Laporan Ebp - Stase KDP
Laporan Ebp - Stase KDP
Laporan Ebp - Stase KDP
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)
Pada Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Sebelas April
Disusun Oleh :
Iis Tarliah Kunaedi 220550351003
Muhamad Abdul Hadi 220550351007
M. Ikbal Surya Fadillah 220550351005
Neni Sumarni 220550351004
Tasya Kamila Wiliyansyach 220550351006
Yusuf Rahmat Rodiansyah 220550351002
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kondisi kronis yang
mengakibatkan hilangnya fungsi ginjal yang membutuhkan manajemen medis
dan keperawatan yang kompleks. GGK ini dialami oleh 10% dari populasi di
seluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi 30% pada tahun 2050
(Mohamed & Hafez, 2019; Wijaya & Padila, 2019). Pada tahun 2018, Global
Burden of Disease memperkirakan terjadi 5-10 juta kematian/tahun yang
disebabkan oleh penyakit ginjal (Luyckx et al., 2018). Di Indonesia Prevalensi
penyakit Gagal Ginjal Kronis berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk
umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0‰ dan meningkat di tahun 2018
sebanyak 3.8 ‰ atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada pasien Gagal
Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak 51.604
pasien, kemudian meningkat ditahun 2017 menjadi 108.723 pasien. Di ruangan
Kenanga RSUD Kabupaten Sumedang penyakit Gagal Ginjal Kronis termasuk
ke dalam 5 besar penyakit yang sering dirawat. Data di bulan Februari 2023
pasien dengan Gagal Ginjal Kronis sebanyak 16 orang. Dari 16 pasien tersebut
yang menjalani hemodialisis sebanyak 5 orang.
Hemodialisis adalah intervensi terapeutik yang paling umum
digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir. Meskipun HD
umumnya merupakan prosedur yang aman, komplikasi terkait terapi
hemodialisis sering dijumpai. Komplikasi yang paling sering terkait termasuk
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, pruritus, demam,
menggigil, depresi, masalah tidur dan kelelahan, nyeri serta kecemasan (Raja
& Seyoum, 2020). Komplikasi hemodialisis yang diobati dengan menggunakan
obat dikaitkan dengan efek samping dan dalam jangka panjang menyebabkan
ketergantungan dan eksaserbasi komplikasi terkait penyakit, selain itu
komplikasi hemodialisis juga dikaitkan dengan biaya tinggi terkait pengobatan
yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Mengubah pengobatan asli dengan
Complementary and Alternative Medicine (CAM) telah mendapatkan
popularitas selama satu dekade terakhir (Dehghan et al., 2020). Salah satu
terapi CAM yaitu dengan menggunakan aromaterapi karena aromaterapi
merupakan metode yang murah dan popular yang sering digunakan
masyarakat.
Aromaterapi sebagai metode non farmakologis, telah dieksploitasi
dalam banyak penelitian karena penggunaannya yang tidak berbahaya dan
nyaman. Aromaterapi menggunakan minyak wangi yang diekstrak dari bunga
dan tumbuhan untuk mengobati berbagai penyakit. Aromaterapi merupakan
bagian dari pengobatan herbal dengan dasar tindakan yang sama dengan
farmakologi modern dan dapat menghasilkan manfaat fisiologis atau
psikologis. Salah satu minyak esensial yang sering digunakan yaitu minyak
esensial lavender.
Lavender merupakan salah satu herbal yang digunakan dalam
aromaterapi. Lavender termasuk dalam keluarga lamiaceae dengan nama
ilmiah lavandula angustifolia. Banyak penelitian telah membahas efek anti-
nyeri, antianxiety dan antidepresan, dan peningkatan tidur. Beberapa peneliti
percaya bahwa lavender memberikan efek psikologisnya melalui efek pada
sistem limbik, terutama amigdala dan hippocampus (Jafari-Koulaee et al.,
2020; Beyliklioğlu & Arslan, 2019; Özkaraman et al., 2018).
Penggunaan minyak lavender secara inhalasi telah menarik perhatian
banyak peneliti, hal ini dikarenakan teknik ini mudah dilakukan dan terbukti
memiliki efek positif terhadap beberapa keluhan yang dirasakan pasien,
khususnya pasien hemodialisis. Penelitian yang dilakukan oleh hemodialisis
Özdemir & Akyol (2021) menemukan bahwa inhalasi minyak lavender dapat
mempengaruhi komplikasi hemodialisis berupa penurunan rasa nyeri
penusukan AVF secara signifikan pada pasien. Hasil penelitian serupa terhadap
komplikasi hemodialisis dilakukan oleh hemodialisis Varaei et al., (2021)
penelitian ini menemukan bahwa menghirup aromaterapi lavender dapat
menurunkan kelelahan pada pasien hemodialisis.
Penelitian ini merupakan penelitian systematic review yang membahas
secara khusus tentang efek aromaterapi lavender terhadap efek samping
hemodialisis, selain itu penelitian ini juga mengumpulkan artikel yang hanya
membahas satu jenis aromaterapi dengan satu teknik khusus, yaitu pemberian
aromaterapi lavender dengan teknik inhalasi sehingga kesimpulan yang
didapatkan pada systematic review dapat dijadikan evidence based practice
yang detail sehingga diharapkan akan lebih mudah diterapkan dalam intervensi
keperawatan.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengidentifikasi
efektivitas inhalasi aromaterapi lavender terhadap efek samping hemodialisis
pada pasien Gagal Ginjal Kronis.
BAB II
URAIAN KASUS
2. ETIOLOGI
Etiologi GGK mungkin disebabkan oleh kelainan ginjal primer
atau sebagai komplikasi dari gangguan multisistem yang berhubungan
dengan penyakit penyerta, seperti diabetes yang saat ini menjadi penyebab
utama GGK di seluruh dunia (Arnold et al., 2016). Etiologi penyakit ginjal
terutama disebabkan oleh penyakit kronik glomerulonefritis diikuti oleh
nefropati iskemik, penyakit polikistik ginjal dan lupus nephritis (Doscas et
al., 2017). Menurut Habib et al. (2017), etiologi Gagal Ginjal Kronis pada
pasien dialisis yaitu hipertensi dengan diabetes mellitus menempati urutan
teratas, diikuti oleh hipertensi, diabetes melitus dan penyakit arteri koroner.
4. PATOFISIOLOGI
Penyakit Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah suatu gangguan pada
ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang
berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda
kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit,
histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga
disertai penurunan laju filtrasi glomerulus (Sukandar, 2006).
Penyebab kerusakan ginjal pada GGK adalah multifaktorial dan
kerusakannya bersifat ireversibel. Penyebab GGK pada pasien hemodialisis
baru di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika
27%, nefropati lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal
polikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis
kronik/PNC 6%, lain-lain 6%, dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab
terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi dengan persentase 34 %
(Sukandar, 2006).
Mekanisme dasar terjadinya GGK adalah adanya cedera jaringan.
Cedera sebagian jaringan ginjal tersebut menyebabkan pengurangan massa
ginjal, yang kemudian mengakibatkan terjadinya proses adaptasi berupa
hipertrofi pada jaringan ginjal normal yang masih tersisa dan hiperfiltrasi.
Namun proses adaptasi tersebut hanya berlangsung sementara, kemudian
akan berubah menjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron
yang masih tersisa. Pada stadium dini GGK, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih
normal atau malah meningkat. Secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif (Sukandar, 2006).
Pada sepertiga penderita GGK mengeluhkan gejala berupa
kekurangan energi (76%), pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea
(61%), edema (58%), nyeri (53%), mulut kering (50%), kram otot (50%),
kurang nafsu makan (47%), konsentrasi yang buruk (44%), kulit kering
(42%), gangguan tidur (41%), dan sembelit (35%).8 Pasien GGK dengan
ureum darah kurang dari 150 mg/dl, biasanya tanpa keluhan maupun gejala.
Gambaran klinis akan terlihat nyata bila ureum darah lebih dari 200 mg/dl
karena konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya retensi sisa-
sisa metabolisme protein di dalam tubuh. Uremia menyebabkan gangguan
fungsi hampir semua sistem organ, seperti gangguan cairan dan elektrolit,
metabolik-endokrin, neuromuskular, kardiovaskular dan paru, kulit,
gastrointestinal, hematologi serta imunologi (Sukandar, 2006).
Hemodialisis adalah proses pertukaran zat terlarut dan produk sisa
tubuh. Zat sisa yang menumpuk pada pasien GGK ditarik dengan
mekanisme difusi pasif membran semipermeabel. Perpindahan produk sisa
metabolik berlangsung mengikuti penurunan gradien konsentrasi dari
sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan metode tersebut diharapkan pengeluaran
albumin yang terjadi pada pasien GGK dapat diturunkan, gejala uremia
berkurang, sehingga gambaran klinis pasien juga dapat membaik (Sukandar,
2006).
B. KONSEP HEMODIALISIS
1. PENGERTIAN HEMODIALISIS
Hemodialisis adalah metode menghilangkan bahan kimia metabolik
dan elemen berbahaya lainnya dari tubuh dengan memisahkan darah dari
cairan dialisat, yang dibuat dengan sengaja dalam dialiser. Lembaran
selulosa berpori atau bahan sintetis yang tipis dan berpori di alam dikenal
sebagai membran semipermeabel. Karena lubang membran sangat kecil,
molekul dengan berat molekul rendah, seperti urea, keratin, dan asam urat,
dapat dengan mudah melewatinya. Molekul air kecil juga dapat mengalir
melalui lubang membran, tetapi sebagian besar protein plasma, bakteri, dan
sel darah terlalu besar untuk masuk melalui pori-pori membran. (Wijaya &
Putri, 2013). Mesin hemodialisis, yang meniru fungsi ginjal, dapat
digunakan sebagai opsi tambahan untuk membantu pasien gagal ginjal.
Dialisis dengan menggunakan mesin dialyzer yang berfungsi sebagai ginjal
buatan dikenal dengan istilah hemodialisis. Darah dikeringkan dari tubuh
dan ditempatkan di mesin dialyzer selama hemodialisis. Darah dibersihkan
dari zat-zat berbahaya di dalam mesin dialiser dengan proses difusi dan
ultrafiltrasi menggunakan dialisat (larutan dialisis), kemudian dikembalikan
ke tubuh melalui sirkulasi. Hemodialisis diperlukan 1-3 kali per minggu di
rumah sakit, dengan setiap perawatan berlangsung sekitar 2-4 jam.
(Mahdiana, 2011).
2. EFEK SAMPING HEMODIALISIS
a. Kelelahan
Kelelahan adalah salah satu komplikasi yang tak terhindarkan
dari hemodialisis, dan kebanyakan pasien hemodialisis menderita
tingkat kelelahan yang tinggi. Penelitian yang dilakukan Bagheri-
Nesami et al., (2018) mengungkapkan bahwa, sepertiga pasien
hemodialisis melaporkan bahwa mereka merasa lebih buruk selama
jam-jam pertama hemodialisis, dan seperempat dari mereka mengalami
tingkat kelelahan yang tinggi setelah hemodialisis.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kelelahan pada
pasien hemodialisis, termasuk defisiensi nutrisi, perubahan fisiologis,
kadar hemoglobin dan urea yang abnormal, gangguan tidur, depresi,
dan faktor yang berhubungan dengan hemodialisis (larutan dialisis
rendah natrium dan ultrafiltrasi tinggi, ketergantungan meningkat,
terhubung ke mesin, dll). Selain itu, tingkat kelelahan pada pasien
hemodialisis meningkat seiring bertambahnya usia dan riwayat dialisis,
yang membatasi aktivitas hidup sehari-hari.
Kelelahan yang dialami pasien HD dapat mempengaruhi
kualitas hidup. Pengurangan tingkat kelelahan pasien tentu dapat
berkontribusi pada peningkatan kualitas hidupnya. Penerapan intervensi
keperawatan berbasis bukti, yaitu inhalasi aromaterapi lavender terbukti
dapat menurunkan tingkat kelelahan pasien HD. Dari empat artikel
yang dievaluasi dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa inhalasi
aromaterapi lavender terbukti dapat mengurangi tingkat keparahan
kelelahan yang dialami pasien hemodialisis. Efek inhalasi lavender
terhadap tingkat kelelahan juga diujicobakan pada populasi pasien yang
lain yaitu pada pasien prediabetis dan ibu dalam periode postpartum,
hasil yang didapatkan dari uji coba ini sejalan dengan hasil yang
ditemukan pada pasien hemodialisis yaitu inhalasi aromaterapi lavender
dapat menurunkan tingkat kelelahan secara signifikan (Asazawa et al.,
2018; Hur et al., 2019).
b. Kecemasan
Kecemasan pada pasien hemodialisis adalah fenomena
kompleks yang terkait dengan perilaku, psikologis, fisik, dan mental.
Perubahan pernikahan keluarga dan kehidupan sosial; bergantung pada
mesin dialisis, tim perawatan kesehatan, dan keluarga; disfungsi
seksual; dan masalah ekonomi yang terjadi dengan terapi hemodialisis
menyebabkan pasien menderita kecemasan.
Kecemasan merupakan salah satu diantara komplikasi
hemodialisis yang paling banyak dialami, yaitu sebesar 38%. Gejala
penyakit jangka panjang lainnya seperti kelelahan dan gangguan tidur
juga merupakan faktor penting penting yang meningkatkan kecemasan.
Adanya peningkatan kecemasan pada pasien yang menjalani
hemodialisis dapat menyebabkan komplikasi seperti kram otot,
gangguan jantung dan peningkatan angka kematian. Kecemasan juga
bisa mempengaruhi perawatan diri dan pengobatan pasien (Karadag &
Baglama, 2019; Rezaei et al., 2018).
Inhalasi aromaterapi lavender terbukti dapat menurunkan
tingkat kecemasan yang dialami pasien hemodialisis, ini terlihat dari
empat artikel yang dievaluasi, empat artikel menunjukkan bahwa
kecemasan pada pasien hemodialisa menurun setelah dilakukan inhalasi
aromaterapi lavender. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian lain pada
kelompok pasien yang berbeda yaitu, inhalasi aromaterapi lavender
dapat menurunkan kecemasan pada pasien yang mengalami kecemasan
akibat nyeri luka bakar, pasien yang menjalani kemoterapi, pada pasien
yang mengalami kecemasan preoperative serta pada ibu postpartum
(Tsai et al., 2020; Jaruzel et al., 2019; Özkaraman et al., 2018).
c. Kualitas Tidur
Paparan stressor fisiologis dan psikologis yang dialami pasien
hemodialisis dalam perjalanan penyakit dan pengobatannya, dapat
menyebabkan gangguan tidur. Gangguan tidur telah dilaporkan oleh 50-
80% pasien hemodialisis. Gangguan tidur ini meningkatkan tingkat
kecemasan dan menyebabkan pengaruh negatif pada kinerja, tingkat
energi, aktivitas fisik, perawatan diri, tingkat efikasi diri, dan kualitas
hidup (Şentürk & Kartin, 2018).
Studi menunjukkan bahwa inhalasi aromaterapi lavender dapat
meningkatkan kualitas tidur pada pasien hemodialisis. Efek inhalasi
aromaterapi lavender juga diteliti untuk kualitas tidur pada orang tua
hasilnya adalah, metode ini dapat meningkatkan kualitas tidur (Genç et
al., 2020). Penelitian yang dilakukan Alami et al., (2018); Samadi et al.,
(2021) meneliti efek inhalasi aromaterapi lavender pada pasien dengan
sindrom korona akut serta meneliti tentang inhalasi aromaterapi
lavender pada ibu hamil trismester ketika, kedua penelitian ini memiliki
hasil yang sama yaitu inhalasi aromaterapi lavender dapat
meningkatkan kualitas tidur Hal ini tentu sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan pada pasien hemodialisis yaitu, inhalasi aromaterapi
lavender dapat meningkatkan kualitas tidur.
d. Nyeri Penusukan AVF
Fistula Arteriovenosa (AVF) adalah akses vaskular jangka
panjang untuk tindakan hemodialisis, yang merupakan metode akses
vaskular terbaik hingga saat ini. Arteri radial dan vena cephalic di
pergelangan tangan adalah pembuluh darah yang paling umum yang
digunakan untuk fistula (fistula radiocephalic). Pemeliharaan akses
vaskular merupakan tantangan utama pada hemodialisis kronis.
Intervensi Fistula Arteriovenosa (AVF) berulang dalam pengobatan
hemodialisis menginduksi nyeri pada pasien dan merupakan komplikasi
yang sangat umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, dengan
pengulangan tindakan 2 sampai 3 kali dalam seminggu, sehingga pasien
hemodialisis harus mengalami nyeri ini sekitar 320 kali/tahun. Keluhan
nyeri terkait penusukan AVF dilaporkan oleh 60,9% pasien
hemodialisis. Keluhan nyeri ini tentunya dapat meningkatkan
kecemasan klien hingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien
(Şahin et al., 2021; Özdemir & Akyol, 2021; Saputra et al., 2020).
Kontrol nyeri adalah salah satu tugas utama dalam
keperawatan, oleh karena itu, perawat harus selalu mencari cara untuk
mengontrol nyeri secara efektif. Nyeri dapat dikurangi dengan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis, atau dengan kombinasi keduanya.
Berdasarkan penelitian lain, teknik yang berhasil digunakan untuk
mengurangi rasa sakit setelah penyisipan jarum ke dalam fistula antara
lain stimulasi saraf listrik transkutan, penggunaan krim prilocaine dan
semprotan lidokainerapan dan cryotherapi. Namun, beberapa tindakan
ini diduga memiliki efek negatif pada fungsi AVF dan tidak dapat
digunakan untuk semua pasien.
Minyak lavender memiliki efek analgesik, antimikroba, dan
menenangkan. Minyak ini banyak digunakan pada pasien untuk
mengurangi kecemasan dan stres yang berhubungan dengan nyeri yang
disebabkan oleh analgesik (Özdemir & Akyol, 2021; Sadigova et al.,
2020; Arslan & Akca, 2018). Dalam dua artikel yang dievaluasi dalam
penelitian ini, menunjukkan bahwa inhalasi aromaterapi lavender dapat
menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien hemodialisis saat
penusukan jarum pada AVF.
Penelitian lain yang dilakukan pada sampel yang berbeda juga
menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian ini, yaitu inhalasi
aromaterapi lavender dapat menurunkan/ mengurangi tingkat nyeri
yang dirasakan pasien, penelitian tersebut dalam tinjauan sistematisnya
bahwa aromaterapi lavender dapat meredakan nyeri pada luka
episiotomi (Abedian et al., 2020). Serta penelitian oleh Kazeminia et
al., (2020) dengan hasil bahwa aromaterapi lavender dapat digunakan
dalam mengurangi nyeri persalinan.
D. LITERATUR REVIEW
BAB IV
PEMBAHASAN
A. TELAAH JURNAL
Pada penelitian yang dilakukan oleh Senturk et al (2018) dengan
judul Effect of Lavender Oil Application Via Inhalation Pathway on
Hemodialysis Patients’ Anxiety Level and Sleep Quality. Penelitian dilakukan
terhadap 34 pasien Hemodialisis yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan hasil bahwa inhalasi
minyak lavender selama seminggu dapat mengurangi kecemasan yang dilihat
dari penurunan skor kecemasan pada subskala psikologis dan somatik.
Inhalasi minyak lavender juga dapat meningkatkan kualitas tidur dengan
peningkatan durasi tidur dan peningkatan skor rata-rata tidur dengan VAS.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmady et al (2019) dengan judul
Comparing Effects Of Aromatherapy With Lavender Essential Oil And
Orange Essential Oil On Fatigue Of Hemodialysis Patients. Dimana
Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 pasien di Imam Reza Hospital
dengan sebagian besar subjek adalah laki-laki. Disebutkan bahwa inhalasi
minyak lavender dapat menurunkan tingkat keparahan kelelahan diantara
pasien yang menjalani hemodialisis. Kelelahan adalah salah satu konsekuensi
yang tak terhindarkan dari hemodialysis, dan sebagian besar pasien
hemodialisis menderita kelelahan tingkat tinggi. Beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut antara lain defisiensi nutrisi, perubahan fisiologis,
kadar haemoglobin dan ureum yang tidak normal, gangguan tidur dan
depresi. Inhalasi aromaterapi lavender merupakan metode yang mudah
dilakukan, terjangkau serta efektif dalam menurunkan tingkat kelelahan
pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Karadag et al (2019) dengan judul
The Effect of Aromatherapy on Fatigue and Anxiety in Patients Undergoing
Hemodialysis Treatment. Penelitian dilakukan kepada 30 pasien kelompok
intervensi dan 30 pasien kelompok kontrol di RS Turki. Hasil penelitian
menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan secara statistic antara skor
prestest dan posttest dari skala keparahan kelelahan (t=7,177, P=0,001) dan
Beck Anxiety Inventory (t=10,371, P=0,001). Skor rata-rata kelelahan dan
kecemasan menurun setelah diberikan aromaterapi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sahin et al (2021) dengan judul
Effect of Lavender Aromatherapy on Arteriovenous Fistula Puncture Pain
and the Level of State and Trait Anxiety in Hemodialysis Patients. Disebutkan
bahwa dari intervensi yang dilakukan kepada 32 pasien kelompok intervensi
didapatkan hasil penggunaan aromaterapi lavender secara signifikan dapat
menurunkan skor nyeri akibat tusukan arteriovenous fistula (AVF), yaitu
6,24±1,24 pada sesi pertama, menjadi 3,56±1,28 pada sesi kedua pada pasien
kelompok intervensi Skor rata-rata STAI menurun pada pasien kelompok
intervensi setelah aromaterapi adalah 39,12±6,71 dalam subskala kecemasan
keadaan dan 30,04±1,39 dalam subskala kecemasan sifat.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Niken at al (2022) dengan judul
The Effect Of Lavender Essential Oil Aromatherapy On Sleep Quality In
Hemodialysis Patients. Dimana tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
pengaruh aromaterapi minyak atsiri lavender terhadap kualitas tidur pada
pasien hemodialisis. Penelitian dilakukan pada 32 pasien hemodialisa yang
terbagi menjadi dua kelompok yaitu 16 kelompok intervensi dan 16
kelompok kontrol. Intervensi dilakukan selama 3 kali pemberian selama intra
hemodialisis. Instrumen yang digunakan adalah Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang diterapkan sebelum dan sesudah intervensi. Analisis data
uji dengan menggunakan independent sample test menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rata-rata skor kualitas tidur dengan nilai p value 0,000
artinya terjadi peningkatan kualitas tidur pada pasien yang menjalani
hemodialisis kelompok intervensi. Aromaterapi Minyak Atsiri Lavender
dapat diterapkan sebagai intervensi keperawatan yang efektif untuk mengatasi
gangguan kualitas tidur pada pasien yang menjalani hemodialisis.
B. PENDAPAT PENELITI
Berdasarkan telaah jurnal di atas, peneliti berpendapat bahwa
pemberian inhalasi aromaterapi lavender memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penurunan kelelahan, kecemasan, nyeri tusukan AVF dan
peningkatan kualitas tidur pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani
hemodialisis. Lavender dianggap memiliki efek diazepam. Sistem limbik
memberikan efek penenang dan efek relaksasi dengan berinteraksi dengan
korteks serebral dan mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, pernapasan,
stres, dan tingkat hormonal (Karadag & Baglama, 2019). Penggunaan
aromaterapi lavender merupakan intervensi mandiri keperawatan yang tidak
memiliki efek samping, mudah dilakukan untuk digunakan, non invasif, dan
hemat biaya. Dari beberapa jurnal yang diteliti, peneliti merekomendasikan
bahwa kelima jurnal tersebut dapat diimplementasikan dalam tataran klinis
perawatan sebagai bagian dari keperawatan holistik di Rumah Sakit.
Kekurangan dalam penelitian ini adalah uji homogenitas pada Evidance
Based Practice tidak dilakukan oleh kelompok dikarenakan keterbatasan
waktu praktik di ruangan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Inhalasi aromaterapi lavender efektif dalam mengatasi komplikasi
hemodialisis yaitu kelelahan, kecemasan, nyeri penusukan AVF serta
peningkatan kualitas tidur. Penggunaan minyak esensial lavender dengan cara
inhalasi sangat mudah untuk dipraktikkan, dengan alasan ini, banyak peneliti
yang menyelidiki efektifitas teknik ini dibandingkan dengan teknik lain
seperti teknik secara topikal, melalui pijatan dan lain-lain. Ketika minyak
esensial yang digunakan dalam aromaterapi dihirup, beberapa molekul
berbeda yang terkandung di dalam minyak ini dipindahkan ke sistem limbik
otak melalui indra penciuman.
Lavender dianggap memiliki efek diazepam. Sistem limbik
memberikan efek penenang dan efek relaksasi dengan berinteraksi dengan
korteks serebral dan mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, pernapasan,
stres, dan tingkat hormonal (Karadag & Baglama, 2019). Tim perawatan
dialisis dapat menggunakan metode inhalasi aromaterapi lavender sebagai
terapi pelengkap untuk mengurangi beberapa efek samping hemodialisis
sekaligus dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.
B. SARAN
Aromaterapi lavender sebagai pengobatan non-farmakologis disukai
sehubungan dengan tingginya prevalensi komplikasi hemodialisis. Perawat
memiliki peran penting dalam memeriksa dan mengamati perilaku verbal dan
non-verbal pasien dalam rangka meminimalkan efek samping setelah dan
sebelum hemodialisis. Perawat sebagai profesional tenaga kesehatan yang
selalu berhubungan dengan pasien, dapat menggabungkan praktik berbasis
bukti ini dengan penggunaan aromaterapi dalam manajemen perawatan efek
samping hemodialisis pada pasien. Hal ini dapat diterapkan pada pasien
hemodialisis yang dirawat di ruangan Kenanga 2 RSUD Kabupaten
Sumedang.
DAFTAR PUSTAKA