Bab Ii
Bab Ii
(GOOD GOVERNANCE)
52
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, hanya mengenal istilah
“Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri,
atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
30
31
profesi bagi PNS dan PPPK sebagai Pegawai ASN yang bekerja pada
2. Asas, Prinsip, Nilai Dasar, serta Kode Etik dan Kode Perilaku
53
Pasal 2 jo. Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara.
32
a. Nilai Dasar;
b. Kode Etik dan Kode Perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan
publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
54
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
33
Nilai dasar sebagai salah satu prinsip ASN sebagai profesi, menurut
UU ASN, meliputi:55
Selain prinsip nilai dasar yang menjadi landasan ASN sebagai profesi,
dalam tataran normatif, diatur pula mengenai kode etik dan kode perilaku
ASN sebagai bagian dari prinsip yang dijadikan landasan ASN sebagai
profesi, dimana kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN.56 Adapun kode etik dan kode perilaku ASN
55
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
56
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apratur Sipil Negara.
57
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
34
Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ASN menjadi
kode etik dan kode perilaku ini sangat penting dalam birokrasi dalam
58
Tim Penyusun, Manajemen Aparatur Sipil Negara, Op. Cit., tp hlm
35
(4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 57, Pasal 67, Pasal 68 ayat (7), Pasal 74,
Pasal 78, Pasal 81, Pasal 85, Pasal 86 ayat (4), Pasal 89, Pasal 91 ayat
59
Ibid.
60
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
36
61
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
62
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian
Kerja.
37
ketentuan UU ASN;
b. Hak PNS adalah gaji, tunjangan, dan fasilitas, cuti, jaminan pensiun
pengembangan kompetensi.
Lain, seperti misalnya PNS yang telah selesai menjalankan cuti di luar
tingkat berat, atau tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan
pimpinan Instansi Pemerintah, dan Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh
Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat setiap Pegawai ASN harus
mampu melaksanakan fungsi, tugas, dan peran demi kepentingan negara dan
menuntut setiap ASN untuk dapat memusatkan segala perhatian dan fikiran
63
Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
40
suatu koridor hukum yang harus dipedomani dan dilaksanakan oleh setiap
64
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
41
a. Jabatan Administrasi
1) Jabatan Administrator
2) Jabatan Pengawas
pejabat pelaksana.
3) Jabatan Pelaksana
dibutuhkan.
42
b. Jabatan Fungsional
a) ahli pertama;
b) ahli muda;
d) ahli utama.
a) pemula;
b) terampil;
c) mahir; dan
d) penyelia.
1) keahlian profesional;
3) kepemimpinan manajemen.
dibutuhkan.
Selanjutnya berpijak pada ketentuan Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) UU ASN, ditegaskan kembali bahwa Jabatan ASN diisi dari
Pegawai ASN. Sedangkan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit
Indonesia. Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara
maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau
UU ASN telah mengatur mengenai Hak PNS dan PPPK yakni sebagai
berikut
2) cuti;
4) perlindungan; dan
5) pengembangan kompetensi
2) cuti;
3) perlindungan; dan
4) pengembangan kompetensi.
65
Tim Penyusun, Manajemen Aparatur Sipil Negara, Op. Cit., tp hlm.
66
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
67
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
45
kompetensi.
lain, 3) fungsi yang boleh tidak dilaksanakan.71 Dengan kata lain bahwa
68
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Administrasi
VII, Cetakan Ke-10, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 78.
69
Ibid.
70
Ibid.
71
Diakses pada situs: https://kbbi.web.id/wenang.
72
Ridwan, Op. Cit., hlm. 110.
73
Ridwan HR., Op. Cit, hlm. 99.
47
verrichten van een handeling door een ander. Een plicht impliceert
een verplichting om een bepaalde handeling te verrichten of na te
laten. (Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu {yaitu
tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat
hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat
hukum}. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan
tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan
atau tidak melakukan tindakan tertentu)”.
74
Ibid., hlm. 42.
75
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
48
pemerintahan”.77
wewenang lebih ditujukan pada subjek hukum dari lembaga atau institusi.
76
Ridwan HR., Op. Cit, hlm. 98.
77
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
49
hukum tata negara dan hukum administrasi,79 hal ini berkaitan pula dengan
dengan salah satu prinsip dalam negara hukum “geen bevoegheid zonder
78
Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang,
Yogyakarta, 2008, hlm. 49.
79
Abdul Latif, Hukum Administrasi Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media
Group, Jakarta, 2014, hlm. 6.
80
Ridwan HR., Op. Cit., hlm. 104.
81
Ibid.
50
1. Atribusi
atau Undang-Undang.86
84
Hendra Karianga, Op. Cit., hlm. 109.
85
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 59.
86
Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
52
2. Delegasi
87
Pasal 12 ayat (1)Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi
Pemerintahan.
88
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
53
wewenang.89
89
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 59-60.
90
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
54
3. Mandat
(mandans).92
berikut:
91
Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.
92
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 60.
55
93
Ibid., hlm. 61.
56
Tabel 2.1.
Perbedaan Atribusi, Delegasi, dan Mandat
Atribusi Delegasi Mandat
Cara Perolehan Perundang- Pelimpahan Pelimpahan
Undangan
Kekuatan Tetap melekat Dapat dicabut atau Dapat ditarik
Mengikatnya sebelum ada ditarik kembali atau digunakan
perubahan apabila ada sewaktu-waktu
peraturan pertentangan atau oleh pemberi
perundang- penyimpangan wewenang
undangan. (contrarius actus) (mandans).
Tanggungjawab Penerima Pemberi wewenang Berada pada
dan wewenang (delegans) pemberi mandat
Tanggunggugat bertanggung melimpahkan (mandans).
jawab mutlak tanggungjawab dan
akibat yang tanggunggugat
timbul dari kepada penerima
wewenang. wewenang
(delegans).
Hubungan Hubungan hukum Berdasarkan atas Hubungan yang
Wewenang pembentuk wewenang atribusi bersifat internal
undang-undang yang dilimpahkan antara bawahan
dengan organ kepada delegataris. dan atasan.
pemerintahan.
1. Pengertian Pengawasan
berasal dari kata “awas” yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti
melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali
sudah sesuai dengan yang direncanakan atau sesuai dengan yang seharusnya
94
Hatta Ali. Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2014, hlm. 15.
58
tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penetuan atau evaluasi
tersebut.95
saja tetapi juga pada setiap tingkat proses manajemen. Dengan demikian
95
Ibid., hlm. 16.
96
Ibid.
97
Ibid., hlm. 16.
59
berikut:
dan atau hasil yang dikehendaki. Kemudian menurut Leonard White tujuan
rakyat. Kedua, untuk melindungi hak asasi manusia yang telah dijamin oleh
98
Ibid., hlm. 17.
60
berikut:100
Dari uraian pendapat para ahli tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
99
Ibid.
100
Ibid.
61
kepada asas daya guna dan hasil guna, melakukan tindakan penertiban dan
4. Jenis Pengawasan
berikut: 102
101
Ibid., hlm. 25.
102
Ibid., hlm. 19.
62
Governance)
Pemerintah yang paling sedikit memiliki kata perintah dengan empat unsur
yaitu ada dua pihak, keduanya saling berhubungan, pihak yang memerintah
103
Inu Kencana Syafii, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Refika Aditama, Jakarta, 2001, hlm.
20.
104
M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, 1984, hlm. 4.
64
yakni dalam arti luas, dan dalam arti sempit.106 Pemerintahan dalam arti luas
negara yang dilakukan oleh eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam suatu
pemerintahan dalam arti sempit tidak lain adalah aktifitas atau kegiatan
dengan tugas dan fungsinya dalam hal ini dilaksanakan oleh Presiden
ataupun Perdana Menteri sampai dengan level birokrasi yang paling rendah
abad ke-20 berkembang keyakinan bahwa tata pemerintahan yang baik atau
105
Philipus M. Hadjon, dkk., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
Indonesian Administrative Law), Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 6.
106
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 41.
107
B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta, 2009, hlm. 119.
108
Ibid..
109
Joko Widodo, Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001, hlm. 1.
65
yang baik), yang dicetuskan pada tahun 1998 oleh OECD (Organization for
110
Sedarmayanti, Op. Cit., hlm. 10.
111
Priyatmanto, Revitalisasi Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara
(Revitalitation of Absolute Competency/Juridiction of The State Administrative Court), Disertasi,
Program Pascasarjana, Universitas Hasanudin, Makasar, 2014, hlm. 71., diakses pada situs:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/125/--priyatmant-6224-1-14-priya-h.pdf.
112
Moh. Mahfud MD., Ketika Gudang Kehabisan Teori Ekonomi dalam Pemerintahan
Yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm. vii.
113
Miftah Toha, Transparansi dan Pertanggungjawaban Publik Terhadap Tindakan
Pemerintah, Makalah Seminar Hukum Nasional ke-7, Jakarta, 1999, hlm. 2., dalam Sadjijono, Op.
Cit., hlm. 145.
114
Bintan Saragih, Kapabilitas DPR Dalam Pemantapan Good Governance, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 12-15 Oktober 1999, hlm. 4.
115
Ibid.
66
116
Joko Widodo, Op. Cit., hlm. 3.
117
Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Managemen Pemerintahan Daerah, Fokusmedia,
Bandung, 2003, hlm. 32.
118
Ibid., hlm. 72.
67
UNDP pada tahun 2000 menjadi konsep good governance yang mencakup 9
119
Priyatmanto, Op. Cit., hlm. 72-73.
68
120
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 149.
121
Ibid., hlm. 160.
122
Priyatmanto, Op. Cit., hlm. 73-74.
69
berikut:123
123
Jazim Hamidi, Penerapan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang
Layak (AAUPPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.
31-32.
124
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba
Humanika, Jakarta, 2013, hlm. 145-146.
70
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang terdiri
dari 6 (enam) asas, yaitu: (1) Asas kepastian hukum, (2) Asas tertib
pula dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014, yakni
sebagai berikut:
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
f. keterbukaan;
125
Priyatmanto, Op. Cit., hlm. 75.
71
mempunyai korelasi serta visi dan misi yang sama menuju pada
126
Sadjijono, Op. Cit., hlm. 173.
127
Paulus Effendi Lotulung,Op. Cit., hlm. 148-149.