Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KOMUNIKASI TEURAPETIK MENGATASI KLIEN


MARAH-MARAH DAN KOMPLAIN,

Oleh:
Kelompok 4

Anggota:

Boihaqi
Asma Ulhusna
Yusnidar
Nurlaila
Mona Riska

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MEDIKA NURUL ISLAM
SIGLI
2023

İ
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan


kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini memuat mengenai Komunikasi Terapeutik


Mengatasi Klien Marah-marah, Komplain, dan Rewel. Walaupun makalah
ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas
bagi pembaca.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas


kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritik nya. Terimakasih.

Sigli, 21 November 2023

Penulis

İ
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada
klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi
lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam
mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian
sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal
yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson,
1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional
dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan
serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan
ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Jelaskan Pengertian komunikasi terapeutik klien marah-marah, rewel,
dan komplain
b. Bagaimana Komunikasi Terapeutik Mengatasi Klien yang Marah-
marahdan Rewel

3
c. Jelaskan Rentang Respon Marah
d. Sebutkan Ciri-ciri Marah
e. Apasaja Penyebab Marah
f. Apa Akibat yang Timbulkan ketika marah
g. Bagaimana Sikap dan Cara Menghadapi Pasien yang Marah
h. Bagaimana Komunikasi Terapeutik Mengatasi Klien Yang Komplain
i. Apasaja Penyebab Terjadinya Komplain
j. Jelaskan Sistem Manajemen Komplain
l.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian komunikasi terapeutik klien marah-
marah, rewel, dan komplain
b. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik mengatasi klien yang
marah- marah dan Rewel
c. Untuk mengetahui rentang respon marah
d. Untuk mengetahui ciri-ciri marah
e. Untuk mengetahui penyebab marah
f. Untuk mengetahui akibat yang timbulkan
g. Untuk mengetahui sikap dan cara menghadapi pasien yang marah
h. Untuk mengetahui terapi Marah
i. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik mengatasi klien yang komplain
j. Untuk mengetahui penyebab terjadinya komplain

k. Untuk mengetahui sistem manajemen komplain.

l.4 Manfaat

Makalah ini di buat penulis dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga


kesehatan atau tenaga medis dapat memahami komunikasi terapeutik
Mengatasi Klien Marah-marah, Komplain, dan Rewel.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Terapeutik


1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal di mana perawat
dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama serta memperbaiki
pengalaman emosional klien yang negative (Stuart Laraia, 2000). Sieh A.,
Louise K., dan Brenti, (1997) mengemukakan komunikasi terapeutik
sebagai segala bentuk komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan
kesejahteraan pasien atau menghilangkan distress psikologis. Komunikasi
terapeutik ditujukan dengan empati, rasa percaya, validasi, dan perhatian.
2. Fase-fase Hubungan dalam Komunikasi Terapeutik
Terdapat beberapa fase dalam hubungan terapeutik, yaitu :
a. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Pada tahap ini, perawat berkewajiban mengidentifikasi pasien
mengenai kelebihan serta kekurangannnya. Tahap yang harus
dilakukan oleh seorang perawat adalah memahami keberadaan
dirinnya agar siap berintreraksi dengan pasien. Adapun tugas yang
harus dilakukan oleh perawat dalam tahap prainteraksi adalah :
1) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan, pasien.
Sebelum elangsungkan komunikasi, penting bagi seorang
perawat untuk melakukan pengkajian terhadap perasaannya
sendiri, yaitu berkenaaan dengan kesiapannya dalam
berinteraksi dengan pasien.
2) Melakukan analisis terhadap kekuatan sekaligus kelemahan
yang terdapat dalam diri sendiri. Semisal, seorang perawat
memiliki kekuatan dalam memulai pembicaraan dan sensitive
terhadap perasaan orang lain. Tentunya, keadaan ini bisa
dimanfaatkan oleh seorang perawat guna memudahkan dirinya
dalam membuka pembicaraan sekaligus membina hubungan
saling percaya dengan pasien.

5
3) Mengumpulkan data berkenen dengan pasien. Kegiatan tersebut
berfungsi untuk mengetahui informasi tentang pasien, sekaligus
media guna memahami pasien. Paling tidak,seorang perawat
bisa mengetahui identitas pasien, yang bisa digunakan ketika
hendak melangsungkan interaksi.
4) Merencanakan pertemuan pertama dengan pasien. Tentunya,
sebelum bertemu, perawat sudah merencanakan apa yang akan
dilakukan, yaitu kapan, di mana,dan strategi yang hendak
dilakukan dalam pertemuan tersebut.
3. Tahap Perkenalan
Pada tahap ini, seseorang perawat harus mengawalinya dengan
memperkenalkan diri kepada pasien. Dengan demikian, seseorang perawat
telah bersikap terbuka terhadap pasien. Diharapkan, hal itu mampu
membuat pasien terdorong pula untuk membuka dirinya. Adapun tujuan
dari tahap perkenalan adalah guna memvalidasi keakuratan data sekaligus
rencan yang sudah dibuat. Berikut adalah tugas yang harus dilakukan oleh
seorang perawat dalam tahap perkenalan :
a. Membina rasa saling percaya.
Rasa saling percaya dapat membantu keberhasilan dalam hubungan
terapeutik. Sebab tanpa adannya saling percaya maka keterbukaaan
antara kedua belah pihak akan menjadi suatu hal yang mustahil terjad.
Dengan demikian penting bagi seorang perawat untuk senantiasa
membina hubungan saling percaya dengan pasien. Dalam hal ini
perawat harus bersikap terbuka, jujur, menerima apa adanya, menepati
janji, dan menghargai pasien.
b. Merumuskan kontrak dengan pasien.
Keberadaan kontrak sangat penting guna menjamin kelangsungan
interaksi antara perawat dengan pasien. Saat merumuskan kontrak,
seorang perawat harus menjelaskan mengenai peranannya supaya
pasien tidak salah paham terhadap kehadirannya. Tujuan dari
penjelasan fungsi perawat adalah menghindari harapan yang terlalu
tinggi dari pasien karena menempatkannya sebagai dewa penolong
yang serba bisa dan serba tahu. Dalam merumuskan sebuah kontrak,

6
perawat harus menegaskan bahwa kehadirannya semata-mata
membantu, sementara kekuatan dan keinginan untuk berubah tetap
sepenuhnya ada pada diri pasien.
c. Menggali pikiran dan perasaan pasien.
Pada tahap ini, seorang perawat harus mendorong pasien guna
mengekspresikan perasaannya. Salah satu cara yang bisa dilakukan
oleh seorang perawat dalm tahp ini adalah memberikan pertannyaan
terbuka sehingga bisa melakukan identifikasi terhadap masalah pasien.
Efek lainnya adalah dihrapkan pasien merasa terdorong untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
d. Merumuskan metode keperawatan bersama pasien. Pada dasarnya
tanpa ada keterlibatan pasien dalam keperawatan tujuan yang hendak
dicapai mungkin menjadi sulit. Tujuan ini dirumuskan setelah perawat
melakukan identifikasi terhadap pasien.
e. Fase orientasi dilaksanakan pada setiap awal pertemuan. Tujuan dari
fase orientasi adalah memvalidasi keakuratan data mengenai rencana
yang sebelumnnya sudah dibuat dan mengevaluasi hasil tindakan yang
sudah dilakukan.
4. Tahap Kerja
Dalam proses komunikasi terapeutik, tahap inti dari keseluruhan
prosesnya adalah tahap kerja. Pada tahap ini seorang perawat dan pasien
bekerja sama mengatasi permasalahan yang ada. Perawat dituntut
memfungsikan kemampuannya dalam mendorong pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya perawat juga dituntut memiliki
kepekaan dan tingkat analisis yang mempunyai kepekaan dan tingkat
analisis yang baik terhadap perubahan pasien.
Pada tahap kerja perawat harus melakukan active listening. Melalui active
listening perawat membantu pasien dalam mendefinisikan masalah yang
sedang dihadapi sekaligus mencari solusi dan cara mengatasinnya.
Diharapkan perawat memiliki kemampuan dalam menyimpulkan kondisi
pasien secara tepat dan benar. Teknik menyimpulkan adalah satu bentuk
usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam

7
percakapan sekaligus menyamakan pikiran dan ide dengan tujuan
membantu pasien.
5. Tahap Terminasi
Tahap terminasi ialah tahap akhir dari pertemuan antara perawat dan
dengan pasien. Tahap terminasi dipetakan menjadi dua, yaitu :
a. Terminasi sementara, yaitu dilakukan saat akhir dari setiap
pertemuan dengan pasien.
b. Terminasi akhir, dilakukan saat perawat menyelesaikan proses
keperawatan secara keseluruhan.
c. Pada tahap terminasi, terdapat beberapa tugas yang harus
diperhatikan sekaligus diaplikasikan secara sungguh-sungguh oleh
perawat, yaitu :
1) Melakukan evaluasi terhadap pencapaian dari interaksi
yang sudah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut sebagai
evaluasi objektif, di mana dalam melakukan evaluasi,
seorang perawat tidak diperbolehkan menunjukkan kesan
menguji kemampuan pasien. Akan tetapi, seorang perawat
menunjukkankesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
2) Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan
seusai melakukan interaksi, yaitu dengan menanyakan
perasaan pasien setelah melakukan interaksi, yaitu apakah
interaksi yang dilakukan bisa mengurangi kecemasan atau
tidak ?
3) Menindaklanjuti interaksi yang sudah dilakukan. Tindakan
tersebut bisa disebut sabagai pekerjaan rumah bagi pasien.
Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan rencana
interaksi berikutnya.
4) Membuat kontrak pertemuan selanjutnya. Kontrak
pertemuan yang dibuat mencangkup tempat, waktu,
sekaligus tujuan dari interaksi yang hendak dilakukan.

2.2 Komunikasi terapeutik klien marah ― marah, rewel, komplain

8
A. Pengertian
Pengertian komunikasi terapeutik klien marah ― marah,
rewel, komplain Charles rycroft (1979) memberikan definisi marah
sebagai suatu reaksi emosional kuat yang didatangkan oleh ancaman,
campur tangan, serangan katakata, penyerangan jelas, atau frustasi dan
dicirikan dengan reaksi gawat dari sistem syaraf yang bebas dengan
balasa-balasan serangan atau tersembunyi.
Davidoff (1991) mendefinisikan marah sebagai suatu emosi yang
mempunyai ciri aktivitas sistem sistem syaraf simpatik yang tinggi dan
adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat disebabkan adanya
kesalahan. Stuart dan sundeen (1987) memberikan pengertianmengenai
marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.
Jadi, kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul
sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan
sebagai ancaman. Pengungkapan marah yang kontruktif dapat membuat
perasaan lega.
Sangat sering terjadi tenaga kesehatan harus menghadapi pasien
yang marah atau menjengkelkan, sebagian merendahkan diri atau
sarkastik, sedangkan lainnya bersikap menuntut, agresif, dan terang-
terangan memperlihatkan sikap bermusuhan. Terkadang pasien
mengucapkan teguran yang tidak pantas yang bersifat merendahkan
pemula atau bahkan dokter yang sudah berpengalaman. Tenaga kesehatan
mungkin merasa sebal, marah, kewibawaannya terganggu, tidak sabar,
atau frustasi.
Tenaga kesehatan harus menyadari bahwa reaksi ini adalah respons
pasien terhadap penyakitnya, dan belum tentu menunjukkan respons
terhadap pewawancara. Tiap pewawancara harus menyadari bahwa emosi
yang sama seperti marah, iri, atau takut ada pada kedua belah pihak,
pasien dan tenaga kesehatan yang menanganinya. Seorang pasien dapat
mengungkapkan perasaannya kepada tenaga kesehatan, yang harus
bertindak secara professional dan obyektif, dan tidak merasa diserang
atau menjadi defensif.

9
1. Teknik Komunikasi Terapeutik Mengenai Klien yang Marah ―
marah dan Rewel
Ruang konsultasi bisa jadi selalu penuh dengan emosi, khususnya dari
pasien. Ketika pasien tidak bisa mengontrol emosi, dokter dan
perawat terkadang perlu mengatasinya dengan komunikasi terapeutik.
Berikut beberapa tips bagaimana Anda bisa menangani pasien atau
anggota keluarga pasien yangmarah:
1. Siaplah untuk menghadapi emosi yang beragam

Ketika menghadapi orang sakit, Anda mungkin akan


menemukan berbagai reaksi emosi. Sesaat setelah mulai
bekerja, Anda perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi
ketidaknyamanan yang mungkin muncul. Anda juga perlu
mengidentifikasi kapan sesuatu akan berubah menjadi buruk,
berdasarkan bahasa tubuh pasien.
2. Tunjukkan empati

Ketika ada pasien marah, cara terbaik menghadapinya


adalah mendengarkan dan menunjukkan empati daripada ikut
berdebat dan berargumen. Sulit mengetahui akar penyebab
kemarahan, bisa jadi karena mereka sedang kesakitan,
ketakutan, atau hal lain. Dokter perlu tetap sabar dan
mendengarkan keluhan pasien mereka, meskipun kadang tidak
masuk akal. Agar bisa melakukannya, cobalah posisikan diri
Anda di posisi mereka dan rasakan sakit yang mereka rasakan.
Anda mungkin tidak perlu menghiraukan ketika mereka
mengeluarkan kata-kata kasar ke diri Anda.
3. Hati-hati dalam berbicara

Kata-kata dokter bisa dijadikan alat oleh pasien.


Dalam situasi marah, dokter perlu berhati-hati saat berbicara,
sehingga tidak memperparah situasi. Kata-kata memiliki
kekuatan, jadi daripada memperpanas kemarahan, Anda
mungkin bisa membiarkan pasien Anda mencurahkan dan

10
menyampaikan perasaan mereka. Dengan cara bicara yang
benar, Anda mungkin bisa menemukan alasan frustasi dan
kemarahan mereka, darimana itu berasal dan menyelesaikan
akar permasalahannya.
4. Jangan menghiraukan perasaan mereka
Tidak ada pasien marah yang suka dihiraukan oleh
dokter atau perawat. Tenaga kesehatan justru perlu memberi
perhatian khusus ke pasien ini. Cara Anda menunjukkan respek
akan menunjukkan kepedulian Anda terhadap situasi yang
sedang mereka hadapi. Ini juga bisa dianggap sebagai
perlindungan diri, untuk mencegah keluhan atau komentar
negatif di media sosial.
5. Hiburlah mereka
Jika Anda telah berusaha meredakan amarah pasien
dan tidak berhasil, biarkan saja pasien marah. Tidak ada orang
yang sempurna, dan jika pasien ingin marah, biarkan mereka
sedikit marah, karena Anda tahu Anda telah memberi yang
terbaik dan Anda tahu tidak Ada lagi yang bisa Anda lakukan.
Ingatlah untuk tetap tenang dan berusaha menghibur mereka,
dan sampaikan bahwa Anda memahami perasaan mereka.
Biarkan keberuntungan, pelampiasan, dan waktu - akan
menyelesaikannya.

2. Rentang Respon Marah

Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu


menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyakiti atau menyalahkan orang lain. Dengan perilaku ini dapat
melegakan perasaan pada individu. Frustasi merupakan respons yang
terjadi akibat gagal mencapai tujuan. Perilaku Pasif merupakan
perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan
marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari
suatu tuntutan nyata. Agresif merupakan perilaku yang menyertai

11
marah, merupakan dorongan mental untuk bertindak dan masih
terkontrol. Individu agresif tidak mempedulikan hak orang lain. Bagi
individu ini hidup adalah medan peperangan. Biasanya individu kurang
percaya diri. Harga dirinya ditingkatkan dengan cara menguasai orang
lain untuk membuktikan kemampuan yang dimilikinya. Stres, cemas ,
harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan
yang dapat mengarah kepada perilaku kekerasan.

3. Ciri ― ciri Marah


a. Aspek biologi
b. Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonam
bereaksi terhadap sekresi epinerpin sehingga tekanan darah
meningkat, takidarki (frekuensi denyut jantung meningkat) wajah
memerah, pupil membengkak, frekuensi pembuangan urin
meningkat.
c. Aspek emosional
d. Merasa tidak berdaya, putus asa, frustasi, ngamuk, ingin berkelahi,
dendam, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
Prilakunya selalu ingin menarik perhatian orang lain, membuat
kegaduhan, kebakaran,melarikan diri, mencuri dan penyimpangan
seksual.
e. Aspek intelektuaL
Akan terus mencair penyebab kemarahannya
f. Aspek sosial
Meliputi inter aksi sosial, budaya, konsep percaya dan
ketergantungan, emosi marah akan menimbulkan kemarahan orang
lain serta penolakan dari orang lain.
g. Aspek spiritual, keyakinan, nilai dan moral mempengaruhi
terhadap ungkapan lingkungan dengan tidak mempedulikan moral.
Hamzah (2001) juga menjabarkan terhadap ciri-ciri orang yang
sedang marah, yaitu:
a) Ciri pada wajah, berupa perubahan pada kulit menjadi
warna kuning pucat, tubuh bergetar keras, timbul buih pada
sudut mulut, bola mata mmerah, hidung kembung kempis

12
gerakan tidak terkendali.
b) Ciri pada lidah, meluncurnya makian, celaan, kata-kata yang
menyakitakan, dn ucapan-ucapan yang keji yang membuat
orang yang berakal sehat merasa risih untuk mendengarkanya.
c) Ciri pada anggota tubuh. Timbulnya keinginan untuk
memeukul, melukai, merobek, bahkan membunuh.
d) Ciri pada hati, didalam hati akan timbul rasa kebencian,
dendam, dan dengki, menyembunyikan keburukan, merasa
gembiradalam dukanya. Dan merasa sedih atas
gembiranya, memutuskan hubungan dan menjelek-
jelekanya.

4. Penyebab Marah
Ada beberapa penyebab dari kemarahan yaitu :
a. Faktor Fisik
a. Kelelahan yang berlebihan
b. Adanya zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah,
seperti kurangnya zat asamdi otak.
c. Hormon kelamin, seperti pada waktu menstruasi pada wanita
b. Faktor psikis
a. Rendah hati, menilai dirinya selalu merasa dirinya rendah dari
yang sebenarnya.
b. Sombong, menilai dirinya melebihi dari yang sebenarnya
c. Egoistis, akan selalu mementingkan diri sendiri
Menurut Nuh, Hamzah, Hawwa ( 1993) berpendapat bahwa ada
beberapa faktor yang menyebabkan kemarahan yaitu :
1) Lingkungan,
2) Pertengkaran dan perdebatan
3) Senda gurau dengan cara yang batil
4) Memusuhi orang lain dengan segala cara
5) Congkak dan sombong di muka bumi yanpa hak
6) Lupa mengendalikan diri
7) Orang lain tidak melaksanakan kewajibannya kepada sipemarah

13
8) Penjelasan orang lain terhadap aibnya
9) Mengingat permusuhan dan dendam lama
10) Lalai terhadap akibat ditimbulkan oleh marah.

5. Akibat yang akan Timbul pada Pasien Marah

a. Pendekatan Psikologi
Gie ( 1999 ) mengatakan bahwa “amarah merupakan
ruatu reakri emorional yang terbiarakan dalam kehidupan
rehari-hari rereorang”. Sesungguhnya ragam emosi yang kasar
dapat di singkirkan dan sekurang- kurangnya dapat
dikendalikan. Sehingga tidak dapat menimbulkan bahaya yang
lebih parah yang ditimbulkan dari amarah tersebut.
b. Bahaya fisiologi
Amarah dan kekecewaa yang terjadi akan mempengaruhi
kesehatan seseorang. Hal tersebut akan menimbulkan hipertensi,
stres, depresi, maag, gangguan pungsi jantung, insomnia
kelelahan, bahkan serangan jantung. Bahkan amarah seorang ibu
yang sedang menyusui dapat mengakibatkan peracunan yang
berbahaya didalam air susunya.
Mardin ( 1990 ) mereka yang memiliki mental lemah harus
menyadari bahwa beberpa kekecewaan dapat mengorbankan
hidupnya. Mereka mungkin tidak mengetahui, ternyata banyak
manusia akibat dari marah yang berlebihan sehingga ia mati
karena serangan jantung. Amarah juga bisa menyababkan
berkurangnya nafsu makan, serta terganggunya otot dan saraf
selam berjam-jam bahkan berharihari.
c. Bahaya psikologi
Secara psikologis amarah dapat membahayakan terhadap manusia
kareana akan berimfikasi negatif, amarah juga bisa merusak pola
pemikiran menjadi lebih pendek, bahkan dengan marah bisa
memutuskan cinta kasih seseorang.
d. Bahaya sosial

14
Watak pemarah akan mengakibatkan terjadinya disharmonis,
seperti putusnya jalinan cinta kasih, putusnya persahabatan,
kehilangan pekerjaan, terkena hukuman pedana, bahkan dengan
permusuhan bisa menimbulkan penganiayaan dan pembunuhan.
6. Sikap dan Cara Menghadapi Pasien yang Marah Pasien yang marah
ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.

3. Dihormati

4. Diberi permintaan maaf

5. Diberi penjelasan

6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat

Berikut ini sikap dan cara meredam kemarahan pasien.


1) Dengarkan.
Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti
permasalahannya, jangan lupa bahwa pada tahap ini kita
berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang
rasional. Emosi selalu menutupi maksud pasien yang
sesungguhnya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi
pasien yang lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada
pasien (telepon, tamu lain, dll).Ulangi setiap fakta yang
dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar- benar
mendengarkan mereka
2) Berusaha sependapat dengan pasien.
Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai
salah satu taktik meredakan marahnya pasien, kita mencari point-
point dalam pernyataan pasien yang bisa kita setujui. Misalnya,
“Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien
menunggu lama untuk bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini
kamar perawatan kami memang sedang penuh, kami berjanji akan

15
mencari jalan keluarnya dan melaporkannya pada Bapak
sesegera mungkin.”
3) Tetap tenang dan kuasai diri.
Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang
sedang cemas, gelisah dan khawatir akan kondisi diri atau
keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti bahwa dalam
kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional.
Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan
menenangkan. Jangan terbawa oleh nada suara pasien yang
cenderung tinggi dan cepat. Sampaikan informasi dengan sopan
dan pelan-pelan. Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan,
terimakasih atas masukannya, dan sebut pasien dengan namanya
4) Terapi Marah
Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda tentang
respon marah. Spielberger (Yulianti, 2007 : 29) menyatakan
bahwa secara instinktif, cara alami untuk mengekspresikan
kemarahan adalah merespon secara agresif. Spielberger
mengemukakan tiga pendekatan utama yang dilakukan orang
untuk menangani perasaan marahnya baik secara sadar ataupun
tidak sadar yaitu :
a) Kemarahan diekspresikan, secara asertif bukan agresif, cara
yang paling sehat dalam mengekspresikan kemarahan.
b) Kemarahan dapat ditekan, kemudian diganti atau dialihkan.
Hal ini terjadi ketika kemarahan ditahan, berhenti
memikirkannya, dan fokus pada sesuatu yang positif.
Tujuannya adalah untuk menghalangi atau menekan
kemarahan dan diganti dengan perilaku yang lebih
konstruktif. Bahaya dari jenis ekspresi kemarahan ini adalah
jika kemarahan tidak diekspresikan keluar, maka kemarahan
akan berbalik ke dalam diri sendiri. Kemarahan yang
berbalik pada diri sendiri akan mengakibatkan hipertensi,
tekanan darah tinggi atau depresi. Kemarahan yang tidak

16
dikeluarkan dapat menciptakan masalah lain yaitu
mengarah pada ekspresi marah yang patologi, seperti
perilaku pasif-agresif (melawan orang secara tidak langsung
dibandingkan secara langsung, tanpa memberitahu
alasannya) atau suatu kepribadian yang nampak terus
menerus bermusuhan atau sinis.
c) Kemarahan dapat diredakan di dalam, artinya tidak hanya
mengontrol perilaku luar tetapi juga mengontrol respon
internal, mengambil langkah untuk memperlambat detak
jantung, menenangkan diri, dan membiarkan perasaan itu
surut.
Banyak terapi yang disuguhkan oleh para ahli psikologi
yang berkenaan untuk menanggulangi kemarahan yang diantaranya
dikemukakan oleh ahli psikosibernetika Maxwell maltz ( 1980 )
menyarankan tiga langkah untuk menceah kemarahan

1) Pandanglah cermin lihat wajah sendiri yang sedang marah


dan eksperikan bagai mana kelihatanya.
2) Hilangkan energi yang meledak itu dalam suatu aktifitas
3) Menulisnya surat yang keji denga kata-kata kasar
sebagaimana layaknya kita marah.

Wayne Dyer ( 1977 ) mengemukakan sejumlah strategi


untuk mengatasi kemarahan pada berbagai situasi yang
mencakup 18 cara, yaitu;
a) Selalu mengingatkan diri bahwa tidak perlu marah.
b) Apabila sedang mengajari anak diperlukan kemarahan yang
berpura- pura
c) Tidak perlu marah terhadap yang tidak disukai
d) Kita harus sadar bahwa orang lain berhak apa yang
disukainya, dan kita tak perlu memarahinya
e) Selalu meminta orang lain untuk selalu menasihati kita.
f) Mempunyai buku catatan kemarahan.

17
g) Mau mengumumkan bahwa anda telah marah.
h) Untuk menetrralisir dekatkanlah diri anda dengan yang
dicintai
i) Apabila setelah tenang bicarakan dengan orang yang anda
marahi
j) Gemboskan kemarahan anda pada detik pertama kemarahaan
anda.
k) Anda perlu ingat bahwa 50% orang tidak akan
suka terhadap keputusan anda, jadi anda tidak perlu marah
l) Mau menceritakan kemarahanya kepada orang lain
m) Singkirkan pengharapan-pengaharapan kepada orang lain
yang anda miliki

n) Ingatkanlah diri anda bahwa anak-anak akan selalu aktif


dan berisik jadi tidak perlu marah karena itu.
o) Cintilah diri anda sendiri
p) Dalam kemacetan lalulintas anda selalu mengecek seberapa
lama anda tiidak marah.
q) Daripada anda menjadi budak emosional lebih baik anda
berpikir untuk membuatnya sebagai suatu tantangan untuk
merubahnya.

7. Komunikasi Terapeutik Mengatasi Klien yang Komplain


Berdasarkan kamus bahasa Mndonesia “keluhan” berasal dari kata
keluh yang berarti “terlahirnya perasaan susah”. Geluhan
(complain) adalah sebuah kata yang berkonotasi negatif bagi kedua
pihak, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.Complain pada
umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan, masalah, stres,
frustasi,kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan
sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional).
Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari
ketidakpuasan yang dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan
adalah hal yang tidak dapat diabaikan karena dengan
mengabaikan hal tersebut akan membuat konsumen merasa tidak

18
diperhatikan.
2.l0 Penyebab Terjadinya Komplain
Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas
ada beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149)
banyak hal yang menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti :

a. Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka


harapkan
b. Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan
c. Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan
Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll.
2.ll Sistem Manajemen Komplain
Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang
tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam
rangka peningkatan produk dan jasa.
Manajemen penanganan komplain yang efektif
membutuhkan prosedure yang jelas dan terstruktur dengan baik agar dapat
menyelesaikan masalah serta didukung oleh sumber daya dan
infrastruktur yang memadaiagar dapat kinerja kerja yang memuaskan.
Karakteristik penilaian manajemen komplain yang efektif menurut
Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip
ari Kawan Lama News, 2008) Cara menangani keluhan dari pelanggan
adalah sebagai berikut :
a. Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir;
b. Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih
dahulu;
c. Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain;
Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih
baik daripada mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf
e. Berikan tanggapan pribadi dan spesifik
f. Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan,
ikutilah empati

19
g. Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda
harus membuat referensi kepada siapa pelanggan harus melapor,
jelaskan secara rinci alasannya
h. Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan
pelanggan komplain
i. Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah
dibuat sehubungan dengan penyampaian komplain itu.
Banyak keluhan menjai kabar baik. Itu tandanya pemberi komplain
percaya.

20
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang
perawat. Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang
dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif
diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek
terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia
miliki untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan
menyadari bahwa komunikasi terapeutik yang ia lakukan tidak
hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga bagi dirinya
melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
sendiri.
3.2 Saran
Dalam mendapatkan persetujuan tindakan yang dilakukan, dengan
bahasa yang mudah dipahami oleh klien dan perawat hendaknya selalu
memegang teguh etika keperawatan

21
DAFTAR PUSTAKA

King, H. V. n.d. Handling Violent or Aggressive Patients : A


Plan for Your Hospital. [Pdf] Available through:

Pramesti, D. n.d. Mengangani Keluhan Customer (Rumah Sakit).


[Pdf] Jogja: Available through:

Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai