 . Kemudian analog

dengan persamaan (3.2.3) maka penyelesaian sistem persamaan non-linear (3.1.9)

adalah:

−1
x (1) = x ( 0) − A 0 F(x ( 0) ) (3.2.8)
32

Setelah perhitungan dari x (1) , kemudian Matriks Jacobi J (x (1) ) didekati

dengan matriks A1 yang harus memenuhi persamaan (3.2.2), yaitu

A 1 (x (1) − x ( 0 ) ) = F(x (1) ) − F(x ( 0 ) ) (3.2.9)

Supaya vektor orthogonal x (1) − x ( 0 ) tidak terpengaruh oleh J (x ( 0 ) ) , maka

diperlukan syarat tambahan, yaitu

A 1 z = J (x ( 0 ) ))z (3.2.10)

meskipun (x (1) − x ( 0 ) ) t z = 0

Kondisi ini menjelaskan bahwa vektor orthogonal (x (1) − x ( 0 ) ) akan

digantikan dengan perbaikan dari J (x ( 0) ) yang menggunakan perhitungan x (1)

menjadi A1 , yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung x ( 2 ) .

Menggunakan persamaan (3.2.9) dan persamaan (3.2.10) diperoleh:

F (x (1) ) − F (x ( 0 ) )
A1 =
x (1) − x ( 0 )
ε = A1 − J (x ( 0) )
F (x (1) ) − F (x ( 0) )
= − J (x ( 0) )
x −x
(1) (0)

[F (x (1) ) − F (x ( 0) ) − J (x ( 0) )(x (1) − x ( 0) )](x (1) − x ( 0 ) ) t


=
(x (1) − x ( 0 ) )(x (1) − x ( 0) ) t

[F (x (1) ) − F (x ( 0 ) ) − J (x ( 0 ) )(x (1) − x ( 0 ) )](x (1) − x ( 0 ) ) t


ε= 2
(3.2.11)
(x (1) − x ( 0 ) )
2

A 1 = J (x ( 0 ) ) + ε dengan persamaan (3.2.11) dapat diperoleh matriks A1 sebagai

berikut:
33

[F (x (1) ) − F(x ( 0 ) ) − J (x ( 0 ) )(x (1) − x ( 0 ) )](x (1) − x ( 0) ) t


A 1 = J (x ( 0) ) + (3.2.12)
|| x (1) − x ( 0 ) || 22

Kemudian matriks A1 mensubstitusikan J (x (1) ) untuk menghitung (x ( 2) )

yang ekuivalen dengan persamaan (3.2.8), yaitu:

x ( 2 ) = x (1) − A 1−1F(x (1) ) (3.2.13)

Sedangkan untuk menghitung x ( 3) dapat dilakukan dengan metode yang

sama dengan menggunakan A1 menggantikan A 0 ≡ J (x ( 0) ) dan x ( 2)

menggantikan x (1) dan x (1) menggantikan x ( 0 ) . Sehingga pendekatan Matriks

Jacobi untuk iterasi kedua adalah

[F (x ( 2) ) − F (x (1) ) − J (x (1) )(x ( 2) − x (1) )](x ( 2 ) − x (1) ) t


A 2 = J (x (1) ) + (3.2.14)
|| x ( 2) − x (1) || 22

Berdasarkan persamaan (3.2.8), (3.2.12), (3.2.13) dan (3.2.14), dengan

(y i − A i −1s i ) t
A i = A i −1 + si (3.2.15)
|| s i || 22

y i = F ( x ( i ) ) − F ( x ( i −1) )

s i = x ( i ) − x ( i −1)

secara umum x (i ) dipakai untuk menghitung x (i +1) yakni

−1
x (i+1) = x (i ) − A i F(x(i ) ) (3.2.16)

Setelah perhitungan dari x (i +1) , maka A i akan diperbaharui menjadi A i +1 ,

dalam proses Matriks Jacobi J (x ( 0) ) yang didekati dengan matriks A1 akan

menentukan berhasil atau tidaknya Metode Quasi-Newton. Keuntungan dari


34

metode ini adalah penyelesaian persamaan (3.2.16) lebih mudah daripada

menggunakan koefisien matriks F ' (x (i ) ) .

Definisi 3.2.3

Suatu barisan {x (i ) } dikatakan konvergen superlinear-q ke x jika

|| x (i +1) − x ||
lim =0 (3.2.17)
i →∞ || x ( i ) − x ||

Metode Quasi-Newton yang dipakai dalam Metode Broyden ini

mempunyai sifat konvergen superlinear yang dapat mempertahankan sifat simetri

atau definit positif. Sifat ini menjamin bahwa determinan dari matriks A i bernilai

−1
positif sehingga A i akan selalu ada. Sehingga Metode Broyden ini merupakan

salah satu alternatif yang sangat baik untuk menggantikan Metode Newton.

Preposisi 3.2.1

Misalkan A adalah sebuah matriks nonsingular yang berukuran n x n

dan misalkan u, v ∈ ℜ n , maka A + uv t adalah invertibel jika dan hanya jika

1 + v t A −1u ≠ 0 atau

⎛ ( A −1u) v t ⎞ −1
( A + uv ) = ⎜⎜ I −
t −1
−1 ⎟
⎟A (3.2.24)
⎝ 1+ v A u ⎠
t

Ekspresi pada persamaan (3.2.24) sering disebut dengan formula Sherman-

Morisson.
35

Bukti:

Suatu matriks nonsingular apabila dikalikan dengan inversnya, maka akan

menghasilkan matriks identitas I . Jika dari persamaan (3.2.24) ruas kiri dan

kanan dikalikan dengan matriks ( A + uv t ) , maka harus dibuktikan bahwa:

⎛ ( A −1u) v t ⎞ −1

( A + uv ) ⎜ I −
t
−1 ⎟
⎟A = I
⎝ 1 + v t
A u ⎠

Perhatikan bahwa

⎛ ( A −1u) v t ⎞ −1 t ⎛ ( A −1u) −1 ⎞
( A + uv t ) ⎜⎜ I − −1 ⎟
⎟ A = ( A + uv ) ⎜
⎜ A −1
− −
v t
A ⎟⎟
⎝ 1+ v A u ⎠ 1+ v A u
t t 1
⎝ ⎠
= ( A + uv t ) ( A −1 − ( A −1u)(1 + v t A −1u) −1 v t A −1 )
= I − u(1 + v t A −1u) −1 v t A −1 + uv t A −1 − uv t A −1u(1 + v t A −1u) −1 v t A −1
= I − u((1 + v t A −1u) −1 − 1 + v t A −1u(1 + v t A −1u) −1 )v t A −1
⎛ 1 v t A −1u ⎞ t −1
= I − u⎜⎜ −1+ ⎟v A
⎝1+ v A u
t −1
1 + v t A −1u ⎟⎠
⎛ 1 + v t A −1u ⎞ t −1
= I − u⎜⎜ −1
− 1⎟⎟ v A
⎝1+ v A u ⎠
t

= I − u(1 − 1) v t A −1
=I

⎛ ( A −1u) v t ⎞ −1
Jadi terbukti bahwa ( A + uv t −1
) = ⎜
⎜ 1 + v t A −1u ⎟⎟ A
I −
⎝ ⎠

Teorema 3.2.4

Misalkan A adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n serta

x dan y adalah vektor maka A + xy t adalah matriks nonsingular yang berukuran


36

n x n jika dan hanya jika 1 + y t A −1x adalah matriks nonsingular yang berukuran

n x n dan y t A −1 x ≠ −1 atau dapat dituliskan:

A −1 xy t A −1
( A + xy t ) −1 = A −1 −
1 + y t A −1 x

Bukti:

(⇒ ) Diketahui: A adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n

x dan y adalah vektor

A + xy t adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n

Akan dibuktikan: 1 + y t A −1 x ≠ 0

Karena A + xy t adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n , berarti

A + xy t mempunyai invers atau ( A + xy t ) −1 ada.

Menurut sifat invers matriks dari Sherman dan Morrison [Matrix

Analysis:1984].

( A + xy t ) −1 = A −1 − A −1 x(1 + y t A −1 x) −1 y t A −1
A −1 x
= A −1 − −1
y t A −1
1+ y A x
t

A −1 xy t A −1
( A + xy t ) −1 = A −1 − (3.2.20)
1 + y t A −1 x

Dari sifat invers matriks di atas berarti (1 + y t A −1 x) −1 ada, maka

1 + y t A −1 x ≠ 0
37

(⇐) Diketahui: A adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n

x dan y adalah vektor

1 + y t A −1 x ≠ 0

Akan dibuktikan: A + xy t adalah matriks nonsingular yang berukuran n x n

Bukti :

Karena 1 + y t A −1 x ≠ 0 berarti (1 + y t A −1 x) −1 ada. Sehingga,

Karena 1 + y t A −1 x ≠ 0 , maka menurut sifat invers matriks dari Sherman dan

Morrison [Matrix Analysis:1984], berlaku

A −1 x
A −1 − A −1 x(1 + y t A −1 x) −1 y t A −1 = A −1 − −1
y t A −1
1+ y A x
t

A −1 xy t A −1
−1
=A −
1 + y t A −1 x
= ( A + xy t ) −1

Karena ( A + xy t ) −1 ada berarti bahwa ( A + xy t ) adalah matriks non-

singular yang berukuran n x n .

−1 −1
Formula A i bisa dihitung langsung dari A i −1 eliminasi membutuhkan

invers matriks pada setiap iterasi.

misalkan A = A i −1
38

(y i − A i −1s i )
x= dan y = s i , dengan persamaan (3.2.15) dan
|| s i || 22

(3.2.20) diperoleh

−1 (y i − A i −1s i ) t −1
Ai = ( A i −1 + si )
|| s i || 22
(y i − A i −1s i ) t
−1 −1
A i −1 ( 2
s i ) A i −1
−1 || s i || 2
= A i −1 −
−1 ( y − A i −1s i )
1 + s i A i −1 ( i
t
)
|| s i || 22
−1 −1
( A i −1 y i − s i )s i A i −1
t
−1
= A i −1 − −1
|| s i || 22 +s i A i −1 y i − || s i || 22
t

maka

−1 −1
(s i − A i −1 y i )s i A i −1
t
−1 −1
Ai = A i −1 + t −1
(3.2.21)
s i A i −1 y i

Sebelum menyelesaikan sistem persamaan non-linear dengan Metode

Broyden, akan dibahas terlebih dahulu tentang implementasi Metode Broyden.

Implementasi Metode Broyden memuat hal-hal yang berkaitan dengan syarat-

syarat dalam pelaksanaan Metode Broyden, diantaranya adalah sebagai berikut :

Lemma 3.2.1

Diasumsikan terdapat barisan Broyden ( {x ( i ) }, { A i }) untuk data

( F, x ( 0 ) , A 0 ) maka terdapat barisan Broyden ( {y ( i ) }, { C i }) untuk data

−1
( A 0 F, x ( 0) , I) dan

x (i ) = y (i )
untuk semua i (3.2.22)
A i = A 0Ci
39

Bukti:

Akan dibuktikan dengan menggunakan induksi matematik

i) Untuk i = 0 , jika diketahui ( F, x ( 0 ) , A 0 ) maka terdapat barisan Broyden

−1
( {x ( 0 ) }, { A 0 }) dan jika diketahui ( A 0 F, x ( 0) , I) maka terdapat barisan

Broyden ( {y ( 0 ) }, { C 0 }) , dan berlaku

x (0) = y (0)
A 0 = A 0 I = A 0C0

ii) Diasumsikan bahwa persamaan (3.2.22) berlaku untuk suatu i yang diberikan,

yakni

x (i ) = y (i )
A i = A 0Ci

iii) Berdasarkan persamaan (3.2.15) berlaku

−1
x ( i +1) = x ( i ) − A i F ( x ( i ) )
(3.2.23)
= x ( i ) − ( A 0Ci ) −1 F ( x ( i ) )

karena dimisalkan x ( i ) = y ( i ) dan A i = A 0Ci , maka

−1
x ( i +1) = y (i ) − A i F (y (i ) )
= y ( i +1)

karena

s i = x (i +1) − x (i )
= y (i +1) − y (i )

dengan persamaan (3.2.23), maka


40

F(x (i +1 ) )s i
t

A i +1 = A i +
|| s i || 22
−1
A 0 F(y (i +1 ) )s i
t

= A 0Ci + A 0
|| s i || 22
⎛ −1
A 0 F(y (i +1 ) )s i
t


= A 0 ⎜ Ci + ⎟
|| s i || 22 ⎟
⎝ ⎠
= A 0 C i +1

Jadi terbukti bahwa jika diketahui ( F, x ( 0 ) , A 0 ) terdapat barisan Broyden

−1
( {x ( i ) }, { A i }) , maka jika diketahui ( A 0 F, x ( 0) , I) terdapat barisan Broyden

( {y ( i ) }, { C i }) .

Perhatikan kembali untuk i ≥ 0

F (x ( i +1) ) si
ui = dan vi =
|| s i ||2 || s i ||2

maka dengan menggunakan persamaan (3.2.15), A i +1 dapat ditulis sebagai

A i +1 = A i + u i v ti

Misalkan,

−1
(A i ui )
wi = −1
(1 + v ti A i u i )

lihat jika A 0 = I , maka


41

−1
Ai = ( A i −1 + u i −1 v ti −1 ) −1
−1
= (I − w i −1 v ti −1 ) A i −1
−1
= (I − w i −1 v ti −1 )(I − w i − 2 v ti − 2 ) A i −2 (3.2.25)
= (I − w i −1 v )(I − w i − 2 v
t
i −1
t
i −2 )..........(I − w 0 v )
t
0
i −1
= ∏ (I − w j v tj )
j =0

Kemudian menurut persamaan (3.2.15) langkah pada Metode Broyden

untuk iterasi dapat ditulis sebagai berikut:

−1
si = − A i F(x ( i ) )
i −1 (3.2.26)
= −∏ (I − w j v tj ) F(x( i ) )
j =0

Misalkan

−1
w = − A i −1 F(x (i −1) )
i −2
= ∏ (I − w j v tj ) F (x ( i ) )
j =0

−1
( A i −1 u i −1 )
w i −1 = −1
(1 + v ti −1 A i −1 u i −1 )
−1 1
= ( A i −1 u i −1 ) −1
(1 + v A i −1 u i −1 )
t
i −1
−1
A i −1 u i −1 || s i −1 || 2
= −1
(|| s i −1 || 2 + v ti −1 A i −1 u i −1 || s i −1 || 2 )
−1
A i −1 F(x (i ) )
= −1
(|| s i −1 || 2 + v ti −1 A i −1 F(x (i ) ))
w
=
|| s i −1 || 2 + v ti −1 w
= (|| s i −1 || 2 + v ti −1 w ) −1 w
w i −1 = C w w

di mana C w = (|| s i −1 || 2 + v i −1 w ) −1
t
42

dan s i = −(I − w i −1 v ti −1 ) w (3.2.27)

untuk i ≥ 1

s i = −w + w i −1 ( v ti −1 w )
= −w + C w w ( v ti −1 w )
= w (−1 + C w ( v ti −1 w ))
= w (−1 + C w (|| s i −1 || 2 + v ti −1 w − || s i −1 || 2 ))
−1
= w (−1 + C w (C w − || s i −1 || 2 ))
= − w + w − w C w || s i −1 || 2
= − w C w || s i −1 || 2
= − || s i −1 || 2 w i −1

maka untuk i ≥ 1

− s i +1
wi = (3.2.28)
|| s i || 2

Kemudian persamaan (3.2.25) dapat dituliskan sebagai berikut:


t
i −1 s j +1s j
= ∏ (I +
−1
Ai ) (3.2.29)
j =0 || s j || 22

Persamaan (3.2.26) dan (3.2.29) tidak dapat digunakan secara langsung

untuk menghitung s i +1 karena s i +1 terdapat di dua sisi persamaan.

Menurut persamaan (3.2.15) dan persamaan (3.2.26) diperoleh


−1
s i +1 = − A i +1 F(x ( i +1) )
⎛ s i +1s i
t
⎞ −1 (3.2.30)
= − ⎜⎜ I + ⎟ A i F(x (i +1) )
|| s i || 22 ⎟
⎝ ⎠

kemudian dari persamaan (3.6.9) diperoleh s i +1 sebagai berikut:

−1
A i F(x ( i +1) )
s i +1 = − −1
(3.2.31)
s i A i F(x (i +1) )
t

1+
|| s i || 22
43

Berdasarkan Preposisi 3.2.1 maka penyebut pada persamaan (3.2.31)

−1
s i A i F (x ( i +1) )
t
−1
1+ 2
= 1 + v ti A i u i ≠ 0
|| s i || 2

Jadi dari pembuktian Implementasi Metode Broyden di muka dapat

diasumsikan bahwa A 0 = I , tetapi jika terdapat pilihan yang lebih baik untuk

A 0 , maka dapat digabungkan dalam perhitungan fungsi. Selain itu formula

Sherman-Morisson berlaku, yaitu A + uv t invertibel jika dan hanya jika

1 + v t A −1u ≠ 0 .
44

Sebelum sampai pada algoritma Metode Broyden, di bawah ini adalah

flowchart dari Metode Broyden, yaitu :

44
45

Dari uraian di atas, misalkan diketahui sistem persamaan non-linear

F ( x) = 0 dengan pendekatan awal x ( 0 ) = ( x1 , x 2 ,...... x n ) t , maka langkah-langkah

untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden

adalah sebagai berikut:

Langkah 1:

∂f j (x)
a. Bentuk Matriks Jacobi J (x) , di mana J (x) j ,k = untuk j dan k
∂x k

masing-masing menunjukkan baris dan kolom, dengan 1 ≤ j , k ≤ n dan

turunan parsial pada iterasi pertama adalah

∂f j (x (1) ) f j (x (1) ) − f j (x ( 0) )
≈ ,
∂x k xk
(1)
− xk
(0)

b. Hitung F(x ( 0) ) dengan mensubstitusikan x ( 0 ) ke sistem persamaan non-

linear F ( x) = 0

c. Hitung matriks A 0 = J ( x 1( 0 ) , x 2( 0 ) ,........, x n( 0 ) ) dengan

mensubstitusikan x ( 0 ) ke matriks Jacobi.

−1
d. Hitung invers dari matriks A 0 yaitu A 0

−1
e. Hitung x (1 )
= x (0)
− A 0 F (x (0)
)

Langkah 2:

Hitung F(x (i ) ) dengan mensubstitusikan x ( i ) ke sistem persamaan non-

linear F ( x) = 0 , untuk i = 1, 2,K

Langkah 3:

Hitung y i = F ( x ( i ) ) − F ( x ( i −1) )
46

Langkah 4:

Hitung s i = − A i −1F (x ( i −1) )

−1
Hitung s i − A i −1 y i

t −1
Hitung s i A i −1

Langkah 5:

−1 t −1
−1 −1 (s i − A i −1 y i )s i A i −1
Hitung A i = A i −1 + t −1
s i A i −1 y i

Langkah 6:
−1
Hitung x ( i + 1 ) = x ( i ) − A i F ( x (i) )

Langkah 7:

Jika || x ( i +1) − x ( i ) || > ε maka kembali ke langkah 2

Jika tidak, maka penyelesaian sistem persamaan non-linear adalah x (i +1) .

Contoh 3.2.1

Perhatikan Sistem Persamaan Non-Linear berikut:

10 − x1 + sin( x1 x 2 ) = 0
8 x 2 − cos 2 ( x3 − x 2 ) − 1 = 0
12 x3 + sin x3 − 1 = 0

Selesaikan Sistem Persamaan Non-Linear dengan metode Broyden di atas apabila

⎡0.02⎤
diketahui nilai pendekatan awal x ( 0)
= ⎢⎢0.25⎥⎥ dan ε = 0.005
⎢⎣0.08⎥⎦
47

Penyelesaian:

Langkah 1:

Matriks Jacobi untuk sistem persamaan non-linear di atas adalah

⎡− 1 + x 2 cos( x1 x 2 ) x1 cos( x1 x 2 ) 0 ⎤

J (x) = ⎢ 0 8 − 2 cos( x3 − x 2 ) sin( x3 − x 2 ) 2 cos( x3 − x 2 ) sin( x3 − x 2 ) ⎥⎥
⎢⎣ 0 0 12 + cos( x3 ) ⎥⎦

Dengan x ( 0) = (0.02 0.25 0.08) t , maka diperoleh;

⎡8.9250 ⎤
F(x ) = ⎢⎢0.0286⎥⎥
( 0)

⎢⎣0.0399⎥⎦

Kemudian A 0 = J ( x1( 0 ) , x 2( 0 ) , x3( 0 ) )

⎡− 0.75 0.019999 0 ⎤
= ⎢⎢ 0 8.005934 − 0.005934⎥⎥
⎢⎣ 0 0 12.999999⎥⎦

dan

⎡− 1.3333 0.0033 0 ⎤
A −1
0 = ⎢⎢ 0 0.1249 0.0001⎥⎥
⎢⎣ 0 0 0.0769⎥⎦

maka

x (1) = x ( 0 ) − A 0−1 F(x ( 0 ) )


⎡0.02⎤ ⎡- 1.3333 0.0033 0.0000 ⎤ ⎡8.980087 ⎤
= ⎢⎢0.25⎥⎥ − ⎢⎢ 0 0.1249 0.0001 ⎥⎥ ⎢⎢0.000009 ⎥⎥
⎢⎣0.08⎥⎦ ⎢⎣ 0 0 0.0769⎥⎦ ⎢⎣- 0.038604⎥⎦
⎡- 11.9734 ⎤
= ⎢⎢ - 0.0000⎥⎥
⎢⎣ - 0.0030⎥⎦
48

Langkah 2:

Setelah diperoleh x (1) kemudian x ( 2 ) dihitung dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

⎡20.9734 ⎤
F (x ) = ⎢⎢- 1.9999 ⎥⎥
(1)

⎢⎣- 1.03601⎥⎦

Langkah 3:

⎡20.9734 ⎤ ⎡8.980087 ⎤ ⎡11.9933 ⎤


y 1 = F(x ) − F(x ) = ⎢⎢- 1.9999 ⎥⎥ − ⎢⎢0.000009 ⎥⎥ = ⎢⎢ - 1.9999 ⎥⎥
(1) ( 0)

⎢⎣- 1.03601⎥⎦ ⎢⎣- 0.038604⎥⎦ ⎢⎣ - 0.9974⎥⎦

Langkah 4:

⎡- 11.9734⎤ ⎡0.02⎤ ⎡11.9934 ⎤


s1 = x (1)
−x ( 0)
= ⎢⎢ - 0.0000 ⎥⎥ − ⎢⎢0.25⎥⎥ = ⎢⎢ 0.2500⎥⎥
⎢⎣ - 0.0030 ⎥⎦ ⎢⎣0.08⎥⎦ ⎢⎣ 0.0830⎥⎦

t −1
s1 A 0 y1 = − 191.9362

Langkah 5:
−1 t −1
(s1 − A 0 y 1 )s1 A 0
A 1−1 = A 0−1 + t −1
s1 A 0 y 1
⎡ 0.9988 - 0.0070 - 0.0009⎤
= ⎢⎢ 0.0416 0.1247 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ 0.0133 - 0.0001 0.0769 ⎥⎦

Langkah 6:

Maka diperoleh:
49

x ( 2) = x (1) − A 1−1F(x ( 1 ) )
⎡- 11.9734⎤ ⎡0.9988 - 0.0070 - 0.0009⎤ ⎡20.9734 ⎤
= ⎢⎢- 0.0000 ⎥⎥ − ⎢0.0416 0.1247 0.0000 ⎥ ⎢- 1.9999 ⎥
⎢ ⎥⎢ ⎥
⎢⎣- 0.0030 ⎥⎦ ⎢⎣0.0133 - 0.0001 0.0769 ⎥⎦ ⎢⎣- 1.03601⎥⎦
⎡- 31.9357⎤
= ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥
⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦

Langkah 7:

⎡- 31.9357 ⎤ ⎡- 11.9734 ⎤
Karena || x ( 2) − x (1) || = ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥ − ⎢⎢- 0.0000 ⎥⎥ = 19.9730 > 0.005
⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦ ⎢⎣- 0.0030 ⎥⎦

maka kembali ke langkah 2.

Iterasi pertama

Langkah 2:

⎡42.2868⎤
F(x ) = ⎢⎢- 6.9920⎥⎥
( 2)

⎢⎣- 3.4335⎥⎦

Langkah 3:

⎡42.2868⎤ ⎡20.9734 ⎤ ⎡21.3134 ⎤


y 2 = F(x ) − F(x ) = ⎢⎢- 6.9920⎥⎥ − ⎢⎢- 1.9999 ⎥⎥ = ⎢⎢- 4.9921 ⎥⎥
( 2) (1)

⎢⎣- 3.4335⎥⎦ ⎢⎣- 1.03601⎥⎦ ⎢⎣ - 2.3975⎥⎦

Langkah 4:

⎡- 31.9357⎤ ⎡- 11.9734⎤ ⎡- 19.9623 ⎤


s2 = x ( 2)
−x (1)
= ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥ − ⎢⎢- 0.0000 ⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.6240⎥⎥
⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦ ⎢⎣- 0.0030 ⎥⎦ ⎢⎣ - 0.1995⎥⎦

t −1
s 2 A 1 y 2 = − 425.8667
50

Langkah 5:

−1 t −1
(s 2 − A 1 y 2 )s 2 A 1
A −21 = A 1−1 + t −1
s 2 A1 y 2
⎡ - 0.9369 - 0.0010 - 0.0006⎤
= ⎢⎢ - 0.0000 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0007 - 0.0000 0.0769 ⎥⎦

Langkah 6:

x ( 3) = x ( 2 ) − A −21F(x ( 2 ) )
⎡- 31.9357⎤ ⎡ - 0.9369 - 0.0010 - 0.0006⎤ ⎡42.2868⎤
= ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥ − ⎢ - 0.0000 0.1249 0.0000 ⎥
⎢ ⎥
⎢- 6.9920⎥
⎢ ⎥
⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0007 - 0.0000 0.0769 ⎥⎦ ⎢⎣- 3.4335⎥⎦
⎡7.6740⎤
= ⎢⎢0.2503⎥⎥
⎣⎢0.0916⎦⎥

Langkah 7:

⎡7.6740⎤ ⎡- 31.9357 ⎤
Karena || x ( 3)
−x ( 2)
|| = ⎢⎢0.2503⎥⎥ − ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥ = 39.6205 > 0.005 maka
⎢⎣0.0916⎥⎦ ⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦

kembali ke langkah 2

Iterasi kedua

Langkah 2:

⎡2.2654 ⎤
F(x (3) ) = ⎢⎢ 0.0274⎥⎥
⎢⎣ 0.1907⎥⎦
51

Langkah 3:

⎡20.2955⎤ ⎡42.2868⎤ ⎡- 21.9913⎤


y 3 = F(x ) − F(x ) = ⎢⎢- 4.9206⎥⎥ − ⎢⎢- 6.9920⎥⎥ = ⎢⎢ 2.0714⎥⎥
( 3) ( 2)

⎢⎣- 2.4025⎥⎦ ⎢⎣- 3.4335⎥⎦ ⎢⎣ 1.0310 ⎥⎦

Langkah 4:

⎡7.6740 ⎤ ⎡- 31.9357⎤ ⎡39.6097⎤


s 3 = x ( 3) − x ( 2 ) = ⎢⎢0.2503 ⎥⎥ − ⎢⎢- 0.624 ⎥⎥ = ⎢⎢ 0.8743⎥⎥
⎢⎣ 0.0916⎥⎦ ⎢⎣- 0.2025 ⎥⎦ ⎢⎣ 0.2941 ⎥⎦

t −1
s 3 A 2 y 3 = 1.4857 x 10 -3

Langkah 5:
−1 t −1
(s 3 − A 2 y 3 )s 3 A 2
A 3−1 = A 2−1 + t −1
s3 A 2 y 3
⎡ - 0.9899 - 0.0008 - 0.0006⎤
= ⎢⎢ 0.0001 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0004 - 0.0000 0.0769 ⎥⎦

Langkah 6:

x ( 4) = x ( 3) − A 3−1F(x ( 3 ) )
⎡7.6740 ⎤ ⎡ - 0.8935 - 0.0010 - 0.0006 ⎤ ⎡2.2654⎤
= ⎢⎢0.2503 ⎥⎥ − ⎢ 0.0004 0.1249 0.0000 ⎥ ⎢0.0274 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ 0.0916⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0007 - 0.0000 0.0769⎥⎦ ⎢⎣0.1907 ⎥⎦
⎡9.9167⎤
= ⎢⎢0.2468⎥⎥
⎢⎣0.0778⎥⎦
52

Langkah 7:

⎡9.9167 ⎤ ⎡7.6740⎤
Karena || x ( 4)
−x ( 3)
|| = ⎢⎢0.2468⎥⎥ − ⎢⎢0.2503⎥⎥ = 2.2427 > 0.005 maka
⎢⎣0.0778⎥⎦ ⎢⎣0.0916⎥⎦

kembali ke langkah 2

Iterasi ketiga

Langkah 2:

⎡- 0.2769⎤
F(x ) = ⎢⎢0.0026 ⎥⎥
( 4)

⎢⎣0.0111 ⎥⎦

Langkah 3:

⎡- 0.2769⎤ ⎡2.2654 ⎤ ⎡ - 2.5423⎤


y 4 = F(x ) − F(x ) = ⎢⎢ 0.0026⎥⎥ − ⎢⎢ 0.0274⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0248⎥⎥
( 4) ( 3)

⎢⎣ 0.0111⎥⎦ ⎢⎣ 0.1907⎥⎦ ⎢⎣ - 0.1795⎥⎦

Langkah 4:

⎡9.9167⎤ ⎡7.6740⎤ ⎡ 2.2427 ⎤


s4 = x ( 4)
−x ( 3)
= ⎢⎢0.2468⎥⎥ − ⎢⎢0.2503⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0036⎥⎥
⎢⎣0.0778⎥⎦ ⎢⎣0.0916⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0138⎥⎦

t −1
s 4 A 3 y 4 = 5.6445

Langkah 5:
−1 t −1
(s 4 − A 3 y 4 )s 4 A 3
A −41 = A 3−1 + t −1
s4 A3 y 4
⎡ - 0.8821 - 0.0007 - 0.0005 ⎤
= ⎢⎢ 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦
53

Langkah 6:

x ( 5) = x ( 4 ) − A −41F(x ( 4 ) )
⎡9.9167 ⎤ ⎡ - 0.8821 - 0.0007 - 0.0005 ⎤ ⎡- 0.2769⎤
= ⎢⎢ 0.2468⎥⎥ − ⎢ 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥
⎢ ⎥
⎢ 0.0026⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ 0.0778⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0111⎥⎦
⎡9.6725 ⎤
= ⎢⎢ 0.2465⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦

Langkah 7:

⎡9.6725 ⎤ ⎡9.9167 ⎤
Karena || x ( 5) − x ( 4 ) || = ⎢⎢ 0.2465⎥⎥ − ⎢⎢0.2468⎥⎥ = 0.2442 > 0.005 maka
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣0.0778⎥⎦

kembali ke langkah 2

Iterasi keempat

Langkah 2:

⎡0.0144 ⎤
F(x ) = ⎢⎢0.0006 ⎥⎥
( 5)

⎢⎣ - 0.0000⎥⎦

Langkah 3:

⎡0.0144 ⎤ ⎡- 0.2769⎤ ⎡ 0.2913 ⎤


y 5 = F(x ) − F(x ) = ⎢⎢0.0006 ⎥⎥ − ⎢⎢ 0.0026⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0020⎥⎥
( 5) ( 4)

⎢⎣- 0.0000⎥⎦ ⎢⎣ 0.0111⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0111⎥⎦

Langkah 4:

⎡9.6725⎤ ⎡9.9167 ⎤ ⎡ - 0.2442⎤


s 5 = x ( 5) − x ( 4 ) = ⎢⎢0.2465⎥⎥ − ⎢⎢0.2468 ⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0003⎥⎥
⎢⎣0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0778⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0009⎥⎦
54

t −1
s 5 A 4 y 5 = 0.0628

Langkah 5:
−1 t −1
−1 −1 (s 5 − A 4 y 5 )s 5 A 4
A 5 =A + 4 t −1
s5 A 4 y 5
⎡ - 0.8384 - 0.0007 - 0.0005⎤
= ⎢⎢ - 0.0001 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦

Langkah 6:

x ( 6) = x (5) − A 5−1F(x ( 5 ) )
⎡9.6725 ⎤ ⎡ - 0.8384 - 0.0007 - 0.0005⎤ ⎡0.0144 ⎤
= ⎢⎢ 0.2465⎥⎥ − ⎢ - 0.0001 0.1249 0.0000 ⎥
⎢ ⎥
⎢0.0006 ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0000⎥⎦
⎡9.6846 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦

Langkah 7:

⎡9.6846 ⎤ ⎡9.6725 ⎤
Karena || x (6)
−x (5)
|| = ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2465⎥⎥ = 0.0121 > 0.005 maka
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦

kembali ke langkah 2

Iterasi kelima

Langkah 2:

⎡0.6663 x 10 -3 ⎤
⎢ ⎥
F(x ( 6) ) = ⎢- 0.0142 x 10 -3 ⎥
⎢ 0.0003 x 10 -3 ⎥
⎣ ⎦
55

Langkah 3:

⎡0.6663 x 10 -3 ⎤ ⎡0.0144 ⎤ ⎡ - 0.0138 ⎤


⎢ ⎥
y 6 = F(x ( 6 ) ) − F(x (5) ) = ⎢- 0.0142 x 10 -3 ⎥ − ⎢⎢ 0.0006 ⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0006⎥⎥
⎢ 0.0003 x 10 -3 ⎥ ⎢ - 0.0000⎥ ⎢ 0.0000 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦

Langkah 4:

⎡9.6846 ⎤ ⎡9.6725 ⎤ ⎡ 0.0121 ⎤


s6 = x (6)
−x ( 5)
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2465⎥⎥ = ⎢⎢ - 0.0001⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0000 ⎥⎦

t −1
s 6 A 5 y 6 =1.3945 x 10 -4

Langkah 5:
−1 t −1
−1 −1 (s 6 − A 5 y 6 )s 6 A 5
A 6 =A + 5 t −1
s6 A5 y 6
⎡ - 0.8791 - 0.0008 - 0.0005⎤
= ⎢⎢ - 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ 0.0000 - 0.0000 0.0769 ⎥⎦

Langkah 6:

x ( 7 ) = x ( 6) − A 6−1F (x ( 6 ) )
⎡ - 0.8791 - 0.0008 - 0.0005⎤ ⎡0.6663 x 10 ⎤
-3
⎡9.6846 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢ - 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥ ⎢- 0.0142 x 10 -3 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0000 - 0.0000 0.0769 ⎥⎦ ⎢ 0.0003 x 10 -3 ⎥
⎣ ⎦
⎡9.6852 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦
56

Langkah 7:

⎡9.6852 ⎤ ⎡9.6846 ⎤
Karena || x (7)
−x ( 6)
|| = ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2464 ⎥⎥ = 0.005871 > 0.005 maka
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769 ⎥⎦

kembali ke langkah 2

Iterasi keenam

Langkah 2:

⎡- 0.3809 x 10 -4 ⎤
⎢ ⎥
F(x ( 7 ) ) = ⎢ 0.0178 x 10 -4 ⎥
⎢ - 0.0001 x 10 -4 ⎥
⎣ ⎦

Langkah 3:

⎡- 0.3809 x 10 -4 ⎤ ⎡0.6663 x 10 -3 ⎤
⎢ ⎥ ⎢ -3 ⎥
y 7 = F(x ( 7 ) ) − F(x ( 6 ) ) = ⎢ 0.0178 x 10 -4 ⎥ − ⎢ - 0.0142 x 10 ⎥
⎢- 0.0001 x 10 -4 ⎥ ⎢ 0.0003 x 10 -3 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡ - 0.7044 x 10 ⎤
-3

⎢ ⎥
= ⎢ 0.0160 x 10 -3 ⎥
⎢ - 0.0003 x 10 -3 ⎥
⎣ ⎦

Langkah 4:

⎡9.6852 ⎤ ⎡9.6846 ⎤ ⎡ 0.5857 x 10 ⎤


-3

⎢ ⎥
s 7 = x ( 7 ) − x ( 6) = ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ = ⎢ 0.0019 x 10 -3 ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢- 0.0000 x 10 -3 ⎥
⎣ ⎦

t −1
s 7 A 6 y 7 = 3.6267 x 10 -7
57

Langkah 5:
−1 t −1
(s 7 − A 6 y 7 )s 7 A 6
A 7−1 = A 6−1 + t −1
s7 A6 y 7
⎡ - 0.8315 - 0.0008 - 0.0005 ⎤
= ⎢⎢ 0.0001 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦

Langkah 6:

x (8) = x ( 7 ) − A 7−1F(x ( 7 ) )
⎡ - 0.8315 - 0.0008 - 0.0005 ⎤ ⎡- 0.3809 x 10 ⎤
-4
⎡9.6852 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢ 0.0001 0.1249 0.0000 ⎥ ⎢ 0.0178 x 10 -4 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦ ⎢ - 0.0001 x 10 -4 ⎥
⎣ ⎦
⎡9.6851 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦

Langkah 7:

⎡9.6851 ⎤ ⎡9.6852 ⎤
Karena || x (8 )
−x (7)
|| = ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ = 0.003167 > 0.0005 maka
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦

kembali ke langkah 2.

Iterasi ketujuh

Langkah 2:

⎡0.8024 x 10-6 ⎤
⎢ ⎥
F (x (8) ) = ⎢ - 0.0366 x 10- 6 ⎥
⎢ 0.0002 x 10- 6 ⎥
⎣ ⎦
58

Langkah 3:

⎡0.8024 x 10 -6 ⎤ ⎡- 0.3809 x 10 -4 ⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
y 8 = F(x (8) ) − F(x ( 7 ) ) = ⎢ - 0.0366 x 10 -6 ⎥ − ⎢ 0.0178 x 10 -4 ⎥
⎢ 0.0002 x 10 -6 ⎥ ⎢ - 0.0001 x 10 -4 ⎥
⎣ ⎦ ⎣ ⎦
⎡ 0.3889 x 10 -4 ⎤
⎢ ⎥
= ⎢- 0.0181 x 10 -4 ⎥
⎢ 0.0001 x 10 -4 ⎥
⎣ ⎦

Langkah 4:

⎡9.6851 ⎤ ⎡9.6852 ⎤ ⎡ - 0.3167 x 10 ⎤


-4

⎢ ⎥
s 8 = x (8 ) − x ( 7 ) = ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ = ⎢ - 0.0022 x 10 -4 ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢ 0.0000 x 10 -4 ⎥
⎣ ⎦

t −1
s 8 A 7 y 8 =1.0241 x 10 -9

Langkah 5:
−1 t −1
−1 −1 (s 8 − A 7 y 8 )s 8 A 7
A 8 =A + 7 t −1
s8 A 7 y 8
⎡ - 0.8144 - 0.0008 - 0.0005 ⎤
= ⎢⎢ 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥⎥
⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦

Langkah 6:

x ( 9 ) = x (8) − A 8−1F(x ( 8 ) )
⎡9.6851 ⎤ ⎡ - 0.8144 - 0.0008 - 0.0005 ⎤ ⎡0.8024 x 10 -6 ⎤
⎢ -6 ⎥
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ − ⎢ 0.0002 0.1249 0.0000 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ - 0.0366 x 10 ⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦ ⎢⎣ - 0.0000 - 0.0000 0.0769⎥⎦ ⎢ 0.0002 x 10 -6 ⎥
⎣ ⎦
⎡9.6851 ⎤
= ⎢⎢ 0.2464⎥⎥
⎢⎣ 0.0769⎥⎦
59

Langkah 7:

⎡9.6851 ⎤ ⎡9.6851 ⎤
Karena || x (9)
−x (8 )
|| = ⎢⎢0.2464⎥⎥ − ⎢⎢ 0.2464⎥⎥ = 0.00000065347 < 0.0005
⎢⎣0.0769⎥⎦ ⎢⎣ 0.0769⎥⎦

⎡ 9.6851 ⎤
maka x (9 )
= ⎢⎢ 0.2464 ⎥ adalah penyelesaian sistem persamaan non-linear di

⎢⎣ 0.0769 ⎥⎦

atas.

Dari hasil perhitungan di atas dapat diperoleh Tabel 3.2.1 sebagai berikut:

Tabel 3.2.1 Hasil Iterasi

I x1
i
x2
i
x3
i

0 0.02 0.25 0.08

1 -11.9734 -0.0000 -0.0030

2 -32.9357 -0.6240 -0.2025

3 7.6740 0.2503 0.0916

4 9.9167 0.2468 0.0778

5 9.6725 0.2465 0.0769

6 9.6846 0.2464 0.0769

7 9.6852 0.2464 0.0769

8 9.6851 0.2464 0.0769

9 9.6851 0.2464 0.0769

Anda mungkin juga menyukai