Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

METODE KHUSUS
KONSEP PEMBELAJARAN DI KELAS

Dosen Pembimbing:
Enny Susilawati, M. Keb

OLEH:
KELOMPOK 4
1. Evi Noprianti PO71241220119
2. Herawati PO71241220213
3. Irma Yuli Wahyu Asia PO71241220118
4. Indo Epo PO71241220121

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI PROGRAM STUDI


SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN
AHLI JENJANG KELAS MUARO JAMBI
2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep Pembelajaran Di Kelas”
Makalah ini penulis susun dalam rangka pencapaian kompetensi, dan
merupakan salah satu tugas kelompok yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswi
Prodi DIV Kebidanan.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
memenuhi tugas kelompok.

Jambi, 2022

Penulis

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan sebagai suatu sistem berhubungan dengan sistem-sistem
lain di luar dirinya. Proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya
merupakan suatu sistem namun sayang sistem pemebelajaran paradigma
lama masih mewarnai di banyak institusi pendidikan. Hal ini telah
menyebabkan kesenjangan antara kebutuhan perkembangan dan belajar
peserta didik dengan yang didapatkan dan akhirnya bermuara pada
kesenjangan dengan kebutuhan masyarakat. Sistem pembelajaran
pendidikan paradigma lama menempatkan siswa sebagai objek
pembelajaran bukan individu yang aktif mengkontruksi pengetahuan dan
menemukan makna belajarnya sendiri. Sekolah seolah menjadi institusi
pendidikan yang memiliki batas sistem sangat jelas dan bersifat tertutup.
Pengalaman dan keluasan sumber belajar direduksi dalam teks-teks yang
terstruktur yang mengkooptasi pemikiran pendidik dan peserta didik,
seolah falsifikasi teori dan konsep menjadi tabu (Pujiriyanto, 2015).
Di dunia banyak praktek-praktek ilmiah yang bisa menjadi sumber belajar
bahkan menjadi teori-teori yang bisa dipelajari. Pentingnya evidence based
practice sebagai kerja sosial pendidikan. Konsekuensi dari ini menuntut
institusi pendidikan harus menjadi institusi yang berani terbuka dan
menemukenali paradigma baru (Pujiriyanto, 2015).
Fenomena perubahan sistem sosial yang ada di masyarakat baik pada
lingkungan makro, meso maupun mikro seringkali kurang diperhatikan oleh
insititusi pendidikan sehingga merepresentasikan diri menjadi sistem yang
tertutup. Apa yang dipelajari oleh siswa jauh dari dunia nyata, metode-metode
pengabaran buku teks (content transmission) kenyataan masih mendominasi
dibanding kontruksi secara induktif. Siswa tidak memiliki otonomi atau
kontrol terhadap proses belajarnya sendiri, harus mengikuti aturan dan
kebijakan dalam format disiplin yang kaku. Orientasi belajar adalah mengejar
prestasi kognitif dan keberhasilan diukur dari tolok ukur kuantitatif, sementara

3
idealisme pendidik dipasung bagi kepentingan administratif (jebakan fiksasi)
(Reigeluth, 2013).
Pembelajaran sebagai suatu proses seolah-seolah menjadi blackbox
atau kotak hitam masif yang masih rahasia dalam otoritas pendidik.
Transparansi terhadap standar proses seolah tersembunyi dan dilegalkan
dalam otoritas lembaga pendidikan tempat bernaung yang juga
berkepentingan terhadap penilaian administratif pihak luar. Masih ingat
bagaimana akreditasi yang dilakukan BAN dengan instrumen yang
generik untuk beragam prodi menyebabkan diagnosis tidak akurat,
meskipun diperbaiki namun sifat administratif masih sangat menonjol
(Reigeluth, 2013).
Praktek pembelajaran dengan dominasi metode-metode
pembelajaran berpusat pada pendidik menjadi sarana berlindung dari
keengganan merubah dan berinovasi terhadap metode pembelajaran.
Metode yang diterapkan tidak memenuhi kebutuhan perkembangan dan
belajar peserta didik. dalam taksonomi variabel pembelajaran meletakkan
karakteristik siswa sebagai fokus utama manipulasi metode pembelajaran
selain karakteristik bidang studi dan tujuan pembelajaran. Siswa dan guru
masih berpola relasi kuasa dimana guru paling berkuasa di dalam kelas,
otoritas yang dimiliki tidak dimanfaatkan untuk kemaslahatan peserta
didik. Fenomena lain siswa cenderung mengalami cognitive load karena
dominasi content transmission yang tidak bisa generalisasi dan
dioperasikan dalam gelanggang kehidupan karena lepas kontek.
Pendidikan merupakan perangkat intelektual, namun tanpa konteks
bagaimana diaplikasikan perangkat ini akan gagal. Sementara itu dari sisi
kebijakan sistem pendidikan justeru memperkuat kondisi dengan kuatnya
pembakuan instrumentasi terhadap aktifitas pembelajaran (Pujiriyanto,
2015).
Rujukan bagi penyelesaian masalah pembelajaran berdasar data
produk instrumentasi menyebabkan fiksasi terhadap program
pengembangan kualitas pembelajaran dan kualitas guru oleh pemerintah.
Diagnosis riil dalam konteks interaksi pembelajaran seringkali lepas dari

4
perhatian pengawas sekolah, terlebih standar proses terfiksasi eksistensi
UAN. Instrumentasi juga masih nampak mensub-ordinatkan kepentingan
akademik di beberapa perguruan tinggi yang sedikit banyak mematikan
kreatifitas dan kultur akademik yang lambat laun menyebabkan
pembusukan akademik (academic decay). Contoh nyata banyak aktifitas
ketua prodi yang seharusnya bersifat pengembangan akademik namun
lebih menonjol dalam fungsi dan jebakan administrative (Pujiriyanto,
2015).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Paradigma baru pembelajaran?
2. Apa yang dimaksud dengan Model pembelajaran berpusat pada mahasiswa
(SCL)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Paradigma baru pembelajaran
2. Untuk mengetahui Model pembelajaran berpusat pada mahasiswa (SCL)

D. Manfaat
1. Mengetahui Paradigma baru pembelajaran
2. Mengetahui Model pembelajaran berpusat pada mahasiswa (SCL)

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pembelajaran Di Kelas


1. Pengertian Paradigma
Secara etimologi paradigma berasal dari bahasa Latin “para” dan
“deigma”. “Para” berarti di sisi, di samping dan “deigma” berarti contoh,
pola, model. Sedangkan “deigma” dalam bentuk kata kerja “deiknynai”
dalam bahasa aslinya yakni Yunani berarti menunjukkan atau
mempertunjukkan sesuatu (Haryono, 2015).
Menurut Thomas Kuhn pergeseran paradigma adalah perubahan
asumsi dasar atau paradigma dalam sains. Menurutnya, "paradigma adalah
apa yang diyakini oleh anggota komunitas ilmiah.2 Paradigma tidak terbatas
kepada teori yang ada, tetapi juga semua cara pandang dunia dan
implikasinya.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara
terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses
interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan
dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan
perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa
pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak
terlepas dari kegiatan belajar mengajar. Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman
(Haryono, 2015).
Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap
(afektif). Belajar tidak hanya meliputi mata pelajaran, tetapi juga

6
penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, kompetensi, penyesuaian
sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita (Haryono, 2015).
3. Paradigma Baru Sisstem Pendidikan
Menjawab tantangan dan kebutuhan global dua aspek dalam sistem
pendidikan yang memerlukan perubahan dan pengkajian untuk
ditransformasikan ke dalam paradigma baru yaitu metode pembelajaran dan
manajemen pengelolaaan Pendidikan (Haryono, 2015).
1) Aspek metode pembelajaran
Metode pembelajaran harus bergerak dari pola komunikasi
pembelajaran satu arah (jarum hipodermis) menjadi multi arah. Guru
bukanlah satu-satunya sumber belajar namun semua adalah sumber
belajar. Guru yang baik adalah yang belajar dan mengajar demikian
siswa yang baik adalah yang belajar dan mengajar. Posisi guru dan
siswa bersifat egaliter, guru lebih menjadi kolaborator sumber daya dan
menjadi mitra belajar. Guru memang tidak tergantikan meskipun
kemajuan teknologi sudah memungkinkan terlaksananya pola interaksi
multi arah. Pembelajaran adalah pertemuan budaya (idiosyncratic
response) tidak mungkin semua bisa diperankan oleh teknologi
layaknya interaksi antara manusia, meskipun postmodernisme

menelurkan gagasan munculnya machinic phylum1.


Pembelajaran harus meletakkan otonomi dan kontrol belajar pada
individu yang belajar dan membumi mampu mencetak generasi menjadi
professional learning. Pendidik yang merupakan seorang professional
learning bukan sekedar professional teaching akan mampu
menghasilkan professional learning karena akan diproyeksikan peserta
didiknya. Perubahan paradigma ini lebih meletakkan pada kompetensi
penddiik akan cara pandang sistem dan orientasi baru keyakinan
epistimologis bahwa pengetahuan dan ketrampilan lebih bermakna
apabila individu belajar terlibat aktif mengkontruksi pengetahuannya
sendiri. Pada perjalanannya bukan berarti meninggalkan metode-
metode di bawah payung behavioristik namun penggunaannya memiliki
orientasi baru dalam mengembangkan otonomi belajar.
7
Neo behavioristik sendiri sampai pada psikologi transendental
dalam upaya meletakkan kontrol diri pada pebelajar dalam merespon
lingkungan dan melakukan adaptasi yang sesuai berdasar pengalaman
spiritual pribadi. Metode pembelajaran yang menumbuhkan
kepercayaan diri dan konsep diri yang baik, proaktif, saling berbagi
informasi, meningkatkan keterampilan kerjasama dan berkomunikasi,
berpikir kritis, berempati, memahami, dan menghormati perbedaan
pendapat dan banyak harapan positif lainnya. Hasil seperti ini
diharapkan memberikan kemampuan siswa untuk menghadapi realitas
kehidupan sebenarnya dalam konteks kesehariannya.
2) Aspek manajemen lembaga Pendidikan
Manajemen itu sendiri bergerak dari yang beroperasi sendiri

berubah kepada upaya membangun jaringan2. Orientasi-orientasi


sekolah yang hanya berada pada red ocean (bermain pada area
persaingan yang sama) akan menyebabkan in-efisiensi karena pengaruh
struktur birokrasi. Sekolah harus membangun lompatan dengan
memanfaatkan teknologi informasi dalam menyuarakan (bisa

mengadopsi cara kerja Steve Jobs) 3 nilai-nilai yang merupakan


karakteristik lokal yang ingin dibangun oleh institusi pendidikan
tersebut. Pada tataran ini institusi pendidikan masuk pada blue ocean
(penambahan nilai), dan berperspektif global dalam mengembangkan
local wisdom.
Sumber-sumber belajar online dalam bentuk jaringan pengetahuan,
portal pengetahuan, telelearning, kelas maya, dan bentuk lain akan
menggerakkan setiap insitusi menjadi knowledge creator yang
produktif, terutama hasil riset. Insitusi pendidikan tidak perlu
memandang institusi lain sebagai kompetitor atau rival tetapi sebagai
mitra yang saling menghormati keunikan masing-masing. Pemerintah
sebagai pengelola pendidikan lebih menempatkan diri sebagai fasilitator
untuk menjaga identitas profesionalisme institusi pendidikan dan SDM
kependidikan sesuai karakter bangsa yang justru terdistorsi oleh
8
beragam program yang menggunakan pendekatan proyek.

B. Model Pembelajaran Berpusat Pada Mahasiswa (SCL)


1. Model pembelajaran SCL
Model pembelajaran SCL adalah pelaksanaan proses belajar-
mengajar dengan sistem Cara Belajar Siswa Aktif atau SCL. Dengan SCL
siswa akan bekerja dengan berbagai aktivitas dalam mempelajari bahan
pembelajaran. Siswa akan terlatih untuk mempunyai tanggungjawab yang
lebih besar dalam proses pembelajaran dan tertanam suatu kebiasaan
belajar yang lebih bertanggungjawab (Trinova, 2017).
2. Student Centered Learning (SCL)
STudent Centered Learning (SCL) merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang kini sangat populer di kalangan praktisi
pendidikan di dunia. SCL dipercaya sangat efektif dalam meningkatkan
proses pembelajaran guna meraih hasil belajar mahasiswa secara optimal.
Ini sesuai dengan filosofi belajar, bahwa belajar merupakan kegiatan
memperoleh pengetahuan baru dimana semakin banyak pengetahuan
didapat mahasiswa, semakin besar peluang mereka untuk terus
meningkatkan kualitas sikap dan prilakunya. Pandangan ini sejalan dengan
pendekatan belajar yang dikembangkan aliran psikologi kognitif yang
meyakini bahwa para mahasiswa yang memiliki informasi pengetahuan
sangat banyak dapat melakukan eksplorasi terhadap sumber-sumber belajar
baru, baik sendiri maupun bersama-sama dengan peer group-nya. Dengan
begitu, mereka bisa memperoleh banyak informasi pengetahuan baru dan
terus menambah kesimpulan-kesimpulan baru (Trinova, 2017).
Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang mengalami
abortus ataupun ruptur dengan tempat implantasi abnormal. Kehamilan
ektopik adalah kehamilan yang pertumbuhn sel telur yang telah dibuahi
tidak menempel pada dinding endometrium. Kehamilan ektopik adalah
kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus). Hampir 95% kehamilan
ektopik terjadi di berbagai segmen tuba falopii, dengan 5% sisanya terdapat
di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi ruptur

9
di lokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan masif
dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu.
Berdasarkan lokasi terjadinya,kehamilan ektopik dibagi menjadi:
a. Tuba Falopii.
Kehamilan ektopik pada tuba falopii meliputi 95% dari seluruh kejadian
yang meliputi pars ampula (55%), pars ismika (25%), pars fimbria
(17%), dan pars interstisialis (2%).
b. Kehamilan ektopik lain.
Meliputi seviks, ovarium, atau abdominal.
c. Intraligamen.
d. Kehamilan heterotopik.
3. Jenis-Jenis Pembelajaran Student Centered Learning (SCL)
Menurut Dikti (2014), model-model pembelajaran yang menggunakan
pendekatan SCL (Student Centered Learning), antara lain yaitu sebagai
berikut:
a. Small Group Discussion (SGD). Metode diskusi merupakan model
pembelajaran yang melibatkan antara kelompok siswa dan kelompok
siswa atau kelompok siswa dan pengajar untuk menganalisis, menggali
atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu.
b. Role-Play and Simulation. Metode ini berbentuk interaksi antara dua
atau lebih siswa tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan
simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau
sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini siswa mempelajari
sesuatu (sistem) dengan menggunakan model.
c. Discovery Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau
penelitian kepada siswa dengan tujuan supaya siswa dapat mencari
sendiri jawabannya tanpa bantuan pengajar.
d. Self-Directed Learning. Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar
kepada siswa, seperti tugas membaca dan membuat ringkasan.
e. Cooperative Learning. Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling

10
membantu mengonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau
inkuiri.
f. Contextual Learning (CL). Pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan
(ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan
siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa
menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif, nyaman, dan
menyenangkan.
g. Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran ini melatih dan
mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang
berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk
merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap
harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi,
demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat
berpikir optimal.
h. Collaborative Learning (CbL). Metode ini memungkinkan siswa untuk
mencari dan menemukan jawaban sebanyak mungkin, saling
berinteraksi untuk menggali semua kemungkinan yang ada.
i. Project Based Learning (PjBL). Metode pembelajaran ini adalah
memberikan tugas-tugas project yang harus diselesaikan oleh siswa
dengan mencari sumber pustaka sendiri.
4. Manfaat Student Centered Learning (SCL)
Angele Attard dari Education International mengungkapkan, terdapat
banyak manfaat proses belajar dengan pendekatan SCL baik bagi kalangan
mahasiswa maupun dosen. Beberapa manfaat bagi kalangan mahasiswa,
antara lain :
a. Menjadikan para mahasiswa sebagai bagian integral dari komunitas
akademik. Sebenarnya, mahasiswa kini disebut sebagai civitas
academica, akan tetapi, seringkali posisi itu tidak terwujud hanya
karena dosen tidak memperlakukan mereka sebagai masyarakat
akademik, melainkan objek ceramah dosen yang–sekali waktu- diukur

11
tingkat pemahamannya terhadap kandungan ceramah tersebut. Sebagai
masyarakat akademik, tentu mahasiswa memiliki hak untuk melakukan
proses inquiry, proses pencarian dan pengkajian, serta proses
pemahaman yang dilakukan oleh mereka sendiri. Melalui SCL mereka
memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian dan
mempresentasikannya di hadapan peer group dan dosen mereka.
Selanjutnya, dosen harus memberi masukkan terhadap hasil penelitian
para mahasiswanya. Dengan demikian, para mahasiswa benar-benar
menjadi masyarakat akademik sebagaimana diidealkan.
b. Meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Hal ini karena SCL
memperlakukan mahasiswa sebagai masyarakat akademik yang harus
menguasai teori, mengaplikasikannya, dan terus melakukan kajian dan
evaluasi atas teori tersebut. Selain itu, para mahasiswa juga dituntut
untuk mempresentasikan hasil kajiannya pada peer group dan dosen
pembinanya. Dengan demikian, mahasiswa akan termotivasi untuk
memperbanyak kegiatan belajar di luar kelas sehingga nantinya menjadi
masyarakat pembelajar.
c. Mahasiswa menjadi lebih independen dan bertanggung jawab untuk
terus belajar. Pembelajaran berbasis pada mahasiswa membuat
mahasiswa selalu terikat untuk belajar, karena mereka harus
mempresentasikan hasil belajar di hadapan peer group dan dosen
mereka. Dengan demikian, para mahasiswa akan memiliki tanggung
jawab dan harus bergerak secara independen, karena dituntut terus
melengkapi berbagai informasi keilmuan yang mereka butuhkan untuk
dipresentasikan di depan kelas pada setiap minggu.
d. Arus masuk pendidikan tinggi yang kian besar dan kebutuhan pasar
yang semakin lebar dan ragam, maka kebutuhan belajar para mahasiswa
juga semakin diversifikatif sesuai arah profesi yang akan mereka tuju
pasca belajar di perguruan tinggi. Pembelajaran berbasis pada
mahasiswa memberi mereka peluang untuk mempelajari keilmuan yang
ditekuninya secara independen dan tidak terikat dengan bahan ajar yang

12
menjadi fokus kajian teman lain dari program studi yang berbeda, atau
bahkan mungkin dari program studi yang sama.
5. Keuntungan Belajar Berdasar Metode SCL Bagi Dosen Antara Lain:
a. Melahirkan peran yang sangat menarik bagi dosen, karena penyiapan
bahan ajar, proses pembelajaran, dan penyimpulan, semua ditugaskan
pada mahasiswa, dosen hanya melakukan konfirmasi atas bahan yang
mereka kaji, termasuk kesimpulan yang mereka rumuskan. Di saat yang
sama, ini merupakan kesempatan baik bagi para dosen untuk
memberikan tantangan bagi para mahasiswanya dalam meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar mereka.
b. Sinergi antara pembelajaran dengan penelitian. Selain memungkinkan
dosen mengontrol tugas mahasiswa sampai pada level pengetahuan
tertinggi, SCL memungkinkan dosen mensinergikan kegiatan
penelitiannya dengan program-program pembelajaran (bersama
mahasiswa), sehingga akan terus tervalidasi oleh masukan-masukan
yang dinamis.
c. Pengembangan profesional berkelanjutan. SCL memungkinkan dosen
memberi tugas pada para mahasiswa untuk selalu meng-
update pengetahuan mereka tentang berbagai teori dengan mengakses
berbagai jurnal ilmiah terkini, sehingga dosen akan memperoleh
masukan terhadap penelitian yang sedang mereka lakukan (Trinova,
2017).
6. Karakteristik Pembelajaran Model Berbasis Student Centered Learning
a. Mengajar berpusat pada siswa bukan pada guru
b. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja
c. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
d. Suasana berpusat pada mahasiswa
e. Mahasiswa yang mengendalikan proses
f. Mahasiswa yang bertanggung jawab
g. Pembelajaran bersifat kooperatif, kolaboratif, atau independen. Siswa
harus saling bekerja sama. Siswa berkompetisi dengan kinerja mereka
sebelumnya (Cahya, dkk, 2019).

13
7. Tahap-Tahapan Pembelajaran Model Berbasis Student Centered Learning
a. Tahap Pra Instruksional
Tahap Pra Instruksional merupakan tahapan yang ditempuh guru pada
saaat ia memulai proses pembelajaran. Langkah- langkah pada tahap ini,
yaitu (Cahya, dkk, 2019):
1) Guru mengucapkan salam
2) Guru dan siswa bersama-sama membaca surat pendek
3) Guru menanyakan keadaan siswa dan mencatat kehadiran siswa
4) Guru melakukan apersepsi dan motivasi
5) Guru memberikan kesempatankepada siswa untuk bertanya
mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasai dan pelajaran yang
telah dipelajari sebelumnya
b. Tahap Instruksional
Tahap Instruksional merupakan tahapan pengajaran/tahapan inti, yakni
tahapan memberikan bahan pembelajaran yang telah disusun guru pada
hari sebelumnya. Langkah-langkah pada tahapan ini, yaitu:
1) Guru menuliskan tujuan pembelajaran
2) Guru mencatatkan atau menjelaskan pokok materi yang akan
dipelajari
3) Guru menjelaskan kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa
4) Guru menggunakan alat bantu
5) Guru menggunakan contoh-contoh yang konkret
6) Guru memberikan penguatan
c. Tahap Evaluasi
Tahap Evaluasi merupakan tahapan penilaian dalam kegiatan
pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui tindakan keberhasilan
tahapan kedua (instruksional).
1) Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran
2) Guru memberikan tes formartif
3) Guru menjelaskan dan memberitahu materi yang akan
dipelajari berikutnya
4) Guru menutup pembelajaran dengan membaca Hamdalah

14
dan Salam
8. Pelaksanaan Pembelajaran Mencakup Tiga Kegiatan, yakni:
Adapun Pelaksanaan Pembelajaran Mencakup Tiga Kegiatan,
yakni (Cahya, dkk, 2019):
a. Pembukaan
Pembukaan adalah kegiatan awal yang harus dilakukan
guru untuk memulai atau membuka pelajaran. Membuka
pembe- lajaran merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan
kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara
optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya untuk
belajar. Untuk kepentingan tersebut, guru dapat melakukan
upaya-upaya sebagai berikut:
1) Menghubungkan kompetensi yang telah dimiliki peserta
didik dengan materi yang akan disajikan.
2) Menyampaikan tujuan yang akan dicapai dan garis besar
materi yang akan dipelajari.
3) Menyampaikan langkah-langkah kegia- tan pembelajaran
dan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan.
4) Mendayagunakan media dan sumber belajar yang
bervariasi sesuai dengan materi yang disajikan.
5) Mengajukan pertanyaan, baik untuk mengetahui
pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran yang
telah berlalu maupun untuk menjaga kemampuan awal
berkaitan dengan bahan yang akan dipelajari.
b. Pembentukan kompetensi
Pembentukan kompetensi peserta didik merupakan kegiatan inti
pembe- lajaran, antara lain mencakup penyampaian informasi tentang
materi pokok atau materi standar, membahas materi standar untuk
membentuk kompetensi peserta didik, serta melakukan tukar
pengalaman dan pendapat dalam membahas materi standar atau
memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Dalam pembelajaran

15
peserta didik dibantu oleh guru untuk membentuk kompetensi, serta
mengembangkan dan memodifikasi kegiatan pembelajaran, apabila
kegiatan itu menuntut adanya pengembangan atau modifikasi.
Pembentukan kompetensi mencakup berbagai langkah yang perlu
ditempuh oleh peserta didik dan guru sebagai fasilitator untuk
mewujudkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini
ditempuh melalui berbagai cara, bergantung kepada situasi, kondisi,
kebutuhan, serta kemampuan peserta didik. Prosedur yang ditempuh
dalam pembentukan kompetensi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan kompetensi dasar dan materi standar yang telah
dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembela- jaran (RPP),
guru menjelaskan standar kompetensi minimal yang harus dicapai
peserta didik dan cara belajar untuk mencapai kompetensi tersebut.
2) Guru menjelaskan materi standar secara logis dan sistematis, materi
pokok dikemukakan dengan jelas atau ditulis dipapan tulis.
Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya sampai materi
standar tersebut benar-benar dapat dikuasai.
3) Membagikan materi standar atau sumber belajar berupa hand out
dan foto copy beberapa bahan yang akan dipelajari. Materi standar
tersebut sebagian terdapat di perpustakaan.
4) Mambagikan lembaran kegiatan untuk setiap peserta didik.
Lembaran kegiatan berisi tugas tentang materi standar yang telah
dijelaskan oleh guru dan dipelajari oleh peserta didik.
5) Guru memantau dan memeriksa kegiatan peserta didik dalam
mengerjakan lembaran kegiatan, sekaligus memberi- kan bantuan
dan arahan bagi mereka yang menghadapi kesulitan belajar.
6) Setelah selesai diperiksa bersama-sama dengan cara menukar
pekerjaan dengan teman lain, lalu guru menjelaskan setiap
jawabannya.
7) Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh peserta didik.
Jika ada yang kurang jelas, guru memberi kesempatan bertanya,
tugas, atau kegiatan mana yang perlu penjelasan lebih lanjut (E.

16
Mulyasa, 2009, h.180- 186)
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan akhir yang dilakukan guru untuk
mengakhiri pembelajaran. Dalam kegiatan penutup ini guru harus
berupaya unutuk mengetahui pembentukan kompetensi dan pencapaian
tujuan pembelajaran, serta pemahaman peserta didik terhadap materi
yang dipelajari, sekaligus mengakhiri kegiatan pembelajaran. Untuk itu
guru dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menarik kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.
2) Mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengukur tingkat
pencapaian tujuan dan keefektifan yang telah dilaksanakan.
3) Menyampaikan bahan-bahan pendala- man yang harus dipelajari
dan tugas- tugas yang harus dikerjakan sesuai dengan pokok
bahasan yang telah dipelajari.
4) Memberikan posttes baik secara lisan, tulisan, maupun perbuatan.
9. Literature Jurnal
a. Menurut Jurnal Pujirioyanto (2015) Dengan Judul Meretas Sistem
Pembelajaran Paradigma Baru Tahun 2015
Berdasarkan paradigma pendidikan baru sangat dibutuhkan untuk
reformasi pendidikan di Indonesia Indonesia. Sistem pendidikan
dipengaruhi oleh sistem sosial secara makro, mezzo, dan tingkat
mikro sebagai konsekuensi sistem pendidikan harus masing-masing
dan pro aktif untuk merespon perubahan sistem sosial. Konsep dari
tempat kerja, keluarga, dan masyarakat berubah secara sistematis.
Zaman industri adalah akan bergeser ke masyarakat era informasi
dengan karakteristik yang berbeda-beda. Di sana adalah dua aspek
penting manajemen dan metode pembelajaran. Pendidikan manajemen
harus lebih terbuka untuk jaringan untuk berbagi pengetahuan. Itu
metode pembelajaran harus diubah untuk menjadikan pembelajar
sebagai subjek konstruksi pengetahuan dan menjadi peserta aktif
dalam proses pembelajaran. Itu sekolah sebagai lembaga pendidikan

17
harus mengembangkan kemitraan dan jaringan dengan lembaga
pendidikan lainnya.
b. Menurut Judul Cahya, dkk (2019) dengan Judul Penerapan Model
Pembelajaran Student Centered Learning (Scl) Di Fakultas
Keperawatan Universitas Jember
Menjelaskan Hasil menunjukkan penerapan SCL pada dosen
mencapai 81,7% (dari nilai maksimal 33 dan penerapan SCL pada
mahasiswa mencapai 80,19% (dari nilai maksimal 36). Hal ini
memperlihatkan penerapan SCL dari segi mahasiswa dan dosen
memiliki persentase ketercapaian yang baik. Nilai terendah pada
dosen yaitu kondisi kelas (68,4%) dan nilai terendah pada mahasiswa
yaitu bahan ajar (71%). Fasilitas yang kurang maksimal bisa
berdampak terganggunya proses belajar menggunakan SCL sehingga
mahasiswa dan dosen tidak memperoleh hasil yang maksimal.
Institusi diharapkan dapat memperbarui koleksi buju yang dimiliki
dan kondisi kelas dapat lebih dioptimalkan dengan mengurangi
mumlah mahasiswa menjadi 25 mahasiswa di tiap kelas.
c. Menurut Jurnal Trinova (2017) dengan Judul Pembelajaran Berbasis
Student-Centered Learning Pada Materi Pendidikan Agama Islam
Menjelaskan dalam pembelajaran, peranan dan fungsi pendidik
sangat strategis. Apapun pemakaian dan penggunaan strategi
pembelajarannya, hendaklah tetap berpegang pada nilai-nilai budaya,
dalam hal ini adalah pemakaian strategi pembelajaran yang telah
dirumuskan dan dipakai oleh penutan kita yaitu Rasulullah saw.
Dengan tidak meng- hilangkan sepenuhnya peranan guru dalam kelas.
Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, di samping pemakaian strategi-strategi yang berpusat pada
siswa (Student Centered) dalam meningkatkan kinerja siswa bukan
berarti melepaskan peranan guru. Artinya dalam pembelajaran
hendaknya kedua strategi pembelajaran tersebut tetap dipakai. Student
Centered sebagai langkah pemahaman atau penguasaan terhadap
materi pelajaran dan pemberian pengalaman atau pelatihan kepada

18
siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) dengan aktivitas siswa yang
tinggi, serta Teacher Centered sebagai langkah membina dan
menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran
tersebut (Spiritual) dalam diri siswa.
d. Menurut Jurnal Ardian dan munardi (2019) dengan Judul Pengaruh
Strategi Pembelajaran Student-Centered Learning Dan Kemampuan
Spasial Terhadap Kreativitas Mahasiswa
Menjelaskan hasil penelitian menunjukkan: 1) Nilai kreativitas
mahasiswa dengan strategi pembelajaran SCL (rerata 42,65) adalah
lebih tinggi daripada yang mengikuti strategi pembelajaran langsung
(rerata 39), 2) Mahasiswa yang memiliki kemampuan spasial tinggi,
nilai kreativitas mahasiswa dengan strategi pembelajaran SCL (rerata
49) adalah lebih tinggi daripada kreativitas mahasiswa dengan strategi
pembelajaran langsung (rerata 36,3). 3) Mahasiswa yang memiliki
kemampuan spasial rendah, nilai kreativitas mahasiswa dengan
strategi pembelajaran SCL (rerata 36,3) adalah lebih rendah daripada
kreativitas mahasiswa dengan strategi pembelajaran langsung (rerata
41,70), 4) Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan
kemampuan spasial dalam pengaruhnya terhadap kreativitas.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara
terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses
interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan
dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan
perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa
pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak
terlepas dari kegiatan belajar mengajar. Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Praktek pembelajaran dengan dominasi metode-metode pembelajaran
berpusat pada pendidik menjadi sarana berlindung dari keengganan merubah
dan berinovasi terhadap metode pembelajaran. Metode yang diterapkan tidak
memenuhi kebutuhan perkembangan dan belajar peserta didik. dalam
taksonomi variabel pembelajaran meletakkan karakteristik siswa sebagai fokus
utama manipulasi metode pembelajaran selain karakteristik bidang studi dan
tujuan pembelajaran. Siswa dan guru masih berpola relasi kuasa dimana guru
paling berkuasa di dalam kelas, otoritas yang dimiliki tidak dimanfaatkan
untuk kemaslahatan peserta didik. Fenomena lain siswa cenderung mengalami
cognitive load karena dominasi content transmission yang tidak bisa
generalisasi dan dioperasikan dalam gelanggang kehidupan karena lepas
kontek. Pendidikan merupakan perangkat intelektual, namun tanpa konteks
bagaimana diaplikasikan perangkat ini akan gagal. Sementara itu dari sisi
kebijakan sistem pendidikan justeru memperkuat kondisi dengan kuatnya
pembakuan instrumentasi terhadap aktifitas pembelajaran.

20
B. Saran
Bahan ajar dan kondisi kelas merupakan indikator dengan nilai terkecil dari
keseluruhan indikator yang diteliti. - Bahan ajar tidak terbatas hanya dari buku
saja, namun internet, artikel dan jurnal saat ini lebih dipilih oleh mahasiswa
dan juga dosen karena selalu memberikan informasi yang terbaru. Institusi
diharapkan untuk selalu memperbarui koleksi buku di ruang baca dan
memaksimalkan koneksi internet di tempat yang belum terjangkau oleh
internet.

21
DAFTAR PUSTAKA

Attard, Angela, Et All. Student Centred Learning, Toolkit For


Students Staffs, And Higher Education Institution. Education
International And The European Student Union, Brussel, Belgia,
2015

Ardian Dan Munadi (2019)


Pengaruh Strategi Pembelajaran Student-Centered Learning
Dan Kemampuan Spasial Terhadap Kreativitas Mahasiswa

Cahya, Dkk (2019)


Penerapan Model Pembelajaran Student Centered Learning
(Scl) Di Fakultas Keperawatan Universitas Jember

Trinova (2017)
Pembelajaran Berbasis Student-Centered Learning Pada
Materi Pendidikan Agama Islam

Pujiriyanto (2015)
Meretas Sistem Pembelajaran Paradigma Baru Tahun 2015

22

Anda mungkin juga menyukai