Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH STUDI AL QURAN

MUHKAM DAN MUTASYABIH

DOSEN:
Dr. Fuad Nawawi, M.Ud.

Kelompok 7:
1. Fauzan Akbar Novianto (2285120004)
2. Muhammad Imam Sanusi (2285120015)

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
IAIN SYEKH NUR JATI CIREBON
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang masih memberikan kita
semua kesempatan mempelajari Mata Kuliah (MK) Studi Quran dengan dosen pengampu Dr. Fuad
Nawawi, M.Ud., yang dengannya saya berdoa kepada Allah semoga Allah memberikan kita semua
Ilmu yang bermanfaat dari Ilmu yang diajarkan Pak Fuad kepada kita Aamiin.

Makalah ini saya buat dengan mengambil refrensi-refrensi yang hasilnya mungkin jauh
dari kata kamiil (Sempurna) dan saya berharap memaklumkan apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan perkataan, saya juga berharap kritik dan saran yang membangun untuk terus
memajukan pribadi dan pengetahuan saya dalam menyusun makalah ini.

Saya harap dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam dunia
Pendidikan khususnya pada MK Studi Quran.

Penyusun

F.Akbar N. & M.Imam S.


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan berbagai macam
bentuk, kekuatan, kecerdasan yang berbeda-beda. Sehingga ada beberapa amalan yang
tidak mampu dilakukan oleh seluruh orang, dan ada pula amalan yang hanya bisa dilakukan
oleh orang-orang kuat tertentu saja.
Begitu juga halnya dalam kemampuan berfikirpun ada hal-hal yang dipahami oleh
semua orang dan ada hal-hal yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu. Serta ada juga
yang sama sekali tidak bisa dipahami oleh seluruh insan.
Terkait itu pula Allah jadikan didalam al-Qur’an hal-hal yang bisa dipahami secara
menyeluruh, juga hal-hal yang hanya dipahami oleh orang tertentu dan hal-hal yang hanya
Allah sajalah yang memahami maknanya. Hal yang semacam ini disebut oleh para ulama
sebagai pembahasan al-Muhkam dan al-Mutasyaabih yang in syaa Allah akan menjadi
pembahasan makalah kita dalam kesempatan ini.
Menimbang pentingnya pembahasan ini perlu rasanya penulis sedikit
bersumbangsih meski banyak kendala dalam penulisan makalah ini yang mendasar
terutama banyaknya istilah-istilah syar’i yang sulit untuk dituangkan maknanya kedalam
bahasa Indonesia secara sempurna. Namun tiada pilihan lain kecuali tetap kita upayakan
untuk menyajikannya sebatas kemampuan dalam sebuah pengabdian, mohon maaf atas
segala kekeliruan dan semoga bisa bermanfaat serta dicatat oleh Allah sebagai sebuah amal
shalih amin Ya Rabbal ‘Alamin.

B. POINT PEMBAHASAN
1. Pengertian muhkam dan mutasyabih
2. Hukum umum dan khusus ayat muhkam dan mutasyabih
3. Perbedaan pendapat para ulama
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH


1. Pengetian secara bahasa
َََ ‫ َح‬yang mana Ibnu Faris –
Al-Muhkam secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ك‬

rahimahullah- mengatakan:

ُّ ‫َو َأ َّو ُلَ َذ ِ َِلَ َالْ ُح ْ ُك ََوه َُوَ َالْ َم ْن ُعَ ِم َن‬.
َ‫َالظ ْل‬ َ ‫َوه َُوَ َالْ َم ْن ُع‬,
َ ‫الْ َحا ُء ََوا ْل ََك ُف ََوالْ ِم ْ ُْيَ َأ ْص ٌل ََوا ِح ٌد‬

“Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata yang bermakna larangan.
Kata pertama yang berakar dari tiga huruf tersebut adalah Hukum yang berarti
melarang dari sebuah kedzhaliman.”1
Maka makna hukum pada kalimat diatas adalah melarang, yaitu makna secara
bahasa. Dari sini pulalah tali yang mengikat kepala dan leher binatang dinamakan
dengan ‫ َح ََكَ ٌَة‬2 atau tali kekang, karena berfungsi untuk melarangnya bergerak agar

terkendali.
َ َ ‫َأ ْح‬
Kemudian maknanya berubah dengan bertambahnya huruf alif jika dikatakan َ‫ك‬

‫ – ا ْح ََك ًما‬yang bermakna ًَ‫ َأ ْت َق ََن – اتْ َقان‬artinya adalah menguatkan atau mengokohkan, seperti
ِ ِ
jika dikatakan:

َ‫َالش ْ َْيَ َأيَ َأتْ َق ْن ُتهَُفَ َمنَ ْع ُتهَُ َع ْنَالْ َف َسا ِد‬
َّ ‫َأ ْح َ َْك ُت‬
artinya aku menguatkan sesuatu dan melarangnya dari kerusakan 3 Abu Hilal al-
‘Askariy –rahimahullah- berkata:

َ‫َو ْاْل ْح ََك ُمَا ْ َْيادَُالْ ِف ْع ِل‬,ُ


َ ‫َالش ْ ِْيَا ْص ََل ُحه‬
َّ ‫َأ َّنَاتْ َق َان‬
ِ ِ ِ ِ

1
Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya w.395 H, Maqayisu al-Lughah, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2008 M) hal.
221.
2
Abu Nashr Ismail bin Hammad al-Juhariy w.393 H, ash-Shihah, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2009 M) hal. 270.
3
Muhammad bin Ya’kub al-Fayruz Abadiy w.817 H, al-Qamus al-Muhith, ( Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2008 M) hal.
389
“itqhannya sesuatu maksudnya adalah memperbaikinya, dan ihkam adalah
menyempurnakan perbuatan dan menguasinya dengan baik”4
ََُ ‫ َالْ ُم ْح‬secara bahasa adalah bentuk isim maf’ul dari ‫ َأ ْح َََك‬yang
Maka al-Muhkam ‫ك‬

bermakna sesuatu yang dikokohkan atau dikuatkan atau disempurnakan.


Al-Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ ش به‬yang mana dikatakan oleh

Ibnu Faris –rahimahullah- :


َّ ‫َا ِلش ْ ُْي ََوالْ َبا ُء ََوالْهَا ُءَ َأ ْص ٌل ََوا ِح ٌدَيَدُ ُّلَعَ ََلَتَشَ ابُ ِه‬
َ‫َالش ْ ِْي‬
“bahwa huruf asy-Syin, al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata yang menunjukkan kemiripan
sesuatu”5.
Ar-Raghib al-Asfahaniy –rahimahullah- menjelaskan bahwasanya al-mutasyabih
َّ ‫َا َّلش ْب ُه َو‬
sebuah kata turunan dari ‫الش َب ُه َوالشَّ ِب ْي َُه‬ 6
yang maknanya adalah sebuah kemiripan,

beliau berkata:

َ ً‫الش ْْبَ ُةَه َُوَ َأ ْن ََْلَي َ َت َم َّ َُّيَ َأ َحدُ َا َّلش ْيئ َ ْ ِْيَ ِم َن َْالآ َخ ِرَ ِل َماَبَيَْنَ ُ َماَ ِم َنَالتَّشَ اب ُ ِهَ َع ْين‬
َ‫اََك َنَ َأ ْوَ َم ْع ًًن‬ ُّ ‫َو‬
َ ‫َ{َو ُأتُواَ ِب ِهَ ُمتَشَ اِبِ َاَ}َ َأ ْيَي ُْش ِبهَُب َ ْعضُ هَُب َ ْعضً اَل َ ْونً ََْل ََط ْع ُم‬:‫َهللاَتعاىل‬
َ‫اَو َح ِق ْي َق ًة‬ َ ‫َقَا َل‬،

Asy-Syubhah adalah tidak bisa membedakan antara satu dengan yang lain disebabkan
adanya kemiripan antara keduanya secara kasat mata ataupun makna, Allah Ta’ala
berfirman: “mereka diberi buah-buahan yang serupa…”, maksudnya adalah
sebagiannya menyerupai warna sebagian yang lain, bukan rasa atau hakikatnya. 7
Maka al-Mutasyabih secara bahasa adalah “sesuatu yang memiliki kemiripan satu
dengan yang lain”.

4
Al-Hasan bin Abdullah Abu Hilal al-‘Askariy w.395/400 H, al-Furuq al-Lughawiyah, (Kairo: Dar al-Ilmu wa ats-
Tsaqafah, tanpa tahun)
5
Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah, hal. 469
6
Abu Hilal al-‘Askariy w.395/400 H
7
Abu al-Qasim al-Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy w.502 H, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an,(Kairo:
Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2012 M) hal. 280.
2. Pengertian secara istilah
Para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam dalam mengungkapkan
pengertian al-Muhkam ataupun al-Mutasyabih.
Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:

َ‫اَِفَا ِْل ْص ِط ََلحَِفَه َُوَ َماَ َأ ْح ََكَ ْته َُِِب َل ْم ِر ََوالَنَّ ْيِ َوب َ َي ِانَالْ َح ََللِ َواحل ََرا ِم‬
ْ ِ ‫َو َأ َّم‬
“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan
dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

َ ‫وأماَاملَتَشَ ا ِبهَُفأَ ْص ُُلَُأنَي َْشت َ ِبهََاللَ ْفظ‬


َ‫َُِفَالظا ِه ِرَمعَا ْخ ِت ََل ِفَالْ َم َع ِان‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir


sementara maknanya berbeda.”8

3. Macam macam Mutasyabih


Berkait tentang pengelompokan macam-macam mutasyabih ini ada beberapa
pendapat ulama didalamnya, seperti pada kedelapan hijriyah Imam asy-Syatibiy
menuliskan bahwasanya al-Mutasyabih itu ada tiga: haqiqiy dan idhafiy sert al-
Mutasyabih yang terdapat dalam istinbatnya bukan nash dalilnya.
A. Al-Mutasyabih al-Haqiqiy adalah bagian dari al-Qur’an yang mana kita tidak dapat
memahami maknanya, bahkan seorang mujtahidpun saat menelitinya tidak bisa
mendapatkan maknanya yang muhkam.
B. Al-Mutasyabih al-Idhafiy adalah bagian dari al-Qur’an yang sebenarnya maknanya
bisa dimengerti dalam syariat akan tetapi terkadang dirancukan oleh kejahilan atau
hawa nafsu sehingga dalam pandangannya menjadi mutasyabih yang sebenarnya
lebih condong kepada muhkam.[16]9 Jenis kedua ini disebut juga dengan istilah al-

8
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy w. 794 H, al-Burhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits,
cet. 2006 M) hal. 370.
9
Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w. 790 H, al-Muwafaqat fi Usul
asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.
Mutasyabih an-Nisbiy yang relative dan hanya ulama tertentu saja yang dapat
memahami maknanya.
C. Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya akan tetapi
pada ‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai dan halalnya hewan yang
disembelih secara syari sangatlah jelas, namun timbul syubhat saat kedua daging
tersebut tercampur apakah halal untuk dikonsumsi atau menjadi haram.10

4. Perbedaan pendapat para Ulama


Sebagaimana terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang makna al-
muhkam dan al-mutasyabih, maka demikian pula mereka berselisih pendapat dalam
permasalahan siapakah yang dapat memahami ayat al-mutasyabihah.
Yang menjadi dasar perdebatan mereka adalah letak waqf atau berhentinya tanda
baca pada ayat:

ٌ َ ِ‫اتَه َُّنَ ُأ ُّم َْال ِكتَ ِاب ََو ُأخ َُرَ ُمتَشَ اِب‬
َ‫اتَفَأَ َّما‬ َ َ‫َاَّليَ َأ ْن َز َلَعَلَ ْي َك َْال ِكت‬
ٌ َ‫ابَ ِم ْنهَُأ آ ََي ٌتَ ُم ْح ََك‬ ِ َّ ‫ه َُو‬
ِ ِ ‫ونَ َماَتَشَ ابَهََ ِمنْهَُابْتِغ ََاءَالْ ِف ْتنَ ِة ََوابْتِغ ََاءَتَأْ ِو‬
ُ َّ ‫يُل ََو َماََي َ ْع َ ُلَتَأْ ِو َيُلَُا َّْل‬
َ‫َاَّلل‬ َ ‫َّ ِاَّل َين َِِفَقُلُوِبِ ِ ْم ََزيْغٌَفَ َيتَّ ِب ُع‬
ِ
َِ‫وَاللْ َباب‬َ ْ ُ‫اَو َماَي َ َّذكَّ ُرَا َّْلَ ُأول‬َ ٌّ ُ ‫ونَأ آ َمنَّاَ ِب ِه‬
َ‫َُكَ ِم ْنَ ِع ْن ِد َََرِبن‬ َ ُ‫ُون َِِفَالْ ِع ْ ِلَي َ ُقول‬ َ ‫َو َّالر ِاِس‬
ِ
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi

10
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar Ibnu Affan, cet. 2013 M) hal.214, jilid
2.
Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-
orang yang berakal”. (Q.S Ali Imran [3]:7)

Pendapat pertama:
Firman Allah َ ‫ َو َّالر ِاِس‬adalah mubtada dan ‫ون‬
َ‫ُون َِِف َالْ ِع ْ ِل‬ ََ ُ‫ي َ ُقول‬ sebagai khabarnya,

sehingga huruf ‫و‬ pada َ ‫ َو َّالر ِاِس‬bermakna isti’naf yang menandakan sebagai
َ‫ُون َِِف َالْ ِع ْ ِل‬
kalimat permulaan dan waqf bacaan terhenti pada ‫َاَّلل‬ َُ َّ ‫ َو َما َي َ ْع َ ُل َتَأْ ِوي َ ُُل َا َّْل‬yang
ِ
berkonsekwensi bahwa hanya Allah sajalah yang tahu makna ayat-ayat al-
mutasyabihah tersebut.

Pendapat kedua:
Huruf ‫و‬ pada firman Allah َ ‫ َو َّالر ِاِس‬bermakna al-athfu sebagai huruf atau
َ‫ُون َِِف َالْ ِع ْ ِل‬
ََ ُ‫ ي َ ُقول‬menjadi keterangan hal, sehingga waqf bacaan terhenti pada
kata sambung dan ‫ون‬

َ ‫َو َّالر ِاِس‬


َ‫ُون َِِف َالْ ِع ْ ِل‬ sehingga berkonsekwensi maknanya bahwa yang memahami al-

mutasyaabih adalah Allah dan orang-orang yang diberi kekokohan dalam ilmu.11

Imam as-Suyuthiy berkata:


“bahwa yang berpendapat seperti pendapat kedua sangatlah sedikit diantaranya
Mujahid yang membawakan riwayat gurunya Ibnu Abbas yang mana beliau berkata
dalam ayat:

َ ‫َاَّلل ََو َّالر ِاِس‬


َ‫ُون َِِفَالْ ِع ْ ِل‬ ُ َّ ‫َو َماَي َ ْع َ ُلَتَأْ ِو َيُلَُا َّْل‬
ِ
“aku adalah salah satu yang mengetahui ta’wilnya”. Pendapat ini berdalil bahwasannya
tidaklah layak bagi Allah menyeru hambanya dengan sesuatu yang tidak bisa
dimengerti.

11
Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, cet. 3, 2000 M) hal.222.
Adapun mayoritas sahabat, tabi’in dan pengikut setelahnya terkhusus ahlusunnah
maka mereka berpendapat seperti pendapat pertama yaitu hanya Allahlah yang
mengetahui al-Mutasyaabih dan ini riwayat yang paling shahih dari Ibnu Abbas”.12
Pendapat jumhur ini diperkuat oleh qiraat Ibnu Abbas:

َ ‫َالر ِاِس‬
َ‫ُون َِِفَاَلْ ِع ْ ِلَأ آ َمنَّاَ ِب ِه‬ ُ َّ ‫َو َماَي َ ْع َ ُلَتَأْ ِو َيُلَُا َّْل‬
َّ ‫َاَّلل ََوي َ ُق ْو ُل‬ ِ
“Dan tidaklah ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah, dan berkatalah orang yang
kokoh keilmuanya; kami beriman dengannya”13

Muhyiddin ad-Darwisy dalam kitabnya I’rab al-Qur’an membawakan perkataan


wajibnya waqf pada kalimat َ‫اَّلل‬ َ ‫ َو َّالر ِاِس‬menjadi kalimat
ُ َّ َ‫ ا ََّْل‬sehingga kalimat ‫ُون َِِفَالْ ِع َْل‬
ِ
permulaan.14

Imam ar-Raziy memberikan enam dalil bahwa waqf yang shahih adalah pada kalimat
ُ َّ ‫ا َّْل‬, diantara argumen beliau adalah:
َ‫َاَّلل‬
ِ
Ayat ini menunjukkan bahwa mencari-cari ta’wil adalah tercela, Allah berfirman:

ِ ِ ‫ونَ َماَتَشَ ابَهََ ِم ْنهَُابْ ِتغ ََاءَالْ ِف ْتنَ ِة ََوابْ ِتغ ََاءَتَأْ ِو‬
َ‫يُل‬ ِ َّ ‫فَأَ َّم‬
َ ‫اَاَّل َين َِِفَقُلُوِبِ ِ ْم ََزيْ ٌغَفَ َيتَّ ِب ُع‬
Kalau seandainya ta’wil itu boleh maka Allah takkan mencelannya.

12
Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan, hal. 7, Juz 3
13
Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, hal. 222.
14
Muhyiddin ad-Darwisy w. 1403 H/1982 M, I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu ,(Beirut: Dar al-Yamamah, cet.
11, 2011 M) hal. 395, Jilid 1.
ََ ‫ َو َّالر ِاِس‬mengikut atau athfu kepada lafadz Allah maka
Kalau seandainya kalimat ‫ُون‬

kedudukan kalimat َ‫ون َأ آ َمنَّا َ ِب ِه‬


َ ُ‫ ي َ ُقول‬menjadi mubtada’ dan ini jauh dari kefasihan atau
kebenaran dari segi kaidah bahasa arab.15
Dari sinilah lahir kaidah tafsir ‫انَِبملُتَشَ ا ِب َِه‬
ُ ‫“ ََِْي ُبَال َع َم ُل َِِبمل ُ ْح َ ِكَواْليْ َم‬wajib beramal dengan
ِ
yang muhkam dan beriman dengan yang mutasyaabih”.16

15
Fakhruddin Muhammad bin Umar ar-Raziy w. 606 H, Mafatihu al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet.
2000 M) hal. 153, Jilid 7.
16
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir, hal. 212, Jilid 2.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang disimpulkan oleh
Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:

َ‫اَِفَا ِْل ْص ِط ََلحَِفَه َُوَ َماَ َأ ْح ََكَ ْته َُِِب َل ْم ِر ََوالَنَّ ْيِ َوب َ َي ِانَالْ َح ََل ِلَواحل ََرا ِم‬
ْ ِ ‫َو َأ َّم‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan
dengan perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

َ ‫وأماَاملَتَشَ ا ِبهَُفأَ ْص ُُلَُأنَي َْشت َ ِبهََاللَ ْفظ‬


َ‫َُِفَالظا ِه ِرَمعَا ْخ ِت ََل ِفَالْ َم َع ِان‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir sementara
maknanya berbeda.”

2. Macam-macam al-mutasyabih antara lain al-Mutasyabih al-Haqiqiy dan al-Idhafiy


3. diantara yang termasuk al-Mutasyabihat adalah Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah
4. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat yang penulis lebih cenderung kepada pendapat
jumhur ahlusunnah dari kalangan salaf.
DAFTAR PUSTAKA
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir, hal. 212, Jilid 2.

Fakhruddin Muhammad bin Umar ar-Raziy w. 606 H, Mafatihu al-Ghaib, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, cet. 2000 M) hal. 153, Jilid 7.

Muhyiddin ad-Darwisy w. 1403 H/1982 M, I’rab al-Qur’an al-Karim wa


Bayanuhu ,(Beirut: Dar al-Yamamah, cet. 11, 2011 M) hal. 395, Jilid 1.
Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, hal. 222.
Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan, hal. 7, Juz 3
Manna’ Khalil al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif,
cet. 3, 2000 M) hal.222.
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Kairo: Dar Ibnu Affan,
cet. 2013 M) hal.214, jilid 2.
Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaq asy-Syatibiy w.
790 H, al-Muwafaqat fi Usul asy-Syari’ah, (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz
3.
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy w. 794 H, al-Burhan fi ‘Ulumi al-
Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2006 M) hal. 370.
Abu al-Qasim al-Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy w.502 H, al-Mufradat fi
Gharib al-Qur’an,(Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2012 M) hal. 280.
Ibnu Faris, Maqayisu al-Lughah, hal. 469
Al-Hasan bin Abdullah Abu Hilal al-‘Askariy w.395/400 H, al-Furuq al-Lughawiyah,
(Kairo: Dar al-Ilmu wa ats-Tsaqafah, tanpa tahun)
Muhammad bin Ya’kub al-Fayruz Abadiy w.817 H, al-Qamus al-Muhith, ( Kairo: Dar al-
Hadits, cet. 2008 M) hal. 389
Abu Nashr Ismail bin Hammad al-Juhariy w.393 H, ash-Shihah, (Kairo: Dar al-Hadits,
cet. 2009 M) hal. 270.

Anda mungkin juga menyukai