Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas di


bumi. Kekayaan alam ini perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh
karena, itu diperlukan suatu eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi.
Tujuan utama yang akan di capai dalam operasi produksi suatu sumur migas,
harus diupayakan peningkatan laju produksi hingga mencapai puncaknya.
Di dalam memproduksian fluida reservoir, tujuannya selalu untuk
menjaga agar kinerja sumur tetap optimal. Penurunan tajam dalam volume
produksi dan tingkat produksi minyak dari sumur minyak merupakan masalah
produksi. Masalah ini harus dianalisis tepat waktu agar dapat diperbaiki
sebelum atau sesudah masalah terjadi. Pengelolaan masalah produksi yang
tepat menghasilkan sumur kembali berproduksi pada kapasitas optimal.
Paraffin merupakan bahan baku yang terkandung dalam minyak mentah
dan merupakan salah satu masalah produksi. Kerusakan deposit organik jenis
ini biasanya disebabkan oleh komposisi hidrokarbon, kandungan lilin minyak
mentah, penurunan suhu dan tekanan sehingga minyak mengental (deposit
parafin) dan menutup pori-pori minyak.
Endapan parafin disebabkan karena kecenderungan molekul
hidrokarbon yang saling tarik menarik satu sama lain dan membentuk
kelompok. Ikatan rantai karbon panjang dengan jumlah atom karbon mulai
dari 18 hingga 68 akan memiliki massa jenis yang tinggi, sehingga dapat
berakibat terjadinya endapan. Penurunan temperatur dan tekanan maupun
keduanya juga akan berkontribusi terhadap terbentuknya endapan parafin dari
crude oil.

1
Timbulnya endapan parafin dapat terjadi dimana saja selama proses
produksi, mulai dari bottom hole well hingga tangki tampung. Endapan ini
akan mengakibatkan penyempitan pada diameter tubing atau pipa (plugging)
sehingga dapat menurunkan produksi minyak bumi. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan beberapa metoda, baik secara mekanis, thermal, kimiawi,
dan menginduksikan elekromagnetik. Berdasarkan latar belakang diatas,
penulis akan identifikasi pembentukan parafin dan mengembalikan laju alir
produksi menggunakkan heat trace dan mengevaluasi cara pemasanganya
dari wellhead sampai manifold.

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada pendeskripsian yang telah dijelaskan pada latar belakang


maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses terbentuknya suatu parafin dalam pipa alir?


2. Apa pengaruh parafin dalam proses produksi minyak?
3. Bagaimana cara penanganan parafin dengan menggunakan metode
heat trace dan menghitung jarak pemasangannya dari wellhead
sampai manifold dengan menggunakan metode perhitungan manual
(excel)?

1.3 Tujuan Penelitian

Kemudia dengan menyesuaikan pada rumusan masalah pada uraian


sebelumnya, tujuan dari penelitian ini:

1. Mengidentifikasi terbentuknya paraffin pada sumur FM-20 yang


mempergunakan Artificial Lift pompa angguk, dilapangan
Kawengan, Cepu.

2
2. Melakukan penanggulangan parafin pada pipa alir (Flowline) dari
kepala sumur sampai manifold sumur FM-20 di lapangan
Kawengan, Cepu dengan melakukan pemasangan alat heat trace
dan mehitung jarak pemasangan heat trace dengan perhtungan
manual (excel).

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan program studi Teknik Produksi Minyak dan Gas (D-IV),


penulis membatasi penulisan pada :
1. Parafin yang dianalisa berasal dari sumur FM-20 lapangan
Kawengan, Cepu.
2. Analisa dilakukan pada well head sampai manifold.

1.5 Manfaat Penulisan

1. Kepada Instansi:
Hasil penelitian ini harus berkontribusi untuk
PT. PERTAMINA EP REGIONAL 4 ZONA 11 CEPU FIELD
agar dapat mengurangi parafin pada sumur untuk meningkatkan
produksi minyak.
2. Bagi Pembaca:
Sebagai referensi untuk studi selanjutnya mengenai
identifikasi terbentuknya paraffin serta penanggulangannya. Selain
itu, dapat memberikan gambaran umum dan motivasi kepada
pembaca dalam menentukan judul skripsi.
3. Bagi Penulis:
Sebagai syarat kelulusan sarjana Diploma-IV dan menjadi
bukti penyelesaian studi akhir di Jurusan Teknik Mesin Prodi D-IV
Teknik Produksi Migas Politeknik Negeri Ambon.

3
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komponen Penyusun Minyak Bumi

Minyak mentah adalah perpaduan dari beberapa hidrokarbon yang


berbeda, minyak bumi mempunyai sifat masing-masing yang terdiri dari
fisika, kimia, serta kenampakan yang berbeda antar lokasi. Secara fisik,
warna minyak mentah bervariasi dari bening hingga hitam. Secara kimia,
minyak mentah dibuat 84% C, 14% H, 1-3% S, dan < 1% N2, O2, logam dan
garam. Minyak bumi dapat dikategorikan dalam beberapa acuan yaitu, oleh
sumber hidrokarbon, oleh komponen komposisi kimia (jumlah utama
hidrokarbon), oleh Biro Pertambangan AS, oleh faktor "K" UOP, dan oleh
gravitasi atau berat jenis American Petroleum Institute (API).

2.2 Pengertian Parafin

Parafin adalah salah satu jenis komposisi hidrokarbon yang terdapat dalam
minyak bumi yang termasuk golongan parafin dan biasanya diakhiri dengan
alkana seperti metana, etana, propana, dan sebagainya. Kelompok hidrokarbon
parafinik memiliki atom karbon yang tersusun dalam rantai terbuka, dengan
setiap atom bergabung dengan ikatan tunggal. Valensi setiap atom C sesuai
dengan atom C yang berbeda di sebelahnya.
Inertness kimia dari kelompok parafin pada umumnya memungkinkan parafin
untuk hidup dalam minyak bumi. Bergantung pada jumlah atom C dalam satu
molekul, gugus parafin dapat berbentuk gas, cair, atau padat dalam keadaan
normal (60 ºF, 14.7 psi)
Dalam industri perminyakan, lilin paraffin (paraffin wax) adalah bahan alami
yang diendapkan dari minyak mentah dasar parafin dalam bentuk kristal

5
terlarut dalam minyak bumi dan endapan padat setelah suhu minyak parafin
mencapai titik kabut (paraffin base crude).
Pembentukan kristal parafin terkait erat dengan fluktuasi suhu dalam aliran
minyak. Ketika suhu aliran minyak parafin naik di atas suhu titik kabutnya,
lilin parafin larut atau terdispersi dalam minyak bumi.

2.3 Karakteristik Hidrokarbon Parafin

Hidrokarbon parafin adalah kelas hidrokarbon yang membentuk sebagian


besar susunan minyak bumi. Dalam hal komposisi, kualitas fisik, dan tingkat
stabilitas, hidrokarbon parafin adalah campuran yang rumit secara alami.

2.3.1 Komposisi Kimia Parafin

Hidrokarbon terdiri dari hanya dua komponen atau unsur, hidrogen dan
karbon, menurut susunan kimianya. Kedua elemen ini dapat bergabung
untuk menghasilkan berbagai macam senyawa molekul dengan rantai
panjang dan struktur molekul yang sangat masif.
Selain kandungan kimia lainnya, hidrokarbon parafin merupakan salah satu
komponen minyak bumi yang sangat penting. Hidrokarbon yang terdapat di
bumi merupakan deret homolog, artinya merupakan rangkaian susunan
hidrokarbon berdasarkan penambahan atom C yang membentuk susunan
yang hampir sama, tetapi rantainya lebih panjang.
Seri homolog alkana atau seri parafin dengan rumus CnH2n+2 dibagi menjadi
2 kelompok, antara lain:
1. Seri normal parafin (n-parafin)
Komponen n-parafin terdapat 25 % bagian dari suatu jenis
minyak bumi, yang tidak termasuk gas-gasnya. Minyak bumi ini
bersifat ringan.

6
2. Seri iso parafin (parafin bercabang)
Kelompok hidrokarbon ini biasanya ditemukan dalam fraksi
ringan dari C17 hingga C20, dengan konsentrasi menurun setelah
C20 dan lebih tinggi, dan parafin Iso jarang ditemukan di atas
C25. Hidrokarbon parafin akan terpisah menjadi tiga fase
tergantung pada kandungan atom C-nya: gas (C1 - C4), cair (C5 -
C17), dan padat (C18 dan lebih tinggi).

7
2.3.2 Sifat-sifat Fisik Parafin

Viskositas parafin bervariasi sesuai dengan komposisi minyak mentah,


kedalaman sumur, suhu formasi, penurunan tekanan, dan prosedur
mekanisme produksi sumur. Parafin terdapat dalam suspensi atau terlarut
dalam minyak mentah pada kondisi tekanan, suhu, dan komposisi minyak
mentah tertentu di mana kristal parafin belum dipisahkan.

2.4. Introduksi Endapan Parafin

Parafin wax merupakan senyawa terlarut di dalam crude oil. Proses


pengendapan paraffin dapat terjadi di perforasi, tubing, flowline, atau
fasilitas di permukaan yang berakibat pada penurunan laju produksi. Dalam
beberapa kasus endapan parafin dapat terbentuk di dasar sumur dan ruang
pori dengan arah radial beberapa inci dari dinding sumur, terjadi akibat
minyak mengalami pendinginan di bawah cloud point.

Dalam temperatur ruangan, hidrokarbon dengan atom karbon C1 hingga C4


akan berada pada fasa gas, C5 hingga C17 pada fasa cair, sedangkan C18 ke
atas akan berfasa padat. Molekul parafin wax adalah golongan alkanal lurus
atau bercabang yang mempunyai jumlah atom karbon dari C18H38 hingga
C38H78 dengan sedikit rantai bercabang tergantung dari komposisi
hidrokarbon pada crude oil. Berat molekul senyawa paraffin mulai dari 250
hingga 550.

Pengendapan adalah proses dimana rantai karbon dengan berat molekul


ringan kehilangan daya kelarutannya pada tekanan dan temperatur tertentu,
sehingga hidrokarbon dalam fasa cair tidak mampu lagi melarutkan
hidrokarbon pembentuk wax. Hidrokarbon pembentuk wax dengan berat
molekul ringan akan mulai terlepas dari kelarutan crude oil dan menjadi
nucleation agent, sebagian akan menempel pada dinding tubing maupun
flowline. Selama penurunan tekanan terus berlangsung, molekul pembentuk
wax dengan berat molekul lebih tinggi akan menempel secara berlapis-lapis.

8
Komposisi endapan parafin dapat dimungkinkan terkandung hidrokarbon
aromatik, napta, resin, asphalt, minyak, air, dan pasir.

Kristal parafin wax dapat dikategorikan menjadi macrocrystaline dan


microcrystalline. Macrocrystaline adalah senyawa hidrokarbon dari rantai
karbon lurus jenuh dengan atom karbon dari 20 hingga 50. Selama proses
pengendapan, macrocrystaline akan berbentuk jarum-jarum. Sedangkan
microcrystalline adalah senyawa hidrokarbon dari rantai karbon bercabang
atau siklik dengan atom karbon mulai dari 30 hingga 60. Microcrystaline
wax membentuk kristal yang lebih kecil jiika dibandingkan dengan
macrocrystaline.

2.4.1 Penyebab Pembentukan Endapan Parafin

Cloud point dan pour point merupakan dua hal yang menjadi factor
tertentu dalam karakteristik paraffin. Cloud point adalah temperature
dimana parafin pertama kali mulai mengendap dan campuran crude oil.
Ketika temperatur menurun, partikel – partikel pembentuk endapan parafin
menarik dan mengikat partikel parafin lainnya menjadi satu kelompok. Pada
titik ini crude oil akan mulai terlihat berkabut dan kemudian tidak dapat
mengalir. Kondisi dimana crude oil tidak dapat mengalir disebut dengan
pour point. Proses pengendapan parafin dimulai pada tekanan dan
temperatur cloud point.

Ketika temperatur turun hingga batas cloud point, molekul paraffin akan
mulai membentuk kristal – kristal. Kemudian kristal-kristal tersebut
bergabung satu sama lain membentuk jaring-jaring yang akan memerangkap
fasa cair dari fluida produksi. Proses bergabungnya kristal-kristal wax pada
aliran fluida di dalam pipa terjadi melalui tiga mekanisme.

 Difusi Molekul
 Shear Dispersion
 Teori Gerak Brown

9
Difusi adalah peristiwa di mana suatu molekul berdifusi dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah dalam suatu pelarut. Proses difusi berlanjut
sampai semua molekul terdispersi dan mencapai kesetimbangan kosentrasi.
Proses berkumpulnya kristal-kristal wax melalui peristiwa difusi dimulai
ketika terjadi penurunan temperatur crude oil di bawah cloud point.
Kemudian kristal-kristal wax yang mulai terbentuk akan menyebar ke segala
arah, termasuk ke dinding tubing atau pipa. Akibat kecenderungan kristal-
kristal untuk saling mengikat dan berkumpul, maka kristal wax yang
mengarah ke dinding tubing atau pipa mengakibatkan pengendapan.

Shear dispersion terjadi ketika partikel-partikel kecil di dalam fluida tidak


bergerak secara laminar. Partikel tersebut akan memotong arah aliran
kemudian berotasi dengan angular velocity. Pergerakan aliran yang
memutar tersebut akan mendekatkan partikel-partikel pembentuk wax
sehingga aliran fluida ini akan memperbesar daya tarik antar kristal-kristal
wax. Pada kondisi tertentu kristal yang berkumpul tersebut akan menuju
dinding tubing atau flowline dan menyatu dengan lapisan-lapisan parafin
wax yang telah menempel terlebih dahulu. Oleh karena itu difusi molekul
berkaitan dengan gradien konsentrasi larutan dan shear dispersion dengan
gradien kecepatan aliran fluida.

Gerak Brown menggambarkan gerak partikel yang selalu lurus tetapi


bergerak tidak menentu (gerakan acak/tidak beraturan). Gerak Brown
menggambarkan gerak zigzag ini. Partikel materi selalu bergerak, namun
mungkin acak, seperti dalam cairan dan gas. Tumbukan antar partikel terjadi
dari segala arah sebagai akibat dari pergerakan partikel tersebut. Karena
ukuran partikel cukup kecil, tumbukan seringkali tidak seimbang,
menghasilkan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel,
menghasilkan gerak zigzag atau Brown.

10
2.4.2 Mekanisme Pengendapan Parafin

Jika suhu turun, salah satu ciri oli adalah menjadi semi cair atau
mengeras dan sulit bergerak. Suhu titik awan (cloud point temperature, Tcp)
dan suhu titik tuang (pour point temperature, Tpp) adalah dua konsep yang
sering dikaitkan dengan masalah deposisi parafin.

Ada banyak ide tentang pengendapan dan pemisahan parafin dari


minyak mentah di sumur produksi. Temperatur, hilangnya fraksi minyak
yang lebih ringan, perpindahan panas dari minyak ke pipa dan formasi, serta
adanya partikel asing merupakan variabel-variabel yang dianggap mampu
menjelaskan kekhawatiran tersebut di atas. Faktor utama yang menjelaskan
fenomena pengendapan parafin adalah perubahan suhu. Menurunkan suhu
minyak membatasi kemampuannya untuk mempertahankan parafin terlarut
dalam minyak.

Jika terjadi penurunan temperatur yang cukup besar pada sumur baru
atau lama, besarnya penurunan akan ditentukan oleh banyaknya gas yang
dapat berekspansi di reservoir. Pengembangan gas di reservoir ini
menghasilkan tenaga, yang memaksa minyak masuk ke dalam sumur.
Bagian dari minyak ini melalui pori-pori batuan formasi, dimana ia
mendingin. Ketika ada perbedaan tekanan yang besar antara formasi dan
sumur, pendinginan sand face menjadi signifikan. Ketika tekanan gas yang
mengembang melebihi tekanan hidrostatik parsial di tubing dan casing,
tambalan suhu rendah akan terbentuk. Ketika rasio gas-ke-minyak
meningkat, gas akan bercampur dengan minyak, menyebabkan pendinginan
di lokasi tersebut. Ketika aliran di dalam tabung mencapai titik kabut, lilin
parafin mulai mengkristal dan terpisah dari larutan minyak, membentuk
kabut tipis. Kabut halus ini menjadi lebih tebal dan lebih berat, membentuk
endapan parafin.

11
Gambar 2.1
Proses Pembentukan Parafin

Dalam kondisi tertentu, komponen ringan yang larut dalam minyak


dapat berperilaku sebagai pelarut lilin. Komponen ringan mudah menguap,
artinya jika tekanan turun, komponen ringan yang terlarut dalam oli akan
terlepas. Pelepasan komponen ringan ini mengurangi volume minyak sebagai
pelarut sementara kandungan lilinnya tetap sama. Akibatnya, kelarutan
parafin akan berkurang karena parafin cepat larut dalam komponen ringan.
Akibatnya, semakin banyak komponen ringan dalam minyak, semakin baik
kemampuan minyak menahan lilin. Namun, pada tekanan saturasi,
kemampuan minyak untuk mengandung lilin turun drastis, terutama saat
komponen ringan dilepaskan, meningkatkan kemungkinan pembentukan lilin
parafin. Penguapan fraksi ringan di sumur semburan alami dan sumur dengan
peralatan gas lift mengurangi jumlah lilin yang dapat dikandung minyak pada
suhu tertentu. Kondisi akan mengarah pada kesetimbangan di mana tekanan
parsial masing-masing komponen cair sama dengan tekanan uap. Hilangnya
fraksi ringan ini mengurangi volume minyak tanpa mengurangi kandungan
parafin secara signifikan. Karena lilin parafin lebih larut dalam bagian

12
minyak ringan, kelarutannya juga turun.

Pendinginan yang disebabkan oleh pancaran panas dari minyak ke


formasi sekitarnya menyebabkan pengendapan dan akumulasi parafin di
sumur-sumur tua yang dipompa secara berkala. Fenomena ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: jika minyak mengalir perlahan atau terperangkap
di dalam tabung untuk waktu yang lama, minyak melepaskan radiasi panas
sebanding dengan suhu batuan di sekitarnya. Suhu yang dihasilkan cukup
rendah untuk memungkinkan pengendapan parafin.

Sumur minyak yang berproduksi sesekali akan meninggalkan lapisan


minyak pada pipa saat tidak ada aliran. Jika lapisan mengering, endapan
parafin akan terbentuk di pipa aliran. Akibatnya, penumpukan dan
pengeringan bergantian adalah salah satu mekanisme yang menghasilkan
akumulasi parafin. Karena aliran minyak yang tidak terus menerus
(intermiten) meninggalkan lapisan minyak pada pipa aliran, proses ini sering
terjadi di kepala sumur dan pipa di permukaan.

Mekanisme pengendapan parafin yang dipengaruhi oleh waktu alir


berkaitan dengan proses difusi parafin dari larutan menjadi endapan yang
terjadi. Akhirnya, lebih banyak endapan parafin akan menumpuk di
permukaan pipa, membuat endapan menjadi lebih padat dan keras.

Partikel asing berpotensi menyebabkan kesulitan dengan parafin.


Partikel asing ini membentuk pusat gugus parafin. Karena agregasi ini,
parafin dapat diisolasi dari minyak dan ditempatkan dalam sistem produksi
minyak. Bahan-bahan seperti asphaltene, butiran korosi, dan pasir tersuspensi
dalam minyak yang dapat membentuk inti gumpalan deposit parafin akan
dibebaskan. Pelepasan komponen ringan ini mengurangi volume minyak
sebagai pelarut sementara kandungan lilinnya tetap sama. Akibatnya,
kelarutan parafin akan berkurang karena parafin cepat larut dalam komponen
ringan. Akibatnya, semakin banyak komponen ringan dalam minyak, semakin
baik kemampuan minyak menahan lilin. Namun, pada tekanan saturasi,
kemampuan minyak menahan lilin menurun drastis, terutama saat komponen

13
ringan dilepaskan, meningkatkan kemungkinan lilin parafin. Penguapan
fraksi ringan di sumur semburan alami dan sumur dengan peralatan gas lift
mengurangi jumlah lilin yang dapat dikandung minyak pada suhu tertentu.
Kondisi akan mengarah pada kesetimbangan di mana tekanan parsial masing-
masing komponen cair sama dengan tekanan uap. Hilangnya fraksi ringan ini
mengurangi volume minyak tanpa mengurangi kandungan parafin secara
signifikan. Karena lilin parafin lebih larut dalam bagian minyak ringan,
kelarutannya juga turun.

2.5 Sejarah Produksi Lapangan


Eksplorasi minyak diwilayah Jawa Bagian Timur dimulai sejak 1890
bersamaan dengan berdirinya “Royal Dutch Shell”. Hasil pemboran yang
diperoleh ditemukan minyak didaerah Dandangilo dan Wonocolo (1896)
dan di Ngudal (1897).
Pada bulan Maret 1926, sumur A dibor di blok I dengan kedalaman 536
m, dengan masing-masing deposit menghasilkan rata-rata 6 m3/hari minyak
mentah. Sumur C dibor pada Februari 1929 dengan perforasi puncak 675 m
dan awalnya menghasilkan 450 m3/hari minyak. Sumur E, F, dan H telah
dibor hingga akhir tahun 1929.Sejarah pengelolahan Lapangan Kawengan
sampai sekarang telah mengalami bermacam-macam periode sebagai
berikut :
• Tahun 1888 : Dutche Petroleum Maatschappij
• Tahun 1893 : Kegiatan eksplorasi pertama di Cepu
• Tahun 1911 : Bataafsche Petroleum Maatschappij
• Tahun 1942 : Pemerintah Jepang
• Tahun 1948 : Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN)
• Tahun 1950 : Administrasi Sumber Minyak
• Tahun 1957 : Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia
(PTMRI)
• Tahun 1961 : PN Permigan

14
• Tahun 1966 : Pusdik Migas, merupakan bagian dari Lemigas\Jakarta
• Tahun 1978 : Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi
(PPTMGB LEMIGAS)
• Tahun 1984 : Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi
(PPT Migas)
• Tahun 1988 : PERTAMINA Unit EP III Cepu
• Tahun 1995 : PERTAMINA Operasi EP Cepu
• Tahun 1998 : PERTAMINA Daerah Operasi Hulu Cepu 16
• Tahun 2000 : PERTAMINA Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Timur
• Tahun 2003 : PT PERTAMINA (PERSERO) Daerah Operasi Hulu
Jawa Bagian Timur
• 17–09-2005 : PT PERTAMINA EP Region Jawa Area Cepu Sampai
dengan Sekarang.
Sumur yang akan dinalisis pada penelitian ini adalah Sumur “FM-20”
yang terletak pada distrik I Lapangan Kawengan. Sumur ini berada pada
ketinggian 262 meter di atas permukaan laut. Sumur ini memiliki
kedalaman 801,5 m dan diproduksikan dengan menggunakan metode
HPU.

Gambar 2.2
Letak Sumur “FM-20” dan stasiun pengumpul 1

Sumur ini dipompa pertama kali pada bulan Desember 1938, dan
menghasilkan 17 m3/hari setiap hari. Sumur ditutup karena keluaran air

15
melebihi 100%, sehingga produksi hanya berlangsung selama satu setengah
bulan. Setelah dilakukan workover untuk menemukan seam yang baru, sumur
tersebut mulai berproduksi lagi pada bulan Agustus 1954, dengan produksi
harian sebesar 34 m3/hari. Itu menurun setelah beberapa masalah dan
pemeliharaan. Sumur "FM-20" kini memiliki produksi rata-rata 15,47 m3/hari
dengan water cut 66%. Produksi dari sumur ini akan disalurkan melalui
flowline sepanjang 800 meter menuju Collector Station 1 pada ketinggian 205
meter di atas permukaan laut, sebelum disalurkan kembali ke Main Collecting
Station. Sumur "FM-20" ini memiliki kendala produksi berupa endapan
parafin yang menyumbat pipa. Akibatnya, pembersihan endapan memerlukan
penundaan produksi dengan menutup sumur. Ini akan menghasilkan masalah
baru seperti masalah lingkungan, sosial, dan keuangan. Akibatnya, diperlukan
penerapan strategi yang akan memastikan kelangsungan produksi "FM-20".

Gambar 2.3
Produksi sumur “FM-20” saat ini

16
Gambar 2.4
Problem parafin Sumur “FM-20”

2.5 Metoda Pencegahan dan Penghilangan Endapan Parafin

Akumulasi parafin dapat dicegah dengan penggunaan menjaga kelarutan


dari partikel wax, hal ini dilakukan untuk menghindari kristal wax berkumpul
serta meminimalkan adhesi pada permukaan tubing atau flowline. Ada
beberapa metoda yang bisa dilakukan untuk menghilangkan dan mencegah
parafin wax mengendap. Metode tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

 Metoda Mekanis
 Metoda Thermal
 Metoda Kimiawi
 Metoda Induksi Elektromagnetik

2.5.1 Metoda Mekanis

Premis utama berurusan dengan parafin dengan cara mekanis adalah


secara mekanis mengeruk deposit yang ada di dinding bagian dalam
flowline menggunakan peralatan scrappers. Selanjutnya, pigging dapat
digunakan untuk secara mekanis mencegah pengendapan parafin dalam pipa
aliran.

a. Scrappers

17
Scrappers atau cutter dioperasikan dengan wireline digunakan
untuk membersihkan endapan parafin di dalam tubing. Alat ini
dioperasikan secara periodik dengan selang waktu pengoperasiannya
tergantung sejauh mana endapan parafin ini menggangu produksi
b. Pigging
Pigging digunakan untuk membersihkan endapan parafin yang
menumpuk di dalam flowline. Pig terbuat dari karet yang keras atau
dari plastik yang dimasukkan ke dalam pipa melalui pigging receiver
yang keduanya dipasang permanen atau sementara pada sistim
perpipaan.

2.5.2 Metode Thermal

Metoda lain untuk pembersihan endapan parafin adalah dengan cara


pemanasan sehingga dapat mencairkan dan melarutkan endapan tersebut.
Cara ini digunakan untuk membersihkan flowline atau tubing dari parafin
yang mengendap didalamnya. Energi panas yang dialirkan dapat berupa
minyak panas, gas panas, atau air/uap panas.

Metoda lainnya dengan mempertahankan fluida pada suhu dimana masih


dapat di insulasi dengan tujuan mengurangi hubungan langsung permukaan
pipa dengan lingkungannya, sehingga perpindahan panas dari fluida dapat
diminimal kan. Pada metoda ini terdapat beberapa cara pencegahan dan
penanggu langan endapan parafin pada flowline antara lain, pemasangan
sand hea ter, direct fired heater dan electric heat trace.

 Sand Heater
Metode ini didasarkan pada metode pemanasan dan biasanya
dipasang di sumur dengan flowline yang panjang, meskipun jumlah
kehilangan panas cukup besar dan produksi cukup besar.
 Direct Fired Heater
Penggunaan pemanas direct fired heater dilakukan untuk menjaga
suhu fluida yang dihasilkan di atas (pour point) dan menaikkan suhu

18
aliran hingga masuk ke separator guna mengoptimalkan pemisahan
fluida di pemisah.
 Electric Heat Trace
Istilah Electric Heat Trace mengacu pada sistem pemanas di mana
kabel berfungsi sebagai pemanas dan dipasang ke pipa produksi atau
fasilitas permukaan lainnya. Karena daya relatif lebih rendah namun
dapat disebarkan di sepanjang pipa produksi, pendekatan ini dapat
memberikan kontrol suhu yang lebih baik dan konsumsi energi yang
lebih efisien dibandingkan pemanas lainnya. Panas yang dihasilkan
akan menjaga suhu pipa tetap stabil, dan isolasi termal akan
mengurangi kehilangan panas dari pipa.

A. Jenis Electric Heat Trace


Electric Heat Trace dapat dibagi menjadi empat klasifikasi,
yaitu :
1. Series Circuit, Mineral Insulated (MI) cables
2. Parallel Circuit Heating Cables
3. Self-Regulating Heating Cables
4. Skin Effect Heating
1. Series Circuit, Mineral Insulated (MI) cables
Untuk menghasilkan sirkuit pemanas, kabel pemanas resistansi
seri menggunakan satu atau beberapa konduktor resistif. Kabel ini
memiliki keluaran daya yang umumnya konstan, dan ketika
tegangan diterapkan, keluaran daya ditentukan oleh panjang kabel
dan resistansi keseluruhan konduktor. Kerugian dari tipe ini
adalah output daya ditentukan oleh spesifikasi panjang kabel yang
ditetapkan oleh pabrikan. Resistansi keseluruhan berubah jika
kabel dipotong terlalu pendek atau terlalu panjang,
mengakibatkan terlalu sedikit atau terlalu banyak panas yang
tercipta. Lebih lanjut, kelemahan dari tipe ini adalah jika terjadi

19
kerusakan di sepanjang kabel, maka seluruh kabel akan
terpengaruh.

Gambar 2.5
Prinsip Kerja Series Circuit Cables

Berikut beberapa fitur, keuntungan serta batasan yang dimiliki


kabel jenis series circuit :

Fitur :
 Output daya dari kabel ini relatif konstan
 Cocok untuk temperatur tinggi dan lingkungan
ekstrim
 Tegangan hingga 600 VAC
 Output watt hingga 80W/ft
 Panjang sirkuit hingga 4000 ft
 Daya seragam di sepanjang kabel
 Konstruksi tembaga tahan hingga 300oF
 Konstruksi alloy tahan hingga 1500oF
 Biasa digunakan pada konfigurasi 3 fasa untuk
memanaskan pipa yang panjang
 Tidak memerlukan arus start-up

Keuntungan :
 Dapat digunakan untuk sirkuit yang sangat panjang

20
 Dapat menghasilkan output watt yang sangat tinggi,
cocok untuk proses pemanasan
 Biaya relatif rendah per feet

Batasan :
 Hanya tersedia dengan panjang yang telah ditentukan,
untuk penyesuaian lapangan akan sulit dan mahal
 Satu kerusakan pada kabel akan menyebabkan
kerusakan pada seluruh kabel
 Tidak dapat digunakan pada pipa plastik
 Tidak dapat ditumpuk karena akan terbakar akibat
panas berlebihan
 Tidak fleksibel, sulit dipasang
 Harus sangat memperhatikan pemasangan kabel di
area yang berbahaya, karena dapat menghasilkan
temperatur yang sangat tinggi.

2. Parallel Circuit Heating Cables


Kabel sirkuit paralel dimaksudkan untuk memberikan
sejumlah gaya tertentu per kaki. Ini biasanya terdiri dari dua kabel
bus paralel berinsulasi polimer yang dibungkus secara bergantian
dengan kawat elemen pemanas paduan nikel. Sambungan ini
dibuat di lokasi 'Node' di mana elemen pemanas paduan nikel
dilas atau dipaku bersama. Sebuah jaket polimer tambahan
selanjutnya digunakan untuk mengisolasi secara dielektrik seluruh
rakitan elemen.
Susunan rangkaian paralel memiliki dua keuntungan utama yaitu :
1. Output daya per satuan panjangnya konstan.

21
2. Susunan paralel menjaga integritas sistem sehingga jika
terdapat kerusakan pada satu titik, bagian lainnya akan
terus beroperasi.

Gambar 2.6
Prinsip Kerja Parallel Circuit Cables

Keuntungan lainnya, fitur dan batasan dari kabel jenis parallel


circuit ini antara lain :

Fitur :
 Konstruksi sirkuit paralel
 Standar operasi pada 120V, 240V dan 480V
 Temperatur mencapai 500oF
 Output hingga 16 W/ft
 Bisa dipotong sesuai panjang yang diinginkan,
instalasi mudah
 Tidak memerlukan arus start-up

Keuntungan :

22
 Output watt konstan sehingga memudahkan untuk
menjaga dan menghasilkan temperatur yang tinggi
dan lebih akurat
 Beroperasi pada tegangan standar dan mudah
dikontrol
 Sistem tetap beroperasi meski terdapat kerusakan
 Tersedia dalam berbagai output watt dan temperatur
yang didesain mencapai 500oF.

Batasan :
 Output panas berlebih dapat menyebabkan panas
yang berlebih juga pada pipa dan dapat menyebabkan
kebakaran rangkaian
 Tidak bisa digunakan pada pipa plastik
 Batas temperatur maksimal lebih rendah dibanding
rangkaian seri
 Lebih rentan terhadap kerusakan akibat benturan
daripada rangkaian seri karena menggunakan kabel
resistif yang lebih tipis.
 Penggulungan kabel di sekitar rangkaian pipa
sebaiknya dihindari untuk meminimalkan
kemungkinan terjadinya arus induksi pada rangkaian
pipa.

B. Pemilihan Electric Heat Trace


Setiap metode heat tracing memiliki kinerja dan batasan
aplikasi yang berbeda, sehingga kriteria penyaringan harus
digunakan saat memilih salah satunya. Tiga kriteria utama yang
perlu dipertimbangkan saat memilih jenis heat tracing yang
akan digunakan adalah:
1. Karakteristik dari output yang diperlukan

23
Kabel harus dipilih berdasarkan suhu yang
diinginkan, artinya daya yang diberikan cukup untuk
mengimbangi kehilangan panas di sepanjang pipa
dengan panjang kabel terpendek. Hasilnya, Anda
dapat memilih daya efektif pada kabel berdasarkan
ini. Disarankan pada saat memilih heater ini, anda
memilih suhu terendah yang mendekati kebutuhan
esensial, karena memilih heater dengan watt yang
tinggi dapat mengakibatkan:
 Peningkatan konsumsi energi
 Menimbulkan masalah keamanan yang
berhubungan dengan temeratur tinggi
 Meningkatkan laju korosi
 Meningkatkan biaya yang digunakan

Namun jika daya yang dihasilkan kabel tidak


memenuhi kebutuhan yang diperlukan, dapat
melakukan hal sebagai berikut :
 Memasang kabel secara spiral pada sisi luar
pipa
 Menggunakan material insulasi yang lebih
baik atau meningkatkan ketebalan insulasi
2. Kemampuan kabel untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan panjang yang diperlukan
Hal ini mengacu pada kemampuan kabel untuk
menyesuaikan dengan kondisi lapangan tanpa
menggunakan fasilitas tambahan. Di bawah kondisi
lapangan, kabel seri dan skin-effect sulit untuk
diperpanjang.
Heat trace yang dapat dilakukan penyesuaian panjang
terbagi menjadi :

24
 Kabel yang dapat dipotong dimana saja
seperti self-regulating cables
 Kabel yang harus dipotong pada lokasi
tertentu atau pada node seperti sistem
rangkaian paralel

3. Temperatur maksimal yang dapat dihasilkan


Setiap pemanas memiliki kemungkinan suhu
maksimum, dan faktor penting yang perlu
dipertimbangkan saat memilih electric heat trace
adalah suhu maksimum dan daya yang diperlukan.
Akibatnya, aturan umum untuk memilih heat trace
adalah sebagai berikut:
 Self-Regulating heating cables biasanya
digunakan untuk mencegah pembekuan
fluida dan aplikasi pada temperatur rendah
 Rangkaian paralel digunakan untuk aplikasi
pada temperatur yang tidak bisa dicapai oleh
self-regulating cable dan temperatur
dibawah rangkaian seri
 Kabel rangkaian seri digunakan pada
temperatur yang tidak bisa dicapai rangkaian
paralel dan hanya membutuhkan satu
sumber tenaga
 Skin-effect heater lebih cocok untuk
digunakan pada flowline yang sangat
panjang

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


penelitian survei, dimana variabel yang dievaluasi tidak dimodifikasi atau
diperlakukan berbeda.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada PT. Pertamina EP Cepu Regional 4


Zona 11 Cepu Field Lapangan Distrik I Kawengan.

3.3 Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini PT. Pertamina EP Cepu


Regional 4 Zona 11 Cepu Field Lapangan Distrik I Kawengan.

3.4 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah :


 Data Primer
Informasi diperoleh secara langsung (observasi) dari penilaian
wawancara di PT. Pertamina EP Cepu Regional 4 Zona 11 Cepu Field
Lapangan Distrik I Kawengan.
 Data Sekunder
data yang didapatkan melalui literature/pustaka yang dipakai untuk
menyusun landasan teori.

26
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :


a. Metode Observasi : Melakukan pengambilan data secara langsung di
PT. Pertamina EP Cepu Regional 4 Zona 11 Cepu Field Lapangan
Distrik I Kawengan.
b. Metode Wawancara : Melakukan Tanya jawab dengan pihak-pihak
yang terkait pada PT. Pertamina EP Cepu Regional 4 Zona 11 Cepu
Field Lapangan Distrik I Kawengan.
c. Metode literature : Suatu cara untuk mendapatkan data-data dari
referensi yang berhubungan dengan judul.

3.6 Metode Analisa

Metode analisa yang digunakan pada identifisaki dan penanggulangan


paraffin pada sumur FM-20 dari well head sampai manifold distrik I
Kawengan menggunakan metode perhitungan manual ( excel ) untuk
mengetahui jarak pemasangan heat trace dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Identifikasi terbentuknya paraffin dan cara penanggulangan menggunakan


heat trace
2. Mencari suhu terbentuknya parafin dan suhu tidak terbentuknya paraffin
3. Menghitungan jarak pemasangan heat trace menggunakan metode manual
( excel )
4. Selesai.

27
3.7 Flowchart

Penentuan
Desain Heat
Trace
Tidak

Desain Heat
Trace
Berhasil

Ya

Selesai

Gambar 3.1
Flowchart Metodologi Penulisan Skripsi

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Endapan parafin merupakan masalah umum di sektor migas, seperti yang


terjadi di lapangan Kawengan. Karena pembentukan endapan parafin
memperlambat proses produksi, sumur minyak harus ditutup untuk
membersihkannya. Ini dapat menyebabkan kerugian lain, seperti penurunan
produktivitas, peningkatan biaya pemeliharaan, dan masalah sosial dan
lingkungan. Akibatnya, mencegah masalah ini sangat penting untuk memastikan
kelangsungan produksi dengan upaya minimal.

Untuk mengatasi masalah pengendapan parafin, terlebih dahulu perlu


diketahui pembentukan endapan parafin pada pipa aliran kemudian melakukan
pencegahan dan penanggulangan berdasarkan kondisi lapangan untuk menjamin
kelancaran dan efektifitas operasi. Identifikasi parafin dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:

1. Data Produksi Sumur Parafin (Fluida Reservoir, Temperatur


Aliran, Tekanan Aliran dan Topografi)
2. Perhitungan Temperatur Pipa Alir secara Manual
3. Perhitungan jarak pasang Heat Trace menggunakan
perhitungan manual ( excel )

4.1. Identifikasi Terbentuknya Endapan Parafin pada Pipa Alir

Hasil analisis fluida di laboratorium menyatakan bahwa jenis minyak


dari lapangan ini termasuk dalam klasifikasi intermediate-intermediate
(menurut US Bureau of Mines), dan menurut oAPI Gravity-nya minyak ini
diklasifikasikan sebagai minyak berat. Sangat penting untuk terlebih dahulu

29
menetapkan karakteristik fluida dari minyak ini sebelum menentukan
pembentukan endapan parafin dalam pipa aliran. Perhitungan manual akan
digunakan untuk mengidentifikasi sifat-sifat fluida ini.

30
Struktur : Lapangan Kawengan
Status Sumur : Produksi
No. Sumur : “FM-20” Diambil dari: Well Head

4.2. Perhitungan Pengaruh Perubahan Temperatur Alir

Penyebab utama kecenderungan terbentuknya endapan parafin adalah


penurunan temperatur aliran. Untuk menentukan kehilangan temperatur
tersebut akan digunakan persamaan (4.1), yaitu

( ) ( ) (4.1)

Sumur “FM-20”

Data :

x = 800 m

Ta = 20oC

Tin = 47,5oC

31
d = 0,0889 m

U = 0,002282 W/m2K

ṁ = 0,0833 kg/s

Cp = 2,175 kJ/kgK

Perhitungan penurunan temperatur alir :

Tx = 20 + (47,5 − 20)𝑒 ( ) = 20.93oC

Tabel 4.3
Distribusi Penurunan Temperatur Pipa Alir pada Sumur “FM-20”

Jarak dari sumur, m Temp Aliran OC

0 25,13
100 22,71
200 21,43
300 20,76
400 20,40
500 20,21
600 20,11
700 20.06
800 20.93

Penurunan temperatur tertentu pada jarak tertentu dapat diketahui


dengan perhitungan di atas, misalnya L = 800 m temperatur pada jarak
tersebut = 20.93oC

4.3 Perhitungan Pengaruh Perubahan Tekanan

Jika tekanan di dalam pipa berubah, fluida akan mengalir, mempengaruhi


laju aliran dan besarnya hambatan (friction) di dalam pipa yang mengalir.

32
Langkah-langkah berikut digunakan untuk menentukan jenis aliran dalam
pipa:

1. Menentukan velocity pada satuan british (ft/sec), dengan persamaan


(4.2) :

(4.2)
( )

( )

2. Menentukan bilangan Reynold, dengan persamaan (4.3) :

𝑒 (4.3)

Bilangan Reynold dapat menunjukkan jenis aliran, yaitu :

1. Aliran laminer, Nre < 2000

33
2. Aliran transisi, 2000 < Nre < 4000

3. Aliran turbulen, Nre > 4000

3. Menentukan faktor gesekan (f), untuk aliran laminer di semua


pipa untuk semua fluida harga f adalah :

(4.4)

4. Menentukan perbedaan tekanan dengan metode Darcy-


Weisbach

(4.5)

( )

34
Tabel 4.4
Hasil Analisa Penurunan Tekanan Aliran Dua Fasa Sumur “FM-20”

Data Masuk Unit Nilai Perhitungan Unit Nilai


Laju Prod. 97,34 Velocity Ft/sc 1,283
Reynold
Camp BLPD 680,09
Number
SG Oil 0,8506
SG Water 1
Panjang
m 800 Analisa
Pipa
ft 2624,6 Tipe Aliran Laminer
Friction
ID Pipa Inch 3,285 0,094
factor
Pressure Psia/100
ft 0,27375 0,2918
Drop ft

Tabel 4.4 merupakan hasil analisa perhitungan untuk sumur “FM-


20”. Temuan ini menyiratkan bahwa aliran fluida adalah laminar, dan sumur
produksi rentan terhadap endapan parafin. Kemudian masukkan parameter
skema, seperti tekanan dan temperature wellhead dan outlet flowline, laju
alir fluida, profil flowline seperti ukuran panjang, kekasaran, jenis bahan dll.

o Materia : Carbon Steel


o Ukuran : 3,5 inch
o Panjang Total : 800 m
o Kekasaran : 0,001 inch
o Kapasitas : 500 J/kgoC

35
o Tebal : 0,215 inch
o Konduktifitas : 50 W/m oC
o Densitas : 7850 kg/m3
 T sekitar : 21oC
 T outlet : 22,5oC
 P outlet : 33oC

Tabel 4.5 Rekap Cuaca Kawengan, Jawa Timur

Temperatur ( C )
Bulan Terendah Tertinggi
2022
July 21 32
Agustus 21 32
September 23 34
Ocktober 22 34
November 22 35
Desember 21 32

Suhu ruangan menggunakan data 20 °C untuk mengakomodir


temperatur terendah selama periode Juli 2022 – Desember 2022 dimana
suhu ruangan terendah mencapai 21°C. Setelah semua parameter
dimasukkan, analisis dan perhitungan manual (excel) dapat dimulai.
Lamanya waktu analisis akan mengambil pada pipa flowline kemudian
ditentukan. Dan yang terakhir bertanggung jawab untuk analisis dan
perhitungan. Durasi adalah 30 hari. Waktu 30 hari dipilih dengan maksud
agar mewakili keadaan pipa saat diproduksi setelah 30 hari.

Kami dapat menarik kesimpulan setelah analisis selesai. Kami dapat


menentukan suhu fluida di dalam pipa, lokasi dan ketebalan parafin di
dalam pipa aliran, dan output kumulatif dari sumur ini berdasarkan temuan

36
investigasi ini. Kemudian, dengan menggunakan analisis lapangan dan
perhitungan manual, strategi pencegahan dan pengendalian akan diterapkan.

A. Temperatur Fluida

Dari analisa ini, dapat menentukan profil dari penurunan temperatur


fluida sepanjang flowline yang bisa dilihat pada Gambar 4.1. Dibuat
pada dalam diagram, Dari hasil yang diperoleh temperatur fluida pada
flowline yaitu sebesar 21,35℃

Gambar 4.1

Temperatur Fluida vs Jarak Pipa Alir

B. Tebal Endapan
Ketebalan endapan yang terbentuk pada pipa alir sumur,
dapat dilihat pada Gambar 4.2 dimana parafin telah terbentuk
dari inlet flowline, ini dikarenakan sumur ini diproduksikan
dibawah wax appearance temperature dari fluida produksinya
sehingga akan terbentuk parafin di sepanjang flowline dan akan

37
terus berkurang seiring bertambahnya jarak. Hal ini dikarenakan
fraksi hidrokarbon yang lebih berat telah mengendap terlebih
dahulu di sekitar inlet, fraksi hidrokarbon tersebut tidak dapat
mengalir bersamaan dengan aliran fluida. Sedangkan pada jarak
yang lebih jauh dari inlet, endapan terbentuk dari fraksi
hidrokarbon yang lebih ringan yang masih dapat ikut mengalir
bersamaan dengan aliran fluida yang 66% berupa air.

Gambar 4.2

Tebal Endapan Parafin vs Jarak Pipa Alir

Dari hasil ini bisa diketahui bahwa selama 30 hari ketebalan


parafin yaitu sebesar 0,016 inch atau laju dari pengendapannya
yaitu 4,9 mm/year.

C. Kumulatif Produksi

38
Kumulatif produksi dari Sumur “FM-20” ini selama 30 hari
dapat dilihat pada Gambar 4.3. dengan liquid sebesar 2891 BLPD
dan oil sebesar 984,398 BOPD. Dari hasil ini diperoleh bahwa
akibat dari terbentuknya parafin ini, produksi berkurang sebesar 29
BLPD dari produksi idealnya dengan liquid 2920 BLPD dan oil
sebesar 972,358 BOPD.

Gambar 4.3 Kumulatif Produksi

4.4. Evaluasi Dan Perhitungan Jarak Pemasangan Electric Heat Trace

Setelah identifikasi kecenderungan terbentuknya parafin, solusi untuk


masalah tersebut akan dikembangkan. Dalam makalah ini, pendekatan
pemanasan berbasis jejak panas listrik akan digunakan untuk mengatasi
masalah ini. Analisis metode ini akan mengandalkan perhitungan manual
(Excel).

39
Gambar 4.4
Pengukuran Temperatur Pada Heat Trace

Adapun spesifikasi heat trace cable tersebut adalah sebagai berikut :

 Tipe Heat Trrace : Self Regulating Heat Trace


 Tegangan : 220V
 Daya : 20W/Meter
 Lebar : 1,5 cm
 Temperatur Output : 700C
 Harga : Rp. 1.585.000/ 100 meter

40
Gambar 4.5
Contoh Pemasangan Insulasi Dan Heat Trace

Guna mempertahankan panas dari heat trace serta alasan keamanan,


maka pipa diberi insulasi. Adapun spesifikasi insulasi dimaksud adalah
sebagai berikut :

• Jenis Insulasi : Insulasi Thermal


• Material Insulasi : Calcum Silicate
• Material Jacketing : Alumunium Sheet With Moisture Barrier

4.5 Analisa Perhitungan Jarak Pemasangan Heat Trace

Dilihat dari letak terbentuknya endapan parafin yaitu pada jarak yang
sangat dekat dengan sumur dikarenakan Sumur “FM-20” diproduksikan
dengan temperatur yang berada dibawah wax appearance temperaturenya.
Dalam upaya mengatasi problem ini, akan dilakukan tiga variasi perhitungan
untuk melihat efek pemasangan heat trace yang paling efektif serta satu
variasi, sebagai acuan kondisi ideal jika penggunaan heat trace dilakukan
secara optimal yaitu dengan meletakkan heat trace di sepanjang flowline
yang juga dilapisi dengan insulasi. Pada setiap variasi ini akan digunakan 50
meter kabel heat trace dengan daya 20W/m yang diletakkan di beberapa
lokasi.

41
Adapun variasi pemasangan jarak kabel heat trace untuk mendapatkan
hasil yang efisien untuk menangani paraffin adalah sebagai berikut :
1. Variasi pertama, kabel heat trace akan diletakkan pada 50 meter
pertama pada flowline.
2. Variasi kedua menggunakan kabel yang diletakkan pada 50
meter di akhir flowline.
3. Variasi ketiga, kabel diletakkan pada awal dan akhir flowline
dengan masing-masing panjang 25 meter.
Dari variasi di atas kita akan melakukan perhitungan manual dengan
memasukan semua data yang sudah terkumpul dan dihitung secara
manual menggunakan excel untuk mendapat jarak yang pasti dan efektif
untuk pemasangan jarak heat trace.
a. Variasi 1

Pada variasi 1 yang menggunakan kabel heat trace sepanjang


50 meter di awal flowline atau upstream (meter ke 0 s/d meter ke 50)
yang ditunjukkan oleh Gambar 4.6. berhasil dalam mengatasi
endapan parafin pada titik tersebut.

Gambar 4.6
Skema Produksi Variasi 1

Dari hasil simulasi ini, bisa dilihat penggunaan heat trace


sepanjang 50 meter ini dapat mengatasi terbentuknya endapan
parafin di flowline yang dipasangkan heat trace.

42
Gambar 4.7
Tebal Endapan VS Jarak Variasi 1

Tetapi parafin akan segera terbentuk lagi sesaat setelah melewati


flowline yang dipasangkan heat trace tersebut. Hal ini dikarenakan flowline
yang digunakan ini memiliki kehilangan panas yang sangat besar karena
material flowline ini adalah carbon steel. Ketebalan endapan maksimal yang
dihasilkan dari penggunaan variasi ini jika dibandingkan dengan kondisi
existing mengalami peningkatan menjadi 0,017 inch. Lalu jika melihat
kumulatif produksi dari variasi 1 ini, terjadi peningkatan kumulatif produksi
dari kondisi existing sebesar 0,34 BLPD yang dapat dilihat pada Gambar
4.8.

43
Gambar 4.8 Kumulatif Produksi Variasi 1

b. Variasi 2
Pada variasi ini kabel heat trace diletakkan pada jarak 50 meter
akhir pada flowline (meter ke 750 s/d meter ke 800). Skema produksi
dari variasi ini dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Skema Produksi Variasi 2

Efek penggunaan heat trace pada variasi ini cukup baik,


meski profil ketebalan parafin yang dihasilkan dari variasi ini tidak
terlalu berbeda dari kondisi existing, variasi ini efektif dalam
mengatasi parafin. Hal ini dikarenakan heat trace yang diletakkan
pada akhir flowline mengakibatkan parafin tersebut tidak
mengendap kembali pada flowline.

44
Gambar 4.10
Tebal Endapan VS Jarak Pipa Alir Variasi 2

Kondisi ini juga mengakibatkan kumulatif produksi yang


diperoleh jauh lebih baik dari kumulatif yang diperoleh variasi 1
yaitu sebesar 2896,15 BLPD.

45
Gambar 4.11 Kumulatif Produksi Variasi 2

c. Variasi 3

Pada variasi ketiga ini, akan menggunakan perpaduan dari


variasi 1 dan 2. Dengan panjang kabel heat trace 50 meter, kabel
tersebut akan diletakkan pada dua lokasi yaitu upstream (meter ke
10 s/d meter ke 35) dan downstream flowline (meter ke 775 s/d
meter ke 800) dengan panjang masing-masing 25 meter.

Gambar 4.12
Skema Produksi Variasi 3

Performa dari variasi 3 ini dalam mengatasi problem


parafin sudah cukup baik. Pada titik-titik yang dipasangkan heat

46
trace sukses untuk mencegah terbentuknya parafin, selain itu juga
ketebalan parafin yang terbentuk tidak terlalu berbeda dari kondisi
existing meski pada bagian tengah flowline ketebalan parafin lebih
tebal dibanding saat kondisi existing, tetapi ketebalan maksimalnya
tidak lebih tebal dari kondisi existing.

Gambar 4.13
Tebal Endapan Vs Jarak Pipa Alir Variasi 3

47
Jika dilihat dari kumulatif produksi yang dihasilkan, variasi
3 ini berhasil meningkatkan produksi meski tidak lebih baik dari
variasi 2. Hal ini dikarenakan penggunaan heat trace disekitar
downstream yang kurang optimum.

Gambar 4.14
Kumulatif Produksi Variasi 3

4.6 Penanggulangan Parafin

Menurut temuan simulasi, setiap penyesuaian berhasil meminimalkan


produksi parafin di flowline. Namun, kegunaan penggunaan heat trace dari
setiap modifikasi berbeda-beda. heat trace yang diletakkan di hulu atau di
tengah flowline akan kurang efektif karena parafin akan terbentuk lagi di
"garis aliran". Namun, menggabungkan area flowline akan lebih berhasil
dalam mempertahankan dan mengelola pembentukan endapan.

48
Gambar 4.15

Variasi Perbandingan Tebal Endapan

BAB V

KESIMPULAN

Dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai


berikut :

1. Wax Appearance Temperature dari minyak Sumur “FM-20” ini adalah


58℃ dan dengan kondisi produksi dari Sumur “FM-20” yang berada di
bawah wax appearance temperature tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya endapan parafin pada flowline dengan ketebalan mencapai
0,016 inch.

49
2. Kumulatif produksi dari sumur “FM-20” ini selama 30 hari dengan kondisi
existing yaitu 2891,01 BLPD; kumulatif produksi dengan variasi 1 yaitu
2891,34 BLPD; kumulatif produksi dengan Variasi 2 yaitu 2896,94;
kumulatif produksi dengan variasi 3 yaitu 2893,94 BLPD.

3. Dari hasil perhitungan ini bisa dikatakan pemasangan heat trace di setiap
variasi berhasil mengatasi pembentukan parafin. Tetapi penggunaan heat
trace di daerah downstream (variasi 2) akan lebih efektif karena parafin
tidak akan terbentuk lagi pada flowline. Berbeda dengan peletakan heat
trace di awal maupun di tengah yang mana parafin akan terbentuk lagi di
flowline.

50

Anda mungkin juga menyukai