FISIKA DASAR
KODE MATA KULIAH :
ii
2. Gaya Gerak ................................................................................................ 34
3. Aplikasi Hukum Newton ........................................................................... 38
C. Latihan Soal ..................................................................................................... 45
iv
Pendahuluan
A. Kompetensi
Memberikan keahlian kepada mahasiswa agar dapat menerapkan konsep-
konsep berpikir yang terstruktur serta mampu menerapkan konsep-konsep fisika
dalam menganalisis persoalan untuk menyelesaikan berbagai kasus dalam industry
maupun dalam bidang keteknikan lainnya.
C. Waktu
Mata kuliah ini berbobot 1 sks atau 2 jam tatap muka setiap minggunya.
Sehingga untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditentukan, mahasiswa harus
mengikuti kegiatan tatap muka sebanyak 2 jam x 16 kali tatap muka. Atau sebesar
32 jam.
D. Prasyarat
-
v
Modul 1. Sistem Satuan dan Pengukuran
A. Sub Kompetensi
Kemampuan yang akan dimiliki oleh mahasiswa setelah memahami isi
modul ini adalah sebagai berikut :
- Mampu memahami besaran dan satuan serta sitem satuan internasional (SI).
- Mampu mendefenisikan, menguraikan dan mengoperasikan vektor khususnya
penjumlahan dan perkalian vektor.
B. Uraian Materi
Dalam sesi ini akan di bahas tentang system satuan, Pengukuran, Besaran dan
Satuan, Defenisi Vektor, Komponen Vektor dan Penjumlahan Vektor
1. Pengukuran
Ilmu fisika juga disebut ilmu pengukuran (science of measurement). “Dalam
mendefinisikan suatu besaran dalam Fisika haruslah terkandung kaidah menghitung
besaran yang bersangkutan berdasarkan besaran - besaran lain yang dapat diukur.”
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah
ketelitian (presisi) dan kedua masalah ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat
kepastian hasil suatu pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil
pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya. Presisi bergantung pada alat yang
digunakan untuk melakukan pengukuran. Umumnya, semakin kecil pembagian skala
suatu alat semakin presisi hasil pengukuran alat tersebut. Jadi dalam setiap pengukuran
diperlukan alat ukur yang sesuai. Pengukuran besaran panjang memerlukan alat ukur
panjang, pengukuran besaran massa memerlukan alat ukur massa, dan sebagainya.
pengukuran yang nilainya tetap dan disepakati secara internasional, misalnya meter, sekon,
dan kilogram. Sampai saat ini ada dua jenis satuan yang masih digunakan, yaitu:
a) Sistem metric yaitu : meter- kilogram- sekon (disingkat mks) dan centimeter- gram-
sekon (disingkat cgs)
b) Sistem Inggris (imperial sistem) dikenal sebagai: foot, pound dan second (disingkat
fps)
Dalam Sistem Internasional dikenal dua besaran yaitu besaran pokok dan besaran turunan.
Besaran pokok adalah besaran yang tak tergantung pada besaran – besaran lain. Besaran
pokok ada tujuh, yaitu panjang, massa, waktu, kuat arus listrik, temperatur, jumlah zat, dan
intensitas cahaya. Besaran pokok beserta satuan dan dimensinya dapat dilihat pada Tabel
1.1 berikut :
Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari besaran – besaran pokok, jadi
merupakan kombinasi dari besaran pokok. Satuan besaran turunan diperoleh dari satuan-
satuan besaran pokok yang menurunkannya, seperti terlihat dalam table berikut:
2
Fisika Dasar
3. Vektor
Beberapa besaran fisika seperti massa, waktu dan suhu sudah cukup jika dinyatakan
dengan suatu bilangan dan sebuah satuan untuk menyatakan besarnya nilai besaran
tersebut. Tetapi banyak besaran lain yang harus menyertakan persoalan arah untuk
mendeskripsikan secara lengkap makna besaran tersebut.
Besaran-besaran fisika jika ditinjau dari pengaruh arah terhadap besaran dapat
dikelompokkan menjadi menjadi 2 bagian :
a. Besaran skalar : besaran yang hanya memerlukan perincian besarnya saja (tidak
tergantung arah). Contoh : isi, luas, suhu, waktu dan sebagainya
b. Besaran vektor : besaran yang memerlukan perincian besar dan arah. Contoh :
kecepatan, percepatan, gaya dan sebagainya.
3
Fisika Dasar
dapat dinyatakan vector AB yang memiliki anak panah di B yang menunjukkan bahwa
pergeseran tersebut mulai dari A ke B (Gambar 1.a). Dengan cara yang sama perubahan
posisi partikel dari posisi B ke posisi C dapat dinaytakan dengan vekltor BC (Gambar 1.b).
Hail total kedua pergeseran ini sama dengan pergeseran dari A ke C sehingga vector AC
disebut sebagai jumlah atau reseultan dari pergeseran AB dab BC.
a. Operasi Vektor
Besaran vektor, sebagaimana besaran skalar dapat dioperasikan secara
matematis, baik operasi penjumlahan maupun perkalian. Namun demikian operasi
vektor memiliki beberapa perbedaan dengan operasi skalar karena dalam operasi vektor
kita tidak hanya memperhitungkan besar namun juga sekaligus arahnya.
1. Operasi Penjumlahan
Penjumlahan vector dari dua buah vector atau lebih, biasanya dapat dilakukan jika
vector-vektor tersebut memiliki besaran yang sejenis. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk penjumlahan vector seperti :
a. Metode Geometris
Penjumlahan vector dengan metode ini dilakukan dengan menyatakan vector-
vektor dalam sebuah diagram. Panjang anak panah disesuaikan dengan besar vector
(harus menggunankan skala dalam penggambarannnya), dan arah vector ditunjukkan
oleh arah ujungnya (kepalanya). Jika terdapat dua buah vector A dan B yang memiliki
besar dan arah masing-masing seperti pads gambar maka vector R merupakan vector
hasil penjumlahan kedua vector tersebut.
Aturan yang harus diikuti dalam penjumlahan vector secara geometris adalah sebagai
beikut : Pada diagram yang telah disesuaikan skalanya mula-mula letakkan vector A
dan kemudian gambarkan vector B dengan pangkalnya terletak pada ujung A dan
akhirnya pada pangkal A ditarik garis hingga ujung B lalu dihitung jumlah skala
penggambarannya dari pangkal A sampai dengan ujung B.
4
Fisika Dasar
c. Metode Analitik
Penjumlahan dua vector dalam dua dimensi, metoda geometris dan metoda
jajaran genjang cukup memadai tetapi untuk kasus penjumlahan tiga vector ataupun
penjumlahan vector dalm tiga dimensi seringkali sulit dilakukan. Untuk itu digunakan
metode analitik untuk memudahlkan dalam penjumlahan vector tersebut. Vektor-
vektor yang yang akan dijumlahan dengan menggunakan metode ini masing-masing
diurakian dalam komponen-komponen vector arahnya. Jika R merupakan besar vector
resultan, maka besarnya adalah
𝑅 = √𝑅𝑥2 + 𝑅𝑦2 (1.2)
dimana : R : besar vekrtor resultan
Rx : jumlah total vector dalam arah sumbu –x
Ry : jumlah total vector dalam arah sumbu-y
Dengan arah :
𝑅𝑦
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 ; (1.3)
𝑅𝑥
5
Fisika Dasar
dimana θ adalah sudut yang dibentuk antara sumbu-x dengan vector resultan.
Operasi pengurangan dapat dijabarkan dari operasi penjumlahan dengan menyatakan
negatif dari suatu vektor :
B - A = B + (-A) (1.4)
Contoh
6
Fisika Dasar
2. Operasi Perkalian
Besaran vektor karena karakteristiknya yang khas yaitu memiliki arah disamping juga
memiliki besar membawa konsekuensi pada operasi perkaliannya. Operasi perkalian biasa
tidak dapat langsung diterapkan pada vektor. Kita akan mendefinisikan dua macam
perkalian vektor, yaitu perkalian vektor dengan skalar dan perkalian vektor dengan vektor.
7
Fisika Dasar
Besarnya vektor baru C sebagai hasil perkalian silang antara A dan B adalah :
C = AxB = AB sinθ (1.10)
8
Fisika Dasar
Jika kita mengoperasikan perkalian tersebut dalam notasi vektor, maka dengan
menggunakan aturan tangan kanan kita akan mendefinisikan beberapa keadaan sebagai
berikut :
𝑖̂𝑥 𝑖̂ = 𝑗̂𝑥𝑗̂ = 𝑘̂ 𝑥 𝑘̂ = (1)(1) sin 0 = 0
𝑖̂𝑥𝑗̂ = 𝑘̂ ; 𝑗̂𝑥𝑘̂ = 𝑖̂; 𝑘̂ 𝑥 ̂𝑖 = 𝑗̂ (1.11)
(1.12)
Penerapan operasi perkalian silang dalam Fisika misalnya adalah τ = r x F,
F = q v x B Hasil dari perkalian ini, baik t maupun F merupakan besaran vektor.
Karena hasil yang diperoleh berupa vektor maka arah dari vektor tersebut dapat dicari
dengan aturan tangan kanan, yaitu dengan cara memutar vektor pertama ke vektor
kedua. Sebagai contoh : jika kecepatan partikel (v) bergerak pada arah sumbu x (+) dan
medan magnet (B) memiliki arah ke sumbu y (+), maka gaya (F) akan bergerak ke arah
sumbu z (+). Selengkapnya dituliskan sebagai berikut :
F𝑘̂ = qv𝑖̂ 𝑥 𝐵𝑗̂ hal ini dikarenakan 𝑖̂𝑥𝑗̂ = 𝑘̂
9
Fisika Dasar
C. Latihan Soal
10
Fisika Dasar
11
Fisika Dasar
12
Fisika Dasar
B. Uraian Materi
Dalam sesi ini akan dibahas tentang gerak partikel, kecepatan rata-rata,dan
kecepatan sesaat, percepatan rata-rata dan percepatan sesaat, gerak lurus beraturan,
gerak lurus berubah beraturan, gerak jatuh bebas, gerak vertical ke bawah, gerak
vertical ke atas, gerak peluru dan gerak melingkar
13
Fisika Dasar
2. Gerak Partikel
a. Perpindahan
Kondisi gerak suatu titik partikel dideskripsikan oleh perubahan posisi partikel
sebagai fungsi waktu, r(t). Dalam mekanika klasik waktu dianggap tidak bergantung pada
sistem kerangka koordinat yang dipilih, waktu hanya sebagai sesuatu yang mengalir bebas
dari besaran-besaran fisis lainnya. Bila fungsi r(t) sudah diketahui untuk sebarang waktu
t, maka keadaan gerak partikel tadi secara praktis sudah diketahui. Tetapi terkadang
informasi tentang gerak partikel tidak diketahui dalam bentuk posisi tetapi dalam besaran-
besaran lain yang akan kita defenisikan.
Perubahan posisi atau perpindahan adalah seberapa jauh jarak benda tersebut dari
titik awalnya. Perpindahan merupakan besaran vector yang bias bernilai positif ataupun
negative sesuai dengan arah yang ditunjukkannya. Dalam selang waktu Δt, posisi partikel
akan berpindah dari r(t) menjadi r(t + Δt). Vektor perubahan posisinya adalah
Δr = r(t + Δt ) - r(t) (2.1)
Contoh:
Gerak sebuah benda selama selang waktu tertentu , pada saat awal (t1) benda berada pada
sumbu-x di titik x1 dan beberapa saat kemudian, pada waktu t 2 benda berada pada titik x2
(Gambar 2.1a)
14
Fisika Dasar
Penyelesaian:
Δr = x2 – x1 = 30m – 10m = 20 m
Dimana Δr merupakan perpindahan pada x yang sama dengan posisi akhir benda dikurangi
dengan posisi awal benda. Sedangkan pada kondisi berbeda (Gambar 2.1b), sebuah benda
bergerak ke kiri, benda mula-mula berada pada posisi x1 lalu bergerak ke kiri dan berhenti
pada posisi x2. Maka perpindahannya adalah :
Δr = x2 – x1 = 10m – 30m = - 20 m
Dalam hal ini perpindahan yang diperoleh bernilai negative, karena vector perpindahan
menunjukkan kea rah kiri.
Dimana : Δx = perpindahan
Δt = selang waktu/waktu tempuh yang diperlukan
Jika x2 < x1, benda bergerak ke kiri, berarti Δx = x2 – x1 lebih kecil dari nol.
Kecepatan rata-rata akan bernilai positif untuk benda yang bergerak ke kanan sepanjang
sumbu-x dan negative jika benda tersebut bergerak ke kiri. Arah kecepatan selalu sama
dengan arah perpindahan.
Kecepatan suatu benda ada suatu saat pada satu titik di lintasannya disebut
kecepatan sesaat (v). Atau kecepatan sesaat dapat didefenisikan pula sebagai kecepatan
15
Fisika Dasar
rata-rata pada limit Δt yang menjadi sangat kecil, mendekati nol. Dengan demikian
kecepatan sesaat dapat dituliskan sebagai berikut :
∆𝑥 𝑑𝑥
𝑣 = lim = (2.3)
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡
Kecepatan sesaat adalah besaran vector, arahnya sama dengan arah limit vector
perpindahan Δx. Karena Δt
16
Fisika Dasar
(2.4)
(2.5)
Arah percepatan sesaat adalah arah limit dari vector perubahan kecepatan yaitu Δv.
17
Fisika Dasar
18
Fisika Dasar
19
Fisika Dasar
Kemiringan tali busur antara sembarang dua titik pada Gambar 2.4, sama dengan
miring di sembarang titik dan percepatan rata-rata sama besar dengan percepatan sesaat.
Jika misalkan t1 = t0 = 0 dan t2 = t1 = sembarang waktu t. Dan v1 = v0 merupakan kecepatan
pada saat t = 0 (dimana v0 disebut dengan kecepatan awal) dan v2 = vt adalah kecepatan
pada waktu t. Maka percepatan rata-rata (ā) dapat diganti dengan percepatan konstan (a),
yaitu :
Persamaan (2.7) berarti bahwa percepatan a adalah perubahan kecepatan rata-rata atau
perubahan kecepatan per satuan waktu. Dimana variabel at merupakan hasil kali perubahan
kecepatan per satuan waktu (a) dengan lamanya selang waktu (t). Maka at sama dengan
total perubahan kecepatan.
Jika a=konstan, maka untuk menentukan perpindahan sebuah partikel dapat dipergunakan
fakta bahwa bila percepatan konstan maka kecepatan rata-rata dalam sembarang selang
waktu sama dengan setengah dari jumlah kecepatan awal dan kecepatan akhir partikel
tersebut pada selang waktu itu, sehingga kecepatan rata-rata antara 0 dan t adalah :
𝑣0 +𝑣𝑡
𝑣̅ (2.9)
2
Jika asebuah partikel yang berada di titik pangkal pada saat t=0, maka koordinat x pada
sembarang waktu t adalah :
x = 𝑣̅ t (2.11)
dimana 𝑣̅ merupakan kecepatan rata-rata, maka persamaan diatas akan menjadi :
1 1
𝑥 = (𝑣0 + 2 𝑎𝑡) 𝑡 = 𝑣0 𝑡 + 2 𝑎𝑡 2 (2.12)
Atau
(2.13)
20
Fisika Dasar
21
Fisika Dasar
(2.15)
(2.16)
(2.17)
(2.18)
22
Fisika Dasar
(2.19)
(2.20)
(2.21)
23
Fisika Dasar
persamaan pada GLBB dengan nilai a=-g karena berlawanan dengan arah gerak atau arah
kecepatan awal. Persamaan-persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
(2.22)
(2.23)
(2.24)
24
Fisika Dasar
8. Gerak Peluru
Gerak peluru atau disebut juga sebagai gerak parabolic, merupakan gerak yang terdiri dari
gabungan GLB pada arah sumbu horizontal dan GLBB pada arah sumbu vertical. Jadi
untuk setiap benda yang diberi kecepatan awal sehingga menempuh lintasan gerak yang
arahnya dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bekerja terhadapnya dan juga dipengaruhi
oleh gesekan udara, maka benda itu mengalami gerak peluru , seperti bola yang dilontarkan
atau dipukul dan misil yang diterbangkan.
Proyeksi gerak peluru pada sumbu horizontal (sumbu-x) dan sumbu vertical (sumbu-y),
dengan titik pangkal koordinatnya ada pada titik dimana peluru tersebut mulai bergerak
(Gambar 2.5).
Pada titik pangkal ditetapkan t=0 dengan kecepatan awal yang digambarkan dengan vector
vo yang membentuk sudut elevasi θo terhadap sumbu-x. Kecepatan awal diuraikan menjadi
komponen horizontal vox dan voy yang besarnya :
Karena komponen kecepatan horizontal konstan, maka pada setiap saat t akan diperoleh:
(2.25)
dan
(2.26)
25
Fisika Dasar
Sementara itu, percepatan vertical adalah –g sehingga komponen kecepatan vertical pada
saat t adalah :
(2.27)
(2.28)
(2.29)
Persamaan (2.27) dan (2.29) berlaku jika peluru ditembakkan tepat pada titik awal dari
system kordinat xy sehingga xo = yo = 0. Tetapi jika peluru tidak ditembakkan tepat pada
titik awal koordinat (xo ≠ yo ≠ 0), maka kedua persamaan tersebut menjadi :
(2.30)
(2.31)
Pada titik tertinggi artinya pada posisi y maksimum, maka kecepatannya adalahhorizontal
sehingga vty = 0, maka persamaan (2.31) menjadi :
26
Fisika Dasar
(2.32)
(2.33)
(2.34)
Sedangkan pada titik terjauh dari titik awal artinya pisisi x maksimum, maka waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai x maksimum adalah :
(2.35)
Dan posisi terjauh atau x maksimum adalah :
(2.36)
27
Fisika Dasar
C. Latihan Soal
28
Fisika Dasar
29
Fisika Dasar
30
Fisika Dasar
31
Fisika Dasar
Daftar Putaka
Abdullah,Mikrajuddin. (2016). Fisika Dasar I. ITB –Bandung
Ali, 2007, PPT file: Suhu, Kalor dan Termodinamika, free-ebook, alifis.wordpress.com
David Halliday & Robert Resnick (Pantur Silaban Ph.D & Drs. Erwin Sucipto). (1989).
FISIKA, Erlangga-Jakarta.
Douglas C. Giancoli. (2001). FISIKA, Erlangga-Jakarta
Jati, Bambang Murdaka Eka.(2008). Fisika Dasar untuk Mahasiswa Ilmu-Ilmu Eksakta dan
Teknik. Yogyakarta. ANDI
Paul A. Tipler (Dr. Bambang Soegijono). (2001). FISIKA, Untuk Sains dan Teknik,
Erlangga-Jakarta.
Orionto.M., Praktito.W.A. (1989). Mekanika Fluida I, BPFE- Yogyakarta
139