Anda di halaman 1dari 16

NOVEL SEJARAH

Nama : Erlita Feni Raema

Kelas : XII IPS 2

NISN : 0053871932

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI

SMA NEGRI 11 KABUPATEN TEBO

2022
Pertarungan antara ikan hiu dan buaya

Konon katanya terjadi perkelahian sengit antara ikan hiu atau sering di sebut yaitu sura atau suro,
dengan buaya yang juga besar yaotu baya atau boyo yang merasa sangat sombong gaya dengan
tampangnya.

Mereka saling berselisih dan berkelahi ketika merebutkan makanan. Karena itu keduanya saling bersaing
dan berselisih merasa paling kuat ,ganas dan sama-sama cerdik.pertarungan pum sangat lama
berlangsung antara keduanya.

Pertarungan antara kedua binatang itu sangat berkesan bagi masyarakat Surabaya, sehingga nama
Surabaya kerap dikaitkan dengan cerita tersebut.

"Aku juga, Sura. Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?" tanya Baya

Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Baya segera menerangkan.

"Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua.
Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu
barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air,
kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" Kata Sura.

"Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Baya.

Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua.
Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu
barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air,
kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" Kata Sura.

"Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Baya.

Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Baya.
Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.

Tetapi pada suatu hari, Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
agar Baya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Baya
memergoki perbuatan Sura ini. Tentu saja Baya sangat marah melihat Sura melanggar janjinya.

"Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani
memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?" tanya Baya.
Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja.

"Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah
penguasa di air?

Nah, sungai ini 'kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, " Kata Sura.

"Apa? Sungai itu 'kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu
adalah darerah kekuasaanku!" Baya ngotot.

"Tidak bisa. Aku 'kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga air sungai" jawab
Sura?

"Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?"

"Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!" kata Sura.

"Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!" kata Baya mulai marah.

"Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!" Sura
tak mau kalah.

Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya baya
terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling
menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar
dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.

Dalam pertarungan dahsyat ini, Baya mendapat gigitan Sura di pangkal ekornya sebelah kanan.
Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara Sura juga tergigit ekornya
hingga hampir putus, lalu Sura kembali ke lautan. Baya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.

Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya bernama baya ini sangat berkesan di hati
masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari
peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan hiu sura dan buaya baya".

Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya baerasal dari kata Sura dan Baya. Sura
berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya".
Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa. Seharusnya
yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang
diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta
benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya tidak terima
diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan
Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok.

Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Surabaya.
Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak. Tanggal 10 November 1945 adalah bukti
jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda.

Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan
memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala banjir
menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi
daratan kering. Itulah Surabaya.

Pertarungan antara kedua binatang itu sangat berkesan bagi masyarakat Surabaya, sehingga nama
Surabaya kerap dikaitkan dengan cerita tersebut.

"Aku juga, Sura. Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?" tanya Baya

Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Baya segera menerangkan.

"Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua.
Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu
barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air,
kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" Kata Sura.

"Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Baya.

Untuk mencegah perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua.
Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air, sedangkan kamu
barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air,
kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!" Kata Sura.

"Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Baya.

Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Baya.
Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.

Tetapi pada suatu hari, Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
agar Baya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Baya
memergoki perbuatan Sura ini. Tentu saja Baya sangat marah melihat Sura melanggar janjinya.

"Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani
memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?" tanya Baya.

Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja.

"Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah
penguasa di air?

Nah, sungai ini 'kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, " Kata Sura.
"Apa? Sungai itu 'kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu
adalah darerah kekuasaanku!" Baya ngotot.

"Tidak bisa. Aku 'kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga air sungai" jawab
Sura?

"Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?"

"Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!" kata Sura.

"Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!" kata Baya mulai marah.

"Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!" Sura
tak mau kalah.

Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya baya
terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling
menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar
dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.

Dalam pertarungan dahsyat ini, Baya mendapat gigitan Sura di pangkal ekornya sebelah kanan.
Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara Sura juga tergigit ekornya
hingga hampir putus, lalu Sura kembali ke lautan. Baya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.

Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya bernama baya ini sangat berkesan di hati
masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari
peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan hiu sura dan buaya baya".

Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya baerasal dari kata Sura dan Baya. Sura
berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya".
Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa. Seharusnya
yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang
diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta
benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya tidak terima
diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan
Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok.

Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Surabaya.

Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak. Tanggal 10 November 1945 adalah bukti
jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda.

Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan
memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala banjir
menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi
daratan kering. Itulah Surabaya.

Patung ikan sura (hiu) dan buaya memang sangat ikonik di Surabaya, Jawa Timur. Dua patung itu bahkan
menjadi simbol Kota Pahlawan hingga saat ini.

Patung yang menggambarkan dua binatang yang sedang bertarung yakni suro (hiu) dan boyo (buaya)
memiliki arti simbol keberanian arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan wilayahnya dengan
menentang bahaya.

Kisah Ambisius Kertanegara yang Membuat Riwayat Kerajaan Singasari Tamat

Berawal dari perkelahian antara hiu dan buaya yang membuat hiu kelelahan. Hiu pun membuat
kesepakatan pembagian wilayah dengan buaya yaitu lautan untuk hiu dan daratan untuk buaya.

Namun, karena ikan di lautan sudah habis, sang hiu pun mencari mangsa di sungai yang merupakan
daerah kekuasaan buaya. Buaya yang mengetahui hal itu murka kepada hiu dan akhirnya pertarungan
pun dimulai kembali.

Kisah Pertarungan Sengit untuk Mendapatkan Matrix

Pada pertarungan itu hiu dengan gesit menggigit ekor buaya. Tak mau kalah, buaya juga membalasnya
dengan menggigit ekor hiu hampir putus.

Heboh Ular Raksasa Melintas di Jalan Desa Bojonegoro, Warga: Itu Penunggu Sendang

Pertarungan kembali terjadi meskipun sudah berdamai. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat.
Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul.
Dalam saat sekejap, cairan di sekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua
binatang itu. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali. Hingga, perkelahian pun
berakhir ketika hiu kembali ke lautan dan buaya tetap di daratan mempertahankan kekuasaannya.

Adapun gambar hiu dan buaya pertama kali muncul dalam souvenir peringatan 10 tahun grup musik ST
Caecilia pada tahun 1948-1858.

Hingga logo hiu dan buaya diresmikan pemerintah kolonial sebagai lambang identitas kota Surabaya
pada tahun 1920.Lalu dibangun tahun 1988 oleh Arsitek Sutomo Kusnadi dan pemahat Sigit Margono.
Pertarungan antara ikan hiu yang bernama sura dan buaya bernama baya ini sangat berkesan di hati
masyarakat Surabaya.

Namun ada pendapat lain, asal mula patung hiu dan buaya Surabaya berasal dari kata sura dan baya.
Sura berarti jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi
bahaya".

Bahaya yang dimaksud yakni serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum raja Jawa. Seharusnya
yang dihukum yakni Kartanegara. Karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang
diserbu oleh tentara Tar-tar itu.

Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis
cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat
yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir
kembali ke Tiongkok.

Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta


Sebagai kota metropolitan Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan
sekitarnya.

Kota yang memiliki sebutan Kota Pahlawan banyak mendapatkan dukungan masyarakat Surabaya di
masa perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Konon Nama Surabaya diambil dari cerita dongeng yang merupakan bagian cerita rakyat Jawa Timur
yang melegenda dan terkenal,

Dahulu kala di lautan luas kerap terjadi perkelahian antara ikan Hiu Sura dengan buaya Baya. Mereka
berkelahi untuk memperebutkan mangsa.

Keduanya sama-sama kuat, sama-sama cerdik, sama-sama tangkas, sama-sama rakus, dan sama-sama
ganas.

Baca juga: Asal-usul Kota Bandung, Wilayah Luapan Sungai Citarum yang Terbendung

Setelah berkelahi berkali-kali belum pernah ada yang menang atau kalah, hingga akhirnya mereka
membuat kesepakatan.

Sura yang memiliki rencana menghentikan perkelahian dengan Baya segera menerangkan idenya.

Sura membagi daerah kekuasaan. Ia berkuasa sepenuhnya di dalam air dan mencari mangsa di dalam
air, sedangkan Baya berkuasa di daratan dan harus mencari mangsa di daratan.
Sebagai batas antara daratan dengan air adalah tempat yang dicapai air laut pada saat pasang surut.
Akhirnya, keduanya menyepakati pembagian wilayah itu.

Dengan adanya pembagian wilayah itu, keduanya tidak berkelahi lagi dan telah bersepakat
menghormati wilayah masing-masing.

Namun pada suatu hari, Sura mencari mangsa di sungai. Ia melakukan dengan sembunyi-sembunyi
supaya Baya tidak mengetahui. Awalnya, hal ini memang tidak ketahuan.

Namun suatu hari Baya memergoki perbuatan Sura ini. Baya sangat marah mengetahui Sura melanggar
perjanjian.

Saat diingatkan telah melanggar janji, Sura malah bersikap tenang-tenang saja. Ia beralasan bahwa
sungai tersebut berair, sedangkan ia adalah penguasa air.

Mendengar alasan Sura, Baya naik pintam dan mengatakan bahwa sungai tempatnya di darat,
sedangkan daerah kekuasaan Sura di laut. Artinya, sungai merupakan daerah kekuasaan Baya.

Sura membantahnya bahwa dirinya tidak pernah mengatakan air itu hanya ada di laut, melainkan juga di
sungai.

Baca juga: Legenda Asal-usul Rawa Pening dan Pesan Moral

Baya semakin geram, namun Sura teguh pada pendiriannya.

Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit keduanya terjadi kembali. Kali ini,
pertempuran makin seru dan dasyat.
Mereka saling menerjang dan menerkam, saling memukul serta menggigit. Dalam sekejap, air disekitar
menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka kedua binatang itu. Mereka bertarung mati-matian
tanpa istirahat.

Dalam pertarungan itu, Baya digigit Sura dibagian pangkal ekor sebelah kanan. Sehingga, ekor itu selalu
membengkok ke kiri.

Sura juga tergigit di bagian ekor sampai mau putus, kemudian Sura kembali ke lautan. Baya puas mampu
mempertahankan daerahnya.

Pertarungan Hiu bernama Sura dan Buaya yang bernama Baya ini sangat berkesan untuk masyarakat
Surabaya.

Sehingga, nama Surabaya dikait-kaitkan dengan peristiwa tersebut. Dari peristiwa inilah lalu dibuat
lambang Kota Surabaya, yakni hambar ikan hiu sura dan buaya baya.

Pendapat lain mengatakan bahwa asal-usul Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya.

Sura mengandung arti Jaya atau selamat, Baya mengadung arti bahaya, sehingga Surabaya artinya
'selamat menghadapi bahaya'.

Patung tersebut juga ada yang beberapa tempat di Surabaya seperti di taman BMX yang berada di sisi
monumen kapal selam. Kemudian rencananya di Taman Suroboyo, Kenjeran.

Patung ini melambangkan Sura (ikan) dan Baya (buaya) yang konon kabarnya nama patung itu menjadi
inspirasi untuk nama Kota Surabaya. Terlepas dari cerita perkelahian yang terjadi antara Sura dan Baya,
makna dari patung Sura dan Baya menjadi simbol keberanian pemuda-pemuda Surabaya dalam
mempertahankan wilayahnya dengan menentang bahaya.

by TaboolaSponsored Links

Indonesia: Harga mobil bekas tahun 2022 akan mengejutkan anda


Mobil Bekas | Cari Iklan

Advertisement

Bahaya yang dimaksud pada saat itu ialah pemuda Surabaya bersama Raden Wijaya selamat dari
serangan dan ancaman tentara Tar-Tar. Selanjutnya, hari kemenangan tersebut dijadikan sebagai hari
ulang tahun Kota Surabaya.

Selain menjadi simbol Kota Surabaya, Patung Sura dan Baya juga pernah beberapa kali digunakan untuk
latar syuting sebuah film. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan film tersebut benar-benar berada di
Surabaya.

Patung Sura dan Baya juga sering dijadikan sebagai latar untuk berfoto oleh wisatawan domestik dan
wisatawan asing. Mereka ingin mengabadikan momen dengan menyambangi patung tersebut yang
memang sangat terkenal.

Nah, bagi kalian wisatawan lokal dan asing, jangan segan-segan untuk ber-selfie ria di landmarknya
Surabaya. Kurang lengkap kalau sudah ke Surabaya tapi tidak berfoto di ikon tersebut.

Melihat Ikon Baru Kota Pahlawan

Ikon Baru Kota Surabaya Perbesar

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meresmikan ikon baru Surabaya sebagai kado istimewa di Hari Jadi
Kota Surabaya (HJKS) ke-726. (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Selanjutnya, upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
di kawasan pesisir pantai terus dilakukan. Salah satunya, dengan membangun infrastruktur pendukung,
berupa jalan, jembatan Suroboyo, Sentra Ikan Bulak (SIB), dan Taman Suroboyo.
Bahkan Pemkot Surabaya telah membangun ikon baru Kota Pahlawan berupa Patung Suro dan Boyo.
Secara simbolis, patung ini diresmikan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai kado istimewa di
Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-726.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku, pembangunan Patung Suro dan Boyo ini merupakan
mimpinya sejak dulu. Patung tersebut tidak hanya dapat dilihat dari daratan, tapi juga di laut.

"Terima kasih PT Pelindo yang sudah bersedia membantu, sudah lama sekali saya punya mimpi ini.
Patung ini tidak hanya bisa dilihat dari darat saja tapi bisa dari laut jadi maka dari itu patungnya harus
tinggi supaya bisa terlihat," kata Wali Kota Risma saat meresmikan Patung Suro dan Boyo, Rabu, 29 Mei
2019.

, meningkatkan perekonomian warga Kota Surabaya tidaklah mudah. Karena itu, pihaknya terus
berinovasi menciptakan sesuatu yang baru di setiap tahunnya, agar wisatawan tertarik datang tidak
hanya sekali. Sebab, Surabaya tidak mempunyai pemandangan alam yang elok dan tidak punya
kekayaan alam.

"Jadi tiap tahun harus ada yang baru di kota kita ini, karena jika tidak ada yang baru orang tidak mau lagi
datang. Oleh karena itu saya mencoba tiap tahun ada sesuatu yang baru. Supaya Surabaya menjadi
destinasi tujuan wisata," ujar dia.

Patung dengan tinggi total 25,6 meter itu sendiri dibangun mulai 26 Februari 2019 dan selesai pada 10
Mei 2019. Dengan tinggi dudukan patung 5 meter dan diameter 15 meter berdiri di area Taman
Suroboyo yang memiliki luas 11.900 meter persegi.

Menariknya, Patung Suro dan Boyo ini memiliki bentuk unik berupa rumput laut menyerupai asli di
antara kedua patung tersebut. Tak hanya itu, warna patung ini berbeda dengan patung Suro dan Boyo
yang sudah ada dan menjadi beberapa ikon Kota Surabaya.
Dengan diresmikannya Patung Suro dan Boyo tersebut, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini
optimistis, jika suatu saat Surabaya akan menjadi salah satu destinasi wisata mancanegara. Dengan
begitu akan berdampak pada perekonomian warga yang semakin meningkat dan sejahtera.

"Warga di sini sudah mulai terasa, saya berharap ini bisa mensejahterakan warga. Namun tidak lupa kita
harus kerja keras, harus ramah dan warga daerah sini juga harus menjaga kebersihan," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Kota Surabaya Ery Cahyadi mengaku tidak
ada kendala dalam proses pembangunan patung tersebut. Namun Ery mengatakan, beberapa kali
sempat mengalami revisi. Dibantaranya, revisi terkait mewujudkan bentuk anatomi kaki, sirip, ekor, dan
wajah Suro dan Boyo.

"Karena demi mengejar kesan realistis tampilan, nanti kita akan beri plaza untuk spot foto agar menarik.
Nanti plazanya yang akan berputar agar bisa digunakan untuk spot foto pengunjung. Nanti plaza
tersebut akan kami sinergikan dengan jembatan," kata Ery.

Bahkan, Ery menyebut, pengembangan wisata di kawasan pesisir Surabaya akan terus dilakukan. Dalam
waktu dekat, pihaknya juga berencana untuk merealisasikan pembangunan Jembatan Penyebrangan
Orang (JPO) yang terkoneksi antara Taman Suroboyo dan Sentra Ikan Bulak (SIB).

"Tidak hanya itu, nanti kami akan terus memperindah dengan menambahkan air mancur, supaya lebih
cantik. Khususnya di wilayah pesisir ini agar menjadi daya tarik wisatawan berkunjung ke Kota
Surabaya," pungkasnya.

Kehadiran Permukiman Kumuh di Surabaya pada Zaman Kolonial Belanda

Alasan Wali Kota Risma Bakal Pindahkan Jalan Bung Tomo ke Surabaya Barat

13 Negara Siap Ramaikan Surabaya Cross Culture Festival

Dari kisah di atas, dapat disimbolkan bahwa patung Sura dan Baya menjadi sebuah simbol dari
keberanian masyarakat, terutama pada para pemuda Surabaya yang tidak goyah dalam menghadapi
bahaya. Selain itu, terlepas dari adanya kisah di balik patung Sura dan Baya, nama Surabaya juga diambil
dari istilah “Sura Ing Baya” yang bisa berarti selamat dari bahaya.

Selain terkenal karena makna yang mendalam dalam pembuatannya, patung Sura dan Baya ini juga
selalu menjadi sasaran destinasi wisata para wisatawan yang sedang berkunjung ke kota Surabaya.
Berfoto di depan patung Sura dan Baya ini selalu menjadi sebuah aktivitas yang sering sekali dilakukan
oleh seluruh wisatawan baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Bahkan, banyak
sekali orang yang mengatakan bukan ke Surabaya namanya jika belum berfoto di depan patung yang
menjadi ikon dan simbol dari kota terbesar kedua di Indonesia ini.

Dari pertengakaran pertempuran antara sura dan baya melukiskan perjuangan bangsa Indonesia
melalui pertempuran di Surabaya. Para pejuang itu dilukiskan sebagai koboi-koboi yang punya revolver
di pinggang dan saling membunuh seperti teroris. Pelukisan seperti itu menimbulkan banyak reaksi dan
inilah yang menjadi sasaran pertanyaan yang hangat pada malam itu. Dari keseluruhan pembicaraan,
Idrus menerangkan bahwa ia terutama mengungkapkan sesuatu yang jelek-jelek saja dan dengan itu
dimaksudkannya supaya timbul kebaikan. Ia menegaskan bahwa dirinya spesialis dalam mengungkapkan
suatu kejelekan. Bukanlah dimaksudkannya dengan Surabaya itu untuk menghina perjuangan bangsa
Indonesia dan bukan pula ia orang yang a-nasional. ini tidak merupakan satu cerita dalam pengertian
yang biasa. Tidak ada pelakon pertama yang diikuti perjalanan hdupnya atau pengalamannya dari
permulaan sampai akhir. Kalau mau dicari juga pelakon utamanya adalah revolusi dan pengalaman
orang-orang di dalamnya. Cerita ini merupakan suatu karikatur dari pertempuran Surabaya. Ditulis
dengan jiwa orang yang sejak semula tidak memiliki kepercayaan kepada tenaga sendiri seperti pada
banyak orang ketika menyambut proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno—Hatta. Mereka tidak percaya
dan menganggap perbuatan Soekarno—Hatta sia-sia belaka. Dengan apa sekutu akan dilawan? Begitu
mereka bertanya. Apakah semua bangsa Indonesia berdiri di belakang Soekarno—Hatta? Satu yang
sangat jelas dalam cerita ini: kebencian Idrus kepada pembunuhan. Dan kengeriannya memikirkan itu.
Kebencian dan kengerian, yang menyebabkan ia benci kepada segala apa yang berangkutan dengan
revolusi. Pendiriannya terhadap revolusi kita bisa lihat dalam Pertempuran dan kebangsaan.

Revolusioner pula sikap Idrus terhadap revolusi meskipun dalam pengertian kontra revolusioner. Dalam
waktu semangat kebangsaan dan perjuangan meluap-luap diperlukan keberanian moral yang besar
untuk menulis terang-terangan dengan segala kejujuran seperti Idrus dalam Surabaya. Kita tidak
persoalkan kebenarannya, tapi keberaniannya dalam hal ini mengemukakan visinya sendiri tentang
revolusi dan kebangsaan. Hal ini adalah suatu ciri kemerdekaan '45

Surabaya dari Idrus, mengisahkan tanggapan-tanggapan Idrus sendiri terhadap revolusi kemerdekaan
rakyat Indonesia yang dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam Surabaya karya Idrus dapat
dikatakan bahwa dalam penanggapannya Idrus selalu berusaha untuk mengemukakan revolusi dengan
masalahnya secara berkarakter. Karena kekurangan pengetahuan serta pengertiannya terhadap revolusi
kemerdekaan rakyat itu, pada umumnya pandangan serta ukuran Idrus telah tergelincir ke dalam
subjektivisme yang bukan alang-kepalang. Padahal Surabaya dibangunkan Idrus berdasarkan kenyataan-
kenyataan dan pengolahan kenyataan-kenyataan itulah yang menghadapkan pengarang kepada suatu
studi terlebih dahulu. Idrus telah berlaku kurang baik dan

kurang teliti dalam penyaluran emosinya ke dalam pengertian yang sewajarnya dari revolusi
kemerdekaan rakyat Indonesia. Idrus telah berlaku sangat subjektif dan formalistis terhadap segala
ekses yang ditimbulkan oleh revolusi. Emosionalisme Idrus disebabkan oleh kurangnya pengertian atau
pengetahuan Idrus sendiri tentang rakyat Indonesia, revolusi dengan hukum serta permasalahannya.
"Surabaya" Idrus telah diperkosa oleh emosionalisme dan kekurang pengetahuan serta kesadarannya
sendiri terhadap rakyat

Dan revolusi masalah terjadinya. Dari kisah pertempuran kedua hewan tersebut menjadi trending besar
di seluruh dunia dan menjadi khas dati cerita serta menjadi masalah bagi indonesia dan kemudian
menjadi mandiri dan mendirikan kota tersebut menjadi lambang

atau patung dari kedua belah pihak hewan buaya dan hiu atau sura dan baya

Karakter Cak Sura dan Cak Baya merupakan karakter yang diadaptasi dari legenda terkenal tentang asal-
usul kota Surabaya. Cak Sura adalah seekor ikan hiu yang menguasai laut, sedangkan Cak Baya adalah
seekor buaya yang menguasai daerah darat. Biarpun keduanya sangat berbeda, mereka adalah teman
yang sangat akrab. Karakter Cak Sura digambarkan sebagai karakter yang berhati lembut, bijaksana, dan
menjunjung tata krama. Bertolak belakang dengan karakter Cak Baya yang ceplas-ceplos, tegas, dan
sedikit kasar. Kedua karakter menggunakan udeng batik pinggir modang putih warna hitam tiga tingkat
dengan poncot miring, yaitu hiasan kepala yang dipakai oleh laki-laki Surabaya pada jaman dulu, sebagai
pertanda bahwa kedua karakter akan terus melestarikan budaya Surabaya agar tetap eksis sepanjang
jaman. Sementara kata "Cak" dalam nama kedua karakter ini merupakan sebuah panggilan akrab untuk
laki-laki bagi masyarakat Surabaya, agar kedua karakter dapat mudah diterima oleh masyarakat
Surabaya.
Teks sejarah

Anda mungkin juga menyukai