Anda di halaman 1dari 2

CERITA RAKYAT JAWA TENGAH

Timun Emas
Di sebuah desa, hiduplah sepasang petani tua. Dia adalah Mbok Sirni dan suaminya. Sudah lama sekali
mereka mendambakan hadirnya seorang anak. Akan tetapi, hingga setua itu, Mbok Sirni dan suaminya
belum juga dikaruniai anak. Mereka lalu berdoa agar segera dapat menimang anak. Ketika itu, seorang
raksasa mendengar doa tersebut. Ia pun mendatangi mere ka. “Hai, apakah kalian benar-benar ingin
memiliki seorang anak? Jika kalian meng inginkannya, aku akan bantu. Tapi, ada satu syarat yang harus
kalian penuhi. Jika anak kalian sudah berumur enam tahun, kalian harus memberikan anak itu kem bali
kepadaku untuk aku makan!” ucap Si Raksasa dengan suaranya yang besar. Karena keinginan yang
sangat mendalam untuk mendapatkan seorang anak, pasangan itu akhirnya menyetujui persyaratan Si
Raksasa. Setelah itu, Si Raksasa memberikan biji timun untuk ditanam dan dirawat sampai berbuah.
“Untuk apa Si Raksasa itu memberikan biji timun ini, ya Pak? Apa ini bisa membuat kita memiliki seorang
anak?” tanya Mbok Sirni pada suaminya. “Aku juga tidak mengerti. Lebih baik, kita ikuti saja petunjuk Si
Raksasa itu,” jawab suami Mbok Sirni. Kemudian, mereka mengikuti petunjuk Si Raksasa. Biji timun yang
diberikan oleh Si Raksasa ditanam dan dirawatnya dengan baik. Setelah dua minggu, tanaman timun
sudah mulai berbuah. Di antara buah timun yang ada, terdapat satu buah timun yang ukurannya sangat
besar dan berwarna keemasan. Ketika buah yang paling besar itu semakin besar dan tampak masak,
Mbok Sirni dan suaminya memetik timun tersebut. Mereka membelah timun itu de ngan hati-hati.
Betapa kagetnya pasangan itu melihat seorang bayi perempuan yang mungil dan lucu ada di dalam buah
tersebut. Mereka sangat bahagia dan bersyukur karena penantian untuk mendapatkan seorang anak
akhirnya terwu jud. Bayi kecil itu diberi nama Timun Emas. Mbok Sirni dan suaminya sangat bahagia
melihat Timun Emas tumbuh sehat menjadi gadis yang cantik. Mereka sangat menyayangi Timun Emas.
Suatu hari, sang Raksasa datang menagih janji Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan kembali
anak mereka. Mbok Sirni dan suaminya tidak rela kehilangan anaknya. Mereka pun berusaha mengulur
janjinya agar Si Raksasa datang dua tahun lagi. “Maaf, Tuan Raksasa! Bukan kami hendak mengingkari
janji, tapi Timun Emas masih sangat kecil dan tidak enak untuk dimakan. Tunggulah dua tahun lagi, ia
akan semakin besar dan enak untuk dimakan,” Mbok Sirni beralasan. Si Raksasa itu pun mengikuti
keinginan Mbok Sirni. Ia berkata, “Kau benar. Semakin besar Timun Emas, semakin enak untuk dimakan.
Ha... ha... ha....” Hari demi hari berlalu, waktu yang dijanjikan semakin dekat. Mbok Sirni dan sua minya
semakin tidak rela melepas Timun Emas. Mereka gelisah jika suatu hari Si Raksasa akan datang kembali
untuk mengambil anak kesayangannya. Suatu malam, Mbok Sirni bermimpi. Dalam mimpi itu ia harus
menemui pertapa di Gunung Gundul agar anaknya selamat. Ia pun memberitahukan mimpinya itu
kepada suaminya. “Coba kita cari saja pertapa itu di Gunung Gundul, Bu. Siapa tahu ini adalah petunjuk
dari Dewata,” ucap suaminya. Mereka pun berangkat ke Gunung Gundul. Benar saja, di sana ada
seorang pertapa yang sangat sakti. Pertapa itu memberi Mbok Sirni dan suaminya empat bungkusan
kecil yang berisi biji timun, jarum, garam, dan terasi sebagai penangkal. Setibanya mereka di rumah,
Mbok Sirni memanggil Timun Emas. Mbok Sirni dan suaminya memberikan empat bungkusan kecil itu
kepada Timun Emas sam bil memberikan nasihat dan menyuruh Timun Emas untuk berdoa. “Anakku,
jika suatu hari Si Raksasa datang dan hendak menangkapmu, lar ilah engkau sekencang mungkin. Jangan
lupa kau taburkan isi dari empat kan tong ini satu per satu untuk melindungimu dari kejaran raksasa,”
nasihat Mbok Sirni dan suaminya. Hari yang dijanjikan datang juga. Si Raksasa datang menemui mereka.
Ia me nagih janji kepada Mbok Sirni dan suaminya untuk menyerahkan Timun Emas. Ke tika itu, mereka
sudah menyuruh Timun Emas pergi keluar lewat pintu belakang. “Hai, Petani! Mana anakmu? Aku sudah
tidak sabar untuk memakannya. Serahkan dia padaku!” perintah Si Raksasa. “Maaf, Tuan Raksasa. Timun
Emas sedang pergi bermain. Biar istriku per gi mencarinya,” dalih suami Mbok Sirni. Si Raksasa curiga,
lalu ia menyadari bahwa dirinya telah ditipu oleh pasangan petani itu. Ia pun marah. Ladang dan rumah
milik kedua petani itu dihancurkan. Ia pun segera mencari Timun Emas. Ketika Si Raksasa itu sedang
kalap, ia melihat sosok gadis yang sedang berlari di kejauhan. Ternyata gadis itu adalah Timun Emas.
Meskipun Timun Emas sudah berlari sangat jauh, tapi tetap saja sang Raksasa dengan tubuh dan
langkahnya yang besar dapat dengan mudah mengejar Timun Emas. Ketika Si Raksasa mulai mendekat,
Timun Emas mengeluarkan penangkal yang diberikan orang tuanya. Pertama, ia mengeluarkan biji timun
dan mene barkannya di depan Si Raksasa. Biji-biji timun itu berubah menjadi ladang timun yang lebat
buahnya. Melihat hal itu, raksasa berhenti mengejar Timun Emas. Ia asyik memakan buah timun di
ladang itu. Namun ketika menyadari incarannya sudah mulai pergi jauh, ia kembali mengejar. Bahkan,
kekuatannya bertambah setelah memakan banyak timun dari ladang tersebut. Timun Emas terus berlari.
Tapi, tetap saja dapat dikejar. Kali ini Timun Emas mengeluarkan penangkalnya yang kedua, yaitu jarum.
Ditebarkanlah jarum itu di jalan yang telah ia lewati. Hal yang ajaib pun terjadi lagi. Jarum-jarum itu
berubah menjadi pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Si Rak sasa kesulitan mengejar
Timun Emas. Kakinya terluka tertusuk bambu-bambu yang tajam. Meskipun demikian, Si Raksasa
berusaha mengejar Timun Emas. Ia masih membayangkan lezatnya daging Timun Emas untuk dimakan.
Meskipun Timun Emas tidak berhenti berlari, Si Raksasa selalu dapat menge jarnya walaupun dengan
kaki terluka. Tangan Si Raksasa yang sangat besar sudah hampir menggapai Timun Emas. Akhirnya,
Timun Emas mengeluarkan penangkalnya yang ketiga, yaitu garam. Garam tersebut ditaburkan di sepan
jang jalan yang telah ia lewati. Keajaiban terjadi lagi. Garam ditaburkan berubah menjadi lautan luas. Si
Raksasa pun harus berenang untuk mengejar Timun Emas. Dengan susah payah, Si Raksasa pun tiba di
tepian. Ia mulai kelelahan. Napasnya terengah-engah. Tapi, ia tetap berusaha mengejar Timun Emas.
Sekarang, hanya tersisa satu penangkal lagi, yaitu terasi. Terasi itu ditabur kan Timun Emas di jalan yang
telah dilaluinya. Kini, jalanan itu berubah menjadi lautan lumpur hitam. Si Raksasa yang sudah kehabisan
tenaga akhirnya ter jebak di lumpur hitam itu. Dengan tenaga yang tersisa, Si Raksasa berusaha keluar
dari lumpur tersebut. Semakin banyak ia bergerak, semakin ia terisap masuk ke dalam lumpur hitam
yang ternyata adalah lumpur hidup. Akhirnya, Si Raksasa itu mati tenggelam. Timun Emas pun kembali
ke rumahnya. Kedua orang tuanya sangat bahagia melihat Timun Emas datang dengan selamat. Kini,
Timun Emas dan orang tuanya hidup dengan tenang dan bahagia.

Penulis : Leny M.

Anda mungkin juga menyukai