Anda di halaman 1dari 16

Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 52

BAB IV
SOSIALISASI SEBAGAI
PROSES DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian sosialisasi dan pembentukan
kepribadian; mendeskripsikan perkembangan manusia sebagai makhluk yang
berkepribadian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor; mengidentifikasi jenis-jenis media
sosialisasi dan peranan masing-masing; menyebutkan berbagai metode yang dipergunakan
oleh masyarakat dalam mempengaruhi proses sosialisasi anak; dan mendeskripsikan
kepribadian suatu individu yag dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem
budaya dan sistem sosial.

A. PENDAHULUAN
Sejak manusia dilahirkan hingga hari akhir dari kehidupannya di dunia
sesungguhnya tidak pernah lepas dari proses belajar, yakni belajar untuk menjadi manusia
seutuhnya. Agar menjadi manusia seutuhnya seseorang harus mempelajari dirinya sendiri
yang memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan memiliki sifat-sifat unik yang
membedakan dengan orang lain, mempelajari kehidupan kemasyarakatan lengkap dengan
sistem nilai dan sistem norma yang berlaku, mempelajari lingkungan secara luas sehingga
dapat berperan dan berperilaku secara tepat, dan mempelajari kaidah-kaidah agama yang
membimbing hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Proses belajar untuk menjadi manusia seutuhnya tentu merupakan suatu proses
yang tidak akan kunjung selesai. Dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat,
seseorang harus memahami sistem kehidupan masyarakat di mana ia menetap yang
meliputi sistem nilai, sistem norma, adat istiadat, dan kebiasaan yang berlaku di dalam
kehidupan masyarakat tersebut. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan yang boleh
atau yang tidak boleh, yang baik atau yang tidak baik, yang tepat atau yang tidak tepat
untuk dilakukan sehingga seseorang tersebut dapat menempatkan dirinya secara serasi,
selaras, dan seimbang dalam kehidupan sosial. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam
menjalin kehidupan bermasyarakat bergantung kepada proses pembelajaran. Dalam dunia
sosiologi proses pembelajaran dikenal dengan istilah sosialisasi.

B. PENGERTIAN SOSIALISASI
Secara sosiologis sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang mana
seseorang belajar menghayati dan melaksanakan sistem nilai dan sistem norma yang
berlaku di tengah-tengah masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi tidak
bisa dipisahkan dengan proses enkulturasi. Enkulturasi merupakan sebuah proses
pembelajaran kebudayaan yang meliputi falsafah, bahasa, seni, adat-istiadat, dan kebiasaan
yang ada di lingkungan masyarakat sehingga terbentuk sebuah kepribadian. Dengan
demikian sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk
menerima dan menyesuaikan diri dengan unsur-unsur kebudayaan, adat istiadat, bahasa,
perilaku, kebiasaan, dan sebagainya yang terdapat dalam kehidupan masyarakat sehingga
seseorang dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara serasi, selaras, dan seimbang.
Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagaimana berikut ini.
a. Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan
menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir
kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
b. Koentjaraningrat
Sosialisasi adalah seluruh proses di mana seorang individu sejak masa kanak-kanak
sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan
individu-individu lain yang hidup dalam masyarakat sekitarnya.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 53

c. Irvin L. Child
Sosialisasi adalah segenap proses yang menuntut individu mengembangkan
potensi tingkah laku aktualnya yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi kebiasaan
serta sesuai dengan standar dari kelompoknya.

d. Peter L. Berger
Sosialisasi adalah proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota
yang berpartisipasi dalam masyarakat.
Dari pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal
dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat ia menjadi anggota,
sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau
perilaku masyarakatnya. Jadi, proses sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan
memahami bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya.
Melalui proses ini juga, seseorang akan mengetahui dan dapat menjalankan hak-hak serta
kewajibannya berdasarkan peranan-peranan yang dimilikinya.

C. TUJUAN SOSIALISASI
Setiap proses sosial pasti memiliki tujuan. Demikian juga sosialisasi. Berikut ini
akan diuraikan beberapa tujuan sosialisasi.
1. Memberi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk
melangsungkan kehidupannya kelak di tengah-tengah masyarakat di mana dia
akan menjadi salah satu anggotanya.
2. Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif dan
efisien, serta mengembangkan kemampuannya untuk membaca, menulis, dan
bercerita. Dengan melakukan komunikasi, berbagai informasi mengenai
masyarakat akan diperoleh untuk kelangsungan hidup seseorang sebagai anggota
masyarakat.
3. Mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsi-fungsi organik
melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. Artinya, dengan sosialisasi
seseorang akan dapat memahami hal-hal yang baik dan dianjurkan dalam
masyarakat untuk dilakukan.
4. Selain itu juga dapat mengetahui dan memahami hal-hal buruk yang sebaiknya
dihindari dan tidak dilakukan.
5. Menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada
masyarakat.
D. MACAM-MACAM SOSIALISASI
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sosialisasi berlangsung sepanjang
hayat manusia. Secara garis besar sosialisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
sosialisasi primer dan sosialisasi skunder.
a. Sosialisasi primer merupakan proses sosialisasi yang pertama dan utama yang terjadi
pada seseorang, yakni sejak dilahirkan, berkenalan dan sekaligus belajar
bermasyarakat sehingga dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat
tersebut. Dgn kata lain dalam tahap ini membentuk kepribadian anak kedalam dunia
umum. Dan keluarga menjd agen sosialisasi
b. Sosialisasi sekunder merupakan proses sosialisasi lanjutan yang memperkenalkan
individu kepada sector baru dari dunia kemasyarakatan, dalam tahap ini proses
sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih
khusus), agen sosialisasinya adalah lembaga pendidikan, peer group, lembaga
pekerjaan, dan lingkungan dari keluarga

Tipe-tipe Sosialisasi

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 54

a. Sosialisasi formal : Sosialisasi yang dilakukan melalui lembaga-lembaga


berwenang menurut ketentuan negara atau melalui lembaga-lembaga yang
dibentuk menurut undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku.
b. Sosialisasi informal : Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam
pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat,
sesama anggota klub, dan kelompok- kelompok sosial yang ada di dalam
masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada
pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa
bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan
sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. Dengan
adanya proses sosialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran untuk
menilai dirinya sendiri. Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan
informal, namun hasilnya sangat sulit untuk pisahkan karena individu biasanya
mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus (Maryati, 2006: 109).

E. SISTEM NILAI DAN SOSIALISASI


Di dalam kehidupan sosial berkembang beberapa sistem nilai. Secara garis besar
sistem nilai tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) sistem nilai yang
berhubungan dengan benar dan salah yang disebut dengan logika, (2) sistem nilai yang
berhubungan dengan baik dan buruk atau pantas dan tidak pantas yang disebut dengan
etika, dan (3) sistem nilai yang berhubungan dengan indah dan tidak indah yang disebut
dengan estetika.
Nilai-nilai sosial sangat erat kaitannya dengan norma-norma sosial. Jika nilai sosial
dikatakan sebagai standar normatif dalam berperilaku sosial yang merupakan acuan-acuan
sikap dan perasaan yang diterima oleh masyarakat sebagai dasar untuk merumuskan apa
yang dianggap benar dan penting, maka norma sosial merupakan bentuk kongrit dari nilai-
nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Di dalam sistem norma terdapat aturan-
aturan dan sanksi-sanksi jika aturan-aturan tersebut dilanggar. Dengan demikian, sistem
nilai dan sistem norma tersebut akan melandasi perilaku setiap individu di dalam
berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.
Nilai dan norma memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.
Dapat kita perhatikan contohnya pada nilai-nilai etis dalam berlalu lintas. Pada prinsipnya
setiap orang harus menjaga nilai-nilai etis di dalam berlalu lintas. Untuk merealisasikan
sistem nilai tersebut disusunlah norma-norma untuk mengatur lalu lintas yang terdiri dari
seperangkat aturan main dan sekaligus penegaknya. Misalnya ada rambu-rambu lalu lintas,
kendaraan harus dilengkapi dengan surat-surat dan perlengkapan lainnya, pengendara
motor wajib mengenakan helm, pengemudi harus memiliki SIM, dan ketentuan-ketentuan
lainnya yang harus dipenuhi. Jika terdapat pengendara yang melanggar aturan-aturan
tersebut maka akan ditilang. Tilang hanya akan dikenakan kepada mereka yang terbukti
telah melakukan pelanggaran.
Banyak sekali contoh-contoh lain yang memperlihatkan hubungan antara nilai-
nilai sosial, norma-norma sosial, dengan interaksi sosial. Hampir semua interaksi di dalam
kehidupan sosial kita diliputi oleh aturan-aturan main tersebut.

F. POLA SOSIALISASI
Sosialisasi selain sebagai proses belajar dan mewariskan suatu kebudayaan dari
satu generasi ke generasi berikutnya, juga sebagai sarana untuk mengembangkan diri
sendiri yang berarti membangun diri sendiri untuk membentuk kepribadiannya. Dalam

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 55

sosialisasi dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif (repressive
socialization) dan sosialisasi partisipatif (partisipatory socialization).

a. Sosialisasi Represif
Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan
pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan.
Di masyarakat seringkali kita melihat ada orang tua yang memberikan hukuman
fisik pada anak yang tidak menaati perintahnya. Misalnya memukul anak yang tidak mau
belajar, atau mengunci anak di kamar mandi karena berkelahi dengan teman. Contoh ini
merupakan salah satu bentuk sosialisasi represif yang ada di sekitar kita. Dari contoh
tersebut dapatkah kamu menyimpulkan apa sebenarnya sosialisasi represif itu? Sosialisasi
represif merupakan sosialisasi yang lebih menekankan penggunaan hukuman, terutama
hukuman fisik terhadap kesalahan yang dilakukan anak.
Adapun ciri-ciri sosialisasi represif di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Menghukum perilaku yang keliru.
2) Adanya hukuman dan imbalan materiil.
3) Kepatuhan anak kepada orang tua.
4) Perintah sebagai komunikasi.
5) Komunikasi nonverbal atau komunikasi satu arah yang berasal dari orang tua.
6) Sosialisasi berpusat pada orang tua.
7) Anak memerhatikan harapan orang tua.
8) Dalam keluarga biasanya didominasi orang tua.
Sosialisasi represif umumnya dilakukan oleh orang tua yang otoriter. Sikap orang
tua yang otoriter dapat menghambat pembentukan kepribadian seorang anak. Mengapa?
Anak tidak dapat membentuk sikap mandiri dalam bertindak sesuai dengan perannya.
Seorang anak yang sejak kecil selalu dikendalikan secara berlebihan oleh orang tuanya,
setelah dewasa ia tidak akan berani mengembangkan diri, tidak dapat mengambil suatu
keputusan, dan akan selalu bergantung pada orang lain. Kata-kata ‘harus’, ‘jangan’, dan
‘tidak boleh ini dan itu’ akan selalu terngiang-ngiang dalam pikirannya.

b. Sosialisasi Partisipatif
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi
imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam
proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan
komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak.
Pola ini lebih menekankan pada interaksi anak yang menjadi pusat sosialisasi.
Dalam pola ini, bahasa merupakan sarana yang paling baik sebagai alat untuk membentuk
hati nurani seseorang dan sebagai perantara dalam pengembangan diri. Dengan bahasa,
seseorang belajar berkomunikasi, belajar berpikir, dan mengenal diri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sosialisasi partisipatif memiliki
ciri-ciri antara lain sebagai berikut.
1) Memberikan imbalan bagi perilaku baik.
2) Hukuman dan imbalan bersifat simbolis.
3) Otonomi anak.
4) Interaksi sebagai komunikasi.
5) Komunikasi verbal atau komunikasi dua arah, baik dari anak maupun dari orang tua.
6) Sosialisasi berpusat pada anak.
7) Orang tua memerhatikan keinginan anak.
8) Dalam keluarga biasanya mempunyai tujuan yang sama.

G. PROSES PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN


Manusia adalah makhluk yang unik dalam tingah lakunya. Tidak ada dua orang
yang memiliki sifat dan ciri tingkah laku sama, walaupun mereka terlahir kembar sekali

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 56

pun. Mungkin saja wajah dan ciri fisik lainnya mirip, akan tetapi perilaku setiap individu
selalu berbeda. Keunikan ciri perilaku seperti ini dinamakan kepribadian. Setiap orang
memiliki kepribadian yang berbeda.
Kepribadian terbentuk melalui proses panjang karena berlangsung melalui fase-
fase sosialisasi yang melibatkan unsur-unsur fisik, psikologis, dan sosiologis. Ketiga unsur
tersebut secara simultan akan membentuk kebiasaan, sifat, dan sikap yang secara khas
dimiliki oleh seseorang.
Faktor fisik dan psikologis merupakan landasan yang sangat berperan dalam
pembentukan kepribadian. Seorang yang cekatan, temperamental, murah senyum,
pendiam, periang, dan lain sebagainya sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun
psikologis seseorang. Sedangkan faktor sosiologis merupakan faktor penunjang yang tidak
kalah pentingnya. Seseorang tidak mungkin dapat bergaul dengan masyarakat di
lingkungannya dan tidak mungkin dapat menjalin hubungan kerja sama dengan baik tanpa
terlebih dahulu mempelajari kehidupan sosial secara nyata.
Meskipun seseorang memiliki sifat-sifat yang khas, akan tetapi juga harus
memperhatikan pola-pola perilaku yang bersifat umum. Dengan demikian, faktor fisik,
psikologis, dan sosiologis sama-sama memegang peran yang besar dalam pembentukan
kepribadian. Berikut ini beberapa penjelasan (teori) mengenai proses perkembangan
kepribadian seseorang.

a. Teori Peran Sosial


Penyesuaian diri terjadi secara berangsur-angsur, seiring dengan perluasan dan
pertumbuhan pengetahuan serta penerimaan individu terhadap nilai dan norma yang
terdapat dalam lingkungan masyarakat. Dengan melandaskan pemikirannya pada Teori
Peran Sosial, George Herbert Mead dalam bukunya yang berjudul Mind, Self, and Society
from The Standpoint of Social Behaviorist (1972) berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui
seseorang dapat diklasifikasikan melalui tahap-tahap yang terdiri dari tahap persiapan,
tahap meniru, tahap siap bertindak, dan tahap penerimaan norma kolektif.
1. Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap persiapan (Preparatory Stage) merupakan tahap persiapan bagi manusia
untuk mengenali diri dan lingkungan sekitarnya. Tahap ini berlangsung ketika manusia
dilahirkan, yakni dengan kemampuan berpikirnya manusia mengawali proses
kehidupannya dengan melakukan kegiatan meniru meskipun pada awalnya manusia tidak
paham tentang apa yang ditirunya. Lingkungan keluarga sangat berperan dalam proses
sosialisasi pada tahap persiapan ini.
2. Tahap Meniru (Play Stage)
Pada tahap meniru (play stage) ini kemampuan anak dalam berempati terhadap
orang lain semakin meningkat. Kesadaran anak bahwa dunia sosial terdiri dari kumpulan
dari beberapa orang mulai berkembang. Pada tahap ini anak-anak mulai mampu
menirukan beberapa peran orang dewasa secara relatif sempurna. Misalnya anak mulai
bermain mobil-mobilan, polisi-polisian, perang-perangan, pasar-pasaran, bercakap-cakap
dengan boneka, dan lain sebagainya. Dalam tahap ini anak memerlukan lingkungan yang
kondusif yakni lingkungan yang mendukung perkembangan potensinya. Disamping itu,
anak-anak pada tahap ini memerlukan figur-figur yang dianggap sangat berarti (significant
other) agar dapat belajar tentang sistem nilai dan sistem norma yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat.
3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Pada tahap ini anak mulai sadar bahwa dirinya merupakan bagian dalam sistem
kehidupan sosial sehingga proses peniruan semakin berkurang dan digantikan oleh
permainan yang diperankan secara sadar. Kemampuan empati anak pada tahap ini semakin
berkembang sehingga anak mulai mampu bermain beregu yang penuh dengan aturan main
seperti bermain sepak bola. Pada tahap ini anak juga mulai siap untuk berpartisipasi aktif
dalam kehidupan masyarakat.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Other)

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 57

Tahap penerimaan norma kolektif (generalized other) merupakan suatu tahap


seseorang mulai dewasa dan mulai mampu memposisikan dirinya dengan baik dalam
kehidupan masyarakat luas. Pada tahap ini seseorang mulai paham terhadap posisi dirinya
sendiri, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Sistem nilai dan sistem norma
mulai membentuk sistem kepribadian sehingga seseorang mulai paham terhadap segala
konsekuensi sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, penganut agama, dan sebagai
warga negara yang baik.
Memasuki tahap penerimaan norma kolektif generalized other) ini seseorang
mulai paham tentang arti penting peraturan, tata tertib, undang-undang, dan sejenisnya.
Kemampuan menjalin hubungan kerja sama dengan orang lain pun semakin sempurna
sehingga layak menjadi warga masyarakat yang sesungguhnya.
Tahap-tahap sosialisasi seperti di atas tidak mungkin dapat berlangsung secara
individual. Proses sosialisasi hanya dapat berlangsung melalui adanya keterlibatan orang
lain. Dengan demikian seseorang tidak mungkin dapat dipisahkan dengan lingkungan
masyarakat. Pada keduanya terjalin hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Lingkungan masyarakat berperan terhadap seseorang dalam proses mengenal, meniru, dan
menyesuaikan diri dengan sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat. Sebaliknya, sistem nilai dan sistem norma yang ada dalam kehidupan
masyarakat tersebut akan lestari jika proses sosialisasi pada seseorang berlangsung dengan
baik.

b. Teori Tabula Rasa


Pada tahun 1690, John Locke mengemukakan Teori Tabula Rasa dalam bukunya
yang berjudul “ An Essay Concerning Human Understanding.” Menurut teori ini, manusia
yang baru lahir seperti batu tulis yang bersih dan akan menjadi seperti apa kepribadian
seseorang ditentukan oleh pengalaman yang didapatkannya. Teori ini mengandaikan bahwa
semua individu pada waktu lahir mempunyai potensi kepribadian yang sama. Kepribadian
seseorang setelah itu semata-mata hasil pengalaman-pengalaman sesudah lahir (Haviland,
1989:398). Perbedaan pengalaman yang dialami seseorang itulah yang menyebabkan
adanya bermacam-macam kepribadian dan adanya perbedaan kepribadian antara individu
yang satu dengan individu yang lain. Teori tersebut tidak dapat diterima seluruhnya. Kita
tahu bahwa setiap orang memiliki kecenderungan khas sebagai warisan yang dibawanya
sejak lahir yang akan memengaruhi kepribadiannya pada waktu dewasa.
Akan tetapi juga harus diingat bahwa warisan genetik hanya menentukan potensi
kepribadian setiap orang. Tumbuh dan berkembangnya potensi itu tidak seperti garis
lurus, namun ada kemungkinan terjadi penyimpangan. Kepribadian seseorang tidak selalu
berkembang sesuai dengan potensi yang diwarisinya. Warisan genetik itu memang
memengaruhi kepribadian, tetapi tidak mutlak menentukan sifat kepribadian seseorang.
Pengalaman hidup, khususnya pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada usia dini,
sangat menentukan kepribadian individu.

c. Teori Cermin Diri (Looking Glass Self)


Charles H. Cooley (1902) memberi perhatian pada proses pembentukan Konsep
Diri (self concept) seseorang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang
kemudian disebut looking-glass self. Teori ini merupakan gambaran bahwa seseorang
hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Setiap orang menggambarkan diri
mereka sendiri dengan cara bagaimana orang-orang lain memandang mereka. Misalnya
ada orang tua dan keluarga yang mengatakan bahwa anak gadisnya cantik. Jika hal itu
sering diulang secara konsisten oleh orang-orang yang berbeda-beda, akhirnya gadis
tersebut akan merasa dan bertindak seperti seorang yang cantik. Teori ini didasarkan pada
analogi dengan cara bercermin dan mengumpamakan gambar yang tampak pada cermin
tersebut sebagai gambaran diri kita yang terlihat orang lain.
Gambaran diri seseorang tidak selalu berkaitan dengan fakta-fakta objektif.
Misalnya, seorang gadis yang sebenarnya cantik, tetapi tidak pernah merasa yakin bahwa

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 58

dia cantik, karena mulai dari awal hidupnya selalu diperlakukan orang tuanya sebagai anak
yang tidak menarik. Jadi, melalui tanggapan orang lain, seseorang menentukan apakah dia
cantik atau jelek, hebat atau bodoh, dermawan atau pelit, dan yang lainnya.
Konsep Diri (self concept) seseorang yang oleh Cooley disebut looking-glass self
terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Seseorang membayangkan bagaimana dirinya di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling
pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Seseorang membayangkan bagaimana orang lain menilai dirinya.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak
membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji
dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang
terhadap dirinya. Misalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai
lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa
pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila
dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi
menurun ketika sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang
lebih hebat dari dia.

3. Bagaimana perasaan diri sebagai akibat dari penilaian tersebut.


Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul
perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan
berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika
seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai
"anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum
tentu kebenarannya.
Meskipun demikian, teori ini memiliki dua kelemahan yang menjadi sorotan
banyak pihak. Apa sajakah itu? Pertama, pandangan Cooley dinilai lebih cocok untuk
memahami kelompok tertentu saja di dalam masyarakat yang memang berbeda dengan
kelompok-kelompok lainnya. Misalnya anak-anak belasan tahun, memang peka menerima
pendapat orang lain tentang dirinya. Sedangkan orang dewasa tidak mengacuhkan atau
menghiraukan pandangan orang lain, apabila memang tidak cocok dengan dirinya. Kedua,
teori ini dianggap terlalu sederhana. Cooley tidak menjelaskan tentang suatu kepribadian
dewasa yang bisa menilai tingkah laku orang lain dan juga dirinya

d. Teori Diri Antisosial


Teori ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia berpendapat bahwa diri manusia
mempunyai tiga bagian, yaitu id, superego, dan ego.
1. Id adalah pusat nafsu serta dorongan yang bersifat naluriah, tidak sosial, rakus, dan
antisosial.
2. Ego adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur pengendalian
superego terhadap id. Ego secara kasar dapat disebut sebagai akal pikiran.
3. Superego adalah kompleks dari cita-cita dan nilai-nilai sosial yang dihayati seseorang
serta membentuk hati nurani atau disebut sebagai kesadaran sosial.
Gagasan pokok teori ini adalah bahwa masyarakat atau lingkungan sosial
selamanya akan mengalami konflik dengan kedirian dan selamanya menghalangi seseorang
untuk mencapai kesenangannya. Masyarakat selalu menghambat pengungkapan agresi,
nafsu seksual, dan dorongan-dorongan lainnya atau dengan kata lain, id selalu berperang
dengan superego. Id biasanya ditekan tetapi sewaktu-waktu ia akan lepas menantang
superego, sehingga menyebabkan beban rasa bersalah yang sulit dipikul oleh diri.
Kecemasan yang mencekam diri seseorang itu dapat diukur dengan bertitik tolak pada
jauhnya superego berkuasa terhadap id dan ego. Dengan cara demikian, Freud menekankan
aspek-aspek tekanan jiwa dan frustasi sebagai akibat hidup berkelompok.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 59

e. Teori Ralph dan Conton


Teori ini mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian
pengaruh umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan itu. Pengaruh-
pengaruh ini berbeda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, tetapi
semuanya merupakan bagian dari pengalaman bagi setiap orang yang termasuk dalam
masyarakat tertentu (Horton, 1993:97). Setiap masyarakat akan memberikan pengalaman
tertentu yang tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman
sosial itu timbul pembentukan kepribadian yang khas dari masyarakat tersebut.
Selanjutnya dari pembentukan kepribadian yang khas ini kita mengenal ciri umum
masyarakat tertentu sebagai wujud kepribadian masyarakat tersebut.

f. Teori Subkultural Soerjono Soekanto


Teori ini mencoba melihat kaitan antara kebudayaan dan kepribadian dalam ruang
lingkup yang lebih sempit, yaitu kebudayaan khusus (subcultural). Dia menyebutkan ada
beberapa tipe kebudayaan khusus yang memengaruhi kepribadian, yaitu sebagai berikut.
1) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Faktor Kedaerahan
Di sini dijumpai kepribadian yang berbeda dari individu-individu yang merupakan
anggota suatu masyarakat tertentu, oleh karena masing-masing tinggal di daerah-daerah
yang berlainan dengan kebudayaan khusus yang berbeda pula.
2) Cara Hidup di Kota dan di Desa yang Berbeda
Ciri khas yang dapat dilihat pada anggota masyarakat yang hidup di kota besar
adalah sikap individualistik. Sedangkan orang desa lebih menampakkan diri sebagai
masyarakat yang mempunyai sikap gotong royong yang sangat tinggi.
3) Kebudayaan Khusus Kelas Sosial
Dalam kenyataan di masyarakat, setiap kelas sosial mengembangkan kebudayaan
yang saling berbeda, yang pada akhirnya menghasilkan kepribadian yang berbeda pula
pada masing-masing anggotanya. Misalnya kebiasaan orang-orang yang berasal dari kelas
atas dalam mengisi waktu liburannya ke luar negeri. Kebiasaan tersebut akan
menghasilkan kepribadian yang berbeda dengan kelas sosial lainnya di masyarakat.
4) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Agama
Agama juga mempunyai pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian
individu. Adanya mazhab-mazhab tertentu dalam suatu agama dapat melahirkan
kepribadian yang berbeda-beda di kalangan anggota-anggota mazhab yang berlainan itu.
5) Kebudayaan Khusus Atas Dasar Pekerjaan atau Keahlian
Pekerjaan atau keahlian yang dimiliki seseorang juga mempunyai pengaruh
terhadap kepribadiannya. Contohnya kepribadian seorang guru pasti berbeda dengan
militer. Profesi-profesi tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam mendidik anak dan
cara bergaul.

H. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN


Terbentuknya kepribadian setiap individu dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis,
lingkungan fisik, kebudayaan, dan pengalaman-pengalaman. Faktor biologis dapat berupa
keadaan jasmani ibu selama mengandung bayi dan faktor warisan biologis. Berbagai faktor
itu membentuk kebiasaan, sikap, dan sifat yang khas pada setiap orang. Kepribadian
seseorang selalu berkembang sejalan dengan berbagai pengaruh yang ia peroleh melalui
proses sosialisasi dan interaksi dengan orang lain.

a. Faktor Prakelahiran (Prenatal)


Sebelum dilahirkan, seorang anak manusia berada dalam kandungan selama kira-
kira sembilan bulan sepuluh hari. Selama masa itu, terdapat beberapa hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan calon individu. Penyakit yang diderita ibunya, seperti
sipilis, diabetes, dan kanker dapat mempengaruhi pertumbuhan mental, penglihatan, dan
pendengaran bayi dalam kandungan.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 60

Keadaan kandungan ibu juga dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian


anak yang akan dilahirkan. Kondisi daerah pinggul ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan
bayi selama dalam kandungan. Akibat kondisi yang tidak menguntungkan, dapat
menyebabkan bayi lahir cacat atau kidal. Keterkejutan keras (shock), saat lahir dapat pula
mengakibatkan bayi itu memiliki kelambanan dalam berpikir. Semua itu dapat
mempengaruhi pembentukan kepribadian.

b. Faktor Keturunan (Heredity)


Warisan biologis berpengaruh penting dalam membentuk beberapa ciri
kepribadian seseorang, namun tidak menentukan semua ciri kepribadian orang tersebut.
Warisan biologis akan berkembang secara optimal bila mendapat pengaruh positif dari
lingkungan.
Warisan biologis antara lain intelegensi, temperamen, watak, cara berbicara, tinggi
badan, warna kulit, jenis rambut, dan sebagainya. Sifat seseorang yang dipengaruhi faktor
keturunan adalah keramah-tamahan, perilaku kompulsif (perilaku terpaksa), dan
kemudahan dalam pergaulan sosial. Berikut ini akan dijelaskan tiga faktor keturunan yang
paling menonjol.
1) Ciri Fisik-Biologis
Secara biologis, setiap manusia memiliki ciri-ciri fisik berbeda yang diwarisi dari
orang tuanya. Ada orang yang berbadan tinggi dan gagah, namun ada pula yang kecil dan
pendek. Perbedaan fisik-biologis seperti itu dapat mempengaruhi ciri kepribadiannya.
Orang bertubuh kecil dan pendek mungkin memiliki sifat rendah diri, atau paling tidak
merasa tidak seberuntung orang yang berbadan tinggi dan gagah. Demikianlah cara
berpengaruhnya faktor biologis terhadap kepribadian seseorang. Tentu saja tidak selalu
seperti gambaran tersebut. Ada juga orang yang bertubuh kecil dan pendek, tetapi
memiliki rasa percaya diri yang besar, terutama apabila sejak kecil lingkungan
mengajarinya menjadi orang yang percaya diri.

2) Ciri Psikologis
Sebagian dari sifat dasar yang diwariskan orang tua adalah faktor kejiwaan
(psikologis). Unsur-unsur kejiwaan terdiri dari temperamen, emosi, nafsu, dan
kemampuan belajar. Temperamen adalah perangai, sifat, atau watak yang ditandai dengan
mudah atau tidaknya seseorang terpancing amarahnya. Ada orang yang dikenal dengan
temperamen tinggi atau mudah marah. Emosi berhubungan dengan rasa senang atau tidak
senang, suka atau tidak suka, dan sedih atau gembira. Orang emosional tidak selalu berarti
orang yang cepat atau suka marah. Orang yang mudah terharu melihat adegan sedih dalam
film juga termasuk orang yang emosional. Nafsu adalah keinginan kuat ke arah suatu
tujuan. Nafsu ada yang mengarah pada tujuan positif, seperti nafsu makan, nafsu menjadi
orang sukses, dan lain-lain. Namun ada pula nafsu ke arah tujuan
negatif, misalnya nafsu serakah dan keinginan untuk menang sendiri.
3) Tingkat Kecerdasan
Salah satu bagian kepribadian yang diwarisi dari orang tua adalah kemampuan
belajar atau tingkat kecerdasan. Menurut hasil suatu penelitian, kecerdasan seorang anak
mirip atau hampir sama dengan tingkat kecerdasan orang tua kandungnya. Apabila
seorang anak diasuh oleh orang tua angkat, tingkat kecerdasan orang tua angkat tidaklah
berpengaruh.
Setiap orang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda. Para ahli ilmu jiwa
menggolongkan tingkatan-tingkatan itu menjadi idiot, debil, embisil, moron, normal,
pandai, supernormal, dan genius. Rata-rata orang memiliki kecerdasan normal, hanya
sedikit orang yang memiliki tingkat kecerdasan di atas normal (genius) atau di bawah
normal (idiot).

c. Faktor Lingkungan (Environment)

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 61

Ciri-ciri kepribadian seseorang dalam hal ketekunan, ambisi, kejujuran,


kriminalitas, dan kelainan merupakan hasil pengaruh lingkungan. Lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik keadaan fisik, sosial, maupun kebudayaan.
Dengan demikian, ada tiga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pembentukan
kepribadian seseorang. Namun, pengaruh ketiganya tidak berdiri sendiri.
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik meliputi keadaan iklim, tipografi, dan sumber daya alam.
Ketiganya dapat mempengaruhi perilaku masyarakat yang tinggal di dalamnya. Keadaan
iklim dan geografi suatu daerah mempengaruhi perilaku seseorang. Tanah yang subur
mampu mendukung kehidupan penduduk secara lebih baik. Kualitas hidup yang baik
mempengaruhi perilaku seseorang. Sementara itu, daerah yang tandus menyebabkan
penduduknya miskin. Perilaku orang miskin jelas berbeda dengan perilaku orang
berkecukupan.
Keadaan lingkungan fisik juga berpengaruh terhadap karakter seseorang, misalnya
kehidupan pada masyarakat pantai. Orang-orang yang tinggal di pantai berbicara dengan
nada keras dan agak kasar. Hal tersebut akibat pengaruh suasana laut yang riuh oleh
deburan gelombang. Mereka berbicara keras dan berwatak kasar karena dipengaruhi
kehidupan yang keras di laut.
2) Lingkungan Sosial
Unsur-unsur pembentuk lingkungan sosial adalah kebudayaan, pengalaman
kelompok, pengalaman unik, sejarah, dan pengetahuan. Faktor lingkungan sosial bersifat
dinamis yang artinya faktor tersebut tidak bersifat permanen dan akan terus mengalami
perubahan. Unsur-unsur tersebut memberi pengaruh terhadap individu yang terlibat
dalam lingkungan sosialnya. Pengaruh yang diberikan kepada seorang individu. Hal seperti
ini menyebabkan kepribadian yang muncul pada setiap individu juga berbeda-beda. Di
samping itu, juga dapat disebabkan oleh perbedaan cara yang dilakukan oleh setiap
individu dalam membentuk kepribadiannya masing-masing.
a) Unsur Kebudayaan
Bentuk kebudayaan yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat sangat
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian anggota-anggotanya. Suatu kebudayaan
tidak secara langsung mempengaruhi suatu masyarakat, akan tetapi melalui proses
pembiasaan yang terjadi terus-menerus. Dengan proses pembiasaan tersebut, anggota-
anggota masyarakat akan mengalami perkembangan ke arah bentuk baru secara alamiah.
Pengaruh ini dapat dilihat dengan jelas, apabila salah satu anggota masyarakat
tersebut berada di luar kelompok budayanya dan bertemu dengan kelompok budaya lain.
Misalnya A berasal dari Medan. Dalam kehidupan sehari-hari, dia terbiasa berbahasa
dengan gaya bahasa yang keras. Ketika dia berada di daerah Keraton Yogyakarta yang
berbudaya jawa halus dengan tutur kata yang sopan, dia merasa berbeda dengan orang-
orang disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa budaya orang Medan atau Batak telah
mempengaruhi kepribadian A.
b) Unsur Pengalaman Kelompok
Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian seseorang tidak berkembang. Sejak
dilahirkan, seorang anak hidup dalam kelompok sosial, yaitu keluarga. Dari pengalaman
bergaul dengan anggota keluarganya, secara bertahap anak menerima berbagai
pengalaman hidup. Seiring dengan kematangan fisiknya, berbagai pengalaman sosialpun
berakumulasi, sehingga membentuk suatu gambaran mengenai dirinya. Lama kelamaan,
pengalaman yang dia peroleh semakin meluas. Dari pengalaman bergaul dengan kelompok
bermain, teman sebaya, dan akhirnya dalam lingkungan kerja.
Misalnya, apabila seorang anak kehilangan kasih sayang, biasanya dia gagal
mengembangkan kepribadian yang wajar. Anak-anak seperti ini akan memiliki masalah
dalam kepribadiannya. Mereka dapat tumbuh menjadi orang yang apatis, menarik diri dari
pergaulan sosial, atau justru agresif. Seseorang membutuhkan pengalaman kelompok yang
intim untuk dapat berkembang sebagai manusia dengan kepribadian normal, bukan
manusia yang bermasalah.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 62

c) Unsur Pengalaman Unik


Walaupun anak-anak dibesarkan dalam satu keluarga yang sama, bukan berarti
mereka selalu memperoleh perlakuan yang sama. Misalnya, anak pertama selalu akan
memperoleh perhatian penuh sebagai anak satu-satunya sampai lahir adiknya kemudian.
Pengalaman itu bersifat unik dan tidak dirasakan oleh adiknya. Hal seperti ini, terjadi
dalam satu keluarga yang sama. Padahal kenyataannya, setiap keluarga memiliki cara yang
berbeda dalam memperlakukan anak-anaknya. Semua ini merupakan pengalaman yang
unik.
Setiap pengalaman hidup seseorang bersifat unik. Unik dalam pengertian bahwa
tidak seorang pun mengalami serangkaian pengalaman yang sama persis, dengan cara yang
persis sama. Keunikan juga berarti tidak ada seorang pun yang mempunyai latar belakang
pengalaman yang sama. Tidak ada pengalaman siapa pun yang secara sempurna dapat
menyamainya. Mungkin saja pengalaman itu serupa, namun tidak akan benar-benar sama
persis. Bahkan, apabila ada dua anak kembar yang diasuh oleh sebuah keluarga yang sama,
kemudian diperlakuan secara sama, disekolahkan pada lembaga yang sama, dan memasuki
kelompok permainan yang sama sekalipun, tidak akan menjamin kedua anak tersebut
memperoleh pengalaman yang sama persis.
Selanjutnya, pengalaman yang diterima seorang anak tidak sekadar bertambah,
tetapi juga menyatu. Arti dan pengaruh suatu pengalaman tergantung kepada pengalaman-
pengalaman yang mendahuluinya. Ini berarti bahwa pengalaman setiap orang merupakan
suatu jaringan yang luar biasa rumitnya. Jaringan itu terbentuk oleh jutaan peristiwa yang
masing-masing memperoleh arti dan pengaruh dari semua pengalaman yang telah
mendahuluinya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau kepribadian seseorang
bersifat rumit.
d) Unsur Sejarah
Sejarah yang dimiliki kelompok masyarakat merupakan bagian yang tidak dapat
pisahkan dari kelompok masyarakat tersebut. Nilai yang dikandung dalam sejarahnya
secara turun-temurun akan dijadikan semangat dan pegangan dalam bertindak. Sebagai
perbandingan, rasa nasionalisme suatu negara yang mengalami penjajahan. Misalnya,
orang Surabaya bangga dengan sejarah kepahlawanannya sehingga disebut Kota Pahlawan.
Orang Sumatera Barat bangga dengan sejarah yang dibuat oleh Imam Bonjol. Sejarah-
sejarah tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian anggota-anggota
masyarakatnya dalam dalam proses interaksi dan bersosialisasi dengan anggota-anggota
masyarakat lain.

e) Unsur Pengetahuan
Secara teoritik, semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang
semakin baik pula kepribadiannya. Seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
biasanya dijadikan panutan dan teladan bagi anggota masyarakat lainnya. Hal ini
menyebabkan, seseorang yang menjadi panutan merasa bahwa dia harus bertindak dan
bertingkah laku sebagimana yang diharapkan masyarakat yang meneladaninya. Selain itu,
pengetahuan yang dimilikinya berpengaruh terhadap pola pikir yang lebih arif dan
bijaksana sehingga kepribadiannya seseorang akan berkembang secara positif.

d. Faktor Kejiwaan
Faktor kejiwaan tidak bersumber pada faktor biologis tetapi bersumber pada
proses interaksi dan sosialisasi dengan masyarakat. Sebagai hasil dari proses sosial, faktor
kejiwaan yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang adalah terdiri
atas motivasi dan kebutuhan untuk berprestasi atau need for achievement yang disingkat n
ach.
1) Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang melakukan tingkah laku
tertentu. Motivasi ada yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsik) dan ada pula yang
berasal dari luar (ekstrinsik). Setiap manusia memiliki dorongan untuk berusaha

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 63

memenuhi kebutuhan dasarnya. Misalnya, kebutuhan untuk bergaul, kebutuhan


berprestasi, kebutuhan untuk bebas dari rasa takut, dan lain-lain. Apabila motivasi itu
muncul dengan sendirinya, berarti termasuk dorongan intrinsik. Akan tetapi, bila motivasi
itu dibangkitkan oleh orang lain, maka disebut dorongan ekstrinsik.
Motivasi mengarahkan perilaku seseorang. Misalnya, orang yang bermotivasi
tinggi untuk berprestasi, perilakunya terarah pada usaha pencapaian prestasi. Dengan
demikian hal-hal yang dipikirkannya pun mengarah ke cara-cara memperoleh prestasi.
Motivasi juga membuatnya pantang menyerah walaupun mungkin beberapa kali
mengalami kegagalan. Berbagai risiko yang merintangi tidak menyurutkan kegigihannya.
Dengan demikian, motivasi telah membentuk pola tindakan, pola berpikir, dan semangat
kerja seseorang. Itu semua merupakan bagian dari kepribadian.
2) N ach
N ach adalah kebutuhan yang dimliki oleh setiap orang untuk berprestasi dalam
lingkungan sosialnya. Bentuk-bentuk prestasi berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Bagi pelajar, bentuk n ach adalah berprestasi dalam bidang akademik, misalnya
naik kelas atau lulus ujian. N ach muncul dari proses interaksi yang berkembang dan
kompetitif. Bagi seseorang yang memiliki n ach akan berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadian. Keinginan untuk terus berpretasi memunculkan kepribadian positif seperti
tekun, pantang menyerah, optimis, dan sebagainya.

I. PERAN MEDIA SOSIALISASI DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN


Proses sosialisasi tidak dapat berlangsung secara otomatis. Sosialisasi dalam terjadi
manakala terdapat media yang menjembatani seseorang dalam mengenal sistem nilai dan
sistem norma yang ada dalam kehidupan nyata. Beberapa media yang berperan dalam
membantu proses sosialisasi seseorang adalah keluarga, teman sepermainan, sekolah,
lingkungan kerja, media massa, dan lain sebagainya.
1. Keluarga
Keluarga merupakan organisasi manusia yang terdiri ayah, ibu, anak, dan mungkin
juga kerabat lain yang menjalankan fungsi dan perannya secara konstan. Keluarga
merupakan organisasi masyarakat yang terkecil. Dalam lingkungan keluarga inilah
seseorang untuk pertama kalinya mengenal sistem nilai dan sistem norma yang mengatur
peri kehidupan melalui pergaulan hidup yang berlangsung sehari-hari. Tidak salah jika
dikatakan bahwa keluarga merupakan tempat proses sosialisasi yang pertama dan utama.
Secara naluriah, orang tua di dalam sebuah keluarga selalu mencurahkan
perhatian kepada anak-anak mereka. Keluarga yang harmonis biasanya berhasil
mengantarkan anak-anak menuju jenjang kedewasaan sehingga siap untuk terjun pada
kehidupan yang sesungguhnya secara mandiri.
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu,
saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara
bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut
sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih
luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang
meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada
masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh
orang-orang yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak.
Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat
sosiologisnya, misalnya ART, baby sitter, security, dll

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 64

Sebaliknya, keluarga yang broken home biasanya membuat anak-anak mengalami


kekecewaan dan frustrasi sehingga mengalami kegagalan dalam menempuh hidup lebih
jauh. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantoro memberikan tiga prinsip dasar dalam
mendidik anak, yakni:
1. Ing Ngarso Sung Tuladha, yang berarti orang tua harus memberikan teladan yang baik
dan mulia bagi anak-anak.
2. Ing Madya Mangun Karsa, yang berarti orang tua harus membangkitkan segala
potensi, minat, dan bakat yang ada pada anak.
3. Tut Wuri Handayani, yang berarti orang tua harus sanggup memberikan motivasi atau
dorongan semangat bagi anak-anak mereka dalam meraih cita-cita hidup ke depan.

2. Teman Sepermainan
Teman sepermainan merupakan sekelompok orang dekat yang memiliki tingkat
umur yang sebaya dan di antara mereka sering terlibat dalam sebuah interaksi yang
intensif. Biasanya teman sepermainan dijadikan ajang untuk saling nertukar pikiran,
berbagi rasa, berkeluh kesah, dan berbagai macam penyaluran aspirasi lainnya. Di antara
teman sepermainan sering terjalin hubungan cukup. kedekatan. Karena intensitas
komunikasi yang cukup tinggi, maka teman sepermainan merupakan media komunikasi
yang cukup berpengaruh bagi pembentukan kepribadian seseorang.
Pada dasarnya teman sepermainan merupakan salah satu media sosialisasi yang
sangat penting. Namun demikian lingkungan keluarga harus memberikan perhatian secara
bijaksana karena disamping memberikan dampak positif teman sepermainan juga bisa
memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak. Dampak positif dari teman
sepermainan dapat diperhatikan pada interaksi yang melibatkan potensi intelektual,
emosional, dan bahkan spiritual sehingga perkembangan jiwa, semangat mandiri, aktivitas,
dan kreativitas seseorang akan terpacu dengan baik. Namun demikian, jika karakter negatif
lebih mendominasi lingkungan teman sepermainan tersebut kita harus mewaspadai
timbulnya dampak negatif bagi perkembangan anak.
Berkembangnya kehidupan geng dan klik di kalangan anak jalanan merupakan
contoh dari pengaruh negatif teman sepermainan. Geng dan klik merupakan sekumpulan
orang yang tidak memiliki sturktur organisasi secara formal namun memiliki pandangan
dan kepentingan yang sama dan biasanya gemar membuat keonaran di masyarakat.
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali
didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya,
teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun
dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga.
Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain
lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu. Berbeda
dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok
bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang
yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak
dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 65

3. Sekolah
Sekolah merupakan sebuah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan
secara formal. Di sekolah pula terdapat beberapa komponen yang memungkinkan
terselenggaranya proses pendidikan, yakni pelajar, pengajar, media belajar, lingkungan
belajar, dan tujuan pembelajaran. Sedangkan pendidikan merupakan usaha sadar untuk
mengembangkan segenap potensi, bakat, dan minat seseorang sehingga dapat berkembang
menjadi manusia yang dewasa. Dalam hubungannya dengan proses sosialisasi setidak-
tidaknya sekolah mengemban dua peranan yang sangat penting, yaitu: (1) memperkenalkan
sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di masyarakat sehingga terbentuk kepribadian
seperti yang diharapkan, dan (2) mengembangkan potensi para pelajar sehingga para
pelajar memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman yang sangat diperlukan
dalam kehidupan nyata.
Sekolah sangat berperan untuk mengantarkan para pelajar agar menjadi dirinya
sendiri dengan baik. Untuk itu sekolah mengemban beberapa fungsi seperti:
a. Mengembangkan potensi para pelajar agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan dalam kehidupannya kelak.
b. Mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan yang telah terbina secara
tradisional sehingga akan tetap terjaga kelestariannya.
c. Membina para pelajar untuk menjadi warga negara yang baik, berjiwa demokratis,
berwawasan kebangsaan.
d. Membina para pelajar untuk menjadi manusia-manusia yang berjiwa religius, yakni
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses pendidikan yang diselenggarakan di sekolah akan berhasil secara maksimal
apabila didukung oleh proses pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga dan di
masyarakat. Keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan tiga pusat pendidikan atau
dikenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan yang sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan kepribadian seseorang.

Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar


membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-
aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement),
universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak
mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri
dengan penuh rasa tanggung jawab.

4. Lingkungan Kerja
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, salah satu peranan sekolah adalah
mengantarkan seseorang pada dunia kerja secara profesional. Melalui pendidikan di
sekolah seseorang berhasil menjadi tentara, dokter, guru, jaksa, hakim, perawat, insinyur,
pedagang, pengusaha, dan lain sebagainya. Pekerjaan seperti ini telah menuntut seseorang
untuk selalu berada di lingkungan tertentu yang membedakan dengan lingkungan yang
lain. Lingkungan pendidik berbeda dengan lingkungan militer, lingkungan pers,
lingkungan rumah sakit, pasar, dan lain sebagainya. Karakteristik yang ada di lingkungan
kerja lambat laun akan mengendap pada diri seseorang dan membentuk kepribadian yang
khas. Itulah sebabnya terdapat perbedaan antara ciri-ciri seorang guru dengan ciri-ciri
seorang tentara yang tegas dan disiplin, seorang dokter yang serius, seorang wartawan yang
banyak bicara, seorang pedagang penuh perhitungan, dan lain sebagainya.

5. Media Massa
Seperti istilahnya, media massa merupakan sebuah media yang mengundang
perhatian orang banyak. Secara garis besar media massa dibedakan atas dua bagian, yaitu
media cetak seperti buku, koran, tabloit, majalah dan media elektronik seperti radio,
internet, film, dan TV. Media massa merupakan alat komunikasi yang sanggup menjangkau

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 66

masyarakat luas. Apa yang dilihat, dibaca, dan didengar dari media massa membawa
pengaruh bagi perkembangan intelektual, pengetahuan, dan bahkan kepribadian
seseorang.
Sesuai dengan daya jangkaunya yang amat luas, seseorang harus memiliki daya
saring yang tangguh sebab tidak semua informasi yang disadap bersifat positif. Misalnya,
berita dan tayangan yang bersifat liberalis sekuler tentu tidak akan sesuai bagi masyarakat
yang memegang teguh tradisi religius. Namun secara umum media massa memegang tiga
fungsi utama, yakni fungsi informasi, fungsi hiburan, dan fungsi pendidikan. dengan tiga
fungsi seperti ini kehadiran media massa sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

6. Warisan Biologis
Salah satu bentuk warisan biologis adalah ras. Ras merupakan pengelompokan
manusia berdasarkan cirri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, bentuk mata atau hidung.
Contoh ras adalah ras kaukasoid, ras negroid, dan ras melanosoid. Ras menunjukan
kelompok manusia, dengan demikian akan menunjuk pada perbedaan yang dimiliki oleh
kelompok manusia tersebut. Ras berperanan dalam pembentukan kepribadian karena ras
menggambarkan identitas sebuah kelompok.

7. Rekreasi
Rekreasi memberikan pengaruh dalam pembentukan kepribadian, dengan rekreasi
seseorang bisa mengeluarkan apresiasinya. Seseorang yang sering melakukan rekreasi akan
memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman bagi dirinya.

8. Peristiwa Unik
Peristiwa unik adalah peristiwa yang dianggap penting bagi orang yang
mengalaminya atau yang melihatnya. Peristiwa unik akan dijadikan sebagai pengalaman
bagi seseorang dan dijadikan pelajaran dalam pengambilan keputusannya. Dengan
demikian peristiwa unik akan mempengaruhi kepribadian seseorang.

J. KEBUDAYAAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPRIBADIAN (WATAK


INDIVIDU)

Bagan Hubungan Antara Kepribadian dengan Kebudayaan

Kebudayaan merupakan karakter suatu masyarakat dan bukan karakter individual.


Semua yang dipelajari dalam kehidupan sosial dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya merupakan kebudayaan.
Kebudayaan tidak bisa lepas dari kepribadian individu melalui suatu proses belajar
yang panjang. Dalam proses belajar yang disebut sosialisasi itu, kepribadian individu pasti
juga mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan itu secara keseluruhan.
Gagasan-gagasan, tingkah laku, atau tindakan manusia itu ditata, dikendalikan, dan
dimantapkan pola-polanya oleh berbagai sistem nilai dan norma di masyarakatnya.
Sebaliknya, kebudayaan di masyarakat turut memberikan sumbangan

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram


Bab IV Sosialisasi sebagai Proses dalam Pembentukan Kepribadian------------------- 67

pada pembentukan kepribadian seseorang. Kepribadian suatu individu masyarakat,


walaupun berbeda-beda distimulasi dan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma
dalam sistem budaya dan juga oleh sistem sosial yang telah diinternalisasinya melalui
proses sosialisasi dan proses pembudayaan selama hidup sejak masa kecilnya sampai tua.
Kepribadian ada yang selaras dan ada yang tidak selaras dengan lingkungan alam
serta sosial. Pembentukan watak banyak dipengaruhi oleh pengalamannya ketika sebagai
anak-anak yang berada dalam asuhan orang-orang terdekat di lingkungannya, yaitu
ayahnya, ibunya, kakaknya, dan individu lainnya yang berada di sekelilingnya.
Suatu kebudayaan sering memancarkan suatu watak khas tertentu yang tampak
dari luar. Watak inilah yang terlihat oleh orang asing. Watak khas itu sering tampak pada
gaya tingkah laku masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan berbagai benda
budaya hasil karya mereka.

Buku Ajar Pengantar Sosiologi ______Prodi Sosiologi - Universitas Mataram

Anda mungkin juga menyukai