Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH MASA KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA

(MASA 1944-1945)
A. MASA JEPANG MENYERAH DAN PEMBENTUKAN BPUPK
Tumbangnya pemerintahan PM Hideki Tojo yang kemudian digantikan oleh Kunaiki Koiso
pada tahun 1944 sebagaimana akibat dari diadilinya Tojo atas kejahatan perang blok Poros
dalam kancah Perang Dunia 2. Kunaiki Koiso dalam pidatonya di sidang istimewa Teikoku
Ginkai pada tanggal 7 Septemper 1944, menyatakan bahwa Jepang akan memberikan
Kemerdekaan pada wilayah Asia Fasifik Timur Raya termasuk Indonesia selambat-lambatnya
sampai pada Agustus 1945. Hal ini guna menarik simpati rakyat Indonesia agar kelak mereka
dapat membantu Jepang dalam Perang Dunia 2.
Hal ini diwujudkan dengan adannya pembentukan BPUPK (Doukourotsuen Junbei
Choesakai) yang diumumkan oleh Kumakichi Harada selaku Pimpinan Pemerintahan Jepang
di Jawa pada tanggal 29 April 1945. BPUPK berdasarkan kesepakatan bersama, berjumlah 62
orang termasuk beberapa orang dari Pemerintahan Dai Nippon sebagai pengawas dan 8 orang
tambahan dari indonesia yang diusulkan BPUPK, dengan dipimpin oleh Dr, Radjiman
Weoryodiningrat dengan wakilnya yaitu R.P Soeroso dan Ichibange Yosieo, BPUPK pada
akhirnya bersidang tanggal 29 Mei 1945 dengan sidang pertama membahas rumusan Dasar
Negara sampai pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang pertama dilakukan di gedung Chuo Sangi In
di Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang gedung Pancasila). Ada tiga tokoh yang memberikan
pendapat terkait usulan dasar negara yaitu Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir.
Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, usulan Sukarno yang ia namai sebagai Panca Dharma
diterima dengan sedikit penggantian nama menjadi Pancasila. Isi dari pancasila tersebut adalah;
Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau perikemanusiaan,
Mufakat atau demokrasi,
Kesejahteraan Sosial,
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945, sidang BPUPK kembali dilaksanakan dengan
pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang Dasar Negara, bentuk Negara, wilayah, serta
pemerintahan, unitarisme, dan federalisme. Pada sidang kali ini, terjadi beberapa pembentukan
tim-tim khusus seperti panitia kecil yang berjumlah 7 orang dengan dipimipin oleh Mr.
Soepomo, Panitia Pembela Tanah Air dipimpin Abikoesno Tjokorosoejoso, dan panitia
Ekonomi dipimpin oleh Mohammad Hatta. Sidang yang berjalan Panjang ini akhirnya
menghasilkan Undang-Undang Dasar yang berisi;
a) Pernyataan Indonesia merdeka.
b) Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
c) Batang tubuh yang kemudian disebut undang-undang dasar.
Setelah adanya sidang BPUPK ini, Indonesia dinilai telah siap untuk berdiri sendiri sebagai
bangsa yang diberi kemerdekaan oleh Jepang.
Namun, pernyataan presiden Amerika Serikat yang ke-33, Harry S Truman mengubah
segalanya. Pernyataan itu berisi tentang akan dijatuhkannya bom Atom hasil dari Proyek
Menhanttan yang dipimpin oleh Julius Robert Oppenheimer dan Nielsr Bohr, didua kota
sentralistik Jepang, yaitu Nagasaki dan Hiroshima, pada tanggal 6 Agustus 1945. Selang
beberapa jam dari pengumuman tersebut, bom atom jenis Little Boy dijatuhkan dari pesawat
B-29 FLIYING SUPERFORTLESS oleh pilot bernama Letkol Paut Tibeets di kota Hiroshima.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom jenis Fat Man dengan ledakan Plutoniumnya jatuh di
kota Nagasaki. Sebanyak 80.000 orang tewas dari peristiwa ini. Serangan ini dianggap sebagai
serangan balasan pasca Jepang melakukan serangan Dewa Kamikaze di pangkalan Laut Perarl
Harbour, Hawai pada tanggal 7 Desember 1941.
Hal ini membuat Jepang menjadi benar-benar kalah telak dalam perang Kancah Asia Fasifik
Timur Raya. Jepang yang mempunyai slogan 3A (Pemimpin Asia, Cahaya Asia, Pelindung
Asia) benar-benar dalam kondisi terdesak. Atas hal ini, Jepang resmi menjadi Negara terakhir
(Negara ketiga) dari blok poros setelah Nazi Jerman dan Fasis Italia yang menyerah kepada
Blok Sekutu. dengan perintah dari Perdana Menteri Suzuki Kantaro, menteri urusan Perang
Jepang, Hisaichi Terauchi dengan 3 perwakilan dari Indonesia yaitu Sukarno, Muhammad
Hatta, dan Dr. Radjiman Weoryodiningrat pada tanggal 12 Agustus 1945 mengadakan
pertemuan di Kota Dalat (dalam beberapa riwayat, di kota Saigon) guna membahas terkait
kapan Indonesia merdeka dan tindak lanjut dari hasil BPUPKI.
Sebagaimana hasil dari pertemuan tersebut, Terauchi memberikan izin pembentukan PPKI
(Doukoursuen Junbei Inkai) dan membubarkan BPUPK. Selain itu, Terauchi juga memastikan
akan penyerahan kemerdekaan Indonesia dapat segera terlaksana pada tanggal 24 Agustus
1945. Mendengar hasik tersebut, Sukarno dan Hatta tetap bersetia dengan janji jepang tersebut.
Namun, ketika mereka semua pulang dari Dalat, Vietnam pada tanggal 14 Agustus 1945,
Jepang melalui PM Suzuki Kantaro atas mandat dari kaisar Showa, Kaisar Naruhito,
mengumumkan telah menyerah dan resmi kalah dari sekutu. Berita ini akhirnya tersiar hingga
terdengar oleh Sutan Syahrir melalui siaran Telegram pemerintah Dai Nippon.
Mendengar hal tersebut, Sjahrir yang menganggap ini sebagai peluang untuk indoneisa
merdeka secara murni tanpa campur tangan Jepang mengajak Wikana, Dipa Nusantara Aidit,
Sukarni dan para pemuda dari golongan muda untuk mendesak golongan Tua yaitu Sukarno,
Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebarjo untuk segera mendekralarasikan/prolkamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun hal ini ditolak mentah-mentah golongan tua. Hatta
yang dengan tegas menolak menyatakan bahawa Jepang masih belum kalah dan janji jepang
adalah benar tanpa mengetahui akan berita kekalahan Jepang tersebut. Soekarno yang kekeh
akan mengikuti instruksi jepang dengan lantang menolak hal tersebut.

B. RENGASDENGKLOK
Mendengar akan penolakkan tersebut, golongan muda akhirnya menyusun rencana untuk
mendesak golongan tua dengan cara paksa yakni dengan cara menculik Sukarno dan Hatta lalu
membawa mereka kesuatu tempat yang jauh dari ibukota. Tempat yang akan digunakan untuk
“mengasingkan” Sukarno dan Hatta adalah sebuah rumah milik Djiaw Kie Siong,
Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Penculikan itu dimulai pada tanggal 15 Agustus 1945
dini hari.
Regu penculikan sendiri terbagi menjadi dua, regu satu ditugaskan untuk menculik Bung
Karno dan Hatta serta Fatmawati dan Guntur (Putra Sukarno) dipimpin oleh Wikana, regu dua
bertugas untuk membuat huru-hara dengan mengobarkan aksi tawuran (pura-pura) dijalan
sekitaran Pengangsaan Timur dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit. Regu Wikana akhirnya bisa
membawa Sukarno dan keluarga bersama dengan Hatta. Mereka bersama rombongan lain
berangkat dari Pengangsaan Timur, No 56 menuju rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok,
Karawang, Jawa Barat. Memakan waktu kuranglebih 6-7 jam, mereka tiba dirumah Djiaw.
Sepanjang hari, desakkan dari golongan Muda terus disampaikan kepada mereka berdua.
Sjahrir memberitahu kepada Sukarno dan Hatta bahwa Jepang telah takluk kalah terhadap
sekutu dan ini menjadi kesempatan untuk Indonesia agar bisa merdeka dengan penuh tanpa ada
campur tangan Jepang. Dengan pemikiran yang panjang, pada akhirnya Sukarno dan Hatta
bersedia memproklamirkan kemerdekaan bangsa dengan segera. Pada hari kamis, 16 Agustus
1945, Sukarno memproklamirkan bangsa Indonesia dihadapan anggota golongan muda di
rumah Djiaw Kie Siong. Namun Ahmad Soebarjo yang baru tiba setelah ia diberi tahu Abdoel
Latief di Jakarta bahwa Sukarno dan Hatta diculik oleh Golongan Muda. Menentang proklamasi
tersebut dan hendaknya untuk proklamasi itu dibacakan di depan rakyat Indonesia, tidak hanya
di depan Golongan Muda. hal tersebut disetujui Sukarno dan anggota Golongan Muda yang ada
di tempat itu. Akhirnya pada sore harinya, Sukarno dan rombongan berangkat menuju Jakarta.
Mereka berangkat menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda di jalan Meiji Dori (sekarang jl.
Imam Bonjol) No.1.
Laksamana Tadashi Maeda sendiri adalah seorang Laksamana (Angkata Laut) Jepang yang
bersimpati dengan perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka.
Sampai pada malam hari, Maeda yang sedang tidur yang sedang tidur dikejutkan dengan
gedoran pintu yang ternyata berasal dari rombongan Sukarno. Mereka meminta izin untuk
menggunakan rumah tadashi untuk perlindungan dibawah Tadashi Maeda. Maeda mengizinkan
hal tersebut dan kembali tidur.
Sukarno menilai, teks yang dibacakan direngasdengklok belum pas dan belum sehingga
perlu dibuat kembali. Sukarni yang ada disitu mengusulkan Sukarno, Hatta, dan Ahmad
Soebarjo saja yang berpikir dan menulis bagaimana teks proklamasi yang akan dibacakan.
Setelah menunggu setengah jam, akhirnya mereka keluar dari ruang meja makan dan
mengumumkan isi dari teks proklamasi yang akan dibacakan. Sukarni dan B.M Diah
mengusulkan agar hanya soekarno dan Hatta saja yang bertanda tangan, menurut mereka, bila
semua bertanda tangan maka tentunya akan ditakutkan masih ada campur tangan Jepang dalam
usaha kemerdekaan ini.
Sayuti Melik diminta untuk mengetik naskah yang sudah dituliskan agar terlihat rapid an
jelas terbaca. Tidak adanya mesin ketik dirumah Maeda membuat salah seorang anggota
golongan Muda meminjam mesik ketik buatan Jerman Nazi ke markas Nazi milik Kolonel
komandan Angkatan Laut Jerman Kandeler, yang sekarang tempatnya menjadi kantor Pusat
Pertamina, Jalan Merdeka Timur. Setelah mesin ketik itu tiba, sayuti dan B.M Diah
melaksanakan tugasnya di ruang bawa tanah rumah Maeda. Setelah selesai, mereka membawa
ke Sukarno dan ditandatangani.

C. DETIK-DETIK MENENTUKAN
Setelah dinilai cukup aman, Sukarno yang sejatinya dari awal sudah sakit karena terjangkit
Malari diberi waktu istirahat dan diantar ke rumahnya di Jalan Pengangsaan Timur, No 56. Pada
masa-masa sebelum diproklamasikan bangsa Indonesia ada sebuah usul dari Soebarjo untuk
memproklamirkan Negara di lapangan IKADA. Namun hal ini tidak disetujui karena situasi
IKADA sudah dijaga ketat oleh tentara Jepang mendengar bahwa aka nada aksi proklamasi
diluar ketentuan yang diberikan Jepang. Pada pukul 9 pagi di rumah sukarno, masyarakat yang
mengetahui kabar proklamasi di rumah sukarno segere bergegas untuk menyaksikan proklamasi
bangsa Indonesia. Sukarno yang masih tidur pun dibangunkan untuk bersiap
memproklamasikan bangsa indonesia. Didampingi oleh Hatta, sukarno menanykan kberadaan
Soebarjo, kata Hatta, Soebarjo kembali kerumahnya untuk istirahat. Sukarno tahu bagaimana
lelahnya perjalanan Rengasdengklok tersebut. Sehingga membiarkan Soebarjo untuk kembali
beristirahat.
Pukul 10 pagi menjadi waktu yang bersejarah, dihadapan masyarakat Indonesia, sukarno
membackan teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah selesai dibacakan, bendera sang
saka merah putih pun dikibarkan tanda Indonesia telah resmi merdeka. S. K Trimurti, Abdoel
Latief, dan S. Suhud yang bertugas mengibarkan bendera sang saka merah putih. Acara
kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari walikota Jakarta Suwrijo dan Dr. Moeardi dan
ditutup dengan doa.

SEKIAN
Ditulis oleh: Teguh Santoso
DIPERGUNAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA DAN SEBAIK-BAIKNYA

Anda mungkin juga menyukai