Anda di halaman 1dari 12

1.

Malin Kundang

ilustrasi Malin Kundang (instagram.com/ninoprabowo)

Alkisah, di pesisir pantai daerah Sumatera Barat, hiduplah seorang ibu bersama anak kesayangannya yang
bernama Malin. Sejak suaminya meninggal, Ibu Malin harus berjuang mati-matian untuk menghidupi Malin.
Meskipun begitu, ia tetap merasa bahagia karena Malin merupakan anak yang penyayang. Dia juga sangat
manja. Malin akan selalu menemani ibunya bekerja menjual ikan.

Semakin hari, Malin semakin beranjak dewasa. Ia merasa sudah saatnya untuk menggantikan ibunya bekerja.
Namun, Malin memiliki keinginan lain ketika melihat banyak teman sebayanya bisa kaya raya dalam waktu cepat
setelah berjualan di kota.

“Mak, Malin ingin merantau ke kota seberang. Malin akan menghasilkan banyak uang untuk Emak dari sana.”
Ibu Malin sangat terkejut mendengar keinginan putra kesayangannya itu.

“Jangan, Malin. Tetaplah di sini bersama Emak. Emak tidak ingin ada hal buruk yang menimpamu jika merantau
ke kota.”

Malin berupaya meyakinkan ibunya bahwa ia akan baik-baik saja di kota. Dengan hati yang gelisah, Ibu Malin
melepaskan putranya yang hendak merantau. “Hati-hati di sana ya, Nak. Jangan lupa untuk cepat pulang.” Ibu
Malin memeluk Malin dengan sangat erat. Dia melambaikan tangan di tepi Pantai Air Manis untuk mengantarkan
kepergian Malin.

Beberapa lama kemudian, Malin tidak kunjung pulang ke rumah. Bertahun-tahun, ibunya hanya hidup sendirian.
Hingga pada suatu hari, Ibu Malin mendapatkan kabar dari salah satu anak temannya yang juga merantau di
kota seberang.

“Malin sudah menikah dengan putri seorang bangsawan, Bu. Dia tidak mungkin akan kembali ke sini,” jelas anak
teman Ibu Malin yang baru saja kembali dari kota seberang. “Tidak, Malin pasti akan kembali.”

Dua bulan kemudian, Istri Malin yang sedang hamil mengidamkan berlibur ke Pantai Air Manis. Karena sangat
menyayangi istrinya, Malin mengabulkan permintaan istrinya itu. Di dalam perjalanan, Malin teringat dengan
ibunya. Malin merasa malu jika ia harus mengenalkan ibunya kepada istrinya.

Saat kapal mereka sudah menepi di pinggir pantai, Ibu Malin yang sedang berjualan ikan melihat anaknya dari
kejauhan. Ia sangat yakin itu adalah Malin. Sang ibu bergegas berlari dan memeluk tubuh Malin.

“Lepaskan! Siapa kau?” Ibu Malin terkejut ketika tubuhnya didorong oleh Malin.

“Malin, ini aku, ibumu.”

“Ibu? Apa perempuan lusuh ini ibumu? Kenapa kau berbohong, Malin? Kau bilang kau anak bangsawan
sepertiku!” Istri Malin sangat marah menemukan kebohongan Malin yang terungkap.

“Tidak, dia bukan ibuku!”

Malin bersikeras tidak mengakui ibunya. Ia bahkan menarik tubuh istrinya untuk meninggalkan pantai. Ibu Malin
merasa sangat sedih sekaligus marah. Iapun berdoa kepada Tuhan dan menyumpahi Malin agar dikutuk
menjadi batu.

Langit bergemuruh setelah doa itu terdengar. Malin menyesali perbuatan yang ia lakukan kepada ibunya. “Ibu
maafkan anakmu yang durhaka ini!” Teriakan Malin sia-sia karena tidak lama setelahnya, kapal Malin
terombang-ambing oleh ombak hingga karam dan terpecah.

Keesokan paginya, semua orang di Pantai Air Manis terkejut menemukan banyak kepingan kapal yang
berserakan. Namun, mereka lebih terkejut saat menemukan batu berbentuk manusia tengah bersujud. Kutukan
Ibu Malin menjadi nyata. Ia menemukan anaknya yang ia kutuk menjadi batu. Ibu Malin menangis dan menyesali
ucapannya.
2. Roro Jonggrang

Candi Prambanan (pexels.com/Charl Durand)

Dahulu kala, di Desa Prambanan, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu
Baka. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Roro Jonggrang. Suatu
ketika, Prambanan dikalahkan oleh Kerajaan Pengging yang dipimpin oleh Bandung
Bondowoso. Prabu Baka tewas di medan perang. Dia terbunuh oleh Bandung
Bondowoso yang sangat sakti.

Bandung Bondowoso kemudian menempati Istana Prambanan. Melihat putri dari Prabu
Baka yang cantik jelita yaitu Roro Jonggrang, timbul keinginannya untuk memperistri
Roro Jonggrang.

Roro Jonggrang tahu bahwa Bandung Bondowoso adalah orang yang membunuh
ayahnya. Karena itu, ia mencari akal untuk menolaknya. Lalu, ia mengajukan syarat
dibuatkan 1.000 buah candi dan dua buah sumur yang dalam. Semuanya harus selesai
dalam semalam.

Bandung Bondowoso menyanggupi persyaratan Roro Jonggrang. Ia meminta


pertolongan kepada ayahnya dan mengerahkan balatentara roh-roh halus untuk
membantunya pada hari yang ditentukan. Pukul empat pagi, hanya tinggal lima buah
candi yang belum selesai dan kedua sumur hampir selesai.

Mengetahui 1.000 candi telah hampir selesai, Roro Jonggrang ketakutan. “Apa yang
harus kulakukan untuk menghentikannya?” pikirnya cemas membayangkan ia harus
menerima pinangan Bandung Bondowoso yang telah membunuh orangtuanya.

Akhirnya, ia pergi membangunkan gadis-gadis di Desa Prambanan dan memerintahkan


untuk menghidupkan obor-obor dan membakar jerami, memukulkan alu pada lesung,
dan menaburkan bunga-bunga yang harum. Suasana saat itu menjadi terang dan riuh.
Semburat merah memancar di langit dengan seketika.

Ayam jantan pun berkokok bersahut-sahutan. Mendengar suara itu, para roh halus
segera meninggalkan pekerjaan. Mereka menyangka hari telah pagi dan matahari akan
segera terbit. Pada saat itu hanya tinggal satu sebuah candi yang belum dibuat.

Bandung Bondowoso sangat terkejut dan marah menyadari usahanya telah gagal.
Dalam amarahnya, Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah
arca untuk melengkapi sebuah buah candi yang belum selesai.

Batu arca Roro Jonggrang diletakkan di dalam ruang candi yang besar. Hingga kini,
candi tersebut disebut dengan Candi Roro Jonggrang. Sementara itu, candi-candi di
sekitarnya disebut dengan Candi Sewu (Candi Seribu) meskipun jumlahnya belum
mencapai 1.000
3. Timun Mas

ilustrasi raksasa
(pixabay.com/Stefan Keller)

Mbok Sirni adalah seorang janda yang menginginkan seorang anak. Suatu hari ia
didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak dengan syarat apabila anak
itu dewasa harus diserahkan ke raksasa itu untuk disantap.

Mbok Sirni yang setuju akhirnya menerima biji mentimun dari raksasa yang kemudian
ditanam dan dirawat. Setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya ada
satu yang paling besar dan berkilau seperti emas. Dengan hati-hati Mbok Sirni
membelah buah dan ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi cantik yang kemudian
diberi nama timun emas.Semakin hari timun emas tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu
hari datanglah raksasa untuk menagih janji.

Raksasapun mengejarnya. Timun emaspun kemudian menebarkan biji timun ajaib


yang menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya tapi
buah timun itu malah menambah tenaga raksasa, lalu timun emas menaburkan jarum,
dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam sehingga
kaki raksasa menjadi berdarah-darah.

Timun emas pun membuka bingkisan garam dan ditaburkannya. Dalam Seketika
hutanpun menjadi lautan luas sehingga raksasa dengan kakinya yang luka menjadi
kesakitan saat melewatinya. Yang terakhit Timun Emas akhirnya menaburkan terasi,
seketika terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya raksasa pun mati.
Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan damai.
4. Sangkuriang

ilustrasi perahu yang ditendang Sangkuriang (pexels.com/photoklickr)

Gunung Tangkuban Perahu konon terjadi karena kisah Sangkuriang yang menendang
perahu yang ia buat. Seorang anak yang jatuh cinta kepada ibu kandungnya sendiri
yaitu Dayang Sumbi.

Pada jaman dahulu kala, terdengarlah kisah dari salah satu putri di Jawa Barat
bernama Dayang Sumbi yang mempunyai anak bernama sangkuriang, pada suatu hari
sangkuriang pergi berburu di temani oleh seekor anjing bernama Tumang, tetapi
Sangkuriang tidak tahu bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga sekaligus
Bapaknya.

Pada saat berburu Sangkuriang bertemu dangan seekor rusa, Sangkuriang teringat
bahwa Ibunya sangat senang hati rusa. Akhirnya Sangkuriang menyuruh Tumang
untuk mengejar rusa tersebut, namun Tumang kehilangan jejak rusa tersebut dan
Sangkuriang menjadi marah karena Sangkuriang sangat ingin memberikan hati rusa
kepada ibunya maka Sangkuriang membunuh Tumang untuk mengambil hatinya dan
kemudian ia pulang.

Sesampainya Sangkuriang di rumah ia memberikan hati didapatkannya dari berburu


kepada Ibunya untuk di masak. Saat memakanya Dayang Sumbi teringat pada Tumang
dan menanyakannya pada Sangkuriang, Sangkuriang menjawab dengan wajah
ketakutan “Tumang mati” Dayang Sumbi marah bukan dan memukul kepala
Sangkuriang dengan sendok nasi dan mengusirnya dari rumah.

Setelah kejadian itu Dayang Sumbi sangat menyesalinya, ia selalu berdoa dan sangat
tekun bertapa hingga suatu hari sang dewata memberikan anugerah kepada Dayang
Sumbi yaitu berupa kecantikan abadi dan tidak pernah tua. Setelah di usir Ibunya
Sangkuriang berkelana keberbagai tempat, akhirnya Sangkuriang kembali lagi
ketempat Dayang Sumbi kemudian kedua orang tersebut pun bertemu.

Sangkuriang akhirnya jatuh hati kepada Dayang Sumbi, Sangkuriang pun melamar
Dayang Sumbi dan Dayang Sumbi menerimanya. Pada saat sedang berduaan Dayang
Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang dan menanyainya kepada
Sangkuriang, Sangkuriang menjawab ini bekas luka akibat dipukul dengan sendok nasi
oleh Ibunya mendengar pernyataan tersebut Dayang Sumbi kaget dan memberi tahu
sangkuriang bahwa dia adalah Ibunya namun sangkuriang tidak percaya dan tetap
berniat menikahinya.

Dayang Sumbi mengajukan permintaan dia minta di buatkan perahu layar dalam sehari
tidak boleh lebih, Sangkuriang menyanggupinya. Ia membendung sungai Citarum untuk
tempat perahunya dalam pembuatanya Sangkuriang mendapatkan bantuan dari jin
hasil taklukanya dalam perantauanya, karena bantuan dari jin perahu itupun hampir
selesai.

Dayang Sumbi memohon kepada Dewa. Dayang Sumbi membuat ayam jago berkokok
lebih awal, dan akhirnya berhasil jin yang membantu sangkuriang lari ketakutan dan
meninggalkan sangkuriang sendirian. Karena kesal perahu itu di tendangnya dan
terjatuh diatas gunung dan menyatu dengan gunung dan bernama Gunung Tangkupan
Perahu, Sangkuriang akhirnya meninggal karena terjatuh kedalam sungai Citarum.
5. Bawang Merah dan Bawang Putih

ilustrasi Bawang Merah dan Bawang Putih (dok. wikimedia.org)

Alkisah, hiduplah seorang gadis bernama Bawang Putih yang tinggal bersama ibu dan
kakak tirinya yang bernama Bawang Merah. Ibu dan kakak tiri Bawang Putih memiliki
sifat yang jahat. Mereka kerap berbuat buruk pada Bawang Putih, seperti menyuruh
mengerjakan semua pekerjaan rumah layaknya seorang pembantu.

Sebelumnya, kehidupan Bawang Putih amatlah bahagia. Ayahnya seorang pedagang


yang sering bepergian dan ibu kandungnya yang sangat sayang kepadanya. Namun,
semua itu berubah ketika keduanya meninggal.

Praktis, ibu dan kakak tirinya, Bawang Merah bersikap semakin jahat kepada Bawang
Putih. Setiap hari dia harus melayani semua kebutuhan Bawang Merah dan ibu tirinya.
Hingga pada suatu ketika Bawang Putih sedang mencuci di pinggir sungai, tanpa
disadari salah satu selendang kesayangan Bawang Merah hanyut.

Ketika sampai di rumah, Bawang Merah memarahi Bawang Putih karena selendangnya
tidak ditemukan. "Dasar ceroboh!" bentak Bawang Merah. "Pokoknya kamu harus
mencari selendang itu, dan jangan berani pulang ke rumah kalau kamu belum
menemukannya!"

Akhirnya, Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari selendang tersebut. Hingga
larut malam, selendang itu belum kunjung ditemukan. Ketika tengah menyusuri sungai,
Bawang Putih melihat sebuah gubuk. Bawang putih segera menghampiri gubuk
tersebut dan mengetuknya. "Permisi!" kata Bawang putih.

Selang berapa lama, seorang perempuan tua membuka pintu. "Siapa kamu, nak?"
tanya nenek itu. Gubuk tersebut ternyata dihuni seorang nenek yang hidup sebatang
kara. Bawang Putih pun akhirnya meminta izin untuk menginap semalam.

"Saya Bawang Putih, nek. Tadi saya sedang mencari baju yang hanyut. Dan sekarang
kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?" tanya Bawang putih. Nenek itu
cukup baik hati, dia mempersilakan Bawang Putih untuk menginap di gubuknya.

"Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?" tanya nenek.Ternyata,
selendang yang dicari Bawang Putih ditemukan oleh si nenek. Dan nenek itu mau
menyerahkan selendang itu dengan syarat Bawang Putih harus menemaninya selama
seminggu.

"Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu di sini selama
seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?" pinta
nenek.

Bawang Putih dengan senang hati menerima tawaran tersebut. Waktu seminggu pun
berlalu, dan sudah waktunya Bawang Putih untuk beranjak pulang. Karena selama
tinggal di sana, Bawang Putih sangat rajin, nenek itu memberikan selendang yang dulu
dia temukan dan memberi hadiah kepada Bawang Putih.
"Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Aku turut senang karena kau sangat rajin.
Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa selendangmu pulang. Dan satu lagi, kau
boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!" kata nenek.

Dia disuruh memilih dua buah labu untuk dibawa pulang. Awalnya Bawang Putih ingin
menolak, namun karena ingin menghormati pemberian si nenek, Bawang Putih
akhirnya memilih labu yang lebih kecil dengan alasan takut tak kuat membawanya. Dan
nenek itu hanya tersenyum mendengar alasan tersebut.

Bawang Putih pun segera pulang dan menyerahkan selendang tersebut kepada
Bawang Merah. Setelah itu, dia segera ke dapur untuk membelah labu dan
memasaknya. Namun betapa terkejutnya dia, karena ketika labu itu dibelah, ternyata
berisi emas permata yang sangat banyak. Ibu tiri Bawang Putih yang tidak sengaja
melihatnya, langsung merampas semua emas permata tersebut. Dia juga memaksa
Bawang Putih untuk menceritakan dari mana mendapatkan labu ajaib itu.

Bawang Putih menceritakan dengan sejujurnya. Mendengar cerita tersebut, muncul niat
jahat di benak ibu tiri yang serakah itu. Besoknya, dia menyuruh Bawang Merah untuk
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Bawang Putih, dia berharap akan
bisa membawa pulang labu yang lebih besar sehingga isinya lebih banyak.

Singkat cerita, Bawang Merah tiba di gubuk nenek, dan dia pun tinggal di sana selama
seminggu. Tidak seperti Bawang Putih yang rajin, selama seminggu itu, Bawang Merah
hanya bermalas-malasan dan tidak membantu pekerjaan si nenek.

Seminggu berlalu, nenek itu membolehkan Bawang Merah untuk pulang. Dengan
perasaan heran, Bawang Merah pun kemudian bertanya kepada si nenek.

"Bukankah seharusnya nenek memberikan labu sebagai hadiah karena menemanimu


selama seminggu?" tanya bawang merah.

Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang
ditawarkan. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengambil labu yang besar dan segera
berlari pulang tanpa mengucapkan terima kasih.

Sesampainya di rumah, ibunya sangat senang melihat anaknya membawa labu yang
besar. Dia berpikir pasti emas di dalamnya cukup banyak. Karena tak ingin diketahui
oleh Bawang Putih, mereka menyuruh Bawang Putih untuk mencuci pakaian di sungai.
Setelah itu, mereka masuk ke dalam kamar dan menguncinya dengan rapat.

Dengan tak sabar, mereka segera membelah labu itu. Di luar dugaan, bukan emas
permata yang ada di dalamnya, melainkan berisi ular, kalajengking, dan hewan berbisa
lainnya. Dengan cepat hewan-hewan itu keluar dan menggigit Bawang Merah dan
ibunya yang serakah.
6. Alue Naga

ilustrasi naga (pexels.com/Craig Adderley)

Sultan Meurah mendengar rakyatnya mengeluh karena banyak hewan ternak mereka
hilang di Bukit Lamyong. Juga, belakangan gempa kerap terjadi tanpa ada tanda-tanda.

Sultan Meurah kemudian memerintahkan sahabatnya, Renggali, putra Raja Linge,


untuk menyelidiki bukit itu. Renggali pun melaksanakan tugas tersebut. Setelah
menelusuri seluruh bukit, ia merasakan ada yang aneh pada bukit tersebut. Ia lalu
menaiki bagian tertinggi dari bukit, dan tiba-tiba merasakan kemunculan air hangat di
permukaan tanah yang ia injak. Ia kaget lalu turun sambil berguling.

Tiba-tiba datang suara permintaan maaf entah dari mana. Renggali mencari asal suara,
dan menemukan itu berasal dari bukit yang ia pijak yang ternyata adalah seekor naga.
Si Naga Hijau memperkenalkan diri dan mengatakan bahwa ia adalah sahabat dari
ayahnya. Selama ini Raja Linge hilang, dan ia terakhir kali diketahui bersama dengan
Si Naga Hijau. Ketika Renggali bertanya di mana ayahnya, naga meminta Renggali
untuk memanggilkan Sultan Alam.

Renggali kembali ke istana dan menceritakan kejadian tersebut kepada Sultan Meurah.
Sultan Merah pun setuju menemui naga di bukit. Sesampainya di sana si naga
menceritakan kejadian yang sebenarnya, bahwa ia membunuh Raja Linge dan jasad
sang raja ada di bawah tubuhnya. Saat itu naga tidak bisa menggerakkan tubuhnya
karena ada pedang Raja Linge yang terhunus di tubuhnya.

Renggali tidak mau menghukum Naga Hijau. Ia lalu menarik pedang yang terhunus di
tubuh naga dan meminta si naga kembali ke kampung halamannya. Pada ‘bukit’ bekas
tubuh naga terbentuknya sebuah sungai kecil yang dipenuhi rawa-rawa dengan
genangan air. Sultan Meurah memberi nama wilayah tersebut Alue Naga.
7. Situ Bagendit

ilustrasi danau (pexels.com/Pixabay)

Pada sebuah desa yang tanahnya subur di Garut, hidup seorang janda kaya raya
bernama Nyi Endit. Banyak penduduk di desa itu meminjam uang kepada Nyi Endit
dengan bunga yang sangat tinggi. Nyi Endit juga menyuruh para tukang pukulnya untuk
menagih utang dari penduduk dengan paksa apabila ada yang tidak mampu membayar
utang dan bunganya tepat waktu.

Saat musim panen tiba, rumah Nyi Endit penuh dengan hasil panen. Namun, saat
musim paceklik datang, penduduk banyak yang gagal panen dan menderita penyakit
busung lapar. Nyi Endit justru berpesta pora bersama sanak keluarga, kerabat dan
para tamunya. Ketika pesta berlangsung, tiba-tiba ada seorang pengemis yang
meminta sedikit makanan kepada Nyi Endit. Dengan kesal, Nyi Endit menyuruh
pengawalnya mengusir pengemis itu.

Namun, saat pengawal akan menangkapnya, tiba-tiba tubuh para pengawal terpental
sendiri beberapa meter jauhnya. Ternyata, pengemis tersebut mempunyai kesaktian.
Pengemis itu lalu mengambil sebatang ranting pohon dan menancapkannya ke tanah.
Dirinya meminta Nyi Endit atau pengawalnya untuk mencabut ranting itu. Nyi Endit lalu
menyuruh pengawalnya untuk mencabut batang ranting tersebut, namun tidak satu pun
pengawalnya mampu mencabut batang ranting itu.

Setelah semuanya menyerah, barulah si pengemis mencabut sendiri ranting itu dengan
mudahnya. Tiba-tiba, dari lubang bekas ranting yang tertancap itu keluar air yang
memancar deras. Bersamaan itu, tiba-tiba si pengemis menghilang entah ke mana.
Hujan lebat pun turun diselingi guncangan gempa bumi hebat.

Dalam sekejap, desa Nyi Endit terendam banjir. Nyi Endit dan para pengawalnya,
akhirnya tewas tenggelam. Saat ini, desa itu berubah menjadi sebuah danau besar dan
dalam. Danau itu lalu dikenal dengan sebutan Situ Bagendit. Situ bermakna danau,
sementara Bagendit diambil dari nama Nyi Endit. Konon di Situ Bagendit hidup seekor
lintah besar yang dipercaya sebagai jelmaan Nyi Endit yang lintah darat.
8. Selendang Bidadari

ilustrasi bidadari (pexels.com/Владимир Васильев)

Pada zaman dahulu, terdapat seorang pemuda tampan dan gagah bernama Datu
Awang Sukma. Suatu hari, Datu Awang Sukma melihat ada 7 bidadari cantik sedang
mandi di telaga. Para bidadari itu tidak tahu apabila Awang Sukma sedang mengintip
mereka dan membiarkan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran
di sekitar telaga.

Awang Sukma kemudian mencuri salah satu selendang terbang milik para bidadari itu.
Setelah mandi para bidadari itu kemudian mengenakan selendangnya masing-masing
dan bersiap-siap terbang pulang ke kahyangan. Namun sayang, selendang milik Putri
Bungsu sudah dicuri Awang Sukma. Sehingga ia tak bisa terbang kembali ke
kahyangan.

Mau tidak mau keenam kakaknya pergi meninggalkannya sendirian di bumi. Datu
Awang Sukma pun segera keluar menemui Putri Bungsu dan mengajaknya tinggal
bersamanya. Karena tidak ada pilihan lain lagi, maka Putri Bungsu akhirnya terpaksa
menerima pertolongan Awang Sukma.

Kemudian Putri Bungsu dinikahi Awang Sukma dan melahirkan seorang bayi
perempuan. Namun suatu hari, Putri Bungsu dikejutkan oleh seekor ayam hitam yang
naik ke atas peti berisi padi. Ketika peti dibuka, Putri Bungsu kaget dan berseru
gembira karena menemukan kembali selendangnya yang lama hilang. Akhirnya, Putri
Bungsu memutuskan untuk kembali ke kahyangan. Putri Bungsu kemudian
menyampaikan sebuah pesan kepada suaminya bahwa apabila anaknya rindu,
ambillah tujuh biji kemiri dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan
dan iringilah dengan lantunan seruling, kelak dirinya akan hadir melihat anaknya. Putri
Bungsu kemudian terbang ke kahyangan meninggalkan Datu Awang Sukma dan
putrinya di bumi.
9. Keong Mas

ilustrasi keong mas (pexels.com/Erik Scheel)

Pada zaman dahulu kala, hidup seorang raja yang bernama Kertamarta. Ia memimpin
sebuah kerajaan yang makmur dan sentosa, kerajaan tersebut adalah kerajaan Daha.
Raja Kertamarta mempunyai dua orang putri yang cantik, bernama Candra Kirana dan
Dewi Galuh. Mereka hidup berbahagia dan serba berkecukupan.
 
Suatu hari, seorang pangeran yang tampan dan rupawan dari Kerajaan Kahuripan
berkunjung ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kartapati.
Kedatangan pangeran tersebut untuk melamar Candra Kirana dan sangat disambut
baik oleh Raja Kertamarta. Sang raja menerima lamaran tersebut dan Candra Kirana
akhirnya ditunangkan dengan Raden Inu.

Namun, pertunangan tersebut membuat saudara satu-satunya Candra Kirana, yaitu


Dewi Galuh, merasa iri dengki. Sebab, Dewi Galuh merasa Raden Inu lebih cocok
dengannya dibanding saudara perempuannya tersebut.

Dewi Galuh pun gelap mata hingga akhirnya ia pergi ke kediaman nenek sihir dan
meminta bantuannya untuk membuat Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikan
dan mengerikan, sehingga dijauhi oleh Raden Inu.

Nenek sihir pun menuruti permintaan Dewi Galuh. Tidak lama kemudian, Candra
Kirana berubah menjadi Keong Mas, lalu dibuang ke sungai. Di lain hari, seorang
nenek yang baik hati mencari ikan dengan jala di sungai. Tanpa disadarinya, Keong
Mas tersangkut di jala nenek tersebut dan terbawa pulang.

Keesokan harinya sang nenek kembali ke sungai, tapi malang nasibnya karena tidak
ada satu pun ikan yang tertangkap di jalanya. Sang nenek lalu pulang dengan
perasaan sedih dan betapa kagetnya ia ketika melihat banyak macam makanan sudah
tersedia di meja makan. Nenek tersebut bertanya-tanya siapakah gerangan yang
memasakkan semua makanan itu untuknya. Kejadian tersebut terjadi setiap hari,
sehingga nenek menjadi penasaran.

Pada suatu pagi sebelum pergi ke sungai, nenek mengintip apa yang terjadi di
rumahnya. Betapa kagetnya ia melihat Keong Mas berubah menjadi wanita cantik. Ia
pun pergi menyapa wanita cantik tersebut.

"Siapakah kamu, wahai putri cantik, dan dari manakah asalmu?" tanya sang nenek.

"Aku adalah putri Kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh nenek sihir
utusan saudaraku karena merasa iri kepadaku," kata Keong Mas,

Setelah menjawab pertanyaan nenek, Candra Kirana berubah kembali menjadi Keong
Mas. Sementara itu, Raden Inu tak mau diam saja ketika tahu Candra Kirana
menghilang. Ia pun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa.

Nenek sihir pun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakai
Raden Inu. Raden Inu kaget sekali melihat burung gagak yang bisa berbicara dan
mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya,
padahal Raden Inu diberikan arah yang salah.
Di perjalanan, Raden Inu bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, lalu
diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek itu adalah orang sakti yang baik, ia
menolong Raden Inu dari burung gagak itu. Kakek tersebut membantu mengusir
burung gagak hingga menjadi asap. Sang kakek juga memberi tahu Raden Inu di mana
keberadaan Candra Kirana.

Raden Inu segera berjalan menelusuri hutan dan setelah berhari-hari, akhirnya ia
menemukan Candra Kirana yang sedang memasak di sebuah gubuk yang sangat reok.
Kutukan dari nenek sihir pun menghilang karena perjumpaan itu.

Raden Inu kemudian memboyong tunangannya beserta nenek yang baik hati tersebut
ke istana, dan Candra Kirana menceritakan perbuatan Dewi Galuh pada Raja
Kertamarta. Raja Kertamarta meminta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya,
Dewi Galuh mendapat hukuman yang setimpal.

Dewi Galuh merasa takut, dia melarikan diri ke hutan. Akhirnya, pernikahan Candra
Kirana dan Raden Inu pun berlangsung dengan pesta yang sangat meriah dan mereka
hidup bahagia selamanya.
10. Telaga Warna

ilustrasi telaga warna (pexels.com/mamunurpics)

Dahulu kala ada seorang Raja dan Permaisurinya yang mendambakan kehadiran
seorang buah hati. Mereka sudah bertahun-tahun menunggu. Hingga akhirnya, Raja
memutuskan untuk bertapa di hutan. Di sana Raja terus berdoa dan memohon kepada
Yang Maha Kuasa untuk segera dikaruniai seorang anak.

Tak lama setelah itu doa sang Raja pun terkabul. Permaisuri hamil dan melahirkan
seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Raja dan Permaisuri sangat bahagia.
Seluruh rakyat juga bersuka cita menyambut kelahiran Putri Raja.

Sang Putri hidup dalam kemewahan dan sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya.
Apapun yang ia mau harus selalu dituruti. Oleh karena itu ia tumbuh menjadi gadis
yang sombong dan angkuh.

Suatu hari menjelang tahun sang Putri yang ketujuh belas, Raja pergi berkelana ke
penjuru negeri demi mencari kado istimewa untuk anak gadisnya itu. Di sebuah desa ia
bertemu seorang pengrajin tua. Raja membeli sesuatu paling berharga dari pengrajin
tersebut.

"Ini adalah sebuah kalung istimewa, terbuat dari untaian permata berwarna-warni. Tak
pernah kulepaskan kepada siapapun kecuali Yang Mulia," ujarnya sembari terbatuk-
batuk.

"Terima kasih, Pak Tua. Anakku pasti senang sekali dengan hadiah indah ini," ucap
sang Raja penuh haru.

Tepat di hari ulang tahun sang Putri, semua rakyat berkumpul dan berpesta di istana.
Raja dan Permaisuri telah menyiapkan hadiah kalung permata warna-warni. "Anakku,
ini hadiah untukmu. Lihat, indah sekali, bukan? Kamu pasti menyukainya," kata Raja.

Raja bersiap mengalungkan kalung itu ke leher putrinya. Sungguh di luar dugaan, Putri
menolak mengenakan kalung itu. "Hadiah apa ini? Jelek sekali," tolak Putri dengan
kasar.

Raja dan Permaisuri terkejut dengan sikap putrinya, namun mereka berusaha
membujuknya. "Tidak! Aku tidak suka kalung ini, Ayah! Jelek sekali dan terlihat murah,"
teriaknya sambil melempar kalung itu ke lantai hingga permatanya tercerai-berai.

Raja dan Permaisuri sangat sedih. Tiba-tiba Permaisuri menangis terisak. Perlahan
tangisan Permaisuri semakin menjadi dan menyayat hati. Seluruh rakyat yang hadir
turut menangis. Mereka sedih dan kecewa melihat tingkah laku Putri yang mereka
sayangi.

Tidak disangka, air mata yang tumpah ke lantai berubah menjadi aliran air. Air tersebut
menghanyutkan permata-permata yang berserakan hingga membentuk sebuah danau.
Anehnya, air danau berwarna-warni seperti warna permata kalung yang dibuang sang
Putri. Kini danau itu dikenal dengan nama Telaga Warna.

Anda mungkin juga menyukai