Editor: R. Pamekas
Sri Darwati
Penyusun/Kontributor:
R. Pamekas
Sri Darwati
Fitrijani Anggraini
Ida Medawaty
Reni Nuraeni
Tuti Kustiasih
Amallia Ashuri
Anggi Wulandini
Laksmi Kurnia Santi
I Made Wahyu Widyarsana
Lina Apriyanti S
Rizkia Nur Aulia
Hak Cipta ada pada penerbit, dilarang menyalin, mengutip, dan menggandakan tanpa izin
penerbit.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Jalan Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393
Telp. 022 7798393
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya
penyusunan buku bunga rampai yang berjudul Pengelolaan Sampah Ramah
Lingkungan dapat diselesaikan dengan baik. “Buku ini merupakan kontribusi
dari peneliti dan Perguruan Tinggi dari hasil dari kegiatan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman.”
Di dalam milestone Sustainable Development Goals (SDGs), pada tahun 2030
setiap negara diharapkan telah mampu mewujudkan 100% akses pelayanan
sampah domestik untuk penduduknya (tujuan #6). Indonesia meletakkan target
pencapaian lebih awal, yaitu akhir tahun 2019, sebagaimana amanat RPJMN 2014 -
2019. Berkaca dari pengalaman berbagai negara mencapai tujuan SDGs, pelayanan
sampah yang menjadi bagian dari sanitasi termasuk sektor yang sulit mencapai
target. Termasuk Indonesia yang masih bekerja keras dalam pencapaian sanitasi
aman sesuai target SDGs. Data terakhir di tahun 2019 menyebutkan presentase
rumah tangga dengan akses sampah yang terkelola telah mencapai 61%. Mengingat
bahwa pelayanan sampah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap
orang maka sudah selayaknya hal ini didukung dan diwujudkan bersama, melalui
sistem akses pelayanan sampah ramah lingkungan di permukiman.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan
buku ini mulai dari fungsional Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman, peneliti dari Perguruan Tinggi, narasumber serta pihak-pihak
yang tidak dapat kami sebut satu per satu yang berkontribusi dalam penyusunan
buku. Sampai akhirnya dapat dihasilkan buku yang dapat dijadikan rujukan bagi
direktorat teknis terkait atau instansi terkait dan masyarakat.
Melalui buku bunga rampai yang berjudul Pengelolaan Sampah Ramah
Lingkungan, kami berharap dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk
mensosialisasikan hasil kajian dan menjadi pemicu bagi fungsional di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman untuk selalu berinovasi
dalam menjawab permasalahan pengelolaan sampah domestik. Kedepannya,
pengkajian mengenai pengelolaan sampah ramah lingkungan di permukiman,
diharapkan selalu berjalan dan tidak berhenti sehingga dapat menghasilkan solusi
yang tepat sasaran dan feasible untuk diterapkan bagi kelangsungan kehidupan
masyarakat.
3R = Reduce-Reuse-Recycle
ABR = Anaerobic Baffled Reactor
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASTM = American Standard Testing and Material
B3 = Bahan Berbahaya dan Beracun
BLUD = Badan Layanan Umum Daerah
BOD = Biochemical Oxygen Demand
BPSR = Balai Pengelolaan Sampah Regional
BSM = Bank Sampah Masyarakat
CDM = Clean Development Mechanism
CL = Controlled Landfill
COD = Chemical Oxygen Demand
CS = Cleaning Service
CSR = Corporate Social Responsibility
DAK = Dana Alokasi Khusus
DCA = Divers Clean Action
DIN = Deutsches Institut für Normung
DK3 = Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan
DKP = Dinas Kebersihan dan Pertamanan
DLHP = Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan
DOC = Degradable Organic Carbon
Dry AD = Dry Anaerobic Digestion
EN = Euronorm
FGD = Focus Group Discussion
FPSA = Fasilitas Pengolahan Sampah Antara
FPST = Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan Sampah Terpadu
FRP = Fiberglass Reinforced Plastics
GRK = Gas Rumah Kaca
HDPE = High Density Polyethylene
IKA = Indeks Kualitas Air
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ v
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
INDEKS................................................................................................................ 203
R. Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: rpamekas@gmail.com
Pendahuluan
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008, penghasil sampah
adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan
sampah atau yang menjadi sumber sampah. Sampah terdiri dari sampah rumah
tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Sampah rumah
tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/
atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik meliputi sampah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah
yang secara teknologi belum dapat diolah, dan sampah yang timbul secara tidak
periodik (Pasal-2 UU 18/2008).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka setiap individu, keluarga, dan masya
rakat sudah dipastikan pernah mendengar, melihat, dan bahkan ikut mengurus
benda atau material yang disebut sampah. Manusia sebagai penghasil sampah,
maka sampah akan selalu berada di sekitar manusia. Timbulan sampah akan sela-
lu bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah. Peningkatan volume sampah
yang tidak disertai dengan pengelolaan yang baik, dapat menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, masalah sampah yang timbul harus selalu dicarikan solusinya.
Banyak orang tidak senang dengan kehadiran sampah. Hal ini sesuai dengan
pendapat para ahli kesehatan yang menyatakan bahwa sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notomihardjo,
2011). Di sisi lain, bagi sebagian orang sampah mempunyai nilai manfaat. Hal
tersebut sejalan tujuan pengelolaan sampah yaitu menjadikannya sebagai sumber
daya (Pasal 4, UU 18/2008). Selain itu, Panji Nugroho (2013) menyatakan bahwa
meskipun sampah atau barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang
Sampah
Tercampur
Volume Pengelolaan
Sampah Sampah
Sampah
Terpilah
Loop II
Penduduk
Loop I
Masalah Lingkungan, Pengelolaan
Sosial, Ekonomi Tidak Memadai
Penutup
Pengelolaan sampah bersifat dinamis, karena jumlah penduduk selalu
bertambah sejalan dengan perubahan waktu. Pengelolaan sampah tidak hanya
dapat dilihat dari sudut pandang masalah, tetapi juga dari sudut pandang manfaat.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai akan berdampak negatif terhadap
lingkungan, sosial dan ekonomi penduduk. Pencemaran air, tanah, udara, timbulnya
penyakit, penurunan produktifitas penduduk yang sakit yang berimbas pada
penurunan pendapatan adalah beberapa contoh dampak negatif yang timbul.
Sebaliknya, pengelolaan sampah yang baik akan berdampak positif terhadap
lingkungan, sosial dan ekonomi. Lingkungan permukiman yang bersih dan sehat,
produktifitas penduduk yang meningkat yang disertai dengan peningkatan
pendapatan, adalah beberapa contoh dampak positif yang dapat dipetik dari
pengelolaan sampah yang baik. Peningkatan pendapatan, juga dapat diperoleh dari
hasil daur ulang dan pemanfaatan kembali sampah misalnya kompos, kerajinan,
bahan konstruksi, dan sebagainya.
Berbagai pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) pengelolaan sampah
ramah lingkungan yang disajikan pada buku ini dapat dikembangkan dan diterapkan
pada kondisi yang berbeda.
Daftar Pustaka
Abdel-Shafy, Hussein & Mansour, Mona. (2018). Solid Waste Issue: Sources,
Composition, Disposal, Recycling, and Valorization. Egyptian Journal of
Petroleum. 27. 1275-1290. 10.1016/j.ejpe.2018.07.003.
Adipah, Sylvia & Kwame, Ofotsu Nana. (2019). A Novel Introduction of Municipal
Solid Waste Management. Journal of Environmental Science and Public Health
doi: 10.26502/jesph.96120055.
Chakravarthi, G. Kalyan & Chandra, D. Satish & Asadi, SS. (2019). Smart Solid Waste
Management in New Capital City Amaravath international. Journal of Recent
Technology and Engineering (IJRTE) ISSN: 2277-3878, Volume-7, Issue-6C2,
April 2019.
Darwati, Sri. (2017). Pengembangan Standar Pengujian Kompos Sampah, 12 Anual
Meeting on Testing and Quality. Publikasi Ilmiah AMTEQ 2017. Pusat Penelitian
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI hal 177-182.
Hidayawanti, Ranti & Kustantrika, Irma Wirantina & Lestari, Endah. (2017). Upaya
Ida Medawaty
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: dede_meda@yahoo.com
Pendahuluan
Pemerintah secara nasional mencanangkan untuk melakukan berbagai upaya
agar dapat mengurangi volume sampah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan pengurangan volume sampah dari sumber dengan cara penerapan konsep
3R (reduce, reuse, recycle). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dalam Pasal 2 ayat 1,
menyatakan bahwa strategi pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis rumah tangga meliputi pengurangan sampah sebesar 30% dan
penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025 dari angka timbulan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Dalam Undang-Undang
No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah terdiri atas
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah semaksimal mungkin
dilakukan di sumber sampah, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya yang
dapat dimanfaatkan. Amanat utama dalam pengelolaan sampah adalah mengubah
paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan
di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya (resources recycle).
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pengelolaan sampah di beberapa
kota di Indonesia disebabkan oleh masalah keterbatasan lahan TPA, pembiayaan
operasional dan kinerja pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Sampah yang ditimbun belum diolah dengan baik pada kebanyakan TPA di
Indonesia. 90% TPA masih dioperasikan dengan sistem terbuka (open dumping)
(Santoso, dkk., 2016). Sistem open dumping ini menimbulkan banyak permasalahan
seperti timbulnya bau busuk, munculnya berbagai penyakit dan terkontaminasinya
air tanah. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk
menanggulangi masalah sampah tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya
yang lebih komprehensif dan sistemik pengelolaan sampah secara terintegrasi.
Kepedulian dan kesadaran masyarakat juga harus dibina sedari awal dan
dimulai dari sumbernya dalam hal penanganan sampah. Konsep 3R (reduce, reuse,
Non-Permukiman
(pasar, halaman dan penyapuan
Permukiman jalan, komersial, industri
(Rumah Tangga)
TPA-TPST
Gambar 2. Sumber
Gambar 2.Sampah Berdasarkan
Sumber Sampah Penggunaan
Berdasarkan Lahan
Penggunaan Lahan
Sumber: Setiadi, 2015
Sumber: Setiadi, 2015
2. Neraca Keseimbangan Masa (Mass Balance)
Salah satu contoh perhitungan potensi reduksi sampah dengan menggunakan neraca massa (mass
2. Neraca balance),
Keseimbangan Masa (Mass Balance)
adalah dengan memperhitungkan recovery factor setiap komponen sampah. Recovery
Salah satu
factorcontoh perhitungan
adalah persentase potensi reduksi
setiap komponen sampah yang sampah dengan menggunakan
dapat dimanfaatkan kembali, direcovery
atau didaur ulang. Selebihnya merupakan residu yang masih perlu diproses lebih lanjut di tempat
neraca massa (mass balance), adalah dengan memperhitungkan recovery
pemrosesan akhir sampah untuk mengetahui apakah residu sampah akan dimanfaatkan atau
factor
setiap komponen sampah.
dimusnahkan. Recovery
Pada Tabel factor
1 dapat dilihat adalah
recovery persentase
factor dari setiap
jenis‐jenis sampah komponen
yang telah dihitung.
Contoh hasil perhitungan neraca massa pengelolaan sampah pasar berdasarkan kapasitas
sampah yang dapat dimanfaatkan kembali, direcovery atau didaur ulang.
sampah yang akan dikelola di TPST, dan komposisi sampah, dapat dilihat Tabel 2. Dengan
Selebihnya
merupakanmempertimbangkan
residu yang masih perlu sampah
factor recovery, diproses
yang lebih lanjut
dapat diolah dan di tempat
didaur pemrosesan
ulang sebesar 78.61% dan
maka residu sampah yang dibuang ke TPA sebesar 21.39%. Namun, sebelum menentukan besarnya
akhir sampah untuk mengetahui apakah residu sampah akan dimanfaatkan atau
potensi 3R dan potensi daur ulang serta residu sampah, kondisi lapangan perlu dikaji terlebih dahulu.
dimusnahkan. Pada Tabel 1 dapat dilihat recovery factor dari jenis-jenis sampah
yang telah dihitung.
Contoh hasil perhitungan neraca massa pengelolaan sampah pasar berdasarkan
kapasitas sampah yang akan dikelola di TPST, dan komposisi sampah, dapat dilihat
Tabel 2. Dengan mempertimbangkan factor recovery, sampah yang dapat diolah
Tabel 1. Recovery Factor Sampah di Kota Surabaya
dan didaur ulang sebesar 78.61% Komponen dan maka residu sampah
Sampah yang(%)
Recovery Factor dibuang ke TPA
sebesar 21.39%. Namun, sebelum menentukan besarnya potensi 3R dan potensi
Sampah organik mudah terurai** 80
Sampah plastik* 50
daur ulang serta residuSampahsampah, kondisi lapangan perlu dikaji
kertas* 40 terlebih dahulu.
Sampah logam* 80
Sampah gelas/kaca* 70
Tabel 1. Recovery Factor Sampah di Kota Surabaya
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 13
Komponen Sampah Recovery Factor (%)
Sampah gelas/kaca* 70
Aluminium*** 100
Kain*** 25
Karet*** 25
Kayu*** 10
Timbulan Sampah
1 26.13
(m3)/hari
Timbulan Sampah
2 6.92
(Ton)/hari
Uraian Neraca Massa Sampah (Ton)
Bank
No Jenis Sampah Jumlah Recovery Biogas Kompos Thermal Residu
sampah
Sampah organik
1 3,38 2,70 0,23 2,70 0,45
sayuran
2 Plastik 0,42 0,21 0,21 0,21 0,00
3 Kertas 0,16 0,06 0,08 0,08
4 Logam 0,01 0,01 0,01 0
5 Kaca/gelas 0,02 0,02 0,02 0,02
6 Lain-lain 2,93 1,0 1,0 0,93
Jumlah (Ton) 6,92 0,23 2,79 1,21 1,64 1,48
Presentasi (%) 3,32 40,31 17,48 23,7 21,39
Sumber: Hasil uji komposisi dan Perhitungan 2017 dan Perhitungan 2020
Sumber: Hasil analisis 2020 dari data 1)Tuty, dkk, 2014, 2)Windraswara, dan Prihastuti, 2017, 3)Widodo dan Firdaus,
2018
Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa potensi 3R dari TPS pasar, umumnya
lebih tinggi bila dibandingkan dengan contoh sampah yang diambil dari TPS
permukiman atau diambil secara langsung dari sumber lainnya (warung, rumah
tangga, dan tempat kost). Dari komposisi sampah anorganik, potensi 3R sampah
plastik umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis sampah anorganik
lainnya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi 3R sampah pasar
lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampah permukiman. Potensi 3R sampah
rumah tangga juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampah permukiman.
Dari 16 (enam belas) sampel sampah tersebut, rata-rata potensi 3R sampah
organik adalah 46,4%, sedangkan sampah anorganik adalah 17,8% sehingga
potensi 3R sampah dari lokasi yang dikaji adalah sebesar 64,2%. Dengan demikian,
potensi 3R sampah organik 2,6 kali lebih besar dari pada 3R sampah anorganik.
Selanjutnya, dengan asumsi bahwa hasil analisis mass balance yang tertera
pada Tabel 2, dapat digunakan untuk memprediksi potensi daur ulang sampah
permukiman, maka proporsi materi daur ulang adalah sebagaimana dirangkum
Biogas
Residu 3%
20%
Kompos
38%
Bank Sampah
22%
Thermal
17%
Tabel 4. Potensi
Organik3R Dan 69,76
Daur Ulang Sampah
42,76 Berdasarkan
35,84 20,33 Kategori
20,80 Kota
37,90
Uraian Potensi 3R dan 1,77 3,00Kategori
0,53Kota 0,00
Kertas 3,57 1,77 Rata ‐
Potensi Produk Daur
2,92 Mega4,70 Metro Besar Sedang Kecil Rata
Jenis Sampah Ulang
Plastik 3,99 1,61 0,41 2,72
Organik
Metal 1,02 69,760,39 42,760,97 35,84
0,28 20,33
0,00 20,80
0,53 37,90
Kertas
Kaca 0,71 1,77 0,28 3,570,68 3,00
0,20 0,53
0,00 0,00
0,37 1,77
Jenis
Plastik 2,92 4,70 3,99 1,61 0,41 2,72
Sampah
Total Potensi 3R 76,18 51,70 44,49 22,95 21,21 43,30
Metal 1,02 0,39 0,97 0,28 0,00 0,53
Biogas 2,53 1,72 1,48 0,76 0,70 1,44
Kaca 0,71 0,28 0,68 0,20 0,00 0,37
Jenis Materi Kompos 30,71 20,84 17,93 9,25 8,55 17,46
Total Potensi 3R 76,18 51,70 44,49 22,95 21,21 43,30
Daur Ulang Thermal 13,32 2,53 9,04 1,727,78 4,01 3,71 7,57
Biogas 1,48 0,76 0,70 1,44
Bank Sampah
Jenis Materi Kompos 17,57 30,7111,93 20,84
10,26 5,29
17,93 4,89
9,25 9,99
8,55 17,46
TotalDaur Ulang
Materi Thermal
Daur Ulang 67,72 13,3245,96 9,0439,55 7,78
20,40 4,01
18,85 3,71
38,49 7,57
Total Residu Bank Sampah
16,29 17,5711,06 11,93
9,52 10,26
4,91 5,29
4,54 4,89
9,26 9,99
Total Materi Daur Ulang 67,72 45,96 39,55 20,40 18,85 38,49
Dengan Totalmempertimbangkan
Residu potensi
16,29 daur
11,06ulang 9,52
sampah organik
4,91 maupun
4,54 9,26
anorganik, maka kota megapolitan, kota metropolitan dan kota besar terletak pada
kuadran dengan
Dengan potensi daur ulang
mempertimbangkan sampah
potensi daur organik maupun
ulang sampah sampah
organik anorganik
maupun anorganik, maka kota
yangmegapolitan,
tinggi atau kota metropolitan
diatas rata-rata dan kota besar
(Gambar terletak pada
4), sedangkan kuadran
kota dengan
sedang dan potensi
kota daur ulang
kecil terletak pada kuadran dengan potensi daur ulang sampah yang rendah atau 4), sedangkan
sampah organik maupun sampah anorganik yang tinggi atau diatas rata‐rata (Gambar
kota sedang dan kota kecil terletak pada kuadran dengan potensi daur ulang sampah yang rendah
dibawah rata-rata.
atau dibawah rata‐rata.
40,0
Mega
35,0
30,0
Metro
25,0
Besar
Anorganik
20,0
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0
15,0
Kecil Sedang
10,0
5,0
0,0
Organik
GambarGambar
4. Kuadran Daur Ulang
4. Kuadran Berdasarkan
Daur Kategori Kota
Ulang Berdasarkan Kategori Kota
Posisi kota pada kuadran tersebut mencerminkan besarnya peluang untuk memanfaatkan
sampah, apabila semua persyaratan dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan teknis
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 23
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 16
Posisi kota pada kuadran tersebut mencerminkan besarnya peluang untuk
memanfaatkan sampah, apabila semua persyaratan dipenuhi. Persyaratan tersebut
meliputi persyaratan teknis misalnya ketersediaan dan kecukupan prasarana
dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu, juga keandalan organisasi pengelola,
ketersediaan biaya, jumlah maupun kompetensi SDM, dan kemudahan akses
terhadap pedoman pelaksanaan, kemudahan membaca serta menggunakan
pedoman pedoman yang ada. Selain persyaratan teknis, kelembagaan, SDM
dan pedoman tersebut, hal terpenting dari pelaksanaan penerapan konsep 3R
adalah partisipasi masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat yang tinggi, maka
keberhasilan penerapan konsep 3R tidak akan maksimal.
misalnya ketersediaan dan kecukupan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Selain it
keandalan organisasi pengelola, ketersediaan biaya, jumlah maupun kompetensi SDM
Tahapan
kemudahan Penerapan 3R Terintegrasi
akses terhadap pedoman pelaksanaan, kemudahan membaca serta menggu
1. pedoman
Pemilahan Sampah
pedoman yang ada. Selain persyaratan teknis, kelembagaan, SDM dan pedoman te
Pemilahan
hal terpentingsampah adalah tahapan
dari pelaksanaan yang paling
penerapan penting
konsep dalam partisipasi
3R adalah pengelolaanmasyarakat.
sampah sebelum melakukan penerapan 3R. Pada tahapan ini, pada
partisipasi masyarakat yang tinggi, maka keberhasilan penerapan konsep 3R dasarnya sudah
tidak akan mak
terjadi, proses penerapan 3R. Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan
Tahapan
sampah Penerapan
kedalam 3 jenis 3R Terintegrasi
sampah yaitu :
1.a.Pemilahan Sampah
Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah sampah
Pemilahan
yang mudah sampah adalah seperti
membusuk, tahapansampah
yang paling penting
sisa dapur, dalam pengelolaan
daun-daunan, sayur- sampah se
melakukan
sayuran,penerapan 3R. Pada
buah-buahan, tahapan ini, pada dasarnya sudah terjadi, proses penerap
dan lain-lain
Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan
b. Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah kedalam
sampah non3hayati
jenis sampah
adalah yaitu :
a. Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah sampah yang mudah mem
sampah yang sukar atau tidak dapat membusuk, seperti logam, kaleng,
seperti sampah sisa dapur, daun‐daunan, sayur‐sayuran, buah‐buahan, dan lain‐lain
plastik, kaca, dan lain-lain
b. Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah non hayati adalah sampah yang suk
c.tidak
Sampah
dapatB3 (Bahan Berbahaya
membusuk, dan Beracun)
seperti logam, adalahkaca,
kaleng, plastik, sampahdanrumah tangga
lain‐lain
yang mengandung racun atau bahan berbahaya antara
c. Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah sampah rumah tangga lain yang terdiri yang menga
antara
racun lain
atau batu berbahaya
bahan baterei bekas, bekas
antara lainalat
yangsuntik, obat
terdiri kadaluwarsa,
antara lain batu bekas
baterei bekas, bek
infus, dan lain-lain.
suntik, obat kadaluwarsa, bekas infus, dan lain‐lain.
Pengelolaan
24 Apabila, Sampah
sampah sudahRamah
dipilahLingkungan
di sumbernya, dan langsung diangkut ke TPS tanpa me
misalnya sisa sayuran dan makanan serta sampah daun‐daunan, dan diolah menjadi kompos
disebut proses pengomposan tanpa pemilahan. Input komposter atau bahan baku sampah o
yang dikompos masih segar dan tidak berbau. Lokasi contoh tempat pengolahan sampah yan
Apabila, sampah sudah dipilah di sumbernya, dan langsung diangkut ke TPS
tanpa menginap, misalnya sisa sayuran dan makanan serta sampah daun-daunan,
dan diolah menjadi kompos, maka disebut proses pengomposan tanpa pemilahan.
Input komposter atau bahan baku sampah organik yang dikompos masih segar dan
tidak berbau. Lokasi contoh tempat pengolahan sampah yang telah menerapkan
pengomposan tanpa pemilahan awal adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST) Rawasari, yang berlokasi di Jalan Rawasari Timur Dalam RT 11/RW
02, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat
(Sahwan,2010). Kualitas sampah yang dihasilkan dari TPS tanpa pemilahan
tersebut, sudah memenuhi syarat yang ditetapkan misalnya tidak ada logam berat
yang berbahaya bagi kesehatan.
2. Pewadahan Sampah
Dalam praktik, banyak contoh produk sarana pewadahan dengan sistem
terpilah yang dapat digunakan untuk rumah tangga, dengan membedakan warna
dan diberi nama, dapat terbuat dari plastik, FRP, kantong plastik bekas dan lain-
lain. Wadah yang diberi warna berbeda, menunjukkan pembagian tempat sampah
berdasarkan jenisnya, yaitu untuk sampah basah (sayuran, sisa makanan, dll) dan
sampah kering (gelas, logam, plastik, dll). Pada tahapan ini, juga telah terjadi proses
penerapan 3R. Produk-produk sarana pewadahan tersebut telah diproduksi secara
masal dan telah tersedia di toko-toko peralatan sanitasi.
Penutup
Pengolahan sampah dengan pengelolaan yang baik akan mendatangkan
keuntungan hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan sekitar.
Sampah organik (sampah basah) dan anorganik (sampah kering) harus mampu
diolah, dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Cara pengelolaan sampah dapat
dilakukan dengan menggunakan metode 3R terintegrasi yaitu reduce (mengurangi
penggunaan barang yang menghasilkan sampah), reuse (menggunakan kembali
barang yang biasa dibuang), dan recycle (mendaur ulang sampah) dan cara
lainnya yang memudahkan masyarakat untuk mengelola sampah yang diproduksi.
Metode 3R terintegrasi, memadukan aspek teknis, sosial, dan ekonomi, dari hulu
sampai hilir, memadukan berbagai sumber sampah, berbagai tempat pemrosesan
sementara dan berbagai kategori kota. Simulasi hasil analisis potensi 3R dan
potensi daur ulang sampah membuktikan bahwa integrasi pengelolaan sampah
3R, mampu mengurangi residu sampah yang harus diproses lebih lanjut di TPAS.
Integrasi antara kesadaran masyarakat dan kemauan untuk berpartisipasi, serta
dukungan pemerintah untuk terus melindungi lingkungan dapat meningkatkan
keberhasilan dan kinerja pengelolaan sampah melalui konsep 3R.
Daftar Pustaka
Asteria, Donna & Heruman, Heru. (2016). Bank Sampah Sebagai Alternatif Strategi
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan
Lingkungan Vol 23 No 1, Maret 2016: 136-141.
Damanhuri, Enri & Padmi, Tri. (2010). Pengelolaan Sampah. Diklat Kuliah TL-3104.
ITB. Bandung.
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. (2009). Pedoman
3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman. Jakarta.
Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan. (2003). Pedoman Pengelolaan Persam
pahan Perkotaan. Jakarta.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2013). Indonesia Executive
Summary Kajian Kebijakan Lahan Uruk Saniter di Indonesia Tahun 2013. Asisten
Reni Nuraeni
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: reninur24@gmail.com
Pendahuluan
Saat ini, pengelolaan sampah tidak dapat dilakukan dengan end pipe solution
(kumpul-angkut-buang) seiring dengan makin meningkatnya jumlah timbulan
sampah. Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi (Integrated
Waste Management). Pengelolaan sampah secara terintegrasi merupakan pemilihan
dan penerapan teknik, teknologi, manajemen program yang sesuai dengan kondisi
setempat untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah (Tchobanoglous, 2002).
Prinsip dan strategi dasar dalam pengelolaan sampah secara terintegrasi menurut
USEPA (2002), adalah: 1) pengurangan sampah di sumbernya; 2) daur ulang dan
pengomposan; 3) waste to energy; 4) landfill.
Pengomposan merupakan proses pengolahan sampah yang sederhana dan
mempunyai manfaat yang besar dalam mengkondisikan tanah pertanian. Dalam
Permen PU nomor 03/PRT/M/2013 disebutkan bahwa pengolahan sampah, dalam
hal ini pengomposan, dapat dilakukan oleh setiap orang di sumber, pengelola,
ataupun pemerintah. Pada umumnya program pengomposan disusun oleh
pemerintah daerah, dimana dalam pelaksanaan program tersebut masyarakat
dilibatkan secara langsung untuk menimbulkan rasa memiliki. Diharapkan dengan
adanya rasa memiliki ini, masyarakat dapat mengelola pengomposan sehingga
program ini dapat berkelanjutan.
Kota Cimahi yang mempunyai jumlah dan densitas penduduk yang tinggi
mempunyai timbulan sampah sebesar 270 ton/hari (Bappeda Cimahi, 2019).
Jika semua sampah diangkut ke TPA, maka dalam waktu singkat TPA tidak dapat
lagi menampung sampah. Untuk itu Pemerintah Kota Cimahi telah menerapkan
program pengomposan sejak tahun 2004. Program pengomposan dilakukan dengan
pendekatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ini ditujukan untuk
melakukan penyadaran dan mendorong terjadinya perubahan sikap, perilaku,
dan budaya masyarakat dalam memperlakukan sampah. Di samping itu tujuan
lain adalah memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan sampah organik,
Dari hasil analisis di atas, kelompok umur >59 tahun menganggap bahwa faktor
penentu partisipasi masyarakat adalah: mempunyai sikap peduli lingkungan,
mempunyai kemauan berpartisipasi dalam pengelolaan pengomposan, mampu
mendapatkan informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Jika dilihat
dari usia, di atas 59 tahun sudah tidak produktif bekerja dan tidak memiliki
kemampuan untuk membayar iuran sampah (Bernstein, 2004 dalam Gotame,
2012). Sehingga mereka menganggap bahwa sikap peduli lingkungan, kemauan
berpartisipasi, dan bekerjasama merupakan faktor penentu partisipasi. Hal ini
2. Faktor Pendidikan
Tabel 3 adalah rangkuman hasil analisis RII faktor partisipasi masyarakat
berdasarkan kelompok pendidikan yang dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), dan perguruan tinggi.
Hasil pada Tabel 3 menyimpulkan bahwa masyarakat dengan Pendidikan SD
berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi adalah mempunyai sikap peduli
lingkungan, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan informasi, dan menjalin
kerjasama dengan pihak lain. Sedangkan faktor berkontribusi dalam pembayaran
iuran sampah tidak terlalu menentukan partisipasi. Hal ini terkait dengan
penghasilan masyarakat lulusan SD yang tidak terlalu besar, sehingga partisipasi
mereka tidak dalam bentuk materiil.
Adapun masyarakat berpendidikan SMP berpendapat bahwa faktor penentu
partisipasi adalah: mempunyai sikap peduli lingkungan, berkontribusi dalam pem-
bayaran iuran sampah, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan informasi,
dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Untuk masyarakat berpendidikan SMA
dan Perguruan Tinggi, mereka berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi ada-
lah berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah.
Umumnya, masyarakat berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi penghasilan
nya terbilang cukup. Selain itu, mereka juga tidak mempunyai waktu luang untuk
terlibat secara fisik dalam kegiatan pengomposan. Oleh karena itu, kurangnya
waktu luang tersebut merupakan salah satu alasan masyarakat untuk tidak ikut
dalam program pengomposan (Dhokhikah, 2015).
3. Faktor Penghasilan
Tabel 4 adalah rangkuman hasil analisis RII faktor partisipasi masyarakat
berdasarkan kelompok penghasilan yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu
penghasilan kurang dari Rp 562.500, penghasilan antara 562.500- Rp 1 juta, dan
penghasilan diatas Rp 1 juta.
Hasilnya menyimpulkan bahwa faktor penentu partisipasi masyarakat dalam
pengomposan, menurut responden dengan penghasilan kurang dari Rp. 562.500
adalah: sikap peduli lingkungan, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan
informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Berbeda dengan responden berpenghsilan lebih dari Rp. 562.500, dimana
mereka berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi dalam pengomposan adalah
berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah.
Hal yang menarik dari responden ini adalah mereka semua menganggap
pengetahuan tentang pengomposan merupakan faktor yang kurang menentukan
partisipasi. Sementara itu, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh hasil bahwa masyarakat yang memiliki informasi/pengetahuan
pengomposan akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk berpartisipasi
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak terinformasikan dengan baik (Xiao,
2017) dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan sampah
menjadi salah satu hambatan dalam efektivitas partisipasi masyarakat (Yakubu,
2018). Tidak sejalannya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
disebabkan masyarakat di Kelurahan Cipageran masih mempunyai karakteristik
masyarakat pedesaan dimana ikatan diantara masyarakat masih tinggi dan
mempunyai tanggung jawab bersama (Soerjono, 2012 dalam Maulana, 2019),
sehingga menurut mereka, pengetahuan secara teknis tidak terlalu berpengaruh
terhadap partisipasi dalam pengomposan. Meskipun demikian, tetap diperlukan
Penutup
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya responden di
Kelurahan Cipageran sudah siap untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengomposan.
Berdasarkan penilaian hasil kuesioner, responden berpendapat bahwa faktor
penentu dalam partisipasi adalah : sikap peduli lingkungan, kemauan berpartisipasi,
mampu mendapatkan informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Sebagian responden berpendapat bahwa faktor penentu dalam partisipasi adalah
berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah. Meskipun pada umumnya
responden tidak berpendapat bahwa pengetahuan dan pemahaman pengomposan
bukan merupakan faktor penentu, namun dalam pelaksanaan pengomposan faktor
ini sangat berpengaruh. Untuk itu, harus dilakukan peningkatan pengetahuan
dan pemahaman pengomposan, terutama dari segi teknis operasionalnya.
Transfer pengetahuan ini dapat dilakukan langsung oleh pemerintah, atau dengan
membentuk kader lingkungan yang berasal dari masyarakat atau tokoh masyarakat
setempat. Selain mentransfer pengetahuan, diperlukan juga pendampingan dalam
pelaksanaan kegiatan pengomposan.
1)
Anggi Wulandini 2) Laksmi Kurnia Santi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: 1) wulandinia@gmail.com, 2) santilaksmikurnia@gmail.com
Pendahuluan
Perkembangan suatu kota membawa berbagai macam dampak bagi pola
kehidupan masyarakat kota itu sendiri, salah satunya dampak akan tingginya
arus urbanisasi. Dampak dari tingginya arus urbanisasi selalu berkaitan dengan
permukiman kota. Tingginya jumlah penduduk di pusat kota yang merupakan pusat
dari kegiatan kota, mengharuskan terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang
layak huni, khususnya bagi kaum urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada
pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap serta kemudahan
jangkauan tempat kerja di pusat kota menimbulkan daya tarik bagi masyarakat
untuk bermukim di wilayah tersebut (Pendelaki, Purwanto , Olivia, & Agung, 2015).
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan
yang jumlah penduduknya terus meningkat. Pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega
dan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk peremajaan kota bagi daerah
yang kumuh (Hutagulung, 2004).
Rumah susun harus memenuhi persyaratan sistem sanitasi bangunan gedung.
Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sistem, air bersih, sistem
pengolahan air limbah dan/atau air kotor, sistem pembuangan sampah dan sistem
penyaluran air hujan. Permen PUPR Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan
Kemudahan Bangunan Gedung menjelaskan bahwa pembangunan gedung
bertingkat harus memperhatikan penggunaan saf sampah. Sistem saf sampah
harus dipasang dengan memperhatikan konstruksi, kelengkapan saf sampah,
dan jenis pemilahannya. Pengelolaan sampah di rumah susun diatur berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Dalam peraturan
tersebut tempat sampah di rusun dinyatakan sebagai salah satu kelengkapan dasar
fisik lingkungan rumah susun yang harus tersedia, namun belum ada peraturan
resmi yang secara detail mengatur tentang pengelolaan sampah pada bangunan
rumah susun sederhana bertingkat tinggi.
Pengelolaan Aspek
Aspek
Limbah Padat Kelembagaan
Pembiayaan
Gambar Gambar
1. Aspek 1. Aspek Pengelolaan
Pengelolaan Sampah Sampah
Sumber:
Sumber: SNI 3242 SNI 3242 : 2008
: 2008
Dalam rancangan pedoman bebas sampah Kota New York, pengelolaan sampah
di rumah susun dapat dibagi ke dalam 6 (enam) tipologi pengelolaan sampah
berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Keenam tipologi tersebut dapat
digunakan sesuai peruntukan gedung dan kemauan serta kemampuan penghuni
gedung tersebut. Penjelasan tipologi pengumpulan sampah dapat dilihat pada
Tabel 1.
Gambar 2. Tipologi
Gambar 2. TipologiPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah Rusun
Rusun
Sumber
Sumber :: https://www.zerowastedesign.org/
https://www.zerowastedesign.org/
Menurut Permen PUPR No 14 Tahun 2017, ada beberapa kriteria teknis saf sampah yang
Menurut Permen PUPR No 14 Tahun 2017, ada beberapa kriteria teknis saf
dipersyaratkan agar dapat mengoptimalkan pengelolaan sampah bangunan gedung bertingkat :
sampah yang dipersyaratkan agar dapat mengoptimalkan pengelolaan sampah
1. Saf sampah harus dibuat dengan konstruksi tahan api untuk mencegah kebakaran
bangunan
2. Saf sampah perlugedung bertingkat
dilengkapi dengan::
1. Saf
a. tempat sampah harus
pembuangan yangdibuat dengan
diletakkan konstruksi
di area tahan
servis di apilantai;
setiap untuk mencegah keba
karan
b. tempat pembuangan dengan roda yang diletakkan di bagian akhir saf sampah;
2. Saf sampah
c. semprotan perlusaf
pembersih dilengkapi
sampah; dengan:
a. tempat pembuangan yang diletakkan
Pengelolaan di area
Sampah Ramah servis di setiap
Lingkungan 33lantai;
b. tempat pembuangan dengan roda yang diletakkan di bagian akhir saf
sampah;
c. semprotan pembersih saf sampah;
d. sprinkler yang dipasang setidaknya di pintu pembuangan pada setiap lantai;
e. lampu;
f. pintu pembuangan sampah (tipikal tiap lantai) dengan ukuran setidaknya
38 cm x 46 cm;
g. pintu pembuangan otomatis yang terhubung dengan tempat pembuangan
di lantai dasar yang akan tertutup ketika suhu saf meningkat hingga 750 C;
dan
h. lubang udara/ventilasi yang dipasang pada bagian ujung atas saf sampah/
atap bangunan gedung dengan ketinggian dari lantai atap sekurang-
kurangnya 90 cm;
Gambar
Gambar 3. Pemilahan Saf Sampah
Gambar3. 3. Pemilahan SafSampah
Pemilahan Saf Sampah
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Gambar 4.
Gambar 4.
Gambar Desain
4. Desain Saf
Saf Sampah
Desain Saf Sampah
Sampah
Sumber:
Sumber: Permen
Permen PUPR
PUPR No
No 14
14 Tahun
Tahun 2017
2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Kriteria
Kriteria Teknis
Teknis Pengelolaan
Pengelolaan Sampah
Sampah di
di Bangunan
Bangunan Bertingkat
Bertingkat
1. Pewadahan
1. Pewadahan
Pengelolaan Sampah
Sampah Ramah
PengelolaanPengelolaan Sampah
Ramah Ramah 34
Lingkungan
Lingkungan Lingkungan
34 47
Kriteria Teknis Pengelolaan Sampah di Bangunan Bertingkat
1. Pewadahan
Pewadahan terdiri dari wadah individu dan wadah komunal. Wadah individu
ditempatkan di masing-masing hunian dengan jumlah minimal 2 untuk memisahkan
sampah organik dan anorganik. Pengadaan wadah individu dapat dilakukan oleh
masing-masing penghuni.
Wadah komunal ditempatkan di setiap lantai dapat disimpan dekat dengan
akses tangga maupun di dekat pintu cerobong sampah. Wadah komunal digunakan
untuk mengumpulkan sampah anorganik, sedangkan sampah organik dapat
dikumpulkan melalui saf/cerobong sampah yang di bawahnya ditampung dalam
kontainer. Wadah komunal dapat berupa bin sampah berukuran 50 –100 liter.
Wadah yang digunakan terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dan
mudah pada
Pewadahan saatdari
terdiri operasional, misalnya
wadah individu bahan
dan wadah plastik,
komunal. Wadahfiberglas
individuatau jenis bahan
ditempatkan di
masing‐masing hunian dengan
lainnya. Kapasitas wadah jumlah
sudah minimal 2 untuk memisahkan
diperhitungkan sampah
terhadap organik
jumlah dan anorganik.
timbulan sampah
Pengadaan wadah individu dapat dilakukan oleh masing‐masing penghuni.
per harikomunal
Wadah dan ritasi/periode pengangkutan.
ditempatkan di setiap lantai dapat disimpan dekat dengan akses tangga maupun
di dekat pintu cerobong sampah. Wadah komunal digunakan untuk mengumpulkan sampah
anorganik, sedangkan sampah organik dapat dikumpulkan melalui saf/cerobong sampah yang di
2. Pengumpulan
bawahnya ditampung dalam kontainer. Wadah komunal dapat berupa bin sampah berukuran 50 –
Pengumpulan sampah organik di saf sampah ke TPS dilakukan oleh petugas
100 liter.
kebersihan
Wadah yang setiap hari
digunakan untuk
terbuat darilangsung
bahan yangdiolah. Sedangkan
tahan karat, kedap airpengumpulan
dan mudah padasampah
saat
operasional, misalnya bahan plastik, fiberglas atau jenis bahan lainnya. Kapasitas wadah sudah
anorganik dapat dilakukan 1 – 3 hari sekali untuk kemudian dipisahkan kembali
diperhitungkan terhadap jumlah timbulan sampah per hari dan ritasi/periode pengangkutan.
berdasarkan jenis yang sampah yang dapat didaur ulang/ memiliki nilai ekonomi.
2.DiPengumpulan
lantai bawah cerobong sampah disediakan kontainer untuk menampung sampah
Pengumpulan sampah organik di saf sampah ke TPS dilakukan oleh petugas kebersihan setiap
organik
hari agar tidak
untuk langsung tercecer.
diolah. SedangkanBila sampah yang
pengumpulan masuk
sampah ke cerobong
anorganik adalah
dapat dilakukan 1 – 3sampah
hari
terpilah, maka kapasitas kontainer/wadah penampung untuk menampung
sekali untuk kemudian dipisahkan kembali berdasarkan jenis yang sampah yang dapat didaur ulang/sampah
memiliki
organik nilai ekonomi.
untuk satuDicerobong
lantai bawahsampah
cerobongyang
sampah disediakan kontainer
digunakan untuk 48untukKK menampung
adalah 100 –
sampah organik agar tidak tercecer. Bila sampah yang masuk ke cerobong adalah sampah terpilah,
maka kapasitas kontainer/wadah penampung untuk menampung sampah organik untuksampah
200 L dan bila tidak terpilah 200 – 500 L, dengan periode pembongkaran satu
1 – 2 hari
cerobong sekali.
sampah yang digunakan untuk 48 KK adalah 100 – 200 L dan bila tidak terpilah 200 – 500
L, dengan periode pembongkaran sampah 1 – 2 hari sekali.
Sumber
Pemanfaatan cerobong sampah dapat: ditingkatkan
https://www.zerowastedesign.org/
sebagai sarana pengumpulan sampah dengan
menerapkan dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah di hunian rusunawa. Pengumpulan
sampah rumah susun dapat dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem pengumpulan sampah melalui
cerobong
48 Pengelolaan Sampah Ramah
dan sistem pengumpulan Lingkungan
sampah tanpa cerobong. Untuk sistem pengumpulan sampah
dalam rumah susun dengan sistem cerobong, ada yang melakukan pemilahan di dasar cerobong,
yaitu perlakuan pembongkaran sekaligus dengan pemilahan sampah di cerobong tiap blok. Selain itu
ada yang melakukan pemilahan di sumber sampah. Konsep skema pengumpulan sampah melalui
cerobong seperti pada Gambar 6Gambar 6 dan Gambar 7Gambar 7, konsep skema tanpa melalui Formatted: Fo
Pemanfaatan cerobong sampah dapat ditingkatkan sebagai sarana pengumpulan
sampah dengan menerapkan dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah
di hunian rusunawa. Pengumpulan sampah rumah susun dapat dibagi menjadi
dua sistem, yaitu sistem pengumpulan sampah melalui cerobong dan sistem
pengumpulan sampah tanpa cerobong. Untuk sistem pengumpulan sampah dalam
rumah susun dengan sistem cerobong, ada yang melakukan pemilahan di dasar
cerobong, yaitu perlakuan pembongkaran sekaligus dengan pemilahan sampah di
cerobong tiap blok. Selain itu ada yang melakukan pemilahan di sumber sampah.
Konsep skema pengumpulan sampah melalui cerobong seperti pada Gambar 6 dan
Gambar 7, konsep skema tanpa melalui cerobong seperti Gambar 8.
Gambar 6. Sistem
Gambar Pengumpulan
6. Sistem Sampah dengan
Pengumpulan Sampah Pemilahan
dengandiPemilahan
Dasar Cerobong
di Dasar Cerobong
Gambar 6. Sistem Pengumpulan Sampah dengan Pemilahan di Dasar Cerobong
Sumber: Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 2019 20192019
Sumber: Pusperkim,
Gambar
Gambar
Gambar 7. 7. Sistem
7. Sistem
Sistem Pengumpulan
Pengumpulan
PengumpulanSampahSampah
dengan
Sampah dengan
Pemilahan
dengan Pemilahan di Sumber
di SumberdiSampah
Pemilahan Sumber Sampah
Sampah
Sumber: Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 2019 20192019
Sumber: Pusperkim,
2. 2. Sistem
Sistem Pengumpulan
Pengumpulan Sampah
Sampah Tanpa
Tanpa Cerobong
Cerobong
10.10. Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 49
2. Sistem Pengumpulan Sampah Tanpa Cerobong
2. Sistem Pengumpulan Sampah Tanpa Cerobong
10.
Gambar 8.Sistem
Gambar 8. Sistem Pengumpulan
Pengumpulan Sampah
Sampah TanpaTanpa Cerobong
Cerobong Sampah Sampah
Sumber:
Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 20192019
Pada penelitian Purcell & Magette (2010), banyak warga kota Dublin tinggal di apartemen dan
Pada penelitian Purcell & Magette (2010), banyak warga kota Dublin tinggal
bangunan bertingkat yang mengatakan bahwa mereka kesulitan memindahkan sampah yang berat.
di apartemen dan bangunan
Dengan adanya sistem pengumpulan bertingkat
sampah yang mengatakan
melalui cerobong,bahwa
hal inimereka kesulitan
dapat mempermudah warga
memindahkan sampah
untuk memindahkan sampah. yang berat. Dengan adanya sistem pengumpulan sampah
melaluipembuangan
Sistem cerobong, hal ini dapat
sampah mempermudah
dengan warga
cerobong atau safuntuk
sampahmemindahkan
memungkinkan sampah.
sampah dibuang
Sistem pembuangan
dari bangunan sampahsaluran
bertingkat melalui denganke cerobong
wadah atau saf sampah
sampah terpusatmemungkinkan
yang terletak di dasar saf
sampah.
sampahSebaiknya
dibuangada kendaraan
dari bangunankecil untuk mengumpulkan
bertingkat melalui saluransampah
ke wadahdari sampah
tiap blok bangunan
bertingkat tersebut. Dengan demikian, penerapan sistem pengumpulan sampah
terpusat yang terletak di dasar saf sampah. Sebaiknya ada kendaraan kecil untuk menggunakan saf
sampah telah meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah rumah
mengumpulkan sampah dari tiap blok bangunan bertingkat tersebut. Dengan tangga, meningkatkan kontrol
terhadap bau dan
demikian, kebocoran,
penerapan serta pengumpulan
sistem mengurangi kebutuhan
sampah akan pekerja pengumpulan
menggunakan saf sampahsampah (Bai
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
telah meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah rumah tangga, meningkatkan 36
kontrol terhadap bau dan kebocoran, serta mengurangi kebutuhan akan pekerja
pengumpulan sampah (Bai & Sutanto, 2002). Selain itu juga dapat meringankan
beban warga atau petugas sampah untuk membawa sampah dari tingkat atas ke
bawah. Hal ini sejalan dengan artikel Stop Waste Fact Sheet (2017) yang menyatakan
bahwa di beberapa negara sudah banyak yang menerapkan saf sampah untuk
menyalurkan sampah dari lantai atas ke lantai dasar. Saf sampah banyak diterapkan
karena penghuni bangunan bertingkat merasa nyaman dan saf sampah membuat
tangga serta lift tetap bersih, dan penghuni tidak harus membawa turun sampah
yang dihasilkan.
Pengumpulan • Metode pengumpulan dapat dilakukan • TPS dengan jarak < 100 m dalam
secara individual maupun komunal, lingkungan rusunawa pengumpul-
tergantung dari radius layanan TPS an dapat dilakukan secara individu
tersebut (pengumpulan langsung).
• Periodisasi pengumpulan maksimal 3 • TPS> 100 m pengumpulan dari wa-
hari sekali, tergantung kondisi komposi- dah sampah komunal dan sampah
si sampah yang melalui cerobong sampah
- Semakin besar persentasi sampah dilakukan oleh petugas rusun/CS.
yang mudah terurai, periodisasi pe- • Pengumpulan sampah organik
ngumpulan sampah menjadi setiap (dengan komposisi 59%) melalui
hari, cerobong sampah di tampung
- Untuk sampah guna ulang dan menggunakan wadah/kontainer/
sampah daur ulang, periode peng- bin dengan kapasitas yang digu-
umpulannya disesuaikan dengan nakan untuk 48 KK adalah 100 –
jadwal yang telah ditentukan, dapat 200 L sampah tercampur 200 – 500
dilakukan 3 hari sekali atau lebih; L,
• Perbandingan sistem pengumpulan • Periode pembongkaran sampah 1 –
menggunakan cerobong sampah dan 2 hari sekali.
tanpa cerobong sampah
UPT Rusunawa
Gambar 9.
Gambar 9. Struktur
StrukturKelembagaan Pengelola
Kelembagaan Sampah Di
Pengelola Rusunawa
Sampah Di Rusunawa
2. Pembiayaan
2. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan faktor penting untuk mendukung jalannya sistem pengelolaan sam
Pembiayaan merupakan faktor penting untuk mendukung jalannya sistem
Pembiayaan pengelolaan sampah di rusunawa digunakan untuk biaya investasi maupun b
pengelolaan
operasional sampah. sampah.
pengelolaan Pembiayaan pengelolaan
Sumber sampahdidirusunawa
pembiayaan rusunawa dapat
digunakan
berasal dari A
untuk biaya investasi maupun biaya operasional pengelolaan sampah.
kabupaten/kota, iuran/retribusi dari penghuni rusun serta corporate social Sumber
responsibility (C
pembiayaan
Mekanisme di rusunawa
pembiayaan dapat
sampah diberasal
rumahdari APBD
susun kabupaten/kota,
dapat dikelola olehiuran/retribusi
pengelola melalui UPT ru
koordinator rusun, maupun RT setempat.
3. Peraturan
52 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Dalam pengelolaan sampah di bangunan bertingkat perlu dibuat peraturan khusus yang meng
mengenai pengelolaan sampah. Dengan adanya peraturan khusus, hal ini dapat menggera
masyarakat/penghuni rusun untuk melakukan pengolahan sampah, minimal melakukan pemila
dari penghuni rusun serta corporate social responsibility (CSR). Mekanisme pem
biayaan sampah di rumah susun dapat dikelola oleh pengelola melalui UPT rusun,
koordinator rusun, maupun RT setempat.
3. Peraturan
Dalam pengelolaan sampah di bangunan bertingkat perlu dibuat peraturan
khusus yang mengatur mengenai pengelolaan sampah. Dengan adanya peraturan
khusus, hal ini dapat menggerakan masyarakat/penghuni rusun untuk melakukan
pengolahan sampah, minimal melakukan pemilahan sampah dari unit hunian.
Peraturan yang telah dibuat harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh dan
dipantau oleh pengelola rusun. Selain itu perlu juga disusun peraturan daerah yang
mengatur koordinasi antar unit SKPD untuk pengelolaan sampah di bangunan
bertingkat.
Penutup
Pengelolaan sampah pada bangunan bertingkat merupakan salah satu hal
yang harus dilakukan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Sama halnya
dengan pengelolaan sampah di lingkungan permukiman, pengelolaan sampah pada
bangunan bertingkat pun harus dilakukan dengan memadukan 5 aspek pengelolaan
sampah yaitu aspek teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan, hukum dan
peraturan serta peran serta masyarakat secara berkesinambungan. Pengelola
dan warga bangunan bertingkat harus dapat bekerjasama untuk melakukan
pengelolaan sampah dengan menggunakan kriteria-kriteria pengelolaan sampah
di bangunan bertingkat.
Daftar Pustaka
Bai, R., & Sutanto, M. (2002). The Practice and Challenges of Solid Waste Management
in Singapore. Waste Management, 557 - 567.
Darmasetiawan, M. (2004). Sampah dan Sistem Pengelolaannya. Jakarta: Ekamitra .
Hutagulung, A. (2004). Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen.
Hukum dan Pembangunan, 317.
Miflin, C., Spertuo, J., Miller, B., & Groce, C. (2017). The Center for Architecture.
(The Center for Architecture) Retrieved April 2020, from https://www.
zerowastedesign.org/02-building-design/a-residential-building-context/.
Pendelaki, E. E., Purwanto , E., Olivia, D., & Agung, W. (2015). Faktor - Faktor Pemben
tukan Kinerja Spasial Rumah Susun Kaitannya dengan Kepuasan Penghuni.
Modul, 15(2), 85 - 106.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 14/PRT/M/2017
tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 22/PRT/M/2018
tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.
Purcell, M., & Magette, W. (2010). Attitudes and Behavior Towards Waste Management
in the Dublin, Ireland Region. Waste Management.
Pusperkim. (2019). Pengembangan Model Pengelolaan Sampah untuk Bangunan
Bertingkat. Bandung: Satker Pusperkim.
SNI 3242 : 2008 tentang Pengelolaan sampah di permukiman.
Pendahuluan
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang sangat diminati masyarakat
dunia karena keindahalan alam pesisir, perairan, dan kepulauan. Seiring dengan
banyaknya wisatawan yang datang menikmati keindahan alam Bali menyebabkan
tak sedikit sampah yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian Widyarsana dkk
(2020) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali pada tahun 2018 sebesar 4.200.100
jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 jiwa/tahun yang
berasal dari berbagai belahan dunia. Setiap tahunnya Provinsi Bali menghasilkan
Pendahuluan
sampah hingga 822,55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didomi-
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang sangat diminati masyarakat dunia karena
nasikeindahalan
oleh sampah alam organik sekitardan
pesisir, perairan, 65% dan sampah
kepulauan. plastikbanyaknya
Seiring dengan sekitar 15,67%.
wisatawanKurang-
yang
nya pengelolaan sampah terpadu, sekitar 283.369 ton/tahun (34,45% berat
datang menikmati keindahan alam Bali menyebabkan tak sedikit sampah yang basah)
dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitian Widyarsana dkk (2020) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali pada
sampah
tahun 2018 sebesar 4.200.100 jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 se-
dibuang secara ilegal ke lingkungan. Pada akhir pengelolaan sampah,
kitar 444.679
jiwa/tahun ton/tahun
yang berasal dari(54,06% Berat)dunia.
berbagai belahan sampah
Setiapdiproses di sepuluh
tahunnya Provinsi landfill yang
Bali menghasilkan
sampah hingga 822,55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi oleh sampah
terdapat di Provinsi Bali. Meningkatnya aktivitas perekonomian di
organik sekitar 65% dan sampah plastik sekitar 15,67%. Kurangnya pengelolaan sampah terpadu,
Provinsi Bali
yang disebabkan
sekitar oleh aktivitas
283.369 ton/tahun pariwisata
(34,45% berat dan urbanisasi
basah) sampah dibuang secara menyebabkan peningka-
ilegal ke lingkungan. Pada
tan akhir pengelolaan
timbulan sampah,
sampah sekitar 444.679
termasuk ton/tahun kompleksitas
peningkatan (54,06% Berat) sampah diproses di sepuluh
permasalahannya. Oleh
landfill yang terdapat di Provinsi Bali. Meningkatnya aktivitas perekonomian di Provinsi Bali yang
karena itu sampah
disebabkan yangpariwisata
oleh aktivitas berada di danpesisir, perairan
urbanisasi dan pulau
menyebabkan di Bali
peningkatan harussampah
timbulan dikelola,
agartermasuk
keindahanpeningkatan kompleksitas
alam yang ada dipermasalahannya. Oleh karena itu sampah yang berada di
Bali tetap terjaga.
pesisir, perairan dan pulau di Bali harus dikelola, agar keindahan alam yang ada di Bali tetap terjaga.
Gambar 1. Potret
Gambar Provinsi
1. Potret ProvinsiBali
Balisebagai
sebagai Destinasi Wisata
Destinasi Wisata Strategis
Strategis di Indonesia
di Indonesia
Sumber: AFP, 2019 dikutip dari Widyarsana, 2019
Sumber: AFP, 2019 dikutip dari Widyarsana, 2019
Pada bahasan ini akan memberikan informasi hasil penelitian tentang kondisi eksisting
pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali. Pada penelitian Widyarsana dkk
(2019) telah dilakukan
Pengelolaan survei pada
Sampah 8 (delapan)
Ramah sungai yang tersebar di bagian utara, selatan, barat
Lingkungan
56 dan timur Pulau Bali. Sedangkan untuk pulau, studi kasusnya berada di Pulau Nusa Penida, Nusa
Lembongan, dan Nusa Ceningan. Pengelolaan sampah pesisir dilakukan di beberapa pantai di Pulau
Bali demikian juga disampaikan hasil penelitian mengenai sampah laut. Untuk pengelolaan sampah
di laut apabila sampah berada di permukaan laut bisa dikumpulkan menggunakan Kapal Katamaran,
Pada bahasan ini akan memberikan informasi hasil penelitian tentang kondisi
eksisting pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali. Pada
penelitian Widyarsana dkk (2019) telah dilakukan survei pada 8 (delapan) sungai
yang tersebar di bagian utara, selatan, barat dan timur Pulau Bali. Sedangkan
untuk pulau, studi kasusnya berada di Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan,
dan Nusa Ceningan. Pengelolaan sampah pesisir dilakukan di beberapa pantai
di Pulau Bali demikian juga disampaikan hasil penelitian mengenai sampah laut.
Untuk pengelolaan sampah di laut apabila sampah berada di permukaan laut
bisa dikumpulkan menggunakan Kapal Katamaran, namun apabila sampah sudah
mencapai dasar laut harus diambil dengan bantuan penyelam. Kemudian untuk
pengelolaan sampah di sungai di Provinsi Bali menggunakan trash track ataupun
jaring manual dan kemudian dikumpulkan untuk diangkut menggunakan truk
menuju TPA. Selanjutnya, untuk pengelolaan sampah di kepulauan di Provinsi
Bali, seperti pengelolaan sampah pada umumnya berakhir di TPA yang saat ini
kondisinya sangat memprihatinkan. Secara keseluruhan pengelolaan sampah
di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali belum dilakukan dengan baik dan
sistematis, diperlukan optimalisasi perbaikan beberapa aspek seperti aspek
infrastruktur persampahan serta operasional dan pemeliharaannya.
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali yang meliputi Kabupaten Badung,
Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana,
Kabupaten Karangasem, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Jembrana, dan Kota Den
pasar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan random sampling
atau sampel acak. Pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder, yang
mana pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara
mendalam, dan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari
instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan langsung). Observasi dimaksudkan untuk melihat
langsung fenomena faktual obyek penelitian;
2. Wawancara, dilakukan tanpa daftar/pedoman pertanyaan dan dengan pedoman
pertanyaan;
3. Studi dokumen, menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data.
Dokumentasi yang dimaksud adalah melakukan pengumpulan data berdasarkan
dokumen-dokumen yang ada, baik berupa laporan catatan, berkas atau bahan-
bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen resmi yang relevan dalam
penelitian.
Sampah Pesisir
Lokasi survei pantai yang dipilih adalah daerah selatan (ditambah tenggara
dan barat daya) Bali dikarenakan daerah tersebut merupakan fokus utama yang
dicantumkan dalam Tim Satgas PU sebagai lokasi-lokasi yang memiliki potensi
Pengelolaan
Pemodelan pergerakan arus sampah laut di sekitar Pantai Kuta yang Sampah Ramah
telah dibuat Lingkungan
menunjukkan 59
bahwa Pantai Kuta terkena imbas sampah kiriman dari selat Bali, mayoritas sampah bergerak dari
dan menuju ke Pulau Jawa. Namun ditemukan pula sampah yang terkirim dari luar negeri (sampah
kapal pesiar yang melintas di Samudera Hindia), dalam penelitian juga dinyatakan item/meter kubik
Pemodelan pergerakan arus sampah laut di sekitar Pantai Kuta yang telah
dibuat menunjukkan bahwa Pantai Kuta terkena imbas sampah kiriman dari
selat Bali, mayoritas sampah bergerak dari dan menuju ke Pulau Jawa. Namun
ditemukan pula sampah yang terkirim dari luar negeri (sampah kapal pesiar yang
melintas di Samudera Hindia), dalam penelitian juga dinyatakan item/meter kubik
sesuai metode ocean conservancy. Pengumpulan sampah yang berada di wilayah
perairan dapat dilakukan dengan menggunakan kapal katamaran. Kapal katamaran
ini memiliki ukuran yang bervariasi baik kecil maupun besar. Untuk pengumpulan
sampah-sampah yang berada di sungai dapat dilakukan dengan menggunakan
kapal katamaran yang kecil, sedangkan untuk wilayah laut dapat menggunakan
kapal katamaran yang berukuran besar. Sampah-sampah yang berada di perairan
ini ditangkap menggunakan jaring yang berada di kapal katamaran. Sampah-
sampah yang sudah terjaring tersebut disimpan di bak penampung yang berada di
sudah terjaring tersebut disimpan di bak penampung yang berada di kapal untuk selanjutnya dibawa
kapal untuk selanjutnya dibawa ke daratan dan diangkut ke TPS atau TPA sampah
ke daratan dan diangkut ke TPS atau TPA sampah yang ada. Berbagai variasi kapal katamaran dapat
yang
dilihat ada.
pada Berbagai
Gambar 4. variasi kapal katamaran dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar
Gambar4.4.Kapal
KapalKatamaran
Katamaran
(a) Berukuran Besar dan (b) Berukuran
(a) Berukuran Besar dan (b) Berukuran Kecil
Kecil
Sumber : Oktaviano, T. (2016)
Sumber : Oktaviano, T. (2016)
Pada kegiatan Program Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Inovasi (P3MI) ITB yang
Pada
dilakukan kegiatan
penulis padaProgram Penelitian,
tahun 2019 Pengabdian
(Widyarsana dkk., kepada
2019), Masyarakat,
dari 6 (enam)danlokasi
Inovasi
sampling
(P3MI) primer
pengukuran ITB yangdan dilakukan penulis
2 (dua) lokasi pada
sampling tahun 2019
pengukuran (Widyarsana
pendahuluan, dkk., data
dihimpun 2019),
yang telah
diperoleh
dari 6dan menjadi
(enam) gambaran
lokasi kondisi
sampling sampah sungai
pengukuran primerdi Provinsi Bali. lokasi sampling
dan 2 (dua)
Dua
pengukuran pendahuluan, dihimpun data yang telah diperolehSungai
dari enam sungai lokasi sampling yaitu Sungai Daya dan Buleleng
dan menjadi pada saat
gam
pengukuran tidak terdapat aliran air sehingga didefinisikan sebagai sungai kering, sedangkan empat
baran kondisi sampah sungai di Provinsi Bali.
lainnya merupakan sungai basah. Sedangkan untuk sampah pantai, diperoleh bahwa rata‐rata
sampah Dua
pantaidari enam sungai
mencapai 0,0064lokasi
kg/m2sampling yaitu Sungai
dengan Pantai Perancak Daya dan Sungai
menjadi pantai Buleleng
terkotor dengan
timbulan 0,013 kg/m dan Pantai Kuta menjadi pantai terbersih dengan timbulansebagai
pada saat pengukuran
2 tidak terdapat aliran air sehingga didefinisikan 0,0016 kg/m2.
sungai sampah
Sedangkan kering,dari
sedangkan empatrata‐rata
aktivitas pantai lainnya mencapai
merupakan 0,11sungai basah. Sedangkan
kg/orang/hari. Komposisi sampah
pantai rata‐rata
untuk sampahjugapantai,
didominasi oleh sampah
diperoleh bahwaplastik (27,67%),
rata-rata sampah diikuti dengan
pantai sampah0,0064
mencapai B3 (23,66%).
kg/m2 dengan Pantai Perancak menjadi pantai terkotor dengan timbulan 0,013
kg/m2 dan Pantai Kuta menjadi pantai terbersih dengan timbulan 0,0016 kg/m2.
pah Perairan
ampah Laut Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 61
ata yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengolahan data dari
nder dimana survei sampah menggunakan data open source dari metode Project
Kaca/Gelas
7% 15% Kertas
(minerals) Tekstil
Karet & Kulit 15% Logam 8%
7% Kertas
Karet7%& Kulit 1% 8%
Logam
Gambar 6. Komposisi Rata‐Rata Sampah Pantai Provinsi Bali
7% 1%
Gambar 6. Komposisi Rata‐Rata
Sumber: Sampah
Widyarsana Pantai Provinsi Bali
dkk., 2019
Sampah Perairan Sumber: Widyarsana dkk., 2019
1. Sampah Laut
Sampah Perairan
Sampah Laut
1. Sampah Perairan
Data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengolahan data
Data yang Laut
1. Sampah
dari hasil data sekunder
digunakan dimana survei
dalam penelitian sampah menggunakan
ini dilakukan data open
dengan pengolahan datasource
dari hasil data
Data yang digunakan
dari metode
sekunder dimana survei dalam
Project Aware
sampah penelitian ini dilakukan
dan Divers Clean
menggunakan dengan
dataAction
open(DCA) pengolahan
sourceyang
daritelah data dari hasil
dilaksanakan
metode Project datadan
Aware
sekunder dimana survei sampah menggunakan data open source dari metode Project Aware dan
Divers Clean Action (DCA)
sepanjang tahun 2011-2016
yang telah di sekitar Bali. sepanjang
dilaksanakan Penggunaan data 2011‐2016
tahun sekunder dipilih
di sekitar Bali.
Divers Clean Action (DCA) yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2011‐2016 di sekitar Bali.
Penggunaan karena
data dibutuhkannya
sekunder dipilih kemampuan dan tim yang terlatih
karena dibutuhkannya untuk dan
kemampuan melakukan
tim yangsurvei
terlatih untuk
Penggunaan data sekunder dipilih karena dibutuhkannya kemampuan dan tim yang terlatih untuk
melakukan
melakukan survei penyelaman
penyelaman
survei penyelamanserta
sertaperalatan
serta peralatan peralatan khusus.
khusus. Area Areapenelitian
penelitian
khusus. Area penelitian terbagi
terbagi menjadi
terbagi
4 menjadi
zona (A,
menjadi 4 zona
B,
4 zona (A, (A,
B, B,
C, D)
C, yang dapat
C,
D) yang D) dilihat
yang
dapat pada
dapat
dilihat Gambar
dilihat
pada pada7.7.
Gambar Gambar 7.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 9.Survei
Gambar Survei Sampah
SampahSungai
Gambar 9.
9. Survei Sampah Sungai
Sungai
(a)
(a) Kondisi
Kondisi Tukad
Tukad Rangda
Rangda dan
dan (b)
(b) Komposisi
Komposisi Sampah
Sampah
(a) Kondisi Tukad Rangda dan (b) Komposisi Sampah Sungai
Sungai di di
Sungai di
Tukad Tukad
Tukad Loloan
Loloan
Loloan
Sumber: Widyarsanadkk.,
Sumber: Widyarsana
Sumber: Widyarsana dkk.,2019
dkk., 2019
2019
Gambar
Gambar 10.Kondisi
10. KondisiSampah
Sampah di
di Sungai
Sungaidi
diKabupaten
KabupatenBuleleng
Buleleng
Gambar 10. Kondisi Sampah
Sumber:
Sumber: di Sungai
Widyarsana
Widyarsana di
dkk.,2019
dkk., Kabupaten Buleleng
2019
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Pola penanganan sampah masyarakat diperoleh dari hasil kuesioner bahwa 38 responden
Pola penanganan
(41,30%) sampah
sudah dilayani masyarakat
petugas pengumpuldiperoleh dari hasil
sampah seperti kuesioner
yang tertera bahwa 11.
pada Gambar 38 responden
Pengelolaan
(41,30%) sudah dilayani petugas pengumpul Sampah
sampah seperti Ramah
yang terteraLingkungan 63
pada Gambar 11.
Pola penanganan sampah masyarakat diperoleh dari hasil kuesioner bahwa
38 responden (41,30%) sudah dilayani petugas pengumpul sampah seperti yang
tertera pada Gambar 11.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar
Gambar 11. Wawancara
11. Hasil Hasil Wawancara
(a)
(a)Pola Penanganan
Pola Penanganan Sampah Masyarakat
Gambar
Sampah 11.(b)
Masyarakat Hasil (b)
Jarak Jarak Masyarakat
Wawancara
Masyarakat MembuangMembuang Sampah ke Sungai
Sampah ke Sungai
(a) Pola Penanganan Sampah Masyarakat Sumber: Widyarsana
(b) Jarak Masyarakatdkk., 2019
Membuang Sampah ke Sungai
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Diperoleh bahwa rata‐rata fluktuasi timbulan sampah sungai tanpa trashrack terting
Diperoleh
merupakan 0,968bahwa
kg/jamrata-rata
yang fluktuasi
terdapat timbulan
pada pukul sampah
12.00 sungaiWITA
– 13.00 tanpaseperti
trashrack
yang tertera pa
Diperoleh bahwa rata‐rata fluktuasi timbulan sampah sungai tanpa trashrack tertinggi
tertinggi
Gambar
merupakan 12. kg/jam yang terdapat pada pukul 12.00 – 13.00 WITA seperti yangWITA
0,968 merupakan 0,968 kg/jam yang terdapat pada pukul 12.00 – 13.00 tertera pada
seperti yang tertera pada Gambar 12.
Gambar 12.
Gambar 12. Fluktuasi Timbulan Rata‐rata Sampah Sungai Tanpa Trashrack di Provinsi Bal
GambarGambar
12. Fluktuasi Timbulan Sumber: Widyarsana
Rata‐rata dkk., 2020 Trashrack di Provinsi Bali
12. Fluktuasi Timbulan Rata-rataSampah Sungai
Sampah Sungai Tanpa
Tanpa Trashrack di Provinsi Bali
Sumber: Widyarsana dkk., 2020
Sedangkan fluktuasi timbulan Sumber: Widyarsana
rata‐rata dkk.,
sungai 2020 dan tanpa trashrack tertinggi mencap
dengan
43,25 kg/jam
Sedangkan padatimbulan
fluktuasi pukul 11.00 – 12.00
rata‐rata WITAdengan
sungai sepertidanyangtanpa
tertera pada Gambar
trashrack 13. mencapai
tertinggi
43,25 kg/jamSedangkan
pada pukulfluktuasi timbulan
11.00 – 12.00 WITA rata-rata sungai
seperti yang dengan
tertera padadan tanpa13.
Gambar trashrack
tertinggi mencapai 43,25 kg/jam pada pukul 11.00 – 12.00 WITA seperti yang
tertera pada Gambar 13.
Sedangkan fluktuasi timbulan rata‐rata sungai dengan dan tanpa trashrack tertinggi mencapai
43,25 kg/jam pada pukul 11.00 – 12.00 WITA seperti yang tertera pada Gambar 13.
Pengelolaan Sampah
Lain- Sampah
Ramah Lingkungan
Emberan Kemasan 47
Kaca/Gelas B3 Lain Upacara 4% Alumunium Kemasan PS
6% Non 2% Plastik
(minerals) 14% 8% Keagam Almunium
2% keras
aan 10%
3% Mainan
1% PC (CD) Sedotan
Karet & Mika Plastik
Tekstil 1% 1%
Kulit 1% 5%
2% 11% LDPE Sikat
44% Label
Logam 1% Gigi
Puntung
Kertas 3% PET putih 1%
Organik 3% PET Rokok PET biru
6% Plastik PP PVC HDPE berwarna 1%
12% 41% 4% 4% 2%
2%
3%
(a) (b)
Gambar17.
Gambar 17. Pembakaran
Pembakaran Sampah
SampahdidiTempat
TempatWisata
Wisatadi Kecamatan Nusa
di Kecamatan Penida
Nusa Penida
2. Pengumpulan Sampah
Pengelolaan
Pola pengumpulan sampah wilayah pulau Sampah
di Kabupaten Ramah
Klungkung Lingkungan
(Satuan 67
Kerja PSPLP Provinsi
Bali, 2017) adalah:
a. Pola individual langsung
Sampah yang berasal dari rumah‐rumah warga langsung diangkut oleh truk pengangkut di
2. Pengumpulan Sampah
Pola pengumpulan sampah wilayah pulau di Kabupaten Klungkung (Satuan
Kerja PSPLP Provinsi Bali, 2017) adalah:
a. Pola individual langsung
Sampah yang berasal dari rumah-rumah warga langsung diangkut oleh
truk pengangkut di depan rumah masing-masing pada jam pengangkutan
yang telah ditentukan.
b. Pola komunal tidak langsung
Pengangkutan sampah di tempat-tempat fasilitas umum seperti pasar
maupun kegiatan non rumah tangga diangkut dengan menggunakan pola
komunal tidak langsung.
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah, didefinisikan
sebagai proses perubahan bentuk sampah dengan mengubah karakteristik, kompo-
sisi, dan jumlah sampah. Pengolahan secara umum merupakan proses transformasi
sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Pengolahan sampah dimaksudkan
untuk mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA serta meningkatkan
efisiensi penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan.
Teknologi pengolahan sampah dapat dilakukan melalui pembuatan kompos,
pembakaran sampah secara aman, pemanfaatan dan daur ulang sampah. Skala
pengolahannya mulai dari individual, komunal (kawasan), skala kota, dan skala
regional.
a. Skala Individual, yaitu pengolahan yang dilakukan oleh penghasil sampah
secara langsung di sumber (rumah tangga/kantor). Contoh pengolahan
skala individu ini adalah pemilahan sampah atau komposing skala individu.
Di Kabupaten Klungkung belum banyak kita temui jenis pengolahan sampah
secara individu, hal ini harus terus dikampanyekan dan disosialisasikan ke
masyarakat karena sangat efektif untuk mengurangi sampah ke TPA.
b. Skala kawasan, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu
lingkungan/kawasan (permukiman/perkantoran, pasar, dll), proses yang
dilakukan di skala kawasan biasanya: pemilahan, pencacahan sampah
organik, pengomposan, pengeringan kompos, pengepakan dan pencacahan
plastik untuk daur ulang. Kegiatan pengolahan sampah skala kawasan di
Kabupaten Klungkung masih sedikit. Hal ini diakibatkan oleh sulitnya lahan
dan sumber daya manusianya yang akan mengelola.
c. Skala kota, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau
seluruh wilayah kota, lokasi pengolahan dilakukan di TPST yang umumnya
menggunakan bantuan peralatan mekanis.
3. Pengangkutan Sampah
Beberapa pola pengangkutan sampah sesuai dengan sumbernya antara lain :
(a) (b)
Gambar
Gambar18. 18.Lokasi
LokasiTPA
TPAEksisting
Eksistingdi
diKecamatan
KecamatanNusa
NusaPenida,
Penida,Kabupaten
KabupatenKlungkung
Klungkung
(a)(a)
TPA Jungut Batu di Pulau Nusa Lembongan dan (b) TPA Biaung di Pulau Nusa Penida
TPA Jungut Batu di Pulau Nusa Lembongan dan (b) TPA Biaung di Pulau Nusa Penida
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c
(a) (b)
SampahSampah
di Provinsi Bali
di Provinsi Bali
Berdasarkan hasil penelitian (Widyarsana dkk., 2020c) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali
Berdasarkan hasil penelitian (Widyarsana dkk., 2020c) dijelaskan bahwa
pada tahun 2018 sebesar 4.200.100 jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar
populasi Provinsi
4.885.062 jiwa/tahun Baliberasal
yang pada tahun
dari 2018 sebesar
berbagai 4.200.100
belahan dunia.jiwa dan telah
Setiap menerima
tahunnya Provinsi Bali
kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 jiwa/tahun yang berasal dari berbagai
menghasilkan sampah hingga 822.55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi
belahan
oleh sampah dunia.
organik Setiap65%
sekitar tahunnya Provinsi
dan sampah Bali menghasilkan
plastik sekitar 15,67%. sampah hingga 822.55
ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi oleh sampah organik
sekitar 65% dan sampah plastik sekitarB3 ;15,67%.
Lainnya ;
Kaca ; 1,20%
Kain dan 1,39% 4,90%
tekstil; 1,28% Karet ; 0,75%
Logam ;
0,90%
Sisa makanan
Plastik ; ; 45,30%
15,70%
Kertas ; Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 71
8,92%
Kayu dan
dedaunan ;
2 jiwa/tahun yang berasal dari berbagai belahan dunia. Setiap tahunnya Prov
lkan sampah hingga 822.55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang did
pah organik sekitar 65% dan sampah plastik sekitar 15,67%.
B3 ; Lainnya ;
Kaca ; 1,20%
Kain dan 1,39% 4,90%
tekstil; 1,28% Karet ; 0,75%
Logam ;
0,90%
Sisa makanan
Plastik ; ; 45,30%
15,70%
Kertas ;
8,92%
Kayu dan
dedaunan ;
19,70%
Gambar Gambar
20. Komposisi
20. Komposisi Sampah Provinsi
Sampah Provinsi Bali Bali
Sumber: Widyarsana
Sumber: dkk.,
Widyarsana dkk., 2020a
2020a
72
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 52
Gambar
Gambar 21.
21. Material FlowSampah
Material Flow Sampah di Provinsi
di Provinsi Bali Bali
Sumber: Widyarsana dkk., 2020a
Sumber: Widyarsana dkk., 2020a
Dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek kelembagaan/organisasi sangat penting agar
Dalam
sistem bisa suatu
berjalan sistem
dengan baik.pengelolaan sampah,
Struktur organisasi harusaspek
dapatkelembagaan/organisasi
memperlihatkan secara jelas alur
koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal, kewenanganStruktur
sangat penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. organisasi harus
dalam penggunaan anggaran, dan
tata dapat
laksanamemperlihatkan
kerja harus memuat secarajelas
jelas fungsi
alur koordinasi
dan tugas baik secara vertikal
masing‐masing maupun
personil. Di wilayah
Kecamatan Nusa kewenangan
horizontal, Penida, terdapat Unitpenggunaan
dalam Pelaksana Teknis (UPT)dan
anggaran, Kecamatan yangkerja
tata laksana bertugas mengelola
harus
persampahan
memuat jelas fungsi dan tugas masing-masing personil. Di wilayah Kecamatan Nusa proses
di Kecamatan Nusa Penida. Dukungan peraturan merupakan hal penting dalam
pengelolaan
Penida, sampah
terdapatdan
Unitharus menurut
Pelaksana Teknisketentuan hukum berdasarkan
(UPT) Kecamatan yang bertugasperaturan
mengelolaperundang‐
undangan bidang persampahan yang berlaku (Undang‐Undang dan Peraturan Pemerintah),
persampahan di Kecamatan Nusa Penida. Dukungan peraturan merupakan hal
kebijakan nasional dan provinsi serta NSPK (Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria). Dengan adanya
penting
peraturan yangdalam
cukupproses pengelolaan
diharapkan sampah
pengelolaan dan harus
sampah dapat menurut
dilakukanketentuan hukum
secara komprehensif dan
berdasarkan
terpadu dari hulu keperaturan
hilir agar perundang-undangan
menimbulkan manfaat secarabidangekonomi,
persampahan yangmasyarakat,
sehat bagi berlaku aman
bagi (Undang-Undang dan Peraturan
lingkungan serta dapat mengubah Pemerintah), kebijakan
perilaku masyarakat nasional
secara efektifdan
danprovinsi
efisien. Dengan
demikian
serta NSPK (Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria). Dengan adanya peraturanlandasan
aspek peraturan perundang‐undangan akan menjadi sangat panting sebagai
untukyang
menyelenggarakan
cukup diharapkan operasional
pengelolaankebersihan. Adapun
sampah dapat kelengkapan
dilakukan secara peraturan
komprehensif perundang‐
undangan yang berlaku
dan terpadu saat ini
dari hulu keadalah:
hilir agar menimbulkan manfaat secara ekonomi, sehat
1. Undang ‐ Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
bagi masyarakat, aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan
secarasejenis
sampah efektifsampah
dan efisien.
rumah Dengan
tanggademikian aspek peraturan perundang-undangan
akan menjadi sangat panting
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor sebagai33landasan untuk
Tahun 2010, menyelenggarakan
tentang Pedoman pengolahan operasampah
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali NomorPengelolaan
5 Tahun 2011, tentang
Sampah Pengelolaan
Ramah Sampah 73
Lingkungan
6. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah
7. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan.
sional kebersihan. Adapun kelengkapan peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini adalah:
1. Undang - Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, tentang Pedoman
pengolahan sampah
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan
Sampah
6. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Penge
lolaan Sampah
7. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau
di wilayah Provinsi Bali, dapat disimpulkan bahwa penerapan pengelolaan sampah
masih menghadapi beberapa kendala. Koordinasi antara lembaga pengelolaan
sampah sudah baik, namun masih perlu dioptimalkan. Adanya peraturan dari
pemerintah daerah yang mengatur secara khusus pengelolaan persampahan,
namun law enforcement-nya masih lemah; adanya kesadaran masyarakat yang
turut andil dalam pengelolaan sampah, namun partisipasinya cenderung tidak
berkelanjutan dan perlu digerakkan dengan sebuah motivasi; adanya fasilitas
yang menunjang dalam pengelolaan persampahan mulai dari pewadahan hingga
pengangkutan, namun pada kondisi tertentu seringkali aspek operasional dan
pemeliharaan kurang diperhatikan dukungan pembiayaannya; kurangnya inovasi
dalam peningkatan pelayanan penanganan persampahan.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah yang ada,
diperlukan peningkatan pengelolaan persampahan baik di pesisir, perairan, dan
pulau di Wilayah Provinsi Bali, yaitu, pertama: untuk di daerah pesisir, diperlukan
penambahan tempat sampah yang berada di sekitar pantai menjadi beberapa
jenis tempat sampah yang mengajak pengunjung untuk memilah, dan adanya SOP
bagi pedagang dan pembali dalam hal pengumpulan sampah kemasan makanan,
salah satu contohnya botol-botol bekas minuman dikumpulkan lagi di suatu titik
sehingga memudahkan dalam pengangkutan; kedua: untuk daerah perairan perlu
sanksi yang lebih tegas bagi pelaku usaha/perseorangan untuk tidak membuang
sampah ke sungai/laut, dan adanya pembaharuan teknologi untuk mengambil
Daftar Pustaka
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung. (2011). Profil
Kebersihan Kabupaten Badung.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangli. (2017). Profil Kebersihan Kabupaten
Bangli.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng. (2017). Profil Kebersihan Kabupaten
Buleleng.
Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung. (2016). Profil
Kebersihan Kabupaten Klungkung.
Divers Clean Action (DCA). (2017). Project Aware dan Divers Clean Action (DCA)
tahun 2011-2016 di sekitar Bali.
Oktaviano, T. (2016). Warga Pesisir Dibuat Cemas dari Dampak Proyek Reklamasi
Teluk Jakarta. http://www.aktual.com/229724-2/
Al Fajri, F. (2014). Sampah Danau Sunter Dibersihkan Pakai Kapal Pengangkut
Sampah. https://wartakota.tribunnews.com/2014/03/12/sampah-danau-
sunter-dibersihkan-pakai-kapal-pengangkut-sampah
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Satuan Kerja PSPLP Provinsi Bali. (2017). PTMP Pengelolaan Sampah Kabupaten
Klungkung.
Undang - Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah.
Widyarsana, I Made Wahyu; Damanhuri, Enri; Ulhusna, Nida. (2019). Analisa
Tuti Kustiasih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: utut_albar@yahoo.com
Pendahuluan
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca
sebesar 26% dari business as usual pada tahun 2020. Hal tersebut tersampaikan
dalam Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan diikuti oleh Rencana Aksi Daerah
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk tingkat provinsi (termasuk
kabupaten/kota). Peraturan tersebut merupakan landasan hukum pelaksanaan
inventarisasi GRK di Indonesia.
Program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka
mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim termuat dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 11 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-2020. Kebijakan dan strategi,
dan program mitigasi dan adaptasi bidang Pekerjaan Umum sektor persampahan
yaitu mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan
(tidak menimbulkan gas rumah kaca ke atmosfer), mengembangkan konsep
pengelolaan sampah domestik sesuai dengan konsep 3R (reduce, reuse, recycle),
dan pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA). Pengelolaan sampah dengan
penerapan konsep 3R yaitu dengan mengurangi jumlah sampah dari rumah tangga,
pemilahan sampah untuk tujuan daur ulang, dan pemanfaatan gas metan dari
sampah sebagai sumber energi.
Hal tersebut sesuai dengan perubahan paradigma baru pengelolaan sampah.
Berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah adalah menjadikan sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah mempunyai target
sesuai yang disampaikan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97
Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga menyatakan bahwa proyeksi
timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga setiap
1. Indikator Kunci
Skenario untuk menurunkan kondisi sektor limbah dapat dibagi menjadi lima
parameter utama, yaitu: (1) kondisi sumber sampah; (2) kondisi pengangkutan
limbah; (3) kondisi pengolahan limbah; (4) mengurangi, menggunakan kembali,
daur ulang (3R); dan (5) kebijakan dan undang-undang. Parameter ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis status sektor limbah dalam
skenario yang dipilih. Indikator kunci harus menunjukkan perubahan dan dampak
dari tindakan di sektor limbah. Tabel 1 menunjukkan indikator untuk sektor limbah.
Dalam penghitungan faktor emisi GRK, IPCC telah menyusun berbagai meto
dologi standar untuk menghitung emisi. Metode tersebut terus diperbaharui dan
secara umum dikelompokkan untuk mendapatkan metode penghitungan dimana
dapat diterapkan pada negara atau wilayah yang tidak memiliki data/parameter
persampahan dengan ‘record’ yang baik. Hampir semua parameter adalah ‘default’
dari IPCC guidelines. Dalam penelitian ini akan dilakukan kajian untuk mendapatkan
nilai faktor spesifik yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Data-data yang
diperlukan:
a. Jumlah penduduk, timbulan sampah kota
b.Dalam
Program 3R, baik skala
penghitungan faktorlingkungan/kawasan
emisi GRK, IPCC telahmaupun menyusun di TPA
berbagai metodologi standar
c. Data komposisi
menghitung emisi. Metodesampah lebih terus
tersebut terinci diperoleh dari
diperbaharui data primer
dan secara umum dan dikelompokkan
sekundermetode
mendapatkan di TPS penghitungan
dan di TPA dimana dapat diterapkan pada negara atau wilayah yang
memiliki data/parameter
d. Pemeriksaan persampahan
di laboratorium dengan
untuk ‘record’ yang jenis
masing-masing baik. Hampir
sampahsemuayang parameter
‘default’
mudah IPCC guidelines.
dari terurai atau yangDalam
dapatpenelitian
menghasilkanini akan
emisidilakukan kajian untuk
GRK. Parameter yang mendapatka
faktordiperiksa
spesifik yang disesuaikan
memalui dengandan
uji proximate kondisi Indonesia.
ultimate antaraData‐data
lain: C, H,yang
N, O, diperlukan:
P, Nilai
a. Jumlah penduduk, timbulan sampah kota
kalor, kadar, air, volatil, komponen organik yang dapat terurai/DOC (gram
b. Program 3R, baik skala lingkungan/kawasan maupun di TPA
c. Datacarbon/gram sampah)
komposisi sampah lebih terinci diperoleh dari data primer dan sekunder di TPS dan di
e. Data timbulan sampah kotauntuk
d. Pemeriksaan di laboratorium (kg/kapita/hari)
masing‐masing (pengolahan
jenis sampahdatayang
sekunder-
mudah terurai ata
statistik)
dapat dan sampah
menghasilkan emisiterangkut ke TPA (%)
GRK. Parameter yang(pengolahan data sekunder-
diperiksa memalui uji proximate dan ul
datalain:
antara statistik)
C, H, N, O, P, Nilai kalor, kadar, air, volatil, komponen organik yang dapat terura
(gram carbon/gram
f. Jenis dan komposisi sampah)
sampah yang dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.
e. Data timbulan sampah kota (kg/kapita/hari) (pengolahan data sekunder‐statistik) dan s
terangkut
Volume gaske TPAdilepaskan
yang (%) (pengolahan
selamadata sekunder‐anaerob
dekomposisi data statistik)
dapat diperkirakan
f. Jenis dan komposisi sampah yang dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.
dalam beberapa cara. Sebagai contoh, jika unsur organik individu yang ditemukan di
Volume gas yang dilepaskan selama dekomposisi anaerob dapat diperkirakan dalam beberap
pengelolaan sampah
Sebagai contoh, (dengan
jika unsur perkecualian dari plastik)
organik individu direpresentasikan
yang ditemukan dengan sampah (d
di pengelolaan
rumus umum dalam bentuk C H O N
perkecualian dari plastik) direpresentasikan
a b c d
, maka total volume gas dapat diperkirakan
dengan rumus umum dalam bentuk CaHbOcNd, mak
dengan
volumemenggunakan persamaan
gas dapat diperkirakan di bawah
dengan ini dengan
menggunakan asumsi konversi
persamaan di bawah lengkap
ini dengan asumsi ko
sampah sampahbiodegradable
lengkaporganik organik biodegradable dan CH
untuk CO2untuk CO42(Tchobanoglous, 1993): 1993):
dan CH4 (Tchobanoglous,
No IPCC 2006 GL SNI 19-3964-1994 Klasifikasi Sampah Jenis Sampah (JICA, 2012)
1 Sampah makanan Sampah makanan Sampah dapur (sampah mentah atau masak),
buah-buahan, bungkus makanan dari daun pisang,
kulit buah, dll
2 Sampah kebun dan Kayu dan sampah Sampah kebun dan tanaman: daun, ranting, batang
taman tanaman pohon dari perawatan taman/halaman, dan lain-
lain
3 Kayu - Kayu bekas furniture, kayu bangunan (pagar,
kusen, dll)
4 Kertas dan karton Kertas, karton, dan Kertas koran, kertas pembungkus, barang
nappies cetakan, buku tulis, karton, kertas tulis, tissue, dan
sejenisnya
5 Tekstil Tekstil/produk tekstil Pakaian bekas, kain perca, majun, dan lain-lain
��� � � ���� � ��
�
imana:
OC = fraksi Dimana:
degradable organic carbon pada sampah, Ggram C/Gram sampah
OCi = fraksiDOC = fraksiorganic
degradable degradable organic
carbon pada carbon
komponenpadasampah
sampah,i Ggram C/Gram
(basis berat sampah
basah)
i
DOC = fraksi
= fraksi komponen
i
degradable organic carbon pada
sampah jenis i (basis berat basah) komponen sampah i (basis berat
basah)(sampah makanan, kertas, kayu, plastik, dll)
= komponen sampah
W
ntuk menghitungi DOCi basiskomponen
= fraksi sampah
berat basah jenis
seperti i (basis
pada berat basah)
persamaan:
I
���� = komponen
����� sampah
����� ����� (sampah
� ���� �����makanan, kertas,�kayu,
����� ������ ����.plastik,
�����dll) ������
100
100
8080
6060
4040
2020 SampahTak
Sampah TakTerurai
Terurai
00 SampahMudah
Sampah Mudah Terurai
Terurai
100%
100%
80%
80%
60%
60%
40%
Sampah Tak Terurai
40%
20%
SampahTerurai
Sampah Tak Terurai
0%
20%
0% Sampah Terurai
Dari hasil uji komposisi diperoleh persentase bahan organik lebih dominan di
setiap sumber sampah, dengan demikian dalam pengelolaan sampah pengomposan
dapat dijadikan sebagai solusi yang layak secara teknis dalam meningkatkan
pengelolaan sampah perkotaan. Komposisi sampah organik pasar sampai 90%.
Dengan demikian pengomposan sebagai alternatif bagi pola pengelolaan sampah
saat ini dan merupakan cara murah untuk mengantisipasi peningkatan jumlah
produksi sampah dan dapat memperpanjang usia TPA dan terbentuknya gas metan
Dengan mengetahui angka faktor emisi dan jumlah aktivitas sampah yang dike
lola dapat menentukan dan menyesuaikan terhadap dampak negatif perubahan
iklim akibat adanya penambahan konsentrasi GRK. Pemahaman atas konsep ini
penting karena mempengaruhi pembiayaan pengelolaan sampah.
Beberapa upaya mitigasi gas metan yang dapat dilakukan antara lain sosialisasi teknik 3R, recovery
90 fuelPengelolaan
LFG (landfill Sampah
gas) dari TPA Ramah
eksisting, LingkunganTPA‐TPA sanitary landfill guna menggantikan
pembangunan
TPA open dumping sesuai amanat UU No. 18 tahun 2008. Pengomposan merupakan salah satu alternatif
yang selalu dianjurkan untuk digunakan untuk menangani sampah kota. Tetapi permasalahan utamanya
adalah belum adanya sinkronisasi antara pengelola pengomposan dengan program kebersihan yang
Beberapa upaya mitigasi gas metan yang dapat dilakukan antara lain sosialisasi
teknik 3R, recovery LFG (landfill fuel gas) dari TPA eksisting, pembangunan TPA-TPA
sanitary landfill guna menggantikan TPA open dumping sesuai amanat UU No. 18
tahun 2008. Pengomposan merupakan salah satu alternatif yang selalu dianjurkan
untuk digunakan untuk menangani sampah kota. Tetapi permasalahan utamanya
adalah belum adanya sinkronisasi antara pengelola pengomposan dengan program
kebersihan yang dilakukan.
Gas-bio dari sebuah landfill melalui penangkapan gas dari sebuah landfill yang
telah cukup waktunya. Recovery gas ini banyak diterapkan pada landfill yang dari
awal telah disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Efektivitas penangkapan
gas-bio akan tergantung dari perpipaan dan sistem penyedotan yang digunakan,
serta sistem landfill itu sendiri. Sebagian dari gas tersebut akan menguap ke tempat
lain tanpa melalui sistem perpipaan.
Salah satu yang berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca berasal
dari pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Pengelolaan
sampah di TPA pada umumnya masih dengan cara open dumping, yang dapat
menghasilkan tingkat emisi yang lebih tinggi dibanding dengan TPA yang dikelola
dengan control landfill. Tingkat emisi yang dihasilkan tipe kontrol landfill adalah
117,99 Gg CO2e dan dengan open dumping adalah 1948,18 Gg CO2e (Prabowo, S.,
dkk., S. 2019). Perhitungan DOC dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran
komposisi sampah di lapangan diperoleh fakor emisi dari spesifik di Indonesia dari
Penutup
Sampah pasar adalah potensi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dari
sampah kota, kandungan sampah organik >80%. Sementara itu, timbulan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga pada tahun 2020,
diproyeksikan sebesar 70,8 ton per hari dengan target pengurangan sampah
20,9 ton (30%) dan target penanganan sampah 49,9 ton (70%). Adapun proses
perumusan dan pelaksanaan upaya untuk pengendalian GRK sampah yang meliputi
penetapan idikator kunci emisi GRK sampah, penentuan nilai spesifiknya, klasifikasi
komponen sampah, estimasi besarnya emisi dan pilihan pilihan teknologi untuk
meminimalkan emisi GRK.
Upaya meminimalkan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor pengolahan
sampah dilakukan dengan cara yaitu: kesatu, pengurangan jumlah sampah
dari rumah tangga/sumber sampai akhir di TPA; kedua, permanfaatan sampah
untuk tujuan daur ulang: pengomposan; ketiga: pemanfaatan gas metana dari
sampah sebagai sumber energi; keempat: pengelolaan sampah terpadu reduce,
reuse, dan recycle (3R) berupa pengomposan dan bank sampah yang terdiri atas:
pembangunan dan operasional TPS Terpadu 3R/pengomposan dan pendirian dan
operasional bank sampahMelalui kegiatan Reduce, Reuse, Recycle (3R); Waste to
Energy (Menggunakan energi sampah) dan Clean Development Mechanism (CDM);
kelima: peningkatan pengelolaan TPA menggunakan sanitary landfill, dan kelima:
mitigasi kemampuan daerah untuk menurunkan tingkat emisi dilakukan dengan
pengembangan tipe TPA open dumping menjadi sanitary landfill minimal kontrol
landfill dan meminimalisasi sampah dari sumber dengan penerapkan konsep 3R
(reduce, reuse, recycle).
Tuti Kustiasih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: utut_albar@yahoo.com
Pendahuluan
Permasalahan sampah merupakan hal yang mendesak untuk segera dipecahkan,
khususnya di perkotaan. Bentuk kelembagaan yang belum tepat, penganggaran yang
terbatas, masih minimnya peran partisipasi masyarakat, swasta, dan perguruan
tinggi, penegakan peraturan yang belum tegas dan keandalan teknologi yang belum
efektif, merupakan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah yang
komprehensif. Sebagian besar sampah yang tiba di tempat pembuangan sampah
dibuang begitu saja meskipun sebagian sudah disortir dan diambil oleh petugas
kebersihan dan pemulung untuk dijual dan didaur ulang.
Beberapa pendekatan yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir,
salah satunya adalah sistem 3R yang merupakan pengelolaan secara terpadu dari
hulu ke hilir. Konsep 3R yang diusulkan dengan prioritas pada sumber minimalisasi,
intermediate treatment sampai pemrosesan akhir sampah. Langkah ini dalam
upaya mempraktikkan 3R sebagai langkah nyata untuk mengurangi, menggunakan
kembali dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan setiap harinya, untuk
meminimalkan sampah dan mengurangi biaya menjalankan sistem, pengelolaan
sampah yang efektif dan efisien (Jibril, et.al., 2012).
Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF) merupakan
fasilitas untuk upaya mengurangi dan menangani sampah perkotaan sebelum masuk
ke TPA sampah. Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF)
berperan menciptakan siklus material yang sehat. Penyelenggaraan pengadaan
fasilitas tempat pengolahan sampah antara atau ITF, pada dasarnya berbasis
Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Pengelolaan sampah dengan ITF merupakan pola
pendekatan pengelolaan persampahan pada skala komunal atau kawasan atau kota.
Penanganan sampah dengan pendekatan infrastruktur fasilitas tempat pengolahan
sampah berbasis 3R lebih menekankan kepada cara pengurangan, pemanfaatan
dan pengolahan sejak dari sumbernya sampai pada penimbunan akhir di tempat
pemrosesan akhir (TPA) sampah (Dit. PPLP, 2016).
Batasan yang dikaji terhadap pengelolaan sampah di ITF adalah sebagai berikut:
1. Mengatasi masalah lingkungan, menerapkan teknologi ramah lingkungan
2. Menjaga keseimbangan input dan output sampah
3. Sarana implementasi UU No 18 Tahun 2008: input dan output
4. Menjaga daya dukung dan daya tampung
5. Memperhatikan keselarasan sektor ekonomi, sosial, dan ekologi
6. Salah satu upaya penyediaan sumber energi bagi masyarakat
7. Memperpanjang usia TPA dan mengurangi biaya transportasi pengangkutan
sampah dari TPS ke TPA
Peralatan (X3)
Kepala/Manajer (X4)
Peraturan/ijin (X10)
Kelembagaan/organisasi (XI)
Orgaware
Pembiayaan (XI2)
Gambar 2. Hierarki
Gambar Kriteria Penilaian
2. Hierarki Kriteria Penilaian
Sumber: Kustiasih,
Sumber: et.al., 2015
Kustiasih, et.al., 2015
Besarnya bobot digunakan untuk mengetahui variabel atau indikator yang paling penting.
Besarnya bobot digunakan untuk mengetahui variabel atau indikator yang
hitungan pengalian antara bobot dengan nilai dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
paling penting. Perhitungan
Metode analisis yang digunakan pengalian
Partial Least Square (PLS)antara bobot dengan
dapat digunakan nilai
sebagai dapat digunakan
konfirmasi teori
eoritical testing)untuk
dan pengambilan keputusan.
merekomendasikan hubungan yang belum ada dasar teorinya (eksploratori).
rtial Least SquareMetode
(PLS) digunakan untuk
analisis yang menguji model
digunakan Partialdan hubungan
Least Square yang
(PLS)dikembangkan
dapat digunakan
ustiasih, et.al., 2015).
sebagai konfirmasi teori (theoritical testing) dan merekomendasikan hubungan
yang belum ada dasar teorinya (eksploratori). Partial Least Square (PLS) digunakan
untuk menguji model dan hubungan yang dikembangkan (Kustiasih, et.al., 2015).
Y X2
X2
State of the art ITF mengacu pada tingkat tertinggi perkembangan umum, pada perangkat, teknik,
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
atau bidang keilmuan yang dicapai pada waktu tertentu sebagai akibat dari metodologi yang umum 101
digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Model Pengukuran
State of the art ITF mengacu pada tingkat tertinggi perkembangan umum, pada perangkat, tek
State of bidang
atau the artkeilmuan
ITF mengacu pada tingkat
yang dicapai tertinggi
pada waktu perkembangan
tertentu umum,
sebagai akibat pada
dari metodologi yang um
perangkat, teknik,
digunakan ataudilihat
dapat bidang keilmuan
pada yang dicapai pada waktu tertentu sebagai
Gambar 4.
akibat dari metodologi yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Technoware Humanware
Pengelolaan ITF
berkelanjutan
Infoware Orgaware
Secara umum, ada tiga pendekatan yang berbeda dalam audit pengelolaan sampah,
yaitu (Kustiasih, et.al., 2015):
1. Pendekatan awal dan akhir (input dan output), yang mengukur bahan masukan
dan produk yang diolah dengan seluruh fasilitas yang ada, misalnya tidak
Urutan
Urutan kepentingan
kepentingan terhadap
terhadap THIO
THIO dapat dapat
dilihat dilihat
pada Gambarpada
5. Gambar 5.
I
Bobot Kepentingan
H
0 2 4
Gambar
Gambar5.5.Tingkat
TingkatKepentingan KomponenTeknologi
Kepentingan Komponen Teknologi
technoware
Aspek Aspek technoware
menempati urutan urutan
menempati kepentingan tertinggitertinggi
kepentingan dengan bobot
dengan 0,313 dan
bobot orgaware
0,313
merupakan
dan orgaware merupakan uruan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalamsangat
uruan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam aspek technoware ini
tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang
dengan aspek technoware
kelengkapan ini sangat
peralatan tergantung
ITF sesuai spesifikasipada ketersediaan
alat dan bahan baku
juga proses fermentasi. (sampah
Inputan ITF adalah
organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang dengan kelengkapan
sampah organik, yang dimasukkan ke dalam container/ruangan dengan sistem anaerobik dan adanya peralatan
ITF air
sirkulasi leachate
sesuai spesifikasi alat dan juga
yang ditampung dalamproses fermentasi.
reaktor. Teknologi ITF Inputan ITFuntuk
tersebut adalah sampah
memperpanjang
umurorganik,
pemakaian TPAdimasukkan
yang yang telah ada,keserta
dalamproduk akhir berupa kompos
container/ruangan yangsistem
dengan aman untuk lingkungan
anaerobik
dan dapat digunakan sebagai tanah penutup sanitary landfill serta menghasilkan energi alternatif
dan adanya sirkulasi air leachate yang ditampung dalam reaktor. Teknologi ITF
(biogas). Teknologi pembuatan kompos di ITF dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain
open tersebut
windrow untuk memperpanjang
dan pembuatan kompos umur pemakaian
cair dilakukan TPA sistem
dengan yang telah ada, serta
anaerobik untukproduk
selanjutnya
akhir berupa
menghasilkan biogaskompos yang aman
CH4 dan pupuk cair. untuk lingkungan dan dapat digunakan sebagai
Fasilitas
tanah dasar
penutup sanitarysampah
pengelolaan landfilldi serta
ITF terdiri dari (1) area
menghasilkan bongkar
energi muat; (2)
alternatif hangar; (3)
(biogas).
kompartemen hidrolisis; (4) tangki digester; (5) area pengomposan;
Teknologi pembuatan kompos di ITF dapat dilakukan dengan berbagai metode, (6) ruang bank sampah; dan (7)
fasilitas pendukung lainnya (ruang kantor, gudang, bangunan genset, sarana air bersih, dll).
antara lain open windrow dan pembuatan kompos cair dilakukan dengan sistem
Penerapan ITF ini untuk mendukung sampah dapat terkelola dan termanfaatkan dengan baik dan
anaerobik
mendukung fungsiuntuk selanjutnya
pembangunan menghasilkan
berkelanjutan. Konsepbiogas CH4 dan pupuk
3R merupakan praktikcair.
yang diterapkan dalam
pengelolaanFasilitas
sampah dasar pengelolaan
di ITF. Pengelolaansampah
sampahdi3R ITF
di terdiri dari (1)terhadap
ITF dilakukan area bongkar
sampahmuat;
yang telah
terpilah. Sampah yang masuk hangar dicatat dan ditimbang oleh petugas sampah.
(2) hangar; (3) kompartemen hidrolisis; (4) tangki digester; (5) area pengomposan;
Proses pemilahan sampah, dukungan pemerintah daerah dan pengelola yang kompeten serta
(6) ruang bank sampah; dan (7) fasilitas pendukung lainnya (ruang kantor, gudang,
dilengkapi dengan standar prosedur operasional sebagai perangkat yang diperlukan untuk
bangunan
keberlanjutan genset, sarana
operasional air bersih,
ITF. Struktur dll). dan pengelola ITF dibentuk sesuai kebutuhan, yang
organisasi
Penerapan ITF ini untuk mendukung
terdiri dari kepala ITF, administrasi, operator (operator sampah dapat
alat terkelola
berat, danelektrikal
mekanikal termanfaatkan
dan operator
bank dengan
sampah) danbaik dan mendukung fungsi pembangunan berkelanjutan. Konsep 3R
teknisi.
Dalam pelaksanaan
merupakan operasional
praktik ITF perlu dipisahkan
yang diterapkan antara operator
dalam pengelolaan dan di
sampah regulator. Regulator disini
ITF. Pengelolaan
selain sebagai pihak yang mengembangkan kebijakan bagi pelaksanaan pelayanan ITF, juga berfungsi
sampah 3R di ITF dilakukan terhadap sampah yang telah terpilah. Sampah yang
sebagai pengawas dan pengendalian operasional ITF. Operator adalah yang melaksanakan implementasi
masuk
kegiatan hangardalam
sehari‐hari dicatat dan ditimbang
menjalankan oleh petugas
operasional ITF sesuaisampah.
arahan regulator.
Proses pemilahan sampah, dukungan pemerintah daerah dan pengelola yang
Pengelolaan
kompeten serta dilengkapi dengan Sampah
standarRamah Lingkungan
prosedur 78 sebagai perangkat
operasional
yang diperlukan untuk keberlanjutan operasional ITF. Struktur organisasi dan
pengelola ITF dibentuk sesuai kebutuhan, yang terdiri dari kepala ITF, administrasi,
operator (operator alat berat, mekanikal elektrikal dan operator bank sampah) dan
teknisi.
Gambar
Gambar 6. Pembobotan
6. Pembobotan Sistem Pengelolaan
Sistem Pengelolaan Sampah
Sampah Perkotaan Perkotaan Dalam ITF
Dalam ITF/TPSA
Berdasarkan
Berdasarkan penilaiandengan
penilaian dengan menggunakan
menggunakan metode Partial
metode Least Squares
Partial Least Squares
(PLS) (PLS) un
untuk mengetahui komponen teknologi yang berpengaruh terhadap pengelolaan
komponen teknologi yang berpengaruh terhadap pengelolaan ITF dengan urutan kepe
ITF dengan
technoware, urutan kepentingan
humanware, infowareadalah technoware, humanware, infoware dan
dan orgaware.
orgaware.
Penutup
Penutup
Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF) adalah fasilita
mengurangi dan menangani
Pengolahan sampah antara (Intermediate
sampah Treatment
perkotaan Facility/ITF)
sebelum masuk ke TPAfasi
adalah sampah. Oleh
padalitas untuk upaya
dasarnya berbasis Reduce‐Reuse‐Recycle
mengurangi dan menangani sampah perkotaan
(TPS 3R). Bobotsebelum masuk
perangkat teknologi ITF
TPA sampah. Oleh karena itu, ITF pada dasarnya berbasis Reduce-Reuse-Recycle
yang ditetapkan dengan menggunakan analisis AHP dan PSL diperoleh urutan technowa
ke
(TPS 3R).
infoware, danBobot perangkat teknologi ITF secara hierarki, yang ditetapkan dengan
orgaware.
menggunakan analisis AHP dan PSL
Aspek technoware menempati diperoleh
urutan urutan technoware,
kepentingan tertinggihumanware,
dengan bobot 0,31
infoware, dan
merupakan orgaware.
urutan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam aspek technow
tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah organik) sebagai inputan yang cukup
dengan kelengkapan peralatan PengelolaanITF sesuaiSampahspesifikasi alat dan juga105proses fer
Ramah Lingkungan
menghasilkan biogas (CH4) dan kompos dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai kete
Intermediate treatment facility dapat digunakan sebagaii alternatif pengelolaan sam
penempatannya antara permukiman dan TPA, Sistem pengelolaan sampah mela
Aspek technoware menempati urutan kepentingan tertinggi dengan bobot 0,313
dan infoware merupakan urutan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam
aspek technoware ini sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah
organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang dengan kelengkapan peralatan
ITF sesuai spesifikasi alat dan juga proses fermentasi untuk menghasilkan biogas
(CH4) dan kompos dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai ketentuan.
Intermediate treatment facility dapat digunakan sebagaii alternatif pengelolaan
sampah yang lokasi penempatannya antara permukiman dan TPA, Sistem pengelo-
laan sampah melalui ITF secara terintegrasi dapat meningkatkan fasilitas pendu
kung, pengolahan sampah organik, rancangan instalasi yang mempertimbangkan
faktor manusia, sistem manajerial dengan memanfaatkan ITF sebagai tempat pe
nanganan sampah sebelum masuk ke TPA.
Daftar Pustaka
_______, (2016). Tata Cara Penyelenggaraan Umum Tempat Pengolahan Sampah
Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Direktorat PPLP.
Inazumi, S. & Ohtsu, H. & Shiotani, T. & Katsumi, T. (2011). Environmental Assessment
and Accounting for Waste Disposal Stream in Bangkok, Thailand. Journal of
Material Cycles and Waste Management 13(2): pp. 139-149.
Ingranti, M. & Santoso, I. & Agustin, W. (2012). Analisis Pengaruh Komponen Teknologi
dan Nilai Tambah Terhadap Perkembangan Sentra Industri Kerupuk Udang
Sidoarjo (Studi Kasus Di Industri Kerupuk Udang Desa Kedungrejo, Kabupaten
Sidoarjo) Analysis of Technology Components Influence and Additional Value
On the Development of Shrimp Cracker Industry Centre Sidoarjo (Case Study In
Shrimp Cracker Industry, Kedungrejo, Sidoarjo Distric). Jurnal Industri Vol 1 No
2: 125 – 139.
Jibril, JDA., Sipan, IB., Sapri, M., Shika, SA., Isa, M., Addullah, S. (2012). 3Rs Critical
Success Factor in Solid Waste Management System for Higher Educational
Institutions. International Congress on Interdisciplinary Business and Social
Sciences 2012. (ICIBSoS 2012), Volume 65, pp. 626 – 631.
Kustiasih, T. & Meilany, L. & Darwati, S. & Rydha. (2015). Analisis Komponen Teknologi
terhadap Kinerja Intermediate Treatment Facility. Preceeding Kolokium 2015.
Puslitbang Permukiman. Bandung.
Nizar, M. & Munir, E. & Irvan, Waller, V. (2018). The Integrating of Zero Waste Principles
from National to Local Regulations: Case Study of Banda Aceh, Indonesia. ICFAES
2018. IOP Publishing. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 216.
Pailin, DB. (2013). Analisis Kontribusi Komponen Teknologi Dalam Usaha Budidaya
Rumput Laut Di Kabupaten Seram Bagian Barat. Arika, Vol. 07, No. 1 Pebruari
2013 ISSN: 1978-1105.
Pendahuluan
Pada Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, tercantum
tentang TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah bukan lagi sebagai Tempat
Pembuangan Akhir, dan setiap daerah/kota diwajibkan untuk meninggalkan cara
operasional lama (open dumping) selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun
sejak Undang-undang ditetapkan. Rumusan masalah dari kegiatan ini adalah sebagai
berikut: amanat Undang-undang No 18 Tahun 2008 belum tercapai sepenuhnya,
khususnya terkait dengan TPA, sampah (khususnya TPA) potensi menimbulkan
pencemaran, permasalahan, konflik, maupun bencana, serta perlu disadari bahwa
timbulan sampah terus meningkat sehingga beban TPA diperkirakan akan semakin
berat kalau tidak dipikirkan kebijakan yang representatif. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan bagaimana mengubah pola pikir (mindset) pemerintah daerah/kota
dari pemikiran tradisional menjadi pemikiran modern yang ramah lingkungan.
Kajian ini dilaksanakan dengan maksud untuk membantu pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam mempercepat penerapan kebijakan implementasi
lahan uruk terkendali (controlled landfill/CL) dan lahan uruk saniter (sanitary
landfill/SL) yang sesuai dengan kapasitas daerah. Adapun definisi CL dan SL sesuai
dengan definisi dan kriteria yang tercantum pada Peraturan Menteri PU No 03/
PRT/M/2013, EPA (2000), Damanhuri dkk (2006), serta Tchobanoglous dkk
(1993). Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah menemukan
solusi untuk mengaplikasikan CL/SL di daerah serta merumuskan langkah untuk
mempercepat penerapan CL/SL di daerah. Penerapan CL/SL sudah menjadi
kewajiban bagi setiap daerah dan harus diupayakan sesegera mungkin mengingat
batasan waktu penutupan TPA open dumping adalah tahun 2013 (UU 18/2008).
Peran antar sektor sesuai bidang kerja akan mempercepat realisasi CL/SL di
daerah (Damanhuri, 2008). Metodologi yang dilaksanakan dalam kajian ini dengan
menerapkan langkah-langkah koordinasi, konsultasi, sinkronisasi data eksisting
TPA dengan hasil survei, pemetaan permasalahan yang ada, pertukaran pengalaman
dan informasi dari berbagai stakeholders dan analisa data untuk pencarian solusi
langkah-langkah akselerasi (percepatan) penerapan CL/SL dengan menggabungkan
Gambar 2. Permasalahan
Gambar 2. Permasalahan Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah Secara
Secara Umum
Umum
Sumber:Kementerian
Sumber: Kementerian PU,
PU, 2012
2012
Beberapa Beberapa
data dan kondisi pengelolaan
data dan sampah di Indonesia
kondisi pengelolaan sampah yaitu, pertama:yaitu,
di Indonesia timbulan sampah untuk
pertama:
14 kota metro yang ikut dalam Program Adipura tahun 2012 yaitu 2.211.238,98 m3/bulan dengan
timbulan sampah untuk 14 kota metro yang ikut dalam Program Adipura tahun 2012
jumlah total penduduk adalah 26.576.647 jiwa. Timbulan sampah untuk 14 kota besar yaitu
yaitum2.211.238,98
2.845.664,37 3/bulan dengan /bulantotal
m3jumlah dengan jumlahadalah
penduduk total 10.666.063
penduduk jiwa. adalah 26.576.647
Sementara itu, timbulan
jiwa. Timbulan
sampah untuk sampah
60 kota sedang untuk 14 kota
berdasarkan databesar yaituAdipura
non fisik 2.845.664,37
sebanyak m /bulan
3
denganm3/bulan
56.318.205,44
jumlahtotal
dengan jumlah total penduduk
penduduk adalah
adalah 10.666.063
20.662.723 jiwa.jiwa.
Kedua:Sementara
timbulan itu, timbulan
sampah sampah
per hari untuk 221 kota
untuk 60 kota
kecil berdasarkan datasedang berdasarkan
non fisik data non fisik
Adipura sebanyak Adipura sebanyak
89.923.566,84 m /bulan
3 56.318.205,44
dengan jumlah total
pendudukmadalah
3
/bulan36.783.418 jiwa. Ketiga:
dengan jumlah data Kementerian
total penduduk PU (2012):jiwa.
adalah 20.662.723 ± 99% TPA timbulan
Kedua: di Indonesia masih
open dumping (OP). Baru ±70% TPA yang didesain secara CL/SL dari
sampah per hari untuk 221 kota kecil berdasarkan data non fisik Adipura sebanyak ±492 TPA di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia. Sampah juga menyumbang emisi (1 ton
89.923.566,84 m /bulan dengan jumlah total penduduk adalah 36.783.418
3 sampah setara dengan 0,6 ton
CO2eq), total emisi tahun 2010 5,8 juta ton CO2, , dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 76,8 juta ton
CO2 (Kementerian PU, 2012). Keempat: Secara keseluruhan berdasarkan data Adipura tahun 2012,
sampah dikelola dengan proses 3R (pembuatan kompos, bank sampah dan pemanfaatan lain) adalah
1.936.282 m3/bulan (671.890 ton/bulan) atau Pengelolaan
hanya 0,80% Sampah Ramah
dari total Lingkungan
timbulan 111
sampah, sehingga tidak
sebanding dengan timbulan sampah yaitu sebesar 241.92.614 m /bulan (83.949.229 ton/bulan).
3
Sampah yang tidak terkelola masih sebesar 229.465.602 m3/bulan (79.624.564 ton/bulan) atau 95%
sampah belum dikelola.
jiwa. Ketiga: data Kementerian PU (2012): ± 99% TPA di Indonesia masih open
dumping (OP). Baru ±70% TPA yang didesain secara CL/SL dari ±492 TPA di
seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Sampah juga menyumbang emisi (1 ton
sampah setara dengan 0,6 ton CO2eq), total emisi tahun 2010 5,8 juta ton CO2, , dan
pada tahun 2020 meningkat menjadi 76,8 juta ton CO2 (Kementerian PU, 2012).
Keempat: Secara keseluruhan berdasarkan data Adipura tahun 2012, sampah
dikelola dengan proses 3R (pembuatan kompos, bank sampah dan pemanfaatan
lain) adalah 1.936.282 m3/bulan (671.890 ton/bulan) atau hanya 0,80% dari total
timbulan sampah, sehingga tidak sebanding dengan timbulan sampah yaitu sebesar
241.92.614 m3/bulan (83.949.229 ton/bulan). Sampah yang tidak terkelola masih
sebesar 229.465.602 m3/bulan (79.624.564 ton/bulan) atau 95% sampah belum
dikelola.
Gambar 3. 3.
Gambar Rekapitulasi
RekapitulasiPenilaian
Penilaian Indeks RisikoTPA
Indeks Risiko TPAdidiProvinsi
Provinsi Bali
Bali
Sumber: Widyarsana dkk, 2019
Sumber: Widyarsana dkk, 2019
Berikut disajikan hasil penilaian indeks risiko TPA di Provinsi Bali dari 10 (sepuluh) TPA yang telah
Berikut
disurvei dan dinilai,disajikan
diperolehhasil
hasil penilaian indeks
7 (tujuh) TPA risiko
masuk TPAtingkat
kategori di Provinsi
bahayaBali dariyaitu
sedang, 10 TPA
(sepuluh)
Temesi, TPA Sente,TPA
TPA yang
Junguttelah disurvei
Batu, TPA dan
Biaung, TPAdinilai, diperoleh
Bengkala, hasil 7dan
TPA Linggasana, (tujuh) TPA
TPA Peh. Di masa
depan,masuk
7 (tujuh) TPA tersebut
kategori tingkatdapat dioperasikan
bahaya dan direhabilitasi
sedang, yaitu TPA Temesi, menjadi TPA yang
TPA Sente, TPAberkelanjutan.
Jungut
Sedangkan 2 (dua) di antaranya dikategorikan ke dalam TPA dengan tingkat bahaya rendah, yaitu TPA
Regional Bangli dan TPA Mandung, selanjutnya TPA ini direkomendasikan untuk direhabilitasi menjadi
TPA berkelanjutan secara bertahap. Sementara itu, 1 (satu) TPA dikategorikan dalam tingkat risiko
112 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
tinggi yaitu TPA Regional Sarbagita di Suwung (Denpasar), TPA ini direkomendasikan untuk ditutup
karena tingkat pencemaran sudah melebihi ketentuan dalam penilaian indeks risiko. Berikut
disampaikan data mengenai tingkat indeks risiko TPA di Provinsi Bali.
Batu, TPA Biaung, TPA Bengkala, TPA Linggasana, dan TPA Peh. Di masa depan,
7 (tujuh) TPA tersebut dapat dioperasikan dan direhabilitasi menjadi TPA yang
berkelanjutan. Sedangkan 2 (dua) di antaranya dikategorikan ke dalam TPA dengan
tingkat bahaya rendah, yaitu TPA Regional Bangli dan TPA Mandung, selanjutnya
TPA ini direkomendasikan untuk direhabilitasi menjadi TPA berkelanjutan secara
bertahap. Sementara itu, 1 (satu) TPA dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi
yaitu TPA Regional Sarbagita di Suwung (Denpasar), TPA ini direkomendasikan
untuk ditutup karena tingkat pencemaran sudah melebihi ketentuan dalam
penilaian indeks risiko. Berikut disampaikan data mengenai tingkat indeks risiko
TPA di Provinsi Bali.
Adapun saran dan harapan BPSR terkait dengan solusi TPA Sampah di Jawa
Barat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan TPA lebih baik dikontrakkan ke swasta.
b. Perlu alternatif yang ditawarkan, karena lahan TPA di kawasan Bandung
sulit dengan dilatarbelakangi adanya korban sejumlah 157 jiwa akibat
longsornya TPA Leuwi Gajah.
c. Perlu pilihan-pilihan teknologi pengolahan sampah di TPA yang disertai
bagaimana cara memilihnya.
d. Diperlukan standarisasi biaya untuk pengelolaan sampah termasuk
peralatan dan bahan yang diterbikan dalam bentuk katalog bersama yang
berlaku sesuai dengan harga lokal (daerah) dan disetujui oleh Gubernur
e. Diperlukan revisi detail terhadap Permendagri mengenai penyelenggaraan
keuangan daerah.
f. Diharapkan dengan adanya kajian kelayakan CL/SL ini dapat menjadi media
pemahaman bersama antara pemerintah daerah dengan kementerian/
lembaga terkait lainnya untuk mengetahui dan memahami kondisi di daerah
terutama terkait dengan anggaran daerah/keuangan.
Aspek pengaturan TPA Regional yang sudah ada di propinsi Jawa Barat yang
dapat memperkuat pelaksanaan dari saran solusi tersebut adalah sebagai berikut:
Saran dan harapan PT. Godang Tua Jaya terkait dengan solusi TPA Sampah di
daerah dan di Jakarta dengan latar belakang persoalan yang pernah terjadi, adalah
sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan tinjauan akademis lebih lanjut yang sinergis dengan
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup terkait
penerapan tanah penutup pada operasional sanitary landfill TPA.
b. Lingkungan hidup terpantau secara kontinu minimal 6 bulan sekali untuk
pemantauan kualitas udara ambient, air bersih/sumur penduduk dan
Saran dan harapan Dinas Kebersihan Kota Mataram terkait dengan solusi TPA
Sampah di daerahnya, sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana induk (masterplan) persampahan Kota Mataram dan
Kabupaten Lombok Barat harus segera dilakukan
Gambar 6. Posisi
Gambar 6. Pengelola Sampah
Posisi Pengelola Sampah dalam
dalam Matriks
Matriks
Setelah dilakukan
Setelah pembobotan
dilakukan dan identifikasi
pembobotan posisi pengelola
dan identifikasi persampahan,
posisi pengeloladibuat matriks SWOT
persampahan,
untuk dapat merumuskan strategi. Matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 7.
dibuat matriks SWOT untuk dapat merumuskan strategi. Matriks SWOT dapat
3. dilihat pada Strategi
Rekomendasi Gambar 7.
Sebagaimana tertera paga Gambar 7, terdapat 4 (empat) alternatif strategi yaitu Strategi‐I yang
dibangun berdasarkan kekuatan dan peluang (strategi S‐O), strategi‐II yang dibangun berdasarkan
3. Rekomendasi Strategi
kekuatan dan tantangan (strategi S‐T), strategi‐II yang dibangun berdasarkan kekuatan dan kelemahan
Sebagaimana
(strategi terterayang
S‐W), dan strategi‐IV paga Gambar
dibangun 7, terdapat
berdasarkan 4 (empat)
kelemahan danalternatif
tantanganstrategi
(strategi yaitu
W‐T).
Strategi-I
Berdasarkan yang dibangun
keempat berdasarkan
strategi kekuatan
tersebut, maka disusundan peluang (strategi
rekomendasi S-O), strategi-
strategis berdasarkan aspek
pengelolaan sampah danberdasarkan
II yang dibangun persoalan yang dihadapi dan
kekuatan pada tantangan
setiap aspek(strategi
(Tabel 3).S-T),
Secara keseluruhan
strategi-II
terdapat 44 (empat puluh empat) usulan dalam rangka penerapan CL/SL yang dapat dilaksanakan
yangbertahap
secara dibangun berdasarkan
sesuai kekuatan
dengan kemampuan dan kelemahan
masing‐masing (strategi
daerah. S-W),strategi
Ke‐44 usulan dan strategi-
penerapan
IV yang dibangun berdasarkan kelemahan dan tantangan (strategi W-T).
CL/SL tersebut terdiri dari 11 (sebelas) aspek peraturan, 9 (sembilan) aspek kelembagaan, 10 (sepuluh)
aspek teknis operasional,
Berdasarkan dan masing‐masing
keempat (7) usulanmaka
strategi tersebut, untuk disusun
masing‐masing aspek pembiayaan,
rekomendasi strategisdan
peran serta masyarakat.
berdasarkan aspek pengelolaan sampah dan persoalan yang dihadapi pada setiap
aspek (Tabel 3). Secara keseluruhan terdapat 44 (empat puluh empat) usulan
dalam rangka penerapan CL/SL yang dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan masing-masing daerah. Ke-44 usulan strategi penerapan
CL/SL tersebut terdiri dari 11 (sebelas) aspek peraturan, 9 (sembilan) aspek
Aspek Pengelolaan
122 Peraturan Sampah Lemahnya
(Hukum) Ramah Lingkungan
penegakan 1. Membuat peraturan
hukum: pemerintah spesifik
Aturan hukum belum untuk panduan
didukung aturan pelaksanaan konstruksi
Tabel 3. Matriks Usulan Rekomendasi dalam Percepatan Implementasi CL/SL di
Indonesia
Aspek Permasalahan Usulan Rekomendasi
Aspek Peraturan (Hukum) Lemahnya penegakan hukum: 1. Membuat peraturan pemerintah spesifik
Aturan hukum belum didukung untuk panduan pelaksanaan konstruksi
aturan pelaksananya dan operasional persampahan di daerah
sesuai UU No 18 Tahun 2008
2. Perlu pedoman rinci TPA yang
membedakan kriteria controlled landfill,
sanitary landfill dan sustainable landfill
lengkap dengan perhitungan pembiayaan
3. Perlu keterlibatan K/L terkait dalam
Adipura
4. Pemberian insentif kepada kabupaten/
kota yang memiliki kinerja TPA yang baik
atau progres positif.
5. Sosialisasi dan advokasi peraturan bidang
persampahan ke Pemda dan stakeholders
terkait.
Pelaksanaan Perda belum 6. Penegakan Perda
optimal (misal: Perda Retribusi,
Perda K3, Perda Pengelolaan
Sampah, dll)
Belum adanya kebijakan 7. Penyusunan regulasi pengelolaan sampah
insentif terhadap keberhasilan sebagai pelayanan jasa.
komunitas sampah
Belum ada aturan tentang 8. Peroses persetujuan bantuan APBN
kelembagaan, pembiayaan, untuk pembangunan fisik TPA perlu MoU
kompensasi, CSR, EPR pembiayaan dengan Pemda.
9. Perlu Pengaturan EPR
10. Implementasi UU no 40/2007 tentang
Perseroan Terbatas dan UU no 10/2003
tentang BUMN, untuk pengaturan CSR
Belum ada Perda (provinsi) 11. Perlu Perda yang mengatur pembentukan
pengelolaan sampah regional, badan pengelola TPA regional, penetapan
termasuk, studi kelayakan lo- lokasi TPA sesuai studi kelayakan,
kasi, Masterplan Persampahan, Rencana Induk Persampahan dan KPS
KPS persampahan Persampahan.
Aspek Kelembagaan Institusi pengelola sampah di 1. Penanganan kebersihan di daerah dalam
(Organisasi) daerah umumnya masih multi satu instansi (Dinas).
sektor.
Kapasitas kelembagaan yang
disediakan rendah.
Rotasi pejabat di daerah cukup 2. Perlunya tenaga fungsional khusus
tinggi persampahan di daerah
Penerapan SOP di TPA sangat 9. TPA harus memiliki dokumen SOP dan
minim rutin dievaluasi oleh pengelola
Pengadaan tanah penutup sulit 10. Perlu alternatif penutup TPA selain tanah
dan mahal.
Aspek Pembiayaan Ketergantungan yang tinggi 1. Perlu dukungan anggaran untuk riset
pada APBD pengembangan teknologi.
Belum menjadi perhatian
baik kepala daerah maupun
legislatif (DPRD)
Secara umum alokasi anggaran
persampahan < 5% dari total
APBD
Rendahnya realisasi penarikan 2. Kerjasama dengan RT/RW, PDAM, PLN
retribusi (rata-rata baru 22% atau dinas terkait perizinan.
dari target)
3. Perlu panduan penyusunan tarif retribusi
Satuan biaya belanja TPA be- 4. Pos dan kode rekening persampahan
lum masuk dalam mekanisme termasuk TPA harus masuk dalam kode
sistem pos rekening anggaran anggaran pembiayaan pusat maupun
daerah daerah
5. Perlu kurikulum pelatihan kepada Pemda
mengenai cara menghitung kebutuhan
biaya pengelolaan sampah
Tidak adanya kompensasi 6. Perlu review standar biaya OP TPA,
sosial “uang bau” dan asuransi kompensasi biaya sosial lingkungan, dan
untuk pekerja resmi TPA asuransi pekerja resmi TPA
Kesepakatan sharing dana 7. Biaya tipping fee per daerah yang harus
untuk TPA Regional tidak jelas disetor ke kas provinsi, harus ada biaya
kompensasi bagi kabupaten/kota yang
memiliki lahan TPA.
Aspek Peran Serta Kesadaran masyarakat dan 1. Sosialisasi dan advokasi peraturan kepada
Masyarakat dan Swasta Pemda rendah. masyarakat secara kontinu.
Belum tersedia tata cara yang 2. Perlu lembaga penyuluhan khusus terkait
baku peran serta masyarakat kebijakan tentang persampahan
di TPA. 3. Perlu diterbitkan Buku panduan
keterlibatan masyarakat di TPA
Keberlanjutan usaha daur 4. Perlu intervensi pemerintah dalam
ulang, khususnya pengomposan keberlanjutan program 3R khususnya
masih rendah komposting. Memberikan label produk
kompos.
5. Perlu ada standar kebutuhan jumlah Bank
Sampah berdasarkan populasi penduduk
yang dimasukkan dalam program Adipura
Investasi swasta masih rendah 6. Perlu diciptakan iklim investasi swasta,
sehingga peran pemerintah daerah
sebagai regulator dan kontrol.
Produsen belum menjalankan 7. Perusahaan melakukan penarikan kembali
EPR produk dan/atau kemasan yang habis
masa pakainya dan dikelola melalui cara
reuse dan recycle atau dimanfaatkan
sebagai sumber energi.
Daftar Pustaka
Damanhuri, Enri dan Padmi, Tri. (2010). Pengelolaan Sampah. Institut Teknologi
Bandung. Bandung: Penerbit ITB.
Damanhuri, Enri; Wahyu, I Made; Ramang, Ruslan dan Padmi, Tri. (2009). Evaluation
of Municipal Solid Waste Flow in the Bandung Metropolitan Area, Indonesia. J
Mater Cycles Waste Management (2009) 11:270-276.
Damanhuri, E., Ismaria, R., Padmi, T. (2006). Pedoman Pengoperasian dan Pemeliha
raan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary
Landfill. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman.
Damanhuri, Enri. (2008). Challenges of Municipal Solid Waste Management in
Indonesia: Implications of the Solid Waste Act 18/2008. The International
Conference 2008 - the Sustainable Environmental Technology and Sanitation
for Tropical Region, ITS Surabaya, November 18 – 19, 2008.
EPA. (2000). Landfill Manuals; Landfill Site Design. Ireland: Environmental Protec
tion Agency.
Kementerian PU. (2013). Materi Diseminasi Bidang Persampahan.
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasa
rana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pem
bangunan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah.
Sri Darwati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email : sridarwati924@gmail.com
Pendahuluan
Kondisi eksisting di Indonesia, hampir 99% TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
sampah masih berupa penimbunan sampah terbuka (open dumping) yang
mengakibatkan pencemaran air, tanah dan udara. Kurang lebih 70% dari sekitar
492 TPA di seluruh kabupaten/kota di Indonesia sudah didesain secara lahan uruk
terkendali (controlled landfill) atau lahan uruk saniter (sanitary landfill) (Kemen
PU, 2012; Kemenko Perekonomian, 2013). Pencemaran air, terutama berasal dari
air lindi hasil proses dekomposisi sampah tumpukan sampah di TPA yang mengalir
bersama air hujan.
Lindi (leachate) adalah cairan yang timbul sebagai limbah akibat masuknya
air eksternal ke dalam urukan atau timbunan sampah, melarutkan dan membilas
materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis
(Permen PU 03/2013). Lindi dapat mencemari lingkungan karena merupakan
air limbah yang mengandung ammonium, bahan organik, serta garam dalam
konsentrasi yang tinggi (Laconi, et.al. C. D., 2011).
Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 (UU 18/2008)
tentang Pengelolaan Persampahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun
2015 (PP 122/2015) tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang didalamnya juga
mengatur pengelolaan sampah, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 (PP
81/2012) dan Permen PU Nomor 03/2013, ditegaskan bahwa penanganan sampah
yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum. Selain itu,
secara tegas dinyatakan pula bahwa TPA wajib dilengkapi dengan zona penyangga
dan metoda pemrosesan akhir yang dilakukan secara lahan uruk saniter untuk kota
besar/metropolitan dan lahan uruk terkendali untuk kota sedang/kecil sebagai
transisi. Selain itu kualitas hasil pengolahan lindi (efluen) harus dilakukan secara
berkala. Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tahun 2008 dan 5 tahun sejak
berlakunya UU 18/2008 sudah harus dilaksanakan.
Pelaksanaan peningkatan pengelolaan lindi di TPA, dimulai dari aspek peren
canaan yang mengikuti standar spesifikasi perencanaan pengelolaan lindi. Acuan
tentang pengelolaan lindi tertuang dalam perencanaan lahan uruk yaitu SNI
3 3. Instalasi pengolahan Untuk menyisihkan polutan dan Hanya berupa kolam penampung,
lindi (IPL) kontaminan yang terkandung di kalaupun ada IPL kualitas belum
dalamnya supaya memenuhi baku memenuhi baku mutu
mutu yang ditentukan
Gambar
Gambar1.1.Karakteristik
Gambar 1. KarakteristikBOD
Karakteristik BOD(mg/L)
BOD (mg/L) dari
(mg/L) dari Inletand
dariInlet
Inlet andOutlet
and Outlet
OutletIPLIPL
IPL diIndonesia
didi Indonesia
Indonesia
Gambar 2.2.Karakteristik
Gambar
Gambar Karakteristik
2. COD
KarakteristikCOD (mg/L)
COD(mg/L) dariInlet
(mg/L) dari
dari Inlet andOutlet
Inletand
and Outlet
Outlet IPL
IPL didi
IPL Indonesia
Indonesia
di Indonesia
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa karakteristik influen lindi dari beberapa lahan
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa karakteristik influen lindi dari beberapa lahanuruk
urukinin
Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari beban BOD sampai dengan 3000 mg/L,COD
Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari beban BOD sampai dengan 3000 mg/L, COD
sampai6000
sampai 6000mg/L.
mg/L.Kualitas
Kualitas effluen
effluen dari
dari IPL
IPL menunjukkan
menunjukkan kualitas
kualitas effluen
effluen masih
masihbelum
belummemenuhi
memenuhi
standarlindi
standar lindiBOD
BOD<<150
150mg/L,
mg/L,COD<
COD<300300mg/L
mg/LPengelolaan Sampah
berdasar Permen
berdasar Permen LHRamah
LH No Lingkungantentang
No59/MenLH/2016
59/MenLH/2016 131 Baku
tentang Baku
Mutu Efluen
Mutu Efluen IPL. IPL.
a) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam tanah dan tidak
mencemari air tanah.
b) Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA harus lebih kecil dari 10–6 cm/det
c) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA dengan tanah lempung
yang dipadatkan (30 cm x 2)
d) Bila menurut desain perlu digunakan geositentis seperti geomembran, geotekstil, non-woven,
geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah
direncanakan, dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini. Spesifikasi
geotekstil dan geomembran dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.
e) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan minimal 2% ke arah
saluran pengumpul maupun penampung lindi.
f) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan zona/blok dengan
urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan lindi.
g) Kerikil bulat diameter 5-7 cm, tebal 20 cm.
Saluran pengumpul lindi terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan primer.
a) Kriteria saluran pengumpul sekunder:
(1) Dipasang memanjang di tengah atau di pinggir tergantung pada bentuk blok / zona penimbun.
Pola pemasangan pipa lindi sesuai dengan kontur lahan sesuai dengan perencanaan
- pola garis lurus
pipa diletakkan lurus, sesuai untuk area penimbunan yang lebar, pipa dapat dipasang
paralel
- tulang ikan
pipa cabang dihubungkan dengan pipa utama, sesuai di area landfill yang besar
- pola tangga
untuk lokasi penimbunan yang datar dan sulit untuk mendapatkan gradien memanjang.
(2) Saluran pengumpul lindi tersebut menerima aliran dari dasar lahan dengan kemiringan
minimal 2% ke arah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
(3) Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa HDPE berlubang, untuk lahan uruk anaerobik
diameter minimal 200 mm, untuk sistem semi aerobik pipa HDPE atau beton 600-800 mm.
(4) Dasar saluran dapat dilapisi dengan liner (lapisan kedap air)
Gambar
Gambar 4. Pemasangan
4. Pemasangan Geotekstil Pada GambarGambar
5. Pemasangan Geomembran Pada
5. Pemasangan
GeotekstilLahan
PadaUruk
Lahan Uruk Lahan Uruk
Geomembran Pada Lahan Uruk
Gambar 6. Pengolahan
Gambar Lindi
6. Pengolahan Lindi Sistem
Sistem Kolam
Kolam
Alternatif pengolahan lindi adalah dengan biofilter untuk lindi yakni biofilter
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 105
anaerobic cukup efektif dengan waktu tinggal lebih dari 25 jam. Pada wetland,
semakin banyak jumlah tumbuhan Scirpus grossius (lingi) yang digunakan maka
semakin tinggi penurunan konsentrasi COD (Mochtar Hadiwidodo et.al, 2012).
Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di Indonesia yang telah
dimodifikasi adalah (Permen PU RI Nomor 03/PRT/M/2013) menyangkut material
yang digunakan dalam bangunan pengolahan lindi.
a) Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1).
b) Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment/Wetland (alter
natif 2).
c) Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3).
d) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik (alternatif 4).
e) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, ABR (alternatif 5).
f) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Sedimentasi II, Aerated Lagoon
(alternatif 6).
Tawas (AI2(S04)3)
Polimer kationik 1%
Polimer kationik 1 %
Penutup
Kondisi eksisting saat ini, pengelolaan lindi secara umum belum memenuhi
persyaratan spesifikasi perencanaan, dalam pengumpulan dan pengolahannya. Dari
segi kualitas, instalasi pengolahan lindi belum menghasilkan kinerja pengelolaan
lindi yang memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan. Dari hasil identifikasi
kualitas lindi dari beberapa IPL , terindikasi karakterisitik influen lindi dari
beberapa lahan uruk di Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dimana
BOD sampai dengan 3000 mg/L, COD sampai 6000 mg/L. Kualitas effluen dari IPL
menunjukkan kualitas effluen masih belum memenuhi standar lindi BOD < 150
mg/L sedangkan COD< 300 mg/L berdasarkan Permen LH No 59/MenLH/2016
tentang Baku Mutu Efluen IPL.
Untuk peningkatan pengelolaan lindi diperlukan perencanaan fasilitas
perlindungan yang baik terkait dengan pelapisan kedap air pada landfill, pipa
pengumpul lindi dan IPL. Sistem pengolahan lindi yang paling sederhana adalah
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi yang dapat ditingkatkan dengan kombinasi
dengan koagulasi flokulasi, aerasi, biofilter dan atau wetland.
Perencanaan IPL harus mengacu pada standar dan peraturan yang berlaku
antara lain SNI 8631:2018 tentang Spesifikasi lahan uruk di tempat pemrosesan
akhir sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga serta Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dan Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Daftar Pustaka
Cullen, Ronan. (2018). Director and Waste Management Section Leader, Leachate
Management Plan Pilbara Regional Waste Management Facility Prepared
for Shire of Ashburton July 2018 Project Number: TW18004, http://www.
epa.wa.gov.au/sites/default/files/Referral_Documentation/14%20-%20
Leachate%20Management%20Plan.pdf.
Kai Wang et.all. 2018, Archaea,Volume 2018, Article ID 1039453, Treatment of
Landfill Leachate Using Activated Sludge Technology: A Review, School of
Sri Darwati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email : sridarwati924@gmail.com
Pendahuluan
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam menangani sampah memacu
semakin kompleknya masalah sampah. Peningkatan pelayanan dan sarana
prasarana persampahan tidak sebanding dengan peningkatan timbulan sampah.
Permasalahan persampahan antara lain adalah sulitnya mendapatkan lahan lokasi
tempat pemrosesan akhir sampah karena keterbatasan lahan dan mahalnya harga
tanah, mahalnya biaya investasi penyediaan TPA serta mahalnya biaya operasional
pemeliharaan menjadikan TPA menjadi tempat pembuangan sampah terbuka (open
dumping) yang menimbulkan pencemaran dan penolakan masyarakat terhadap
keberadaan TPA.
Kondisi eksisting di Indonesia, hampir 99% TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
sampah masih berupa penimbunan sampah terbuka (open dumping) yang meng
akibatkan pencemaran air, tanah dan udara. Baru ±70% TPA yang didesain secara
controlled landfill atau sanitary landfill dari ±492 TPA di seluruh kabupaten/kota di
Indonesia (Kemenko Perekonomian, 2013),
Undang-Undang Pengelolaan Sampah No. 18 Tahun 2008 dalam Bab X pasal
29 menyebutkan larangan melakukan penanganan sampah dengan pembuangan
terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau membakar sampah yang tidak
sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Dengan disahkannya UU
tersebut, mengandung konsekuensi bahwa dalam jangka waktu 5 tahun ke depan
terhitung mulai disahkan UU, pemda harus menutup tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem penimbunan sampah terbuka serta diharuskan
menjadi sistem penimbunan sampah terkendali, sehingga diperlukan upaya-
upaya rehabilitasi penimbunan sampah terbuka. Salah satu upaya adalah dengan
penambangan sampah (landfill mining).
Penambangan landfill di Indonesia telah dilakukan di beberapa kota antara lain
TPA Tamangapa Makasar, TPA Panembong Subang, TPA Jember. Menurut A. Dubey
a,*, M. Chakrabarti b, D. Pandit c, (2016), operasional dari penambangan landfill
Penambangan Landfill
Penambangan landfill adalah proses penggalian, pemindahan, penyaringan dan
pemrosesan lebih lanjut dari timbunan sampah pada lokasi tempat pemrosesan
akhir (TPA) sampah yang masih aktif atau sudah ditutup (United States, EPA, 1997).
Tujuan penambangan landfill antara lain:
- Merehabilitasi lokasi pembuangan dan beban terhadap lingkungan.
- Pemanfaatan kembali lokasi landfill.
- Konservasi ruang landfill.
- Reduksi lahan landfill.
- Mengeliminasi sumber pencemar utama.
- Pemulihan energi dari sampah.
- Penggunaan kembali material sampah.
Gambar
Gambar 1. Penambangan
1. Penambangan Landfill dengan Gambar
Gambar 2.2.Pengayakan
Pengayakan Kompos
Kompos dengan
Landfill dengan Alat Berat
Alat Berat Saringan Manual
dengan Saringan Manual
20 Kesepa- Perjanjian kerjasa- Perjanjian kerjasama Perjanjian kerjasa- Skala pilot project
katan ma program kemi- program kemitraan ma program kemi- Puskim 2010
Kerjasama traan pengolahan pengolahan sampah traan pengolahan
sampah Pemda dan Pemda dan Investor sampah antara lain:
Investor Pemda mendapat-
kan 5 % dari harga
produk dengan
merk yang diatur
Investor
21 Pemasaran Pertanian tembakau Penambangan nikel Bekerjasama de Pembeli datang
dan kakao jatim pertanian, perikanan, ngen PT Sanghiang langsung ke
pembenihan, peng- Sri untuk penelitian tempat
hijauan dan peng- padi
hutanan.
Dari tabel di atas diketahui bahwa secara teknis yang perlu diperhatikan
dalam penambangan landfill antara lain teknis penggalian, kebutuhan peralatan
dan bangunan penunjang, kuantitas dan kualitas kompos, pengelolaan residu dan
pemanfaatan lahan bekas penambangan landfill untuk lahan pengurukan kembali.
2. Kualitas kompos
Kualitas kompos hasil penambangan landfill di Jember, Makasar, Subang dan
Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 2.
SNI
No Parameter Satuan Jember Makasar Sukabumi
Minimum Maksimum
2 Temperatur C
o
- Suhu air - - -
tanah
3 Warna - - Kehitaman Coklat - -
muda
4 Bau - - Berbau Tidak - -
tanah berbau
5 Ukuran partikel mm 0,55 25 - - -
6 Kemampuan % 58 - - - -
ikat air
7 pH - 6,80 7,49 7,52 7,65 7,45
9 Bahan organik % 27 58 - -
SNI
No Parameter Satuan Jember Makasar Sukabumi
Minimum Maksimum
Dari beberapa sampel kualitas pupuk organik dari kompos TPA mengandung
logam berat, maka pupuk organik direkomendasikan hanya untuk tanaman non
pangan, tanaman keras atau penghijauan dan atau sebagai material tanah penutup
terutama di daerah yang sulit mendapatkan tanah penutup. Tabel 2, Tabel 3, Tabel
4 dan Tabel 5 Kualitas kompos penambangan dibandingkan SNI 19-7030-2004,
Spesifikasi Kompos dari sampah organik domestik.
Pupuk organik yang berasal dari kompos dan bahan pengkayaan lainnya kini
bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk meliputi bentuk curah kasar, curah
halus, tablet, pelet, briket, atau granul. Di TPA Pakusari Jember dan TPA Panembong
Subang, pupuk dibuat dalam bentuk granular atas pertimbangan kemudahan
dalam aplikasi pemupukan. Bentuk granul butiran seperti bentuk kacang hijau
sampai bentuk kacang kedelai ukuran 2 mm sampai 4 mm juga memungkinkan
penambahan unsur hara organik lain (sumber Kalium dari abu janjang sawit),
sumber P2O5 (dari Phosphates Alam) dan sumber Carbon (meningkatkan rasio C/N
dari lignit atau batubara muda) serta zat pengatur tumbuh (ZPT) dan mikroba
pelarut. Untuk TPA Tamangapa Makasar, kompos dicampur dengan pupuk kimia
5 - 10% antara lain urea ZA, SP atau KCL tergantung jenis tanamannya. Aplikasi
kompos untuk keperluan pertanian harus mendapatkan ijin dari Departemen
Pertanian.
Sumber :
1.Hasil survei , tim peneliti Puslitbangkim, 2009 .
2-4. Haryo ITB, 2007
5.Tim peneliti Puslitbangkim
3. Pengelolaan residu
Pengelolaan residu dari hasil penambangan sebagai berikut :
a. Penggunaan limbah hasil penambangan dapat diolah kembali. Sisa penga
yakan kompos yang mempunyai ukuran < 1 cm, dapat diayak kembali.
Untuk ukuran mesh < 5 cm, dapat digunakan untuk pengembangan lahan
baru lahan, kritis dan lahan-lahan bekas penambangan. Berdasarkan Kaur-
Mikk Pehme and Mait Krisspalu (2018), fraksi hasil penambangan landfill
ukuran < 4 cm, dapat digunakan sebagai tanah penutup landfill untuk
mendegradasi metana.
b. Sampah yang tidak dapat lagi didaur ulang atau sisa pengayakan > 5
cm diuruk kembali ke dalam landfill ditimbun kembali ke dalam lokasi
penimbunan sampah terkendali (sanitary atau controlled landfill).
c. Jika terdapat instalasi sampah untuk energi, sampah anorganik yang mudah
terbakar disatukan instalasi sampah untuk energi tersebut, sedang sampah
anorganik residu ditimbun ke dalam landfill.
Penambangan
(dengan Excavator/Loader)
Pengumpulan
Pengayakan
Ukuran butir < 1 cm Ukuran butir > 1cm Dapat didaur ulang Tidak dapat didaur
ulang
Pengolahan Penggerusan
Dijual Dimasukkan lagi ke
TPA
Tanah penutup
landfill
Daftar Pustaka
ARRPET (2008), Dumpsite Rehabilitation and Landfill Mining.University, Chennai
India, Centre of Environmental Studies (CES) and Environmental Engineering
and Management, School of Environment, Resource and Development, Asian
Institute of Technology, Bangkok, Thailand.
Budi, Haryo. 2007. Kajian Proses dan Potensi Reklamasi TPA melalui Landfill Mining.
Tugas Akhir (TL-40Z0), NIM : 15303007, Program Studi Teknik Lingkungan,
FTSP, ITB.
Dubey a,*, M. Chakrabarti b, D. Pandit c* .(2016). Landfill Mining as a Remediation
Technique for Open Dumpsites in India, International Conference on Solid
Waste Management, 5IconSWM 2015 , www.sciencedirect.com, Procedia
Environmental Sciences 35 ( 2016 ) 319 – 327 .
EPA, United States .(1997). Landfill Reclamation, Solid Waste and Emergency
Response (5306 W). EPA 530-F-97-001.
https://www.researchgate.net/publication/242238271_Studies_on_landfill_
mining_at_solid_waste_dumpsites_in_India.
Juan Carlos et.all .(2018).Fine Fractions from Landfill Mining: Potential and Main
Challenges to Overcome. Proceeding of 4thnternational Symposium, on
Enhanced Landfill Mining, 5-6 Pebruari 2018, Mechelen, Belgia. Page 51-64.
Kaur-Mikk Pehme and Mait Krisspalu. (2018). Full Scale Project: From Landfill
To Recreational Area. Detritus Vol 01-2018/page 174-179, http ://doi.
org/10.26403/detritus/2018.17 @2018 Cisa Publisher, open access article
under CCBY-NC-BD Licence.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2013). Indonesia Executive
Summary Kajian Kebijakan Lahan uruk saniterdi Indonesia Tahun 2013, Asisten
Amallia Ashuri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: amallia.ashuri@puskim.pu.go.id
Pendahuluan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat untuk memproses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan (Permen PU 03/2013). Saat ini TPA masih menjadi kunci utama dalam
pengelolaan sampah karena biaya yang dikeluarkan dianggap paling minimum Bila
dibandingkan antara timbulan sampah yang terus meningkat dengan banyaknya
TPA yang sudah atau akan habis umur operasinya menimbulkan permasalahan
dalam pengelolaan persampahan perkotaan. Permasalahan tersebut ialah
semakin sulitnya mencari lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis
pembangunan insfrastrukstur sanitasi (Kementerian PUPR, 2015).
Penambangan TPA atau yang dikenal dengan landfill mining dapat menjadi
solusi bagi permasalahan kesulitan lahan TPA tersebut. Landfill mining merupakan
proses pengambilan kembali material yang masih dapat digunakan dari sampah
yang sudah diuruk. Adapun metode pengambilan kembali material dapat dilakukan
dengan penggalian atau ekskavasi kemudian dilakukan pemindahan, penyaringan,
dan pemrosesan lebih lanjut dari timbunan sampah pada lokasi TPA yang masih
aktif atau sudah ditutup. Pemanfaatan material dari TPA mencakup penggunaan
kembali tanah penutup dari TPA lama untuk TPA baru, pemanfaatan kompos dari
TPA untuk budidaya anggrek, kompos sebagai material penutup landfill, produksi
bahan bakar dari proses termal plastik dari TPA lama, serta menyediakan kembali
ruang untuk penimbunan sampah selanjutnya (Kurian et al., 2003; Bockreis &
Knapp, 2011; Jain et al., 2013; Law et al., 2013; Setiyo Rini & Suyadi, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pemanfaatan sampah dari TPA
sebagai sumber energi alternatif dalam bentuk bahan baku refuse derived fuel (RDF).
RDF merupakan fraksi sampah yang memiliki nilai kalor tinggi dari sampah yang
sudah dipisahkan dari fraksi sampah yang tidak mudah terbakar (Gendebien et al.,
2003; JIE, 2008). RDF dari lahan uruk yang sudah tidak aktif dapat dimanfaatkan
pada instalasi waste to energy atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Namun pemanfaatan RDF pada cement kiln masih menghadapi beberapa kendala,
Lokasi penelitian
Gambar
Gambar 1.1.Denah
DenahTPATPA Sumurbatu
Sumurbatu
GambarGambar
2. Komposisi Sampah
2. Komposisi dariZona
Sampah dari Zona 1, TPA
1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu
Gambar 3. Komposisi
Gambar 3. KomposisiSampah Plastik
Sampah Plastik daridari
ZonaZona
1, TPA 1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu
erdasarkan jenisnya, sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu dapat diklasifikasikan menjadi
Pengelolaan
mpok besar, yaitu kompos, sampah mudah Sampah
terbakar, Ramahyang
sampah Lingkungan 159 ulang, ta
dapat didaur
sampah residu. Masing‐masing jenis sampah memiliki manfaatnya sendiri. Berdasar
ifikasi tersebut dan hasil pengukuran dapat ditentukan kesetimbangan massa pot
Berdasarkan jenisnya, sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu dapat diklasifikasikan
menjadi lima kelompok besar, yaitu kompos, sampah mudah terbakar, sampah
yang dapat didaur ulang, tanah, dan sampah residu. Masing-masing jenis sampah
memiliki manfaatnya sendiri. Berdasarkan klasifikasi tersebut dan hasil pengukuran
dapat ditentukan kesetimbangan massa potensi pemanfaatan sampah dari zona 1,
TPA Sumurbatu.
Dilihat dari kesetimbangan masa pada Tabel 1, total potensi pemanfaatan
sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu sebagai bahan baku RDF adalah sebesar
28,94%. Volume sampah pada lokasi sampling adalah 244.000 m3 atau 100.000 ton
(Dinas Kebersihan Kota Bekasi, 2013). Sehingga total potensi untuk bahan baku
RDF dari zona 1 adalah 289.386 ton material.
Gambar 4. Gambar
Nilai 4.Kalor Material
Nilai Kalor RDF
Material RDF daridari
Zona 1,Zona 1, TPA Sumurbatu
TPA Sumurbatu
erdasarkan hasil pengukuran (Gambar 7), diketahui bahwa pada umumnya plastik me
Berdasarkan
dungan klorin yang hasildibandingkan
lebih tinggi pengukuran (Gambar
dengan7), diketahui
jenis sampah bahwa pada
lainnya. umumnya
Bila plastik–plastik ter
plastik
dak dijadikan memiliki
RDF maka kandungan
diperlukan usahaklorin yang lebih tinggi
agar pembentukan dibandingkan
dioksin dengan
dapat ditekan, diantaranya a
jenis sampah lainnya. Bila plastik–plastik tersebut hendak dijadikan RDF
genceran’ plastik dengan sampah jenis lain yang rendah kandungan klorinnya. Usaha lainnya a maka
ait masalah diperlukan usaha
operasional dan agar pembentukan
perawatan dimanadioksin dapat ditekan,
(1) temperatur diantaranya
pembakaran adalah
harus dijaga agar d
‘pengenceran’ plastik dengan sampah jenis lain yang rendah kandungan klorinnya.
k terbentuk, yakni diatas 8500C atau dibawah 2500C dengan tekanan 3 atm sehingga klorin tidak
Usaha lainnya adalah terkait masalah operasional dan perawatan dimana (1)
ikatannya (prinsip hidrotermal); dan (2) sistem pengendalian pencemaran udara didesain denga
temperatur pembakaran harus dijaga agar dioksin tidak terbentuk, yakni diatas
ngga dapat mengurangi emisi dari0 sistem pembakaran.
850 C atau dibawah 250 C dengan tekanan 3 atm sehingga klorin tidak lepas dari
0
GambarGambar
8. Konsentrasi
8. KonsentrasiSulfur Material
Sulfur Material RDFZona
RDF dari dari Zona
1, TPA 1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu
Gambar 8. Konsentrasi Sulfur Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
si Kualitas Material RDF
164 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
ualitas Material
uasi kualitas RDF
RDF dilakukan terhadap dua standar, yaitu standar RDF World Bank
aatan RDF
kualitas RDFsebagai bahan
dilakukan bakar insinerasi
terhadap danyaitu
dua standar, standar RDFRDF
standar Indocement
World B
aatan RDF sebagai bahan bakar dalam cement kiln. Kedua standar tersebut dapat
Evaluasi Kualitas Material RDF
Evaluasi kualitas RDF dilakukan terhadap dua standar, yaitu standar RDF
World Bank untuk pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar insinerasi dan standar
RDF Indocement untuk pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar dalam cement kiln.
Kedua standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Parameter Nilai
Nilai kalor minimum (MJ/kg) > 12,56 12,56 – 10,47 < 10,47
Data hasil pengujian karakteristik material RDF yang didapatkan dari zona
1, TPA Sumurbatu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari data hasil pengujian tersebut
kemudian dihitung indeks peringkatnya dengan pendekatan relative important
index (RII) untuk kemudian dilihat peringkatnya.
Untuk RDF sebagai bahan bakar insinerator, bila suatu parameter memenuhi
standar maka diberi nilai 1, sedangkan bila tidak memenuhi diberi nilai 0. Indeks
untuk RDF sebagai bahan bakar insinerator dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
hasil perhitungan indeks, seluruh material RDF dari zona 1, TPA Sumurbatu telah
memenuhi standar RDF sebagai bahan baku insinerator. Namun khusus untuk nilai
kalor, terdapat persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh World Bank, yaitu nilai
kalor dari RDF sepanjang tahun dapat dipertahankan lebih tinggi dari 6 MJ/kg.
Gambar 9.9.RDF
Gambar siap
RDF siap pakai
pakai
Sumber: GAIA,
Sumber: GAIA,2013
2013
bangan massa
Penutup dari hasil pengukuran komposisi menunjukkan terdapat 28,94
on material yang berpotensi
Kesetimbangan menjadi
massa dari bahan komposisi
hasil pengukuran baku RDF dari zona
menunjukkan 1 TPA Sum
terdapat
28,94% atau 289.386 ton material yang berpotensi menjadi bahan
an pengujian karakteristik material RDF dan hasil indeks pemeringkatan, di baku RDF dari
terial RDFzona 1 TPA Sumurbatu. Berdasarkan pengujian karakteristik material RDF dan hasil
yang berasal dari zona 1 TPA Sumurbatu memenuhi standar RDF
indeks pemeringkatan, diketahui bahwa material RDF yang berasal dari zona 1 TPA
ar insinerator. Sedangkan
Sumurbatu memenuhiRDF sebagai
standar bahan
RDF sebagai bakar
bahan bakartambahan industri semen, m
insinerator. Sedangkan
ona 1, TPARDFSumurbatu
sebagai bahantergolong kedalam
bakar tambahan industri kelas normalRDF
semen, material dan moderate.
dari zona 1, TPA Namun m
dak dapat langsung
Sumurbatu digunakan.
tergolong kedalam kelasUntuk dapat
normal dan langsung
moderate. digunakan,
Namun material RDF ini materi
an proses pengeringan, pencacahan, pengayakan, dan pencetakan atau peletisa
tidak dapat langsung digunakan. Untuk dapat langsung digunakan, material RDF
memerlukan proses pengeringan, pencacahan, pengayakan, dan pencetakan atau
peletisasi.
taka
006. Analisis Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah di Kota Padang. Jurnal Ke
Daftar Pustaka
kat I (I), halaman : 14‐18.
Azkha, N. 2006. Analisis Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat I (I), halaman : 14-18.
C.A. 2012. Analisa Potensi Refused Derived Fuel (RDF) dari Sampah Unit Pengolahan Samp
Bimantara, C.A. 2012. Analisa Potensi Refused Derived Fuel (RDF) dari Sampah Unit
epok (Studi Kasus UPS Grogol,
Pengolahan SampahUPS Permata
(UPS) di Kota Regency, UPS
Depok (Studi Cilangkap).
Kasus UPS Grogol, Skripsi. Universitas In
UPS Permata
Regency, UPS Cilangkap). Skripsi. Universitas Indonesia : Jakarta.
A., & Knapp, J. (2011). Recoverable Waste and Resources in Old Landfill. Inter
Pengelolaan
168Waste
nce on Solid 2011 ‐Sampah
MovingRamah Lingkungan
Towards Sustainable Resource Management 2‐6 M
4.
Bockreis, A., & Knapp, J. (2011). Recoverable Waste and Resources in Old Landfill.
International Conference on Solid Waste 2011 - Moving Towards Sustainable
Resource Management 2-6 May 2011, 682–684.
Commonwealth of Australia. 1999. Incineration and Dioxins Review of formation
processes. [online]. https://www.environment.gov.au/system/files/
resources/fec3b9ff-4a26-4b17-9bcb-1ba3c066ca8b/files/incineration-
review.pdf (diakses pada 3 Desember 2016).
Diane Publishing Company. 1990. Handbook for the Operation and Maintenance of
Hospital Medical Waste Incinerators. Darby : Diane Publishing Company.
GAIA. (2013). Understanding Refuse Derived Fuel (Issue October).
Gendebien, a., Leavens, A., Blackmore, K., Godley, A., Lewin, K., Whiting, K. J., Davis,
R., Giegrich, J., Fehrenback, H., Gromke, U., del Bufalo, N., & Hogg, D. (2003).
Refuse Derived Fuel, Current Practice and Perspectives (Issue July). European
Commision.
Jain, P., Townsend, T. P., & Johnson, P. (2013). Case Study of Landfill Reclamation at a
Florida Landfill Site. Waste Management, 33(1), 109–116.
JIE. (2008). Buku Panduan Biomassa Asia. Panduan untuk Produksi dan Pemanfaatan
Biomasa.
http://www.jie.or.jp/biomass/AsiaBiomassHandbook/Indonesian/All_I.pdf.
Johari, A., Mat, R., Alias, H., Hashim, H., Hassim, M.H., Zakaria, Z.Y., dan Rozainee, M.
2014. Combustion characteristic of refused derive fuel (RDF) in a Fluidized
bed combustor. Sains Malaysiana 43 (1)(2014) : 103 – 109.
Kementerian PUPR. (2015). Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019.
Krook, J., Svensson, N., & Eklund, M. (2012). Landfill mining: A critical review of
two decades of research. Waste Management, 32(3), 513–520. https://doi.
org/10.1016/j.wasman.2011.10.015.
Kurian, J., Esakku, S., Palanivelu, K., & Selvam, A. (2003). Studies on Landfill Mining
At Solid Waste Dumpsites in India. Ninth International Waste Management and
Landfill Symposium, 1994(October), 6–10.
Law, H. J., Goudreau, M., Fawole, A., & Trivedi, M. (2013). Maximizing Landfill Capacity
by Vertical Eexpansion – a Case Study for an Innovative Waste Management
Solution. ISWA World Congress, 7 – 11 October 2013.
Quicker, P. (2016). Landfill Mining: An Option to Trigger Resources? Content. 8th
CEWEP Waste to Energy Congress 2016, June.
Rotheut, M., & Quicker, P. (2017). Energetic Utilisation of Refuse Derived Fuels from
Landfill Mining. Waste Management, 62, 101–117. https://doi.org/10.1016/j.
wasman.2017.02.002.
1)
Fitrijani Anggraini, 2)R. Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Email: 1) fitrijania@yahoo.com 2)rpamekas@gmail.com
Pendahuluan
Implementasi Undang-Undang No. 18 tahun 2008 (UU 18/2008) tentang
Pengelolaan Sampah yang mengatur penyediaan dan pengoperasian Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Indonesia memiliki kesulitan dalam
pencapaiannya. Penyediaan lahan untuk TPA sampah, anggaran investasi maupun
operasi, serta pemilihan institusi penanggung jawab adalah faktor- faktor yang
menjadi kendala implementasi tersebut. Lahan yang memenuhi syarat teknis,
semakin sulit diperoleh, sehingga TPAS regional menjadi pilihan yang tepat untuk
mengatasi masalah penyediaan lahan.
Oleh karena itu, pembentukan UU 18/2008 didasarkan pada pertimbangan
pertambahan penduduk yang semakin meningkat, pola konsumsi masyarakat juga
meningkat dengan cepat, kelangkaan metoda dan teknik pengelolaan sampah yang
ramah lingkungan, dan pengelolaan sampah menjadi masalah nasional maupun
global dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan global
2030 (Sustainable Development Goals, 2030) dan pertimbangan kepastian hukum
dalam pengelolaan sampah.
Kepastian hukum diperlukan untuk acuan pembagian peran antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat untuk acuan pembiayaan
investasi, operasi dan pemeliharaan dalam pengelolaan sampah secara terintegrasi.
Kepastian hukum ini diharapkan dapat mendukung kerjasama antar daerah dalam
mengelola TPAS regional.
Penduduk kota yang semakin padat berimplikasi pada penyediaan lahan
yang memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Lahan yang tersedia, misalnya
yang terletak dilokasi bantaran sungai, pada dasarnya masih berpeluang untuk
digunakan. Namun, potensi risiko harus diantisipasi dan dilakukan perencanaan
mitigasi terhadap potensi-potensi risiko yang dapat timbul (R Pamekas, 2013).
Solusi lainnya adalah dengan melakukan kerjasama antara kota yang tidak
memungkinkan menyediakan lahan dengan kabupaten atau kota penyangga
yang masih dapat menyediakan lahan untuk TPA. Persyaratan teknis yang
berlaku disesuaikan dengan persyaratan teknis tambahan yang memungkinkan
1 Blangbintang (Kabupaten Aceh Besar) Aceh Besar dan Kota Banda Aceh 2
2 Payakumbuh (Kelurahan Padang Payakumbuh, Bukittinggi dan Kabupaten 4
Karambia Kecamatan Payakumbuh Limapuluh Kota, Agam serta Tanah Datar
Selatan, Kota Payakumbuh, Sumatra
Barat)
11 Bima (Kec. Woha, Kab. Bima, NTB) Kota Mataram dan Lombok Barat 2
Dari tabel tersebut, jumlah TPAS regional minimal melayani 2 (dua) daerah
layanan, dan maksimal 6 (enam) daerah layanan. Persentase TPAS regional yang
melayani 2 lokasi adalah sebesar 31%, dan yang melayani 3 (tiga) dan 4 (empat)
lokasi masing masing sebesar 28%, Sementara itu TPAS yang melayani 5 (lima)
lokasi sebesar 9% dan yang hanya melayani 1 (satu) lokasi adalah sebesar 3% dari
TPAS regional yang ada. Banyaknya layanan lokasi tersebut mencerminkan tingkat
kesulitan dalam menyediakan lahan TPAS pada setiap kota atau kabupaten. Semakin
banyak lokasi layanan, maka semakin sulit dalam menyediakan lahan TPAS.
GambarGambar
1. Bentuk Wadah Lembaga / Organisasi Sektor Persampahan
1. Bentuk Wadah Lembaga / Organisasi Sektor Persampahan
Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2011
Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2011
Melalui penelitian yang dilakukan oleh Qodriyatun (2015), juga disimpulkan bahwa institu
engelola sampah di daerah
Melalui perluyang
penelitian memisahkan antara
dilakukan oleh regulator(2015),
Qodriyatun dan operator sehingga pengelola
juga disimpulkan
mpah di daerah
bahwa dapat berjalan
institusi pengelolaefisien
sampah dan efektif.
di daerah Regulator
perlu dijalankan
memisahkan oleh Dinas
antara regulator dan dan operat
jalankan oleh BLUD. Lembaga atau instansi pengelola sampah dengan contoh kasus
operator sehingga pengelolaan sampah di daerah dapat berjalan efisien dan efektif. di Kota Mala
an Kabupaten Gianyardijalankan
Regulator masih menyatukan peran
oleh Dinas dan regulator
operator dan operator
dijalankan dalam
oleh BLUD. pengelolaan
Lembaga atau sampah.
ota Malang, pemerintah daerahnya berupaya melakukan pemisahan antara regulator dan operat
alam pengelolaan sampah. Namun pemisahannya tidak dilakukan pada semua aspek teknis dala
engelolaan sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang selaku Satuan Ker
Pengelolaan
178 (SKPD)
erangkat Daerah yangSampah
diberikanRamah
tugasLingkungan
untuk mengelola persampahan di Kota Malang, mas
emasukkan kegiatan pengangkutan dan retribusi dalam lingkup tugasnya. Sementara pengelola
empat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan TPA sudah dilakukan oleh 2 (dua) UPT ya
instansi pengelola sampah dengan contoh kasus di Kota Malang dan Kabupaten
Gianyar masih menyatukan peran regulator dan operator dalam pengelolaan
sampah. Di Kota Malang, pemerintah daerahnya berupaya melakukan pemisahan
antara regulator dan operator dalam pengelolaan sampah. Namun pemisahannya
tidak dilakukan pada semua aspek teknis dalam pengelolaan sampah. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang selaku Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang diberikan tugas untuk mengelola persampahan di Kota Malang,
masih memasukkan kegiatan pengangkutan dan retribusi dalam lingkup tugasnya.
Sementara pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan TPA
sudah dilakukan oleh 2 (dua) UPT yang dibentuk oleh DKP. Akibatnya pelayanan
persampahan oleh Pemerintah Daerah Kota Malang tidak dapat berjalan secara
optimal. Ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu pengangkutan dan retribusi
sampah masih dilakukan oleh DKP dan pengelola TPA masih dalam bentuk UPTD.
Hal ini mengakibatkan anggaran yang harus disediakan Pemerintah Kota (Pemkot)
Malang cukup besar, karena penarikan retribusi tidak optimal dan investasi di TPA
tidak dapat dilakukan.
Sementara di Kabupaten Gianyar, lembaga pengelolaan sampahnya masih
menggabungkan antara regulator dan operator. Pengelolaan sampah ditangani
oleh DKP Kabupaten Gianyar, yang berperan tidak hanya sebagai regulator tetapi
juga operator. Akibatnya organisasi menjadi gemuk, membutuhkan anggaran
daerah cukup besar, sulit dilakukan pengawasan dan perlu tenaga kerja yang
banyak. Pengelolaan TPA dilakukan oleh Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan Sampah
Terpadu (FPST) yang berbentuk yayasan, yang menyulitkan bagi pengelola TPA
untuk mengoperasionalisasikan kegiatan pengelolaan TPA. Karena yayasan lebih
berorientasi untuk kegiatan sosial, sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) secara pengelolaan keuangan daerah tidak dibolehkan memberikan
bantuan dana kepada yayasan.
Hasil penelitian Husni (2015) menunjukkan bahwa Kelembagaan dari stasiun
pemilahan direncanakan dengan bentuk UPTD yang berada di bawah Dinas
Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh. Kelembagaan TPA Gampong Jawa
menjadi UPTD Stasiun Pemilahan di bawah Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan
dan Keindahan (DK3).
Sejalan dengan perspektif di dalam peta strategi Ditjen Cipta Karya, Kementerian
PUPR (2015), dalam kinerja kelembagaan; perlunya pendampingan pemerintah
daerah melalui bimbingan teknis untuk (1) Membentuk lembaga pengelola dengan
tugas dan fungsi pengelolaan persampahan yang memiliki wewenang yang kuat,
(2) Menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memenuhi kualitas dan
kuantitas, (3) Menyusun tata laksana kerja/Standar Operasional Prosedur (SOP),
(4) Memastikan SDM yang handal sesuai dengan kompetensi dalam menduduki
jabatan struktural dan fungsional, (5) Mendorong dan memfasilitasi daerah untuk
membentuk UPTD atau BLUD dalam pengelolaan sampah.
1. Pembiayaan TPAS
TPAS Kota Magelang, menyediakan fisik sarana dan prasarana TPA, sedangkan
Kabupaten Magelang menyediakan lahan TPA. Sistem pembiayaan operasional TPA
dilakukan bersama-sama antara kedua pemerintahan dengan sistem restribusi
(maksudnya bila volume sampah Kota Magelang terangkut ke TPA lebih banyak
daripada Kabupaten Magelang, maka restribusi pengolahan sampah tentunya lebih
besar).
2. Tipping Fee
Tipping fee adalah biaya yang dikeluarkan anggaran pemerintah kepada
pengelola sampah, berdasarkan jumlah yang dikelola per ton atau satuan volume
(m3). Di beberapa negara, tipping fee rata-rata per ton US$ 50 sampai US$100.
Sementara di Indonesia, konon DKI Jakarta membayar tipping fee ke pengelola
sampah di Bantargebang sebesar US$ 10/ton atau setara dengan Rp 105.000/
ton. UU Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan seluruh wali kota/bupati agar
mengatur tata cara pembayaran tipping fee melalui perda pengelolaan sampah. Itu
tertuang dalam Pasal 21 ayat 1 huruf a dan b, juga ayat 2. Dalam rangka membantu
pemerintah daerah dalam menanggung biaya tipping fee, pemerintah pusat melalui
Peraturan Presiden (Perpres) No. 35/2018 dapat memberikan bantuan Biaya
Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) paling tinggi Rp500.000 per ton sampah.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) TPA Suwung yang sampai
Desember 2018 masih dalam tahap pencarian investor. Jika proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang disepakati dengan Pemkot Denpasar, Pemkab
Badung, Gianyar, dan Tabanan dipilih pasti akan menggunakan tipping fee (biaya
yang dikeluarkan sebagai anggaran pemerintah kepada pengelola sampah) yang
biayanya sangat tinggi itu akan membebankan APBD. PLTSa untuk di TPA Regional
Sarbagita ditugaskan PT PLN oleh Menteri ESDM selaku pengembang PLTSa dan PT
PLN menunjuk anak perusahaannya PT Indonesia Power untuk mengembangkan
PLTSa tersebut. Dalam proses pengembangannya tersebut PT Indonesia Power
mencari mitra (investor) dalam pembangunan PLTSa. Menurut infromasi, ada 28
investor yang berminat sebagai pengembang dan ikut melakukan bidding contest
(kontes penawaran). PT Indonesia Power belum mendapatkan satupun yang
memenuhi kriteria. Salah satu kendalanya karena persyaratannya tanpa tipping
fee dan pemerintah daerah baik itu Pemerintah Provinsi Bali dan Pemda Sarbagita
belum bersedia ada tipping fee karena akan membebani APBD. Upaya pendirian
PLTSa tetap berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 35/2018
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Listrik
Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Biaya Investasi
Berdasarkan Permen PU 03/2013 mengamanatkan adanya biaya Investasi, yang
mencakup biaya pengadaan lahan, biaya pembangunan fisik, biaya operasi dan
pemeliharaan serta biaya untuk investasi TPAS regional yang akan menggantikan
TPAS regional yang telah habis umur ekonomisnya. Kedalam perhitungan biaya
investasi tersebut, harus diperhitungkan pula penerimaan hasil penerapan 3R.
Biaya-biaya yang diperlukan untuk mitigasi risiko, juga harus diperhitungkan
kedalam biaya investasi.
Penutup
Salah satu solusi untuk penanganan persoalan sampah adalah dengan pem
bangunan TPAS regional yang melibatkan beberapa pemerintah kabupaten/
kota sekitar. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan dan
pengoperasian TPAS regional adalah masalah pengadaan lahan, pembangunan
fisik, perencanaan dan pelaksanaan mitigasi risiko, penetapan organisasi pengelola,
kerjasama antar daerah, pembiayaan operasi dan pemeliharaan serta tipping fee,
dan cakupan perhitungan biaya investasi untuk acuan penetapan besaran tipping
fee berbasis banyaknya volume sampah yang masuk TPAS regional.
Institusi pengelola sampah di daerah perlu memisahkan antara regulator dan
operator sehingga pengembiayaan operasi dan pemeliharaan serta tipping fee,
kemungkinan pengembangan teknologi pengolah sampah menjadi energi listrik, dan
cakupan perhitungan biaya investasi. Sementara itu, kerja sama antar daerah perlu
dibangun berdasarkan prinsip saling membutuhkan. Kesepakan dan musyawarah
untuk mufakat perlu dikembangkan agar tipping fee tidak memberatkan.
Daftar Pustaka
Aminah, Cut Sari. (2016). Evaluasi Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (Studi
Kasus Tpa Ikhulung Kabupaten Aceh Barat Daya). Tesis Magister Ilmu
Lingkungan Aprogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Anggoro, F. (2010). Tantangan Proses, Bentuk Formulasi dan Hasil Kerjasama
Regionalisasi Pengelolaan Sampah, Case Study: Sekber Kartamantul, City
Sanitation Summit. Bukittinggi: 20 Mei 2010. Diakses 22 Maret 2020.
Anggraini, Fitri. (2011). Aspek Kelembagaan pada Pengelolaan Tempat Pemrosesan
Akhir Sampah Regional. Jurnal Permukiman, Vol. 6 No. 2 Agustus 2011: 65-74.
Anggraini, Fitri. (2015). Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-
1994 untuk Standarisasi Pemilihan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
(TPAS) Regional. Jurnal Sosekpu.
Apritama, Muhammad Rizki & Oktiawan, Wiharyanto & Wardhana, Irawan Wisnu.
(2016). Studi Pemilihan Lokasi TPA Regional Bregasmalang (Brebes, Tegal,
Slawi, Pemalang). Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016), http://
ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan.
1)
Tuti Kustiasih, 2) R Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: 1)utut_albar@yahoo.com, 2)rpamekas@gmail.com
Pendahuluan
Tujuan ke-6 (enam) dari program pembangunan berkelanjutan tahun 2015-
2030 adalah ensure availability and sustainable management of water and
sanitation for all atau memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang
berkelanjutan dan sanitasi untuk semua. Menghindari terbuangnya air merupakan
konsep dasar tujuan ini, karena kelangkaan air berdampak pada lebih dari 40%
penduduk. Tujuan ke-6 ini termasuk ke dalam pilar pembangunan lingkungan, dan
terintegrasi dengan tujuan-tujuan 11, 12, 13, 14 dan 15 dan pengelolaan sampah
merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan energi baru terbarukan
sebagai mana yang tertera dalam tujuan ke-7 (SDGs-BAPPENAS, 2030).
Tujuan ke-11 adalah membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman,
tanggung dan berkelanjutan. Konsepnya adalah berjalan kaki, menggunakan
sepeda dan sarana transportasi umum, karena penggunaan sarana lain berdampak
pada 9%-10% penduduk kota yang akan menghirup udara kota yang tercemar.
Tujuan ke-12 adalah memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
Daur ulang kertas, plastik, gelas dan aluminium perlu dilakukan untuk memelihara
keberlanjutan gaya hidup eksisting. Tujuan ke-13 adalah mengambil aksi segera
untuk memerangi perubahan iklim beserta dampaknya, karena emisi CO2 dapat
meningkat sampai 50% sejak tahun 1990. Tujuan ke-14 adalah mengawetkan
(conservation) sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan
berkelanjutan. Konsep dasarnya adalah menghindari penggunaan kantong kantong
plastik untuk memelihara kehidupan laut (UNDP Org, 2020).
Aspek sanitasi, pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-6 tersebut tidak
dijelaskan secara terinci. Namun, kedalam sanitasi, selain pengelolaan air limbah
domestik, juga termasuk pengelolaan sampah dan drainase perkotaan. Apabila air
limbah, dan sampah-sampah yang tidak terkelola dengan baik memasuki saluran
drainase, maka akan timbul dampak negatif berupa penyumbatan saluran yang
menyebabkan banjir, timbulnya bau dan warna hitam kelabu yang mengganggu
estetika. Kedalam sampah tersebut, termasuk pula sampah anorganik yang secara
spesifik disebutkan pada tujuan ke-12, yaitu daur ulang sampah anorganik seperti
Tempat
Penampungan
Prasarana Sampah (TPS)
Angkutan
Sampah
Sampah
Volume
Terangkut
Sampah
Prasarana
TPAS
Penduduk
Loop-I Sampah
Masuk TPAS
Potensi
Kompos
Loop-II
Potensi Luas TPAS
Daur
Loop-III Loop-IV
Potensi Sampah
Dibuanng
Gambar 1. Diagram
GambarSebab Akibat
1. Diagram dalam
Sebab Pengelolaan
Akibat Sampah Sampah
dalam Pengelolaan
Pada diagram tersebut, terdapat 4 (empat) loop yaitu loop I yang menjelaskan keterkaitan hubungan
antara variabel‐variabel penduduk, volume sampah, prasarana angkutan sampah, tempat penampungan
sampah sementara (TPS), sampah Pengelolaan Sampah
terangkut, sampah masukRamah Lingkungan
TPS, prasarana 193 dan
TPAS, potensi kompos
kembali ke variabel penduduk. Loop I adalah loop positif karena semua hubungan bersifat positif. Loop
II sama dengan loop I, kecuali potensi daur ulang. Loop ini juga loop positif. Loop III, adalah loop negatif
karena hubungan antara variabel potensi sampah dibuang dengan varabel penduduk bersifat negatif.
Hal ini disebabkan karena potensi sampah dibuang sembarangan akan mengganggu estetika dan
Pada diagram tersebut, terdapat 4 (empat) loop yaitu loop I yang menjelaskan
keterkaitan hubungan antara variabel-variabel penduduk, volume sampah,
prasarana angkutan sampah, tempat penampungan sampah sementara (TPS),
sampah terangkut, sampah masuk TPS, prasarana TPAS, potensi kompos dan
kembali ke variabel penduduk. Loop I adalah loop positif karena semua hubungan
bersifat positif. Loop II sama dengan loop I, kecuali potensi daur ulang. Loop ini juga
loop positif. Loop III, adalah loop negatif karena hubungan antara variabel potensi
sampah dibuang dengan varabel penduduk bersifat negatif. Hal ini disebabkan
karena potensi sampah dibuang sembarangan akan mengganggu estetika dan
kesehatan penduduk . Loop IV, terdiri dari variabel-variabel potensi sampah dibuang,
luas TPAS, prasarana TPAS, dan kembali ke variabel potensi sampah dibuang. Loop
ini juga merupakan loop negatif karena semakin baik kinerja prasarana TPAS
semakin berkuran potensi sampah dibuang. Diagram tersebut menjelaskan bahwa
beban pengelolaan sampah akan selalu berubah sejalan dengan perubahan jumlah
penduduk dan perjalanan waktu.
Untuk memperoleh gambaran tentang perubahan besarnya kinerja pengelolaan
sampah eksisting, diperlukan variabel yang berhubungan dengan pengelolaan
sampah. Variabel yang dimaksud dapat menjelaskan keterkaitan, signifikasi dan
kontribusi dalam peningkatan kinerja pengelolaan sampah dalam Tabel 1.
Korelasi Koefisien
Dengan p-value R2
Antara Korelasi
VolSphKim SphMskTPA ,943 ,005 0,889
PsAngkutSph PsTPA ,889 ,000 0,790
VolSphKim VolSphTot ,869 ,000 0,756
PsAngkutSph VolSphKim ,847 ,000 0,718
VolSphKim PsTPA ,792 ,000 0,628
VolSphKim Penduduk ,792 ,000 0,627
VolSphTot Penduduk ,790 ,000 0,624
SphTerangkut PsAngkutSph ,767 ,001 0,588
PotDibuang PotKompos -,739 ,000 0,547
PsAngkutSph VolSphTot ,732 ,000 0,535
LuasTPA SphTerangkut ,730 ,005 0,533
PotDaur PotKompos -,692 ,001 0,478
PsTPA VolSphTot ,684 ,000 0,468
Sumber: Hasil analisis, 2020
Gambar 2.2.Faktor
Gambar Penentu
Faktor Penentu Kinerja
Kinerja
3. Tabel 2. Kinerja
Profil Kinerja Pengangkutan
Pengangkutan Sampah Sampah Berdasarkan Kategori Kota
Kategori
Profil kinerja pengangktan sampah pada TabelKota
2 dianalisis dengan menggunakan
Kategori Kinerja Rata2
34 ibu kota provinsi. Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 100 57,14 37,50 25,00 50,00 53,93
Baik 0 14,29 50,00 37,50 50,00 30,36
Cukup Baik 0 28,57 12,50 25,00 0,00 13,21
196 Baik
Kurang Pengelolaan Sampah0 Ramah Lingkungan
0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Sangat Kurang 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Total 100 100 100 100 100 100
Tabel 2. Kinerja Pengangkutan Sampah Berdasarkan Kategori Kota
Kategori Kota
Kategori Kinerja Rata2
Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 100 57,14 37,50 25,00 50,00 53,93
Baik 0 14,29 50,00 37,50 50,00 30,36
Cukup Baik 0 28,57 12,50 25,00 0,00 13,21
Kurang Baik 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Sangat Kurang 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Total 100 100 100 100 100 100
Indeks Kinerja 84,75 85,84 85,84 82,63 94,66 86,75
Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat
Kategori Kinerja
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber data: Statistik Lingkungan Indonesia (BPS,2018)
Gambar3.
Gambar 3. Grafik
Grafik Kinerja
Kinerja Pengangkutan
Pengangkutan Sampah
SampahPerkotaan
Perkotaan
Ketagori Kota
Kategori Kinerja Rata2
Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 0,0 8,3 0,0 0,0 0,0 2,1
Baik 0,0 16,7 0,0 6,3 0,0 5,7
Cukup Baik 0,0 16,7 50,0 37,5 0,0 26,0
Kurang Baik 100,0 50,0 41,7 50,0 0,0 35,4
Sangat Kurang 0,0 8,3 8,3 6,3 0,0 5,7
Total 100 100 100 100 0 75
Indeks Kinerja 37,37 77,42 48,86 55,49 54,79
Kategori Kinerja Kurang baik Baik Cukup Baik Cukup Baik - Cukup Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
35%
47%
Gambar 4. Kinerja
Gambar Pengelolaan
4. Kinerja Sampah
Pengelolaan Sampah Perkotaan
Perkotaan
Keadaan demikian,
Keadaanharus dipandang
demikian, harussebagai tantangan
dipandang sebagai untuk meningkatkan
tantangan berbagai upaya dala
untuk meningkatkan
angka mencapai tujuan
berbagai pembangunan
upaya dalam rangkaberkelanjutan 2030.
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan 2030.
eningkatanPeningkatan
Kinerja Pengelolaan Sampah Ramah
Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Sampah Ramah Lingkungan
Sepuluh tahun kedepan akan berakhir periode Sustainable
Sepuluh tahun kedepan akan berakhir periode Sustainable Development Goals 2030.
Development Goals Pada tahu
ersebut, tujuan
2030.ke‐6,
Pada11, 12, tersebut,
tahun 13, 14 dan 15 diharapkan
tujuan ke-6, 11, 12, sudah
13, 14 tercapai. Pelajaran sudah
dan 15 diharapkan dan pembelajara
esson learned) dari praktik pengelolaan sampah ramah lingkungan (lesson learned)
tercapai. Pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) dari praktik pengelolaan eksisting menja
cuan melakukansampah ramah lingkungan (lesson learned) eksisting menjadi acuan melakukanpengangkuta
peningkatan kinerja pengelolaan sampah ramah lingkungan. Kinerja
ampah yangpeningkatan
sudah baik, digunakan untuk memicu peningkatan kinerja unsur‐unsur pengelolaa
kinerja pengelolaan sampah ramah lingkungan. Kinerja pengangkutan
ampah lainnya. Sementara itu, kinerja pengangkutan sampah lebih ditingkatkan agar mencapai 100%
sampah yang sudah baik, digunakan untuk memicu peningkatan kinerja unsur-
Peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah dengan konsep 3R terintegrasi denga
unsur pengelolaan sampah lainnya. Sementara itu, kinerja pengangkutan sampah
endekatan zero waste, dan waste to energy perlu lebih ditingkatkan, dan akses ke bank‐bank sampa
lebih ditingkatkan agar mencapai 100%.
uga perlu lebih diperluas dan dipermudah. Kualitas produk 3R oleh masyarakat dan para pengusah
Peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah dengan konsep
ecil dan menengah perlu ditingkatkan karena masih banyak produk kompos yang belum menenu
3R terintegrasi dengan pendekatan zero waste, dan waste to energy perlu lebih
yarat yang ditetapkan (Darwati, 2008). Kualitas kompos dapat ditingkatkan misalnya dengan melal
ditingkatkan, dan akses ke bank-bank sampah juga perlu lebih diperluas dan
emilahan di sumbernya oleh masyarakat, sehingga pengolahan kompos dapat dilakukan tanp
dipermudah. Kualitas produk 3R oleh masyarakat dan para pengusaha kecil
engolahan awal (Sahwan, 2010), atau menggunakan komposter aerobik (Sahwan, Wahyono da
dan menengah perlu ditingkatkan karena masih banyak produk kompos yang
uryanto, 2016). Pemanfaatan produk hasil penambangan dari TPA open dumping harus diseleksi, da
belum menenuhi syarat yang ditetapkan (Darwati, 2008). Kualitas kompos dapat
anya kompos yang memenuhi syarat saja yang dapat dipakai pupuk tanaman pangan. Apabi
ditingkatkan misalnya dengan melalui pemilahan di sumbernya oleh masyarakat,
ualitasnya tidak memenuhi syarat akibat terdapatnya kandungan logam berat, maka penggunakaa
sehingga pengolahan kompos dapat dilakukan tanpa pengolahan awal (Sahwan,
upuk kompos demikian harus dibatasi misalnya terdapat hanya untuk pupuk tanaman hias.
Penutupan2010),
TPASatauyangmenggunakan komposter aerobik (Sahwan, Wahyono dan Suryanto,
menggunakan penimbunan terbuka (open dumping) dan diganti denga
2016). Pemanfaatan produk hasil penambangan dari TPA open dumping harus
enerapan lahan uruk terkendali atau lahan uruk saniter yang dilengkapi dengan instalasi pengolaha
diseleksi, lagi.
ndi, lebih dipercepat dan hanya kompos yang
Pembangunan danmemenuhi syaratTPAS
pengoperasian saja yang dapatharus
regional dipakai pupuk pada ker
didasarkan
tanaman pangan.
ama antar pemerintah daerah Apabila
yangkualitasnya tidak memenuhi
saling memerlukan syaratmenguntungkan.
dan saling akibat terdapatnyaTPAS region
Penutup
Tujuan dan terget pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development
Goals 2030, pada dasarnya dapat menjadi acuan sekaligus tantangan dalam
meningkatkan kinerja pengelolaan sampah. Dan sesuai target kebijakan pengu
rangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga target pengurangan sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% dari
angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
di tahun 2025. Namun adanya keterbatasan dalam pengelolaan sampah perkotaan
baik teknis maupun non teknis, maka untuk pencapaian target tersebut masih
banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah ramah
lingkungan. Sementara itu, teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan
telah banyak diterapkan, namun masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap
kinerja pengelolaan sampah tersebut, sehingga perlu dilakukan peningkatan secara
terus menerus. Pengolahan sampah bersifat dinamis, sejalan dengan pertambahan
penduduk dan berjalannya waktu serta sangat dipengaruhi oleh partisipasi
masyarakat dan kemampuan dari pemerintah daerah sebagai pelaksana teknis
pengelola sampah.
Dari aspek teknis dan kondisi lapangan, kinerja pengolahan sampah yang ada
dipengaruhi oleh pengangkutan sampah layanan TPS, sisa usia TPAS, prasarana
operasional TPAS kepadatan penduduk serta kondisi topografi. Namun, kinerja
pengelolaan sampah secara menyeluruh, masih lebih rendah dari kinerja
pengangkutan sampah, namun sudah termasuk kategori cukup baik. Oleh karena
itu, menuju tahun 2030, diperlukan rekayasa dalam upaya peningkatan kinerja
pengelolaan sampah ramah lingkungan yang telah dicapai tersebut.
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2030). Sustainable Development
Goal (Sdg)-Bapenas. 2030, Sekilas Sustainable Development Goal http://
sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/.
T U
technoware 10, 96, 99-100, 102, 104- udara ambien 4
107 ultimate dan proximate analysis 85, 92
Tempat Pembuangan Akhir 15, 29, urbanis 41
81, 90, 93, 96-97, 108, 126, 129, 184,
188-190 V
Tempat Pemrosesan Akhir 3-4, 6-7, vertikal 45, 47, 55, 73
11, 19, 77-78, 80, 90-91, 93, 95-97, 108, volatile 161-162
111, 127-128, 132, 140-143, 157, 171, volume 1-2, 4-8, 15, 18, 26, 39-40, 68-
188-189, 198 70, 81-83, 86, 90, 93, 97-98, 106, 114,
tercampur 2-3, 8 140, 144, 160, 182-183, 186, 188-189,
Terpadu 5, 25, 56, 72-73, 92, 95, 114, 194-196, 201
156, 179, 203, 209
terpilah 2-3, 6, 8, 24-25, 48, 104 W
Thermal converter 91 waste to energy 11, 31, 92, 157, 169,
threats 177 185, 199
timbulan 1-2, 8-9, 15-17, 27, 29, 31- wetland 135-136, 140-141, 174
32, 48, 56, 58, 60, 64, 77-78, 80, 82-83, Workshop 7, 76
85-86, 90, 92-93, 96, 108, 111-112, 142,
144, 157, 168, 181, 200
Z
tipologi 44-46, 144
zero waste 106, 199
zona 62, 115, 128, 158-162, 164-168
BIODATA PENULIS
Dr. Ir. R. Pamekas, M.Eng, adalah peneliti utama bidang Teknologi da
BIODATABIODATA
Manajemen Lingkungan, PENULIS PENULISPekerjaan Umum. Lahir di Bogo
Kementerian
pada tanggal 15 Oktober 1949, dan menyelesaikan pendidikan sarjan
Dr.Teknik Penyehatan
Ir.R.R.Pamekas,
Ir. Dr.Pamekas, M.Eng,
Ir. R. Pamekas, Institut
M.Eng,
adalah
M.Eng, Teknologi
adalah
penelitipeneliti
adalah utama Bandung
utama
bidang
peneliti pada tahun
bidang
Teknologi
utama bidang dan 197
Teknologi da
Memperoleh
Teknologi
Manajemen dan gelar
Manajemen
Lingkungan, Master of
Lingkungan,
Kementerian Engineering
Kementerian
Pekerjaan Asian
Umum. Institute
Pekerjaan
Lahir
Manajemen Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum. Lahir di Bogo di BogorTechnolog
(AIT)
Umum.
pada Lahir
tanggal
pada 15di
Thailand, Bogor
Bangkok
Oktober
tanggal pada
151949,
Oktober tanggal
pada
dan 15
tahun danOktober
1983,
menyelesaikan
1949, 1949,
dan dan
gelar
pendidikan
menyelesaikan doktor bidan
sarjana
pendidikan sarjan
Teknik Penyehatan
menyelesaikan
PengelolaanTeknikpendidikan
SumberInstitut
Penyehatan Daya Teknologi
sarjanaAlamTeknik
Institut Bandung
dan pada Institut
Penyehatan
Lingkungan
Teknologi Bandung tahunpada1975.
Institut Pertania
tahun 197
Memperoleh
Teknologi gelar
Bandung
Memperoleh Master
pada of
tahun
gelar Engineering
1975.
Master of Asian
Memperoleh
Engineering
Bogor (IPB) tahun 2007. Selama lebih dari 21 (duapuluh satu) tahuInstitute
gelar
Asian Technology
Master
Institute Technolog
(AIT) Thailand,
of diperbantukan
Engineering Bangkok
Asian
(AIT) Thailand, pada
padaInstitute
Bangkok tahun
PT Indah pada1983,
Technology
tahun
Karya dan gelardan
(AIT)
1983, doktor
Thailand,
(Persero), gelar
untukbidang
doktor bidan
menangan
Pengelolaan
Bangkok pada Sumber
Pengelolaan
tahun Daya
Sumber
1983, Alam
dan dandoktor
Daya
gelar Lingkungan
Alam dan Institut Pertanian
Lingkungan
bidang Pengelolaan Institut Pertania
proyek‐proyek nasional maupun internasional bidang Air Minum, A
Bogor
Sumber (IPB)
Daya tahun
Bogor Alam 2007.
(IPB) dan Selama
tahun 2007.
Lingkungan lebih darilebih
Selama 21 (duapuluh
Institut satu) tahun,
dari 21 (duapuluh
Pertanian Bogor satu) tahu
Limbah, Persampahan, manajemen Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT
diperbantukan
(IPB) Infrastructure
tahun pada
diperbantukan PT
2007. Development
SelamaIndah
padalebih Karya
PT Indah (Persero),
dari 21 Karya untuk menangani
(Persero),satu)
(duapuluh untuk menanga
atau Integrated Urbanproyek‐proyek nasional padamaupun Prograne (IUIDP), dan AMDAL. Berbek
pengalaman lapangan
proyek‐proyek
tahun,tersebut,
diperbantukan
menjadi PT internasional
nasional
pembimbing,
maupun
Indah Karya bidang Airbidang
internasional
(Persero),
penyelaras
Minum,
untuk
substansi,
AirAir
Minum, A
dan pengaja
Limbah, Persampahan, manajemen
Limbah, Persampahan, Program Pembangunan
manajemen Program PrasaranaPrasarana
Pembangunan Kota Terpadu
Kota (P3KT)
Terpadu (P3KT
sertaIntegrated
penulis buku,menangani proyek-proyek nasional dan maupun internasional
atau atau Urban dan
Integrated tenaga
Infrastructure
Urban ahli bidangDevelopment
Development
Infrastructure Teknologi
Prograne (IUIDP), Manajemen
Prograne dan AMDAL.
(IUIDP), Sumber
dan Berbekal
AMDAL. Daya Alam
Berbek
bidang Air Minum, Air Limbah, Persampahan, manajemen Program Pembangunan
serta Lingkungan.
pengalaman lapangan tersebut, menjadi pembimbing, penyelaras substansi,
pengalaman lapangan tersebut, menjadi pembimbing, penyelaras substansi, dan pengaja dan pengajar,
Prasarana Kota Terpadu (P3KT) atau Integrated Urban Infrastructure Development
serta penulis
sertabuku, dan buku,
penulis tenagadan ahlitenaga
bidang Teknologi
ahli dan Manajemen
bidang Teknologi Sumber Daya
dan Manajemen Sumber AlamDaya Ala
Prograne (IUIDP), dan AMDAL. Berbekal pengalaman lapangan tersebut, menjadi
serta Lingkungan.
serta Lingkungan.
pembimbing, penyelaras substansi, dan pengajar, serta penulis buku, dan tenaga
Ir. Sri
ahli Darwati,
bidang Teknologi M.Sc,
danlahir di Boyolali
Manajemen Sumber tanggal
Daya15 AlamJuliserta Lingkungan. 1969. Tahu
1992 menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Lingkunga
Ir.
Ir. Sri Darwati,
Ir. Sri M.Sc,
Darwati,
lahir M.Sc,
di Boyolali
lahir ditanggal
Boyolali 15 Juli
tanggal 15 Juli 1969. Tahun
1969. Tahu
di SriInstitut
Darwati, Teknologi
M.Sc, lahir diBandung.
Boyolali tanggalTahun15 Juli 2002 1969. memperole
1992 menyelesaikan
1992 menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik
pendidikan sarjana Teknik Lingkungan Lingkunga
Tahun 1992 of
gelar Master menyelesaikan
Science in pendidikan Science
Environmental sarjana and Teknik Technolog
di Institut Teknologi Teknologi
di Institut Bandung. Bandung. Tahun 2002 Tahun 2002 memperoleh memperole
Lingkungan
dari Unesco diIHE,
Institut
Delft, Teknologi
The Bandung. Tahun
Netherlands. Saat 2002
ini menjaba
gelar Master
gelarof Master
Science ofin Science
Environmental Science and
in Environmental Science and Technology Technolog
memperoleh
sebagai gelar
peneliti Master
madya of Science
IV‐c in
bidang Environmental
Pengendalian Science Pencemara
dari Unesco
dari IHE, Delft,
Unesco TheDelft,
IHE, Netherlands.
The Netherlands.
Saat ini Saat ini menjabat menjab
and Technology
Lingkungansebagai
dari Unesco
(17.02.03)
peneliti di
IHE, Delft,
Puslitbang
madya
The Netherlands.
Perumahan
IV‐c Pengendalian
bidang dan
Pengendalian
Saat Permukima
Pencemara
sebagai peneliti madya IV‐c bidang Pencemaran
ini menjabat
Kementerian
Lingkungan sebagai
PUPR. peneliti
Lingkungan
(17.02.03) (17.02.03) madya
di Puslitbang IV-c
di Puslitbangbidang
Perumahan Pengendalian
Perumahan
dan dan Permukiman, Permukima
Pencemaran
Kementerian Lingkungan
Kementerian
PUPR. (17.02.03)
PUPR. di Puslitbang Perumahan
dan Permukiman, Kementerian PUPR.
Fitrijani
FitrijaniAnggraini,
Anggraini, M.T.,
M.T.,
lahirlahir
di Surabaya tanggal
di Surabaya 2 Agustus
tanggal 2 Agustus 196
Fitrijani Fitrijani
Anggraini, Anggraini,
M.T., lahir M.T.,
di lahir
Surabaya di Surabaya
tanggal 2 tanggal
Agustus 2 Agustus 196
1968.
TahunTahun
19911991 menyelesaikan
menyelesaikan pendidikansarjana
pendidikan Teknik1968.
sarjana Teknik Kimia pad
Tahun 1991Tahun 1991 menyelesaikan
menyelesaikan pendidikan pendidikan
sarjana sarjanaKimia
Teknik Teknik Kimia pad
pada
Kimia pada
Universitas Universitas
Pembangunan Pembangunan Nasional
Nasional Surabaya. Surabaya. Tahun 199
Universitas Universitas
PembangunanPembangunan
Nasional Nasional
Surabaya.Surabaya.
Tahun 1999 Tahun 199
Tahun 1999 memperoleh
memperoleh gelar gelarTeknik
Magister Magister Teknik Lingkungan
Lingkungan dari Institut Teknolo
memperoleh memperoleh gelarTeknik
gelar Magister Magister Teknik Lingkungan
Lingkungan dariTeknologi
dari Institut Institut Teknolo
dari Institut
Bandung. Teknologi
Terakhir
Bandung. sebagai
Bandung.
sebagai
TerakhirPeneliti
Terakhir
Peneliti
sebagaiMadya Madya
Peneliti
sebagai
MadyaIV‐b Peneliti
bidang
IV‐b bidangTeknologi
Teknologi da
da
Bandung. Terakhir IV‐b bidang Teknologi dan
Madya IV-b
Manajemen bidang
Manajemen Teknologi
Lingkungan
Lingkungan dan Manajemen
di Puslitbang
di Puslitbang Lingkungan
Perumahan
Perumahan dan
danPermukima
Permukima
Manajemen Lingkungan di Puslitbang Perumahan dan Permukiman,
di Puslitbang
Kementerian
Kementerian
Perumahan
PUPR,
Kementerian
PUPR, dan ini
danPUPR,
saat
dan
saat
dan Permukiman,
ini
saat menjabat
menjabatini menjabat Kementerian
sebagaisebagai
sebagai
Kepala Kepala
Kepala
Balai Balai
BalaiLitban
Litbang Litban
PUPR,
AirAir dan
Minum
Minum Airsaat
danMinum
dan ini menjabat
Penyehatan
Penyehatan sebagai
dan Penyehatan Kepala
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan Balai Litbang
Permukiman.
Permukiman.
Permukiman. Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman.