Anda di halaman 1dari 5

Interpretasi Dan Penalaran Hukum HKUM4401

1 (a). Definisi treatise dan treaties menggunakan kamus hukum dan perbedaannya?
Jawab:
Treaty adalah salah satu bentuk penamaan perjanjian internasional dalam praktik
hukum internasional. Istilah ini dapat ditemukan dalam Penjelasan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional. Dijelaskan
dalam penjelasan tersebut, pada umumnya bentuk dan nama perjanjian internasional
menunjukkan bahwa materi yang diatur oleh perjanjian tersebut memiliki bobot kerjasama
yang berbeda tingkatannya. Namun demikian, secara hukum, perbedaan tersebut tidak
mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam suatu perjanjian
internasional bagi perjanjian internasional, pada dasarnya menunjukkan keinginan dan
maksud padapihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak tersebut. “Berdasarkan
makna katanya, Treaty memiliki daya ikat yang kuat antara para pihak yang membuat
perjanjian tersebut”.

Treaties adalah bentuk jamak dari Treaty yang merupakan salah satu bentuk
penamaan perjanjian internasional dalam praktik hukum internasional.

1 (b). Frasa treatise dan treaties berdasarkan ajaran positivisme hukum?


Jawab:
Positivisme hukum memaknai hakikat hukum sebagai norma-norma positif dalam
sistem peraturan perundang-undangan. Terdapat tiga landasan pandangan positivisme hukum.
Landasan pertama bahwa hukum adalah perintah manusia yang memisahkan hukum dengan
moral. Kedua penelitian dilakukan terhadap hukum dipisahkan dari unsur-unsur di luar
hukum seperti sejarah, sosiologis dan politik. Ketiga sistem hukum adalah sistem logis
tertutup di mana keputusan yang benar dapat dideduksi dari aturan hukum yang telah
ditentukan dengan maksud logis semata. Kekuatan dari pandangan positivisme hukum adalah
argumentasi yang didasarkan pada penerapan struktur norma positif ke dalam kasus-kasus
konkret. Pola penalaran yang dipergunakan adalah top to down dengan pola deduktif.

Dalam area hukum, sesuatu yang tersaji itu adalah sumber hukum positif, yang sudah
diletakkan oleh penguasa politik. Pandangan positivisme hukum telah ada sejak lama
tepatnya sejak Comte. Akan tetapi positivism hukum modern baru memperoleh akar secara
akademis melalui pemikiran dari John Austin, Hans Kelsen dan H.L.A Hart. Pandangan
tersebut yang melahirkan landasan dalam paham positivisme modern.

2 (a). penafsiran terhadap pasal terkait dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan, apakah pengemudi A pada kasus di atas melanggar UU No. 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan!
Jawab:

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
dimaksud dengan Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas
Jalan. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah
Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.

Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ). Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh
konsentrasi. Sedangkan menggunakan GPS di jalan dianggap bisa melanggar kriteria penuh
konsentrasi tersebut.

Apabila pengemudi melanggar akibat berkendara di jalan tidak wajar, melakukan


kegiatan lain, atau dipengaruhi oleh sesuatu yang menyebabkan gangguan konsentrasi saat
mengemudi di jalan, maka ia akan dipidana paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
Rp 750.000 sesuai Pasal 106 ayat 1. Jadi menurut pendapat saya, pengemudi A tidak dapat
ditilang krena tidak menyebabkan gangguan konsentrasi saat mengemudi di jalan

2 (b). kesulitan dalam menginterpretasi pasal Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ!


Jawab:

Pasal 106 ayat (1) bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.Yang
dimaksud dengan penuh konsentrasi adalah dengan penuh perhatian dan tidak terganggu
perhatiannya karena menggunakan telepon genggam sehingga mempengaruhi kemampuan
dalam mengemudikan kendaraannya. Ketentuan pasal 106 ayat (1) diatas bila dilanggar,
dapat dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal 283 dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan kurungan atau denda paling banyak RP. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah)”. Kewajiban pengendara seperti yang diatur dalam pasal 106 ayat (1) dan ancaman
sanksi pada pasal 283 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 diatas dihadapkan dengan
fenomena dimana pengemudi sepeda motor masih banyak yang menggunakan telepon
genggam saat mengemudikan kendaraannya baik dalam bentuk sedang menelpon atau
mengirim pesan melalui SMS.

3 (a). kerangka kerja konseptual yang dikenal dengan istilah legal dogmatic!
Jawab:

Menurut M. van Hoecke, dogmatik hukum memiliki arti sebagai cabang dari ilmu
hukum (dalam arti luas) yang menjelaskan atau memaparkan dan mensistematisasi hukum
positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu tertentu dari suatu
sudut pandang yang bersifat normatif.
Karakter ilmu hukum dogmatis adalah bersifat normative yang terjewantahkan dalam
suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah yang berdaulat dalam
suatu Negara. Sifat dari sui generis berarti ilmu hukum merupakan ilmu dari jenis tersendiri,
sehingga pengelompokannya bukan berada pada pohon atau rumpun ilmu social juga bukan
merupakan ilmu pengetahuan alam. Untuk itu kajian terhadap ilmu hukum yang memegang
prinsip terhadap sifat dan karakter ilmu hukum yang bersifat sui generis ini, dengan terang
benderang menolak kajian empiris dalam ilmu hukum.
Dogmatik Hukum memiliki konsep technisch juridisch begrippen yang ekplanasi
bersifat normatif.

3 (b). Pasal 1 Angka 2 dengan UU No. 26 berpegang mengikuti kerangka kerja legal
dogmatic!
Jawab:

Dogmatic hukum bertujuan untuk sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal


bagi sebuah masalah konkrit atau membangun sebuah kerangka yiridik-tehnikal yang
didalamya berdasarkan sejumlah masalah yang kemudian harus memperoleh penyelesaian
yuridik. Penelitiannya bersifat preskriptif / normatif. Bahwa diluar dogmatik hukum.

Dalam Pasal 1 Angka 2 dengan UU No. 26 menyebutkan “Pelanggaran Hak Asasi


Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini”
Jadi menurut saya, dalam kasus tersebut Tersangka A telah melakukan penyiksaan
pada B. A dilaporkan melakukan pelanggaran HAM berat terhadap B, dimana pelanggaran
HAM berat tersebut telah di atur dalam Pasal 1 Angka 2 UU No. 26 Tahun 2000.

4 (a). Seorang Pejabat A tertangkap tangan sedang menggunakan obat-obatan di


sebuah Diskotik dengan ciri ciri fisik sedang menggunakan obat terlarang. Namun
Penyidik menemukan ternyata obat yang digunakan oleh Pejabat A belum termasuk
sebagai obat-obatan terlarang atau narkoba yang diatur dalam undang undang Asas
legalitas dalam bidang hukum pidana!
Jawab:
Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa
tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih
dahulu dalam undang-undang.
Obat-obatan yang digunakan oleh Pejabat A belum termasuk sebagai obat-obatan
terlarang atau narkoba yang diatur dalam undang undang. Hal ini tentu saja bertentangan
dengan asas legalitas sehingga pengguna obat-obatan jenis ini tidak dapat dijerat dengan
ancaman pidana. Terkait dengan asas legalitas, Moeljatno memberikan pendapat bahwa asas
legalitas sangat berkaitan dengan 3 arti penting, yaitu:
a) Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang meskipun dapat dikategorikan
sebagai suatu tindak pidana, apabila tidak ada aturan yang mengatur maka
perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana;
b) Analogi atau kiasan tidak dapat digunakan dalam mengkategorikan adanya
suatu tindak pidana; dan
c) Pengaturan di dalam hukum pidana tidak dapat berlaku surut dalam kondisi
apapun.
Maka perlu dibuat sebuah aturan dimana setiap zat-zat yang memenuhi unsur-unsur
yang tertuang dalam ketentuan narkoba dapat dipidana dengan ketentuan sanksi yang
tertuang dalam Undang-Undang tentang narkotika tersebut agar tidak berakibat fatal karena
akan mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum.
4 (b). Apakah pejabat A dapat dihukum berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009!
Jawab:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, segala tuntutan hukum
dikarenakan obat-obatan terlarang yang digunakan oleh Pejabat A tidak tertuang dalam UU
Narkoba. karena tidak adanya aturan hukum yang mengatur mengenai obat-obatan yang
digunakan oleh Pejabat A. Penerapan sanksi pidana terhadap perbuatan pidana dapat menjadi
kacau apabila tidak terdapat atau belum dicantumkannya sebuah pengaturan tertentu dalam
peraturan di Indonesia.
Asas yang sangat amat terkenal dan diutamakan di Indonesia yaitu asas legalitas yang
dimana apabila terdapat sebuah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana, namun hal tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan maka
perbuatan tersebut tidak dapat diancam dengan hukuman pidana. Asas legalitas tertuang di
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Maka dari itu kelemahan yang sangat terlihat dari adanya
pengkonsumsian dan pengedaran narkoba jenis baru yaitu tidak dapatnya perbuatan tersebut
dipertanggung jawabkan. Hal ini akan berakibat fatal karena akan mengakibatkan adanya
ketidakpastian hukum.

Anda mungkin juga menyukai