Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM UPAYA


PENCEGAHAN INTOLERANSI

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Syukur, S.Pd, M.Pd


NAMA KELOMPOK :
1. Indira Halimatu Azzah Roh (221101009)
2. Muh. Fardian Akbar (221101010)
3. Bilqis Adelia (221101016)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah tentang "PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM UPAYA PENCEGAHAN INTOLERANSI".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.

Gresik, 11 Desember 2022

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………...I
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………………...II
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………...1
A.LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………………………………………………1
B.RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………2
A.Intoleransi ………………………………………………………………………………………………………………………2
B.Macam -macam intoleransi …………………………………………………………………………………………….2
C.Faktor dan penyebab pemicu intoleransi ………………………………………………………………………..3
D.Komponen-komponen intoleransi ………………………………………………………………………………….4
E.Dampak intoleransi………………………………………………………………………………………………………….4
F.Contoh kasus-kasus yang disebabkan oleh intoletansi di indonesia………………………………….5
G.Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam upaya pencegahan intoleransi…………………………7
H.Cara mengatasi intoleransi………………………………………………………………………………………….…10
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………..…...12
A.Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………...….12
B.Saran………………………………………………………………………………………………………………………..…….12
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………………….….13

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai sebuah negara yang memiliki ragam kemajemukan, Indonesia memiliki
ruang yang cukup bagi potensi munculnya gesekan sebagai akibat perbedaan
keyakinan dari para individu penghuni negara. Perbedaan keyakinan tersebut, pada
kenyataanya memiliki pemaknaan yang lebih mendalam dari sekedar perbedaan
sebagai ‘akibat pilihan individu’, namun merupakan perbedaan yang telah diwariskan
secara historis dan mengakar dalam secara kultural.
Dalam konteks kehidupan sosial, perbedaan pandangan sebagai buah karya pewarisan
secara historis, telah melahirkan adanya pengelompokkan terhadap apa yang
dinamakan mayoritas dan minoritas. Pengelompokan tersebut, hendaknya dimaknai
sebagai sebuah kekayaan yang diakibatkan adanya perbedaan keyakinan, yang
menjadi sarana pemersatu dalam kehidupan bernegara.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi
terhadap nilai-nilai Pancasila dalam upaya mencegah penyebaran paham serta gerkan
radikalisme di Indonsia. Pada saat ini implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan masyarakat semakin memudar, hal trsebut diakibatkan oleh kurangnya
kesadaran serta pemahaman masyarakat tentang makna dan arti dari nilai-nilai
pancasila. Diperlukan tindakan atau upaya secara bersama dalam menerapkan nilai-
nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara dalam
mencegah penyebaran paham serta gerakan radikalisme guna menjaga keutuhan
bangsa Indonesia dengan persatuan dan kesatuan

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan intoleransi?
2. Apa saja macam-macam intoleransi?
3. Apa faktor dan penyebab pemicu intoleransi
4. Sebutkan komponen dari intoleransi?
5. Bagaimana dampak dari intoleransi?
6. Jelaskan kasus-kasus dari intoleransi?
7. Bagaimana cara mengatasi intoleransi di indonesia?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Intoleransi
Kata intoleransi berasal dari prefik in- yang memiliki arti "tidak, bukan" dan
kata dasar toleransi yang memiliki arti sifat atau sikap toleran, batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan penyimpangan yang masih
dapat diterima dalam pengukuran kerja. Dalam hal ini, pengertian toleransi yang
dimaksud adalah "sifat atau sikap toleran".Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai
"bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya)
yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri." Sedangkan
Intoleransi adalah sikap abai atau rasa ketidakpedulian terhadap eksistensi orang lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi diartikan sebagai
sikap toleran, mendiamkan, dan membiarkan. Sedangkan intoleransi adalah paham atau
pandangan yang berlawanan, yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi.
B. Macam-macam intoleransi
1. Intoleransi ekonomi
Faktor ekonomi sebagai penyebab dalam kasus intoleransi terjadi karena
adanya perseteruan untuk mengendalikan kelimpahan sumber daya ekonomi
(Maduro, 2005). Dalam asumsi ini, orang luar (seperti agama minoritas) dipandang
sebagai ancaman atau pesaing yang berpotensi mengambil alih sumber daya
mayoritas melalui cara-cara seperti penggunaan tenaga kerja, penguasaan lahan
bisnis, dan akumulasi modal. Dalam keberlanjutannya, orang dengan keamanan
ekonomi yang lebih rendah cenderung melihat kelompok minoritas sebagai
penyebab dari alasan mengapa mereka menjadi miskin (Milligan, 2012).
Tesis tentang pengaruh status ekonomi terhadap sikap intoleransi dalam
prosesnya bertaut erat dengan variabel ketimpangan pendapatan. Hal ini sejalan
dengan penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Yusuf, Shidiq & Hariyadi (2020)
yang menulis bahwa individu yang tinggal di kota dengan ketimpangan
pendapatan yang lebih tinggi memiliki kecenderungan yang lebih kuat untuk
menjadi kurang toleran terhadap orang lain dengan agama yang berbeda.
Ketimpangan pendapatan menjadi semacam jebakan bagi orang-orang untuk
terus berperilaku intoleran. Kondisi ini didukung oleh laporan Harvard Business
Review (2019) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi ketimpangan
pendapatan dalam masyarakat, maka semakin sulit bagi seseorang untuk pindah
ke luar kelas pendapatan tempat ia hidup. Dengan kata lain, akan muncul
ketidaksetaraan yang lebih besar yang mempersulit pencapaian perbaikan
ekonomi, sehingga, bahan bakar bagi tindakan intoleransi akan terus menyala dari
waktu ke waktu.
2. Intoleransi budaya
Intoleransi budaya adalah sikap saling tidak menghargai, membedakan gender,
suku, agama, ras, budaya, kemampuan, dan penampilan. intoleransi adalah sebuah
paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi yaitu
perasaan empati kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok,
golongan, atau latar belakang yang berbeda. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya
penanaman nilai-nilai toleransi dan adanya individu atau masyarakat yang
menjunjung tinggi kelompoknya dan memandang rendah yang lain.
3. Intoleransi agama
intoleransi agama adalah suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya
masyarakat, kelompok agama,atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak
untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang
berlandaskan agama Namun, pernyataan bahwa kepercayaan atau praktik
agamanya adalah benar sementara agama atau kepercayaan lain adalah salah
bukan termasuk intoleransi beragama, melainkan intoleransi ideologi. Hal ini
biasanya sering terjadi karena memksakan kehendak orang lain dalam memilih
agamanya.
C. Faktor dan penyebab pemicu intoleransi
a. Menurut Ketua Satgas Nusantara yang juga Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Gatot
Eddy Pramono faktor dan penyebab pemicu intpleransi di indonesia ada tiga,
sebagai berikut:
1. Globalisasi. Perkembangan situasi global ini menyebabkan mengikisnya nilai-
nilai ketimuran, salah satunya yaitu sikap toleransi.
2. Memokrasi yang dikuasai oleh “low class”. Kondisi di Indonesia didominasi
oleh masyarakat kelas bawah (low class) yang dimana cenderung ingin
melakukan suatu perubahan yang cepat, kritis, tetapi tidak rasional. Kemudian,
hal ini dapat dianggap sebagai kondisi yang sebebas-bebasnya. Terlebih lagi,
Indonesia sangat majemuk, dari sisi agama,budaya,etnis,dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, perubahan ini akan dicari dan dapat menimbulkan
nilai primordialisme.
3. Media sosial. Dari perkembangan media sosial ini, intoleran dapat
disebarluaskan. Perkembangan media sosial ini termasuk tantangan bersama
untuk memerangi intoleransi. Disisi lain, media sosial juga memiliki dampak
positif. Maka dari itu, kita harus mengantisipasi dampak negatif media sosial
dengan memberikan edukasi mengenai toleransi.
b. Menurut Kabag Mitra Biro Penmas Divisi humas Polri Kombes Awi Setiyono,
terdapat empat faktor pemicu konflik intoleransi, yaitu sebagai berikut:
1. Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Pemahaman ini
menghasilkan pengalaman yang berbeda dalam internal beragama.
2. Aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak
minoritas. Aksi lainya adalah pemakaian atribut keagamaan secara berlebihan
dan menyombongkan diri dengan segala atribut yang dipakainya.
3. Perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus intoleransi,
faktor adat istiadat ini menyebabkan konflik yang dilatarbelakangi fanatisme/
fanatic kesukuan.
4. Ketidakadilan dari pihak aparatur negara ataupun pemerintah dalam
menangani berbagai masalah atau konflik yang terjadi, mereka cenderung
memihak pada salah satu kubu dengan alasan yang bermacam macam seperti
uang, agama, golongan, bahkan kasta.
D. Komponen-komponen intoleransi
Komponen Intoleransi ada setidaknya tiga komponen dalam intoleransi, yaitu :
1. Ketidakmampuan menahan diri tidak suka kepada orang lain.
Ketika seseorang memiliki sifat intoleransi mereka akan terang-terangan
menunjukkan bahwa dirinya tidak menyukai seseorang.
2. Sikap mencampuri atau menentang keyakinan orang lain.
Orang yang memiliki sifat intoleransi sering mencampuri ataupun menentang
keyakinan orang lain. Keyakinan yang dianut seseorang akan dianggap salah
apabila berbeda denga napa yang dia yakini. Orang tersebut juga sering menghina
hal-hal yang tidak ia percayai.
3. Sengaja mengganggu orang lain
E. Dampak intoleransi
Kurangnya sikap toleransi atau biasa disebut dengan intoleransi menjadi
pemercik utama rusaknya kerukunan antar sesama. Beragam tindakan-tindakan
negatif mulai dari penyebaran pesan intoleran, isu berbau rasisme, hingga ujaran
kebencian kian berkembang pesat di sekitaran masyarakat. Akibatnya, konflik internal
pun muncul yang akan memicu terjadinya pergesekan antara kelompok mayoritas
kepada minoritas. Sikap paling benar dan main hakim sendiri kian hari berujung pada
tindakan kekerasan. Jika kita berada dalam posisi minoritas, maka besar kemungkinan
kita diperlakukan secara diskriminatif. Banyak sekali kasus – kasus intoleransi sampai
ke ranah pembunuhan karena sifat fanatisme seseorang pada sebuah agama. Dulu,
orang berhenti membunuh karena agama, sekarang orang saling membunuh karena
agama.Tidak hanya pembunuhan saja. Banyak sekali penyerangan ke tempat tempat
ibadah dan para pemuka agama. Sikap diskriminatif dan menggagap diri selalu benar
merupakan akar dari sifat semena mena ini. Kondisi akibat Intoleransi ialah
Masyarakat menjadi tidak mempunyai kesatuan. Dan sudah tidak saling menghormati
kembali dalam umat beragama.
F. Contoh kasus-kasus yang disebabkan oleh intoleransi diindonesia
1. Aksi gubernur DKI Jakarta Basuki Thajaja Poernama mengolok-olokan agama
islam
Kasus yang terjadi di Indonesia mengenai intoleransi adalah Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Thajaja Poernama “Ahok” mengolok-olokan agama lain, yakni
Islam. Tentu hal itu memicu amarah seluruh masyarakat Indonesia, bahkan
mendapat perlawanan pula dari luar negeri. Pasalnya, Islam adalah agama yang
dianut oleh mayoritas oleh masyarakat Indonesia yang berarti akan mengundang
banyak orang jika ada seseorang yang berani mengolok-olokan agama yang
dianutnya. Berbagai perlawanan serta banding yang diajukan oleh kedua pihak.
Hingga terjadi peristiwa bersejarah di dunia, peristiwa demo di hadapan publik
terbesar, yakni peristiwa “Aksi Bela Islam 212” atau peristiwa “2 Desember
2016”. Peristiwa itu dihadiri oleh seluruh umat Islam di Indonesia dan berkumpul
bersama di Monas dan Istana Negara, Jakarta. Pada akhirnya, Ahok terbukti
bersalah dan divonis hukuman penjara.
2. Penyerangan Klenteng di Kediri, Sabtu (13/1/2018) Malam
Seorang pria menggunakan sepeda motor menerobos masuk ke Klenteng Tjoe
Hwie Kiong, Jalan Yos Sudarso, Kediri, Jawa Timur. Dilansir dari
beritajatim.com, tempat ibadah bagi etnis Tionghoa yang letaknya berada di tepi
Sungai Brantas ini dilempari batu sekitar pukul 21.30 WIB. Lemparan pelaku
mengenai jendela dari bahan kaca. Akibatnya, kaca jendela pecah. Beruntung
aparat Kepolisian segera datang setelah dihubungi pengurus klenteng. Pelaku pun
berhasil diamankan.
3. Aksi sosial jemaat gereja gagal karena dituding kristenisasi.
Sejumlah massa mengatasnamakan diri mereka Front Jihad Islam (FJI) dan
beberapa ormas lainnya, membubarkan secara paksa acara bakti sosial yang
digelar Gereja Katolik Santo Paulus Pringgolayan, Bantul, Yogyakarta, Minggu
(28/1) lalu. Mulanya, jemaat Gereja Santo Paulus akan menjual sembako murah
sebagai bagian dari acara perayaan ulang tahun gereja. Namun aksi ini terpaksa
dibatalkan karena dianggap upaya kristenisasi. Menurut pengakuan pihak gereja,
acara sosial itu sengaja dilakukan di rumah Kepada Dusun Jaranan karena ingin
membaur dengan masyarakat setempat. Kejadian ini pun diselesaikan lewat
mediasi bersama pihak-pihak yang terkait dan memutuskan membuat surat
pernyataan pembatalan acara. Insiden intoleransi agama ini bukan pertama kali di
Kabupaten Bantul, karena seorang camat beragama Katolik juga pernah ditolak
sekelompok warga pada Februari 2017 lalu.
4. Kebaktian di Sabuga Bandung dibubarkan oleh Ormas Islam.
Organisasi keagaamaan yang mengatasnamakan diri mereka Pembela Ahlu
Sunnah (PAS), menggelar unjuk rasa menolak digelarnya kegiatan kebaktian di
Gedung Sabuga, Bandung, Selasa (16/11/2016) lalu. Ketua Pembela Ahlus
Sunnah (PAS) Muhammad Roin, seperti dikutip dari Antara, meminta
penyelenggara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) memindahkan kegiatan
keagamaan tersebut ke rumah ibadah, bukan di fasilitas umum.Setelah berdiskusi,
panitia pelaksana KKR sepakat menuruti permintaan massa dengan menghentikan
kebaktian sesi kedua yang mestinya digelar pada malam hari.
5. Biksu dilarang beribadah di Tangerang.
Sebuah video yang menampilkan seorang biksu dan umatnya dilarang
beribadah di Desa Babat, Kecamatan Legok, Tangerang, viral di media sosial.
Peristiwa terjadi pada Rabu (7/2/2018) lalu, berawal dari adanya penolakan warga
atas rencana kegiatan kebaktian umat Budha dengan melakukan tebar ikan di
lokasi danau bekas galian pasir di Kampung Kebon Baru, Desa Babat.
Sebelumnya, masyarakat juga sempat meminta Mulyanto Nurhalim selaku biksu
di kampung tersebut untuk pindah dari sana. Pasalnya, warga resah karena melihat
biksu tersebut melakukan ibadah dengan mengundang jemaat dari luar, hingga
menganggap biksu tersebut akan mengajak orang lain untuk masuk agama Budha.
Namun, warga ternyata salah paham, karena yang datang ke situ sekadar memberi
makan biksu saja. Meski demikian, kejadian ini telah diselesaikan secara
kekeluargaan usai polisi dan seluruh elemen masyarakat setempat melakukan
musyarawarah. Mereka memastikan rumah Biksu Mulyanto bukan rumah ibadah
seperti kecurigaan warga selama ini.
6. Pastor Albert Pandiangan, 60 tahun, nyaris menjadi korban bom bunuh diri saat
tengah memimpin misa pada Minggu (28/08/2016).
Saat sedang memimpin misa, ia diserang oleh seorang pemuda berusia 18
tahun. Pelaku berinisial IAH itu ikut duduk di dalam Gereja Katolik St Yosep
Medan dan berpura-pura menjadi jemaat. IAH langsung mendekati Albert dengan
membawa sebilah pisau dan bom rakitan di dalam tas. Tetapi, belum tiba di depan
altar, muncul percikan api dari tas ranselnya. Tas itu kemudian ikut terbakar.
Melihat gelagat remaja yang mencurigakan, Albert berlari dan menghindar.
Tetapi, IAH tetap mengejar Pastor Albert sehingga membuat jemaat heboh dan
berhamburan berlari ke luar gereja. Sebagian mencoba menyelamatkan Albert
dengan menangkap IAH. Usai tertangkap, ia kemudian memisahkan tas dari
pelaku. Beruntung, bom belum sempat meledak. Jemaat kemudian memanggil
polisi dan menyerahkan pelaku agar segera ditahan. Di dalam tas ransel pelaku,
selain ditemukan bom yang gagal meledak, polisi turut menemukan kertas yang
digambar mirip dengan bendera ISIS.
7. Gereja di Samarinda dilempar bom molotov
anak jadi korban Aksi teror yang dilakukan oleh simpatisian ISIS di Gereja
Oikumene, Sengkotek, Samarinda Kalimantan Timur, pada Minggu, 13 November
2016, hingga kini masih menyisakan pilu bagi korban. Seorang pria meledakkan
bom rakitan di halaman gereja ketika jemaat melakukan kebaktian. Seorang balita
usia dua tahun bernama Intan Olivia Marbun meninggal akibat luka bakar yang
sangat parah. Sementara tiga anak lainnya mengalami luka yang tak kalah serius.
Padahal sebelum peristiwa nahas ini terjadi, anak-anak tersebut tengah bersuka
cita bermain di halaman gereja. Tersangka yang saat kejadian menggunakan kaos
bertuliskan jihad ternyata merupakan simpatisan ISIS. Kini, ia telah mendekam di
balik jeruji besi usai dijatuhi hukuman seumur hidup oleh majelis hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (25/09/2017) lalu.
G. Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam upaya pencegahan intoleransi
1. Ketuhanan yang maha esa
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila kurang
mendapatkan tempat dihati sebagian kecil masyarakat Indonesia. nilai-nilai
ketuhanan sebagai sila pertama dari Pancasila kurang dihayati dan diamalkan. Hal
ini tercermin dari masih adanya sekelompok pihak yang menginginkan tujuh kata
dalam Piagam Jakarta agar ditumbuhkan kembali. Sudah menjadi kesepakatan
bangsa bahwa Indonesia bukan negara agama, namun negara yang mendasarkan
pada negara Pancasila, dimana terdapat enam agama yang dianut oleh masyarakat
Indonesia. Namun demikian, pada kenyataannya, masih ada yang menginginkan
terbentuknya negara yang berbasis pada agama, alergi terhadap agama lain, dan
cenderung sempit dalam memandang ajaran agama, sehingga timbul potensi
konflik intra agama dan konflik antar agama.Oleh karena itu, nilai-nilai ketuhanan
harus diinternalisasi dalam kehidupan masyarakat, baik di lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan, maupun lingkungan masyarakat.
Semua agama mengajarkan perdamaian, kedamaian, kasih sayang, saling
menghormati, saling menghargai, dan saling tenggang rasa antar pemeluk agama,
sehingga tidak boleh ada penganut agama yang satu mengkafirkan dan
mentoghutkan pemeluk agama lain hanya karena beda keyakinan/ beda aliran
kepercayaan/ dan beda agama. Nilai ketuhanan dalam Pancasila justru
mengharuskan kepada semua pemeluk agama untuk memeluk agama dan aliran
kepercayaannya masing-masing, tanpa harus menyudutkan pemeluk agama lain.
Sikap intoleransi, radikalisme dan terorisme, harus dihapus dan dihilangkan
melalui program deradikalisasi, dimana nilai-nilai ketuhanan dalam Pancasila harus
mampu diserap, dipahami, dan diamalkan oleh semua komponen bangsa. Bukankah
merusak, menyiksa, membunuh, dan merugikan orang lain merupakan perbuatan
dosa yang dilarang oleh semua ajaran agama apapun?. Para pelaku terorisme harus
memahami bahwa nilai-nilai ketuhanan menganjurkan agar yang mayoritas
melindungi yang minoritas, dan yang minoritas menghormati yang mayoritas.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa Pancasila, khususnya sila kedua,
yakni nilai-nilai kemanusiaan, belum terpatri semuanya dalam hati sanubari
semua masyarakat Indonesia. Masih ada segelintir kelompok masyarakat yang
kurang menghormati hak dan kewajiban warga negara. Dalam aturan perundang-
undangan, semua warga negara wajib membela negara, namun dalam prakteknya,
masih ada sekelompok warga negara yang menolak bela negara dan mengusulkan
untuk lebih melakukan bela agamanya masing-masing. Contoh perilaku yang
menistakan nilai-nilai kemanusiaan adalah menghalangi orang untuk beribadah,
menolak pendirian tempat ibadah, merusak rumah ibadah, mengintimidasi
pemeluk agama lain, dan membuat kebijakan publik yang merugikan pemeluk
agama lain. Nilai-nilai kemanusiaan, yang didalamnya terkandung penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, menghargai manusia lain, menghormati orang lain,
dan menjunjung tinggi HAM, harus mampu diinternalisasi dan disosialisasikan
kepada semua komponen bangsa. tidak boleh dalam kehidupan masyarakat
menghina agama lain, menistakan ajaran agama lain, menjelek-jelekan penganut
agama lain, dan memprovokasi orang untuk membunuh, menyiksa, maupun
menyerang pemeluk agama lain, karena hal itu akan melanggar nilai-nilai
ketuhanan dalam Pancasila.Kebijakan deradikalisasi yang digerakan oleh BNPT
untuk menangkal aksi terorisme harus dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan
dalam ideologi Pancasila. Harus ditampilkan dalam kehidupan masyarakat yang
menghormati perbedaan, menghargai pluralitas, memegang teguh prinsip / slogan
bhineka tunggal ika, dan memelihara kemajemukan dalam bingkai NKRI. Melalui
aplikasi dan implementasi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat Indonesia harus
mampu menunjukkan diri sebagai masyarakat yang beradab, bukan masyarakat
yang biadab, sehingga proses keadaban bangsa Indonesia akan menampilkan
warisan luhur bagi anak cucu penerus bangsa.
3. Persatuan indonesia
Nilai Persatuan Praktek nyata di lapangan membuktikan bahwa Pancasila,
khususnya sila ketiga, yang mengandung nilai-nilai persatuan, masih belum
dihayati dan diamalkan oleh semua masyarakat Indonesia. Nilai-nilai persatuan,
yang menekankan pada nasionalisme, patriotisme, cinta tanah air, rela berkorban,
yang terbingkai dalam bela negara dan wawasan kebangsaan, sudah mengalami
kelunturan. Sekelompok pihak masih mengungkit-ngungkit tentang bentuk negara
yang lebih memilih membela agama saja dibandingkan membela negara, lebih
memilih negara khilafah dibandingkan dengan negara Pancasila berbasis NKRI,
dan lebih memilih nasionalisme keagamaan dibandingkan dengan nasionalisme
terhadap NKRI. Wawasan kebangsaan juga belum tercermin dalam sikap dan
perilaku, karena yang menonjol malah primordialisme, semangat kedaerahan,
wawasan kedaearahan, dan xenophobia, yang cenderung menafikan eksistensi
Pancasila. Nilai-nilai persatuan yang merupakan nilai Pancasila mencerminkan
bahwa Pancasila dapat memperkokoh NKRI, meneguhkan bhineka tunggal ika,
dan menumbuhkan semangat wawasan kebangsaan, bela negara, dan patriotisme.
Nilai persatuan dalam Pancasila ini sebenarnya sejalan dengan ajaran agama
Islam, yang menyebutkan bahwa : “hizbul wathan minal iman”, yang artinya :
“cinta tanah air bagian dari iman”. Maksudnya, ketika rakyat Indonesia yang
sebagian besar adalah beragama Islam, mencintai tanah air Indonesia, maka dapat
dikatakan bahwa sikap dan perasaan tersebut merupakan bagian dari keimanan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tidak ada yang bertentangan antara
nilai-nilai persatuan dalam Pancasila dengan ajaran agama, termasuk agama
Islam.Pendekatan bela negara dan pendekatan wawasan kebangsaan yang
bersumber dari nilai-nilai persatuan dalam kerangka Pancasila dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif metode untuk menerapkan kebijakan deradikalisasi
untuk para teroris, mantan teroris, mantan napi teroris, keluarga teroris maupun
masyarakat umum lainnya. Nilai-nilai persatuan haruss terus dikumandangkan
kepada semua komponen bangsa kapanpun dimanapun dalam kondisi apapun,
agar supaya semua masyarakat Indonesia dan seluruh komponen bangsa selalu
cinta, sayang dan suka terhadap bangsa Indonesia, sehingga akan tumbuh rasa
bela negara, yang pada akhirnya akan mampu menangkal dan menangkis potensi
aksi terorisme.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakian
Nilai Musyawarah Mufakat Dalam perspektif Pancasila, terdapat nilai-nilai
demokrasi yang substansial, yakni berupa nilai musyawarah mufakat. Namun
demikian, nilai-nilai musyawarah yang diamanatkan dalam ideologi Pancasila
sudah banyak mengalami degradasi baik di lingkungan pemerintahan maupun di
lingkungan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perselisihan
dan sengketa di tengah masyarakat sebagian besar diselesaikan melalui cara-cara
yang kurang beradab, melanggar hukum, dan tidak mencerminkan budaya bangsa
Indonesia. Hal ini terbukti dari maraknya ujaran kebencian (hate speech), berita
hoax, kampanye hitam, mengkafirkan orang lain, menyiksa, dan membunuh untuk
balas dendam dan kepentingan pribadi jangka pendek yang emosional.
Musyawarah mufakat merupakan amanat dalam Pancasila sila keempat, yang
seharusnya menjadi solusi dan jalan pemecahan terhadap setiap sengketa, konflik,
maupun perselisihan ataupun beda pendapat di tengah masyarakat. Selama ini,
perbedaan dipandang sebagai kutukan sehingga yang satu meniadakan yang lain
dengan cara-cara kekerasan. Aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia
merupakan aksi yang salah dan kebablasan karena tidak mampu menghargai
perbedaan dan tidak mampu mentransformasikan perbedaan agama menjadi
perekat melalui jalan dialog dan diskusi. Cara-cara kekerasan dengan mengebom,
munculnya bom panci, menjadikan polisi menjadi target operasi, maupun orang /
fasilitas berbau barat sebagai sasaran, hanya karena berbeda atribut di dunia,
merupakan pengingkaran terhadap musyawarah mufakat. Pemerintah dan aparat
terkait sudah saatnya menumbuhkan sikap dialog dan diskusi antar pihak yang
bertikai dalam menyelesaikan perbedaan, menangani beda keyakinan, maupun
menanggulangi beda paham ideologi tertentu. Intoleransi, radikalisme, dan
terorisme adalah contoh dimana sekelompok pihak tidak mau menyelesaikan
perbedaan dengan cara damai, namun menempuh cara kekerasan, dan bahkan
menghalalkan segala cara untuk kepentingannya sendiri, dengan atribut agama
tertentu, namun dalam perkembangannya, malah menodai dan mencoreng agama
tertentu. Aksi intoleransi, radikalisme, dan terorisme sebenarnya dapat dikatakan
sebagai aksi penistaan agama karena melanggar ajaran agama apapun, mengingat
ajaran agama justru menganjurkan dialog dan diskusi dalam menyelesaikan
permasalahan, persoalan, dan perbedaan, sehingga sejalan dengan nilai Pancasila,
khususnya sila keempat, musyawarah mufakat.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan bunyi dari sila
kelima Pancasila. Nilai keadilan merupakan nilai universal yang diakui oleh
seluruh masyarakat dunia, sehingga Pancasila sebagai falsafah negara, khususnya
sila kelima, harus mendapatkan tempat dihati masyarakat Indoensia untuk ditaati,
dipatuhi, direalisasikan, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
demikian, dalam prakteknya, nilai keadilan masih jauh panggang dari api. Masih
ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, antara buruh dan borjuis,
antara yang kuat dan yang lemah. Ketmpangan pendapatan dan ketimpangan
sosial di tengah masyarakat yang diwarnai oleh pengangguran, kemiskinan, dan
kemelaratan dapat potensial mendorong perilaku intoleran, radikalisme, dan
terorisme. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa aksi terorisme dilakukan
sebagian besar oleh masyarakat bawah, berpendapatan rendah, status sosial yang
rendah, dan pekerjaan yang rendah. Kondisi ketiadaan ekonomi sosial ini menjadi
peluang bagi penyebaran ajaran radikal dan aksi teror, melalui cuci otak / brain
wash, dan cara-cara indoktrinasi lainnya. Pelaku teror yang ditangkap oleh
Densus 88/AT Polri membuktikan bahwa pelakunya penjual bubur ayam, penjual
baso, maupun pedagang kaki lima, maupun penjahit dan lain-lain. Ini
menunjukkan bahwa kemiskinan adalah sumber pemicu terjadinya aksi terorisme.
Mereka menganggap bahwa dunia ini tidak adil, pemerintah tidak adil, dan aparat
tidak adil, karena semua dianggap menindas dan memihak, sehingga mereka
meyakini untuk menyerang siapa saja yang membuat tidak adil, sebagai bentuk
frustasi sosial yang dialaminya. Pendekatan ekonomi, pendekatan kewirausahaan,
dan pendekatan usaha lainnya merupakan alternatif untuk dijalankan untuk
menerapkan kebijakan deradikalisasi, dengan tujuan masyarakat mendapatkan
pekerjaan yang layak, status sosial yang layak, mata pencaharian yang baik, dan
penghidupan yang mapan, sehingga akan dirasakan oleh masyarakat terjadi proses
keadilan sosial. Nilai-nilai keadilan sosial akan dapat berhasil dan menangkal aksi
terorisme apabila masyarakat disejahterakan melalui pembukaan lapangan
pekerjaan maupun melalui usaha sendiri dan bantuan modal dari pemerintah,
sehingga mereka merasa diperhatikan, yang pada akhirnya mereka merasa
diberikan keadilan, dan terorisme diharapkan tidak akan terjadi.
H. Cara mengatasi intoleransi
Ada berbagai cara untuk mengatasi sikap intoleransi yang ada di masyarakat.
Dalam buku Pluralisme, Konflik, dan Perdamaian (2002) oleh Elga Sarapung,
beberapa cara menghindari sikap intoleransi sebagai berikut:
1. Tidak memaksakan kehendak diri sendiri kepada orang lain
2. Peduli terhadap lingkungan sekitar
3. Tidak mementingkan suku bangsa sendiri/menganggap suku bangsanya lebih baik
4. Tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya tertentu
5. Tidak menempuh tindaka yang melanggar norma untuk mencapai tujuan
6. Tidak mencari keuntungan diri sendiri daripada kesejahteraan orang lain
Selain dalam masyarakat biasa, cara mencegah intoleransi dalam beragama
juga perlu dilakukan, karena Indonesia mempunyai berbagai kepercayaan dalam
agama yang dianut, berikut cara meningkatkan intoleransi dalam kehidupan beragama:
1. Menumbuhkan rasa Kebangsaan dan Nasionalisme
2. Mengakui dan menghargai Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Tidak memaksakan kehendak orang lain dalam memilih agamanya
4. Memberikan bantuan pada setiap yang membutuhkan tanpa memandang
perbedaan
5. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan
Pada hakikatnya Indonesia adalah Negara yang memiliki keragaman agama,
suku, dan budaya. Namun keanekaragaman tersebut tidak akan menjadikan kita
tercerai berai bila kita dapat menjaga keanekaragaman itu dengan saling bertoleran.
Toleransi adalah tonggak untuk mewujudkan kehidupan yang rukun, harmonis, aman,
dan tentram. Untuk itu marilah kita saling toleran agar supaya perbedaan diantara kita
dapat menyatu dan menjadikan Negara kita Negara yang majemuk dan sejahtera.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa intoleransi adalah sebuah
paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi yaitu
perasaan empati kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok, golongan,
atau latar belakang yang berbeda. Ada berbagai faktor pemicu terjadi intoleransi di
masyarakat salah satunya adalah perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Yang
Kedua, aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak
minoritas. Yang Ketiga, perbedaan adat istiadat. Berdasarkan faktor pemicu nya maka
intoleransi akan memberikan beragam tindakan-tindakan negatif mulai dari penyebaran
pesan intoleran, isu berbau rasisme, hingga ujaran kebencian kian berkembang pesat di
sekitaran masyarakat. Akibatnya, konflik internal pun muncul yang akan memicu
terjadinya pergesekan antara kelompok mayoritas kepada minoritas. Sikap paling benar
dan main hakim sendiri kian hari berujung pada tindakan kekerasan. Maka dari itu kita
sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan agama perlu melakukan cara agar
terhindar dari sikap intoleransi. Ada beberapa cara, yaitu tidak memaksakan kehendak diri
sendiri kepada orang lain, tidak mementingkan suku bangsa sendiri atau menganggap suku
bangsanya lebih baik, tidak menonjolkan suku, agama, ras, golongan, maupun budaya
tertentu, tidak menempuh tindakan yang melanggar norma untuk mencapai tujuan sendiri.
Dengan kita menerapkan cara-cara diatas untuk menghindari sikap intoleransi, maka
kehidupan di masyarakat akan aman dan sejahtera.
B. SARAN
Pancasila harus dijadikan pedoman dalam proses berorganisasi sebagai upaya benteng
pertahanan untuk mencegah gerakan radikalisme, intoleransi, terorisme. Dengan begitu,
Pancasial memiliki relevansi yang sangat tepat sekali saat
ini sebagai upaya dalam merangkai rasa kebangsaan, rasa keharmonisan.

DAFTAR PUSTAKA

Murzaki, C. (2017). Pengertian toleransi.


Alkintanov, M. S. (2018a). Mata air keteladanan Muhammad Saddam A.
Alkintanov, M. S. (2018b). UTS Muhammad Saddam A.
Detiknews. 2017. Mabes Polri Ungkap 4 Faktor Pemicu Konflik Intoleransi.
https://news.detik.com/berita/d-3388574/mabes-polri-ungkap-4-faktor-pemicu-konflik
intoleransi. Diakses pada 29 November 2021 pukul 20:16 WIB. Jakarta :Detiknews.com
Geotimes. 2018. Memahami Intoleransi dalam Ruang Publik.
https://geotimes.id/opini/memahami-intoleransi-dalam-ruang-publik/ Diakses pada
29November 2021 pukul 22:34 WIB. Geotimes.id
Kompas. 2019. Ini Tiga Sebab Menguatnya Sikap Intoleransi di Indonesia Versi Polri.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/16/07364551/ini-tiga-sebab-menguatnya-
sikapintoleransi-di-indonesia-versi-polri?page=all Diakses pada 29 November 2021 pukul
20:04 WIB. Jakarta : Kompas.com
Kompas, 2021. Dampat Negatif Intoleransi dan Cara Menghindarinya
https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/22/165337469/dampak-negatif-intoleransi-
dancara-menghindarinya Diakses pada 29 November 2021 pukul 20:19 WIB. Jakarta :
Kompas.com
Okezone Bola. 2021. Kena Serangan Rasismme, Wilfried Zaha Dapati Ada Pelaku dari
Indonesia.https://bola.okezone.com/read/2021/11/01/45/2494636/kena-serangan-
rasismewilfried-zaha-dapati-ada-pelaku-dari-indonesia.Diakses pada 29 November 2021
pukul 17:21 WIB. London: bola.okezone.com
Qureta, 2016. Mencegah Intoleransi Dalam Kehidupan Beragama
https://www.qureta.com/post/mencegah-intoleransi-dalam-kehidupan-beragama. Diakses
pada 29 November 2021 pukul 20:19 WIB. Jakarta : qureta.com

Republika. 2019. Perjalanan Ahok dalam Kasus Penistaan Agama.


https://www.republika.co.id/berita/plsgez216/perjalanan-ahok-dalam-kasus-penistaan-agama.
Diakses pada 29 November 2021 pukul 17:27 WIB. Jakarta: republika.co.id

Anda mungkin juga menyukai