PENDAHULUAN
1
Timbulnya endapan parafin dapat terjadi dimana saja selama proses
produksi, mulai dari bottom hole well hingga tangki tampung. Endapan ini
akan mengakibatkan penyempitan pada diameter tubing atau pipa (plugging)
sehingga dapat menurunkan produksi minyak bumi. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan beberapa metoda, baik secara mekanis, thermal, kimiawi,
dan menginduksikan elekromagnetik. Berdasarkan latar belakang diatas,
penulis akan identifikasi pembentukan parafin dan mengembalikan laju alir
produksi menggunakkan heat trace dan mengevaluasi cara pemasanganya
dari wellhead sampai manifold.
2
2. Melakukan penanggulangan parafin pada pipa alir (Flowline) dari
kepala sumur sampai manifold sumur FM-20 di lapangan
Kawengan, Cepu dengan melakukan pemasangan alat heat trace
dan mehitung jarak pemasangan heat trace dengan perhtungan
manual (excel).
1. Kepada Instansi:
Hasil penelitian ini harus berkontribusi untuk
PT. PERTAMINA EP REGIONAL 4 ZONA 11 CEPU FIELD
agar dapat mengurangi parafin pada sumur untuk meningkatkan
produksi minyak.
2. Bagi Pembaca:
Sebagai referensi untuk studi selanjutnya mengenai
identifikasi terbentuknya paraffin serta penanggulangannya. Selain
itu, dapat memberikan gambaran umum dan motivasi kepada
pembaca dalam menentukan judul skripsi.
3. Bagi Penulis:
Sebagai syarat kelulusan sarjana Diploma-IV dan menjadi
bukti penyelesaian studi akhir di Jurusan Teknik Mesin Prodi D-IV
Teknik Produksi Migas Politeknik Negeri Ambon.
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parafin adalah salah satu jenis komposisi hidrokarbon yang terdapat dalam
minyak bumi yang termasuk golongan parafin dan biasanya diakhiri dengan
alkana seperti metana, etana, propana, dan sebagainya. Kelompok hidrokarbon
parafinik memiliki atom karbon yang tersusun dalam rantai terbuka, dengan
setiap atom bergabung dengan ikatan tunggal. Valensi setiap atom C sesuai
dengan atom C yang berbeda di sebelahnya.
Inertness kimia dari kelompok parafin pada umumnya memungkinkan parafin
untuk hidup dalam minyak bumi. Bergantung pada jumlah atom C dalam satu
molekul, gugus parafin dapat berbentuk gas, cair, atau padat dalam keadaan
normal (60 ºF, 14.7 psi)
Dalam industri perminyakan, lilin paraffin (paraffin wax) adalah bahan alami
yang diendapkan dari minyak mentah dasar parafin dalam bentuk kristal
5
terlarut dalam minyak bumi dan endapan padat setelah suhu minyak parafin
mencapai titik kabut (paraffin base crude).
Pembentukan kristal parafin terkait erat dengan fluktuasi suhu dalam aliran
minyak. Ketika suhu aliran minyak parafin naik di atas suhu titik kabutnya,
lilin parafin larut atau terdispersi dalam minyak bumi.
Hidrokarbon terdiri dari hanya dua komponen atau unsur, hidrogen dan
karbon, menurut susunan kimianya. Kedua elemen ini dapat bergabung
untuk menghasilkan berbagai macam senyawa molekul dengan rantai
panjang dan struktur molekul yang sangat masif.
Selain kandungan kimia lainnya, hidrokarbon parafin merupakan salah satu
komponen minyak bumi yang sangat penting. Hidrokarbon yang terdapat di
bumi merupakan deret homolog, artinya merupakan rangkaian susunan
hidrokarbon berdasarkan penambahan atom C yang membentuk susunan
yang hampir sama, tetapi rantainya lebih panjang.
Seri homolog alkana atau seri parafin dengan rumus CnH2n+2 dibagi menjadi
2 kelompok, antara lain:
1. Seri normal parafin (n-parafin)
Komponen n-parafin terdapat 25 % bagian dari suatu jenis
minyak bumi, yang tidak termasuk gas-gasnya. Minyak bumi ini
bersifat ringan.
6
2. Seri iso parafin (parafin bercabang)
Kelompok hidrokarbon ini biasanya ditemukan dalam fraksi
ringan dari C17 hingga C20, dengan konsentrasi menurun setelah
C20 dan lebih tinggi, dan parafin Iso jarang ditemukan di atas
C25. Hidrokarbon parafin akan terpisah menjadi tiga fase
tergantung pada kandungan atom C-nya: gas (C1 - C4), cair (C5 -
C17), dan padat (C18 dan lebih tinggi).
7
2.3.2 Sifat-sifat Fisik Parafin
8
Komposisi endapan parafin dapat dimungkinkan terkandung hidrokarbon
aromatik, napta, resin, asphalt, minyak, air, dan pasir.
Cloud point dan pour point merupakan dua hal yang menjadi factor
tertentu dalam karakteristik paraffin. Cloud point adalah temperature
dimana parafin pertama kali mulai mengendap dan campuran crude oil.
Ketika temperatur menurun, partikel – partikel pembentuk endapan parafin
menarik dan mengikat partikel parafin lainnya menjadi satu kelompok. Pada
titik ini crude oil akan mulai terlihat berkabut dan kemudian tidak dapat
mengalir. Kondisi dimana crude oil tidak dapat mengalir disebut dengan
pour point. Proses pengendapan parafin dimulai pada tekanan dan
temperatur cloud point.
Ketika temperatur turun hingga batas cloud point, molekul paraffin akan
mulai membentuk kristal – kristal. Kemudian kristal-kristal tersebut
bergabung satu sama lain membentuk jaring-jaring yang akan memerangkap
fasa cair dari fluida produksi. Proses bergabungnya kristal-kristal wax pada
aliran fluida di dalam pipa terjadi melalui tiga mekanisme.
Difusi Molekul
Shear Dispersion
Teori Gerak Brown
9
Difusi adalah peristiwa di mana suatu molekul berdifusi dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah dalam suatu pelarut. Proses difusi berlanjut
sampai semua molekul terdispersi dan mencapai kesetimbangan kosentrasi.
Proses berkumpulnya kristal-kristal wax melalui peristiwa difusi dimulai
ketika terjadi penurunan temperatur crude oil di bawah cloud point.
Kemudian kristal-kristal wax yang mulai terbentuk akan menyebar ke segala
arah, termasuk ke dinding tubing atau pipa. Akibat kecenderungan kristal-
kristal untuk saling mengikat dan berkumpul, maka kristal wax yang
mengarah ke dinding tubing atau pipa mengakibatkan pengendapan.
10
2.4.2 Mekanisme Pengendapan Parafin
Jika suhu turun, salah satu ciri oli adalah menjadi semi cair atau
mengeras dan sulit bergerak. Suhu titik awan (cloud point temperature, Tcp)
dan suhu titik tuang (pour point temperature, Tpp) adalah dua konsep yang
sering dikaitkan dengan masalah deposisi parafin.
Jika terjadi penurunan temperatur yang cukup besar pada sumur baru
atau lama, besarnya penurunan akan ditentukan oleh banyaknya gas yang
dapat berekspansi di reservoir. Pengembangan gas di reservoir ini
menghasilkan tenaga, yang memaksa minyak masuk ke dalam sumur.
Bagian dari minyak ini melalui pori-pori batuan formasi, dimana ia
mendingin. Ketika ada perbedaan tekanan yang besar antara formasi dan
sumur, pendinginan sand face menjadi signifikan. Ketika tekanan gas yang
mengembang melebihi tekanan hidrostatik parsial di tubing dan casing,
tambalan suhu rendah akan terbentuk. Ketika rasio gas-ke-minyak
meningkat, gas akan bercampur dengan minyak, menyebabkan pendinginan
di lokasi tersebut. Ketika aliran di dalam tabung mencapai titik kabut, lilin
parafin mulai mengkristal dan terpisah dari larutan minyak, membentuk
kabut tipis. Kabut halus ini menjadi lebih tebal dan lebih berat, membentuk
endapan parafin.
11
Gambar 2.1
Proses Pembentukan Parafin
12
minyak ringan, kelarutannya juga turun.
13
ringan dilepaskan, meningkatkan kemungkinan lilin parafin. Penguapan
fraksi ringan di sumur semburan alami dan sumur dengan peralatan gas lift
mengurangi jumlah lilin yang dapat dikandung minyak pada suhu tertentu.
Kondisi akan mengarah pada kesetimbangan di mana tekanan parsial masing-
masing komponen cair sama dengan tekanan uap. Hilangnya fraksi ringan ini
mengurangi volume minyak tanpa mengurangi kandungan parafin secara
signifikan. Karena lilin parafin lebih larut dalam bagian minyak ringan,
kelarutannya juga turun.
14
• Tahun 1966 : Pusdik Migas, merupakan bagian dari Lemigas\Jakarta
• Tahun 1978 : Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi
(PPTMGB LEMIGAS)
• Tahun 1984 : Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan dan Gas Bumi
(PPT Migas)
• Tahun 1988 : PERTAMINA Unit EP III Cepu
• Tahun 1995 : PERTAMINA Operasi EP Cepu
• Tahun 1998 : PERTAMINA Daerah Operasi Hulu Cepu 16
• Tahun 2000 : PERTAMINA Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Timur
• Tahun 2003 : PT PERTAMINA (PERSERO) Daerah Operasi Hulu
Jawa Bagian Timur
• 17–09-2005 : PT PERTAMINA EP Region Jawa Area Cepu Sampai
dengan Sekarang.
Sumur yang akan dinalisis pada penelitian ini adalah Sumur “FM-20”
yang terletak pada distrik I Lapangan Kawengan. Sumur ini berada pada
ketinggian 262 meter di atas permukaan laut. Sumur ini memiliki
kedalaman 801,5 m dan diproduksikan dengan menggunakan metode
HPU.
Gambar 2.2
Letak Sumur “FM-20” dan stasiun pengumpul 1
Sumur ini dipompa pertama kali pada bulan Desember 1938, dan
menghasilkan 17 m3/hari setiap hari. Sumur ditutup karena keluaran air
15
melebihi 100%, sehingga produksi hanya berlangsung selama satu setengah
bulan. Setelah dilakukan workover untuk menemukan seam yang baru, sumur
tersebut mulai berproduksi lagi pada bulan Agustus 1954, dengan produksi
harian sebesar 34 m3/hari. Itu menurun setelah beberapa masalah dan
pemeliharaan. Sumur "FM-20" kini memiliki produksi rata-rata 15,47 m3/hari
dengan water cut 66%. Produksi dari sumur ini akan disalurkan melalui
flowline sepanjang 800 meter menuju Collector Station 1 pada ketinggian 205
meter di atas permukaan laut, sebelum disalurkan kembali ke Main Collecting
Station. Sumur "FM-20" ini memiliki kendala produksi berupa endapan
parafin yang menyumbat pipa. Akibatnya, pembersihan endapan memerlukan
penundaan produksi dengan menutup sumur. Ini akan menghasilkan masalah
baru seperti masalah lingkungan, sosial, dan keuangan. Akibatnya, diperlukan
penerapan strategi yang akan memastikan kelangsungan produksi "FM-20".
Gambar 2.3
Produksi sumur “FM-20” saat ini
16
Gambar 2.4
Problem parafin Sumur “FM-20”
Metoda Mekanis
Metoda Thermal
Metoda Kimiawi
Metoda Induksi Elektromagnetik
a. Scrappers
17
Scrappers atau cutter dioperasikan dengan wireline digunakan
untuk membersihkan endapan parafin di dalam tubing. Alat ini
dioperasikan secara periodik dengan selang waktu pengoperasiannya
tergantung sejauh mana endapan parafin ini menggangu produksi
b. Pigging
Pigging digunakan untuk membersihkan endapan parafin yang
menumpuk di dalam flowline. Pig terbuat dari karet yang keras atau
dari plastik yang dimasukkan ke dalam pipa melalui pigging receiver
yang keduanya dipasang permanen atau sementara pada sistim
perpipaan.
Sand Heater
Metode ini didasarkan pada metode pemanasan dan biasanya
dipasang di sumur dengan flowline yang panjang, meskipun jumlah
kehilangan panas cukup besar dan produksi cukup besar.
Direct Fired Heater
Penggunaan pemanas direct fired heater dilakukan untuk menjaga
suhu fluida yang dihasilkan di atas (pour point) dan menaikkan suhu
18
aliran hingga masuk ke separator guna mengoptimalkan pemisahan
fluida di pemisah.
Electric Heat Trace
Istilah Electric Heat Trace mengacu pada sistem pemanas di mana
kabel berfungsi sebagai pemanas dan dipasang ke pipa produksi atau
fasilitas permukaan lainnya. Karena daya relatif lebih rendah namun
dapat disebarkan di sepanjang pipa produksi, pendekatan ini dapat
memberikan kontrol suhu yang lebih baik dan konsumsi energi yang
lebih efisien dibandingkan pemanas lainnya. Panas yang dihasilkan
akan menjaga suhu pipa tetap stabil, dan isolasi termal akan
mengurangi kehilangan panas dari pipa.
19
kerusakan di sepanjang kabel, maka seluruh kabel akan
terpengaruh.
Gambar 2.5
Prinsip Kerja Series Circuit Cables
Fitur :
Output daya dari kabel ini relatif konstan
Cocok untuk temperatur tinggi dan lingkungan
ekstrim
Tegangan hingga 600 VAC
Output watt hingga 80W/ft
Panjang sirkuit hingga 4000 ft
Daya seragam di sepanjang kabel
Konstruksi tembaga tahan hingga 300oF
Konstruksi alloy tahan hingga 1500oF
Biasa digunakan pada konfigurasi 3 fasa untuk
memanaskan pipa yang panjang
Tidak memerlukan arus start-up
Keuntungan :
Dapat digunakan untuk sirkuit yang sangat panjang
20
Dapat menghasilkan output watt yang sangat tinggi,
cocok untuk proses pemanasan
Biaya relatif rendah per feet
Batasan :
Hanya tersedia dengan panjang yang telah ditentukan,
untuk penyesuaian lapangan akan sulit dan mahal
Satu kerusakan pada kabel akan menyebabkan
kerusakan pada seluruh kabel
Tidak dapat digunakan pada pipa plastik
Tidak dapat ditumpuk karena akan terbakar akibat
panas berlebihan
Tidak fleksibel, sulit dipasang
Harus sangat memperhatikan pemasangan kabel di
area yang berbahaya, karena dapat menghasilkan
temperatur yang sangat tinggi.
21
2. Susunan paralel menjaga integritas sistem sehingga jika
terdapat kerusakan pada satu titik, bagian lainnya akan
terus beroperasi.
Gambar 2.6
Prinsip Kerja Parallel Circuit Cables
Fitur :
Konstruksi sirkuit paralel
Standar operasi pada 120V, 240V dan 480V
Temperatur mencapai 500oF
Output hingga 16 W/ft
Bisa dipotong sesuai panjang yang diinginkan,
instalasi mudah
Tidak memerlukan arus start-up
Keuntungan :
22
Output watt konstan sehingga memudahkan untuk
menjaga dan menghasilkan temperatur yang tinggi
dan lebih akurat
Beroperasi pada tegangan standar dan mudah
dikontrol
Sistem tetap beroperasi meski terdapat kerusakan
Tersedia dalam berbagai output watt dan temperatur
yang didesain mencapai 500oF.
Batasan :
Output panas berlebih dapat menyebabkan panas
yang berlebih juga pada pipa dan dapat menyebabkan
kebakaran rangkaian
Tidak bisa digunakan pada pipa plastik
Batas temperatur maksimal lebih rendah dibanding
rangkaian seri
Lebih rentan terhadap kerusakan akibat benturan
daripada rangkaian seri karena menggunakan kabel
resistif yang lebih tipis.
Penggulungan kabel di sekitar rangkaian pipa
sebaiknya dihindari untuk meminimalkan
kemungkinan terjadinya arus induksi pada rangkaian
pipa.
23
Kabel harus dipilih berdasarkan suhu yang
diinginkan, artinya daya yang diberikan cukup untuk
mengimbangi kehilangan panas di sepanjang pipa
dengan panjang kabel terpendek. Hasilnya, Anda
dapat memilih daya efektif pada kabel berdasarkan
ini. Disarankan pada saat memilih heater ini, anda
memilih suhu terendah yang mendekati kebutuhan
esensial, karena memilih heater dengan watt yang
tinggi dapat mengakibatkan:
Peningkatan konsumsi energi
Menimbulkan masalah keamanan yang
berhubungan dengan temeratur tinggi
Meningkatkan laju korosi
Meningkatkan biaya yang digunakan
24
Kabel yang dapat dipotong dimana saja
seperti self-regulating cables
Kabel yang harus dipotong pada lokasi
tertentu atau pada node seperti sistem
rangkaian paralel
25
BAB III
METODE PENELITIAN
26
3.5 Teknik Pengumpulan Data
27
3.7 Flowchart
Penentuan
Desain Heat
Trace
Tidak
Desain Heat
Trace
Berhasil
Ya
Selesai
Gambar 3.1
Flowchart Metodologi Penulisan Skripsi
28
BAB IV
PEMBAHASAN
29
menetapkan karakteristik fluida dari minyak ini sebelum menentukan
pembentukan endapan parafin dalam pipa aliran. Perhitungan manual akan
digunakan untuk mengidentifikasi sifat-sifat fluida ini.
30
Struktur : Lapangan Kawengan
Status Sumur : Produksi
No. Sumur : “FM-20” Diambil dari: Well Head
( ) ( ) (4.1)
Sumur “FM-20”
Data :
x = 800 m
Ta = 20oC
Tin = 47,5oC
31
d = 0,0889 m
U = 0,002282 W/m2K
ṁ = 0,0833 kg/s
Cp = 2,175 kJ/kgK
Tabel 4.3
Distribusi Penurunan Temperatur Pipa Alir pada Sumur “FM-20”
0 25,13
100 22,71
200 21,43
300 20,76
400 20,40
500 20,21
600 20,11
700 20.06
800 20.93
32
Langkah-langkah berikut digunakan untuk menentukan jenis aliran dalam
pipa:
(4.2)
( )
( )
𝑒 (4.3)
33
2. Aliran transisi, 2000 < Nre < 4000
(4.4)
(4.5)
( )
34
Tabel 4.4
Hasil Analisa Penurunan Tekanan Aliran Dua Fasa Sumur “FM-20”
35
o Tebal : 0,215 inch
o Konduktifitas : 50 W/m oC
o Densitas : 7850 kg/m3
T sekitar : 21oC
T outlet : 22,5oC
P outlet : 33oC
Temperatur ( C )
Bulan Terendah Tertinggi
2022
July 21 32
Agustus 21 32
September 23 34
Ocktober 22 34
November 22 35
Desember 21 32
36
investigasi ini. Kemudian, dengan menggunakan analisis lapangan dan
perhitungan manual, strategi pencegahan dan pengendalian akan diterapkan.
A. Temperatur Fluida
Gambar 4.1
B. Tebal Endapan
Ketebalan endapan yang terbentuk pada pipa alir sumur,
dapat dilihat pada Gambar 4.2 dimana parafin telah terbentuk
dari inlet flowline, ini dikarenakan sumur ini diproduksikan
dibawah wax appearance temperature dari fluida produksinya
sehingga akan terbentuk parafin di sepanjang flowline dan akan
37
terus berkurang seiring bertambahnya jarak. Hal ini dikarenakan
fraksi hidrokarbon yang lebih berat telah mengendap terlebih
dahulu di sekitar inlet, fraksi hidrokarbon tersebut tidak dapat
mengalir bersamaan dengan aliran fluida. Sedangkan pada jarak
yang lebih jauh dari inlet, endapan terbentuk dari fraksi
hidrokarbon yang lebih ringan yang masih dapat ikut mengalir
bersamaan dengan aliran fluida yang 66% berupa air.
Gambar 4.2
C. Kumulatif Produksi
38
Kumulatif produksi dari Sumur “FM-20” ini selama 30 hari
dapat dilihat pada Gambar 4.3. dengan liquid sebesar 2891 BLPD
dan oil sebesar 984,398 BOPD. Dari hasil ini diperoleh bahwa
akibat dari terbentuknya parafin ini, produksi berkurang sebesar 29
BLPD dari produksi idealnya dengan liquid 2920 BLPD dan oil
sebesar 972,358 BOPD.
39
Gambar 4.4
Pengukuran Temperatur Pada Heat Trace
40
Gambar 4.5
Contoh Pemasangan Insulasi Dan Heat Trace
Dilihat dari letak terbentuknya endapan parafin yaitu pada jarak yang
sangat dekat dengan sumur dikarenakan Sumur “FM-20” diproduksikan
dengan temperatur yang berada dibawah wax appearance temperaturenya.
Dalam upaya mengatasi problem ini, akan dilakukan tiga variasi perhitungan
untuk melihat efek pemasangan heat trace yang paling efektif serta satu
variasi, sebagai acuan kondisi ideal jika penggunaan heat trace dilakukan
secara optimal yaitu dengan meletakkan heat trace di sepanjang flowline
yang juga dilapisi dengan insulasi. Pada setiap variasi ini akan digunakan 50
meter kabel heat trace dengan daya 20W/m yang diletakkan di beberapa
lokasi.
41
Adapun variasi pemasangan jarak kabel heat trace untuk mendapatkan
hasil yang efisien untuk menangani paraffin adalah sebagai berikut :
1. Variasi pertama, kabel heat trace akan diletakkan pada 50 meter
pertama pada flowline.
2. Variasi kedua menggunakan kabel yang diletakkan pada 50
meter di akhir flowline.
3. Variasi ketiga, kabel diletakkan pada awal dan akhir flowline
dengan masing-masing panjang 25 meter.
Dari variasi di atas kita akan melakukan perhitungan manual dengan
memasukan semua data yang sudah terkumpul dan dihitung secara
manual menggunakan excel untuk mendapat jarak yang pasti dan efektif
untuk pemasangan jarak heat trace.
a. Variasi 1
Gambar 4.6
Skema Produksi Variasi 1
42
Gambar 4.7
Tebal Endapan VS Jarak Variasi 1
43
Gambar 4.8 Kumulatif Produksi Variasi 1
b. Variasi 2
Pada variasi ini kabel heat trace diletakkan pada jarak 50 meter
akhir pada flowline (meter ke 750 s/d meter ke 800). Skema produksi
dari variasi ini dapat dilihat pada Gambar 4.9.
44
Gambar 4.10
Tebal Endapan VS Jarak Pipa Alir Variasi 2
45
Gambar 4.11 Kumulatif Produksi Variasi 2
c. Variasi 3
Gambar 4.12
Skema Produksi Variasi 3
46
trace sukses untuk mencegah terbentuknya parafin, selain itu juga
ketebalan parafin yang terbentuk tidak terlalu berbeda dari kondisi
existing meski pada bagian tengah flowline ketebalan parafin lebih
tebal dibanding saat kondisi existing, tetapi ketebalan maksimalnya
tidak lebih tebal dari kondisi existing.
Gambar 4.13
Tebal Endapan Vs Jarak Pipa Alir Variasi 3
47
Jika dilihat dari kumulatif produksi yang dihasilkan, variasi
3 ini berhasil meningkatkan produksi meski tidak lebih baik dari
variasi 2. Hal ini dikarenakan penggunaan heat trace disekitar
downstream yang kurang optimum.
Gambar 4.14
Kumulatif Produksi Variasi 3
48
Gambar 4.15
BAB V
KESIMPULAN
49
2. Kumulatif produksi dari sumur “FM-20” ini selama 30 hari dengan kondisi
existing yaitu 2891,01 BLPD; kumulatif produksi dengan variasi 1 yaitu
2891,34 BLPD; kumulatif produksi dengan Variasi 2 yaitu 2896,94;
kumulatif produksi dengan variasi 3 yaitu 2893,94 BLPD.
3. Dari hasil perhitungan ini bisa dikatakan pemasangan heat trace di setiap
variasi berhasil mengatasi pembentukan parafin. Tetapi penggunaan heat
trace di daerah downstream (variasi 2) akan lebih efektif karena parafin
tidak akan terbentuk lagi pada flowline. Berbeda dengan peletakan heat
trace di awal maupun di tengah yang mana parafin akan terbentuk lagi di
flowline.
50