Surabaya
SEJARAH
Setelah pertemuan itu hari-hari atau malam hari Mustopo beberapa kali
bertemu dengan Mallaby atau stafnya. Mallaby tetap bersikeras menerjunkan
pasukannya ke pusat kota. Pernah mereka bertemu dengan kapasitasnya sebagai
tentara di Prapatkurung, tidak dapat persetujuan. Pernah juga Mustopo diculik
dari markasnya di Gedung HVA diharuskan membebaskan kpara interniran di
penjara Kalisosok. Para tawanan asing, termasuk Huiyer, dibebaskan. Dalam
keadaan panik Mustopo mengumumkan akan pidato di RRI, menolak kehadiran
tentara Inggris di Surabaya. Siang hari sebelum pidato, Mustopo disertai para
BKR anak buahnya berkeliling naik kendaraan mengumumkan penolakannya
terhadap pendaratan tentara Inggris. Para Arek-arek Surabaya yang sudah
merasa merdeka dan punya senjata, dengan berapi-api mendukung penolakan
Mustopo. Ketika berpidato di RRI sanja harinya, Mustopo hanya berteriak, “Nica!
Nica! (baca nika) Jangan mendarat! Kamu tahu aturan! Kamu tahu aturan, Inggris!
Kamu sekolah tinggi! Jangan mendarat!” Tetapi pasukan Mallaby secara beregu
maupun berkelompok lebih banyak, dengan senjata lengkap memasuki kota,
menduduki tempat-tempat yang strategis seperti: Gedung Internatio (Jembatan
Merah), gedung BPM (pertamina Jl. Veteran), Gereja Kristen dan Kantor Polisi di
Bubutan, Kompleks SMAN Wijayakusuma, RRI Surabaya Jl. Simpang (depan
rumahsakit yang sekarang jadi Surabaya Plaza), Konsulat Inggris dan Gedung
olahraga dayung di Kayun, Rumahsakit Darmo dan sekitarnya, Kantor BAT
Ngagel. Dengan keadaan seperti itu Mustopo menganjurkan kepada rakyat
Surabaya supaya menghalang-halangi tentara asing itu menduduki bumi Surabaya
yang merdeka. Mustopo sendiri lalu mengatur siasat Himitsu senso sen (perang
rahasia) dikombinasikan dengan Senga sen (perang kota). Untuk melakukan siasat
itu Mustopo pergi keluar Surabaya, singgah dulu ke Markas Besar PRI di
Simpangs-club. Di sana diinterogasi oleh pemuda-pemuda PRI antara lain
Sumarsono. Menuju keluar Surabaya, Mustopo melalui Wonocolo, memberi
instruksi perang kepada kelompok BKR di sana (pabrik kulit Wonocolo), lalu ke
Sidoarjo, Krian, Mojokerto, hendak menuju ke Gresik. Di Mojokerto ditawan oleh
anggota PTKR Sabarudin, ditawan di Mojosari. Baru tanggal 30 Oktober 1945
dibawa oleh Sabarudin menghadap Bung Karno/Bung Hatta di rumah Gubernur
Simpang (Grahadi).
Apa instruksi Mustopo dilaksanakan benar oleh Arek-arek Surabaya di
segala lapisan, baik yang masuk organisasi masa seperti PRI, Hisbullah, BPRI,
BKR kota, maupun sebagai orang kampung perorangan. Jalan-jalan besar seluruh
Kota Surabaya yang pada zaman Jepang tidak pernah dilalui kendaraan (karena
kendaraan bermotor hanya untuk berperang), maka kini dirintangi dengan segala
barang tak berguna, misalnya batang pohon yang ditebang, almari atau kursi, dan
di perempatan jalan selalu berkerumun rayat untuk menghalangi kendaraan asing
yang lewat. Selain jalan, juga rakyat banyak tadi mengepung tempat-tempat yang
diduduki oleh pasukan Inggris yang jumlahnya hanya beberapa regu saja. Karena
tegang, kemudian tidak lagi ada kesabaran, terjadilah tembak-menembak antara
rakyat Surabaya yang mengepung gedung, dengan seregu-empat regu pasukan
Inggris yang di gedung. Alioran listrik dan air dimatikan. Meskipun pasukan
Inggris dilengkapi dengan senjata hingga timbul kurban di antara rakyat yang
mengepung, tapi mati satu tumbuh seribu. Pengepungan rakyat tidak bakal surut.
Selama tiga hari (27-28-29 Oktober) terkurung di gedung, tentara Inggris tentu
tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Peluru habis, makan habis, minta pertolongan
lewat udara tidak mungkin, lari lewat darat juga tidak mungkin lagi. Sebentar lagi
pasti hancur. Dendam rakyat Surabaya tidak bisa dibendung. Misalnya di Gedung
RRI yang tingkat dua. Semula dengan senjata otomatis pasukan Inggris
(kebanyakan sewaan dari India yang disebut Gukha) bisa membunuh rakyat yang
berkerumun di depan gedung, ditembaki dari tingkat dua. Namun akhirnya rakyat
yang dibantu oleh Polisi Istimewa, dapat membakar gedung RRI itu dari tingkat
bawah. Tentu tentara Gurkha yang di tingkat dua akan terbakar juga. Mereka
terpaksa lari keluar lewat ruang bawah yang terbakar. Yang selamat bisa
melintas diterima oleh rakyat yang sudah terlalu banyak menderita korban jiwa.
Jadi mereka yang lari dari gedung juga langsung saja dibunuhi.
Tanggal 28 Oktober 1945, baru dikurung dua hari saja, pasukan Inggris
bisa dipastikan akan hancur seluruhnya. Brigadir Mallaby jadi was-was. Dia harus
menghentikan kehancuran ini. Kepada siapa harus minta tolong? Minta tolong
berdamai dari pihak pemerintah Surabaya tidak mungkin. Satu-satunya jalan
minta tolong ke markas pusatnya di Jakarta. Minta dikirimkan orang yang bakal
dipatuhi oleh Arek-arek Surabaya. Siapa? Setelah dirunding-runding, akhirnya
jatuh pilihan mendatangkan Presiden Sukarno. Padahal pasukan Sekutu pemenang
perang belum mengakui adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tapi akhirnya
memenuhi permintaan Mallaby, mereka meminta Presiden Sukarno mendamaikan
pertempuran di Surabaya. Kabar kedatangan Presiden Sukarno sudah diumumkan.
Tapi rakyat Surabaya sudah tidak mau lagi percaya dengan janji-janji orang
Inggris. Sudah beberapa kali sebelum tembak-menembak di Surabaya, patinggi
bangsa Indonesia di Surabaya berunding dengan pihak Mallaby, sudah disepakati
sesuatu, tapi kemudian dilanggar. Maka kabar bakal datangnya Presiden Sukarno
juga harus diwaspadai. Radio Pembrontakan Rakyat Surabaya dengan suara Bung
Tomo yang selalu memantau perkembangan pertempuran bersuara keras, para
pemuda di Lapangan Terbang Morokrembangan harus sigap. Kalau yang turun
bukan Presiden Sukarno, harap ditembak saja dengan penumpangnya yang lain.
Ternyata betul. Yang datang Bung Karno diikuti Wakil Presiden Mohamad
Hatta, dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin. Turun dari pesawat mereka
disambut oleh pemuda, dinaikkan kendaraan, dibawa lari masuk kota dengan
bendera Merah-Putih selalu dikibarkan di konvoi mubil. Waktu itu Kota Surabaya
sedang hujan peluru, dan jalan-jalan besar dihalangi baik oleh barang, maupun
gerombolan pemuda. Namun rombongan Presiden Sukarno bisa dilarikan ke rumah
Residen Sudirman di Van Sandicctstraat (Jl. Residen Sudirman). Di sana diberi
laporan dulu oleh pihak pemerintah Indonesia.
Baru keesokan harinya berunding dengan Mallaby di rumah dinas Gubernur
(Grahadi). Sebelum Mallaby tiba, datang dulu Drg. Mustopo yang digiring oleh
Sabaruddin. Oleh para petinggi negara, antara lain Wakil Presiden Moh. Hatta,
Mustopo dianggap sebagai pemicu pertempuran dengan pasukan Inggris di
Surabaya. Perbuatan yang salah. Makanya langsung dipecat dari jabatannya oleh
Presiden Sukarno.
Hasil perundingan dengan Mallaby, harus secepatnya diumumkan gencatan
senjata. Pengumuman tadi harus segera disiarkan. Di siarkan lewat mana, wong
RRI Simpang sudah terbakar hangus? Akhirnya diumumkan lewat siaran Radio
Pemberontakan Rakyat Surabaya Jalan Mawar 10. Bung Karno dan Mallaby
bersama staf pergi ke sana untuk mengumumkan gencatan senjata.
Baru keesokan harinya (30 Oktober) diadakan perundingan yang mengatur
jalan tugasnya Mallaby mengangkut para tawanan keluar Surabaya. Perundingan
diadakan di Kantor Gubernur. Harus menunggu kedatangan Panglima Divisi India
23, Mayor Jendral D.C.Hawthorn, atasan Mallaby. Hawthorn tiba dengan pesawat
dari Jakarta jam 09.15.
Sementgara itu para pemuda Surabaya berdemonstrasi di depan tempat
berunding, mereka dengan gagah mengendarai tank rampasan dari Jepang,
berputar-putar tak berhenti di depan bekas gedung Kenpeitai yang sudah
menjadi gedung PTKR. Arek-arek Surabaya saat itu sebagai pihak yang menang
perang!
Diperoleh hasil, bahwa pasukan Mallaby diperbolehkan mengangkut
tawanan dengan mobil-mobil pasukan Inggris dari segala tempat tawanan
(tawanan bangsa Eropa terbanyak di Rumah Sakit Darmo, sedang prajurit Jepang
di Jaarmarkt (Hitech Plaza) dan Penjara Koblen. Jalan-jalan besar yang akan
dilalui mobil angkutan harus dibuka lebar. Untuk mengawasi penyelenggaraan itu
maka dibentuk Kontak Biro, yaitu yang terdiri dari petinggi pasukan Inggris dan
petinggi pemerintah Kota Surabaya. Anggota Kontak Biro (Contact Bureau)
Inggris adalah: Brig. AWS Mallaby, Colonel LPH Pugh, Mayor M.Hodson, Capt.
H.Show, Wing Commander Groom. Dari Indonesia: Sudirman (Resident), Dul
Arnowo, Atmadji, HR.Mohammad, Sungkono, Suyono, Kusnandar, Ruslan
Abdulgani, T.D.Kundan.
Jam 13 Kontak Biro sudah selesai disusun, ditandatangani oleh Hawthorn
dan Presiden Sukarno. Karena Kontak Biro sudah terbentuk, tinggal
pelaksanaannya saja, maka Mayor Jendral D.C.Hawthorn dan rombongan Presiden
Sukarno meninggalkan tempat terbang kembali ke Jakarta.
Kontak Biro terus berunding, akan bekerja menurut aturan yang
ditetapkan. Rencana bekerja selesai jam 16.30. Waktu itu di sana sini masih
terdengar tembak-menembak..Maka harus dicegah. Gencatan senjata harus
dilaksanakan. Maka para perunding langsung bekerja akan mendatangi tempat
yang masih terdengar tembak-menembak. Yaitu yang pertama di Jembatan
Merah. Dengan beberapa mobil dari depan gedung Gubernur tempat mereka
berunding, mereka menuju pertama kali ke Jembatan Merah. Waktu melalui jalan
Societeitstraat (Jl. Veteran), rombongan mobil sering dihadang oleh pemuda-
pemuda Surabaya yang memprotes mengapa harus gencatan senjata, wong kita
menang. Tentara Inggris harus meninggalkan gedung, agar aman. Mendapat
hadangan begitu gaanti-berganti Dul Arnowo dan Residen Sudirman memberikan
penerangan tentang pentingnya gencatan senjata. “Ya, tentara Inggris harus
meninggalkan gedung, baru aman!”
Gedung Internatio di sebelah barat lapangan Jembatan Merah, diduduki tentara
Inggris. Mereka dikurung oleh rakyat Surabaya, tapi masih saja melawan. Maka
rombongan mobil Kontak Biro melalui Herenstraat (Rajawali) mendekati gedung
Internatio. Berhenti di pertiga depan gedung. Hanya mobil Mallaby yang menuju
depan gedung. Di sana, komandan pasukan Inggris Mayor Venu Gopal (Gurkha)
keluar di teras, bercakap-cakap dengan Mallaby. Setelah itu, Mallaby dengan
mobilnya berangkat lagi ke utara, lalu belok ke timur melalui Willemplein Noord
(jalan sebelah utara lapangan) menuju Jembatan Merah. Sepanjang perjalanan
dikerumuni para pengepung gedung Internatio, minta supaya tentara Inggris
angkat kaki dari gedung. Sampai di ujung barat Jembatan Merah bertemu lagi
dengan rombongan mobil dari Kontak Biro Indonesia. Permintaan rakyat kian
ramai, sehingga rombongan sulit berjalan. Maunya meneruskan misi ke daerah
Kembangjepun yang juga masih terdeengar tembak-menembak. Tetapi karena
penuh sesak dikerumuni rakyat, para pihak Kontak Biro berunding di tempat.
Akhirnya Mallaby setuju mengutus stafnya datang ke gedung, untuk
membicarakan hal meninggalkan gedung. Yang diutus Kapten Show, perwira
penyelidik yang sudah beberapa kali ikut berunding dengan pihak Indonesia.
Kepergian Kapten Show akan diikuti oleh utusan dari Indonesia. Dipilih
HR.Mohammad, yang berpakaian tentara dan yang paling tua. Untuk mengetahui
bahasa mereka di gedung, pihak Indonesia menyertakan TD.Kundan (warga
Surabaya keturunan India) sebagai jurubahasa. Ketiga orang tersebut
menyeberangi taman Willemplein (Taman Jayengrono), lalu masuk ke gedung.
Namun belum sampai 15 menit, terlihat TD Kundan lari keluar dari gedung, dan
menyuruh orang bertiarap atau berlindung. Akan ada tembakan. Belum jelas
teriakan TD Kundan, ternyata benar terdengar rentetan tembakan dari dalam
gedung. Maka gemparlah pengepung gedung di lapangan. Termasuk para anggota
Kontak Biro Indonesia. Mereka pada menyelamatkan diri, kebanyakan terjun ke
Kalimas, dan menyeberang ke sebalah timur. Karena sudah berunding begitu lama
(dari pagi sampai magrip) dengan akhir begitu, para petinggi Kontak Biro
Indonesia tidak bertemu lagi malam itu, masing-masing pulang sendiri-sendiri.
HR. Mohammad masih terkurung di dalam gedung. (Baru keesokan harinya dilepas
oleh tentara Inggris di gedung itu). Keesokan harinya (31 Oktober 1945) mobil
Mallaby ditemukan hancur di tempat, Dan Brigadir Mallaby tewas di dalamnya.
Konon ditemukan oleh Dr. Sugiri, dan dibawa ke Rumah Sakit Simpang Surabaya.
Hari Rabu 31 Oktober 1945, Jendral Christison selaku Panglima Tentara
Sekutu untuk Asia Tenggara mengeluarkan pengumuman yang mengandung
ancaman (Warning to Indonesian), Presiden Sukarno mendapat perintah untuk
datang jam 11 di Markas Besar Jendral Christison di Jakarta. Diberi tahu bahwa
Brigadir AWS Mallaby telah dibunuh secara keji sekali, ketika menjalankan tugas
berunding dengan pemimpin extremis Indonesia (Kantor Berita Belanda ANP).
Dul Arnowo memberikan laporan berdasarkan kenyataan. Malam itu juga Presiden
Sukarno berpidato melalui radio, menyesalkan kejadian tersebut. Dalam
pidatonya antara lain mengemukakan: Surabaya merupakan satu kekuatan
nasional kita. Di Surabaya TKR tersusun sangat baik. Pemuda dan kaum buruh
telah membentuk persatuan-persatuan yang sangat teguh.
GENCATAN SENJATA YANG DI SAKSIKAN
OLEH PRESIDEN SOEHARTO DI DEPAN KANTOR
GUBERNUR JAWA TIMUR
2. JENDRAL SUDIRMAN.
5. DR. MUWARDI
Muwardi lahir di Pati pada tahun
1907. Ia lulusan Sekolah dokter
Bumiputera (STOVIA) Jakarta dan
kemudian memperdalam pengetahuan
kedokterannya dengan mengambil
spesialis THT (Telinga Hidung dan
Tenggorokan).
Pada waktu masih mahasiswa,ia tergabung dalam organisasi Jong Java dan juga
Indonesia Muda. Ia juga menjadi ketua Barisan Pelopor Jakarta pada
masa pendudukan Jepang. Menjelang kemerdekaan, ia di tunjuk menjadi
Barisan Pelopor seluruh jawa. Ia juga menjadi salah satu saksi langsung
lahirnya Indonesia karena ia turut memberikan sambutan setelah
pembacaan proklamasi oleh Soekarno-Hatta.
Situasi politik yang memanas di Jakarta pada tahun 1946
menyebabkan kegiatan barisan Pelopor dialihkan ke kota Solo. Di Solo ia
membentuk Devisi Laskar Banteng. Situasi di kota Solo menjadi rusuh
setelah PKI terus menebarkan permusuhan dan pertentangan. Untuk
menghadapi PKI, Muwardi membentuk Gerakan Reolusi Rakyat. PKI
membuat Solo menjadi daerah kacau sedangkan Madiun mereka jadikan
sebagai basis gerilya. PKI juga melenyapkan orang-orang yang di anggap
musuh. Dokter Muwardi yang tengah melakukan operasi di rumah sakit
Jebres, Solo, mereka di culik dan kemudian dibunuh 13 September 1948.
Jenazah dokter Muwardi mereka buang tanpa diketahui di mana tempat
pembuangannya itu hingga kini.
Pemerintah mengangkat dokter Muwardi sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1964.
PAHLAWAN PROKLAMATOR :
YANG TERDRI DARI :
2. DR. MOHAMMAD
HATTA (PAHLAWAN
PROKLAMATOR)
Pada masa awal kependudukan Jepang yang dianggapanti-Jepang bersama
seseorang dari Jepang yang bernama Miyoshi, seorang juru bahasa, ke
Bandung. Dalam perjalanan ke Puncak, akan dibuat suatu tabrakan yang
fatal bagi Hatta dan juru bahasa itu. Miyoshi yang sadar bahwa dirinya
akan turut menjadi korban mengajukan satu usul kepada Mayor Jendral
Yamamoto, Direktur Urusan Umum Pemerintahan, agar dilakukan
penyelidikan lebih dahulu terhadap Hatta. Untuk itu, Letnan Kolonel
Murase, kepala Urusan Umum Kempetai mewawancarai Hatta dengan
dihadiri Miyoshi, Murase bertanya apakah Hatta anti-Jepang. Hatta
menjelaskan bahwa ia tidak anti Jepang tetapi anti-impe-rialisme,
termasuk imperialisme Jepang, seperti yg di praktekkan Jepang pada
tahun 1930 dalam menghadapi Cina.
Rencana pembunuhan itu di urungkan tetapi Hatta yang dilahirka di
Bikut Tinggi pada tanggal 12 Agustus 1902 itu masih harus mempelajari
Nippon Seishin (semangat Jepang) agar lebih memahami tujuan Jepang
melancarkan Perang. Murase terkesan terhadap Hatta yang dilukiskannya
sebagai orang yang ‘‘dingin‘‘ tetapi ‘‘lurus‘‘ dan ‘‘terus terang‘‘.
Salah satu jasanya yang penting adalah rumusan dalam pasal 33
UUD 1945. Ia mengajukan pandanga mengenai pentingnya koperasi, baik
sebagai konsep ekonomi maupun untuk membangun kekuatan golongan
ekonomi lemah. Hatta mengetahui bahwa pedagang dan petani Indonesia
rentan terhadap konsorsium internasional dan sistem pasar dunia.
Penekanan dalam kebijakan ekonomi yang dirumuskannya itu merupakan
perlindungan bagi anggota masyarakat yang lemah di dalam proses ekonomi.
Meskipun sudah tidak aktif di tampuk pimpinan negara dan panggung
politik tetapi Hatta tidak pernah absen dari permasalahan negaranya.
Berbagai ceramah dn diskusi dengan generasi muda masih terus
dilakukannya. Tokoh proklamator ini wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di
Jakarta. Jenazahnya di makamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir,
Jakarta
Beliau diangkat sebagai Pahlawan Proklamasi pada tahun 1986.
PROFIL PAHLAWAN :
1. BUNG TOMO.
3. AHMAD YANI
PERANG PASIFIK