Anda di halaman 1dari 4

Asal Mula Kota Surabaya

Pada zaman dahulu, di lautan yang luas sering terjadi perkelahian antara Ikan
Hiu (sura) dengan Buaya (baya). Mereka berkelahi satu sama lain untuk
memperebutkan mangsa di lautan. Mereka memiliki kekuatan yan hampir sama.
Sudah berkali-¬kali mereka berkelahi namun belum pernah ada yang menang
atau pun yang kalah. Akhirnya mereka berdua membuat suatu kesepakatan yang
harus dijalani. kesepakatan itu adalah pembagian wilayah daerah perburuan.
Mereka membagi wilayah berburu mereka menjadi dua yaitu Sura berkuasa di
daerah peraiaran dan memangsa hewan air sedangkan buaya berkuasa di
daratan dengan memangsa hewan hewan daratan. Wilayah kekuasaan mereka
dibatasi oleh garis pantai. perjanjian ini tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

Dengan adanya perjanjian ini, tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Baya.
Mereka berdua telah berdamai dan sepakat untuk menghormati daerah
kekuasaan masing ¬masing. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung lama.
Hingga pada suatu hari, Ikan Hiu, Sura kehabisan mangsa di daerah lautan. dia
mulai mencari mangsa di daerah sungai dan danau yang ada di daratan. Sura
juga memangsa hewan-hewan daratan yang sedang minum di sungai. dia
melakukan perburuan ini secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan baya.

Pada suatu hari Baya merasa heran mengapa hewan-hewan buruannya semakin
sedikit. dia pun mencari tahu apa penyebabnya. kemudian Baya melihat Sura
sedang berburu di daerah kekuasaanya. Perbuatan Sura ini Membuat baya
menjadi sangat marah. “kenapa kau berburu di daerah kekuasaan ku?” tanya
baya dengan penuh amarah. Sura pun kaget mendengar Baya marah
kepadanya, “aku tidak berburu di daerah mu, aku berburu di perairan yang
merupakan daerehku” jawab sura. “tetapi kau berburu di daerah sungai. Sungai
itu berada di daratan dan kau juga memakan hewan-hewan daratan yang
merupakan mangsaku. kau telah melanggar perjanjian kita” kata baya. “tidak
bisa, semua perairan adalah wilayahku termasuk sungai dan danau yang ada di
daratan!” tambah sura. Mereka berdua saling berargumen dan merasa benar.
karena tidak ada yang mengalah akhirnya mereka berdua berkelahi. Terjadilah
pertempuran yang hebat antara sura dan baya.
Pertarungan ini sangat dahsyat dan mengerikan. Sura dan Baya saling
menerjang, menerkam dan saling menggigit. Tidak ada satupun binatang yang
berani mendekat atau bahkan menghentikan perkelahian mereka. Perkelahian ini
membuat semua air di sekitar mereka berubah warna menjadi merah akibat
darah yang keluar dari luka luka mereka berdua. Pertarungan ini berlangsung
dengan sangat lama. Mereka terus bertarung mati¬ –matian mempertahankan
daerahnya tanpa pernah istirahat sama sekali.

Dalam pertarungan dahsyat ini, Sura menggigit pangkal ekor baya. mendapat
gigitan dari sura, baya membalas gigitan Sura. dia juga menggigit ekor Sura.
mereka berdua saling mengigit ekor masing masing dan tanpa melepasnya.
Kejadian ini berlangsung sangat lama. hingga pada akhirnya Sura tidak tahan
lagi karena ekornya hampir putus. Suar pun berlari kea rah lautan. Baya puas
telah berhasil mempertahankan daerahnya. hingga saat ini mereka berdua terus
bermusuhan dan Sura tidak pernah kembali ke sungai dan danau.

Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya yang bernama
Baya ini sangat luar biasa dan berkesan bagi masyrakat setempat. Oleh karena
itu, daerah tersebut diberi nama Surabaya. Dan dari peritiwa inilah kemudian
dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar ikan hiu dan buaya yang saling
menggigit.
Kisah Pertempuran Bung Tomo
Peringatan Hari Pahlawan 10 November berawal dari peristiwa pertempuran
Surabaya. Perang arek-arek Suroboyo terhadap tentara Inggris itu terjadi pasca
proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945.

Sebelum pertempuran meletus, tentara Inggris mendarat di Surabaya pada 25


Oktober 1945. Demikian dilansir dari laman Kemdikbud.
Tentara Inggris saat itu adalah bagian dari sekutu atau Allied Forces Netherlands
East Indies (AFNEI). Tidak sendirian, kelompok Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) ikut membonceng.

Pada 29 Oktober 1945, sekutu Inggris dan Indonesia sebetulnya menandatangani


kesepakatan gencatan senjata dan keadaan berangsur reda. Meski begitu, tetap ada
bentrokan yang terjadi di Surabaya, utamanya di Hotel Yamato.

Di hotel tersebut, Belanda mengibarkan benderanya dan menyebabkan masyarakat


Surabaya berang. Sehingga, perwakilan rakyat Surabaya, Residen Soedirman
bersama-sama dengan Sidik dan Hariyanto menemui tentara Belanda WVC di
Hotel Yamato. Mereka meminta Belanda menurunkan benderanya.

Pihak Belanda pun menolak. Mereka bahkan mengancam dengan pistol dan
memantik perkelahian di lobi hotel. Mulai saat itu, bentrok kerap terjadi.

Puncak bentrok terjadi saat Jenderal Mallaby terbunuh pada 30 Oktober 1945. Dia
adalah pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur saat itu.

Kematian Mallaby mendorong kemarahan Inggris. Penggantinya, Mayor Jenderal


Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945.

Ultimatum tersebut mengandung perintah agar semua pimpinan Indonesia dan


para pemuda Surabaya datang paling lambat 10 November 1945 pukul 06.00 pagi
di lokasi yang telah ditetapkan.

Rakyat Surabaya tak menggubris perintah itu. Jadi, meletuslah pertempuran 10


November 1945 kurang lebih selama tiga minggu.

Pertempuran selama tiga minggu yang menyebabkan banyak kerugian ini membuat
Kota Surabaya disebut 'neraka'.

Sebanyak 20 ribu rakyat Surabaya menjadi korban. Sekitar 150 ribu orang
meninggalkan Surabaya.

Dari sekutu, ada 1.600 prajurit tewas, hilang, luka-luka serta puluhan alat
perangnya rusak atau hancur.
Namun, pertempuran Surabaya juga menjadi simbol nasional perlawanan bangsa
Indonesia terhadap kolonialisme. Ini merupakan perang pertama melawan asing
setelah proklamasi.

Pertempuran di Kota Pahlawan itu turut disebut sebagai yang terbesar dan terberat
dalam sejarah revolusi nasional.

Sutomo lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Dia lebih akrab disapa Bung Tomo
oleh rakyat.

Bung Tomo tumbuh di tengah keluarga yang sangat mementingkan pendidikan. Di


adalah sosok yang berterus terang dan penuh semangat.

Bung Tomo pernah menempuh pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs


(MULO) yang saat itu merupakan tingkat SMP. Dia juga mantan siswa di Hogere
Burger School (HBS) dan Algemeen Metddelbare School (AMS).

Saat masih muda, Bung Tomo punya segudang prestasi, mulai dari gerakan
kepanduan, sandiwara, hingga bidang jurnalistik. Dia pernah menjadi pemimpin
redaksi kantor berita Antara di Surabaya pada 1945.

Sutomo yang pernah sukses sebagai jurnalis itu lalu bergabung ke beberapa
kelompok politik dan sosial.

Pada tahun 1944, Sutomo terpilih sebagai anggota Gerakan Rakyat Baru yang
disokong Jepang. Namun, hampir tidak ada yang mengenalnya.

Walau begitu, hal inilah yang akhirnya turut mempersiapkan peran dirinya pada
hal yang lebih penting. Pada Oktober dan November 1945, Bung Tomo giat
membangkitkan semangat rakyat ketika Surabaya diserang habis-habisan oleh
NICA.

Dia sangat dikenal dengan seruan-seruan pembuka di siaran-siaran radionya. Pekik


'Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!' yang penuh emosi, lekat dengan sosok
Bung Tomo.

Itulah kronologi pertempuran Surabaya dan kisah Bung Tomo di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai