Anda di halaman 1dari 16

PEMANFAATAN KULIT PISANG AMBON SEBAGAI BAHAN DASAR

VINEGAR DENGAN VARIASI KONSENTRASI STARTER DAN LAMA


FERMENTASI

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Oleh:
SHERLY HERAWATI

A 420 160 183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


2020
i
ii
iii
PEMANFAATAN KULIT PISANG AMBON SEBAGAI BAHAN DASAR
VINEGAR DENGAN VARIASI KONSENTRASI STARTER DAN LAMA
FERMENTASI

THE UTILIZATION OF AMBON BANANA PEEL AS A VINEGAR BASE


MATERIAL WITH VARIATIONS OF STARTER CONCENTRATION
AND FERMENTATION DURATION

Abstrak
Vinegar adalah cuka alami hasil fermentasi asam asetat oleh bakteri Acetobacter
sp. yang terbuat dari bahan yang mengandung gula atau pati. Kulit pisang ambon
mengandung karbohidrat sekitar 25,09%, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan
menjadi bahan baku vinegar. Tujuan penelitian ini mengetahui kadar asam asetat
dan kualitas uji organoleptik vinegar kulit pisang ambon dengan variasi konsentrasi
starter dan lama fermentasi. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 faktor yaitu: faktor 1: konsentrasi starter S1=
(starter 8%), S2= (starter 10%), S3= (starter 12%) dan faktor 2: lama fermentasi F1=
(7 hari) , F2= (10 hari) dengan 2 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kadar asam asetat tertinggi pada perlakuan E (S2F2) yaitu kombinasi starter 10%
dan lama fermentasi 10 hari sebesar 3,71%. Kualitas vinegar kulit pisang ambon
terbaik pada perlakuan F (S3F2) yaitu kombinasi starter 12% dan lama fermentasi
10 hari berwarna kuning keruh, rasa cukup asam, aroma agak khas cuka, dan cukup
disukai masyarakat.
Kata kunci: vinegar, kulit pisang ambon, kadar asam asetat, organoleptik

Abstract
Vinegar is a natural vinegar fermented by acetic acid by the bacterium Acetobacter
sp. which made from ingredients that contain sugar or starch. Ambon banana peels
contains of carbohydrate about 25,09%, so it’s potential to be utilized as a material
for vinegar. The purpose was to know the levels of acetic acid and the quality of the
organoleptic test of ambon banana peel vinegar with variations in starter
concentration and fermentation duration. The design of this study using Complete
Randomized Design (CRD) with factorial pattern of 2 factors, they were first factor:
starter concentration S1= (starter 8%), S2= (starter 10%), and S3= (starter 12%) and
two factor: fermentation duration F1= (7 days) and F2= (10 days) with 2 time
replications. The results showed that the highest levels of acetic acid was found in
the E (S2F2) treatment, a combination of 10% starter and 10 days fermentation
duration of 3,71%. The best quality of ambon banana peels vinegar was available
in the F (S3F2) treatment, a combination of 12% starter and 10 days fermentation

1
duration of dark yellow, quite sour, slightly vinegar aroma, and quite liked by the
society.
Key words: vinegar, ambon banana peels, acetic acid levels, organoleptic
1. PENDAHULUAN
Vinegar atau cuka adalah produk cair yang mengandung asam asetat, diperoleh
melalui proses fermentasi bahan-bahan yang mengandung karbohidrat atau alkohol
dengan karakteristik dasar yaitu bau, rasa, dan warna khas normal serta total
asamnya tidak kurang dari 4 g/ 100 ml (BPOM, 2006). Cuka yang umumnya
digunakan masyarakat adalah cuka putih atau cuka dapur. Penelitian Febriani
(2018) menjelaskan bahwa cuka yang beredar di pasaran banyak mengandung
bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Menurut (Hewitt, 2003) mengkonsumsi
cuka dengan kadar asam asetat yang tinggi dapat menyebabkan iritasi pada sistem
pencernaan dan meningkatkan keasaman darah, sehingga diperlukan produk
alternatif lain yaitu cuka alami yang lebih aman dikonsumsi masyarakat. Vinegar
alami bermanfaat dalam bidang pangan dan kesehatan. Manfaat vinegar dalam
bidang pangan adalah sebagai pengawet buah-buahan dan sayuran, bahan tambahan
dalam pembuatan mayones, dan sebagai saus salad (Budak, 2014). Manfaat vinegar
untuk kesehatan antara lain mengontrol kadar glukosa darah, mengurangi tekanan
darah, mengurangi efek diabetes, mencegah penyakit jantung, antibakteri, dan
antioksidan bagi tubuh. Toleransi dan keamanan konsumsi vinegar untuk kesehatan
adalah vinegar dengan kandungan asam asetat 4-7% (Ali, 2017).
Pisang ambon merupakan salah satu jenis pisang yang sering dibuat
berbagai macam olahan. Pisang ambon umumnya dikonsumsi dalam kondisi segar,
namun di beberapa daerah pisang ini juga diolah menjadi kripik, sale, dan pisang
goreng karena daging buahnya yang manis dan lunak (Rukmana, 2012). Kandungan
gizi tertinggi kulit pisang ambon dibandingkan kulit pisang kepok dan kulit pisang
raja adalah kandungan air sebesar 69,93% dan kandungan serat sebesar 12,02%.
Kandungan karbohidrat kulit pisang ambon sebesar 25,09% lebih rendah
dibandingkan kulit pisang raja dan kepok (Proverawati, 2019). Menurut (Santoso,
2004) cuka pisang merupakan sejenis cuka yang terbuat dari kulit pisang yang tidak
terpakai melalui proses fermentasi. Ciri-ciri cuka pisang yang berkualitas baik

2
antara lain: warna keabu-abuan, kenampakan sedikit berselaput tetapi tidak ada
endapan, aroma dan rasanya khas asam, dan kadar keasaman total sekitar 3,8% -
4,7%.
Gula merupakan komponen utama yang merupakan syarat terjadinya
fermentasi alkohol yang difermentasi oleh S. cerevisiae menjadi etanol dan gas
CO2. Gula secara alami yang terdapat dalam bahan pangan tidak cukup tinggi untuk
diubah menjadi etanol sehingga perlu ditambahkan dari luar (Breemer, 2016).
Penelitian (Nurismanto, 2014) menjelaskan bahwa untuk mencapai taraf optimal
kandungan asam asetat dari sari buah, maka sari buah tersebut terlebih dahulu
ditambahkan gula hingga mencapai 10-25% (b/v). Penelitian Nusa (2017)
menjelaskan bahwa dalam 100 g gula merah kelapa cetakan mengandung energi
363,14 kkal, karbohidrat 88,55%, protein 1,2%, lemak 0,46%, dan total gula
80,54%. Kelebihan lain dari gula merah kelapa yaitu sebagai pemanis alami yang
ramah bagi penderita diabetes karena memiliki indeks glikemik yang rendah
(Rahmah, 2016).
Hasil penelitian Ni’maturrohmah (2014) menjelaskan bahwa kadar asam
asetat cuka kulit pisang kepok terbaik pada perlakuan konsentrasi Acetobacter aceti
10% dengan kadar asam asetat yang terukur sebesar 13,06%. Hal tersebut
disebabkan Acetobacter aceti akan bereaksi secara optimal pada kondisi
penambahan konsentrasi 10% dari jumlah bahan baku yang difermentasikan.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas vinegar yang layak konsumsi
adalah dengan melihat kandungan asam asetatnya yaitu minimal 4% atau 4 g/100
ml.
Penelitian Rachmawati (2018) menjelaskan bahwa rendeman asam cuka
terbaik dari buah kersen diperoleh pada perlakuan konsentrasi starter 15% dan
waktu fermentasi 10 hari, dengan kadar asam asetat yang dihasilkan sebesar 8,56
mg/100 ml. Hasil penelitian Wusnah (2018) menjelaskan bahwa kadar asam asetat
terbaik dari cairan kopi arabika diperoleh dari perlakuan lama fermentasi 10 hari
dengan penambahan bakteri sebanyak 40 ml (10%) dengan kadar asam asetat yang
dihasilkan sebesar 65, 25g/L.

3
Tujuan penelitian ini mengetahui kualitas vinegar kulit pisang ambon (kadar
asam asetat dan uji organoleptik) dengan variasi konsentrasi starter dan lama
fermentasi.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan
jenis penelitian berupa eksperimen dan desain percobaan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor 1: konsentrasi starter (8%, 10%, dan 12%) dan
faktor 2: lama fermentasi (7 hari dan 10 hari), diulang 2 kali.
Prosedur pelaksanaan diawali dengan persiapan alat dan bahan, sterilisasi alat,
proses pencucian kulit pisang ambon, pembuatan sari kulit pisang ambon,
pasteurisasi sari kulit pisang ambon, pelaksanaan: fermentasi ke 1 (fermentasi
alkohol) menggunakan Sacharomyces cerevisiae selama 7 hari dilanjutkan
fermentasi ke 2 (fermentasi asam asetat) menggunakan starter plain vinegar selama
7 hari dan 10 hari. Selanjutnya pengujian kadar asam asetat vinegar (metode titrasi)
dan pengujian organoleptik serta daya terima.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Uji Kadar Asam Asetat dan pH
Kadar asam asetat dan pH vinegar kulit pisang ambon dengan variasi konsentrasi
starter dan lama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Asam Asetat dan pH Vinegar Kulit Pisang Ambon dengan
Variasi Konsentrasi Starter dan Lama Fermentasi

Perlakuan Kadar asam asetat (%) pH


A 1,99* 3,4
B 2,17 3,4
C 2,25 3,4
D 3,42 3,3
E 3,71** 3,3
F 3,25 3,3
Keterangan:
* kadar asam asetat terendah, ** kadar asam asetat tertinggi

4
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar asam asetat
pada masing-masing perlakuan. Kadar asam asetat vinegar kulit pisang ambon
tertinggi pada perlakuan E (starter 10% dengan lama fermentasi 10 hari) sebesar
3,71%, sedangkan kadar asam asetat terendah pada perlakuan A (starter 8% dengan
lama fermentasi 7 hari) sebesar 1,99%.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa banyaknya jumlah starter dan
lamanya waktu fermentasi sangat mempengaruhi kadar asam asetat yang
dihasilkan. Konsentrasi starter dan lama fermentasi berbanding lurus dengan kadar
asam asetat. Semakin tinggi konsentrasi starter dan lama fermentasi maka kadar
asam asetat semakin meningkat. Kadar asam asetat vinegar mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya konsentrasi starter yang digunakan dan lama
fermentasi yang berlangsung hingga mencapai kondisi jenuh dimana bakteri asam
asetat tidak mampu lagi membentuk asam asetat.
Bakteri asam asetat tidak mampu membentuk asam asetat pada waktu
fermentasi yang lama karena sifat pertumbuhan bakteri yang akan mengalami fase
kematian saat jumlah bakteri semakin banyak tetapi seluruh substrat yang tersedia
telah habis digunakan seluruhnya. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian
Palimbong (2017) bahwa penambahan konsentrasi starter 10% menghasilkan asam
asetat tertinggi dibandingkan pada konsentrasi starter 5% dan 15%. Pada
konsentrasi starter 5% jumlah enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam asetat tidak
cukup untuk mengubah substrat yang tersedia, sehingga produksi asam asetat
menjadi rendah. Sedangkan pada konsentrasi 15% produksi asam asetat juga
rendah, hal tersebut dikarenakan terjadi kompetisi antar bakteri dalam
memanfaatkan substrat yang ada. Peningkatan nilai total asam terjadi akibat adanya
produksi asam-asam organik selama fermentasi. Menurut (Suryani, 2019)
kandungan asam organik dalam vinegar sangat kompleks meliputi asam asetat,
asam sitrat, asam laktat, asam format, asam malat, asam suksinat, dan asam tartarat.
Adanya kandungan asam yang kompleks tersebut membuat vinegar memiliki
kemampuan terapi yang baik di bidang kesehatan.
Kadar asam asetat tertinggi diperoleh pada starter 10% karena pada
konsentrasi tersebut jumlah substrat yang ada sebanding dengan jumlah enzim yang

5
dihasilkan bakteri asam asetat sehingga kinerja bakteri menjadi optimal. Akan
tetapi, pada konsentrasi starter 12% kadar asam asetat menurun. Hal tersebut dapat
terjadi karena jumlah substrat yang ada dengan jumlah populasi bakteri asam asetat
tidak seimbang sehingga terjadi kompetisi antar bakteri. Bakteri yang kalah dalam
kompetisi akan mati. Kematian bakteri dalam jumlah besar mengakibatkan kadar
asam asetat menurun. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Effendi (2002)
bahwa inokulasi starter Acetobacter aceti 10% menghasilkan kadar asam asetat
yang optimal. Diperkuat penelitian Yasminto (2019) semakin tinggi konsentrasi
starter yang ditambahkan maka akan semakin banyak asam asetat yang dihasilkan.
Akan tetapi kinerja bakteri untuk merombak alkohol menjadi asam asetat
mengalami penghambatan. Penelitian Hardoyo (2007) menjelaskan bahwa waktu
optimum terjadinya proses asetifikasi berlangsung selama 11 hari, dimana
peningkatan kadar asam asetat terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-11 dengan
kadar asam asetat mencapai 6% dan mengalami penurunan dihari ke-12. Diperkuat
dengan penelitian Gorie (2009) bahwa kadar asam asetat mencapai puncaknya pada
hari ke-9 sampai hari ke-10.
Berdasarkan Tabel 1 perlakuan A, B, dan C dengan lama fermentasi yang
sama yaitu 7 hari menghasilkan derajat keasaman (pH) yang sama sebesar 3,4
sementara perlakuan D, E, dan F dengan lama fermentasi yang sama yaitu 10 hari
menghasilkan derajat keasaman (pH) sebesar 3,3. Hasil uji derajat keasaman (pH)
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi starter dan lama fermentasi maka
nilai pH semakin rendah dengan tingkat keasaman semakin tinggi. Dijelaskan
dalam penelitian Priastry (2013) bahwa kenaikan nilai pH berjalan beriringan
dengan penurunan kadar asam asetat. Kenaikan nilai pH diduga karena
bertambahnya konsentrasi asam asetat selama fermentasi aerob berlangsung.
Perubahan nilai pH memberi pengaruh yang berlawanan terhadap kadar asam
asetat, jika kadar asam asetat tinggi maka nilai pH menjadi rendah sebaliknya
apabila kadar asam rendah maka nilai pH menjadi tinggi. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Andayani (2019) yakni terjadinya perubahan pH pada perlakuan
menunjukkan adanya perombakan alkohol membentuk asam asetat yang
menyebabkan pH cuka menurun. Perubahan keasaman media merupakan salah satu

6
indikator aktivitas metabolisme bakteri yang sudah mulai memproduksi senyawa
asam.
3.2 Hasil Uji Organoleptik dan Daya Terima
Uji organoleptik vinegar kulit pisang ambon meliputi penilaian warna, rasa, aroma,
dan daya terima terhadap panelis.
Tabel 2. Uji Organoleptik Warna, Rasa, Aroma, dan Daya Terima Vinegar Kulit
Pisang Ambon dengan Variasi Konsentrasi Starter dan Lama Fermentasi
Perlakuan Penilaian
Warna Rasa Aroma Daya terima

A Kuning tua Cukup asam Kurang khas cuka Kurang suka

B Kuning tua Cukup asam Kurang khas cuka Kurang suka

C Kuning tua Cukup asam Kurang khas cuka Kurang suka

D Kuning tua Cukup asam Agak khas cuka Cukup suka

E Kuning tua Cukup asam Agak khas cuka Cukup suka

F Kuning tua Cukup asam Agak khas cuka Cukup suka

Berdasarkan Tabel 2, warna vinegar kulit pisang ambon dengan variasi konsentrasi
starter dan lama fermentasi untuk seluruh perlakuan berwarna kuning tua. Rasa
vinegar kulit pisang ambon dengan variasi konsentrasi starter dan lama fermentasi
untuk seluruh perlakuan adalah cukup asam. Aroma vinegar kulit pisang ambon
dengan variasi konsentrasi starter dan lama fermentasi pada perlakuan A, B, dan C
beraroma kurang khas cuka, sedangkan pada perlakuan D, E, dan F beraroma agak
khas cuka. Sedangkan daya terima masyarakat terhadap vinegar kulit pisang ambon
dengan variasi konsentrasi starter dan lama fermentasi pada perlakuan A, B, dan C
adalah kurang suka, dan pada perlakuan D, E, dan F adalah cukup suka.
Hasil uji organoleptik vinegar kulit pisang ambon dengan variasi
konsentrasi starter dan lama fermentasi oleh 15 orang panelis menunjukkan hasil
yang berbeda-beda pada setiap perlakuan.

7
4
3.473.33 3.47 3.47 3.47 3.4

Rata-rata Nilai Organoleptik


3.33 3.33 3.333.33
3.5
2.93 2.8
3 2.73 2.6
2.53
2.5 2.13
2 1.8 1.73
1.5
1
0.5
0
A B C D E F
Perlakuan
Warna Rasa Aroma

Gambar 1. Uji Organoleptik Warna, Rasa, dan Daya Terima Vinegar Kulit
Pisang Ambon

Warna vinegar kulit pisang ambon pada semua perlakuan berwarna kuning
tua. Produk vinegar kulit pisang ambon memiliki warna kuning yang berasal dari
ekstrak kulit pisang ambon. Menurut penelitian Gorie (2009) kekeruhan warna dan
perubahan warna vinegar disebabkan oleh adanya logam dan garam-garam yang
masuk dalam vinegar serta adanya mikroorganisme lain yang terbawa dari sari
buah.
Perlakuan dengan nilai rata-rata tertinggi rasa 3,47 pada sampel B
(konsentrasi starter 10% dan lama fermentasi 7 hari) dengan rasa cukup asam.
Sedangkan perlakuan dengan nilai rata-rata terendah rasa 2,73 pada sampel D
(konsentrasi starter 8% dan lama fermentasi 10 hari) yang juga berasa cukup asam.
Rasa asam pada vinegar akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya
proses fermentasi. Hal tersebut berhubungan dengan banyaknya asam asetat yang
dihasilkan. Jika kandungan asam asetat tinggi maka rasanya semakin asam dan
sebaliknya jika kandungan asam asetat rendah maka rasa asamnya menjadi
berkurang. Rasa asam pada vinegar disebabkan oleh adanya pelepasan ion (H+)
selama proses fermentasi berlangsung (Afif, 2012).
Semakin lama fermentasi maka nilai rata-rata aroma vinegar cenderung
semakin meningkat. Perlakuan F (konsentrasi 12% dan lama fermentasi 10 hari)
memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 2,8. Perlakuan F beraroma agak khas cuka.

8
Sementara perlakuan B (konsentrasi starter 10% dan lama fermentasi 7 hari)
memiliki nilai rata-rata terendah yaitu 1,73. Perlakuan B beraroma kurang khas
cuka. Penelitian Ni’maturrohmah (2014) dan Hasanuddin (2012) menjelaskan
bahwa aroma cuka yang dihasilkan yaitu khas asam asetat. Aroma cuka semakin
lama penyimpanan akan semakin masam. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas
bakteri Acetobacter yang mengubah alkohol menjadi asam asetat.

3 2.73
Rata-rata Nilai Organoleptik

2.53 2.6
2.5 2.33
2 2
2
Daya Terima

1.5
1
0.5
0
A B C D E F
Perlakuan
Daya Terima
Gambar 2. Uji Organoleptik Daya Terima Vinegar Kulit Pisang Ambon
Kombinasi perlakuan vinegar yang mendapat nilai daya terima terendah
adalah perlakuan A dan perlakuan B dengan nilai 2. Perlakuan A dan B memiliki
rasa vinegar yang cukup asam dan aroma kurang khas cuka karena penggunaan
konsentrasi starter yang terlalu sedikit dan lama fermentasi yang sebentar hanya 7
hari. Kombinasi perlakuan vinegar yang mendapat nilai daya terima tertinggi adalah
perlakuan F dengan nilai 2,73. Pada perlakuan tersebut rasa vinegar yang dihasilkan
adalah cukup asam dengan aroma agak khas cuka. Hal tersebut terjadi karena
perlakuan F menggunakan konsentrasi starter yang banyak yaitu 12% dan lama
fermentasi yang cukup lama yaitu 10 hari. Respon panelis menjelaskan bahwa
mereka kurang menyukai vinegar yang difermentasi 7 hari karena rasanya asam dan
sedikit pahit serta aromanya menyengat. Rasa pahit dan aroma menyengat tersebut
diduga berasal dari masih adanya kandungan alkohol yang belum dirombak dari
hasil fermentasi tahap pertama. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa 15
panelis umumnya lebih menyukai vinegar kulit pisang ambon yang memiliki rasa
cukup asam dan aroma yang khas asam asetat atau khas cuka.

9
4. PENUTUP
Kadar asam asetat tertinggi diperoleh pada perlakuan E (konsentrasi starter 10%
dan lama fermentasi 10 hari) dengan kadar asam asetat 3,71%. Kadar asam asetat
vinegar kulit pisang ambon yang dihasilkan belum sesuai SNI karena hasilnya tidak
mencapai 4%. Uji organoleptik vinegar kulit pisang ambon tertinggi pada perlakuan
F (konsentrasi starter 12% dan lama fermentasi 10 hari) dengan karakteristik
berwarna kuning tua, rasa cukup asam, aroma agak khas cuka, dan daya terima
cukup disukai masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Afif, M. (2012). Senyawa Asam Asetat. Bandung: Angkasa.
Ali, Z, Wang, Z, Amir, R.M, Younas, S, Wali, A, Adowa, N, & Ayim, I. (2017).
Potential Uses of Vinegar as a Medicine and Related in vivo Mechanisms.
International Journal Vitamine Nutrition Research, 1-12.
Andayani, N., Nurhayati, D., dan Saing, M. D. (2019). Optimalisasi Lama
Fermentasi dengan Penambahan Konsentrasi Acetobacter Aceti pada
Pembuatan Cuka Buah Apel Rhome Beauty menggunakan Alat Fermentor.
Seminar Nasional Hasil Pengabdian Masyarakat dan Penelitian Pranata
Laboratorium Pendidikan Politeknik Negeri Jember: 313-320.
Badan POM RI. (2006). Kategori Pangan. Direktorat Standarisasi Produk Pangan.
Deputi Bidang pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Breemer, R., Monihrapon, E., dan Nimreskosu, J. (2016). Pengaruh Konsentrasi
Gula terhadap Organoleptik dan Sifat Kimia Anggur Buah Tomi-Tomi (
Flacourtia inermis Roxb). AGRITEKNO, Jurnal Teknologi Pertanian, 5(2):
32-36.
Budak, N. H., Aykin, E., Seydin, A. C., Greene, A. K. and Guzel-Seydin, Z. B.
(2014). Functional Properties of Vinegar. Journal of Food Science 79 (5) :
R757-R764. DOI : 10.1111/1750-3841.12434

Effendi, M. S. (2002). Kinetika Fermentasi Asam Asetat (Vinegar) oleh Bakteri


Acetobacter aceti B127 dari Etanol Hasil Fermentasi Limbah Cair Pulp
Kakao . Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XIII (2): 125-135.

Febriani, D. R., & Azizati, Z. (2018). Pembuatan Cuka Alami Buah Salak dan
Pisang Kepok Beserta Kulitnya Teknik Fermentasi. Walisongo Journal of
Chemistry, 2 (2): 73-78.

10
Gorie, M. B. D. (2009). Pembuatan Cuka Apel Fuji ( Malus 'Fuji’ ) menggunakan
Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti. Skripsi. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Hardoyo., Tjahjono, A. E., Primarini, D., Hartono, & Musa. (2007). Kondisi
Optimum Fermentasi Asam Asetat menggunakan Acetobacter aceti B166. J.
Sains MIPA, 13(1): 17-20.
Hasanuddin., Dewi, K. H., dan Wulandra, O. (2012). Penggunaan Air Kelapa untuk
Bahan Dasar Cuka Makan. Jurnal Agroindustri, 2 (2): 53-61.
Hewitt, P.G. (2003). Conseptual Integrated Science Chemistry. San Francisco.
Pearson Education, Inc.
Ni'maturrohmah, W. (2014). Pemanfaatan limbah kulit buah pisang kepok (Musa
paradisiaca) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cuka Organik Dengan
Penambahan Acetobacter aceti dengan Konsentrasi yang Berbeda. Surakarta:
FKIP Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nurismanto, R., Mulyani, T., dan Tias, D.I.N. (2014). Pembuatan Asam Cuka
Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) dengan Kajian Lama Fermentasi dan
Konsentrasi Inokulum (Acetobacter aceti). Jurnal Rekapangan, 8 (2), 149-155.
Nusa, C. P. (2017). Indeks Glikemik Gula Kelapa Cetak, Kristal, dan Cair. Skripsi.
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Palimbong, S. (2017). Pengaruh Konsentrasi Acetobacter aceti dan Lama
Fermentasi Terhadap Total Asam Cairan Fermentasi Pepaya Burung (Carica
papaya L.). Jurnal Sains dan Teknologi Pangan, 2(2), 478-485.
Priastry, E.W. Hasanudin, dan Dewi, K. (2013). Kualitas Asam Cuka Kelapa
(Cocos nucifera L.) dengan Metode Lambat (Slow Methods). Jurnal
Agroindustri, 3(1):1-13.
Proverawati, A., Nuraeni, I., Sustriawan, B., dan Zaki, I. (2019). Upaya
Peningkatan Nilai Gizi Pangan Melalui Optimalisasi Potensi Tepung Kulit
Pisang Raja, Pisang Kepok, dan Pisang Ambon. J. Gipas, 3(1): 49-63.
Rachmawati, N. (2018). Pengaruh Waktu Fermentasi dan Penambahan
Konsentrasi Inokulum (Acetobacter aceti) terhadap Kualitas Asam Cuka dari
Buah Kersen (Mutingia calabura L). Yogyakarta: Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Rahmah, F. A. (2016). Pengaruh Penggunaan Jenis Gula Merah dan Lama
Fermentasi terhadap Karakteristik Water Kefir. Skripsi. Fakultas Teknik
Universitas Pasundan Bandung.
Rukmana, H. R. (2012). Aneka Olahan Limbah: Tanaman Pisang, Jambu Mete,
Rosella. Yogyakarta: Penerbit KANISIUS.
Santoso, H.B. (2004). Cuka Pisang. Yogyakarta: Penerbit KANISIUS.

11
Suryani, T, Sari, S.K, & Tyastuti, E.M. (2019). Petunjuk Praktek Mikrobiologi
Industri. Surakarta: UMS Press.
Wusnah, Meriatna, & Lestari, R. (2018). Pembuatan Asam Asetat dari Air Cucian
Kopi Robusta dan Arabika dengan Proses Fermentasi. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal, 7(1), 61-72.

Yasminto, H. M., Chairul., dan Utami, S. P. (2019). Pengaruh Volume Inokulum


Acetobacter aceti dan Waktu Fermentasi terhadap Fermentasi Asam Asetat
dari Nira Aren (Arenga pinnata). Jom FTEKNIK, 6 (1): 1-6.

12

Anda mungkin juga menyukai