Anda di halaman 1dari 222

BUNGA RAMPAI

PENGELOLAAN SAMPAH RAMAH LINGKUNGAN


Penyusun/Kontributor:
R. Pamekas
Sri Darwati
Fitrijani Anggraini
Ida Medawaty
Reni Nuraeni
Tuti Kustiasih
Amallia Ashuri
Anggi Wulandini
Laksmi Kurnia Santi
I Made Wahyu Widyarsana
Lina Apriyanti S
Rizkia Nur Aulia

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
BUNGA RAMPAI
PENGELOLAAN SAMPAH RAMAH LINGKUNGAN
ISBN No: 978-602-5489-26-6

Pengarah: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan


Perumahan dan Permukiman
Ir. Dian Irawati, M.T.

Penanggung Jawab: Kepala Balai Air Minum dan


Penyehatan Lingkungan Permukiman
Ir. Fitrijani Anggraini, M.T.

Editor: R. Pamekas
Sri Darwati

Penyusun/Kontributor:
R. Pamekas
Sri Darwati
Fitrijani Anggraini
Ida Medawaty
Reni Nuraeni
Tuti Kustiasih
Amallia Ashuri
Anggi Wulandini
Laksmi Kurnia Santi
I Made Wahyu Widyarsana
Lina Apriyanti S
Rizkia Nur Aulia

Desainer Isi: Laksmi Kurnia Santi


Ayu Kusuma Wardhani
Destalia Widiana
Fajar Bayu Prakoso

Ukuran Buku: Panjang 25 cm


Lebar 17,6 cm
Cetakan Pertama, Tahun 2020
Tebal Halaman: 222

Hak Cipta ada pada penerbit, dilarang menyalin, mengutip, dan menggandakan tanpa izin
penerbit.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Jalan Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung 40393
Telp. 022 7798393
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya
penyusunan buku bunga rampai yang berjudul Pengelolaan Sampah Ramah
Lingkungan dapat diselesaikan dengan baik. “Buku ini merupakan kontribusi
dari peneliti dan Perguruan Tinggi dari hasil dari kegiatan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman.”
Di dalam milestone Sustainable Development Goals (SDGs), pada tahun 2030
setiap negara diharapkan telah mampu mewujudkan 100% akses pelayanan
sampah domestik untuk penduduknya (tujuan #6). Indonesia meletakkan target
pencapaian lebih awal, yaitu akhir tahun 2019, sebagaimana amanat RPJMN 2014 -
2019. Berkaca dari pengalaman berbagai negara mencapai tujuan SDGs, pelayanan
sampah yang menjadi bagian dari sanitasi termasuk sektor yang sulit mencapai
target. Termasuk Indonesia yang masih bekerja keras dalam pencapaian sanitasi
aman sesuai target SDGs. Data terakhir di tahun 2019 menyebutkan presentase
rumah tangga dengan akses sampah yang terkelola telah mencapai 61%. Mengingat
bahwa pelayanan sampah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap
orang maka sudah selayaknya hal ini didukung dan diwujudkan bersama, melalui
sistem akses pelayanan sampah ramah lingkungan di permukiman.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan
buku ini mulai dari fungsional Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan
dan Permukiman, peneliti dari Perguruan Tinggi, narasumber serta pihak-pihak
yang tidak dapat kami sebut satu per satu yang berkontribusi dalam penyusunan
buku. Sampai akhirnya dapat dihasilkan buku yang dapat dijadikan rujukan bagi
direktorat teknis terkait atau instansi terkait dan masyarakat.
Melalui buku bunga rampai yang berjudul Pengelolaan Sampah Ramah
Lingkungan, kami berharap dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, termasuk
mensosialisasikan hasil kajian dan menjadi pemicu bagi fungsional di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman untuk selalu berinovasi
dalam menjawab permasalahan pengelolaan sampah domestik. Kedepannya,
pengkajian mengenai pengelolaan sampah ramah lingkungan di permukiman,
diharapkan selalu berjalan dan tidak berhenti sehingga dapat menghasilkan solusi
yang tepat sasaran dan feasible untuk diterapkan bagi kelangsungan kehidupan
masyarakat.

Kepala Pusat Penelitian dan


Pengembangan Perumahan dan Permukiman

Ir. Dian Irawati, M.T.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan iii


iv Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
DAFTAR SINGKATAN

3R = Reduce-Reuse-Recycle
ABR = Anaerobic Baffled Reactor
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASTM = American Standard Testing and Material
B3 = Bahan Berbahaya dan Beracun
BLUD = Badan Layanan Umum Daerah
BOD = Biochemical Oxygen Demand
BPSR = Balai Pengelolaan Sampah Regional
BSM = Bank Sampah Masyarakat
CDM = Clean Development Mechanism
CL = Controlled Landfill
COD = Chemical Oxygen Demand
CS = Cleaning Service
CSR = Corporate Social Responsibility
DAK = Dana Alokasi Khusus
DCA = Divers Clean Action
DIN = Deutsches Institut für Normung
DK3 = Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan
DKP = Dinas Kebersihan dan Pertamanan
DLHP = Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan
DOC = Degradable Organic Carbon
Dry AD = Dry Anaerobic Digestion
EN = Euronorm
FGD = Focus Group Discussion
FPSA = Fasilitas Pengolahan Sampah Antara
FPST = Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan Sampah Terpadu
FRP = Fiberglass Reinforced Plastics
GRK = Gas Rumah Kaca
HDPE = High Density Polyethylene
IKA = Indeks Kualitas Air

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan v


IPCC = Intergovernmental Panel on Climate Change
IPL = Instalasi Pengolahan Lindi
IPS = Instalasi Pengolahan Sampah
ITF = Intermediate Treatment Facility
KK = Kepala Keluarga
LDPE = Low Density Polyethylene
LFG = Landfill Fuel Gas
MBR = Membrane Bioreactor
MCR = Multi Criteria Analysis
MoU = Memorandum of Understanding
MPE = Metode Perbandingan Eksponensial
NSPK = Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria
OD = Open dumping
P3E KLH = Pusat Pengendalian Pembangunan Kementerian Ekoregion
Lingkungan Hidup
P3MI = Program Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan
Inovasi
PCDD = Poliklorida Dibenzodioksin
PCDF = Poliklorinasi Dibenzofuran
PE = Polyethylene
PET = Polyethylene Therepthalate
Perda = Peraturan Daerah
PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
PLS = Partial Least Squares
PS = Polystyrene
PVC = Poly Vinyl Chloride
PP = Polypropylene
RAD-GRK = Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
RAN-GRK = Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
RDF = Refuse Derived Fuel
RII = Relative Importance Index
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RT = Rukun Tetangga
RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah

vi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Rusunawa = Rumah Susun Sewa
SBR = Sequencing Batch Reactor
SD = Sekolah Dasar
SL = Sanitary Landfill
SLTA = Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SPA = Stasiun Peralihan Antara
SWOT = Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats
SDM = Sumber Daya Manusia
SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah
SOP = Standar Operasional Prosedur
THIO = Technoware, Humanware, Infoware, Orgaware
TPA = Tempat Pemrosesan Akhir
TPPAS = Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah
TPS = Tempat Penampungan Sementara
TPST = Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
UASB = Upflow Anaerobic Sludge Blanket
UPT = Unit Pengelola Teknis

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan vii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ iii

DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ v

DAFTAR ISI......................................................................................................... ix

Bab 1: DINAMIKA MASALAH DAN MANFAAT PENGELOLAAN


SAMPAH............................................................................................................... 1
R. Pamekas

Bab 2: PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R


(REDUCE, REUSE, RECYCLE)............................................................................. 15
Ida Medawaty

Bab 3: FAKTOR PENENTU PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM


PENGOMPOSAN SAMPAH (STUDI KASUS : KOTA CIMAHI).................. 31
Reni Nuraeni

Bab 4: PENGEMBANGAN KRITERIA PENGELOLAAN SAMPAH DI


BANGUNAN BERTINGKAT.............................................................................. 41
Anggi Wulandini, Laksmi Kurnia Santi

Bab 5: PENGELOLAAN SAMPAH PESISIR, PERAIRAN, DAN


PULAU DI WILAYAH PROVINSI BALI.......................................................... 56
I Made Wahyu Widyarsana, Rizkia Nur Aulia

Bab 6: PENGENDALIAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI


PENGOLAHAN SAMPAH.................................................................................. 77
Tuti Kustiasih

Bab 7: PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI FASILITAS PERALIHAN


SAMPAH ANTARA (INTERMEDIATE TREATMENT FACILITY)................ 95
Tuti Kustiasih

Bab 8: PENERAPAN LAHAN URUK SAMPAH TERKENDALI DAN


SANITER DI INDONESIA................................................................................. 108
I Made Wahyu Widyarsana, Lina Apriyanti S

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan ix


Bab 9: PENGENDALIAN PENCEMARAN LINDI (LEACHATE)
DARI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH (TPAS).......................... 128
Sri Darwati

Bab 10: PENAMBANGAN SAMPAH PADA TEMPAT PENIMBUNAN


SAMPAH TERBUKA (OPEN DUMPING)......................................................... 142
Sri Darwati

Bab 11: POTENSI PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI


SUMBER ENERGI ALTERNATIF..................................................................... 157
Amallia Ashuri

Bab 12: PENERAPAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH


REGIONAL........................................................................................................... 171
Fitrijani Anggraini, R. Pamekas

BAB 13: PERSPEKTIF PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU


TAHUN 2030...................................................................................................... 191
Tuti Kustiasih, R Pamekas

INDEKS................................................................................................................ 203

BIODATA PENULIS............................................................................................ 209

x Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 1 (Prolog)
DINAMIKA MASALAH DAN MANFAAT PENGELOLAAN SAMPAH

R. Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: rpamekas@gmail.com

Pendahuluan
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008, penghasil sampah
adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan
sampah atau yang menjadi sumber sampah. Sampah terdiri dari sampah rumah
tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. Sampah rumah
tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/
atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik meliputi sampah yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun, sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah
yang secara teknologi belum dapat diolah, dan sampah yang timbul secara tidak
periodik (Pasal-2 UU 18/2008).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka setiap individu, keluarga, dan masya­
rakat sudah dipastikan pernah mendengar, melihat, dan bahkan ikut mengurus
benda atau material yang disebut sampah. Manusia sebagai penghasil sampah,
maka sampah akan selalu berada di sekitar manusia. Timbulan sampah akan sela-
lu bertambah sejalan dengan bertambahnya jumlah. Peningkatan volume sampah
yang tidak disertai dengan pengelolaan yang baik, dapat menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, masalah sampah yang timbul harus selalu dicarikan solusinya.
Banyak orang tidak senang dengan kehadiran sampah. Hal ini sesuai dengan
pendapat para ahli kesehatan yang menyatakan bahwa sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notomihardjo,
2011). Di sisi lain, bagi sebagian orang sampah mempunyai nilai manfaat. Hal
tersebut sejalan tujuan pengelolaan sampah yaitu menjadikannya sebagai sumber
daya (Pasal 4, UU 18/2008). Selain itu, Panji Nugroho (2013) menyatakan bahwa
meskipun sampah atau barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 1


oleh pemilik/pemakai sebelumnya, masih bisa dipakai oleh sebagian orang apabila
dikelola dengan prosedur yang benar.

Dimanika Pengelolaan Sampah


Besarnya masalah dan manfaat selalu berubah secara dinamis mengikuti
perjalanan waktu dan pola pertumbuhan penduduk termasuk perubahan kondisi
sosial ekonominya. Dinamika permasalahan dan solusi pemanfaatan hasil
pengelolaan sampah disajikan pada Gambar 1.
1.

Sampah
Tercampur
Volume Pengelolaan
Sampah Sampah

Sampah
Terpilah
Loop II
Penduduk

Manfaat Lingkungan, Pengelolaan


Sosial, Ekonomi Memadai

Loop I
Masalah Lingkungan, Pengelolaan
Sosial, Ekonomi Tidak Memadai

Gambar 1. Diagram Sebab-Akibat Dalam Pengelolaan Sampah

Gambar 1. Diagram Sebab-Akibat Dalam Pengelolaan Sampah


Pada loop I, perubahan jumlah penduduk berpengaruh pada perubahan
volume atau timbulan maupun komposisi sampah (+). Semakin besar jumlah
Pada loop I, perubahan jumlah penduduk berpengaruh pada perubahan volume
atau timbulan maupun komposisi sampah (+). Semakin besar jumlah penduduk
maka akan semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan (+). Selanjutnya,
semakin besar volume sampah yang dihasilkan, maka akan semakin besar pula
volume sampah yang tercampur (+). Akibatnya, semakin berat pula upaya yang
harus dilakukan dalam pengelolaan sampah (+). Hal ini akan memperbesar potensi
pengelolaan sampah yang tidak memadai (+) sehingga menimbulkan masalah
lingkungan, sosial dan ekonomi (+). Akhirnya, masalah ini akan menyebabkan
penurunan kesehatan penduduk yang berdampak pula pada produktifitas
penduduk (-). Loop I adalah loop negatif atau snow balling loop dan dapat disebut
loop masalah pengelolaan sampah.
Pada loop II perubahan jumlah penduduk juga berpengaruh pada perubahan
volume atau timbulan maupun komposisi sampah (+). Semakin besar jumlah
penduduk maka akan semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan (+).
Selanjutnya, semakin besar volume sampah yang dihasilkan, maka akan semakin
besar pula volume sampah yang terpilah (+) sehingga semakin ringan beban

2 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


pengelolaan sampah (-). Semakin ringan beban pengelolaan sampah, maka semakin
besar potensi pengelolaan sampah yang memadai (-) sehingga dapat memperbesar
manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi (+). Akhirnya, manfaat tersebut dapat
meningkatkan kesehatan penduduk yang berdampak pula pada produktifitas
penduduk. Loop II juga loop positif atau balancing loop dan dapat disebut loop
manfaat pengelolaan sampah.
Dari diagram sebab akibat ini, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan
dalam meningkatkan manfaat pengelolaan sampah terletak pada banyaknya
sampah yang terpilah sesuai jenisnya. Pemilahan sampah ini dikenal dengan konsep
Reduce, Reuse dan Recycle (3R). Konsep ini dapat dilakukan pada seluruh tahapan
proses pengelolaan sampah yaitu dari tahap pewadahan, pengumpulan, Tempat
Penampungan Sementara (TPS), pengelolaan fasilitas sampah antara (intermediate
treatment facility), dan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS).

Masalah Pengelolaan Sampah


1. Masalah Lingkungan, Ekonomi, dan Sosial
Sebagaimana tertera pada Gambar-1, masalah pengelolaan sampah berawal dari
banyaknya sampah tercampur yang kemudian memperberat proses pengelolaan itu
sendiri. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya peluang (probability) timbulnya
kegagalan dalam pengelolaan sampah, dan berakibat pada timbulnya masalah
lingkungan, sosial dan ekonomi.
Secara umum, masalah-masalah dari pengelolaan sampah yang tidak memadai
adalah timbulnya masalah lingkungan lokal, nasional, bahkan global seperti
pencemaran air, tanah dan udara. Pengumpulan dan pembuangan sampah menjadi
masalah utama pengelolaan sampah di daerah perkotaan (Shafy dan Mansour,
2018). Penimbunan dan pembakaran sampah menjadi masalah pada pengelolaan
taman nasional (Przydatek, 2019). Perubahan tata guna lahan, produksi dan proses
penyiapan bahan makanan dinilai memberi kontribusi terbesar pada dampak
lingkungan global (Tonini, Albizzati, Astrup, 2018).
Sumber-sumber air yang tercemar, akan menurun kualitasnya sehingga tidak
dapat dipakai sesuai dengan kelas peruntukan air yang ditetapkan pemerintah
daerah. Kelas peruntukan air tersebut adalah air baku untuk air minum, air untuk
rekreasi, perikanan air tawar, pengairan, dan peternakan. Masalah kesehatan
masyarakat berubungan erat dengan produktifitas dan pendapatan penduduk.
Ceceran sampah berhubungan dengan estetika, kekayaan (asset) wisata alam dan
konflik-konflik sosial karena adanya penolakan masyarakat.
Pencemaran terhadap sumber-sumber air, pencemaran tanah dan udara adalah
contoh masalah lingkungan yang timbul akibat pengelolaan sampah yang tidak
memadai (Adipah, Kwame, 2019, Chakravarthi, Chandra, dan Asadi, 2019). Disisi
lain, Sari (2016) menegaskan perlunya pengelolaan sampah yang baik agar dapat

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 3


mencegah timbulnya pencemaran lingkungan yang berakibat pada meningkatnya
penyebaran penyakit, dan menurunnya estetika lingkungan.
Penumpukan sampah merupakan masalah yang dapat menimbulkan masalah
lainnya. Apabila tidak ditangani akan berakibat seperti terjadinya polusi air,
tanah dan udara (Pervez Alam dan Kafeel Ahmade, 2013). Berdasarkan Statistik
Lingkungan Indonesia tahun 2019, di Indonesia juga menunjukkan potensi
peningkatan pencemaran air sebesar 3,605% per tahun, dan pencemaran tanah
sebesar 0,28% per tahun. Namun terdapat perbaikan kualitas udara ambien
sebesar 0,69% per tahun
Percemaran air berasal dari air lindi (leachate) yang merupakan produk
samping (by product) dari proses penguraian sampah yang tertumpuk di tempat
penampung sampah sementara (TPS), di fasilitas peralihan sampah antara (FPSA)
atau intermediate tratment facility (ITF), dan di tempat pemrosesan akhir sampah
(TPAS). Air lindi tersebut dapat mengalir ke sungai, air tanah, dan tanah. Sampah
organik yang memasuki sumber daya air dan tanah tersebut dapat mengurangi
jumlah oksigen yang tersedia di dalamnya dan mendorong pertumbuhan organisme
berbahaya (Bhada-Tata dan Hoornweg, 2016). Hasil analisis data statistik
lingkungan hidup 2000-2018 berikut ini memberi indikasi terjadinya pencemaran
akibat pengelolaan sampah yang tidak memadai (KLHK, 2000-2019).
Indikasi pengelolaan sampah yang belum memadai adalah: pertama persentase
sampah terangkut rata-rata dari tahun 2006-2018 atau selama 13 (tiga belas)
tahun adalah 70,6%. Dengan demikian, masih ada sekitar 30% sampah yang tidak
terangkut; kedua, berdasarkan komposisinya, pada tahun 2016-2017, volume
sampah terangkut meningkat 1310,7 m3/tahun yang terdiri dari sampah organik
221,7 m3/tahun (16,9%), sampah anorganik 1077,7 m3/tahun (82,2%), dan
sampah B3 sebesar 11,4 m3/tahun (0,9%); ketiga, dari pengamatan tahun 2000-
2015 atau pengamatan selama 17 (tujuh belas) tahun, gas rumah kaca (GRK) dari
sampah domestik meningkat sebesar 2,224 ton CO2/tahun. Pada tahun 2016,
emisi GRK (CO2e) sampah diperkirakan mencapai 1,6 miliar ton atau sekitar 5%
dari emisi global. Tanpa perbaikan di sektor ini, emisi yang terkait dengan sampah
diperkirakan akan meningkat menjadi 2,6 miliar ton CO2e pada tahun 2050. Emisi
GRK dari sektor sampah menyumbang 30,26% pada tahun 2014; keempat: pada
tahun 2016 sampai 2017, jumlah pegawai pengelola sampah 11.444 orang, tetapi
jumlah truk sampah menurun 335 unit, gerobag meningkat 667 unit, TPS turun
sebanyak 384 unit, dan alat berat menurun sebanyak 234 unit; kelima, persentase
APBD untuk Lingkungan Hidup terhadap APBD Provinsi dari tahun 2013-2017 rata
rata sebesar 23,75%, namun setiap tahun menurun sebesar 0,06%.
Indikasi terjadinya pencemaran air adalah: pertama, kondisi kualitas air sungai
di Indonesia yang diukur dari angka indeks kualitas air (IKA) rata rata adalah
sebesar 53,25 dan termasuk kategori sangat kurang; kedua, lebih dari 60% sungai
yang dipantau di Indonesia, kondisinya relatif tidak berubah selama periode 2011-

4 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


2018 tersebut. Namun dari jumlah tersebut, terdapat 22% sungai yang kualitasnya
membaik, dan sebanyak 17% sungai kualitasnya memburuk; ketiga, status kualitas
sungai sungai di Indonesia termasuk kategori cemar sedang dan cemar berat. Hanya
1% sungai yang kualitasnya memenuhi baku mutu kelas 2, cemar ringan sebesar
10%, cemar sedang sebesar 36% dan cemar berat sebesar 53%.
Indikasi terjadinya banjir akibat penyumbatan sampah pada saluran saluran
drainase dan pengaruhnya terhadap penyakit, terutama malaria adalah: pertama,
koefisien korelasi sampah terangkut dengan kasus penyakit malaria adalah -0,580
dengan skala peluang (probability) atau kategori sangat besar (99,97%) dan sangat
nyata dengan p-value 0,000. Sementara itu, koefisien korelasinya dengan sanitasi
layak adalah 0,302 dengan skala peluang (probability) atau kategori besar (91,71)
dan cukup nyata pada p-value 0,083. Artinya, semakin meningkat sampah terangkut,
semakin menurun kasus penyakit malaria, dan persentase sanitasi layak semakin
meningkat; kedua, menurut Ifeoluwa, 2019, pengangkutan sampah yang tidak baik
secara tidak langsung berkontribusi terhadap bencana banjir dan sumber penyakit
seperti diare; ketiga, pada tahun 2016-2017, tercatat sebanyak 1.805 kejadian
banjir yang menyebabkan korban meninggal dan hilang mencapai 433 korban.
Kasus dan jumlah korban tersebut cenderung meningkat apabila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya.

2. Masalah Peraturan Perundang-Undangan


Pada pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tetapi
amanat UUD 1945 tersebut tidak mudah dilaksanakan sehingga, menimbulkan
permasalahan dan tantangan tersendiri bagi para pelayan publik, badan usaha
maupun kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan.
Oleh karena itu, pembentukan UU Nomor 18 Tahun 2008 didasarkan 4 (empat)
pertimbangan yaitu, pertama: pertambahan penduduk dan perubahan pola
konsumsi masyarakat; kedua: langkanya metoda dan teknik pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan; ketiga: pengelolaan sampah menjadi masalah nasional
untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan global 2030
(Sustainable Development Goals, 2030); dan keempat: perlunya kepastian hukum
dalam pengelolaan sampah.
Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat dapat
memicu bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin
beragam. Sementara itu, pola pengelolaan sampah eksisting masih menggunakan
pola kumpul, angkut dan buang di lahan terbuka (open dumping). Akibatnya,
lingkungan permukiman menjadi tidak bersih. Ini bukan saja telah menjadi
masalah nasional, tetapi juga menjadi masalah global. Oleh karena itu, pengelolaan
harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari mulai sumbernya sampai ke
pemrosesan akhir sedemikian sehingga sampah benar benar menjadi sumberdaya

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 5


yang bermanfaat secara sosial, budaya, dan ekonomi. Manfaat sosial misalnya
kesehatan masyarakat dan manfaat budaya misalnya merubah perilaku masyarakat
untuk hidup bersih serta manfaat ekonomi misalnya meningkatkan peluang usaha
kecil dan menengah dalam pengelolaan sampah.
Kepastian hukum diperlukan untuk acuan pembagian peran kepada pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat untuk acuan mengatur
pembagian peran masing-masing stakeholder sehingga pengelolaan sampah dapat
dilaksanakan. Sementara itu, target perencanaan penutupan tempat pembuangan
sampah terbuka (open dumping) harus selesai dalam 1 (satu) tahun, dan pelaksanaan
penutupannya harus selesai selama 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-
undang (pasal 44 UU 18/2008). Pemerintah daerah adalah penanggung jawab
penutupan sampah terbuka tersebut, sehingga kelangkaan aturan pelaksanaan
undang-undang yang berupa peraturan pemerintah maupun peraturan menteri
berakibat tidak tercapainya target tersebut.
Sampai tahun 2013, atau 5 (lima) tahun sejak UU 18/2008 diundangkan, hampir
99 % TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah masih berupa penimbunan sampah
terbuka (open dumping). Namun, sekitar 70% dari TPA diseluruh kabupaten/kota
telah memiliki rancangan sebagai TPA dengan lahan uruk terkendali atau sanitary
landfill (Kemenko Ekonomi,2013).

Manfaat Pengelolaan Sampah


1. Manfaat Lingkungan, Ekonomi, dan Sosial
Manfaat pengelolaan sampah yang baik, pada dasarnya adalah kebalikan dari
masalah pengelolaan sanpah yang tidak memadai atau pegelolaan sampah yang
tidak ramah lingkungan (loop-2 Gambar 1). Manfaat pengelolaan sampah dapat
diperoleh apabila volume sampah terpilah maksimal, sehingga dapat memperingan
proses pengelolaan sampah yang dilakukan. Apabila hal ini dapat tercapai,
maka peluang (probability) timbulnya keberhasilan pengelolaan sampah dapat
meningkat, dan timbulnya masalah lingkungan, sosial dan ekonomi dapat menjadi
minimal.
Lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat berhubungan
dengan produktifitas dan pendapatan masyarakat. Semakin sehat lingkungan
perumahan tempat tinggal masyarakat, semakin kecil angka kasus penyakit
dan semakin produktif penduduknya untuk meningkatkan pendapatan. Pupuk
cair maupun pupuk padat yang berasal dari hasil pengomposan sampah, bahan
konstruksi bangunan berbasis plastik, logam, dan material anorganik lainnya,
kerajinan tangan dari plastik, ketas, logam, gelas adalah beberapa contoh material
sampah yang telah di daur ulang (recycle) dan penggunaan kembali (reuse) material
sampah. Material material daur ulang dan penggunaan sampah tersebut mempunyai
nilai jual yang dapat menambah pendapatan masyarakat yang melakukannya.
Pemanfaatan estetika lingkungan yang semakin baik, berhubungan dengan

6 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


kenyamanan untuk tinggal. Semakin estetis lingkungan perumahan, semakin
nyaman untuk ditempati dan semakin minim timbulnya konflik-konflik sosial
antara masyarakat dengan masyarakat atau antara masyarakat dengan aparat.
Konflik-konflik sosial dapat terjadi apabila terdapat penolakan dari masyarakat
yang terganggu karena ceceran sampah, bau terkait dengan pewadahan maupun
pengangkutan sampah. Oleh karena itu, semakin bersih dan sehat lingkungan
perumahan dan permukiman, semakin kecil potensi timbulnya konflik sosial
dilingkungan tersebut.
Beberapa contoh pemanfaatan sampah dalam praktik adalah untuk bahan
dasar pembuat pupuk organik dan pembuatan biogas (sampah dapur), pakan
ternak (dedaunan yang masih hijau, sisa sayur dan buah), bahan dasar kerajinan
kreatif (kertas plastik pembungkus sampo, deterjen, pewangi pakaian, dll), dan
bahan dasar material konstruksi berbasis semen (plastik, besi, seng,dll).
Beberapa penelitian yang telah membuktikan manfaat dari pengelolaan sampah
yang baik terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi antara lain dilakukan oleh
Marliani (2014), Agustin dkk, (2017), Merawati dan Nafi’ah (2018), serta Susilo,
Rochmawati, dan Kafa Rufaida (2019). Produk yang dihasilkan berupa barang
dan jasa. Produk barang berupa tas, dompet, keranjang, tempat pensil, tempat
koran, alas kursi, tas laptop, dan media tanaman serta pot bunga dari botol plastik
maupun gelas. Sementara itu produk jasa meliputi workshop, pelatihan, seminar,
pendampingan, motivasi, dll. Perusahaan Daerah Bandung berhasil mengolah
sampah dengan 3R yang mencapai 20%, dan pemanfaatannya menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 11 milyar per tahun. Di Kota Kudus, 3R mampu mengurangi
biaya operasional sampah sebesar 14,27% (Indarti dkk,2017). Penelitian di STT-
PLN dan lingkungannya, dengan volume sampah organik sebesar 41,5 m³/hari m3/
hari, dapat menghasilkan energi setara 380 kWh dari setiap ton sampah organik
(Hidayawanti, Kustantrika, Lestari, 2017).
Contoh-contoh pemanfaatan sampah tersebut mencerminkan adanya
perubahan paradigma baru terhadap sampah. Semula sampah hanya dipandang
sebagai barang sisa, dan tidak berguna, serta tidak diinginkan. Sekarang, sampah
sudah mulai dipandang sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan
dapat dimanfaatkan. Hal ini sesuai dengan arah kebijakan dan strategi pengelolaan
sampah kedepan (PP 81/2012, Perpres 97/2017) yang mengupayakan pemanfaatan
sampah untuk di daur ulang (recycle) dan digunakan kembali (reuse), sehingga
volume dan jenis sampah yang masih harus diproses di Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah (TPAS) semakin dapat dikurangi (reduce).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Masalah dan manfaat pengelolaan sampah, pada dasarnya selalu berubah
secara dinamis mengikuti perjalanan waktu. Penduduk dan perubahan pola
konsumsi masyarakat menjadi penyebab dari besar kecilnya perubahan tersebut.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 7


Perubahan yang terjadi berdampak negatif (masalah) maupun positif (manfaat)
pada kesehatan dan produktifitas penduduk. Besarnya masalah dan manfaat
berhubungan dengan besar kecilnya volume sampah yang terpilah maupun
yang tercampur yang mempengaruhi berat ringannya beban, dan peluang baik
buruknya pengelolaan sampah. Oleh karena itu, ukuran baik buruknya pengelolaan
sampah ramah lingkungan sangat dipengaruhi oleh baik buruknya pengelolaan
sampah. Pada Bab 1 dibahas hubungan sebab akibat pengelolaan sampah secara
dinamis berdasarkan pertambahan jumlah penduduk. Selain itu, dibahas masalah
dan manfaat pengelolaan sampah terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial.
Selanjutnya, dibahas berbagai variasi pengelolaan sampah ramah lingkungan yang
diperoleh dari pelajaran dan pembelajaran (lesson learned), dan hasil penelitian
yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Penerapan konsep 3R didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu, pertama
target penanganan sampah sebesar 20% pada 2015 dan 75% pada 2019; kedua,
pengurangan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% pada
2025; ketiga, mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang
menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya
(resources recycle); dan keempat, adanya keterbatasan kemampuan pemerintah
dalam pengelolaan sampah di beberapa kota di Indonesia yang berkaitan dengan
keterbatasan lahan, pembiayaan operasional yang berakibat meningkatnya praktik
pembuangan sampah secara terbuka (open dumping) yang mencapai lebih dari
90%. Untuk itu, Pemerintah secara nasional telah mencanangkan untuk melakukan
upaya pengurangan volume sampah, melalui penerapan konsep 3R (reduce,
reuse, dan recycle). Permasalahan yang dihadapi dan solusi penerapan teknologi
pengelolaan sampah dengan menggunakan konsep 3R tersebut dibahas dalam
Bab 2 pada buku ini. Pembahasan akan mencakup persyaratan penerapan 3R
terintegrasi, peran masyarakat, potensi 3R dan daur ulang dari timbulan sampah
yang dikaji dari pengelolaan sampah eksisting, dan penerapan 3R terintegrasi yang
mencakup pemilahan, pewadahan, pengomposan, pembuatan gas bio, dan bank
sampah.
Penerapan konsep pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah, khusus­
nya teknologi pengomposan, menjadi salah satu pilihan untuk menyelesaikan
permasalahan sampah rumah tangga. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan
bahwa dengan semakin meningkatnya volume sampah, maka pendekatan end pipe
solution (kumpul-angkut-buang), semakin tidak efisien dan efektif. Pengelolaan
sampah harus dilakukan secara terintegrasi (integrated waste management)
dengan cara pengurangan sampah di sumbernya, daur ulang dan pengomposan,
dan landfill. Pengomposan merupakan proses pengolahan sampah yang sederhana
dan mempunyai manfaat yang besar dalam mengkondisikan tanah pertanian.
Pengomposan, dapat dilakukan oleh setiap orang di sumber, pengelola, ataupun

8 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


pemerintah. Untuk memastikan bahwa partisipasi masyarakat dapat efektif, perlu
dipetakan faktor-faktor penentunya yang dibahas dalam Bab 3.
Pengembangan kriteria pengelolaan sampah di bangunan bertingkat,
didasarkan pada bebepapa pertimbangan yaitu: pertama, dampak yang timbul
akibat perkembangan suatu kota pada penyediaan rumah tapak (landed house);
kedua, tingginya jumlah penduduk di pusat kota yang merupakan pusat dari
kegiatan kota yang memerlukan hunian layak; ketiga, terbatasnya sarana dan
prasarana kota yang terjangkau di tempat tempat kerja di pusat kota; dan keempat,
kerusakan lingkungan kota akibat penyediaan dan pengoperasian rumah rumah
susun. Sementara itu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
rumah susun yang dibangun harus memenuhi persyaratan sistem sanitasi bangunan
gedung, khususnya sistem pengelolaan sampah. Persyaratan tersebut dijabarkan
lebih lanjut kedalam kriteria tertentu sehingga memudahkan penetapannya didalam
praktik. Masalah yang melatarbelakangi perlunya sebuah kriteria pengelolaan
sampah, aspek-aspek yang harus menjadi rujukan, penerapan yang ada dirumah
susun, dan kriteria teknis maupun non teknis pengelolaan sampah di bangunan
bertingkat terutama rumah susun, dibahas pada Bab 4 buku ini.
Pulau Bali adalah salah satu tujuan pariwisata dunia karena memiliki keindahan
alamnya karena merupakan daerah pesisir, perairan dan daratan kepulauan.
Sebagai tempat tujuan wisata, Pulau Bali tidak dapat terlepas dari permasalahan
sampah yang volumenya semakin hari semakin banyak. Apabila timbulan sampah
tersebut tidak ditangani dengan baik, maka keindahan alam dan budaya yang
menjadi kekayaan (asset) wisata, akan berkurang, bahkan hilang sama sekali. Oleh
karena itu, kekayaan wisata yang ada, harus dipertahankan dan ditingkatkan terus
nilainya. Adanya keunikan pengelolaan sampah yang dilakukan di Bali dari mulai
sumbernya sampai dengan proses pengelolaan akhir, dan melibatkan masyarakat.
Keunikan-keunikan tersebut dibahas secara lengkap pada Bab 5 buku ini.
Pengendalian emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berasal dari proses pengelolaan
sampah rumah tangga dilatarbelakangi oleh adanya komitmen pemerintah
Indonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020. Sementara
itu, timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga pada
tahun 2020, diproyeksikan sebesar 70,8 ton per hari dengan target pengurangan
sampah 20,9 ton (30%) dan target penanganan sampah 49,9 ton (70%). Pada Bab
6 buku ini akan dibahas secara lengkap proses perumusan dan pelaksanaan upaya
untuk pengendalian GRK sampah yang meliputi penetapan indikator kunci emisi
GRK sampah, penentuan nilai spesifiknya, klasifikasi komponen sampah, estimasi
besarnya emisi dan pilihan-pilihan teknologi untuk meminimalkan emisi GRK.
Kelembagaan, penganggaran peran partisipasi masyarakat, swasta, dan perguruan
tinggi, penegakan peraturan dan keandalan teknologi, adalah permasalahan umum
yang dihadapi dalam pengelolaan sampah yang komprehensif. Sementara itu,
fasilitas pengolahan sampah antara (intermediate treatment facility/ITF) adalah

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 9


salah satu pilihan teknologi untuk mengurangi persoalan tersebut khususnya
penanganan sampah perkotaan sebelum masuk ke TPA sampah. ITF adalah fasilitas
pengelolaan antara berbasis Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Pada Bab 7 buku ini
akan dibahas tentang kinerja penerapan komponen komponen ITF yang ditinjau
dari segi teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan dan pengaturan dan peran
serta masyarakat serta faktor-faktor penunjang dan kehandalan operasional
(teknis) dan manejemen (non teknis) dalam pengurangan sampah yang diangkut
ke TPA. Selain itu, dibahas pula faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
ITF dan keandalan teknologi ITF berdasarkan komponen teknologi atau perangkat
technoware, humanware, infoware dan orgaware. Penilaian tersebut diperlukan
sebagai bagian dalam pengelolaan sampah perkotaan secara keseluruhan.
Pada Pasal 44 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 ditegaskan bahwa
penutupan TPA lahan terbuka (open dumping) harus selesai selama 5 (lima) tahun
sejak berlakunya UU tersebut. TPA lahan terbuka harus diganti dengan lahan
uruk terkendali (controlled landfill/CL) atau lahan uruk sanitari (sanitary landfill/
SL). Namun, penerapan CL/SL tidak semudah yang diperkirakan. Oleh karena
itu, pemerintah daerah sebagai penanggung jawab memerlukan dukungan dari
berbagai pihak untuk tercapainya target tersebut. Pada Bab 8 buku ini akan dibahas
persoalan-persoalan yang menyebabkan pemerintah daerah ataupun sektor swasta
sebagai pengelola TPA belum dapat menerapkan sistem CL/SL. Hasil identifikasi
persoalan tersebut, digunakan sebagai acuan untuk merumuskan solusi yang dapat
diterapkan (implementable) dan diterima (acceptable) terutama bagi pengelola
sampah dan masyarakat guna mendukung percepatan penerapan CL/SL.
Tumpukan sampah ditempat pemrosesan akhir sampah (TPAS), akan terurai
atau terdekomposisi, dan menghasilkan lindi (leachate). Apabila lindi tersebut
tidak diolah secara memadai, dan terbawa air hujan, dapat berpotensi mencemari
sumber- sumber air baku. Akibatnya, kualitas sumber air baku tidak sesuai dengan
peruntukan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah misalnya untuk air baku
air minum atau air baku untuk sarana rekreasi, pengairan, peternakan, dan lain
sebagainya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan
untuk menutup semua TPA dengan cara penimbunan terbuka (open dumping), dan
mengganti dengan TPA dengan lahan uruk terkendali dan lahan uruk sanitari yang
dilengkapi dengan fasilitas pengolahan lindi. Pada Bab 9 buku ini akan dibahas
kondisi fasilitas perlindungan lingkungan terkait dengan pengelolaan lindi, kualitas
lindi, standar perencanaan lahan uruk (landfill), dan pengelolaan lindi. Karakteristik
lindi akan memberikan masukan terhadap implementasi standar perencanaan
pengelolaan lindi di TPA.
Amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 untuk menutup TPA sampah
yang menggunakan cara penimbunan terbuka (open dumping), dan keterbatasan
kemampuan pemerintah dalam menangani sampah, menjadi alasan kuat untuk
menambang TPA yang telah ditutup. Apabila penutupan TPA tersebut tidak segera

10 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


dapat terlaksana, maka pencemaran air, tanah dan udara akan berlangsung terus.
Penambangan landfill di Indonesia telah dilakukan di beberapa kota antara lain
TPA Tamangapa Kota Makasar Makasar, TPA Panembong Kota Subang Subang, TPA
Kabupaten Jember. Penambangan landfill dinilai ekonomis dari segi biaya dalam
bentuk manfaat yang tidak dapat diukur dengan uang. Pada Bab 10 buku ini akan
dibahas pelajaran dan pembelajaran yang diperoleh dari panambangan TPA yang
telah dilakukan. Pembahasan meliputi pengertian penambangan landfill yang
meliputi persyaratan, perencanaan, teknis operasional, dan studi kasus dibeberapa
lokasi yang telah melakukan penambangan TPA yang meliputi data teknis, dan
kualitas kompos yang ditambang, serta prospek penggunaan fraksi material hasil
penambangan landfill yang meliputi pemanfaatan untuk tanah penutup, untuk
pemupukan tanah dan pengelolaan residu.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat untuk memproses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. TPA masih menjadi kunci utama dalam pengelolaan sampah karena
biaya yang dikeluarkan dianggap paling minimum. Namun, karena mendapatkan
lahan TPA yang sesuai persyaratan teknis semakin sulit, maka pemanfaatan
sampah menjadi sumber energi alternatif perlu diperhitungkan. Pada Bab 11 buku
ini akan dibahas potensi pemanfaatan sampah dari TPA sebagai sumber energi
alternatif dalam bentuk bahan baku Refuse Derived Fuel (RDF). RDF merupakan
fraksi sampah yang memiliki nilai kalor tinggi dari sampah yang sudah dipisahkan
dari fraksi sampah yang tidak mudah terbakar. RDF dari lahan uruk yang sudah
tidak aktif dapat dimanfaatkan pada instalasi waste to energy atau pembangkit
listrik tenaga sampah (PLTSa).
Implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah di Indonesia masih terkendala oleh masalah lahan, anggaran, dan institusi.
Disisi lain, penduduk kota semakin padat sehingga semakin sulit menyediakan lahan
TPA yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antar kota dan
daerah dalam skema pengelolaan TPA sampah regional. Kriteria teknis pemilihan
lokasi perlu disertai dengan perencanaan mitigasi risiko, dan aspek kelambagaan
serta kemauan daerah untuk bekerjasama yang saling menguntungkan. Pada Bab 12
buku ini akan dibahas pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) yang diperoleh
dari penerapan TPAS regional yang ada, dan meliputi aspek penyediaan lahan
untuk pembangunan fisik TPAS regional, perencanaan mitigasi risiko, organisasi
pengelola TPAS regional, kerjasama antar daerah, pembiayaan dan tipping fee,
investasi pembangunan fisik, operasi dan pemeliharaan serta pengembangan
maupun pembangunan kembali TPAS regional yang telah habis masa pakai atau
umur ekonominya.
Akhirnya, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan global
tahun 2030, perlu dikaji ulang status capaian kinerja pengelolaan sampah eksisting
dan perspektif menjelang akhir tahun 2030. Bab 13 adalah epilog dari buku

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 11


ini. Bab ini yang akan membahas target SDGs 2030 yang berhubungan dengan
pengelolaan lingkungan pada umumnya, dan khusunya pengelolaan sampah. Pada
bab ini akan dibahas status pengelolaan sampah ramah lingkungan, diagnostik
kinerja pengelolaan sampah dan upaya upaya yang perlu dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2030.

Penutup
Pengelolaan sampah bersifat dinamis, karena jumlah penduduk selalu
bertambah sejalan dengan perubahan waktu. Pengelolaan sampah tidak hanya
dapat dilihat dari sudut pandang masalah, tetapi juga dari sudut pandang manfaat.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai akan berdampak negatif terhadap
lingkungan, sosial dan ekonomi penduduk. Pencemaran air, tanah, udara, timbulnya
penyakit, penurunan produktifitas penduduk yang sakit yang berimbas pada
penurunan pendapatan adalah beberapa contoh dampak negatif yang timbul.
Sebaliknya, pengelolaan sampah yang baik akan berdampak positif terhadap
lingkungan, sosial dan ekonomi. Lingkungan permukiman yang bersih dan sehat,
produktifitas penduduk yang meningkat yang disertai dengan peningkatan
pendapatan, adalah beberapa contoh dampak positif yang dapat dipetik dari
pengelolaan sampah yang baik. Peningkatan pendapatan, juga dapat diperoleh dari
hasil daur ulang dan pemanfaatan kembali sampah misalnya kompos, kerajinan,
bahan konstruksi, dan sebagainya.
Berbagai pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) pengelolaan sampah
ramah lingkungan yang disajikan pada buku ini dapat dikembangkan dan diterapkan
pada kondisi yang berbeda.

Daftar Pustaka
Abdel-Shafy, Hussein & Mansour, Mona. (2018). Solid Waste Issue: Sources,
Composition, Disposal, Recycling, and Valorization. Egyptian Journal of
Petroleum. 27. 1275-1290. 10.1016/j.ejpe.2018.07.003.
Adipah, Sylvia & Kwame, Ofotsu Nana. (2019). A Novel Introduction of Municipal
Solid Waste Management. Journal of Environmental Science and Public Health
doi: 10.26502/jesph.96120055.
Chakravarthi, G. Kalyan & Chandra, D. Satish & Asadi, SS. (2019). Smart Solid Waste
Management in New Capital City Amaravath international. Journal of Recent
Technology and Engineering (IJRTE) ISSN: 2277-3878, Volume-7, Issue-6C2,
April 2019.
Darwati, Sri. (2017). Pengembangan Standar Pengujian Kompos Sampah, 12 Anual
Meeting on Testing and Quality. Publikasi Ilmiah AMTEQ 2017. Pusat Penelitian
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI hal 177-182.
Hidayawanti, Ranti & Kustantrika, Irma Wirantina & Lestari, Endah. (2017). Upaya

12 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Pengelolaan Sampah Di Kampus STT-PLN Dengan Teknologi Anaerobik Digester.
Jurnal Kilat Vol. 6 No. 1, April 2017 | 59.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2013).
Indonesia Executive Summary Kajian Kebijakan Lahan Uruk Saniter di Indonesia
Tahun 2013. Jakarta: Asisten Deputi Telematika Dan Utilitas Kedeputian
Bidang Koordinasi Infrastruktur Dan Pengembangan Wilayah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2019). Statistik Lingkungan Hidup
Indonesia Tahun 2000 Sampai Dengan Tahun 2019.
Marliani, Novi. (2014). Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga (Sampah Anorganik)
Sebagai Bentuk Implementasi Dari Pendidikan Lingkungan Hidup. Jurnal
Formatif Vol 4 No 2. 124-132.
Merawati, Fitri & Nafiah, Bidayatun. (2018). Pemanfaatan Sampah Plastik Untuk
Pemberdayaan Tanaman Toga Dalam Program Penghijauan Lingkungan
Singojayan. Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat. Vol. 2, No. 3, Desember 2018, Hal. 441-448.
Nilam Sari, Putri. (2017). Analisis Pengelolaan Sampah Padat Di Kecamatan
Banuhampu Kabupaten Agam. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol. 10,
No. 2, Hal. 157-165. 10.24893/jkma.10.2.157-165.2016.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan Masyarakat : Ilmu Dan Seni. Jakarta PT.
Rineka Cipta, hal 190.
Ogunniran Blessing Ifeoluwa. (2019). Harmful Effects and Management of
Indiscriminate Solid Waste Disposal on Human and its Environment in Nigeria:
A Review. Global Journal of Research and Review, Vol.6 No.1:1.
Przydatek, Grzegorz. (2019). Waste Management in Selected National Parks – A
Review. Ecological Engineering. Vol 20. 14-22. 10.12911/22998993/102609.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012, tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sanpah
Rumah Tangga.
Pervez & Ahmadde, Kafeel. (2013). Impact of Solid Waste on Health and The
Environment, Special Issue of International. Journal of Sustainable Development
and Green Economics (IJSDGE), ISSN No.: 2315-4721, V-2, I-1, 2, 2013.
Susilo, Adhi & Rochmawati, Nur & Rufaida, Khifni. (2019). Pengolahan Sampah
Plastik Melalui Pemanfaatan Kerajinan Tangan Pendukung Budaya Sehat
Desa Sidomulyo Kecamatan Ungaran Timur. Abdimas Unwahas. Vol 4 No 2.
10.31942/abd.v4i2.3008.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 13


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
Tonini, Davide & Albizzati, Paola & Astrup, Thomas. (2018). Environmental Impacts
Of Food Waste: Learnings and Challenges From a Case Study on UK. Waste
Management. 76. 10.1016/j.wasman.2018.03.032.

14 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 2
PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KONSEP 3R
(REDUCE, REUSE, RECYCLE)

Ida Medawaty
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: dede_meda@yahoo.com

Pendahuluan
Pemerintah secara nasional mencanangkan untuk melakukan berbagai upaya
agar dapat mengurangi volume sampah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan pengurangan volume sampah dari sumber dengan cara penerapan konsep
3R (reduce, reuse, recycle). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, dalam Pasal 2 ayat 1,
menyatakan bahwa strategi pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis rumah tangga meliputi pengurangan sampah sebesar 30% dan
penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025 dari angka timbulan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Dalam Undang-Undang
No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah terdiri atas
pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah semaksimal mungkin
dilakukan di sumber sampah, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya yang
dapat dimanfaatkan. Amanat utama dalam pengelolaan sampah adalah mengubah
paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkut-buang menjadi pengurangan
di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya (resources recycle).
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam pengelolaan sampah di beberapa
kota di Indonesia disebabkan oleh masalah keterbatasan lahan TPA, pembiayaan
operasional dan kinerja pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Sampah yang ditimbun belum diolah dengan baik pada kebanyakan TPA di
Indonesia. 90% TPA masih dioperasikan dengan sistem terbuka (open dumping)
(Santoso, dkk., 2016). Sistem open dumping ini menimbulkan banyak permasalahan
seperti timbulnya bau busuk, munculnya berbagai penyakit dan terkontaminasinya
air tanah. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk
menanggulangi masalah sampah tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-upaya
yang lebih komprehensif dan sistemik pengelolaan sampah secara terintegrasi.
Kepedulian dan kesadaran masyarakat juga harus dibina sedari awal dan
dimulai dari sumbernya dalam hal penanganan sampah. Konsep 3R (reduce, reuse,

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 15


recycle ) dapat dilaksanakan oleh setiap orang dalam kegiatan sehari-hari yang
murah dan mudah untuk dilakukan disamping mengolah sampah menjadi kompos
atau memanfaatkan sampah menjadi gas dan sumber listrik. Pengolahan sampah
dengan konsep 3R (reduce, reuse, recycle), adalah kegiatan pengurangan sampah
yang meliputi pembatasan timbulan sampah, pemanfaatan kembali sampah, dan
pendaur ulangan sampah seperti yang tercantum dalam SNI 8632:2018 tentang Tata
cara perencanaan teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan. Pengelolaan
sampah dengan konsep 3R adalah upaya untuk:
1. Mengurangi (reduce) adalah mengurangi pemakaian produk yang menimbulkan
sampah seperti penggunaan produk kemasan yang berlebihan, penggunaan
produk yang dapat diisi ulang (refill), dan pengurangan penggunaan bahan
sekali pakai, dll
2. Menggunakan kembali (reuse) adalah penggunaan kembali sampah secara
langsung, baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain seperti memanfaatkan
bekas kemasan makanan/minuman menjadi barang kerajinan, pengunaan
alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali, dan
penggunaan email (surat elektronik) untuk berkirim surat, dll
3. Mendaur ulang (recycle) adalah mengolah kembali menjadi produk lain,
sehingga menjadi lebih bermanfaat, seperti pengomposan sampah organik,
daur ulang plastik menjadi bahan baku plastik, produk dan kemasan yang dapat
didaur ulang dan mudah terurai, dll.
Sementara itu, timbulan sampah berdasarkan SNI 8632 : 2018 adalah antara 2,7 –
3,6 L/orang/hari atau 0,6-0,8 kg/orang/hari tergantung klasifikasi kota.
Makalah ini akan membahas persyaratan penerapan 3R terintegrasi, peran
masyarakat, potensi 3R dan daur ulang dari timbulan sampah yang dikaji dari
pengelolaan sampah eksisting, dan penerapan 3R terintegrasi yang mencakup
pemilahan, pewadahan, pengomposan, daur ulang, pembuatan gas bio, dan bank
sampah.

Syarat Penerapan 3R Terintegrasi


Keterkaitan antara komponen atau unsur sistem 3R di sumber, 3R skala
lingkungan, pengumpulan, pengangkutan, pemilahan di TPS, pemilahan di TPA,
penimbunan, dan pemanfaatan hasil proses 3R, menghasilkan model yang disebut
model sistem pengelolaan sampah terintegrasi. Sistem ini akan berjalan dan sesuai
dengan strategi nasional pembangunan berkelanjutan di bidang persampahan,
apabila persyaratan berikut dipenuhi:
1. Harus tersedia institusi/kelembagaan pengelola yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan persampahan

16 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


2. Tersedia peraturan hukum di tingkat pusat dan daerah yang mengatur
keterlibatan pemerintah, masyarakat, sektor informal dan swasta/pengusaha
3. Perlu adanya partisipasi masyarakat dalam pembiayaan dari swadaya
masyarakat
4. Para pengelola sampah mulai dari sumber sampah, skala lingkungan/kawasan
sampai skala kota menjalankan prinsip 3R, melalui kegiatan pemilahan sampah
yang dapat dilaksanakan mulai dari sumber sampah dan lokasi pemindahan
5. Harus ada penyuluhan dan kampanye nasional mengenai penanganan sampah
3R.
Hal yang tak kalah penting dalam pengelolaan sampah adalah partisipasi masya­
rakat dan pengelolaan sampah di sekitar rumah tangga. Sehingga konsep 3R
berjalan dengan optimal dan sampah yang diangkut ke TPA akan berkurang atau
bahkan tidak ada.

Peran Serta Masyarakat


Perlu dukungan dari berbagai pihak yang dapat memacu masyarakat untuk
mengolah sampahnya sendiri agar dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi
masyarakat dalam mengelola sampah. Dukungan yang diberikan dapat berupa
lomba-lomba kebersihan, lomba membuat daur ulang sampah anorganik, atau
dengan cara lain yang dapat menggugah kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
aktif.
Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangun­
an bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan,
motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya
kelembagaan baik informal maupun formal.
Tantangan yang dihadapi adalah merubah perilaku masyarakat. Ada beberapa
pendekatan konseptual yang bersifat kemanusiaan dan berkelanjutan yang
mencakup aspek-aspek antara lain terdiri dari pendekatan sosial, pendekatan
teknis, dan pendekatan ekonomi.

Potensi 3R dari Timbulan Sampah


1. Sumber Sampah
Data timbulan sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan mendesain
peralatan yang digunakan dalam transportasi sampah, fasilitas recovery material,
dan fasilitas TPA sampah. Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulan sampah
adalah jumlah penduduk, komposisi jenis sampah, sumber sampah, pelaksanaan
3R, biaya operasional, tingkat pelayanan kota dan peran serta masyarakat dalam
pelaksaan 3R (Gambar 1).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 17


Sampah Perkotaan

Non-Permukiman
(pasar, halaman dan penyapuan
Permukiman jalan, komersial, industri
(Rumah Tangga)

TPS – TPS 3R – Sampah pasar, Sampah Industri


SPA/ITF komersial, penyapuan (non B3)

TPA-TPST

Gambar 1. Skema Sumber dan Aliran Sampah


Gambar 1. Skema Sumber
Sumber: Puskim,dan
2012Aliran Sampah
Sumber: Puskim, 2012
Untuk penanganan dan pemrosesan sampah yang dirancang berdasarkan
nilai
Untukneraca massa (mass
penanganan balance), maka
dan pemrosesan diperlukan
sampah asumsi danberdasarkan
yang dirancang persyaratannilai
berikut ini:
neraca massa (mass balance), maka diperlukan asumsi dan persyaratan berikut ini:
a. Seluruh sampah organik, berupa sampah sisa sayuran, buah‐buahan, sisa
a. Seluruh sampah organik, berupa sampah sisa sayuran, buah-buahan, sisa
makanan dan sampah halaman/taman di lingkungan pasar dapat diolah
makanan dan sampah
proses degradasi halaman/taman
secara di lingkungan
biologis, baik pasar dapat
dengan komposting, diolah proses
biodigester,
degradasi secara
ataupun cara biologis, baik dengan komposting, biodigester, ataupun cara
lainnya
lainnya
b. Sampah–sampah yang masih mempunyai nilai ekonomi atau dapat terjual
adalah plastik daur
b. Sampah–sampah yangulang,
masihbotol, ketas dannilai
mempunyai kaleng akan masuk
ekonomi ke bank
atau dapat terjual
sampah
adalah plastik daur ulang, botol, ketas dan kaleng akan masuk ke bank sampah
c. c.Sampah
Sampahplastik
plastikresidu,
residu, kertas,
kertas, ranting,
ranting, dandan kayu
kayu diolah
diolah melalui
melalui proses
proses termal,
termal, yakni dengan pemanasan. Bila terdapat padatan dari sisa
yakni dengan pemanasan. Bila terdapat padatan dari sisa pembakaran diangkut
pembakaran diangkut ke TPA
d.keSampah
TPA lain yang tidak termasuk sampah–sampah yang disebutkan tersebut
d. Sampah
termasuklain kategori
yang tidakresidu
termasuk
dan sampah–sampah yang disebutkan
masih harus diproles tersebut
lebih lanjut
termasuk kategori
pegolahannya residu dan masih harus diproles lebih lanjut pegolahannya
di TPAS
e.diPengelolaan
TPAS sampah difokuskan pada sumber sampah berdasarkan rencana
tata guna lahan
e. Pengelolaan atau penggunaan
sampah difokuskan lahan
pada eksisting yang menyumbang
sumber sampah volume
berdasarkan rencana
sampah terbesar (Gambar 2).
tata guna lahan atau penggunaan lahan eksisting yang menyumbang volume
sampah terbesar (Gambar 2).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 18


18 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
d. Sampah lain yang tidak termasuk sampah–sampah yang disebutkan tersebut termasuk kategori
residu dan masih harus diproles lebih lanjut pegolahannya di TPAS
e. Pengelolaan sampah difokuskan pada sumber sampah berdasarkan rencana tata guna lahan atau
penggunaan lahan eksisting yang menyumbang volume sampah terbesar (Gambar 2).

Gambar 2. Sumber
Gambar 2.Sampah Berdasarkan
Sumber Sampah Penggunaan
Berdasarkan Lahan
Penggunaan Lahan
Sumber: Setiadi, 2015
Sumber: Setiadi, 2015
2. Neraca Keseimbangan Masa (Mass Balance)
Salah satu contoh perhitungan potensi reduksi sampah dengan menggunakan neraca massa (mass
2. Neraca balance),
Keseimbangan Masa (Mass Balance)
adalah dengan memperhitungkan recovery factor setiap komponen sampah. Recovery
Salah satu
factorcontoh perhitungan
adalah persentase potensi reduksi
setiap komponen sampah yang sampah dengan menggunakan
dapat dimanfaatkan kembali, direcovery
atau didaur ulang. Selebihnya merupakan residu yang masih perlu diproses lebih lanjut di tempat
neraca massa (mass balance), adalah dengan memperhitungkan recovery
pemrosesan akhir sampah untuk mengetahui apakah residu sampah akan dimanfaatkan atau
factor
setiap komponen sampah.
dimusnahkan. Recovery
Pada Tabel factor
1 dapat dilihat adalah
recovery persentase
factor dari setiap
jenis‐jenis sampah komponen
yang telah dihitung.
Contoh hasil perhitungan neraca massa pengelolaan sampah pasar berdasarkan kapasitas
sampah yang dapat dimanfaatkan kembali, direcovery atau didaur ulang.
sampah yang akan dikelola di TPST, dan komposisi sampah, dapat dilihat Tabel 2. Dengan
Selebihnya
merupakanmempertimbangkan
residu yang masih perlu sampah
factor recovery, diproses
yang lebih lanjut
dapat diolah dan di tempat
didaur pemrosesan
ulang sebesar 78.61% dan
maka residu sampah yang dibuang ke TPA sebesar 21.39%. Namun, sebelum menentukan besarnya
akhir sampah untuk mengetahui apakah residu sampah akan dimanfaatkan atau
potensi 3R dan potensi daur ulang serta residu sampah, kondisi lapangan perlu dikaji terlebih dahulu.
dimusnahkan. Pada Tabel 1 dapat dilihat recovery factor dari jenis-jenis sampah
yang telah dihitung.
Contoh hasil perhitungan neraca massa pengelolaan sampah pasar berdasarkan
kapasitas sampah yang akan dikelola di TPST, dan komposisi sampah, dapat dilihat
Tabel 2. Dengan mempertimbangkan factor recovery, sampah yang dapat diolah
Tabel 1. Recovery Factor Sampah di Kota Surabaya
dan didaur ulang sebesar 78.61% Komponen dan maka residu sampah
Sampah yang(%)
Recovery Factor dibuang ke TPA
sebesar 21.39%. Namun, sebelum menentukan besarnya potensi 3R dan potensi
Sampah organik mudah terurai** 80
Sampah plastik* 50
daur ulang serta residuSampahsampah, kondisi lapangan perlu dikaji
kertas* 40 terlebih dahulu.
Sampah logam* 80
Sampah gelas/kaca* 70
Tabel 1. Recovery Factor Sampah di Kota Surabaya
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 13
Komponen Sampah Recovery Factor (%)

Sampah organik mudah terurai** 80


Sampah plastik* 50
Sampah kertas* 40
Sampah logam* 80

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 19


Tabel 1. Recovery Factor Sampah di Kota Surabaya (lanjutan)
Komponen Sampah Recovery Factor (%)

Sampah gelas/kaca* 70
Aluminium*** 100
Kain*** 25
Karet*** 25
Kayu*** 10

* Menurut Trihadiningrum, dkk, 2006


** Menurut Tchoblanoglas, Theisen dan Vigil, 1993
*** Purnama dalam Wardiha, 2013

Tabel 2. Neraca Massa Pengolahan Sampah Pasar

Uraian Timbulan Sampah Pasar


No
Sampah Masuk ke TPA

Timbulan Sampah
1 26.13
(m3)/hari
Timbulan Sampah
2 6.92
(Ton)/hari
Uraian Neraca Massa Sampah (Ton)

Bank
No Jenis Sampah Jumlah Recovery Biogas Kompos Thermal Residu
sampah
Sampah organik
1 3,38 2,70 0,23 2,70 0,45
sayuran
2 Plastik 0,42 0,21 0,21 0,21 0,00
3 Kertas 0,16 0,06 0,08 0,08
4 Logam 0,01 0,01 0,01 0
5 Kaca/gelas 0,02 0,02 0,02 0,02
6 Lain-lain 2,93 1,0 1,0 0,93
Jumlah (Ton) 6,92 0,23 2,79 1,21 1,64 1,48
Presentasi (%) 3,32 40,31 17,48 23,7 21,39

Sumber: Hasil uji komposisi dan Perhitungan 2017 dan Perhitungan 2020

3. Potensi 3R dan Daur Ulang


Tabel 3 adalah hasil analisis potensi daur ulang sampah yang dipelajari dari
beberapa sumber seperti sampah pasar, sampah permukiman, sampah rumah
tangga berdasarkan kategori penghasilan, warung dan tempat kost. Potensi 3R
sampah dihitung dengan mengalikan persentase komposisi sampah dengan
recovery factor.

20 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 3. Potensi Daur Ulang Sampah Dari Beberapa Sumber Sampah
Komposisi Sampah Potensi 3R
Lokasi Sumber Sampah
Sayuran Plastik Kertas Kaca Kain Karet Logam Sampah

TPS-Psr-21) 66,8 5,9 1,3 0,1 0,1 0,3 0,0 74,4


TPS_Psr-1 ) 1
65,7 6,2 1,8 0,0 0,0 0,0 0,0 73,7
TPS-Psr-3 1)
60,8 5,6 2,5 0,7 0,4 0,2 1,0 71,2
TPS-Psr-4 1)
63,7 4,8 2,0 0,4 0,0 0,0 0,0 70,9
Warung 2)
52,9 9,7 3,0 1,7 0,0 0,0 2,6 69,9
RT-Umum 2)
53,0 11,3 1,8 2,9 0,0 0,0 0,7 69,7
TPS_Kim-6 1)
52,1 8,7 4,4 0,6 0,6 0,2 0,0 66,5
RT-Income Tinggi 3)
38,0 9,6 7,6 8,3 0,3 0,1 0,6 64,6
RT-Income Rendah 3)
43,7 8,5 3,6 6,3 1,0 0,4 0,8 64,3
Rt-Income Menengah 3)
33,1 11,5 7,6 9,0 0,6 0,2 0,6 62,6
TPS_Kim-3 1)
39,4 15,4 1,8 1,4 0,7 0,4 0,3 59,4
TPS_Kim-4 1)
41,2 8,8 3,2 1,1 1,0 1,0 1,6 57,9
Tempat Kos2) 16,1 20,4 5,2 10,4 0,0 0,0 5,8 57,8
TPS-KIM-21) 42,1 6,9 2,5 1,0 1,3 1,3 1,5 56,5
TPS_Kim-11) 37,4 10,7 3,2 1,1 0,9 0,5 0,4 54,2
TPS_Kim-51) 35,7 10,0 2,7 1,5 0,8 1,0 2,0 53,7
Rata2 46,4 9,6 3,4 2,9 0,5 0,3 1,1 64,2

Sumber: Hasil analisis 2020 dari data 1)Tuty, dkk, 2014, 2)Windraswara, dan Prihastuti, 2017, 3)Widodo dan Firdaus,
2018

Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa potensi 3R dari TPS pasar, umumnya
lebih tinggi bila dibandingkan dengan contoh sampah yang diambil dari TPS
permukiman atau diambil secara langsung dari sumber lainnya (warung, rumah
tangga, dan tempat kost). Dari komposisi sampah anorganik, potensi 3R sampah
plastik umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis sampah anorganik
lainnya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi 3R sampah pasar
lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampah permukiman. Potensi 3R sampah
rumah tangga juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampah permukiman.
Dari 16 (enam belas) sampel sampah tersebut, rata-rata potensi 3R sampah
organik adalah 46,4%, sedangkan sampah anorganik adalah 17,8% sehingga
potensi 3R sampah dari lokasi yang dikaji adalah sebesar 64,2%. Dengan demikian,
potensi 3R sampah organik 2,6 kali lebih besar dari pada 3R sampah anorganik.
Selanjutnya, dengan asumsi bahwa hasil analisis mass balance yang tertera
pada Tabel 2, dapat digunakan untuk memprediksi potensi daur ulang sampah
permukiman, maka proporsi materi daur ulang adalah sebagaimana dirangkum

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 21


Dari 16 (enam belas) sampel sampah tersebut, rata‐rata potensi 3R sampah organik adal
46,4%, sedangkan sampah anorganik adalah 17,8% sehingga potensi 3R sampah dari lokasi ya
dikaji adalah sebesar 64,2%. Dengan demikian, potensi 3R sampah organik 2,6 kali lebih besar d
pada 3R sampah anorganik.
Selanjutnya, dengan asumsi bahwa hasil analisis mass balance yang tertera pada Tabel 2, dap
pada Gambar
digunakan3. untuk
Dari Gambar 3 tersebut
memprediksi potensitampak bahwa
daur ulang persentase
sampah residu
permukiman, sampah
maka proporsi materi da
yang masih harus sebagaimana
ulang adalah diproses lebih lanjut dipada
dirangkum TPAS adalah3. sebesar
Gambar 20%.3Sehingga
Dari Gambar tersebut tampak bahw
apabilapersentase
sampel yang residu sampah
dikaji yang masih
lebih banyak, maka harus diprosesresidu
persentase lebih lanjut
sampahdi cenderung
TPAS adalah sebesar 20
Sehingga
berkurang. apabila sampel yang dikaji lebih banyak, maka persentase residu sampah cenderu
berkurang.

Biogas
Residu 3%
20%
Kompos
38%

Bank Sampah
22%

Thermal
17%

Gambar 3. Grafik Proporsi Materi Daur Ulang Sampah


Gambar 3. Grafik Proporsi Materi Daur Ulang Sampah
Tabel 4 adalah rangkuman hasil analisis potensi 3R dan daur ulang sampah berdasarkan kateg
Tabel
kota4yang
adalah rangkuman
menggunakan hasil44analisis
sampel potensi
kota. Dari 3R dan
hasil analisis daur ulang
tersebut tampahsampah
bahwa potensi 3R ra
berdasarkan kategori
rata adalah kota
43,3%, danyang menggunakan
potensi sampel 44paling
3R di kota megapolitan kota.besar.
Dari hasil analisis
Proporsi 3R rata‐rata samp
organik
tersebut tampahadalah 37,9%
bahwa dan sampah
potensi anorganik
3R rata-rata adalah
adalah 5,4%
43,3%, yang
dan berarti3Rrasio
potensi potensi 3R samp
di kota
organik dengan sampah anorganik adalah 7,01 berbanding 1,0.
megapolitan paling besar. Proporsi 3R rata-rata sampah organik adalah 37,9%
Selanjutnya, berdasarkan potensi 3R tersebut, maka total materi daur ulang rata‐rata ya
dan sampah anorganik adalah 5,4% yang berarti rasio potensi 3R sampah organik
dihasilkan adalah 38,49%, dan residu sampah yang masih harus diproses lebih lanjut di TPAS adal
dengan9,26%.
sampahDarianorganik adalah
tabel tersebut, 7,01pula
dapat berbanding
dikatahui 1,0.
hubungan antara potensi 3R dengan potensi da
Selanjutnya,
ulang, dan hubungan antara materi daurtersebut,
berdasarkan potensi 3R ulang danmaka
residutotal
sampah,materi daur ulang
dan hubungan antara daur ula
rata-rata yang dihasilkan adalah 38,49%, dan residu sampah yang masih positif,
sampah organik dan daur ulang sampah anorganik. Semua hubungan bersifat harus artinya semak
diproses lebih lanjut di TPAS adalah 9,26%.
Pengelolaan DariRamah
Sampah tabel Lingkungan
tersebut, dapat
15 pula
dikatahui hubungan antara potensi 3R dengan potensi daur ulang, dan hubungan
antara materi daur ulang dan residu sampah, dan hubungan antara daur ulang
sampah organik dan daur ulang sampah anorganik. Semua hubungan bersifat
positif, artinya semakin besar potensi 3R, maka semakin besar pula potensi daur
ulang. Semakin besar potensi daur ulang, maka semakin besar pula residu yang
harus diproses lebih lanjut di TPAS.

22 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


besar potensi 3R, maka semakin besar pula potensi daur ulang. Semakin besar potensi daur ulang
maka semakin besar pula residu yang harus diproses lebih lanjut di TPAS.

Tabel 4. Potensi 3R Dan Daur Ulang Sampah Berdasarkan Kategori Kota


Uraian Potensi 3R dan Potensi Kategori Kota
Produk Daur Ulang Rata - Rata
Mega Metro Besar Sedang Kecil

Tabel 4. Potensi
Organik3R Dan 69,76
Daur Ulang Sampah
42,76 Berdasarkan
35,84 20,33 Kategori
20,80 Kota
37,90
Uraian Potensi 3R dan 1,77 3,00Kategori
0,53Kota 0,00
Kertas 3,57 1,77 Rata ‐
Potensi Produk Daur
2,92 Mega4,70 Metro Besar Sedang Kecil Rata
Jenis Sampah Ulang
Plastik 3,99 1,61 0,41 2,72
Organik
Metal 1,02 69,760,39 42,760,97 35,84
0,28 20,33
0,00 20,80
0,53 37,90
Kertas
Kaca 0,71 1,77 0,28 3,570,68 3,00
0,20 0,53
0,00 0,00
0,37 1,77
Jenis
Plastik 2,92 4,70 3,99 1,61 0,41 2,72
Sampah
Total Potensi 3R 76,18 51,70 44,49 22,95 21,21 43,30
Metal 1,02 0,39 0,97 0,28 0,00 0,53
Biogas 2,53 1,72 1,48 0,76 0,70 1,44
Kaca 0,71 0,28 0,68 0,20 0,00 0,37
Jenis Materi Kompos 30,71 20,84 17,93 9,25 8,55 17,46
Total Potensi 3R 76,18 51,70 44,49 22,95 21,21 43,30
Daur Ulang Thermal 13,32 2,53 9,04 1,727,78 4,01 3,71 7,57
Biogas 1,48 0,76 0,70 1,44
Bank Sampah
Jenis Materi Kompos 17,57 30,7111,93 20,84
10,26 5,29
17,93 4,89
9,25 9,99
8,55 17,46
TotalDaur Ulang
Materi Thermal
Daur Ulang 67,72 13,3245,96 9,0439,55 7,78
20,40 4,01
18,85 3,71
38,49 7,57
Total Residu Bank Sampah
16,29 17,5711,06 11,93
9,52 10,26
4,91 5,29
4,54 4,89
9,26 9,99
Total Materi Daur Ulang 67,72 45,96 39,55 20,40 18,85 38,49
Dengan Totalmempertimbangkan
Residu potensi
16,29 daur
11,06ulang 9,52
sampah organik
4,91 maupun
4,54 9,26
anorganik, maka kota megapolitan, kota metropolitan dan kota besar terletak pada
kuadran dengan
Dengan potensi daur ulang
mempertimbangkan sampah
potensi daur organik maupun
ulang sampah sampah
organik anorganik
maupun anorganik, maka kota
yangmegapolitan,
tinggi atau kota metropolitan
diatas rata-rata dan kota besar
(Gambar terletak pada
4), sedangkan kuadran
kota dengan
sedang dan potensi
kota daur ulang
kecil terletak pada kuadran dengan potensi daur ulang sampah yang rendah atau 4), sedangkan
sampah organik maupun sampah anorganik yang tinggi atau diatas rata‐rata (Gambar
kota sedang dan kota kecil terletak pada kuadran dengan potensi daur ulang sampah yang rendah
dibawah rata-rata.
atau dibawah rata‐rata.

40,0
Mega
35,0

30,0
Metro
25,0
Besar
Anorganik

20,0
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0
15,0
Kecil Sedang
10,0

5,0

0,0

Organik

GambarGambar
4. Kuadran Daur Ulang
4. Kuadran Berdasarkan
Daur Kategori Kota
Ulang Berdasarkan Kategori Kota

Posisi kota pada kuadran tersebut mencerminkan besarnya peluang untuk memanfaatkan
sampah, apabila semua persyaratan dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan teknis
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 23
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 16
Posisi kota pada kuadran tersebut mencerminkan besarnya peluang untuk
memanfaatkan sampah, apabila semua persyaratan dipenuhi. Persyaratan tersebut
meliputi persyaratan teknis misalnya ketersediaan dan kecukupan prasarana
dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu, juga keandalan organisasi pengelola,
ketersediaan biaya, jumlah maupun kompetensi SDM, dan kemudahan akses
terhadap pedoman pelaksanaan, kemudahan membaca serta menggunakan
pedoman pedoman yang ada. Selain persyaratan teknis, kelembagaan, SDM
dan pedoman tersebut, hal terpenting dari pelaksanaan penerapan konsep 3R
adalah partisipasi masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat yang tinggi, maka
keberhasilan penerapan konsep 3R tidak akan maksimal.
misalnya ketersediaan dan kecukupan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Selain it
keandalan organisasi pengelola, ketersediaan biaya, jumlah maupun kompetensi SDM
Tahapan
kemudahan Penerapan 3R Terintegrasi
akses terhadap pedoman pelaksanaan, kemudahan membaca serta menggu
1. pedoman
Pemilahan Sampah
pedoman yang ada. Selain persyaratan teknis, kelembagaan, SDM dan pedoman te
Pemilahan
hal terpentingsampah adalah tahapan
dari pelaksanaan yang paling
penerapan penting
konsep dalam partisipasi
3R adalah pengelolaanmasyarakat.
sampah sebelum melakukan penerapan 3R. Pada tahapan ini, pada
partisipasi masyarakat yang tinggi, maka keberhasilan penerapan konsep 3R dasarnya sudah
tidak akan mak
terjadi, proses penerapan 3R. Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan
Tahapan
sampah Penerapan
kedalam 3 jenis 3R Terintegrasi
sampah yaitu :
1.a.Pemilahan Sampah
Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah sampah
Pemilahan
yang mudah sampah adalah seperti
membusuk, tahapansampah
yang paling penting
sisa dapur, dalam pengelolaan
daun-daunan, sayur- sampah se
melakukan
sayuran,penerapan 3R. Pada
buah-buahan, tahapan ini, pada dasarnya sudah terjadi, proses penerap
dan lain-lain
Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan
b. Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah kedalam
sampah non3hayati
jenis sampah
adalah yaitu :
a. Sampah organik atau sampah basah atau sampah hayati adalah sampah yang mudah mem
sampah yang sukar atau tidak dapat membusuk, seperti logam, kaleng,
seperti sampah sisa dapur, daun‐daunan, sayur‐sayuran, buah‐buahan, dan lain‐lain
plastik, kaca, dan lain-lain
b. Sampah anorganik atau sampah kering atau sampah non hayati adalah sampah yang suk
c.tidak
Sampah
dapatB3 (Bahan Berbahaya
membusuk, dan Beracun)
seperti logam, adalahkaca,
kaleng, plastik, sampahdanrumah tangga
lain‐lain
yang mengandung racun atau bahan berbahaya antara
c. Sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah sampah rumah tangga lain yang terdiri yang menga
antara
racun lain
atau batu berbahaya
bahan baterei bekas, bekas
antara lainalat
yangsuntik, obat
terdiri kadaluwarsa,
antara lain batu bekas
baterei bekas, bek
infus, dan lain-lain.
suntik, obat kadaluwarsa, bekas infus, dan lain‐lain.

Gambar 5. Contoh Tempat Sampah Terpilah


Gambar 5. Contoh Tempat Sampah Terpilah
Sumber: https://solusikebersihan.com
Sumber: https://solusikebersihan.com

Pengelolaan
24 Apabila, Sampah
sampah sudahRamah
dipilahLingkungan
di sumbernya, dan langsung diangkut ke TPS tanpa me
misalnya sisa sayuran dan makanan serta sampah daun‐daunan, dan diolah menjadi kompos
disebut proses pengomposan tanpa pemilahan. Input komposter atau bahan baku sampah o
yang dikompos masih segar dan tidak berbau. Lokasi contoh tempat pengolahan sampah yan
Apabila, sampah sudah dipilah di sumbernya, dan langsung diangkut ke TPS
tanpa menginap, misalnya sisa sayuran dan makanan serta sampah daun-daunan,
dan diolah menjadi kompos, maka disebut proses pengomposan tanpa pemilahan.
Input komposter atau bahan baku sampah organik yang dikompos masih segar dan
tidak berbau. Lokasi contoh tempat pengolahan sampah yang telah menerapkan
pengomposan tanpa pemilahan awal adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST) Rawasari, yang berlokasi di Jalan Rawasari Timur Dalam RT 11/RW
02, Kelurahan Cempaka Putih Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat
(Sahwan,2010). Kualitas sampah yang dihasilkan dari TPS tanpa pemilahan
tersebut, sudah memenuhi syarat yang ditetapkan misalnya tidak ada logam berat
yang berbahaya bagi kesehatan.

2. Pewadahan Sampah
Dalam praktik, banyak contoh produk sarana pewadahan dengan sistem
terpilah yang dapat digunakan untuk rumah tangga, dengan membedakan warna
dan diberi nama, dapat terbuat dari plastik, FRP, kantong plastik bekas dan lain-
lain. Wadah yang diberi warna berbeda, menunjukkan pembagian tempat sampah
berdasarkan jenisnya, yaitu untuk sampah basah (sayuran, sisa makanan, dll) dan
sampah kering (gelas, logam, plastik, dll). Pada tahapan ini, juga telah terjadi proses
penerapan 3R. Produk-produk sarana pewadahan tersebut telah diproduksi secara
masal dan telah tersedia di toko-toko peralatan sanitasi.

3. Pengomposan dengan Komposter


Dari hasil pemilahan sampah berupa sampah organik atau sampah basah dapat
digunakan untuk kompos. Pengomposan sampah dapur menjadi kompos dapat
menggunakan komposter dengan memanfaatkan tong bekas, atau wadah yang
sudah tidak dipakai yang diletakkan diatas permukaan tanah. Sampah yang masuk
ke dalam komposter jangan terlalu basah atau ditiriskan terlebih dahulu. Sampah
organik dapur yang dapat digunakan terdiri dari:
a. Bekas makanan
b. Sisa sayuran
c. Daur-daunan
d. Bekas buah atau kulit buah lunak
e. Sisa cucian piring
f. Dan lainnya.
Bahan yang digunakan untuk wadah komposter harus tahan korosi dan sinar
matahari. Komposter dapat dipasang diatas permukaan tanah atau di dalam tanah,
dirancang dengan kapasitas 60 Liter untuk 1 keluarga (4-5 orang) dan 450 Liter
untuk 10 keluarga (50 orang).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 25


Tabel 5. Jenis Kebutuhan Bahan untuk Komposter
No Bahan Komposter Plastik PVC Kerikil Kebutuhan Bahan

1. Tong (kap. ± 60 L) * 2 buah

2. Penyalur Gas Ø 3 “ * 360 cm


3. Dop * 8 buah

4. Kasa Nyamuk Ø 2 mm * 50 cm2

5. Penutup komposter * 2 buah


6. Media pengering (Ø 2 – 3 cm) * 0,5 m3

Cara atau langkah langkah proses pengomposan komposter 3R individual ada­


lah sebagai berikut:
1. Komposter harus ada 2 buah
2. Masukan sampah organik dapur tiap hari ke komposter ke-1
3. Bila sampah dalam komposter berbau, siram dengan cairan em4/mikroba aktif
lain, atau menabur kapur dan tanah
4. Isi komposter sampai penuh dan tidak terjadi penurunan sampah lagi
5. Diamkan sampah sampai berubah menjadi kompos
6. Pindah pembuangan sampah ke komposter ke-2, seperti penggunaan komposter
ke-1

Sementara itu, cara atau langkah langkah proses pengomposan komposter 3R


komunal adalah sebagai berikut:
1. Komposter harus ada 2 buah
2. Masukkan sampah organik dapur tiap hari ke komposter ke-1
3. Bila sampah dalam komposter berbau, siram dengan cairan EM4 /mikroba aktif
lain/kapur/tanah
4. Isi komposter sampai penuh dan tidak terjadi penurunan sampah lagi
5. Diamkan sampah sampai berubah menjadi kompos
6. Pindah pembuangan sampah ke komposter ke-2, seperti penggunaan komposter
ke-1.

Pengomposan sampah organik, selain menghasilkan pupuk tanaman, juga


dapat berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Hal tersebut
disebabkan karena sampah organik dapat mengemisikan GRK, dan komposisi dan
volume sampah yang ditimbulkan sampah organik (sampah basah) jauh lebih besar
dari sampah anorganik atau sampah kering (Suprihatin, Indrasti, dan M Romli,
2016).

26 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


4. Biodigester
Semua sampah organik yang berasal dari dapur yang dapat digunakan untuk
menghasilkan biogas. Sampah organik tersebut terdiri dari:
a. Bekas makanan
b. Sisa sayuran
c. Daur-daunan
d. Bekas buah atau kulit buah lunak
e. Sisa cucian piring, dll
dapat dimasukan ke dalam biodigester dengan cara dicacah terlebih dahulu.
Selanjutnya, didiamkan 1-2 hari sebelum dimasukan ke dalam biogas, perbandingan
sampah dengan air adalah 5:1. Dekomposisi sampah, khususnya zat organik dalam
kondisi anaerobik mengakibatkan produksi gas. Biogas adalah gas yang dihasilkan
dari proses penguraian materi organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob
(Damanhuri, 2010 & KLH, 2011).

5. Daur Ulang Bank Sampah


Dari hasil pemilahan sampah yang berupa sampah anorganik atau sampah
kering dapat digunakan untuk dimanfaatkan kembali. Bank sampah dapat berperan
dalam membantu penerapan 3R oleh masyarakat. Sementara itu, mekanisme
pelayanan Bank sampah Masyarakat (BSM) kepada masyarakat secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat (nasabah) membawa sampah dari rumah
b. Penimbangan oleh pengurus Unit BSM
c. Penimbangan sampah oleh petugas BSM
d. Sampah dibawa ke gudang bank sampah dan teller untuk pencatatan
sampah.
Tiga penelitian berikut ini, membuktikan bahwa bank sampah telah mendukung
penerapan 3R. Penelitian Suryani (2014), menyimpulkan bahwa peran serta
masyarakat sudah cukup baik, meskipun belum optimal. Koperasi masyarakat
dinilai cukup efektif sehingga Bank Sampah Masyarakat (BSM) dapat mandiri. Dari
aspek teknis operasional, juga dinilai cukup efektif. Walaupun demikian, masih
ada hambatan dalam pembiayaan dan regulasi serta pemahaman masyarakat yang
belum merata. Penelitian Asteria dan Heruman (2016), menyimpulkan bahwa
Bank Sampah Pucuk Resik (BSPR) di Kampung Karangresik, Tasikmalaya telah
berkontribusi dalam mengurangi timbulan sampah, lingkungan menjadi lebih
bersih dan asri, lebih sehat, dan nyaman. Masyarakat lebih mandiri secara ekonomi,
dan kreatifitasnya menjadi meningkat. Dari tabungan sampah dapat dipakai
membayar listrik dan membeli sembako. Penelitian Radityaningrum, Corolina
dan Restianti (2017), menyimpulkan bahwa Bank Junk for Surabaya Clean (BJSC)
menerima sampah sebesar 984,9 Kg, yang terdiri dari kertas 52,1%, plastik 39,6%,
logam 5,6%, dan kaca 2,7%. Sampah terduksi 96,5%, dan residu yang masuk TPAS

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 27


adalah 3,5%. Potensi 3R di BJSC adalah kertas 26,3%, plastik 15,9%, sedangkan
daur ulang kertas 23,7%, plastik 22,2%, logam 5,6% dan kaca 2,7%.
Penerapan semua tahapan penerapan 3R secara terintegrasi, apabila ditambah
dengan upaya mengganti (replace) barang tertentu seperti tissu dengan sapu tangan,
plastik kantong belanja yang sekali buang diganti dengan keranjang belanja yang
dapat dipakai berkali-kali, maka konsep 3R dapat dikembangkan menjadi konsep
4R. Penerapan konsep 4R mampu mengurangi biaya operasi dan pemeliharaan
sampah, dan memperpanjang usia atau umur ekonomis TPAS (R Pamekas, 2013).

Penutup
Pengolahan sampah dengan pengelolaan yang baik akan mendatangkan
keuntungan hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan sekitar.
Sampah organik (sampah basah) dan anorganik (sampah kering) harus mampu
diolah, dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Cara pengelolaan sampah dapat
dilakukan dengan menggunakan metode 3R terintegrasi yaitu reduce (mengurangi
penggunaan barang yang menghasilkan sampah), reuse (menggunakan kembali
barang yang biasa dibuang), dan recycle (mendaur ulang sampah) dan cara
lainnya yang memudahkan masyarakat untuk mengelola sampah yang diproduksi.
Metode 3R terintegrasi, memadukan aspek teknis, sosial, dan ekonomi, dari hulu
sampai hilir, memadukan berbagai sumber sampah, berbagai tempat pemrosesan
sementara dan berbagai kategori kota. Simulasi hasil analisis potensi 3R dan
potensi daur ulang sampah membuktikan bahwa integrasi pengelolaan sampah
3R, mampu mengurangi residu sampah yang harus diproses lebih lanjut di TPAS.
Integrasi antara kesadaran masyarakat dan kemauan untuk berpartisipasi, serta
dukungan pemerintah untuk terus melindungi lingkungan dapat meningkatkan
keberhasilan dan kinerja pengelolaan sampah melalui konsep 3R.

Daftar Pustaka
Asteria, Donna & Heruman, Heru. (2016). Bank Sampah Sebagai Alternatif Strategi
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan
Lingkungan Vol 23 No 1, Maret 2016: 136-141.
Damanhuri, Enri & Padmi, Tri. (2010). Pengelolaan Sampah. Diklat Kuliah TL-3104.
ITB. Bandung.
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. (2009). Pedoman
3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman. Jakarta.
Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan. (2003). Pedoman Pengelolaan Persam­
pahan Perkotaan. Jakarta.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2013). Indonesia Executive
Summary Kajian Kebijakan Lahan Uruk Saniter di Indonesia Tahun 2013. Asisten

28 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Deputi Telematika dan Utilitas Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur
dan Pengembangan Wilayah.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2011). Panduan Penyusunan Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK).
Kustiasih, Tuti & Meylani S., Lya & A., Fitrijani & Darwati, Sri & Aryenti. (2014).
Faktor Penentu Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan
(Determinant Factor of Greenhouse Gas Emission in Urban Waste Management),
Jurnal Permukiman Vol. 9 No. 2 Agustus 2014: 78-90.
Made W. Wardiha, Pradwi S.A. Putri, Lya M. Setyawati, dan Muhajirin. (2013). Tim­
bulan dan Komposisi Sampah di Kawasan Perkantoran dan Wisma (Studi Kasus:
Werdapura Village Center, Kota Denpasar, Provinsi Bali). Jurnal Pretisipasi Vol
10 No 1 Maret 2013.
Pamekas, R. (2013). Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Permu­
kiman. Bandung: Penerbit PT Pustaka Jaya. Hal 214-226.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan Dan
Stra­­tegi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP).
Radityaningrum, Arlini Dyah & Corolina, Jenny & Restianti, Dyah Kusuma. (2017).
Potensi Reduce, Reuse, Recycle (3R) Sampah pada Bank Junk for Surabaya Clean
(BJSJ). Jurnal Teknik Lingkungan, 3 (i): 1-11,2017.
Sahwan, Firman. (2016). Kualitas Produk Kompos dan Karakteristik Proses
Pengomposan Sampah Kota Tanpa Pemilahan Awal. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 11. 79. 10.29122/jtl.v11i1.1225.
Santoso, Astya Jayanti Kurnia & Purnomo, MDE & Sumaryoto 2016. Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Kaliori sebagai Wisata Edukasi di Kabupaten
Banyumas dengan Penekanan Desain pada Pengolahan Sekuen Ruang. Jurnal
Ilmiah dan Lingkungan Binaan. Arsitektura, Vol. 14, No.2, Oktober 2016. ISSN
1693-3680. E-ISSN 2580-2976.
Setiadi, Amos. (2015). Studi Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas pada Kawasan
Permukiman Perkotaan di Yogyakarta. Jurnal Wilayah dan Lingkungan Vol 3
No 1, April 2015 hal 27-38.
SNI 19-3964-1994, tentang Metode Pengambilan Dan Pengukuran Contoh Timbulan
Dan Komposisi Sampah Perkotaan.
SNI 8632-2018, tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Operasional Pengelolaan
Sampah Perkotaan.
Suprihatin & Indrasti, Nastiti Siswi & Romli, Muhammad. (2016). Potensi Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca melalui Pengomposan Sampah. Departemen Teknologi
Industri Pertanian. Fakultas Telknologi Pertanian–IPB.Jurnal Rekayasa
lndustri Pertanian. Vol. 18(1), 53-59.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 29


Suryani, Anih Sri . (2014). Peran Bank Sampah dalam Efektifitas pengelolaan Sampah
(Studi Kasus Bank Sampah Malang). Aspirasi Vol. 5 No. 1, Juni 2014.
Tchoblanoglas, Theisen & Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management:
Engineering Principles and Management Issues.
Tim Peneliti Puslitbang Permukiman. (2012). Pengembangan Model Sistem
Pengelolaan Sampah Perkotaan. Laporan Akhir Penelitian tahun 2012.
Bandung : Puslitbang Permukiman.
Trihadiningrum, Yulinah. (2006). Reduction Potential of Domestic Solid Waste in
Surabaya City, Indonesia. Proceedings, The 4th International Symposium on
Sustainable Sanitation, Bandung, 4-6 September 2006. ISBN 979-26-2496-1.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.

30 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 3
FAKTOR PENENTU PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGOMPOSAN
SAMPAH (STUDI KASUS : KOTA CIMAHI)

Reni Nuraeni
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: reninur24@gmail.com

Pendahuluan
Saat ini, pengelolaan sampah tidak dapat dilakukan dengan end pipe solution
(kumpul-angkut-buang) seiring dengan makin meningkatnya jumlah timbulan
sampah. Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi (Integrated
Waste Management). Pengelolaan sampah secara terintegrasi merupakan pemilihan
dan penerapan teknik, teknologi, manajemen program yang sesuai dengan kondisi
setempat untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah (Tchobanoglous, 2002).
Prinsip dan strategi dasar dalam pengelolaan sampah secara terintegrasi menurut
USEPA (2002), adalah: 1) pengurangan sampah di sumbernya; 2) daur ulang dan
pengomposan; 3) waste to energy; 4) landfill.
Pengomposan merupakan proses pengolahan sampah yang sederhana dan
mempunyai manfaat yang besar dalam mengkondisikan tanah pertanian. Dalam
Permen PU nomor 03/PRT/M/2013 disebutkan bahwa pengolahan sampah, dalam
hal ini pengomposan, dapat dilakukan oleh setiap orang di sumber, pengelola,
ataupun pemerintah. Pada umumnya program pengomposan disusun oleh
pemerintah daerah, dimana dalam pelaksanaan program tersebut masyarakat
dilibatkan secara langsung untuk menimbulkan rasa memiliki. Diharapkan dengan
adanya rasa memiliki ini, masyarakat dapat mengelola pengomposan sehingga
program ini dapat berkelanjutan.
Kota Cimahi yang mempunyai jumlah dan densitas penduduk yang tinggi
mempunyai timbulan sampah sebesar 270 ton/hari (Bappeda Cimahi, 2019).
Jika semua sampah diangkut ke TPA, maka dalam waktu singkat TPA tidak dapat
lagi menampung sampah. Untuk itu Pemerintah Kota Cimahi telah menerapkan
program pengomposan sejak tahun 2004. Program pengomposan dilakukan dengan
pendekatan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat ini ditujukan untuk
melakukan penyadaran dan mendorong terjadinya perubahan sikap, perilaku,
dan budaya masyarakat dalam memperlakukan sampah. Di samping itu tujuan
lain adalah memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan sampah organik,

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 31


sehingga diharapkan timbulan sampah domestik dapat dikurangi dan secara tidak
langsung akan memperpanjang umur TPA.
Dalam tulisan ini akan dilihat bagaimana masyarakat menilai faktor penentu
pada partisipasi dalam pengomposan. Tujuannya adalah untuk memperkuat faktor
penentu partisipasi masyarakat tersebut sehingga masyarakat dapat terlibat secara
penuh dalam kegiatan pengomposan.

Faktor-Faktor Partisipasi Masyarakat


Faktor-faktor yang diperkirakan dapat menjadi penentu partisipasi masyarakat
pada kegiatan pengomposan sampah dirangkum pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator dan Tolok Ukur Kinerja Partisipasi Pengomposan


No Faktor Partisipasi Masyarakat Tolok Ukur

- Mengetahui tujuan pengomposan


1 Faktor Pengetahuan - Mengetahui manfaat pengomposan
- Mengetahui cara membuat kompos

Faktor sikap peduli lingkungan


- Bersedia bergabung dalam kampanye kebersihan
2 (Anschutz, 1996)
- Ikut serta dalam kegiatan kerja bakti kebersihan

3 Faktor Kontribusi Bersedia membayar iuran pengelolaan sampah


- Bersedia berperan dalam kelompok pengelola
- Bersedia menjadi anggota kelompok pengelola
4 Faktor Kemauan (Anschutz, 1996)
- Bersedia memberikan pendidikan lingkungan kepada
masyarakat
- Bersedia mengunjungi kelompok pengelola pengomposan
Faktor Kemampuan mendapatkan yang telah berhasil
5
informasi (Susi Febriana, 2003) - Bersedia mendengarkan radio, melihat TV, dan membaca
media cetak tentang pengomposan
- Bersedia bekerjasama dengan kelompok pengelola
pengomposan yang telah ada
Faktor Kerjasama dengan pihak lain
6 - Bersedia bekerjasama dengan pihak lain untuk
(Susi Febriana, 2003)
memasarkan produk.

Sumber : Nuraeni, 2005

Untuk mengetahui faktor penentu partisipasi masyarakat dilakukan analisis


Relative Importance Index (RII) terhadap hasil kuesioner yang disebarkan kepada
responden. Analisa RII ini digunakan untuk :
1. Menentukan faktor terpenting yang berpengaruh (Hosseinian, 2013 dan
Setyaningsih, 2013)
2. Mengukur indeks hubungan kepentingan dari daftar kriteria (Aghili, 2019)
3. Menentukan kontribusi masing-masing faktor (B., Hatkar, 2016)
4. Menghitung tingkat pengaruh faktor terhadap kinerja (Wijiono, 2014)

32 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


5. Menentukan peringkat berdasarkan hubungan kepentingan (Rooshdi, 2018)
6. Menentukan kontribusi variabel tertentu dari perkiraan beberapa variabel
(Somiah, 2015).
∑W
Perhitungan RII dapat dilihat pada rumus berikut : RII =
AxN
Dimana :
W = bobot yang diberikan oleh responden untuk masing-masing indikator
A = bobot tertinggi
N = jumlah responden

Jumlah populasi (masyarakat yang terlibat di dalam pilot project pengomposan


ini) adalah 50 (lima puluh) KK. Menurut Krejcie dan Morgan (1970, dalam Nuraeni,
2005), untuk mendapatkan tingkat kepercayaan 95% maka jumlah responden yang
harus diambil untuk jumlah anggota populasi 50 adalah 44 (Sugiyono, 2001: 11-
12 dalam Nuraeni, 2005). Responden yang diambil adalah kepala keluarga dengan
asumsi bahwa kepala keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarganya untuk
berpartisipasi. Data hasil kuesioner, dikelompokan berdasarkan usia, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan.

Faktor Penentu Partisipasi Masyarakat


Pengomposan merupakan salah satu bentuk pengelolaan sampah yang
berdampak positif dan mempunyai manfaat terhadap lingkungan. Pengomposan
merupakan proses transformasi dan stabilisasi berbagai jenis senyawa organik
padat dalam kondisi aerob oleh mikroba, dimana proses berlangsung secara
esoergonik dan menghasilkan energi (Stentiford, 2011) dan dilakukan secara
terkontrol sampai senyawa organik berada dalam kondisi stabil sehingga tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan (Diaz, 2002). Dalam hierarki pengolahan
sampah, pengomposan bersama dengan daur ulang menduduki hierarki kedua
setelah pengurangan sampah di sumber (Tchobanoglous, 2002).
Pengomposan bisa dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat. Namun
mengingat pengomposan merupakan pengolahan sampah di hulu, maka sebaiknya
dilakukan dengan berbasis masyarakat, dimana keberhasilannya ditentukan
oleh partisipasi masyarakat setempat (Sinthumule, 2019). Secara sederhana
partisipasi masyarakat diartikan dengan keikutsertaan masyarakat dalam suatu
kegiatan baik itu pada tahap persiapan, perencanaan, desain, pelaksanaan maupun
monitoring dan evaluasi (Dwiyanto, 2011). Dalam pengelolaan sampah, partisipasi
masyarakat mengacu pada keterlibatan anggota masyarakat secara aktif dalam
berbagai kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan program pengelolaan sampah
dengan tingkatan partisipasi didasarkan pada kontribusi masyarakat di dalamnya
(Maulina, 2012 dan Yakubu, 2018).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 33


1. Faktor Umur
Tabel 2 berikut ini adalah rangkuman hasil analisis RII faktor partisipasi
masyarakat berdasarkan kelompok umur yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelas yaitu
kelas umur 20-39, kelas umur 40-59, dan kelas umur diatas 59 tahun.

Tabel 2. Hasil Analisa RII Berdasarkan Kelompok Umur


Tolok Ukur
No Faktor Partisipasi Masyarakat
20-39 (th) 40-59 (th) >59 (th)

1. Faktor Pengetahuan 0,42 0,42 0,40


a. Mengetahui Tujuan Pengomposan 0,50 0,52 0,40
b. Mengetahui Manfaat Pengomposan 0,50 0,52 0,40
c. Mengetahui Cara membuat Kompos 0,25 0,22 0,40
2. Faktor sikap peduli lingkungan 0,69 0,85 1,00
a. Bergabung Dalam Kampanye 0,69 0,83 1,00
b. Ikut Kerja Bakti Kebersihan 0,69 0,87 1,00
3. Faktor Kontribusi Dalam Pembayaran Iuran Sampah 0,88 1,00 0,80
Faktor Kemauan Berpartisipasi Dalam Pengelolaan
4. 0,79 0,80 1,00
Pengomposan
a. Berperan Dalam Kelompok Pengelola 0,88 0,87 1,00
b. Menjadi Anggota Kelompok Pengelola 0,81 0,70 1,00
c. Memberikan Pendidikan Lingkungan 0,69 0,83 1,00
5. Faktor Kemampuan Mendapatkan Informasi 0,81 0,65 1,00
a. Mengunjungi Kelompok Lain 0,81 0,65 1,00
b. Memanfaatkan media informasi 0,81 0,65 1,00
6. Faktor kerjasama dengan pihak lain 0,81 0,65 1,00
a. Kerjasama dengan kelompok lain 0,81 0,65 1,00
b. Kerjasama dalam pemasaran 0,81 0,65 1,00

Dari hasil analisis di atas, kelompok umur >59 tahun menganggap bahwa faktor
penentu partisipasi masyarakat adalah: mempunyai sikap peduli lingkungan,
mempunyai kemauan berpartisipasi dalam pengelolaan pengomposan, mampu
mendapatkan informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Jika dilihat
dari usia, di atas 59 tahun sudah tidak produktif bekerja dan tidak memiliki
kemampuan untuk membayar iuran sampah (Bernstein, 2004 dalam Gotame,
2012). Sehingga mereka menganggap bahwa sikap peduli lingkungan, kemauan
berpartisipasi, dan bekerjasama merupakan faktor penentu partisipasi. Hal ini

34 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


sejalan dengan hasil penelitian Matsumoto (2011), bahwa semakin bertambah usia
maka kepedulian terhadap lingkungan akan semakin meningkat. Hasil penelitian
Dhokhikah (2015) di Surabaya juga menemukan bahwa responden dengan usia
35-50 tahun mempunyai probabilitas memilah sampah delapan kali lebih besar
dari usia kurang dari 35 tahun, untuk responden 51-65 tahun dan di atas 65 tahun
mempunyai probabilitas memilah sampah tiga kali lebih besar dari usia di bawah
35 tahun. Berbeda halnya dengan pendapat kelompok usia 20-39 tahun dan 40-59
tahun, dimana mereka berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi masyarakat
adalah berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah. Hal ini terkait dengan
masih produktifnya rentang usia 20-59 tahun, sehingga mereka menganggap
berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah merupakan faktor penentu dalam
partisipasi, karena mereka mempunyai kemampuan untuk membayar iuran
sampah dan tidak mempunyai waktu luang untuk terlibat secara langsung dalam
pengomposan. Hasil penelitian Matsumoto (2011) pun menyimpulkan bahwa
responden yang tidak terlibat dalam kegiatan pengelolaan sampah disebabkan
karena mereka tidak mempunyai waktu luang.

2. Faktor Pendidikan
Tabel 3 adalah rangkuman hasil analisis RII faktor partisipasi masyarakat
berdasarkan kelompok pendidikan yang dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA), dan perguruan tinggi.
Hasil pada Tabel 3 menyimpulkan bahwa masyarakat dengan Pendidikan SD
berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi adalah mempunyai sikap peduli
lingkungan, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan informasi, dan menjalin
kerjasama dengan pihak lain. Sedangkan faktor berkontribusi dalam pembayaran
iuran sampah tidak terlalu menentukan partisipasi. Hal ini terkait dengan
penghasilan masyarakat lulusan SD yang tidak terlalu besar, sehingga partisipasi
mereka tidak dalam bentuk materiil.
Adapun masyarakat berpendidikan SMP berpendapat bahwa faktor penentu
partisipasi adalah: mempunyai sikap peduli lingkungan, berkontribusi dalam pem-
bayaran iuran sampah, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan informasi,
dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. Untuk masyarakat berpendidikan SMA
dan Perguruan Tinggi, mereka berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi ada-
lah berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah.
Umumnya, masyarakat berpendidikan SMA dan Perguruan Tinggi penghasilan­
nya terbilang cukup. Selain itu, mereka juga tidak mempunyai waktu luang untuk
terlibat secara fisik dalam kegiatan pengomposan. Oleh karena itu, kurangnya
waktu luang tersebut merupakan salah satu alasan masyarakat untuk tidak ikut
dalam program pengomposan (Dhokhikah, 2015).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 35


Tabel 3. Hasil Analisa RII Berdasarkan Kelompok Pendidikan
Tolok Ukur
No Faktor Partisipasi Masyarakat
SD SLTP SLTA P. Tinggi
1. Faktor Pengetahuan 0,36 0,81 0,19 0,50
a. Mengetahui Tujuan Pengomposan 0,45 1,00 0,19 0,63
b. Mengetahui Manfaat Pengomposan 0,45 1,00 0,19 0,63
c. Mengetahui Cara membuat Kompos 0,18 0,44 0,19 0,25
2. Faktor Sikap peduli lingkungan 0,82 1,00 0,66 0,75
a. Bergabung Dalam Kampanye 0,82 1,00 0,63 0,75
b. Ikut Kerja Bakti Kebersihan 0,82 1,00 0,69 0,75
3. Faktor Kontribusi dalam Pembayaran Iuran Sampah 0,73 1,00 1,00 1,00
Faktor Kemauan Berpartisipasi Dalam Pengelolaan
4. 0,82 1,00 0,73 0,71
Pengomposan
a. Berperan Dalam Kelompok Pengelola 0,82 1,00 0,88 0,88
b. Menjadi Anggota Kelompok Pengelola 0,82 1,00 0,69 0,50
c. Memberikan Pendidikan Lingkungan 0,82 1,00 0,63 0,75
5. Faktor Kemampuan Mendapatkan Informasi 0,82 1,00 0,69 0,50
a. Mengunjungi Kelompok Lain 0,82 1,00 0,69 0,50
b. Memanfaatkan media informasi 0,82 1,00 0,69 0,50
6. Faktor Kerjasama dengan Pihak Lain 0,82 1,00 0,69 0,50
a. Kerjasama dengan kelompok lain 0,82 1,00 0,69 0,50
b. Kerjasama dalam pemasaran 0,82 1,00 0,69 0,50

3. Faktor Penghasilan
Tabel 4 adalah rangkuman hasil analisis RII faktor partisipasi masyarakat
berdasarkan kelompok penghasilan yang dibagi menjadi 3 (tiga) tingkatan yaitu
penghasilan kurang dari Rp 562.500, penghasilan antara 562.500- Rp 1 juta, dan
penghasilan diatas Rp 1 juta.
Hasilnya menyimpulkan bahwa faktor penentu partisipasi masyarakat dalam
pengomposan, menurut responden dengan penghasilan kurang dari Rp. 562.500
adalah: sikap peduli lingkungan, kemauan berpartisipasi, mampu mendapatkan
informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Berbeda dengan responden berpenghsilan lebih dari Rp. 562.500, dimana
mereka berpendapat bahwa faktor penentu partisipasi dalam pengomposan adalah
berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah.

36 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 4. Hasil Analisa RII Berdasarkan Kelompok Penghasilan
Tolok Ukur
No Faktor Partisipasi Masyarakat
<Rp 562.500 Rp 562.500-1jt > Rp 1 juta
1. Faktor Pengetahuan 0,00 0,56 0,27
a. Mengetahui Tujuan Pengomposan 0,00 0,68 0,31
b. Mengetahui Manfaat Pengomposan 0,00 0,68 0,31
c. Mengetahui Cara membuat Kompos 0,00 0,32 0,19
2. Faktor sikap peduli lingkungan 1,00 0,80 0,78
a. Bergabung dalam Kampanye 1,00 0,80 0,75
b. Ikut Kerja Bakti Kebersihan 1,00 0,80 0,81
3. Faktor Kontribusi dalam Iuran Sampah 0,00 1,00 1,00
Faktor Kemauan Berpartisipasi Dalam
4. 1,00 0,83 0,73
Pengelolaan Pengomposan
a. Berperan Dalam Kelompok Pengelola 1,00 0,88 0,88
b. Menjadi Anggota Kelompok Pengelola 1,00 0,80 0,63
c. Memberikan Pendidikan Lingkungan 1,00 0,80 0,69
5. Faktor Kemampuan Mendapatkan Informasi 1,00 0,80 0,63
a. Mengunjungi Kelompok Lain 1,00 0,80 0,63
b. Memanfaatkan media informasi 1,00 0,80 0,63
6. Faktor Kerjasama dengan Pihak Lain 1,00 0,80 0,63
a. Kerjasama dengan kelompok lain 1,00 0,80 0,63
b. Kerjasama dalam pemasaran 1,00 0,80 0,63

Hal yang menarik dari responden ini adalah mereka semua menganggap
pengetahuan tentang pengomposan merupakan faktor yang kurang menentukan
partisipasi. Sementara itu, dari beberapa penelitian yang telah dilakukan,
diperoleh hasil bahwa masyarakat yang memiliki informasi/pengetahuan
pengomposan akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk berpartisipasi
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak terinformasikan dengan baik (Xiao,
2017) dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan sampah
menjadi salah satu hambatan dalam efektivitas partisipasi masyarakat (Yakubu,
2018). Tidak sejalannya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
disebabkan masyarakat di Kelurahan Cipageran masih mempunyai karakteristik
masyarakat pedesaan dimana ikatan diantara masyarakat masih tinggi dan
mempunyai tanggung jawab bersama (Soerjono, 2012 dalam Maulana, 2019),
sehingga menurut mereka, pengetahuan secara teknis tidak terlalu berpengaruh
terhadap partisipasi dalam pengomposan. Meskipun demikian, tetap diperlukan

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 37


pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang pengomposan, agar program
pengomposan dapat berkelanjutan dan partisipasi masyarakat dapat meningkat.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat didorong oleh sikap
masyarakat terhadap sampah dan pemahaman mengenai konsekuensi jika
sampah dibiarkan/tidak diolah (Kalra, 2019 dan Yakubu, 2018).
Kerjasama dan keterpaduan antara pemerintah dengan masyarakat serta
antar masyarakat sendiri merupakan kunci dalam keberhasilan pengelolaan
sampah (Kalra, 2019 dan Yakubu, 2018), sehingga diperlukan adanya kader
lingkungan yang menjembatani pemerintah dan masyarakat. Kader lingkungan
dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat, dimana mereka mentransfer
pengetahuan dan teknologi pengomposan serta mendampingi dan memberikan
motivasi kepada masyarakat (Dhokhikah, 2015).
Selain dibentuknya kader lingkungan di lokasi ini, pemerintah daerah juga
harus menyediakan sarana pengomposan dan membuka akses bagi masyarakat
untuk memperoleh informasi mengenai pengomposan. Informasi memegang
peranan penting dalam merubah sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah
(Dhokhikah, 2015).
Partisipasi masyarakat dapat didorong dengan memberikan pemahaman bahwa
mengelola sampah merupakan tanggung jawab, bukan hanya sebagai pelayanan.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah bisa menjadi fase pembelajaran
bagi semua orang yang terlibat (Gotame, 2012).

Penutup
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada dasarnya responden di
Kelurahan Cipageran sudah siap untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengomposan.
Berdasarkan penilaian hasil kuesioner, responden berpendapat bahwa faktor
penentu dalam partisipasi adalah : sikap peduli lingkungan, kemauan berpartisipasi,
mampu mendapatkan informasi, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Sebagian responden berpendapat bahwa faktor penentu dalam partisipasi adalah
berkontribusi dalam pembayaran iuran sampah. Meskipun pada umumnya
responden tidak berpendapat bahwa pengetahuan dan pemahaman pengomposan
bukan merupakan faktor penentu, namun dalam pelaksanaan pengomposan faktor
ini sangat berpengaruh. Untuk itu, harus dilakukan peningkatan pengetahuan
dan pemahaman pengomposan, terutama dari segi teknis operasionalnya.
Transfer pengetahuan ini dapat dilakukan langsung oleh pemerintah, atau dengan
membentuk kader lingkungan yang berasal dari masyarakat atau tokoh masyarakat
setempat. Selain mentransfer pengetahuan, diperlukan juga pendampingan dalam
pelaksanaan kegiatan pengomposan.

38 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Daftar Pustaka
Aghili, Nasim., et.al. (2019). Management Criteria for Green Building in Malaysia
: Relative Importance Index. Journal Energy Sources, Part A : Recovery,
Utilization, adnd Environmental Effect, Vol. 41, Issue 21, p.2601-2615. https://
doi.org/10.1080/15567036.2019.1568634.
B., Hatkar, K., & Hedaoo N.A. (2016). Delay Analysis by Using Relative Importance
Index Methode in Infrastructure Project. International Journal of Civil
Engineering and Concrete Structure, Volume 1 No. 3.
Dhokhikah, Yeni, et.al. (2015). Community Participation in Household Solid Waste
Reduction in Surabaya, Indonesia. Resources, Conservation and Recycling 102,
153–162. http://dx.doi.org/10.1016/j.resconrec.2015.06.013.
Diaz, Luis F., et. al. (2002). Composting of Municipal Solid Waste. Handbook of
Solid Waste Management 2nd Edition, Pages 12.1-12.45. Edited by: George
Tchobanoglous and Frank Kreith. Mc. Graw Hill, USA.
Dwiyanto, Bambang Munas. (2011). Model Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan
Penguatan Sinergi dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan, Jurnal Ekonomi
Pembangunan ,Vol. 12 No.2, 239-256.
Gotame, Manira. (2012). Community Participation In Solid Waste Management
Kathmandu. Thesis at Universitas Bergensis. Norwegia.
Hosseinian, Seyyed. S., et.al. (2013). Relative Importance of Faktor Affecting
Construction Hazards in The Design Phase. Applied Mechanic and Materials, Vol.
330, p.862-866. https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/AMM.330.862.
Kalra, N. (2019). Community Participation and Waste Management. In: Ghosh S.
(eds) Sustainable Waste Management: Policies and Case Studies. Springer,
Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-13-7071-7_10.
Matsumoto, Shigeru. 2011. Waste Separation at Home: Are Japanese Municipal
Curbside Recycling Policies Efficient. Resources, Conservation, and Recycling
Vol. 55, page 325-334. http://dx.doi.org/10.1016/j.resconrec.2010.10.005.
Maulana, Abd. Rahman & Agus Efendi. (2019). Karakteristik Masyarakat Desa dan
Masyarakat Kota. https://www.academia.edu/39717869/KARAKTERISTIK_
MASYARAKAT_DESA_DAN_MASYARAKAT_KOTA.
Maulina, Alin Sri. (2012). Identifikasi Partisipasi Masyarakat dalam Pemi­
lah­
an Sampah di Kecamatan Cimahi Utara Serta Faktor yang
Mem­­pe­ngaruhinya. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 23 No. 3, 177-
196. http://journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/view/4125.
Nuraeni, Reni. (2005). Kesiapan Masyarakat untuk Berpartisipasi dalam Pilot
Project Pengomposan di Kelurahan Cipageran Kota Cimahi. Tesis Magister
Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 39


Permen PU Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Rooshdi, Raja Rafidah R., M., et.al. (2018). Relative Importance Index of Sustainable
Design and Construction Activities Criteria for Green Highway. Chemical
Engineering Transaction Journal, Vol. 63, 151-156. DOI: 10.3303/CET1863026.
Setyaningsih, Sri Indah. (2013). Analisis Relative Importance Index terhadap Faktor-
Faktor Penentu Pemenangan Lelang Proyek Konstruksi di Propinsi Aceh Yang
Menggunakan Metode ICB. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 2 No. 1.
Sinthumule, Ndidzulafhi I., & Sinqobile H. Mkumbuzi. (2019). Participation
in Community-Based Solid Waste Management in Nkulumane Suburb,
Bulawayo, Zimbabwe. Resources, 8, 30. doi:10.3390/resources8010030.
Somiah, M. K., et.al.. (2015). Relative Importance Analysis of Faktors Influencing
Unauthorized Siting of Residential Buildings in The Sekondi-Takoradi Metropolis
of Ghana. Journal of Building Construction and Planning Research, 3, 117–
126. http://dx.doi.org/10.4236/jbcpr.2015.33012.
Stentiford, Edward & Marco de Bertoldi (2011). Composting : Process. Solid Waste
Technology and Management Volume 1, Pages 515-531. Edited by: Thomas
H. Christensen. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication, United Kingdom.
Tchobanoglous, George, et. al. (2002). Introduction. Handbook of Solid Waste
Management 2nd Edition, Pages 1.1-1.25. Edited by: George Tchobanoglous
and Frank Kreith. Mc. Graw Hill, USA.
Wijiono, Suryo, et.al. (2014). Identifikasi Faktor Yang Berpengaruh terhadap
Kinerja Waktu Pelaksanaan Proyek dengan Dana Pinjaman Luar Negeri
pada Tahap Pra Konstruksi. Jurnal FT UI. https://doi.org/10.1016/j.
chemosphere.2018.03.137.
Xiao, L.; Zhang, G.; Zhu, Y.; Lin, T. (2017). Promoting Public Participation in Household
Waste Management: A Survey Based Method And Case Study in Xiamen city,
China. J. Clean Prod., 144, 313–322.
Yakubu, Khadija N. & Hadiza Mado. (2018). Assessment of Community Participation
in Solid Waste Management in Kaduna Metropolis. Conference Paper, Research
Gate. https://www.researchgate.net/publication/328512147.

40 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 4
PENGEMBANGAN KRITERIA PENGELOLAAN SAMPAH DI BANGUNAN
BERTINGKAT

1)
Anggi Wulandini 2) Laksmi Kurnia Santi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: 1) wulandinia@gmail.com, 2) santilaksmikurnia@gmail.com

Pendahuluan
Perkembangan suatu kota membawa berbagai macam dampak bagi pola
kehidupan masyarakat kota itu sendiri, salah satunya dampak akan tingginya
arus urbanisasi. Dampak dari tingginya arus urbanisasi selalu berkaitan dengan
permukiman kota. Tingginya jumlah penduduk di pusat kota yang merupakan pusat
dari kegiatan kota, mengharuskan terpenuhinya kebutuhan akan permukiman yang
layak huni, khususnya bagi kaum urbanis yang pekerjaannya terkonsentrasi pada
pusat kota. Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap serta kemudahan
jangkauan tempat kerja di pusat kota menimbulkan daya tarik bagi masyarakat
untuk bermukim di wilayah tersebut (Pendelaki, Purwanto , Olivia, & Agung, 2015).
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan
masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan
yang jumlah penduduknya terus meningkat. Pembangunan rumah susun dapat
mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega
dan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk peremajaan kota bagi daerah
yang kumuh (Hutagulung, 2004).
Rumah susun harus memenuhi persyaratan sistem sanitasi bangunan gedung.
Setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sistem, air bersih, sistem
pengolahan air limbah dan/atau air kotor, sistem pembuangan sampah dan sistem
penyaluran air hujan. Permen PUPR Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan
Kemudahan Bangunan Gedung menjelaskan bahwa pembangunan gedung
bertingkat harus memperhatikan penggunaan saf sampah. Sistem saf sampah
harus dipasang dengan memperhatikan konstruksi, kelengkapan saf sampah,
dan jenis pemilahannya. Pengelolaan sampah di rumah susun diatur berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Dalam peraturan
tersebut tempat sampah di rusun dinyatakan sebagai salah satu kelengkapan dasar
fisik lingkungan rumah susun yang harus tersedia, namun belum ada peraturan
resmi yang secara detail mengatur tentang pengelolaan sampah pada bangunan
rumah susun sederhana bertingkat tinggi.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 41


Dengan demikian, maka pengembangan Kriteria Pengelolaan Sampah di
Bangunan Bertingkat, didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu: pertama,
dampak yang timbul akibat perkembangan suatu kota pada penyediaan rumah tapak
(landed house), kedua, tingginya jumlah penduduk di pusat kota yang merupakan
pusat dari kegiatan kota yang memerlukan hunian layak, ketiga, terbatasnya sarana
dan prasarana kota yang terjangkau di tempat tempat kerja di pusat kota, dan
keempat, kerusakan lingkungan kota akibat penyediaan dan pengoperasian rumah
rumah susun. Atas dasar hal-hal tersebut, maka tujuan makalah ini adalah untuk
membahas proses pengembangan kriteria pengelolaan sampah yang meliputi
aspek pengelolaan sampah sebagai rujukan utama, pengelolaan sampah rumah
susun sewa (rusunawa) yang bersifat mandatori (wajib) sebagai rujukan yang
bersifat teknis operasional. Berdasarkan kedua rujukan tersebut, dikembangkan
kriteria teknis dan kriteria non teknis. Dengan adanya kriteria tersebut, maka
pengembanguan dan pengoperasian bangunan bangunan bertingkat menjadi
ramah lingkungan.

Aspek Pengelolaan Sampah


Menurut SNI 3242 : 2008 tentang Pengelolaan sampah di permukiman,
terdapat lima aspek perencanaan dalam pengelolaan sampah, yaitu aspek teknik
operasional, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peraturan, dan aspek
peran serta masyarakat (Gambar 1).

Aspek Teknis Operasional

Pengelolaan Aspek
Aspek
Limbah Padat Kelembagaan
Pembiayaan

Aspek Hukum dan Peraturan Aspek Peran Serta Masyarakat

Gambar Gambar
1. Aspek 1. Aspek Pengelolaan
Pengelolaan Sampah Sampah
Sumber:
Sumber: SNI 3242 SNI 3242 : 2008
: 2008

Aspek teknis operasional pengelolaan sampah terdiri dari pewadahan, pengumpulan


pemindahan,
Aspek pengangkutan,
teknis operasional pengolahan,
pengelolaan dan terdiri
sampah pemrosesan akhir sampah.
dari pewadahan, Sedangkan aspek
pengum­
kelembagaan dalam pengelolaan sampah terdiri dari :
pulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
1. Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber sampah sampai dengan TP
Sedangkan aspek kelembagaan dalam pengelolaan sampah terdiri dari :
dilaksanakan oleh lembaga yang dibentuk/ditunjuk oleh organisasi masyarakat permukiman
1. Pengelolaan
setempat. sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber sampah
sampai dengan sampah
2. Pengelolaan TPS dilaksanakan olehdengan
dari TPS sampai lembagaTPAyang dibentuk/ditunjuk
dikelola oleh sampah kot
oleh lembaga pengelola
yang dibentuk atau dibentuk oleh pemerintah
organisasi masyarakat permukiman setempat. kota
3. Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan teknis evaluasi kinerj
pengelolaan sampah
42 4. Mencari bantuan
Pengelolaan teknikRamah
Sampah perkuatan struktur organisasi
Lingkungan
5. Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan pemerintah daerah atau dengan
swasta
6. Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan
2. Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh lembaga
pengelola sampah kota yang dibentuk atau dibentuk oleh pemerintah kota
3. Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan teknis evaluasi
kinerja pengelolaan sampah
4. Mencari bantuan teknik perkuatan struktur organisasi
5. Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan pemerintah
daerah atau dengan swasta
6. Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan
7. Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan teknis dan
manajemen persampahan ke tingkat daerah.

Program dan pengembangan pembiayaan diantaranya meliputi:


1. peningkatan kapasitas pembiayaan
2. pengelolaan keuangan
3. tarif iuran sampah
4. melaksanakan kesepakatan masyarakat dan pengelola serta konsultasi masalah
prioritas pendanaan persampahan untuk mendapatkan dukungan komitmen
bupati/walikota.

Menurut Darmasetiawan, 2004, dasar hukum pengelolaan sampah adalah


perda tentang ketentuan pembuangan sampah, perda tentang pembentukan
badan pengelola, dan perda tentang tarif retribusi. Dasar hukum tersebut dibuat
berdasarkan kendala teknis: jangka waktu berlaku terbatas, kesiapan terhadap
upaya penegakannya, mempunyai keluwesan tapi tegas, penyebar luasan dan
penerapan perda (Darmasetiawan, 2004). Peran serta masyarakat dalam penge­
lolaan sampah di permukiman antara lain dapat berupa:
1. Melakukan pemilahan sampah di sumber
2. Melakukan pengolahan sampah dengan konsep 3R
3. Berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah
4. Mematuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan
5. Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya
6. Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan.

Pengelolaan Sampah Rumah Susun Sewa


Rusunawa merupakan bagian dari bangunan gedung negara. Sesuai dengan
Permen PUPR No 22/PRT/M/2018, tentang Pengelolaan Sampah Bangunan Gedung
Negara, dan Permen PUPR No 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan
Bangunan Gedung, maka pengelolaan sampah di rumah susun sewa (rusunawa)
adalah sebagai berikut:
1. Setiap bangunan gedung negara harus menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) dan sistem penanganan sampah

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 43


2. Bangunan gedung negara harus menyediakan tempat sampah dan/atau fasilitas
pemilahan sampah dengan pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis dan/atau sifat sampah
3. Bangunan gedung negara harus menyediakan fasilitas pengolahan sampah
organik secara mandiri

Penilaian tipologi pengumpulan sampah di bangunan bertingkat dinilai ber­


dasarkan (Miflin, Spertuo, Miller, & Groce, 2017):
1. Ruang yang dibutuhkan: efisiensi ruang yang diinginkan oleh pemilik bangunan,
terutama untuk kelas atas
2. Tenaga kerja yang dibutuhkan: tenaga kerja dalam memindahkan sampah
menambah biaya bagi pemilik bangunan
3. Kenyamanan penduduk: sebagian besar penghuni mengiginkan kenyamanan
4. Biaya pemeliharaan: beberapa tipologi memerlukan peralatan yang akan me­
nambah biaya perawatan

Dalam rancangan pedoman bebas sampah Kota New York, pengelolaan sampah
di rumah susun dapat dibagi ke dalam 6 (enam) tipologi pengelolaan sampah
berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Keenam tipologi tersebut dapat
digunakan sesuai peruntukan gedung dan kemauan serta kemampuan penghuni
gedung tersebut. Penjelasan tipologi pengumpulan sampah dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Tipologi Pengelolaan Sampah Berdasarkan Pengumpulan Sampah

Tipe Kelebihan Kekurangan


1. Lokasi terpusat - efisiensi - penghuni membuang sampah di
Penghuni membawa sampah ke tempat lokasi yang terlihat publik dapat
tempat yang disediakan di pusat - tenaga meningkatkan penyimpangan
penampungan sampah. Biasanya kerja yang sampah,
di dalam gedung, di lantai dasar dibutuhkan - ketidaknyamanan untuk penghuni
atau di bawah bangunan gedung tidak banyak yang tidak rutin membawa
bisa juga di depan bangunan sampahnya turun,
gedung - biasanya tidak dilakukan
pemadatan sampah.
2. Layanan koridor tiap lantai - tingkat - membutuhkan koridor layanan
Penghuni biasanya kenyamanan yang terpisah di setiap lantainya,
menempatkan sam­pah dalam yang tinggi - memerlukan tenaga kerja yang
bin atau plastik sampah, dan banyak untuk pengambilan
kardus yang sudah dibundel dan sampah dari setiap unit hunian,
langsung disimpan di luar pintu - biasanya tidak ada ketentuan
unit. Pengelola akan lebih mudah untuk pemadatan.
mengelola sampah karena
sampah dikumpulkan dari pintu
ke pintu

44 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 1. Tipologi Pengelolaan Sampah Berdasarkan Pengumpulan Sampah (lanjutan)
Tipe Kelebihan Kekurangan
3. Cerobong di koridor dengan - hemat - penghuni tidak memprioritaskan
daur ulang terpusat tempat dan program daur ulang sampah
Sistem ini terdiri dari cerobong memerlukan
dengan pintu cerobong berada tenaga kerja
di koridor atau di samping lift/ yang rendah
tangga. Daur ulang sampah
terletak di area tertentu
(dipusatkan). Pengurangan
sampah dilakukan dengan
penggunaan kompaktor di
tempat yang telah ditentukan,
dan cerobong dirancang dengan
ruang yang memadai untuk
pemilahan sampah
4. Ruang sampah dengan saf - nyaman untuk - memerlukan ruang untuk
sampah dan tempat sampah penghuni penyimpanan tempat sampah di
Sampah organik melewati saf setiap koridor,
sampah menuju ke kompaktor, - saf yang berventilasi baik,
dan sampah daur ulang - jumlah pekerja yang cukup untuk
dimasukkan ke tempat sampah mengumpulkan sampah daur
yang berada di koridor setiap ulang.
lantai.
5. Satu saf dengan pemilahan - Tenaga kerja - Pembelajaran untuk
Pada tipe ini penghuni perlu rendah pengoperasian peralatan dengan
menekan tombol untuk memilih benar,
aliran sampah yang akan - penghuni membutuhkan waktu
dibuang. Pensortir di dalam untuk menggunakan sistem,
cerobong akan mengarahkan - Biaya yang dibutuhkan tinggi,
sampah organik ke kompaktor - membutuhkan perawatan rutin.
dan sampah daur ulang ke bin
sampah di bawah
6. Multipel saf - Tenaga kerja - Dibutuhkan area tambahan setiap
Biasanya ada tiga cerobong, satu rendah, lantai,
mengarah ke kompaktor, satu ke - kenyamanan - Biaya yang dibutuhkan tinggi,
bin organik, dan satu lagi untuk tinggi - membutuhkan perawatan rutin.
kertas. Karton harus dibawa
sendiri ke lokasi pengumpulan

Dalam pengolahan mandiri, penghuni secara individu memilah sampah ber­


dasarkan jenis organik dan anorganik. Setelah pemilahan secara mandiri, dilakukan
penyaluran sampah melalui saf vertikal yang berada di setiap unit dalam satu
lantai. Kemudian dari saf ini ditampung di lantai dasar untuk selanjutnya dilakukan
proses pemilahan lebih lanjut di area pengolahan sampah bersama (Verandika,
2018). Gambar tipologi pengelolaan sampah berdasarkan sistem pengumpulan
sampah dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 45


yang berada di setiap unit dalam satu lantai. Kemudian dari saf ini ditampung di lantai dasar untuk
selanjutnya dilakukan proses pemilahan lebih lanjut di area pengolahan sampah bersama
(Verandika, 2018). Gambar tipologi pengelolaan sampah berdasarkan sistem pengumpulan sampah
dapat dilihat pada Gambar 2Gambar 2.

Gambar 2. Tipologi
Gambar 2. TipologiPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah Rusun
Rusun
Sumber
Sumber :: https://www.zerowastedesign.org/
https://www.zerowastedesign.org/

Menurut Permen PUPR No 14 Tahun 2017, ada beberapa kriteria teknis saf sampah yang
Menurut Permen PUPR No 14 Tahun 2017, ada beberapa kriteria teknis saf
dipersyaratkan agar dapat mengoptimalkan pengelolaan sampah bangunan gedung bertingkat :
sampah yang dipersyaratkan agar dapat mengoptimalkan pengelolaan sampah
1. Saf sampah harus dibuat dengan konstruksi tahan api untuk mencegah kebakaran
bangunan
2. Saf sampah perlugedung bertingkat
dilengkapi dengan::
1. Saf
a. tempat sampah harus
pembuangan yangdibuat dengan
diletakkan konstruksi
di area tahan
servis di apilantai;
setiap untuk mencegah keba­
karan
b. tempat pembuangan dengan roda yang diletakkan di bagian akhir saf sampah;
2. Saf sampah
c. semprotan perlusaf
pembersih dilengkapi
sampah; dengan:
a. tempat pembuangan yang diletakkan
Pengelolaan di area
Sampah Ramah servis di setiap
Lingkungan 33lantai;
b. tempat pembuangan dengan roda yang diletakkan di bagian akhir saf
sampah;
c. semprotan pembersih saf sampah;
d. sprinkler yang dipasang setidaknya di pintu pembuangan pada setiap lantai;
e. lampu;
f. pintu pembuangan sampah (tipikal tiap lantai) dengan ukuran setidaknya
38 cm x 46 cm;
g. pintu pembuangan otomatis yang terhubung dengan tempat pembuangan
di lantai dasar yang akan tertutup ketika suhu saf meningkat hingga 750 C;
dan
h. lubang udara/ventilasi yang dipasang pada bagian ujung atas saf sampah/
atap bangunan gedung dengan ketinggian dari lantai atap sekurang-
kurangnya 90 cm;

46 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


d.
d. sprinkler
sprinkler yang
yang dipasang
dipasang setidaknya
setidaknya di di pintu
pintu pembuangan
pembuangan pada pada setiap
setiap lantai;
lantai;
e.
e. lampu;
lampu;
f.
f. pintu
pintu pembuangan
pembuangan sampah
sampah (tipikal
(tipikal tiap
tiap lantai)
lantai) dengan
dengan ukuran
ukuran setidaknya
setidaknya 38
38 cmcm xx 46
46 cm;
cm;
g.
g. pintu
pintu pembuangan otomatis yang terhubung dengan tempat pembuangan di lantai dasar
pembuangan otomatis yang terhubung dengan tempat pembuangan di lantai dasar yang
yang
akan
akan tertutup
tertutup ketika
ketika suhu
suhu saf
saf meningkat
meningkat hingga
hingga 750
750 C;C; dan
dan
h.3. Saf sampah berupa pipadipasang
penghubung bagian yang terbuatatas dari beton/PVC dengan
h. lubang
lubang udara/ventilasi
udara/ventilasi yang
yang dipasang pada pada bagian ujung
ujung atas saf
saf sampah/atap
sampah/atap bangunan
bangunan
diameter
gedung dengan60 cm dengan
ketinggian lebar
dari bersih
lantai atap saf kurang lebih
sekurang‐kurangnya
gedung dengan ketinggian dari lantai atap sekurang‐kurangnya 90 cm; 72 cm.
90 cm;
3.
3. Saf
4.sampah
Saf Tempat
sampah berupa
berupa pipa
pipa penghubung
pembuangan sampah
penghubung yang terbuat
organik
yang dari
dari beton/PVC
terbuatsementara berada
beton/PVC dengan
dalam
dengan diameter
ruangan
diameter 60
60 cm dengan
yang
cm dengan
lebar bersih saf
lebar dikondisikan kurang
bersih saf kurang lebih 72
lebih 72
dengan cm.
cm. maksimum 150 C untuk memperlambat proses
suhu 0
4.
4. Tempat
Tempat pembuangan
pembuangan sampah
sampah organik
organik sementara
sementara berada
berada dalam
dalam ruangan
ruangan yang
yang dikondisikan
dikondisikan
dengan pembusukan.
suhu maksimum 150 0C untuk memperlambat proses pembusukan.
dengan suhu maksimum 150 C untuk memperlambat proses pembusukan.
0
5. 5. Saf sampah
Saf dapat langsung dipisahkan berdasarkan jenis sampah (Gambar 3), 3),
5. Saf sampah
sampah dapat
dapat langsung
langsung dipisahkan
dipisahkan berdasarkan
berdasarkan jenisjenis sampah
sampah (Gambar
(Gambar 3Gambar
3Gambar 3), F
F
sedangkan
sedangkan
sedangkan desaindesain
desain saf saf sampah
saf sampah
sampah secara secara dapat
secara vertikal,
vertikal, vertikal,
dapat dapat
dilihat
dilihat dilihat
pada
pada Gambar
Gambarpada
4. Gambar 4.
4.

Gambar
Gambar 3. Pemilahan Saf Sampah
Gambar3. 3. Pemilahan SafSampah
Pemilahan Saf Sampah
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017

Gambar 4.
Gambar 4.
Gambar Desain
4. Desain Saf
Saf Sampah
Desain Saf Sampah
Sampah
Sumber:
Sumber: Permen
Permen PUPR
PUPR No
No 14
14 Tahun
Tahun 2017
2017
Sumber: Permen PUPR No 14 Tahun 2017
Kriteria
Kriteria Teknis
Teknis Pengelolaan
Pengelolaan Sampah
Sampah di
di Bangunan
Bangunan Bertingkat
Bertingkat
1. Pewadahan
1. Pewadahan
Pengelolaan Sampah
Sampah Ramah
PengelolaanPengelolaan Sampah
Ramah Ramah 34
Lingkungan
Lingkungan Lingkungan
34 47
Kriteria Teknis Pengelolaan Sampah di Bangunan Bertingkat
1. Pewadahan
Pewadahan terdiri dari wadah individu dan wadah komunal. Wadah individu
ditempatkan di masing-masing hunian dengan jumlah minimal 2 untuk memisahkan
sampah organik dan anorganik. Pengadaan wadah individu dapat dilakukan oleh
masing-masing penghuni.
Wadah komunal ditempatkan di setiap lantai dapat disimpan dekat dengan
akses tangga maupun di dekat pintu cerobong sampah. Wadah komunal digunakan
untuk mengumpulkan sampah anorganik, sedangkan sampah organik dapat
dikumpulkan melalui saf/cerobong sampah yang di bawahnya ditampung dalam
kontainer. Wadah komunal dapat berupa bin sampah berukuran 50 –100 liter.
Wadah yang digunakan terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dan
mudah pada
Pewadahan saatdari
terdiri operasional, misalnya
wadah individu bahan
dan wadah plastik,
komunal. Wadahfiberglas
individuatau jenis bahan
ditempatkan di
masing‐masing hunian dengan
lainnya. Kapasitas wadah jumlah
sudah minimal 2 untuk memisahkan
diperhitungkan sampah
terhadap organik
jumlah dan anorganik.
timbulan sampah
Pengadaan wadah individu dapat dilakukan oleh masing‐masing penghuni.
per harikomunal
Wadah dan ritasi/periode pengangkutan.
ditempatkan di setiap lantai dapat disimpan dekat dengan akses tangga maupun
di dekat pintu cerobong sampah. Wadah komunal digunakan untuk mengumpulkan sampah
anorganik, sedangkan sampah organik dapat dikumpulkan melalui saf/cerobong sampah yang di
2. Pengumpulan
bawahnya ditampung dalam kontainer. Wadah komunal dapat berupa bin sampah berukuran 50 –
Pengumpulan sampah organik di saf sampah ke TPS dilakukan oleh petugas
100 liter.
kebersihan
Wadah yang setiap hari
digunakan untuk
terbuat darilangsung
bahan yangdiolah. Sedangkan
tahan karat, kedap airpengumpulan
dan mudah padasampah
saat
operasional, misalnya bahan plastik, fiberglas atau jenis bahan lainnya. Kapasitas wadah sudah
anorganik dapat dilakukan 1 – 3 hari sekali untuk kemudian dipisahkan kembali
diperhitungkan terhadap jumlah timbulan sampah per hari dan ritasi/periode pengangkutan.
berdasarkan jenis yang sampah yang dapat didaur ulang/ memiliki nilai ekonomi.
2.DiPengumpulan
lantai bawah cerobong sampah disediakan kontainer untuk menampung sampah
Pengumpulan sampah organik di saf sampah ke TPS dilakukan oleh petugas kebersihan setiap
organik
hari agar tidak
untuk langsung tercecer.
diolah. SedangkanBila sampah yang
pengumpulan masuk
sampah ke cerobong
anorganik adalah
dapat dilakukan 1 – 3sampah
hari
terpilah, maka kapasitas kontainer/wadah penampung untuk menampung
sekali untuk kemudian dipisahkan kembali berdasarkan jenis yang sampah yang dapat didaur ulang/sampah
memiliki
organik nilai ekonomi.
untuk satuDicerobong
lantai bawahsampah
cerobongyang
sampah disediakan kontainer
digunakan untuk 48untukKK menampung
adalah 100 –
sampah organik agar tidak tercecer. Bila sampah yang masuk ke cerobong adalah sampah terpilah,
maka kapasitas kontainer/wadah penampung untuk menampung sampah organik untuksampah
200 L dan bila tidak terpilah 200 – 500 L, dengan periode pembongkaran satu
1 – 2 hari
cerobong sekali.
sampah yang digunakan untuk 48 KK adalah 100 – 200 L dan bila tidak terpilah 200 – 500
L, dengan periode pembongkaran sampah 1 – 2 hari sekali.

Gambar 5. Gambar Konsep Pengumpulan Sampah


GambarSumber
5. Gambar Konsep Pengumpulan Sampah
: https://www.zerowastedesign.org/

Sumber
Pemanfaatan cerobong sampah dapat: ditingkatkan
https://www.zerowastedesign.org/
sebagai sarana pengumpulan sampah dengan
menerapkan dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah di hunian rusunawa. Pengumpulan
sampah rumah susun dapat dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem pengumpulan sampah melalui
cerobong
48 Pengelolaan Sampah Ramah
dan sistem pengumpulan Lingkungan
sampah tanpa cerobong. Untuk sistem pengumpulan sampah
dalam rumah susun dengan sistem cerobong, ada yang melakukan pemilahan di dasar cerobong,
yaitu perlakuan pembongkaran sekaligus dengan pemilahan sampah di cerobong tiap blok. Selain itu
ada yang melakukan pemilahan di sumber sampah. Konsep skema pengumpulan sampah melalui
cerobong seperti pada Gambar 6Gambar 6 dan Gambar 7Gambar 7, konsep skema tanpa melalui Formatted: Fo
Pemanfaatan cerobong sampah dapat ditingkatkan sebagai sarana pengumpulan
sampah dengan menerapkan dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah
di hunian rusunawa. Pengumpulan sampah rumah susun dapat dibagi menjadi
dua sistem, yaitu sistem pengumpulan sampah melalui cerobong dan sistem
pengumpulan sampah tanpa cerobong. Untuk sistem pengumpulan sampah dalam
rumah susun dengan sistem cerobong, ada yang melakukan pemilahan di dasar
cerobong, yaitu perlakuan pembongkaran sekaligus dengan pemilahan sampah di
cerobong tiap blok. Selain itu ada yang melakukan pemilahan di sumber sampah.
Konsep skema pengumpulan sampah melalui cerobong seperti pada Gambar 6 dan
Gambar 7, konsep skema tanpa melalui cerobong seperti Gambar 8.

1. Sistem Pengumpulan Sampah melalui Cerobong

Gambar 6. Sistem
Gambar Pengumpulan
6. Sistem Sampah dengan
Pengumpulan Sampah Pemilahan
dengandiPemilahan
Dasar Cerobong
di Dasar Cerobong
Gambar 6. Sistem Pengumpulan Sampah dengan Pemilahan di Dasar Cerobong
Sumber: Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 2019 20192019
Sumber: Pusperkim,

Gambar
Gambar
Gambar 7. 7. Sistem
7. Sistem
Sistem Pengumpulan
Pengumpulan
PengumpulanSampahSampah
dengan
Sampah dengan
Pemilahan
dengan Pemilahan di Sumber
di SumberdiSampah
Pemilahan Sumber Sampah
Sampah
Sumber: Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 2019 20192019
Sumber: Pusperkim,

2. 2. Sistem
Sistem Pengumpulan
Pengumpulan Sampah
Sampah Tanpa
Tanpa Cerobong
Cerobong
10.10. Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 49
2. Sistem Pengumpulan Sampah Tanpa Cerobong
2. Sistem Pengumpulan Sampah Tanpa Cerobong
10.

Gambar 8.Sistem
Gambar 8. Sistem Pengumpulan
Pengumpulan Sampah
Sampah TanpaTanpa Cerobong
Cerobong Sampah Sampah
Sumber:
Sumber: Pusperkim,
Pusperkim, 20192019

Pada penelitian Purcell & Magette (2010), banyak warga kota Dublin tinggal di apartemen dan
Pada penelitian Purcell & Magette (2010), banyak warga kota Dublin tinggal
bangunan bertingkat yang mengatakan bahwa mereka kesulitan memindahkan sampah yang berat.
di apartemen dan bangunan
Dengan adanya sistem pengumpulan bertingkat
sampah yang mengatakan
melalui cerobong,bahwa
hal inimereka kesulitan
dapat mempermudah warga
memindahkan sampah
untuk memindahkan sampah. yang berat. Dengan adanya sistem pengumpulan sampah
melaluipembuangan
Sistem cerobong, hal ini dapat
sampah mempermudah
dengan warga
cerobong atau safuntuk
sampahmemindahkan
memungkinkan sampah.
sampah dibuang
Sistem pembuangan
dari bangunan sampahsaluran
bertingkat melalui denganke cerobong
wadah atau saf sampah
sampah terpusatmemungkinkan
yang terletak di dasar saf
sampah.
sampahSebaiknya
dibuangada kendaraan
dari bangunankecil untuk mengumpulkan
bertingkat melalui saluransampah
ke wadahdari sampah
tiap blok bangunan
bertingkat tersebut. Dengan demikian, penerapan sistem pengumpulan sampah
terpusat yang terletak di dasar saf sampah. Sebaiknya ada kendaraan kecil untuk menggunakan saf
sampah telah meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah rumah
mengumpulkan sampah dari tiap blok bangunan bertingkat tersebut. Dengan tangga, meningkatkan kontrol
terhadap bau dan
demikian, kebocoran,
penerapan serta pengumpulan
sistem mengurangi kebutuhan
sampah akan pekerja pengumpulan
menggunakan saf sampahsampah (Bai
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
telah meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah rumah tangga, meningkatkan 36
kontrol terhadap bau dan kebocoran, serta mengurangi kebutuhan akan pekerja
pengumpulan sampah (Bai & Sutanto, 2002). Selain itu juga dapat meringankan
beban warga atau petugas sampah untuk membawa sampah dari tingkat atas ke
bawah. Hal ini sejalan dengan artikel Stop Waste Fact Sheet (2017) yang menyatakan
bahwa di beberapa negara sudah banyak yang menerapkan saf sampah untuk
menyalurkan sampah dari lantai atas ke lantai dasar. Saf sampah banyak diterapkan
karena penghuni bangunan bertingkat merasa nyaman dan saf sampah membuat
tangga serta lift tetap bersih, dan penghuni tidak harus membawa turun sampah
yang dihasilkan.

3. TPS 3R Kawasan Rusun


Cara terbaik untuk memaksimalkan pengolahan sampah seperti pengomposan
dan upaya daur ulang sampah lainnya di bangunan bertingkat adalah menyediakan
tempat sampah terpusat yang bersih dan bebas bau di lantai dasar. Tempat daur ulang
sampah terpusat yang melayani beberapa bangunan akan mengurangi kebutuhan

50 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


staf pengelola sampah, dan akan menghasilkan program dan edukasi lebih banyak
lagi tentang daur ulang sampah terhadap penghuni bangunan bertingkat, yang
akan berpengaruh terhadap meningkatnya pastisipasi masyarakat.
Tempat Pengolahan sampah dapat berupa TPS kawasan yang sebaiknya berada
di kawasan rusun (<200 m). Di dalam TPS ini disediakan sarana untuk pengolahan
sampah organik dan tempat penyimpanan sampah anorganik yang telah dipilah.
Bangunan TPS dapat berupa bangunan penampungan maupun kontainer yang
disediakan oleh pemerintah daerah kapasitas 6 m3. Luasan bangunan TPS 10 – 50
m2 (TPS tipe I menurut SNI 3242-2008). Jika memungkinkan kegiatan 3R dapat
dilakukan di TPS kawasan rusun.
Berdasarkan hasil analisis terhadap pengelolaan sampah di bangunan ber­
tingkat/rusun untuk rusunawa, pada Tabel 2 disampaikan rekapitulasi kriteria
teknis pengelolaan sampah pada bangunan bertingkat khususnya rusunawa.

Tabel 2. Kriteria Teknis Pengelolaan Sampah Rumah Susun

Tahapan Pengelolaan Krieria Teknis Keterangan


Sampah

Pemilahan Pemilahan dilakukan menjadi 2 jenis Pemilahan dilakukan di sumber


sampah: sampah, pada saat pembongkaran
• Sampah Organik cerobong sampah
• Sampah Anorganik

Pewadahan • Pola pewadahan : individual dan komu- Pewadahan individual kapasitas 5


nal liter, komunal kapasitas 50 – 100 liter
• Bentuk pewadahan dengan bentuk, sifat, dan jenis wadah
• Sifat pewadahan sampah sesuai dengan SNI 8632:2018
• Jenis pewadahan tentang Tata cara perencanaan teknik
operasional pengelolaan sampah
perkotaan

Pengumpulan • Metode pengumpulan dapat dilakukan • TPS dengan jarak < 100 m dalam
secara individual maupun komunal, lingkungan rusunawa pengumpul-
tergantung dari radius layanan TPS an dapat dilakukan secara individu
tersebut (pengumpulan langsung).
• Periodisasi pengumpulan maksimal 3 • TPS> 100 m pengumpulan dari wa-
hari sekali, tergantung kondisi komposi- dah sampah komunal dan sampah
si sampah yang melalui cerobong sampah
- Semakin besar persentasi sampah dilakukan oleh petugas rusun/CS.
yang mudah terurai, periodisasi pe- • Pengumpulan sampah organik
ngumpulan sampah menjadi setiap (dengan komposisi 59%) melalui
hari, cerobong sampah di tampung
- Untuk sampah guna ulang dan menggunakan wadah/kontainer/
sampah daur ulang, periode peng- bin dengan kapasitas yang digu-
umpulannya disesuaikan dengan nakan untuk 48 KK adalah 100 –
jadwal yang telah ditentukan, dapat 200 L sampah tercampur 200 – 500
dilakukan 3 hari sekali atau lebih; L,
• Perbandingan sistem pengumpulan • Periode pembongkaran sampah 1 –
menggunakan cerobong sampah dan 2 hari sekali.
tanpa cerobong sampah

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 51


dapat dilakukan 3 hari L,
sekali atau lebih;  Periode pembongkaran
 Perbandingan sistem sampah 1 – 2 hari sekali.
pengumpulan menggunakan
cerobong sampah dan tanpa
Tabel 2.cerobong
Kriteria Teknis
sampah Pengelolaan Sampah Rumah Susun (lanjutan)
Pengolahan  Pengomposan Krieria Teknis
Tahapan Pengelolaan  PengomposanKeterangan
terdiri dari
Sampah  Biodigester komposter tanam kapasitas 30
Pengolahan  Peletasi pakan ternak
• Pengomposan L dan komposterterdiri
• Pengomposan tower dari kom-
 Bank sampah
• Biodigester kapasitas
poster23,5
tanamL kapasitas 30 L dan
• Peletasi pakan ternak  Biodigester kapasitas 15 23,5 L
komposter tower kapasitas
• Bank sampah • Biodigester kapasitas 15 Kg/hari
Kg/hari
• Mesin peletasi pakan ternak kapa-
 Mesinsitas
peletasi
50-100pakan
Kg/jam ternak
kapasitas
• Sampah 50‐100 Kg/jam
anorganik dapat dimasuk-
kan ke bank sampah, didaur ulang,
 Sampah anorganik dapat
atau diguna ulang berdasarkan
dimasukkan ketelah
jadwal yang bank sampah,
ditentukan
didaur ulang, atau diguna
Sumber: Pusperkim, 2019
ulang berdasarkan jadwal yang
telah ditentukan
Kriteria
Sumber: Non
Pusperkim, Teknis Pengelolaan Sampah di Bangunan Bertingkat
2019
1. Kelembagaan
KriteriaPengelolaan
Non Teknissampah
Pengelolaan Sampah
di rusunawa dapatdidikelola
Bangunan Bertingkat kebersihan di
oleh bagian/seksi
bawah pengelola (UPT) rusunawa. Dengan adanya bagian khusus untuk mengelola
1. Kelembagaan
Pengelolaan
sampah sampah di rusunawa
yang menjadi bagiandapat
dalamdikelola oleh bagian/seksi
UPT rusunawa maka akan kebersihan
memudahkan di bawah penge
(UPT)koordinasi
rusunawa. Dengan adanya
pengelolaan sampahbagian khusus
dan/atau untuk dengan
kebersihan mengelola
SKPD sampah
lain di yang
kota/ menjadi ba
dalamkabupaten
UPT rusunawa
yang maka
terkaitakan memudahkan
dengan pengelolaankoordinasi
sampah. pengelolaan sampahdapat
Petugas kebersihan dan/atau kebersi
dengan SKPD lain di kota/kabupaten yang terkait dengan pengelolaan sampah.
berasal dari pengelola maupun dari penghuni rusun yang dijadikan tenaga bantuan Petugas kebersi
dapatpengelola
berasal dari pengelola
rusun. Strukturmaupun dari
lembaga penghuni
pengelola rusun di
sampah yang dijadikan
rusunawa tenaga
dapat bantuan penge
dilihat
rusun. Struktur lembaga
pada Gambar 9. pengelola sampah di rusunawa dapat dilihat pada Gambar 9.

UPT Rusunawa

Pengelola kebersihan rusunawa/ cleaning Koordinator


service Blok

Petugas Petugas Petugas Petugas


Kebersihan Kebersihan Kebersihan Kebersihan
Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok ……..

Gambar 9.
Gambar 9. Struktur
StrukturKelembagaan Pengelola
Kelembagaan Sampah Di
Pengelola Rusunawa
Sampah Di Rusunawa
2. Pembiayaan
2. Pembiayaan
Pembiayaan merupakan faktor penting untuk mendukung jalannya sistem pengelolaan sam
Pembiayaan merupakan faktor penting untuk mendukung jalannya sistem
Pembiayaan pengelolaan sampah di rusunawa digunakan untuk biaya investasi maupun b
pengelolaan
operasional sampah. sampah.
pengelolaan Pembiayaan pengelolaan
Sumber sampahdidirusunawa
pembiayaan rusunawa dapat
digunakan
berasal dari A
untuk biaya investasi maupun biaya operasional pengelolaan sampah.
kabupaten/kota, iuran/retribusi dari penghuni rusun serta corporate social Sumber
responsibility (C
pembiayaan
Mekanisme di rusunawa
pembiayaan dapat
sampah diberasal
rumahdari APBD
susun kabupaten/kota,
dapat dikelola olehiuran/retribusi
pengelola melalui UPT ru
koordinator rusun, maupun RT setempat.
3. Peraturan
52 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Dalam pengelolaan sampah di bangunan bertingkat perlu dibuat peraturan khusus yang meng
mengenai pengelolaan sampah. Dengan adanya peraturan khusus, hal ini dapat menggera
masyarakat/penghuni rusun untuk melakukan pengolahan sampah, minimal melakukan pemila
dari penghuni rusun serta corporate social responsibility (CSR). Mekanisme pem­
biayaan sampah di rumah susun dapat dikelola oleh pengelola melalui UPT rusun,
koordinator rusun, maupun RT setempat.

3. Peraturan
Dalam pengelolaan sampah di bangunan bertingkat perlu dibuat peraturan
khusus yang mengatur mengenai pengelolaan sampah. Dengan adanya peraturan
khusus, hal ini dapat menggerakan masyarakat/penghuni rusun untuk melakukan
pengolahan sampah, minimal melakukan pemilahan sampah dari unit hunian.
Peraturan yang telah dibuat harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh dan
dipantau oleh pengelola rusun. Selain itu perlu juga disusun peraturan daerah yang
mengatur koordinasi antar unit SKPD untuk pengelolaan sampah di bangunan
bertingkat.

4. Peran serta masyarakat,


Peran serta masyarakat/penghuni rusun sangat diperlukan dalam pemilahan
sampah yang ditimbulkan di sumber untuk memudahkan untuk pengolahan
elola selanjutnya. Penghuni juga dapat berperan aktif langsung dalam melakukan pe­
agian ngolahan sampah. Selain itu, partisipasi penghuni dapat berupa pembayaran iuran
ihan untuk tambahan biaya operasional pengolahan sampah dan biaya pengangkutan
ihan residu sampah.
elola Peran serta dan pemberdayaan masyarakat dapat ditingkatkan melalui bebe­
rapa program antara lain (SNI 3242 : 2008 tentang Pengelolaan Sampah di
Permukiman, 2008):
a. Program untuk peran serta masyarakat dan peningkatan kemitraan :
1) Melakukan pembinaan pemilahan sampah kepada masyarakat secara
rutin
2) Melaksanakan kampanye gerakan reduksi dan daur ulang sampah
3) Memfasilitasi forum lingkungan dan organisasi wanita sebagai mitra
4) Penerapan pola tarif iuran sampah
5) Menelusuri pedoman investasi dan kemitraan untuk meningkatkan
minat swasta.
b. Pemberdayaan masyarakat
Proses pemberdayaan masyarakat mulai dilakukan pada saat perencanaan
hingga pengelolaan. Pada tahap perencanaan, masyarakat dilibatkan da­
lam proses perencanaan sistem pengelolaan, kebutuhan peralatan, dan
kebutuhan dana. Pada tahap pembangunan, masyarakat dilibatkan dalam
mpah. proses pembangunan dan pengawasan. Sedangkan pada tahap pengelolaan,
biaya masyarakat terlibat langsung dalam kelembagaan pengelola maupun
APBD sebagai personil penghasil sampah, sehingga masyarakat dapat berperan
CSR). aktif dalam mengelola sampah dari sumber. Keterlibatan masyarakat dari
usun,

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 53


gatur
akan
ahan
mulai perencanaan hingga pengelolaan diharapkan dapat menumbuhkan
rasa kepemilikan dalam sarana prasarana pengelolaan sampah yang telah
terbangun.

Penutup
Pengelolaan sampah pada bangunan bertingkat merupakan salah satu hal
yang harus dilakukan untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Sama halnya
dengan pengelolaan sampah di lingkungan permukiman, pengelolaan sampah pada
bangunan bertingkat pun harus dilakukan dengan memadukan 5 aspek pengelolaan
sampah yaitu aspek teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan, hukum dan
peraturan serta peran serta masyarakat secara berkesinambungan. Pengelola
dan warga bangunan bertingkat harus dapat bekerjasama untuk melakukan
pengelolaan sampah dengan menggunakan kriteria-kriteria pengelolaan sampah
di bangunan bertingkat.

Daftar Pustaka
Bai, R., & Sutanto, M. (2002). The Practice and Challenges of Solid Waste Management
in Singapore. Waste Management, 557 - 567.
Darmasetiawan, M. (2004). Sampah dan Sistem Pengelolaannya. Jakarta: Ekamitra .
Hutagulung, A. (2004). Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen.
Hukum dan Pembangunan, 317.
Miflin, C., Spertuo, J., Miller, B., & Groce, C. (2017). The Center for Architecture.
(The Center for Architecture) Retrieved April 2020, from https://www.
zerowastedesign.org/02-building-design/a-residential-building-context/.
Pendelaki, E. E., Purwanto , E., Olivia, D., & Agung, W. (2015). Faktor - Faktor Pemben­
tukan Kinerja Spasial Rumah Susun Kaitannya dengan Kepuasan Penghuni.
Modul, 15(2), 85 - 106.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 14/PRT/M/2017
tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 22/PRT/M/2018
tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.
Purcell, M., & Magette, W. (2010). Attitudes and Behavior Towards Waste Management
in the Dublin, Ireland Region. Waste Management.
Pusperkim. (2019). Pengembangan Model Pengelolaan Sampah untuk Bangunan
Bertingkat. Bandung: Satker Pusperkim.
SNI 3242 : 2008 tentang Pengelolaan sampah di permukiman.

54 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


SNI 8632:2018 tentang Tata cara perencanaan teknik operasional pengelolaan
sampah perkotaan.
Stop Waste Fact Sheet. (2017, August 22). Space Guidelines For Recycling, Organics,
and Refuse Services for Designers of Multifamily & Commercial Buildings.
Verandika, H. (2018). Kampung Vertikal di Ngampilan Bantaran Kaliwongo, Yogyakarta.
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/8116/05.%20
Bab%203.pdf?sequence=8&isAllowed=y (Diakses pada Juli 2019)

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 55


Bab 5
PENGELOLAAN SAMPAH PESISIR, PERAIRAN, DAN PULAU DI WILAYAH
PROVINSI BALI

I Made Wahyu Widyarsana 2) Rizkia Nur Aulia


1)

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan


Institut Teknologi Bandung
email: imw.riset@gmail.com, 2) wahyu.labb3@gmail.com
1)

Pendahuluan
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang sangat diminati masyarakat
dunia karena keindahalan alam pesisir, perairan, dan kepulauan. Seiring dengan
banyaknya wisatawan yang datang menikmati keindahan alam Bali menyebabkan
tak sedikit sampah yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian Widyarsana dkk
(2020) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali pada tahun 2018 sebesar 4.200.100
jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 jiwa/tahun yang
berasal dari berbagai belahan dunia. Setiap tahunnya Provinsi Bali menghasilkan
Pendahuluan
sampah hingga 822,55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didomi-
Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata yang sangat diminati masyarakat dunia karena
nasikeindahalan
oleh sampah alam organik sekitardan
pesisir, perairan, 65% dan sampah
kepulauan. plastikbanyaknya
Seiring dengan sekitar 15,67%.
wisatawanKurang-
yang
nya pengelolaan sampah terpadu, sekitar 283.369 ton/tahun (34,45% berat
datang menikmati keindahan alam Bali menyebabkan tak sedikit sampah yang basah)
dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitian Widyarsana dkk (2020) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali pada
sampah
tahun 2018 sebesar 4.200.100 jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 se-
dibuang secara ilegal ke lingkungan. Pada akhir pengelolaan sampah,
kitar 444.679
jiwa/tahun ton/tahun
yang berasal dari(54,06% Berat)dunia.
berbagai belahan sampah
Setiapdiproses di sepuluh
tahunnya Provinsi landfill yang
Bali menghasilkan
sampah hingga 822,55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi oleh sampah
terdapat di Provinsi Bali. Meningkatnya aktivitas perekonomian di
organik sekitar 65% dan sampah plastik sekitar 15,67%. Kurangnya pengelolaan sampah terpadu,
Provinsi Bali
yang disebabkan
sekitar oleh aktivitas
283.369 ton/tahun pariwisata
(34,45% berat dan urbanisasi
basah) sampah dibuang secara menyebabkan peningka-
ilegal ke lingkungan. Pada
tan akhir pengelolaan
timbulan sampah,
sampah sekitar 444.679
termasuk ton/tahun kompleksitas
peningkatan (54,06% Berat) sampah diproses di sepuluh
permasalahannya. Oleh
landfill yang terdapat di Provinsi Bali. Meningkatnya aktivitas perekonomian di Provinsi Bali yang
karena itu sampah
disebabkan yangpariwisata
oleh aktivitas berada di danpesisir, perairan
urbanisasi dan pulau
menyebabkan di Bali
peningkatan harussampah
timbulan dikelola,
agartermasuk
keindahanpeningkatan kompleksitas
alam yang ada dipermasalahannya. Oleh karena itu sampah yang berada di
Bali tetap terjaga.
pesisir, perairan dan pulau di Bali harus dikelola, agar keindahan alam yang ada di Bali tetap terjaga.

Gambar 1. Potret
Gambar Provinsi
1. Potret ProvinsiBali
Balisebagai
sebagai Destinasi Wisata
Destinasi Wisata Strategis
Strategis di Indonesia
di Indonesia
Sumber: AFP, 2019 dikutip dari Widyarsana, 2019
Sumber: AFP, 2019 dikutip dari Widyarsana, 2019
Pada bahasan ini akan memberikan informasi hasil penelitian tentang kondisi eksisting
pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali. Pada penelitian Widyarsana dkk
(2019) telah dilakukan
Pengelolaan survei pada
Sampah 8 (delapan)
Ramah sungai yang tersebar di bagian utara, selatan, barat
Lingkungan
56 dan timur Pulau Bali. Sedangkan untuk pulau, studi kasusnya berada di Pulau Nusa Penida, Nusa
Lembongan, dan Nusa Ceningan. Pengelolaan sampah pesisir dilakukan di beberapa pantai di Pulau
Bali demikian juga disampaikan hasil penelitian mengenai sampah laut. Untuk pengelolaan sampah
di laut apabila sampah berada di permukaan laut bisa dikumpulkan menggunakan Kapal Katamaran,
Pada bahasan ini akan memberikan informasi hasil penelitian tentang kondisi
eksisting pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali. Pada
penelitian Widyarsana dkk (2019) telah dilakukan survei pada 8 (delapan) sungai
yang tersebar di bagian utara, selatan, barat dan timur Pulau Bali. Sedangkan
untuk pulau, studi kasusnya berada di Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan,
dan Nusa Ceningan. Pengelolaan sampah pesisir dilakukan di beberapa pantai
di Pulau Bali demikian juga disampaikan hasil penelitian mengenai sampah laut.
Untuk pengelolaan sampah di laut apabila sampah berada di permukaan laut
bisa dikumpulkan menggunakan Kapal Katamaran, namun apabila sampah sudah
mencapai dasar laut harus diambil dengan bantuan penyelam. Kemudian untuk
pengelolaan sampah di sungai di Provinsi Bali menggunakan trash track ataupun
jaring manual dan kemudian dikumpulkan untuk diangkut menggunakan truk
menuju TPA. Selanjutnya, untuk pengelolaan sampah di kepulauan di Provinsi
Bali, seperti pengelolaan sampah pada umumnya berakhir di TPA yang saat ini
kondisinya sangat memprihatinkan. Secara keseluruhan pengelolaan sampah
di pesisir, perairan, dan pulau di Provinsi Bali belum dilakukan dengan baik dan
sistematis, diperlukan optimalisasi perbaikan beberapa aspek seperti aspek
infrastruktur persampahan serta operasional dan pemeliharaannya.
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali yang meliputi Kabupaten Badung,
Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana,
Kabupaten Karangasem, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Jembrana, dan Kota Den­
pasar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan random sampling
atau sampel acak. Pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder, yang
mana pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi, wawancara
mendalam, dan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari
instansi yang terkait dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan langsung). Observasi dimaksudkan untuk melihat
langsung fenomena faktual obyek penelitian;
2. Wawancara, dilakukan tanpa daftar/pedoman pertanyaan dan dengan pedoman
pertanyaan;
3. Studi dokumen, menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data.
Dokumentasi yang dimaksud adalah melakukan pengumpulan data berdasarkan
dokumen-dokumen yang ada, baik berupa laporan catatan, berkas atau bahan-
bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen resmi yang relevan dalam
penelitian.

Sampah Pesisir
Lokasi survei pantai yang dipilih adalah daerah selatan (ditambah tenggara
dan barat daya) Bali dikarenakan daerah tersebut merupakan fokus utama yang
dicantumkan dalam Tim Satgas PU sebagai lokasi-lokasi yang memiliki potensi

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 57


besar sampah kiriman. Pengambilan data dilakukan di 16 pantai. Sedangkan data
sekunder bekerja sama dengan Eco-Bali Recycling dan Bye Bye Plastic Bags yang
mengadakan pembersihan
sekunder dilakukan pantai di 40informasi
dengan mengumpulkan titik didari
seputar
instansiBali. Adapula
yang terkait data
dengan sekunder
penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
tambahan didapatkan dari komunitas yang sering melakukan kegiatan
1. Observasi (pengamatan langsung). Observasi dimaksudkan untuk melihat langsung fenomena clean-up
rutin di beberapa pantai yang ada di Bali. Data sekunder juga didapatkan dari
faktual obyek penelitian;
2. Wawancara, dilakukan tanpa daftar/pedoman pertanyaan dan dengan pedoman pertanyaan;
kantor P3Edokumen,
3. Studi KLH, berupa titik-titik
menggunakan teknik dan gambar
dokumentasi pantai
dalam yang terkena
pengumpulan imbas yang
data. Dokumentasi sampah
dari angin barat dan angin timur. Data primer diambil menggunakan standar Divers
dimaksud adalah melakukan pengumpulan data berdasarkan dokumen‐dokumen yang ada, baik
berupa laporan catatan, berkas atau bahan‐bahan tertulis lainnya yang merupakan dokumen
Clean Action (2017).
resmi yang Lokasi-lokasi
relevan dalam penelitian. pantai yang dihitung timbulan dan komposisi
sampahnya antara lain :
Sampah Pesisir
1. Pantai Canggu
Lokasi survei pantai yang dipilih adalah daerah selatan (ditambah tenggara dan barat daya) Bali
2. Pantai Seseh
dikarenakan daerah tersebut merupakan fokus utama yang dicantumkan dalam Tim Satgas PU
sebagai lokasi‐lokasi yang memiliki potensi besar sampah kiriman. Pengambilan data dilakukan di
3. Pantai Pererenan
16 pantai. Sedangkan data sekunder bekerja sama dengan Eco‐Bali Recycling dan Bye Bye Plastic Bags
4. Pantai Batu Belig
yang mengadakan pembersihan pantai di 40 titik di seputar Bali. Adapula data sekunder tambahan
didapatkan dari komunitas yang sering melakukan kegiatan clean‐up rutin di beberapa pantai yang
5. Pantai Petitenget
ada di Bali. Data sekunder juga didapatkan dari kantor P3E KLH, berupa titik‐titik dan gambar pantai
6. Pantai Seminyak
yang terkena imbas sampah dari angin barat dan angin timur. Data primer diambil menggunakan
standar Divers Clean Action (2017). Lokasi‐lokasi pantai yang dihitung timbulan dan komposisi
7. Pantai
sampahnyaLegian
antara lain :
8. Pantai Kuta
1. Pantai Canggu
2. Pantai Seseh
9. Pantai
3. PantaiJerman
Pererenan
10. Pantai Kelan
4. Pantai Batu Belig
5. Pantai Petitenget
11. Pantai
6. PantaiKedongan
Seminyak
12. Pantai Jimbaran
7. Pantai Legian
8. Pantai Kuta
13. Pantai
9. PantaiSanur
Jerman– Pantai Semawang ( 4 pantai).
10. Pantai Kelan
Sedangkan berikut adalah data sekunder yang diambil oleh komunitas-komu­
11. Pantai Kedongan
12. Pantai Jimbaran
nitas13.
yang telah dijabarkan. Data sekunder kemudian diolah dengan mengetahui
Pantai Sanur – Pantai Semawang ( 4 pantai).
peserta clean
jumlah Sedangkan berikut up, luasan
adalah area, dan
data sekunder yangfaktor-faktor pendukung lainnya
diambil oleh komunitas‐komunitas seperti
yang telah
Data sekunder kemudian diolah dengan mengetahui jumlah peserta clean up, luasan area,
lamadijabarkan.
pembersihan, fasilitas, serta cuaca area pantai. Gambar berikut menunjukkan
dan faktor‐faktor pendukung lainnya seperti lama pembersihan, fasilitas, serta cuaca area pantai.
gambar pantai
Gambar yang
berikut dapat diolah
menunjukkan datanya
gambar pantai yang sebagai data
dapat diolah sekunder.
datanya sebagai data sekunder.

Gambar Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


2. Lokasi Pantai 42
sebagai Daerah Studi
Sumber : Divers Clean Action (DCA), 2017

58 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 3. Lokasi Pantai sebagai Daerah Studi
Lokasi Pantai Lokasi Pantai

1.       Kuta 24.   Semawang


2.       Legian 25.   Sindhu
3.    Pererenan 26.   Puri
4.   Yeh Gangga 27.   Mendira
5.       Balian 28.   Nelayan
6.       Lovina 29.   Tanjung Benoa
7.       Padang Bai 30.   Semarapura
8.       Candi Dasa 31.   Cemagi
Gambar 2. Lokasi Pantai sebagai Daerah Studi
9.       Sanur
Sumber : Divers Clean Action (DCA), 201732.   Bingin
Tabel 3. Lokasi
10.   Nusa Dua Pantai sebagai Daerah33.  Lepang
Studi (Klungkung)
Lokasi Pantai Lokasi Pantai
1. Kuta 11.   Jimbaran 24. Semawang 34.   Sidayu (Klungkung)
2. Legian 25. Sindhu
3. 12.   Nusa Lembongan
Pererenan 26. Puri 35.   Klotok (Klungkung)
4. Yeh Gangga 27. Mendira
13.   Nusa Penida (Crystal Bay) 36.   Amed
5. Balian 28. Nelayan
6. Lovina 14.   Seseh 37.   Jemeluk
29. Tanjung Benoa
7. Padang Bai 30. Semarapura
8. 15.   Berawa
Candi Dasa 31. Cemagi 38.   Bunutan
9. Sanur 16.   Batu bolong 32. Bingin 39.   Lipah
10. Nusa Dua 33. Lepang (Klungkung)
11. Jimbaran
17.   Echo 34. Sidayu (Klungkung)
40.   Lean
12. Nusa Lembongan 35. Klotok (Klungkung)
13. 18.   Medewi
Nusa Penida (Crystal (Yeh
Bay) Sumbu)36. Amed 41.   Banyuning
14. Seseh 37. Jemeluk
19.   Amlapura 42.   Ped (Nusa Penida)
15. Berawa 38. Bunutan
16. Batu bolong
20.   Penestanan Kaja 39. Lipah 43.   Toya Pakeh (Nusa Penida)
17. Echo 40. Lean
18. Medewi21.  
(YehKedonganan
Sumbu) 41. Banyuning 44.   Bondalem
19. Amlapura 42. Ped (Nusa Penida)
22.   Tulamben 45.   Bebayu
20. Penestanan Kaja 43. Toya Pakeh (Nusa Penida)
21. Kedonganan
23.   Mertasari 44. Bondalem 46.   Menjangan
22. Tulamben 45. Bebayu
23. Sumber: Divers Clean Action
Mertasari (DCA), 2017
46. Menjangan
Sumber: Divers Clean Action (DCA), 2017

Gambar 3. Kondisi Sampah di Pantai


Kuta (Bulan Desember 2017)
Sumber: AFP, 2017 dikutip dari
Widyarsana, 2019
Gambar 3. Kondisi Sampah di Pantai Kuta (Bulan Desember 2017)
Sumber: AFP, 2017 dikutip dari Widyarsana, 2019

Pengelolaan
Pemodelan pergerakan arus sampah laut di sekitar Pantai Kuta yang Sampah Ramah
telah dibuat Lingkungan
menunjukkan 59
bahwa Pantai Kuta terkena imbas sampah kiriman dari selat Bali, mayoritas sampah bergerak dari
dan menuju ke Pulau Jawa. Namun ditemukan pula sampah yang terkirim dari luar negeri (sampah
kapal pesiar yang melintas di Samudera Hindia), dalam penelitian juga dinyatakan item/meter kubik
Pemodelan pergerakan arus sampah laut di sekitar Pantai Kuta yang telah
dibuat menunjukkan bahwa Pantai Kuta terkena imbas sampah kiriman dari
selat Bali, mayoritas sampah bergerak dari dan menuju ke Pulau Jawa. Namun
ditemukan pula sampah yang terkirim dari luar negeri (sampah kapal pesiar yang
melintas di Samudera Hindia), dalam penelitian juga dinyatakan item/meter kubik
sesuai metode ocean conservancy. Pengumpulan sampah yang berada di wilayah
perairan dapat dilakukan dengan menggunakan kapal katamaran. Kapal katamaran
ini memiliki ukuran yang bervariasi baik kecil maupun besar. Untuk pengumpulan
sampah-sampah yang berada di sungai dapat dilakukan dengan menggunakan
kapal katamaran yang kecil, sedangkan untuk wilayah laut dapat menggunakan
kapal katamaran yang berukuran besar. Sampah-sampah yang berada di perairan
ini ditangkap menggunakan jaring yang berada di kapal katamaran. Sampah-
sampah yang sudah terjaring tersebut disimpan di bak penampung yang berada di
sudah terjaring tersebut disimpan di bak penampung yang berada di kapal untuk selanjutnya dibawa
kapal untuk selanjutnya dibawa ke daratan dan diangkut ke TPS atau TPA sampah
ke daratan dan diangkut ke TPS atau TPA sampah yang ada. Berbagai variasi kapal katamaran dapat
yang
dilihat ada.
pada Berbagai
Gambar 4. variasi kapal katamaran dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar
Gambar4.4.Kapal
KapalKatamaran
Katamaran
(a) Berukuran Besar dan (b) Berukuran
(a) Berukuran Besar dan (b) Berukuran Kecil
Kecil
Sumber : Oktaviano, T. (2016)
Sumber : Oktaviano, T. (2016)
Pada kegiatan Program Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Inovasi (P3MI) ITB yang
Pada
dilakukan kegiatan
penulis padaProgram Penelitian,
tahun 2019 Pengabdian
(Widyarsana dkk., kepada
2019), Masyarakat,
dari 6 (enam)danlokasi
Inovasi
sampling
(P3MI) primer
pengukuran ITB yangdan dilakukan penulis
2 (dua) lokasi pada
sampling tahun 2019
pengukuran (Widyarsana
pendahuluan, dkk., data
dihimpun 2019),
yang telah
diperoleh
dari 6dan menjadi
(enam) gambaran
lokasi kondisi
sampling sampah sungai
pengukuran primerdi Provinsi Bali. lokasi sampling
dan 2 (dua)
Dua
pengukuran pendahuluan, dihimpun data yang telah diperolehSungai
dari enam sungai lokasi sampling yaitu Sungai Daya dan Buleleng
dan menjadi pada saat
gam­
pengukuran tidak terdapat aliran air sehingga didefinisikan sebagai sungai kering, sedangkan empat
baran kondisi sampah sungai di Provinsi Bali.
lainnya merupakan sungai basah. Sedangkan untuk sampah pantai, diperoleh bahwa rata‐rata
sampah Dua
pantaidari enam sungai
mencapai 0,0064lokasi
kg/m2sampling yaitu Sungai
dengan Pantai Perancak Daya dan Sungai
menjadi pantai Buleleng
terkotor dengan
timbulan 0,013 kg/m dan Pantai Kuta menjadi pantai terbersih dengan timbulansebagai
pada saat pengukuran
2 tidak terdapat aliran air sehingga didefinisikan 0,0016 kg/m2.
sungai sampah
Sedangkan kering,dari
sedangkan empatrata‐rata
aktivitas pantai lainnya mencapai
merupakan 0,11sungai basah. Sedangkan
kg/orang/hari. Komposisi sampah
pantai rata‐rata
untuk sampahjugapantai,
didominasi oleh sampah
diperoleh bahwaplastik (27,67%),
rata-rata sampah diikuti dengan
pantai sampah0,0064
mencapai B3 (23,66%).
kg/m2 dengan Pantai Perancak menjadi pantai terkotor dengan timbulan 0,013
kg/m2 dan Pantai Kuta menjadi pantai terbersih dengan timbulan 0,0016 kg/m2.

60 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


ngukuran tidak terdapat aliran air sehingga didefinisikan sebagai sungai kering, sedangkan emp
nnya merupakan sungai basah. Sedangkan untuk sampah pantai, diperoleh bahwa rata‐ra
mpah pantai mencapai 0,0064 kg/m2 dengan Pantai Perancak menjadi pantai terkotor deng
mbulan 0,013 kg/m2 dan Pantai Kuta menjadi pantai terbersih dengan timbulan 0,0016 kg/m
dangkan sampah dari sampah
Sedangkan aktivitas pantai
dari rata‐rata
aktivitas pantai mencapai 0,11 kg/orang/hari.
rata-rata mencapai Komposisi samp
0,11 kg/orang/hari.
ntai rata‐rata juga didominasi
Komposisi olehrata-rata
sampah pantai sampahjugaplastik (27,67%),
didominasi oleh diikuti
sampahdengan sampah B3 (23,66%
plastik (27,67%),
diikuti dengan sampah B3 (23,66%).

Gambar 5. Lokasi Sampling Sampah Pantai dan Sungai di Provinsi Bali


ambar 5. Lokasi Sampling SampahSumber:
Pantai dan Sungai
Widyarsana di Provinsi Bali Sumber: Widyarsana dkk
dkk., 2019
2019

Sampah Lain- Organik


Upacara Lain 4%
Keagamaan 3%
3% B3
Pengelolaan Sampah
24% Ramah Lingkungan 44
Plastik
28%
Kaca/Gelas
(minerals) Tekstil
7% 15% Kertas
Karet & Kulit Logam 8%
7% 1%
Gambar 6. Komposisi Rata‐Rata Sampah Pantai Provinsi Bali
Gambar 6. Komposisi Rata-Rata Sampah Pantai Provinsi Bali
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Sumber: Widyarsana dkk., 2019

pah Perairan
ampah Laut Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 61
ata yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengolahan data dari
nder dimana survei sampah menggunakan data open source dari metode Project
Kaca/Gelas
7% 15% Kertas
(minerals) Tekstil
Karet & Kulit 15% Logam 8%
7% Kertas
Karet7%& Kulit 1% 8%
Logam
Gambar 6. Komposisi Rata‐Rata Sampah Pantai Provinsi Bali
7% 1%
Gambar 6. Komposisi Rata‐Rata
Sumber: Sampah
Widyarsana Pantai Provinsi Bali
dkk., 2019
Sampah Perairan Sumber: Widyarsana dkk., 2019
1. Sampah Laut
Sampah Perairan
Sampah Laut
1. Sampah Perairan
Data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan pengolahan data
Data yang Laut
1. Sampah
dari hasil data sekunder
digunakan dimana survei
dalam penelitian sampah menggunakan
ini dilakukan data open
dengan pengolahan datasource
dari hasil data
Data yang digunakan
dari metode
sekunder dimana survei dalam
Project Aware
sampah penelitian ini dilakukan
dan Divers Clean
menggunakan dengan
dataAction
open(DCA) pengolahan
sourceyang
daritelah data dari hasil
dilaksanakan
metode Project datadan
Aware
sekunder dimana survei sampah menggunakan data open source dari metode Project Aware dan
Divers Clean Action (DCA)
sepanjang tahun 2011-2016
yang telah di sekitar Bali. sepanjang
dilaksanakan Penggunaan data 2011‐2016
tahun sekunder dipilih
di sekitar Bali.
Divers Clean Action (DCA) yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2011‐2016 di sekitar Bali.
Penggunaan karena
data dibutuhkannya
sekunder dipilih kemampuan dan tim yang terlatih
karena dibutuhkannya untuk dan
kemampuan melakukan
tim yangsurvei
terlatih untuk
Penggunaan data sekunder dipilih karena dibutuhkannya kemampuan dan tim yang terlatih untuk
melakukan
melakukan survei penyelaman
penyelaman
survei penyelamanserta
sertaperalatan
serta peralatan peralatan khusus.
khusus. Area Areapenelitian
penelitian
khusus. Area penelitian terbagi
terbagi menjadi
terbagi
4 menjadi
zona (A,
menjadi 4 zona
B,
4 zona (A, (A,
B, B,
C, D)
C, yang dapat
C,
D) yang D) dilihat
yang
dapat pada
dapat
dilihat Gambar
dilihat
pada pada7.7.
Gambar Gambar 7.

Gambar 7. Zona Penelitian Sampah Laut


Gambar 7. Zona Penelitian Sampah Laut
Gambar 7. Zona
Sumber:
Sumber: Divers Penelitian
Divers Clean Sampah
Action (DCA),
Clean Action (DCA), 2017 Laut
2017
Sumber: Divers Clean Action (DCA), 2017
Penelitian dilaksanakan di Sanur, Tanjung Benoa, Nusa Dua (Zona A), Nusa Lembongan, Nusa
Ceningan, Penelitian
PenelitianNusa Penidadilaksanakan
dilaksanakan di Sanur,
(Zona di Sanur,
Tanjung
B), Padang Tanjung
Benoa,
Bai (Zona Benoa,
C),Nusa
Amed & Nusa
Dua Dua
(Zona
Tulamben (Zona
A),(Zona A),
NusaD) Nusa dengan
Lembongan,
sesuai Nusa
Lembongan,
gambar Nusa
Ceningan, di atas. Nusa Ceningan, Nusa Penida (Zona B), Padang Bai (Zona C),
Penida (Zona B), Padang Bai (Zona C), Amed & Tulamben (Zona D) sesuaiAmed & dengan
gambar di Tulamben
atas. (Zona D) sesuai dengan gambar di atas.

Gambar 8. Sampah Laut yang Ditemukan di Wilayah Tulamben


Sumber: Divers Clean Action (DCA), 2017
Gambar 8. Sampah Laut yang Ditemukan di Wilayah Tulamben
Gambar 8. Sampah Laut yang Ditemukan di Wilayah Tulamben
Pengelolaan
Sumber: Sampah
Sumber:Divers
Divers Ramah
Clean Action
Clean Action Lingkungan
(DCA),
(DCA),2017
2017 45

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 45


62 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
2. Sampah Sungai
Pengukuran komposisi sampah dilakukan di beberapa sungai di Pulau Bali
dilakukan penulis pada tahun 2019 (Widyarsana dkk., 2019). Pembagian karakte­
ristik sungai sesuai dengan potensi pengangkutan sampah di dalam alirannya dari
2. Sampah
huluSungai
ke hilir. Pembagian karakteristik dilakukan sebagai berikut:
Pengukuran komposisi
a. Sungai sampah
dengan filterdilakukan
sampah buatandi beberapa sungai
(Trash Track) di Pulau Bali dilakukan penulis pada
tahun 2019b. (Widyarsana
2. Sampah Sungai dkk., 2019).
Sungai yang tidak memiliki filter. Pembagian karakteristik sungai sesuai dengan potensi
Pengukuran
pengangkutan komposisi
sampah sampahalirannya
di dalam dilakukandari di beberapa
hulu kesungai
hilir.diPembagian
Pulau Bali dilakukan penulis
karakteristik pada
dilakukan
tahunberikut:
sebagai 2019 (Widyarsana dkk., 2019). Pembagian karakteristik sungai sesuai dengan potensi
a. Sungai Pemasangan
pengangkutan
dengan sampah trash track
di dalam
filter sampah dilakukan
alirannya
buatan (Trash darisejak
hulu tahun
Track) ke hilir.2008. Saat ini,
Pembagian pengoperasian
karakteristik dilakukan
mesin
sebagai hanya
berikut: berjalan
b. Sungai yang tidak memiliki filter. sebanyak 3-4 kali sehari. Keterbatasan operasional mesin
a. Sungai
Pemasangan dengan
tersebut trashfilter
disebabkan sampah
track olehbuatan
beberapa
dilakukan (Trash Track)
sejakfaktor
tahunseperti
2008. muka air yang
Saat ini, rendah, jumlah
pengoperasian mesin hanya
b. Sungai
SDM yang
tidak tidak memiliki
memadai, filter.
tenaga listrik yang terbatas, dan ritasi truk sebagai wadah
berjalan sebanyak 3‐4 kali sehari. Keterbatasan operasional mesin tersebut disebabkan oleh
Pemasangan trash track dilakukan sejak tahun 2008. Saat ini, pengoperasian mesin hanya
beberapa faktoryang
sampah seperti mukayang
diangkut air yang rendah,
terbatas. jumlah
Berikut SDM contoh
beberapa tidak memadai,
sungai yangtenaga listrik yang
memiliki
berjalan sebanyak 3‐4 kali sehari. Keterbatasan operasional mesin tersebut disebabkan oleh
terbatas,
beberapa faktor seperti muka air yang rendah, jumlah SDM tidak memadai, tenaga listrikbeberapa
dan
filter ritasi
sampah truk
buatansebagai
(trash wadah
track), sampah
yaitu yang
Tukad diangkut
Mati, Tukad yang terbatas.
Rangde, TukadBerikut
Loloan, yang
contoh sungai
dan
terbatas, danyang
Tukad ritasimemiliki
Badung. filter wadah
Sampah
truk sebagai sampah
yang beradabuatan
sampah (trash
diyang
sungai track),
yang tidak
diangkut yaitu
yang Tukad Mati,
memiliki
terbatas. filter Tukad
Berikutsangat Rangde,
beberapa
Tukad Loloan,
contoh dan
sungai yang
potensial Tukad Badung.
memilikiakan
sampahnya Sampah
filterbermuara yang
sampah buatan berada
ke laut. di sungai yang tidak memiliki filter
(trash track), yaitu Tukad Mati, Tukad Rangde, sangat
potensial sampahnya akan bermuara ke laut.
Tukad Loloan, dan Tukad Badung. Sampah yang berada di sungai yang tidak memiliki filter sangat
potensial sampahnya akan bermuara ke laut.

(a) (b)
(a) (b)
Gambar 9.Survei
Gambar Survei Sampah
SampahSungai
Gambar 9.
9. Survei Sampah Sungai
Sungai
(a)
(a) Kondisi
Kondisi Tukad
Tukad Rangda
Rangda dan
dan (b)
(b) Komposisi
Komposisi Sampah
Sampah
(a) Kondisi Tukad Rangda dan (b) Komposisi Sampah Sungai
Sungai di di
Sungai di
Tukad Tukad
Tukad Loloan
Loloan
Loloan
Sumber: Widyarsanadkk.,
Sumber: Widyarsana
Sumber: Widyarsana dkk.,2019
dkk., 2019
2019

Gambar
Gambar 10.Kondisi
10. KondisiSampah
Sampah di
di Sungai
Sungaidi
diKabupaten
KabupatenBuleleng
Buleleng
Gambar 10. Kondisi Sampah
Sumber:
Sumber: di Sungai
Widyarsana
Widyarsana di
dkk.,2019
dkk., Kabupaten Buleleng
2019
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Pola penanganan sampah masyarakat diperoleh dari hasil kuesioner bahwa 38 responden
Pola penanganan
(41,30%) sampah
sudah dilayani masyarakat
petugas pengumpuldiperoleh dari hasil
sampah seperti kuesioner
yang tertera bahwa 11.
pada Gambar 38 responden
Pengelolaan
(41,30%) sudah dilayani petugas pengumpul Sampah
sampah seperti Ramah
yang terteraLingkungan 63
pada Gambar 11.
Pola penanganan sampah masyarakat diperoleh dari hasil kuesioner bahwa
38 responden (41,30%) sudah dilayani petugas pengumpul sampah seperti yang
tertera pada Gambar 11.

(a) (b)
(a) (b)
Gambar
Gambar 11. Wawancara
11. Hasil Hasil Wawancara
(a)
(a)Pola Penanganan
Pola Penanganan Sampah Masyarakat
Gambar
Sampah 11.(b)
Masyarakat Hasil (b)
Jarak Jarak Masyarakat
Wawancara
Masyarakat MembuangMembuang Sampah ke Sungai
Sampah ke Sungai
(a) Pola Penanganan Sampah Masyarakat Sumber: Widyarsana
(b) Jarak Masyarakatdkk., 2019
Membuang Sampah ke Sungai
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Sumber: Widyarsana dkk., 2019
Diperoleh bahwa rata‐rata fluktuasi timbulan sampah sungai tanpa trashrack terting
Diperoleh
merupakan 0,968bahwa
kg/jamrata-rata
yang fluktuasi
terdapat timbulan
pada pukul sampah
12.00 sungaiWITA
– 13.00 tanpaseperti
trashrack
yang tertera pa
Diperoleh bahwa rata‐rata fluktuasi timbulan sampah sungai tanpa trashrack tertinggi
tertinggi
Gambar
merupakan 12. kg/jam yang terdapat pada pukul 12.00 – 13.00 WITA seperti yangWITA
0,968 merupakan 0,968 kg/jam yang terdapat pada pukul 12.00 – 13.00 tertera pada
seperti yang tertera pada Gambar 12.
Gambar 12.

Gambar 12. Fluktuasi Timbulan Rata‐rata Sampah Sungai Tanpa Trashrack di Provinsi Bal
GambarGambar
12. Fluktuasi Timbulan Sumber: Widyarsana
Rata‐rata dkk., 2020 Trashrack di Provinsi Bali
12. Fluktuasi Timbulan Rata-rataSampah Sungai
Sampah Sungai Tanpa
Tanpa Trashrack di Provinsi Bali
Sumber: Widyarsana dkk., 2020
Sedangkan fluktuasi timbulan Sumber: Widyarsana
rata‐rata dkk.,
sungai 2020 dan tanpa trashrack tertinggi mencap
dengan
43,25 kg/jam
Sedangkan padatimbulan
fluktuasi pukul 11.00 – 12.00
rata‐rata WITAdengan
sungai sepertidanyangtanpa
tertera pada Gambar
trashrack 13. mencapai
tertinggi
43,25 kg/jamSedangkan
pada pukulfluktuasi timbulan
11.00 – 12.00 WITA rata-rata sungai
seperti yang dengan
tertera padadan tanpa13.
Gambar trashrack
tertinggi mencapai 43,25 kg/jam pada pukul 11.00 – 12.00 WITA seperti yang
tertera pada Gambar 13.

64 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan

Gambar 13. Fluktuasi Rata‐rata Sampah Sungai di Provinsi Bali


Sumber: Widyarsana dkk., 2020

Sedangkan fluktuasi timbulan rata‐rata sungai dengan dan tanpa trashrack tertinggi mencapai
43,25 kg/jam pada pukul 11.00 – 12.00 WITA seperti yang tertera pada Gambar 13.

Gambar 13. Fluktuasi Rata‐rata Sampah Sungai di Provinsi Bali


Gambar 13. Fluktuasi Rata-rata
Sumber: Sampah
Widyarsana Sungai di Provinsi Bali
dkk., 2020b
Sumber: Widyarsana dkk., 2020b
Dari 6 (enam) lokasi pengukuran komposisi, diperoleh bahwa sampah yang mendominasi yang
berada di sungai
Dari merupakan sampah
6 (enam) lokasi organik yang
pengukuran di antaranya
komposisi, berupabahwa
diperoleh daun dan ranting.
sampah Kemudian
yang
13,66% mendominasi
lainnya merupakan sampah B3 yang diantaranya berupa popok bayi, sampah
yang berada di sungai merupakan sampah organik yang di antaranya medis, dan
sampah berupa
peralatan elektronik seperti yang tercantum pada Gambar 14.
daun dan ranting. Kemudian 13,66% lainnya merupakan sampah B3 yang
diantaranya berupa popok bayi, sampah medis, dan sampah peralatan elektronik
seperti yang tercantum pada Gambar 14.

Pengelolaan Sampah
Lain- Sampah
Ramah Lingkungan
Emberan Kemasan 47
Kaca/Gelas B3 Lain Upacara 4% Alumunium Kemasan PS
6% Non 2% Plastik
(minerals) 14% 8% Keagam Almunium
2% keras
aan 10%
3% Mainan
1% PC (CD) Sedotan
Karet & Mika Plastik
Tekstil 1% 1%
Kulit 1% 5%
2% 11% LDPE Sikat
44% Label
Logam 1% Gigi
Puntung
Kertas 3% PET putih 1%
Organik 3% PET Rokok PET biru
6% Plastik PP PVC HDPE berwarna 1%
12% 41% 4% 4% 2%
2%
3%
(a) (b)

Gambar 14. Komposisi Sampah Rata‐rata Sungai


Gambar 14. Komposisi Sampah Rata-rata Sungai
(a) Umum (b) Sampah Plastik
(a) Umum (b) Sampah
Sumber: Plastikdkk., 2020b
Widyarsana
Sumber: Widyarsana dkk., 2020b
Kemudian pada 12,17% plastik, diperoleh sampah plastik yang mendominasi merupaka
Kemudian
jenis LDPE pada44,49%
sebesar 12,17% seperti
plastik, diperoleh sampah
yang tertera padaplastik yang mendominasi
Gambar 14. Kemudian 10,03%
merupakan
merupakan plastik
sampah jenis LDPE
kemasan nonsebesar 44,49%
aluminum, danseperti
6,22%yang tertera
lainnya pada Gambar
merupakan kemasan alum
14. Kemudian 10,03% lainnya merupakan sampah kemasan non aluminum, dan
6,22%
Sampah lainnya merupakan kemasan aluminum.
Pulau
Pengelolaan sampah dan kebersihan Kabupaten Klungkung saat ini ditangani ole
Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), baik di daratan maupun di pulau di luar Pu
Neraca massa penanganan sampah pulau di Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa C
dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 65
(a) Umum (b) Sampah Plastik
Gambar 14.Sumber:
Komposisi Sampah Rata‐rata Sungai
Widyarsana dkk., 2020b
(a) Umum (b) Sampah Plastik
Sumber: Widyarsana dkk., 2020b
Kemudian pada 12,17% plastik, diperoleh sampah plastik yang mendominasi merupakan plastik
jenis LDPE sebesar 44,49% seperti yang tertera pada Gambar 14. Kemudian 10,03% lainnya
Kemudian pada 12,17% plastik, diperoleh sampah plastik yang mendominasi merupakan plastik
merupakan sampah
Sampah kemasan non aluminum, dan 6,22% lainnya merupakan kemasan aluminum.
Pulau
jenis LDPE sebesar 44,49% seperti yang tertera pada Gambar 14. Kemudian 10,03% lainnya
Pengelolaan
merupakan sampah kemasan sampah
nondan kebersihan
aluminum, Kabupaten
dan 6,22% Klungkung
lainnya merupakan saatkemasan
ini ditangani
aluminum.
Sampah Pulau
oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), baik di daratan maupun di
Pengelolaan sampah dan kebersihan Kabupaten Klungkung saat ini ditangani oleh Dinas
Sampahpulau
Pulaudi luar Pulau Bali. Neraca massa penanganan sampah pulau di Pulau Nusa
Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP), baik di daratan maupun di pulau di luar Pulau Bali.
Pengelolaan
Penida, sampah
Nusa dan kebersihan
Lembongan, dan NusaKabupaten
Ceningan Klungkung
dapat Nusa saat
padainiGambar
dilihatLembongan, ditangani oleh Dinas
Neraca massa penanganan sampah pulau di Pulau Nusa Penida, dan15 dan
Nusa Ceningan
Lingkungan
GambarHidup
16. dan Pertanahan (DLHP), baik di daratan maupun di pulau di luar Pulau Bali.
dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Neraca massa penanganan sampah pulau di Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan
dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.

Gambar 15. Neraca


Gambar Massa
15. Neraca MassaPenanganan Sampah
Penanganan Sampah didi Pulau
Pulau Nusa
Nusa Penida
Penida
Sumber: Widyarsana
Sumber: Widyarsana dkk.,
dkk., 2020c
2020c
Gambar 15. Neraca Massa Penanganan Sampah di Pulau Nusa Penida
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 48


Gambar 16. Neraca Massa Penanganan
Pengelolaan Sampah
Sampah di Pulau
Ramah Nusa Lembongan
Lingkungan 48 dan Nusa
Ceningan
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c

66 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


1. Pewadahan Sampah
Pewadahan dan pengumpulan sampah di masing-masing sumber dilakukan
sebagai berikut (Satuan Kerja PSPLP Provinsi Bali, 2017):
a. Sampah Rumah Tangga.
Gambar Sampah rumah
16. Neraca tangga
Massa dikumpulkan
Penanganan Sampah dengan
di Pulaumenggunakan wadah
Nusa Lembongan berupa
dan Nusa
bin/ tong, kantong plastik, keranjang, dll. Pengumpulan sampah rumah tangga
Ceningan
dilakukan oleh petugas pengumpul, langsung
Sumber: Widyarsana diangkut ke truk pengangkut
dkk., 2020c
sampah DLHP dengan menggunakan dump truck dan arm roll menuju TPA
1. Pewadahan Sampah
Biaung untuk wilayah Nusa Penida dan TPA Jungutbatu untuk wilayah Nusa
Pewadahan dan pengumpulan sampah di masing‐masing sumber dilakukan sebagai berikut
(Satuan Lembongan.
Kerja PSPLP Provinsi Bali, 2017):
a. Sampah
b. Rumah
Sampah Tangga.
Pasar, Pertokoan, dan Tempat Komersial lainnya.
Sampah rumah tangga dikumpulkan dengan menggunakan wadah berupa bin/ tong, kantong
Untuk wilayah Nusa Penida dan Lembongan, sampah dikumpulkan oleh
plastik, keranjang, dll. Pengumpulan sampah rumah tangga dilakukan oleh petugas pengumpul,
masing-masing
langsung diangkut ke trukpedagang dansampah
pengangkut dikumpulkan di keranjang
DLHP dengan menggunakanyang
dumpberada diarm
truck dan
depan TPA
roll menuju pasar untuk
Biaung selanjutnya
untuk olehPenida
wilayah Nusa petugas
dandiangkut menuju
TPA Jungutbatu TPAwilayah
untuk BiaungNusa
untuk wilayah Nusa Penida dan TPA Jungutbatu untuk wilayah Nusa
Lembongan.
Lembongan menggunakan dump truck atau arm roll truck. Pengangkutan
sampah dari pasar ini dilakukan pada sore hari. Untuk pengangkutan sampah
b. Sampah Pasar, umum
fasilitas Pertokoan, dan Tempat
seperti Komersial
sampah lainnya. terminal, rumah sakit, pada
perkantoran,
Untuk wilayah Nusa Penida dan Lembongan, sampah dikumpulkan oleh masing ‐ masing
umumnya mempunyai pola yang sama yaitu dikumpulkan oleh petugas
pedagang dan dikumpulkan di keranjang yang berada di depan pasar untuk selanjutnya oleh
dengan
petugas menggunakan
diangkut menuju TPAtong-tong/bin atau keranjang
Biaung untuk wilayah dengan
Nusa Penida dan ukuran kecil dan
TPA Jungutbatu untuk
selanjutnya diangkut oleh petugas DLHP dengan menggunakan
wilayah Nusa Lembongan menggunakan dump truck atau arm roll truck. Pengangkutan dump truck
sampah
pasar arm
dari atau roll. Beberapa
ini dilakukan pada sorehotel
hari.yang
Untukterdapat di wilayah
pengangkutan sampahNusa Penida,
fasilitas umumNusa
seperti
sampahLembongan, dan Nusa Ceningan belum terlayani pengangkutan sampahnya keyaitu
perkantoran, terminal, rumah sakit, pada umumnya mempunyai pola yang sama
dikumpulkan oleh petugas
TPA, sehingga dengantersebut
hotel-hotel menggunakan tong‐tong/bin
mengelola sampahnyaatau sendiri
keranjang dengancara
dengan ukuran
dan selanjutnya diangkut oleh petugas DLHP dengan menggunakan dump truck atau arm
kecil membakarnya.
roll. Beberapa hotel yang terdapat di wilayah Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan
belum c. terlayani
Sampahpengangkutan
di Tempat Wisata
sampahnya ke TPA, sehingga hotel‐hotel tersebut mengelola
sampahnya sendiri
Saat dengan cara
ini belum ada membakarnya.
pengangkutan sampah-sampah dari tempat wisata
c. Sampah di Tempat
menuju Wisata
ke TPA. Sampah-sampah yang berasal dari tempat wisata yang berada
Saat ini belum ada pengangkutan sampah‐sampah dari tempat wisata menuju ke TPA. Sampah‐
di Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan diolah sendiri oleh
sampah yang berasal dari tempat wisata yang berada di Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa
pengelola
Ceningan diolah tempat wisata
sendiri oleh dengan
pengelola carawisata
tempat dibakar di suatu
dengan tempat.di suatu tempat.
cara dibakar

Gambar17.
Gambar 17. Pembakaran
Pembakaran Sampah
SampahdidiTempat
TempatWisata
Wisatadi Kecamatan Nusa
di Kecamatan Penida
Nusa Penida

2. Pengumpulan Sampah
Pengelolaan
Pola pengumpulan sampah wilayah pulau Sampah
di Kabupaten Ramah
Klungkung Lingkungan
(Satuan 67
Kerja PSPLP Provinsi
Bali, 2017) adalah:
a. Pola individual langsung
Sampah yang berasal dari rumah‐rumah warga langsung diangkut oleh truk pengangkut di
2. Pengumpulan Sampah
Pola pengumpulan sampah wilayah pulau di Kabupaten Klungkung (Satuan
Kerja PSPLP Provinsi Bali, 2017) adalah:
a. Pola individual langsung
Sampah yang berasal dari rumah-rumah warga langsung diangkut oleh
truk pengangkut di depan rumah masing-masing pada jam pengangkutan
yang telah ditentukan.
b. Pola komunal tidak langsung
Pengangkutan sampah di tempat-tempat fasilitas umum seperti pasar
maupun kegiatan non rumah tangga diangkut dengan menggunakan pola
komunal tidak langsung.
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah, didefinisikan
sebagai proses perubahan bentuk sampah dengan mengubah karakteristik, kompo-
sisi, dan jumlah sampah. Pengolahan secara umum merupakan proses transformasi
sampah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Pengolahan sampah dimaksudkan
untuk mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA serta meningkatkan
efisiensi penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan.
Teknologi pengolahan sampah dapat dilakukan melalui pembuatan kompos,
pembakaran sampah secara aman, pemanfaatan dan daur ulang sampah. Skala
pengolahannya mulai dari individual, komunal (kawasan), skala kota, dan skala
regional.
a. Skala Individual, yaitu pengolahan yang dilakukan oleh penghasil sampah
secara langsung di sumber (rumah tangga/kantor). Contoh pengolahan
skala individu ini adalah pemilahan sampah atau komposing skala individu.
Di Kabupaten Klungkung belum banyak kita temui jenis pengolahan sampah
secara individu, hal ini harus terus dikampanyekan dan disosialisasikan ke
masyarakat karena sangat efektif untuk mengurangi sampah ke TPA.
b. Skala kawasan, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu
lingkungan/kawasan (permukiman/perkantoran, pasar, dll), proses yang
dilakukan di skala kawasan biasanya: pemilahan, pencacahan sampah
organik, pengomposan, pengeringan kompos, pengepakan dan pencacahan
plastik untuk daur ulang. Kegiatan pengolahan sampah skala kawasan di
Kabupaten Klungkung masih sedikit. Hal ini diakibatkan oleh sulitnya lahan
dan sumber daya manusianya yang akan mengelola.
c. Skala kota, yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau
seluruh wilayah kota, lokasi pengolahan dilakukan di TPST yang umumnya
menggunakan bantuan peralatan mekanis.

3. Pengangkutan Sampah
Beberapa pola pengangkutan sampah sesuai dengan sumbernya antara lain :

68 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


a. Sampah Rumah Tangga
Untuk sampah rumah tangga, setelah terkumpul di depan rumah masing-
masing, kemudian sampah tersebut diambil oleh petugas kebersihan meng­
gunakan dump truck menuju TPA.
b. Sampah Pasar
Untuk sampah pasar, sampah dikumpulkan oleh petugas kebersihan pasar
dengan menggunakan gerobak, selanjutnya dibawa ke TPS yang ada di pasar
atau ditampung dengan menggunakan bak sampah/tong/bin dengan kapasi-
tas kecil, selanjutnya oleh petugas dibawa ke kontainer dan kontainer diang-
kut oleh petugas DLHP ke TPA dengan menggunakan arm roll truck. Untuk
sampah pasar, selain pengangkutannya menggunakan arm roll truck, juga
menggunakan dump truck untuk mengangkut sampah yang telah dikumpul di
TPS dan di pasar.
c. Sampah Fasilitas Umum
Untuk pengangkutan sampah fasilitas umum seperti sampah perkantoran,
terminal, rumah sakit, pada umumnya mempunyai pola yang sama yaitu
dikumpulkan oleh petugas dengan menggunakan tong-tong / bin dengan
ukuran kecil selanjutnya diangkut oleh petugas DLHP dengan menggunakan
dump truck, atau arm roll truck menuju TPA.

4. Pemrosesan Akhir Sampah


Terdapat 2 (dua) buah TPA Biaung serta TPA Jungut Batu di Kepulauan Nusa
Penida (Widyarsana dkk., 2020c):
a. TPA Jungut Batu – Kabupaten Klungkung
TPA Jungut Batu terletak di Desa Jungut Batu, Kecamatan Nusa Penida,
Pulau Nusa Lembongan. Luas TPA ini adalah sekitar 1,2 Ha dengan luas
penimbunan sampah sekitar 1 Ha. Sistem yang dilakukan adalah open
dumping dimana sampah hanya ditimbun dan belum ada penutupan rutin
dengan tanah. Terdapat aktivitas pembakaran yang terkadang dilakukan oleh
sektor informal agar volume sampah di TPA ini berkurang. Kondisi TPA saat
ini masih baik dan kapasitas tampungnya masih mencukupi. TPA Jungut Batu
dibangun pada tahun 2000 dan belum pernah dilakukan renovasi ataupun
rehabilitasi. Jarak lokasi TPA ke pusat kota yaitu 5 km dan jarak ke permukiman
terdekat sekitar 500 m. Tepat di samping TPA ini terdapat wilayah konservasi
bakau. Pencatatan sampah yang dilakukan yaitu secara manual dan dengan
satuan volume. Sumber sampah yang dibuang ke TPA Jungut Batu yaitu
dari permukiman, sampah dari fasilitas pariwisata, kantor, sekolah, dan
fasilitas umum lainnya. Sampah B3 tidak diarahkan untuk dibuang di TPA ini.
Cakupan layanan TPA ini adalah 2 kecamatan yaitu Kecamatan Jungut Batu
dan Kecamatan Lembongan di pulau Lembongan (Kecamatan Lembongan
terbentang sampai ke Pulau Nusa Ceningan). Kendaraan pengangkut yang
dimiliki oleh TPA ini yaitu 1 buah dump truck dan 1 buah arm roll truck. Di

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 69


TPA ini terdapat beberapa fasilitas yaitu kantor (dijadikan gudang), hangar
kendaraan parkir, dan juga IPL. IPL di TPA ini sudah tidak berjalan baik. Hal
ini dapat dilihat dari tidak adanya perubahan signifikan dilihat dari warna
dan jentik nyamuk di inlet dan outlet IPL (hasil lab belum keluar). Terdapat
aktivitas pengurangan sampah yang dilakukan oleh sektor informal sekitar 8
orang.
b. TPA Biaung – Kabupaten Klungkung
TPA Biaung terletak di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida dengan luas
1,85 Ha dan luas area penimbunan sampah sebesar 1 Ha. Sistem yang
dilakukan adalah open dumping dimana sampah hanya ditimbun dan
belum ada penutupan rutin dengan tanah. Terdapat aktivitas pembakaran
yang dilakukan oleh sektor informal agar volume sampah di TPA ini
berkurang. Kondisi TPA saat ini masih baik dan kapasitas tampungnya masih
mencukupi, dilihat dari adanya 2 site yang masih belum terisi sampah. TPA
Biaung dibangun pada tahun 2003 dan belum pernah dilakukan renovasi
ataupun rehabilitasi. Jarak lokasi TPA ke pusat kota yaitu 9 km dan jarak
ke permukiman terdekat sekitar 30 m. Tepat di samping TPA ini terdapat
permukiman warga. Pencatatan sampah yang dilakukan yaitu secara manual
dan dengan satuan volume. Sumber sampah yang dibuang ke TPA Biaung yaitu
dari permukiman, sampah dari fasilitas pariwisata, kantor, sekolah, serta
fasilitas umum lainnya. Sampah B3 tidak diarahkan untuk dibuang di TPA ini.
Daerah layanan pengelolaan sampah di pulau Nusa Penida yaitu pada 4 desa
(Ped, Kutampi Kaler, Batununggul, Toyapakeh). Kendaraan pengangkut yang
dimiliki oleh TPA ini yaitu 2 buah dump truck dan 1 buah arm roll truck. TPA
Biaung tidak memiliki alat berat untuk menyebarkan dan meratakan sampah,
melainkan TPA Biaung melakukan penyewaan alat berat setiap 3 bulan
sekali. Meskipun telah dilakukan pendorongan sampah agar tersusun rapi,
kendaraan pengangkut informal masih saja membuang sampahnya secara
sembarangan sehingga terjadi penumpukan di salah satu bagian saja. Di TPA
ini tidak terdapat aktivitas pengurangan sampah oleh pihak informal. Di TPA
ini terdapat beberapa fasilitas yaitu kantor, hangar kendaraan parkir, dan juga
IPL. IPL terdiri dari 3 (tiga) kolam yang direncanakan sebagai kolam anaerob,
fakultatif, dan maturasi.

70 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


telah dilakukan pendorongan sampah agar tersusun rapi, kendaraan pengangkut informal masih
saja membuang sampahnya secara sembarangan sehingga terjadi penumpukan di salah satu
bagian saja. Di TPA ini tidak terdapat aktivitas pengurangan sampah oleh pihak informal. Di TPA
ini terdapat beberapa fasilitas yaitu kantor, hangar kendaraan parkir, dan juga IPL. IPL terdiri dari
3 (tiga) kolam yang direncanakan sebagai kolam anaerob, fakultatif, dan maturasi.

(a) (b)

Gambar
Gambar18. 18.Lokasi
LokasiTPA
TPAEksisting
Eksistingdi
diKecamatan
KecamatanNusa
NusaPenida,
Penida,Kabupaten
KabupatenKlungkung
Klungkung
(a)(a)
TPA Jungut Batu di Pulau Nusa Lembongan dan (b) TPA Biaung di Pulau Nusa Penida
TPA Jungut Batu di Pulau Nusa Lembongan dan (b) TPA Biaung di Pulau Nusa Penida
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c
Sumber: Widyarsana dkk., 2020c

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 51

(a) (b)

GambarGambar 19. Kondisi


19. Kondisi Eksisting
Eksisting TPAdidiKecamatan
TPA Kecamatan Nusa
Nusa Penida, Kabupaten
Penida, Klungkung
Kabupaten Klungkung
(a) TPA(a) TPA Jungut
Jungut Batu Batu (Pulau
(Pulau NusaNusa Lembongan) dan
Lembongan) dan(b)
(b)TPA Biaung
TPA (Pulau
Biaung Nusa Penida)
(Pulau Nusa Penida)

SampahSampah
di Provinsi Bali
di Provinsi Bali
Berdasarkan hasil penelitian (Widyarsana dkk., 2020c) dijelaskan bahwa populasi Provinsi Bali
Berdasarkan hasil penelitian (Widyarsana dkk., 2020c) dijelaskan bahwa
pada tahun 2018 sebesar 4.200.100 jiwa dan telah menerima kunjungan wisatawan sebesar
populasi Provinsi
4.885.062 jiwa/tahun Baliberasal
yang pada tahun
dari 2018 sebesar
berbagai 4.200.100
belahan dunia.jiwa dan telah
Setiap menerima
tahunnya Provinsi Bali
kunjungan wisatawan sebesar 4.885.062 jiwa/tahun yang berasal dari berbagai
menghasilkan sampah hingga 822.55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi
belahan
oleh sampah dunia.
organik Setiap65%
sekitar tahunnya Provinsi
dan sampah Bali menghasilkan
plastik sekitar 15,67%. sampah hingga 822.55
ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang didominasi oleh sampah organik
sekitar 65% dan sampah plastik sekitarB3 ;15,67%.
Lainnya ;
Kaca ; 1,20%
Kain dan 1,39% 4,90%
tekstil; 1,28% Karet ; 0,75%
Logam ;
0,90%

Sisa makanan
Plastik ; ; 45,30%
15,70%
Kertas ; Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 71
8,92%

Kayu dan
dedaunan ;
2 jiwa/tahun yang berasal dari berbagai belahan dunia. Setiap tahunnya Prov
lkan sampah hingga 822.55 ton/tahun atau 2.333,1 ton sampah per hari, yang did
pah organik sekitar 65% dan sampah plastik sekitar 15,67%.

B3 ; Lainnya ;
Kaca ; 1,20%
Kain dan 1,39% 4,90%
tekstil; 1,28% Karet ; 0,75%
Logam ;
0,90%

Sisa makanan
Plastik ; ; 45,30%
15,70%
Kertas ;
8,92%

Kayu dan
dedaunan ;
19,70%

Gambar Gambar
20. Komposisi
20. Komposisi Sampah Provinsi
Sampah Provinsi Bali Bali
Sumber: Widyarsana
Sumber: dkk.,
Widyarsana dkk., 2020a
2020a

Sebanyak 200.718 ton/tahun (24,40% Berat Basah) sampah diangkut langsung


yak 200.718 ton/tahun
ke landfill (24,40%
dan 235.418 Berat
ton/tahun Basah)
(28,62% Berat sampah diangkut langsung
Basah) dikumpulkan terlebih ke lan
on/tahun (28,62% Berat Basah) dikumpulkan terlebih dahulu di transfer depo
dahulu di transfer depo sebelum diangkut ke landfill. Sampah yang diangkut ke
ke landfill.transfer
Sampah depo sekitar
yang 39.566 ton/tahun
diangkut (4,81%
ke transfer depoBerat) sampah39.566
sekitar didaur ulang dan
ton/tahun (4,81
sekitar 47.030 ton/tahun (5,72% Berat) masuk ke bank sampah. Selain itu, karena
idaur ulang dan sekitar 47.030 ton/tahun (5,72% Berat) masuk ke bank sampah. S
kurangnya pengelolaan sampah terpadu, sekitar 283.369 ton/tahun (34,45%
urangnya Berat
pengelolaan sampah
Basah) sampah terpadu,
dibuang sekitar
secara ilegal 283.369
ke lingkungan. Padaton/tahun (34,45% Bera
akhir pengelolaan
dibuang secara
sampah, ilegal ke lingkungan.
sekitar 444.679 Pada Berat)
ton/tahun (54,06% akhir sampah
pengelolaan sampah,
diproses di sepuluh sekitar
n (54,06% Berat) sampah diproses di sepuluh landfill yang melayani Provinsi Bali
landfill yang melayani Provinsi Bali (Widyarsana dkk., 2020a).
arsana dkk., 2020a).

72
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 52
Gambar
Gambar 21.
21. Material FlowSampah
Material Flow Sampah di Provinsi
di Provinsi Bali Bali
Sumber: Widyarsana dkk., 2020a
Sumber: Widyarsana dkk., 2020a

Dalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek kelembagaan/organisasi sangat penting agar
Dalam
sistem bisa suatu
berjalan sistem
dengan baik.pengelolaan sampah,
Struktur organisasi harusaspek
dapatkelembagaan/organisasi
memperlihatkan secara jelas alur
koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal, kewenanganStruktur
sangat penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. organisasi harus
dalam penggunaan anggaran, dan
tata dapat
laksanamemperlihatkan
kerja harus memuat secarajelas
jelas fungsi
alur koordinasi
dan tugas baik secara vertikal
masing‐masing maupun
personil. Di wilayah
Kecamatan Nusa kewenangan
horizontal, Penida, terdapat Unitpenggunaan
dalam Pelaksana Teknis (UPT)dan
anggaran, Kecamatan yangkerja
tata laksana bertugas mengelola
harus
persampahan
memuat jelas fungsi dan tugas masing-masing personil. Di wilayah Kecamatan Nusa proses
di Kecamatan Nusa Penida. Dukungan peraturan merupakan hal penting dalam
pengelolaan
Penida, sampah
terdapatdan
Unitharus menurut
Pelaksana Teknisketentuan hukum berdasarkan
(UPT) Kecamatan yang bertugasperaturan
mengelolaperundang‐
undangan bidang persampahan yang berlaku (Undang‐Undang dan Peraturan Pemerintah),
persampahan di Kecamatan Nusa Penida. Dukungan peraturan merupakan hal
kebijakan nasional dan provinsi serta NSPK (Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria). Dengan adanya
penting
peraturan yangdalam
cukupproses pengelolaan
diharapkan sampah
pengelolaan dan harus
sampah dapat menurut
dilakukanketentuan hukum
secara komprehensif dan
berdasarkan
terpadu dari hulu keperaturan
hilir agar perundang-undangan
menimbulkan manfaat secarabidangekonomi,
persampahan yangmasyarakat,
sehat bagi berlaku aman
bagi (Undang-Undang dan Peraturan
lingkungan serta dapat mengubah Pemerintah), kebijakan
perilaku masyarakat nasional
secara efektifdan
danprovinsi
efisien. Dengan
demikian
serta NSPK (Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria). Dengan adanya peraturanlandasan
aspek peraturan perundang‐undangan akan menjadi sangat panting sebagai
untukyang
menyelenggarakan
cukup diharapkan operasional
pengelolaankebersihan. Adapun
sampah dapat kelengkapan
dilakukan secara peraturan
komprehensif perundang‐
undangan yang berlaku
dan terpadu saat ini
dari hulu keadalah:
hilir agar menimbulkan manfaat secara ekonomi, sehat
1. Undang ‐ Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
bagi masyarakat, aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan
secarasejenis
sampah efektifsampah
dan efisien.
rumah Dengan
tanggademikian aspek peraturan perundang-undangan
akan menjadi sangat panting
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor sebagai33landasan untuk
Tahun 2010, menyelenggarakan
tentang Pedoman pengolahan opera­sampah
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali NomorPengelolaan
5 Tahun 2011, tentang
Sampah Pengelolaan
Ramah Sampah 73
Lingkungan
6. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah
7. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan.
sional kebersihan. Adapun kelengkapan peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini adalah:
1. Undang - Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, tentang Pedoman
pengolahan sampah
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
5. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011, tentang Pengelolaan
Sampah
6. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Penge­
lolaan Sampah
7. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

Penutup
Berdasarkan hasil penelitian pengelolaan sampah di pesisir, perairan, dan pulau
di wilayah Provinsi Bali, dapat disimpulkan bahwa penerapan pengelolaan sampah
masih menghadapi beberapa kendala. Koordinasi antara lembaga pengelolaan
sampah sudah baik, namun masih perlu dioptimalkan. Adanya peraturan dari
pemerintah daerah yang mengatur secara khusus pengelolaan persampahan,
namun law enforcement-nya masih lemah; adanya kesadaran masyarakat yang
turut andil dalam pengelolaan sampah, namun partisipasinya cenderung tidak
berkelanjutan dan perlu digerakkan dengan sebuah motivasi; adanya fasilitas
yang menunjang dalam pengelolaan persampahan mulai dari pewadahan hingga
pengangkutan, namun pada kondisi tertentu seringkali aspek operasional dan
pemeliharaan kurang diperhatikan dukungan pembiayaannya; kurangnya inovasi
dalam peningkatan pelayanan penanganan persampahan.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah yang ada,
diperlukan peningkatan pengelolaan persampahan baik di pesisir, perairan, dan
pulau di Wilayah Provinsi Bali, yaitu, pertama: untuk di daerah pesisir, diperlukan
penambahan tempat sampah yang berada di sekitar pantai menjadi beberapa
jenis tempat sampah yang mengajak pengunjung untuk memilah, dan adanya SOP
bagi pedagang dan pembali dalam hal pengumpulan sampah kemasan makanan,
salah satu contohnya botol-botol bekas minuman dikumpulkan lagi di suatu titik
sehingga memudahkan dalam pengangkutan; kedua: untuk daerah perairan perlu
sanksi yang lebih tegas bagi pelaku usaha/perseorangan untuk tidak membuang
sampah ke sungai/laut, dan adanya pembaharuan teknologi untuk mengambil

74 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


sampah yang berada di laut bagian dalam; ketiga: untuk daerah pulau, diperlukan
peningkatan kesadaran masyarakat/swasta/pemerintah dalam penanganan
sampah di kepulauan contohnya pengelolaan sampah dengan konsep 3R seperti
membentuk TPS 3R atau bank sampah.

Daftar Pustaka
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung. (2011). Profil
Kebersihan Kabupaten Badung.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangli. (2017). Profil Kebersihan Kabupaten
Bangli.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng. (2017). Profil Kebersihan Kabupaten
Buleleng.
Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung. (2016). Profil
Kebersihan Kabupaten Klungkung.
Divers Clean Action (DCA). (2017). Project Aware dan Divers Clean Action (DCA)
tahun 2011-2016 di sekitar Bali.
Oktaviano, T. (2016). Warga Pesisir Dibuat Cemas dari Dampak Proyek Reklamasi
Teluk Jakarta. http://www.aktual.com/229724-2/
Al Fajri, F. (2014). Sampah Danau Sunter Dibersihkan Pakai Kapal Pengangkut
Sampah. https://wartakota.tribunnews.com/2014/03/12/sampah-danau-
sunter-dibersihkan-pakai-kapal-pengangkut-sampah
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Sampah.
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 15 Tahun 2012 tentang Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan.
Satuan Kerja PSPLP Provinsi Bali. (2017). PTMP Pengelolaan Sampah Kabupaten
Klungkung.
Undang - Undang No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah.
Widyarsana, I Made Wahyu; Damanhuri, Enri; Ulhusna, Nida. (2019). Analisa

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 75


Pengelolaan Sampah Plastik Perairan dengan Pendekatan Circular Economy
(Studi Kasus: Provinsi Bali). Laporan Penelitian P3MI ITB.
Widyarsana, I Made Wahyu. (2019). Circularity Tour Bali: Membangun Sistem Daur
Ulang untuk Mewujudkan Bali yang Bersih. Materi Workshop Danone.
Widyarsana, I.M.W., Damanhuri, E. & Agustina, E. (2020a) Municipal solid waste
material flow in Bali Province, Indonesia. J Mater Cycles Waste Manag 22, 405–
415. https://doi.org/10.1007/s10163-020-00989-5.
Widyarsana, I Made Wahyu; Damanhuri, Enri; Ulhusna, Nida; Agustina, Elprida.
(2020b). A Preliminary Study: Identification of Stream Waste Quantity and
Composition in Bali Province, Indonesia. Web of Conferences, https://doi.
org/10.1051/e3sconf/20 02E3S.
Widyarsana, I Made Wahyu; Damanhuri, Enri; Agustina, Elprida. (2020c). Waste
Management Study In The Archipelago Tourism Area (Case Study: Nusa
Penida District, Bali Province, Indonesia). Web of Conferences, https://doi.
org/10.1051/e3sconf/20 05E3S.

76 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 6
PENGENDALIAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI PENGOLAHAN SAMPAH

Tuti Kustiasih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: utut_albar@yahoo.com

Pendahuluan
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca
sebesar 26% dari business as usual pada tahun 2020. Hal tersebut tersampaikan
dalam Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan diikuti oleh Rencana Aksi Daerah
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) untuk tingkat provinsi (termasuk
kabupaten/kota). Peraturan tersebut merupakan landasan hukum pelaksanaan
inventarisasi GRK di Indonesia.
Program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam rangka
mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim termuat dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No 11 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-2020. Kebijakan dan strategi,
dan program mitigasi dan adaptasi bidang Pekerjaan Umum sektor persampahan
yaitu mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan
(tidak menimbulkan gas rumah kaca ke atmosfer), mengembangkan konsep
pengelolaan sampah domestik sesuai dengan konsep 3R (reduce, reuse, recycle),
dan pembangunan tempat pemrosesan akhir (TPA). Pengelolaan sampah dengan
penerapan konsep 3R yaitu dengan mengurangi jumlah sampah dari rumah tangga,
pemilahan sampah untuk tujuan daur ulang, dan pemanfaatan gas metan dari
sampah sebagai sumber energi.
Hal tersebut sesuai dengan perubahan paradigma baru pengelolaan sampah.
Berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 pengelolaan sampah adalah menjadikan sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah mempunyai target
sesuai yang disampaikan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97
Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga menyatakan bahwa proyeksi
timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga setiap

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 77


hari sebesar 70,8 ton dengan target pengurangan sampah 20,9 ton (30%) dan
target penanganan sampah 49,9 ton (70%). Terobosan pengelolaan sampah dan
menyediakan alternatif fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah dengan konsep
3R (Peraturan Menteri PUPR No 03 Tahun 2013, 2013). Makalah ini membahas
proses perumusan upaya untuk meminimalkan emisi GRK Sampah rumah tangga
dan inventarisasi pilihan-pilihan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk
meminimalkan emisi GRK tersebut.

Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Persampahan


Timbulan sampah menghasilkan berbagai emisi gas rumah kaca (GRK) yang
terdiri dari gas metan (CH4) dan parameter karbondioksida (CO2) yang dilepas
ke udara. Karbondioksida, gas metan, dan NO2 yang diemisikan dari kegiatan
transportasi dan proses pengelolaan sampah pekotaan merupakan komponen
penting yang berkontribusi pada fenomena pemanasan global (Maziya, 2017).
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan perubahan
komposisi atmosfer secara global dan perubahan variabilitas iklim alamiah
yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Gas rumah kaca
yang selanjutnya disebut GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik
alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi
inframerah. Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu
dalam jangka waktu tertentu. Beberapa gas tersebut memiliki efek rumah kaca
lebih besar daripada gas lainnya. Sebagai contoh, gas CH4 memiliki efek 25 kali
lebih besar dibanding dengan gas CO2 (Prabowo, dkk., 2019).
Aktivitas pengelolaan sampah memberikan kontribusi gas rumah kaca sebesar
4% (Sofriadi, dkk.,2017). Emisi gas rumah kaca dari sektor persampahan pada
umumnya berupa CH4 dan CO2. Kegiatan pembakaran sampah menghasilkan gas
CO2, sedangkan pembuangan sampah terbuka (open dumping) di TPA menyebabkan
sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik dan
menghasilkan gas CH4.
Salah satu yang berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca
berasal dari pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.
Pengelolaan sampah di TPA pada umumnya masih dengan cara open dumping,
yang dapat menghasilkan tingkat emisi yang lebih tinggi dibanding dengan TPA
yang dikelola dengan control landfill. Tingkat emisi yang dihasilkan tipe kontrol
landfill adalah 117,99 Gg CO2e dan dengan open dumping adalah 1948,18 Gg CO2e
(Prabowo, S dkk., S. 2019).
TPA merupakan tempat sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya
sejak mulai dihasilkan pada sumber, pemilahan, pewadahan, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan tempat dimana sampah diisolasi

78 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya
dan merupakan upaya akhir. Gas metan memiliki sifat tidak berbau, tidak
berwarna, dan mudah untuk terbakar sehingga dapat menimbulkan ledakan dan
kebakaran pada landfill jika berada di udara dengan konsentrasi sebesar 5-15%.
Gas metan yang dihasilkan dari proses degradasi sampah di TPA berpotensi sebagai
gas rumah kaca lebih kuat 25 kali dari pada gas CO2. Menurut IPCC 2006 sektor
limbah menyumbangkan gas rumah kaca ke atmosfer terutama yang berasal dari
TPA sampah dapat berkontribusi 3 – 4% dari emisi gas rumah kaca global dengan
kandungan gas yang dihasilkan dari TPA secara tipikal mengandung 45%- 60%
metan dan 40% - 60% karbondioksida (Jaisyullah, 2017).
Gas CH4 adalah salah satu gas rumah kaca utama dari gas alam yang dapat
menjadi sumber energi yang berharga, setelah gas CO2 dalam kontribusinya
terhadap pemanasan global. Gas CH4 merupakan salah satu GRK yang memiliki
peran penting di atmosfer namun juga sebagai pencemar lingkungan. Dikarenakan
gas CH4 adalah sumber energi dan GRK, maka mengurangi emisi gas CH4 dari TPA
secara ekonomi akan menguntungkan. Pada kondisi aerobik (reaksi yang terjadi
pada proses pengomposan) tidak dihasilkan CH4 dan pada kondisi anaerobik
(reaksi yang terjadi di dalam TPA), satu mol organik dikonversi menjadi tiga
mol CH4 dan jumlah produksi CO2 adalah sama untuk kedua kondisi tersebut
(Suprihatin, dkk., 2008).
Menurut Karagiannidis et al. (2007) yang dikutip Prabowo, et al. (2019),
produksi gas CH4 di TPA biasanya dimulai 6 sampai dengan 12 bulan setelah sampah
ditimbun, kemudian meningkat hingga maksimum sesaat setelah penurunan
TPA dan secara bertahap menurun selama periode 30 – 50 tahun. Menurut
Tchobanoglous et al. (1993), bahwa 1 ton sampah domestik dapat memproduksi
hingga 300 m3 CO2 dengan konsentrasi gas CH4 pada biogas sebesar 35 – 60%.
Sebagian besar gas ini dihasilkan dari proses degradasi sampah taman, kayu,
dan sampah sisa makanan. Tingginya potensi gas metan ini disebabkan kondisi
TPA Indonesia yang umumnya basah akibat iklim dan juga komposisi sampah
organiknya yang hampir 60% – 80%, yaitu berupa sisa-sisa makanan, khususnya
sampah dapur yang merupakan bahan mudah membusuk atau terurai akibat
berlimpahnya mikroorganisme di dalamnya. Dengan demikian dikembangkanlah
proses pengomposan dan biogasifikasi. Gas-bio (CO2 dan CH4) dari sebuah
digester anaerob dari sebuah digester, perkiraan kasar akan dihasilkan gas-bio
sebesar 0,5-0,7 liter/kg sampah basah, dengan proporsi metan dapat mencapai
60% (Damanhuri, 2006).
Estimasi emisi metana di TPA, bahan organik terdekomposisi secara anaerobik
menjadi metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kecil N2, H2, H2S, H2O.
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari timbunan sampah padat kota di TPA akan
berbeda-beda jumlahnya tergantung dari jenis dan karakteristik masing-masing
sampah. Untuk menghitung nilai emisi gas rumah kaca dari TPA maka komposisi

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 79


sampah padat kota perlu diketahui. Komposisi ini akan bervariasi tergantung
dengan tipe kota (metropolitan, kota besar, atau kota kecil), iklim (kelembaban dan
curah hujan) dan perilaku/gaya hidup masyarakat di wilayah tersebut. Idealnya
komposisi sampah masuk TPA diukur di masing-masing TPA, mengingat TPA
memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya (Iryani, dkk., 2019).
Secara umum, komposisi sampah dibagi menjadi 9 jenis antara lain sampah sisa
makanan, kertas, disposable nappies, kayu, kain dan tekstil, karet/kulit, plastik,
logam, gelas, dan sampah jenis lain.
Perhitungan emisi GRK dalam sektor limbah penting dilakukan mengingat
sektor limbah merupakan salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap
peningkatan emisi GRK. Limbah dapat timbul dari berbagai aktivitas kehidupan
antara lain aktivitas domestik (rumah tangga), industri, kesehatan, komersial, dan
lain-lain. Timbulan limbah cenderung meningkat seiring dengan pertumbuhan
populasi, peningkatan ekonomi dan perubahan pola konsumsi serta perilaku
masyarakat. Peningkatan kuantitas limbah juga berkorelasi dengan potensi
peningkatan emisi GRK yang muncul dari proses alami yang terjadi berdasarkan
kandungan kimiawi limbah maupun dari proses pengolahan yang dilakukan.

Pengolahan Sampah untuk Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami per-
masalahan dalam pengelolaan sampah yang serius. Penanganan sampah yang tidak
menggunakan metode pengelolaan sampah ramah lingkungan akan berdampak
buruk bagi lingkungan masyarakat dan mengganggu kelestarian lingkungan, su­
ngai, permukiman warga, dan kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang
baik perlu dilakukan mulai pada saat sampah dihasilkan sampai penimbunan akhir
di TPA sampah.
Sampah di TPA terurai dapat secara biologis, kimiawi, dan fisik. Berbagai reaksi
terjadi dipengaruhi berbagai faktor dan parameter antara lain lahan, karakteris-
tik sampah, kondisi iklim termasuk oksigen, temperatur, kelembaban, dan n ­ utrient
(Jaisyullah, UA. 2017). Proses degradasi sampah tersebut dapat dibagi dalam ber­
bagai tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis, acetogenesis, metagenesis dan kema­
tangan.
Potensi utama gas rumah kaca dari sektor limbah pada kegiatan penanganan
sampah dapat diklasifikasikan berdasarkan IPCC 2006 GL dalam buku pedoman
teknis perhitungan baseline emisi gas rumah kaca sektor pengelolaan limbah
(Bappenas, 2014), yaitu:

1. Penanganan dan pembuangan sampah


a. Tempat pemrosesan akhir sampah domestik/kota yang dibedakan meliputi:
1) TPA yang dikelola dengan baik

80 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


2) TPA yang tidak dikelola dengan baik (open dumping)
3) TPA yang tidak dapat dikatagorikan sebagai yang dikelola dengan baik
dan yang tidak dikelola dengan baik (uncatagorized)
b. Pengelolaan sampah industri (seperti limbah padat sisa proses, lumpur unit
pengolahan limbah cair, dan lain-lain), yang dapat dikategorikan sebagai
TPA yang dikelola dengan baik
2. Pengelolaan sampah secara biologis (pengomposan dan fasilitas biogas)
3. Insinerasi dan pembakaran sampah secara terbuka

Pengomposan merupakan alternatif pemecahan masalah manajemen sampah.


Pengomposan merupakan konversi bakteri organik dalam sampah yang dipengaruhi
kondisi panas, lembab dan adanya udara sebagai perantara. Dekomposisi dan
transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri, fungi, dan mikroorganisme lainnya.
Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi sampah. Kegiatan
pengomposan dapat mengurangi volume sampah 50 – 85% (Sofriadi, dkk., 2017).
Beberapa keuntungan lain pengomposan sampah adalah perbaikan manajemen
lingkungan, terutama di daerah padat penduduk. Bisnis pengomposan yang
ekstensif juga dapat menyerap tenaga kerja. Keuntungan pengomposan sampah
yang lebih bersifat lokal adalah penurunan jumlah sampah yang harus diangkut
ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dampak negatif terhadap lingkungan karena
emisi GRK yang lebih rendah bisa terjadi karena volume sampah yang ditimbun di
TPA menjadi jauh berkurang dan energi yang diperlukan untuk pembuatan material
melalui berbagai proses industri juga menjadi berkurang.

1. Indikator Kunci
Skenario untuk menurunkan kondisi sektor limbah dapat dibagi menjadi lima
parameter utama, yaitu: (1) kondisi sumber sampah; (2) kondisi pengangkutan
limbah; (3) kondisi pengolahan limbah; (4) mengurangi, menggunakan kembali,
daur ulang (3R); dan (5) kebijakan dan undang-undang. Parameter ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi dan menganalisis status sektor limbah dalam
skenario yang dipilih. Indikator kunci harus menunjukkan perubahan dan dampak
dari tindakan di sektor limbah. Tabel 1 menunjukkan indikator untuk sektor limbah.

Tabel 1. Indikator Kunci Emisi GRK Sektor Persampahan


Kuantitatif Kualitatif

Kondisi sumber limbah - Kebijakan pengurangan sumber yang sedang


- Jumlah sampah yang dihasilkan/berkurang dilaksanakan
- Jumlah sampah daur ulang dan digunakan kembali - Kebijakan 3R yang diadopsi dan diimplementa-
dari sumber sikan
- Jumlah sampah dikomposkan di sumber - Lembaga yang ditunjuk
- Peningkatan kapasitas tentang pengelolaan
sampah yang dilakukan di masyarakat

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 81


Kuantitatif Kualitatif

Kondisi pengangkutan sampah


- Jumlah sampah yang terkumpul dan diangkut ke
TPA
Pengelolaan sampah - Kebijakan penutupan open dumping dan imple-
- Jumlah area open dumping yang telah ditutup dan mentasinya
diubah menjadi sanitary landfill
- Jumlah sampah pengomposan terpusat
- Jumlah sampah yang dibakar
Keluaran Mitigasi GRK
- Pengurangan emisi gas rumah kaca CO2/kapita
atau CO2/ton sampah

Sumber: KLHK, 2018

2. Penentuan Nilai Faktor Spesifik Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)


Sampah timbul dari sisa proses produksi dan sisa pemakaian produk, baik dari
aktivitas domestik/rumah tangga, pasar, pertokoan, penyapuan jalan dan taman
atau industri yang menghasilkan buangan padat sisa produksi. Sumber sampah
akan menghasilkan sejumlah sampah yang secara kuantitas disebut timbulan
sampah. Timbulan sampah merupakan banyaknya sampah yang dapat dinyatakan
dalam satuan berat ataupun volume. Jumlah dan komposisi sampah yang timbul
dari berbagai provinsi di Indonesia sangat bervariasi dan tergantung pada aspek
ekonomi, sosial, budaya dan gaya hidup masyarakat, peraturan, iklim, pengelolaan
awal dari sampah, dan aktivitas daur ulang serta ukuran kota. Berdasarkan SNI 19-
3983-1995 tentang Spesifikasi timbulan sampah kota sedang dan kota kecil, rata-
rata timbulan sampah per kapita dapat dikategorikan menjadi:
a. Timbulan sampah di kota besar/metropolitan sebesar 0,6 kg/orang/hari
b. Timbulan sampah di kota sedang sebesar 0,5 kg/ orang/hari
c. Timbulan sampah di kota kecil sebesar 0,4 kg/orang/ hari.
Berdasarkan sifat biologis dan kimianya, secara garis besar sampah dapat
digolongkan menjadi:
a. Sampah yang dapat membusuk/organik dan,
b. Sampah yang tidak membusuk/anorganik.
Pengelompokkan sampah juga sering dilakukan berdasarkan komposisinya,
yang dinyatakan dalam % berat (basah) atau % volume (basah). Komposisi sampah
merupakan sebuah parameter yang mengindikasikan fraksi berat basah atau berat
kering komponen fisik sampah. Berdasarkan SNI 19-3964-1994, komponen sampah
diklasifi kasikan menjadi 9 komponen, dan beberapa di antaranya mengandung
bahan organik yang dapat terdegradasi sehingga berpotensi melepaskan emisi CH4
selama proses degradasi berlangsung (Kustiasih, dkk., 2014). Komponen sampah
tersebut adalah:
a. Sisa makanan, termasuk sampah dari berbagai makanan, sampah sayur dan
buah;

82 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


b. Kertas, termasuk koran, cacahan kertas, tisu, diapers;
c. Kayu dan taman, termasuk furniture bekas, kayu limbah konstruksi, daun/
ranting dari taman;
d. Tekstil dan produk tekstil;
e. Karet dan kulit;
f. Plastik;
g. Kaca;
h. Logam; dan
i. Lain – lain seperti tanah, abu, dsb.

Dalam penghitungan faktor emisi GRK, IPCC telah menyusun berbagai meto­
dologi standar untuk menghitung emisi. Metode tersebut terus diperbaharui dan
secara umum dikelompokkan untuk mendapatkan metode penghitungan dimana
dapat diterapkan pada negara atau wilayah yang tidak memiliki data/parameter
persampahan dengan ‘record’ yang baik. Hampir semua parameter adalah ‘default’
dari IPCC guidelines. Dalam penelitian ini akan dilakukan kajian untuk mendapatkan
nilai faktor spesifik yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Data-data yang
diperlukan:
a. Jumlah penduduk, timbulan sampah kota
b.Dalam
Program 3R, baik skala
penghitungan faktorlingkungan/kawasan
emisi GRK, IPCC telahmaupun menyusun di TPA
berbagai metodologi standar
c. Data komposisi
menghitung emisi. Metodesampah lebih terus
tersebut terinci diperoleh dari
diperbaharui data primer
dan secara umum dan dikelompokkan
sekundermetode
mendapatkan di TPS penghitungan
dan di TPA dimana dapat diterapkan pada negara atau wilayah yang
memiliki data/parameter
d. Pemeriksaan persampahan
di laboratorium dengan
untuk ‘record’ yang jenis
masing-masing baik. Hampir
sampahsemuayang parameter
‘default’
mudah IPCC guidelines.
dari terurai atau yangDalam
dapatpenelitian
menghasilkanini akan
emisidilakukan kajian untuk
GRK. Parameter yang mendapatka
faktordiperiksa
spesifik yang disesuaikan
memalui dengandan
uji proximate kondisi Indonesia.
ultimate antaraData‐data
lain: C, H,yang
N, O, diperlukan:
P, Nilai
a. Jumlah penduduk, timbulan sampah kota
kalor, kadar, air, volatil, komponen organik yang dapat terurai/DOC (gram
b. Program 3R, baik skala lingkungan/kawasan maupun di TPA
c. Datacarbon/gram sampah)
komposisi sampah lebih terinci diperoleh dari data primer dan sekunder di TPS dan di
e. Data timbulan sampah kotauntuk
d. Pemeriksaan di laboratorium (kg/kapita/hari)
masing‐masing (pengolahan
jenis sampahdatayang
sekunder-
mudah terurai ata
statistik)
dapat dan sampah
menghasilkan emisiterangkut ke TPA (%)
GRK. Parameter yang(pengolahan data sekunder-
diperiksa memalui uji proximate dan ul
datalain:
antara statistik)
C, H, N, O, P, Nilai kalor, kadar, air, volatil, komponen organik yang dapat terura
(gram carbon/gram
f. Jenis dan komposisi sampah)
sampah yang dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.
e. Data timbulan sampah kota (kg/kapita/hari) (pengolahan data sekunder‐statistik) dan s
terangkut
Volume gaske TPAdilepaskan
yang (%) (pengolahan
selamadata sekunder‐anaerob
dekomposisi data statistik)
dapat diperkirakan
f. Jenis dan komposisi sampah yang dihitung dapat dilihat pada Tabel 2.
dalam beberapa cara. Sebagai contoh, jika unsur organik individu yang ditemukan di
Volume gas yang dilepaskan selama dekomposisi anaerob dapat diperkirakan dalam beberap
pengelolaan sampah
Sebagai contoh, (dengan
jika unsur perkecualian dari plastik)
organik individu direpresentasikan
yang ditemukan dengan sampah (d
di pengelolaan
rumus umum dalam bentuk C H O N
perkecualian dari plastik) direpresentasikan
a b c d
, maka total volume gas dapat diperkirakan
dengan rumus umum dalam bentuk CaHbOcNd, mak
dengan
volumemenggunakan persamaan
gas dapat diperkirakan di bawah
dengan ini dengan
menggunakan asumsi konversi
persamaan di bawah lengkap
ini dengan asumsi ko
sampah sampahbiodegradable
lengkaporganik organik biodegradable dan CH
untuk CO2untuk CO42(Tchobanoglous, 1993): 1993):
dan CH4 (Tchobanoglous,

���������� ���������� ����������


CaHbOcNd + ( � H2O CH4 + � CO2 + d NH3
� � �

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 83


Tabel 2. Klasifikasi Komponen Sampah

No IPCC 2006 GL SNI 19-3964-1994 Klasifikasi Sampah Jenis Sampah (JICA, 2012)

1 Sampah makanan Sampah makanan Sampah dapur (sampah mentah atau masak),
buah-buahan, bungkus makanan dari daun pisang,
kulit buah, dll
2 Sampah kebun dan Kayu dan sampah Sampah kebun dan tanaman: daun, ranting, batang
taman tanaman pohon dari perawatan taman/halaman, dan lain-
lain
3 Kayu - Kayu bekas furniture, kayu bangunan (pagar,
kusen, dll)
4 Kertas dan karton Kertas, karton, dan Kertas koran, kertas pembungkus, barang
nappies cetakan, buku tulis, karton, kertas tulis, tissue, dan
sejenisnya
5 Tekstil Tekstil/produk tekstil Pakaian bekas, kain perca, majun, dan lain-lain

6 Nappies (disposable - Disposable diapers, pembalut, dan sejenisnya


diapers)
7 Karet dan kulit Karet dan kulit Karet busa, tas/sepatu dari karet, ban bekas, dan
lain-lain
8 Plastik Plastik Botol plastik, kemasan dari plastik, kantong
kresek, ember plastik, gantungan baju, dan barang
lain dari plastik
9 Logam Logam Besi bekas perkakas, rangka furniture, kawat,
potongan logam, kaleng minuman, dan lain-lain
10 Gelas (keramik dan Gelas Barang-barang keramik, botol gelas, lampu, dan
tembikar) barang-barang gelas/keramik

11 Lain-lain (abu, debu, Lain-lain Tanah, abu, batu/sampah bangunan, barang-


sampah elektrinik, dll) barang elektronik, dan lain-lain

Sumber: Kustiasih, 2017

Degradable Organic Carbon (DOC) sampah padat kota sebagaimana dijelaskan


sebelumnya, salah satu karakteristik sampah yang menentukan laju pembentukan
emisi gas metana adalah Degradable Organic Carbon (DOC). DOC adalah karakteristik
yang menentukan besarnya gas CH4 yang dapat terbentuk pada proses degradasi
komponen organik/karbon yang ada pada limbah. Pada sampah padat kota, DOC
sampah bulk diperkirakan berdasarkan angka rata-rata DOC masing-masing
komponen sampah. DOC ini dihitung berdasarkan komposisi (% berat) dan dry
matter content (kandungan berat kering) masing-masing komponen sampah.
Perhitungan perkiraan potensi emisi gas rumah kaca melalui reaksi stoikiometri
untuk berat kering sampah yang terdegradasi dan DOC dihitung berdasarkan
komposisi (% berat) dan dry matter content (kandungan berat kering) masing-
masing komponen sampah berdasarkan persamaan:

84 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


andungan berat kering) masing‐masing komponen sampah.
Perhitungan perkiraan potensi emisi gas rumah kaca melalui reaksi stoikiometri untuk berat kering
mpah yang terdegradasi dan DOC dihitung berdasarkan komposisi (% berat) dan dry matter content
andungan berat kering) masing‐masing komponen sampah berdasarkan persamaan:

��� � � ���� � ��

imana:
OC = fraksi Dimana:
degradable organic carbon pada sampah, Ggram C/Gram sampah
OCi = fraksiDOC = fraksiorganic
degradable degradable organic
carbon pada carbon
komponenpadasampah
sampah,i Ggram C/Gram
(basis berat sampah
basah)
i
DOC = fraksi
= fraksi komponen
i
degradable organic carbon pada
sampah jenis i (basis berat basah) komponen sampah i (basis berat
basah)(sampah makanan, kertas, kayu, plastik, dll)
= komponen sampah
W
ntuk menghitungi DOCi basiskomponen
= fraksi sampah
berat basah jenis
seperti i (basis
pada berat basah)
persamaan:
I
���� = komponen
����� sampah
����� ����� (sampah
� ���� �����makanan, kertas,�kayu,
����� ������ ����.plastik,
�����dll) ������

Untuk menghitung DOCi basis berat basah seperti pada persamaan:


Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 64
DOCi basis berat basah=DOCi basis berat kering x kand.bahan kering

Ultimate dan Proximate Analysis


Karakteristik ini diperlukan untuk menentukan pengolahan yang tepat dalam
hal penanganan sampah. Ultimate Analysis meliputi unsur karbon (C), hidrogen
(H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S) sampah. Uji karakteristik kimia untuk
menjelaskan struktur kimia sampah. Selain itu, berdasarkan nilai C dan N ini
dapat ditentukan rasio C/N sampah. Rasio C/N menunjukkan kandungan nitrogen
pada akhir proses dekomposisi yang terjadi. Rasio C/N juga menunjukkan tingkat
kematangan kompos. Kriteria desain rasio C/N bahan baku untuk kompos adalah
25-50.
Karakteristik fisik yang diteliti adalah berat jenis. Karakteristik kimia yang
diteliti adalah kadar air, kadar volatil, kadar abu, dan nilai kalori (calorific value).
Pengujian Proksimat untuk mengetahui kandungan moisture, volatilematter, ash
dan fixed carbon.

3. Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca Sampah Perkotaan


Pengumpulan data komposisi, karakteristik dan aktivitas pengelolaan sampah
merupakan bagian penting dalam membuat estimasi dan menentukan besar emisi
gas rumah kaca dalam kegiatan pengolahan sampah. Data-data penentuan faktor
emisi diantaranya jumlah (dalam satuan massa) sampah yang terbentuk (timbulan,
komposisi dan karakteristik sampah), jumlah sampah yang diolah di masing-masing
sistem pengolahan sampah dalam neraca massa (mass balance), karakteristik
sampah dan sistem pengolahan sampah. Data pengelolaan persampahan mulai
dari sumber, pewadahan, pengumpulan, transfer dan transpor, pengolahan serta
pembuangan akhir akan lebih optimal.
Timbulan dan komposisi sampah kota umumnya bervariasi bergantung jenis
kota (metropolitan, kota besar, atau kota kecil), iklim (kelembaban dan curah
hujan) dan perilaku/gaya hidup masyarakat di wilayah. Idealnya komposisi sampah

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 85


masuk TPA diukur di masing-masing TPA, mengingat TPA memiliki karakteristik
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Pelaksanaan survei penentuan timbulan, komposisi dan karakteristik sampah
sesuai dengan SNI19-3964-1994 (diklasifikasikan dalam 9 komponen), sementara
berdasarkan perhitungan dengan metode IPCC 2006, komponen atau jenis sampah
diklasifikasikan dalam 11 (sebelas) komponen dimana nappies dipisahkan dari
komponen kertas dan karton menjadi klasifikasi sendiri sedangkan komponen
lain-lain dibagi menjadi lain-lain organik dan anorganik. Perlu diketahui, komposisi
nappies pada sampah padat kota cukup signifikan dan karakteristik dry matter
content pada nappies berbeda dengan pada kertas dan karton. Komposisi sampah
dapat ditentukan berdasarkan penimbangan komponen-komponen sampel
sampah yang dipilah dari 1 m3 sampel tanpa reduksi volume sampel. Frekuensi
sampling sampah yang ideal dilakukan 8 hari berturut-turut dari Senin hingga
Senin berikutnya untuk setiap musim (hujan dan kemarau).
Estimasi besaran emisi gas rumah kaca yang dapat dikurangi dari sampah
tergantung pada upaya mitigasi dan adaptasi pada pengelolaan sampah dengan
mengetahui komposisi dan karakteristik sampah. Komposisi sampah yang akan
ditampilkan dalam persentase (%) berat (biasanya berat basah) atau % dari
volume (basah). Sampah yang dihasilkan dapat dikategorikan sebagai sampah
organik dan anorganik. Sampah organik dapat dikategorikan ke dalam mudah
terurai, yaitu termasuk sampah dapur, sampah makanan, sampah sayuran, buah,
dan sampah organik yang sulit terurai, kertas, tekstil, karet, kayu, dan kulit. Sampah
anorganik yang tidak dapat terurai termasuk logam, besi, kaca, tembikar. Disamping
komposisi sampah, karakteristik fisik dan kimia limbah juga penting dalam proses
pengelolaan sampah. Karakteristik kimia menjelaskan struktur kimia dari limbah,
yang terdiri dari beberapa elemen, seperti: C, N, O, P, H, dan S.
Komposisi dan karakteristik sampah tersebut dapat digunakan untuk memper­
kirakan emisi GRK, sehingga dapat memperkirakan jenis pengelolaan sampah yang
bertujuan untuk mengurangi timbulnya gas metan (CH4). Jumlah dan komposisi
gas yang dihasilkan sangat ditentukan oleh karakteristik sampah (Kustiasih, 2017).
Untuk mengetahui potensi gas rumah kaca di masing-masing sumber sampah,
perlu dilakukan karena tiap sumber mempunyai karakteristik dan komposisi
yang berbeda-beda. Berikut adalah hasil uji komposisi sampah yang dilakukan di
beberapa sumber, yaitu TPS permukiman, TPS pasar, dan TPA. Pengelompokkan
sampah dikelompokan terhadap sampah mudah terurai dan tak terurai.

86 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


sampah dikelompokan terhadap sampah mudah terurai dan tak terurai.
sampah dikelompokan terhadap sampah mudah terurai dan tak terurai.

100
100
8080
6060
4040
2020 SampahTak
Sampah TakTerurai
Terurai
00 SampahMudah
Sampah Mudah Terurai
Terurai

Gambar 1. Perbandingan Komposisi Sampah Di Pasar


Gambar 1. Perbandingan Komposisi Sampah Di Pasar
Gambar 1. Perbandingan Komposisi Sampah Di Pasar
Dari hasil pengujian komposisikomposisi
Dari hasil pengujian sampah disampah di maka
lapangan, lapangan, maka
sampah sampah
yang dapat yang dapat
menimbulkan emisi
Dari hasil
gas rumah
pengujian
menimbulkan komposisi
emisi gas
kaca di pasar rata‐rata
sampah
rumah
sesuai
di lapangan,
kaca
dengan
maka
di pasar
waktu
sampah yang
rata-rata sampah
penguraiannya,
dapat
sesuai yang
denganmenimbulkan
waktu
mudah
emisi
terurai 87%
gasdan
rumah kaca di pasar
penguraiannya,
sampah yang rata‐rata
sampah
tak terurai sesuai
13%. yangdengan
mudahwaktu penguraiannya,
terurai 87% dan sampah sampah
yangyang
takmudah
teruraiterurai 87%
dan sampah13%.yang tak terurai 13%.

100%
100%
80%
80%
60%
60%
40%
Sampah Tak Terurai
40%
20%
SampahTerurai
Sampah Tak Terurai
0%
20%
0% Sampah Terurai

Gambar 2. Perbandingan Komposisi Sampah Di Permukiman


Gambar 2. Perbandingan Komposisi Sampah Di Permukiman
Gambar 2.
Dari hasil pengujian Perbandingan
komposisi sampahKomposisi Sampah
di lapangan Di Permukiman
terhadap sampah permukiman yang
dikelompokkan Dari hasil pengujian komposisi sampah di lapangan terhadapemisi
terhadap waktu penguraian sampah yang dapat menimbulkan gas rumah
sampah per­ kaca di
Dari hasil
permukiman pengujian
adalahyang
sampahkomposisi sampah
yang mudah terhadap di lapangan
terurai 74% terhadap
dan penguraian
sampah yangsampah sampah
tak terurai permukiman yang
mukiman
dikelompokkan terhadap dikelompokkan
waktu penguraian sampah waktu
yang dapat menimbulkan yang26%.
emisi gas
Sementara
dapat
rumah kaca di
hasil sampling di TPA, sampah yang tidak terurai sebanyak 17,8% (Kustiasih, 2017).
permukiman menimbulkan
adalah sampahemisi gas mudah
yang rumah kaca di permukiman
terurai 74% dan adalahyang
sampah sampah
tak yang mudah
terurai 26%. Sementara
Berdasarkan data hasil pengujian komposisi sampah di sumber sampah yang berasal dari
hasil terurai
sampling
permukiman, 74%sampah
dipasar,
TPA, danTPA,
dan sampah
yang yang tak
tidak
diperoleh dataterurai
terurai 26%.sampah
sebanyak
komposisi Sementara
17,8%yang hasil
(Kustiasih,sampling
2017).
berpotensi di TPA,emisi gas
terhadap
rumah sampah
Berdasarkan
kaca yaitu yang
datayang tidak terurai
hasildigolongkan sebanyak
pengujian pada 17,8%
komposisi (Kustiasih,
sampahsampah 2017).
di sumber
yang dapat sampah
terdegradasi yang yang berasal
dinyatakan nilaidari
permukiman,
maksimum dan Berdasarkan
pasar,
nilaidan
minimumdata
TPA, hasildapat
diperoleh
yang pengujian
data komposisi
komposisi
dilihat sampah
sampah
pada Tabel 3, Tabel di
4, sumber
yang sampah
berpotensi
dan Tabel yang emisi gas
5. terhadap
rumah kacaberasal
yaitu dari
yangpermukiman,
digolongkanpasar,padadan TPA, diperoleh
sampah yang dapat dataterdegradasi
komposisi sampah yang
yang dinyatakan nilai
maksimum berpotensi terhadapyang
dan nilai minimum emisidapat
gas rumah
dilihat kaca
pada yaitu
Tabelyang digolongkan
3, Tabel 4, dan Tabelpada5.sampah
yang dapat terdegradasi yang dinyatakan nilai maksimum dan nilai minimum yang
dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5.
Tabel 3. Komposisi sampah permukiman yang dapat terurai
Kota Metro (%) Kota Sedang‐Besar (%)
Jenis Sampah
Rata‐rata Min Maks Rata‐rata Min Maks
Tabel 3. Komposisi sampah permukiman
Pengelolaan yang dapat terurai
Sampah Organik 42,64 40,52 44,76Sampah Ramah
36,01 Lingkungan
25,22 46,80 87
Kota Metro (%) Kota Sedang‐Besar (%)
Jenis Sampah
Rata‐rata Min Maks Rata‐rata
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 66 Min Maks
Sampah Organik 42,64 40,52 44,76 36,01 25,22 46,80
Tabel 3. Komposisi sampah permukiman yang dapat terurai
Kota Metro (%) Kota Sedang-Besar (%)
Jenis Sampah
Rata-rata Min Maks Rata-rata Min Maks

Sampah Organik 42,64 40,52 44,76 36,01 25,22 46,80


Kertas/koran/kardus 7,12 5,85 8,39 7,56 4,83 10,29
Karet/kulit 3,51 1,33 5,68 2,61 0,91 4,31
Kayu/sampah halaman 8,02 7,26 8,77 12,11 11,45 12,77
Kain 4,34 3,10 5,58 3,09 2,45 3,73
Sumber: Kustiasih, 2017

Tabel 4. Komposisi sampah pasar yang dapat terdegradasi


Kota Metro (%) Kota Sedang-Besar (%)
Jenis Sampah
Rata-rata Min Maks Rata-rata Min Maks
Sampah Organik 84,94 78,99 90,88 76,83 73,24 80,43
Kertas/koran/kardus 3,88 3,09 4,67 3,55 0,79 6,31
Karet/kulit
Kayu/sampah halaman 1,54 1,10 1,98 2,91 0,75 5,06
Kain 0,63 0,26 1,00 0,85 0,22 1,47
Sumber: Kustiasih, 2017

Tabel 5. Komposisi sampah permukiman yang dapat terdegradasi


Kota Metro (%) Kota Sedang-Besar (%)
Jenis Sampah
Rata-rata Min Maks Rata-rata Min Maks
Sampah Organik 62,64 54,68 70,60 66,60 56,33 76,86
Kertas/koran/kardus 11,47 6,79 16,16 9,49 6,22 12,75
Karet/kulit 0,97 0,29 1,26 1,82 0,82 2,82
Kayu/sampah halaman 4,29 1,20 7,37 5,40 2,57 8,23
Kain 2,83 2,07 3,59 1,66 0,71 2,62
Sumber: Kustiasih, 2017

Dari hasil uji komposisi diperoleh persentase bahan organik lebih dominan di
setiap sumber sampah, dengan demikian dalam pengelolaan sampah pengomposan
dapat dijadikan sebagai solusi yang layak secara teknis dalam meningkatkan
pengelolaan sampah perkotaan. Komposisi sampah organik pasar sampai 90%.
Dengan demikian pengomposan sebagai alternatif bagi pola pengelolaan sampah
saat ini dan merupakan cara murah untuk mengantisipasi peningkatan jumlah
produksi sampah dan dapat memperpanjang usia TPA dan terbentuknya gas metan

88 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


di TPA, sebab bahan organik dalam sampah diurai secara aerobik ke dalam bentuk
yang stabil (kompos) dan karbon dioksida, serta tidak dihasilkan metana. Tingkat
reduksi emisi metana proporsional dengan jumlah sampah yang dibuang ke landfill
atau jumlah sampah yang dikomposkan (Iryana, dkk., 2019).
Jumlah dan komposisi gas yang dihasilkan sangat ditentukan oleh komposisi
dan karakteristik sampah. DOC adalah karakteristik menentukan besarnya gas CH4
yang terbentuk pada proses degradasi organik/karbon yang ada pada sampah.
DOC sampah dihitung berdasarkan angka rata-rata DOC masing-masing komponen
sampah yang dihasilkan dari uji karakteristik sampah yaitu proksimat dan ultimat
analisis. Uji proksimat terhadap parameter. Parameter proximate analysis terdiri
atas kadar air, kadar volatil, kadar abu, fixed carbon, dan NTK, sementara untuk
parameter ultimate analysis terdiri atas parameter karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, fosfat, dan sulfur. Dari data-data di atas pada Tabel 6 merupakan hasil
perhitungan dry matter content hasil Puskim dan Kementerian LHK.

Tabel 6. Dry Matter Content Sampah


Komposisi Dry Matter Content, % Dry Matter Content, %
Tipe Limbah Padat
% Berat (Data Sekunder) (Data Primer Puskim)

Sisa Makanan 24,60 40% 20,36


Kayu 13,41 85% 31,37
Kebun dan Taman 20,12 40% 28,96
Kertas & karton 11,53 90% 57,89
Nappies 3,53 40% 40
Kain dan Produk Tekstil 3,03 80% 67,11
Karet dan Kulit 1,43 84% 85,73
Plastik 17,3 100% 100
Logam 0,42 100% 100
Gelas/kaca 1,82 100% 100
Lain-lain (inert) 2,79 90% 90%
Sumber: Kustiasih, ,2017

Dengan mengetahui angka faktor emisi dan jumlah aktivitas sampah yang dike­
lola dapat menentukan dan menyesuaikan terhadap dampak negatif perubahan
iklim akibat adanya penambahan konsentrasi GRK. Pemahaman atas konsep ini
penting karena mempengaruhi pembiayaan pengelolaan sampah.

4. Pengelolaan Sampah dalam Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca


Pengelolaan sampah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam berbagai tahap, mulai dari sumber timbulnya sampah sampai dengan TPA.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 89


Emisi GRK yang dihasilkan dari setiap alur proses pengelolaan sampah, dari mulai
timbulan sampah sampai dengan tempat pembuangan akhir. Lingkup kegiatan
yang terkait dengan pengelolaan sampah antara lain:
a. Pemilahan: dengan cara memisahkan sampah berdasarkan karakteristik
jenis sampah atau limbah yang terbentuk agar memudahkan dalam penge­
lolaan selanjutnya.
b. Pewadahan: dilakukan dengan mewadahi sampah berdasarkan jenisnya.
c. Pengumpulan: proses pengelolaan sampah dengan cara mengumpulkan dari
masing-masing sumber untuk diangkut ke tempat penampungan semen­
tara atau ke pengolahan sampah skala kawasan atau langsung ke tempat
pemrosesan akhir sampah.
d. Pengangkutan: proses membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari
sumber sampah secara langsung menuju TPA sampah.
e. Pengolahan: kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah
dan/atau mengurangi daya cemar sampah.
f. Pemrosesan akhir: proses pengolahan sampah dengan cara pengurukan.

Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai konsep program pengelolaan sam­


pah yang terkait dengan pengurangan emisi GRK mulai dari perencanaan, lingkup
programnya, sampai dampak yang dapat diberikan dengan adanya program
tersebut. Adapun program tersebut ditujukan untuk fasilitas TPS 3R, TPA sampah,
FPSA (Fasilitas Pengolahan Sampah Antara), dan SPA (Stasiun Peralihan Antara).
Secara lebih lengkap konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Program Pengelolaan Sampah Untuk Pengurangan Emisi GRK


Gambar 3. Program Pengelolaan Sampah Untuk Pengurangan Emisi GRK
Sumber:
Sumber:Bappenas,
Bappenas,2014
2014

Beberapa upaya mitigasi gas metan yang dapat dilakukan antara lain sosialisasi teknik 3R, recovery
90 fuelPengelolaan
LFG (landfill Sampah
gas) dari TPA Ramah
eksisting, LingkunganTPA‐TPA sanitary landfill guna menggantikan
pembangunan
TPA open dumping sesuai amanat UU No. 18 tahun 2008. Pengomposan merupakan salah satu alternatif
yang selalu dianjurkan untuk digunakan untuk menangani sampah kota. Tetapi permasalahan utamanya
adalah belum adanya sinkronisasi antara pengelola pengomposan dengan program kebersihan yang
Beberapa upaya mitigasi gas metan yang dapat dilakukan antara lain sosialisasi
teknik 3R, recovery LFG (landfill fuel gas) dari TPA eksisting, pembangunan TPA-TPA
sanitary landfill guna menggantikan TPA open dumping sesuai amanat UU No. 18
tahun 2008. Pengomposan merupakan salah satu alternatif yang selalu dianjurkan
untuk digunakan untuk menangani sampah kota. Tetapi permasalahan utamanya
adalah belum adanya sinkronisasi antara pengelola pengomposan dengan program
kebersihan yang dilakukan.

Pemanfaatan energi sampah dapat dilakukan dengan cara:


a. menangkap gas bio hasil proses degradasi secara anaerobik pada sebuah
reaktor (digester),
b. menangkap gas bio yang terbentuk dari sebuah landfill,
c. menangkap panas yang keluar akibat pembakaran, misalnya melalui insinerasi.
d. generasi terbaru dari teknologi ini dikenal sebagai waste-to-energy.

Beberapa teknologi berbasis recovery energy yang ditawarkan dalam meme­


cahkan masalah sampah kota adalah :
a. Teknologi termal sejenis insinerator dengan beragam nama :
1) Waste-to-energy
2) Thermal converter
3) Floating resource recovery facility
b. Teknologi termal sejenis gasifikasi atau pirolisis :
1) Gasification
2) Energy generation
c. Teknologi yang terkait dengan proses anaerob, khususnya produksi gas bio
dalam sebuah digestor, pupuk padat dan cair, serta recovery biogas dari TPA.

Gas-bio dari sebuah landfill melalui penangkapan gas dari sebuah landfill yang
telah cukup waktunya. Recovery gas ini banyak diterapkan pada landfill yang dari
awal telah disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Efektivitas penangkapan
gas-bio akan tergantung dari perpipaan dan sistem penyedotan yang digunakan,
serta sistem landfill itu sendiri. Sebagian dari gas tersebut akan menguap ke tempat
lain tanpa melalui sistem perpipaan.
Salah satu yang berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca berasal
dari pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Pengelolaan
sampah di TPA pada umumnya masih dengan cara open dumping, yang dapat
menghasilkan tingkat emisi yang lebih tinggi dibanding dengan TPA yang dikelola
dengan control landfill. Tingkat emisi yang dihasilkan tipe kontrol landfill adalah
117,99 Gg CO2e dan dengan open dumping adalah 1948,18 Gg CO2e (Prabowo, S.,
dkk., S. 2019). Perhitungan DOC dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran
komposisi sampah di lapangan diperoleh fakor emisi dari spesifik di Indonesia dari

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 91


uji komposisi dan karakteristik (ultimate dan proximate analysis) terhadap berat
kering dan berat sam melalui aktivitas pengomposan permukiman dan aktivitas di
TPA dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Faktor Emisi


Hasil Puskim, 2013 DOC, Default IPCC, 2006
Aktivitas
Berat Kering Berat Basah Berat Kering Berat Basah
Pengomposan Permukiman 0,42 – 0,47 0,07 – 0,114 0,08 - 20 0,03 - 8
TPA 0,15 0,062 0,182 0,126

Sumber: Kustiasih, 2017

Konsep penanganan sampah dengan menerapkan konsep 3R (reduce, reuse,


recycle) salah satunya dengan meninimasi sampah mulai dari sumber dan mela­
kukan pengomposan merupakan upaya untuk menurunkan tingkat emisi. Sehingga
sampah yang ditimbun di TPA berkurang.

Penutup
Sampah pasar adalah potensi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dari
sampah kota, kandungan sampah organik >80%. Sementara itu, timbulan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga pada tahun 2020,
diproyeksikan sebesar 70,8 ton per hari dengan target pengurangan sampah
20,9 ton (30%) dan target penanganan sampah 49,9 ton (70%). Adapun proses
perumusan dan pelaksanaan upaya untuk pengendalian GRK sampah yang meliputi
penetapan idikator kunci emisi GRK sampah, penentuan nilai spesifiknya, klasifikasi
komponen sampah, estimasi besarnya emisi dan pilihan pilihan teknologi untuk
meminimalkan emisi GRK.
Upaya meminimalkan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor pengolahan
sampah dilakukan dengan cara yaitu: kesatu, pengurangan jumlah sampah
dari rumah tangga/sumber sampai akhir di TPA; kedua, permanfaatan sampah
untuk tujuan daur ulang: pengomposan; ketiga: pemanfaatan gas metana dari
sampah sebagai sumber energi; keempat: pengelolaan sampah terpadu reduce,
reuse, dan recycle (3R) berupa pengomposan dan bank sampah yang terdiri atas:
pembangunan dan operasional TPS Terpadu 3R/pengomposan dan pendirian dan
operasional bank sampahMelalui kegiatan Reduce, Reuse, Recycle (3R); Waste to
Energy (Menggunakan energi sampah) dan Clean Development Mechanism (CDM);
kelima: peningkatan pengelolaan TPA menggunakan sanitary landfill, dan kelima:
mitigasi kemampuan daerah untuk menurunkan tingkat emisi dilakukan dengan
pengembangan tipe TPA open dumping menjadi sanitary landfill minimal kontrol
landfill dan meminimalisasi sampah dari sumber dengan penerapkan konsep 3R
(reduce, reuse, recycle).

92 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Daftar Pustaka
Kementerian Lingkungan Hidup, (2018). Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Dan
Monitoring, Pelaporan Verifikasi Tahun 2018. Kementerian Lingkungan Hidup,
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Direktorat Inventarisasi
Gas Rumah Kaca Dan MPV. Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2014). Pedoman Teknis Perhitungan
Baseline Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pengelolaan Limbah. Jakarta.
Iryania, DA., Ikromib, M., Hasanudin U. (2019). Karakterisasi Sampah Padat Kota Dan
Estimasi Emisi Gas Rumah Kaca di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung
Kota Bandarlampung. Journal of Natural Resources and Environmental
Management 9(2): 218-228. E-ISSN: 2460-5824.
Jaisyullah, UA. (2017). Program Pengelolaan Emisi Gas Rumah Kaca di TPA Benowo.
Tugas Akhir. Departemen Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Pedoman Penyelenggaraan Investasi Gas
Rumah Kaca Nasional: Metodologi Perhitungan Tingkat Emisi Gas Rumah Kaca
Pengelolaan Limbah. Buku II. Volume 4. Jakarta.
Kustiasih, T. (2017). The Composition And Characterization Of Solid Waste In Final
Diposal Site And The Specific Emission Factors of Greenhouse Data For Indonesia.
Journal of Human Settlements. Vo. 9. No. 1 July 2017.
Kustiasih, T & Setyawaty, LM. (2014). Faktor Penentu Emisi Gas Rumah Kaca dalam
Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jurnal Permukiman Vol. 9 No. 2 Agustus
2014: 78-90. ISSN 1907-4352.
Maziya, FB. (2017). Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2) Kegiatan
Pengelolaan Sampah Kecamatan Genteng Kota Surabaya. Jurnal Teknik
Lingkungan. Vol. 3 (2): 1-9. P-ISSN-2461-0437. E-ISSN: 2540-9131.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.
Prabowo, Setyo & Pranoto, Pranoto & Budiastuti, Sri. (2019). Estimasi Emisi Gas
Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jawa
Tengah. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi. 5. 21-33. 10.23917/
bioeksperimen.v5i1.7983.
SNI 19-3964-1994 tentang Metode Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan Dan Komposisi Sampah Perkotaan.
SNI 19-3983-1995 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah Kota Sedang dan Kota Kecil.
Sofriadi, D., Subendrayatna, Fatimah, E. (2017). Estimasi Karbon dari Sampah
Permukiman Dengan Metode IPCC di Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh. Jurnal

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 93


Teknik Sipil. Universitas Syiah Kuala. ISSN 2088-9321. ISSNe-2502-5295.
Pp.339-348.
Tchobanoglous, George, Theisen, Hillary. (1993). Integrated Solid Waste Manage­
ment-Engeneering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc.
University of California. Davis.
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

94 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 7
PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI FASILITAS PERALIHAN SAMPAH
ANTARA (INTERMEDIATE TREATMENT FACILITY)

Tuti Kustiasih
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: utut_albar@yahoo.com

Pendahuluan
Permasalahan sampah merupakan hal yang mendesak untuk segera dipecahkan,
khususnya di perkotaan. Bentuk kelembagaan yang belum tepat, penganggaran yang
terbatas, masih minimnya peran partisipasi masyarakat, swasta, dan perguruan
tinggi, penegakan peraturan yang belum tegas dan keandalan teknologi yang belum
efektif, merupakan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah yang
komprehensif. Sebagian besar sampah yang tiba di tempat pembuangan sampah
dibuang begitu saja meskipun sebagian sudah disortir dan diambil oleh petugas
kebersihan dan pemulung untuk dijual dan didaur ulang.
Beberapa pendekatan yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir,
salah satunya adalah sistem 3R yang merupakan pengelolaan secara terpadu dari
hulu ke hilir. Konsep 3R yang diusulkan dengan prioritas pada sumber minimalisasi,
intermediate treatment sampai pemrosesan akhir sampah. Langkah ini dalam
upaya mempraktikkan 3R sebagai langkah nyata untuk mengurangi, menggunakan
kembali dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan setiap harinya, untuk
meminimalkan sampah dan mengurangi biaya menjalankan sistem, pengelolaan
sampah yang efektif dan efisien (Jibril, et.al., 2012).
Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF) merupakan
fasilitas untuk upaya mengurangi dan menangani sampah perkotaan sebelum masuk
ke TPA sampah. Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF)
berperan menciptakan siklus material yang sehat. Penyelenggaraan pengadaan
fasilitas tempat pengolahan sampah antara atau ITF, pada dasarnya berbasis
Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Pengelolaan sampah dengan ITF merupakan pola
pendekatan pengelolaan persampahan pada skala komunal atau kawasan atau kota.
Penanganan sampah dengan pendekatan infrastruktur fasilitas tempat pengolahan
sampah berbasis 3R lebih menekankan kepada cara pengurangan, pemanfaatan
dan pengolahan sejak dari sumbernya sampai pada penimbunan akhir di tempat
pemrosesan akhir (TPA) sampah (Dit. PPLP, 2016).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 95


Untuk mengetahui sampai sejauh mana penerapan ITF dapat diimplementasi­
kan dan dapat direkomendasikan perlu dilakukan penelitian dan pengembangan
yang ditinjau dari segi teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan dan penga-
turan dan peran serta masyarakat serta faktor-faktor penunjang dan kehandalan
operasional (teknis) dan manejemen (non teknis) dalam pengurangan sampah
yang diangkut ke TPA. Makalah ini ditujukan untuk menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja ITF dan menilai keandalan teknologinya berdasar-
kan komponen atau perangkat teknologi technoware, humanware, infoware dan
orgaware. Penilaian tersebut diperlukan sebagai bagian upaya penyelenggaraan
pengelolaan sampah perkotaan secara keseluruhan, yaitu perencanaan, konstruksi,
operasi dan pemeliharaan serta pemantauan dan evaluasi.

Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah


Berdasarkan Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
maka dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah harus mengikuti prinsip
pengurangan sampah dan penanganan sampah. Ditegaskan dalam undang-
undang tersebut bahwa setiap orang wajib melakukan pengurangan sampah dan
penanganan sampah yang dimulai dari sumbernya. Sampah dapat ditimbun secara
ramah lingkungan di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Sementara itu,
kegiatan pengurangan sampah meliputi pembatasan timbulan sampah, pendauran
ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah. Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan dalam pelaksanaan penanganan sampah meliputi kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Di dalam Permen PU No 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga, ditekankan bahwa pengurangan sampah mulai dari
sumber merupakan tanggung jawab dari semua pihak baik pemerintah maupun
masyarakat. Kondisi yang ada saat ini, pemilahan dan pengurangan sampah sejak
dari sumbernya (rumah tangga) masih kurang memadai, sehingga berbagai gerakan
perlu ditingkatkan di tingkat masyarakat ataupun pemerintah.
Dalam upaya meminimasi sampah yang masuk ke TPA, diperlukan suatu
inovasi teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan skala kota dan
sedekat mungkin dengan sumber sampah. Intermediete Treatment Facility (ITF)
adalah fasilitas pengolahan sampah antara yang bertujuan untuk mengurangi
jumlah sampah sebesar-besarnya sebelum masuk ke TPA atau tempat pembuangan
akhir sampah. ITF bisa juga disebut transfer station atau Fasilitas Peralihan
Sampah Antara (FPSA). ITF atau FPSA difungsikan sebagai fasilitas yang dapat
sebesar mungkin mengurangi jumlah sampah dan menghasilkan kompos dan
energi alternatif. Skenario yang diusulkan dengan fasilitas pengomposan dan
perubahan menjadi energi, dipilih sebagai variasi penanganan antara yang lebih

96 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


kecil disamping pembuangan akhir yang skalanya lebih besar. Sejak tahun 2014,
telah dibangun Fasilitas penanganan atau pengolahan antara/Intermediate
Treatment Facility (ITF) yang merupakan fasilitas pengolahan limbah di tiga kota,
yaitu Banda Aceh, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Bima. ITF ini ditujukan
untuk mengurangi jumlah limbah sebelum memasuki tempat penimbunan akhir
di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. ITF akan mengolah sampah organik
menjadi listrik dan kompos (Nizar, et.al., 2018).
Karena konsep utama pengolahan sampah pada TPS 3R, adalah untuk mengu­
rangi kuantitas dan/atau memperbaiki karakteristik sampah, maka sampah yang
akan diolah secara lebih lanjut di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah harus
minimal. Oleh karena itu, ITF dapat berperan sebagai pabrik (misalnya sebagai
pabrik kompos, pabrik gas bio, atau pabrik sampah terdaur ulang), juga berperan
dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin kritis untuk penyediaan TPA
sampah di perkotaan. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional, untuk meletakkan
TPA sampah pada hierarki terbawah, sehingga meminimasi residu saja untuk
diuruk dalam TPA sampah (Dit. PPLP, 2016).

Intermediate Treatment Facility (ITF)


Sampah organik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi pence­
maran lingkungan, khususnya terhadap pencemaran tanah, air dan udara. Salah satu
solusi yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah organik adalah dengan
mendaur ulang. Dalam menyelesaikan semua permasalahan yang berhubungan
dengan pengelolaan sampah, dibutuhkan sebuah pendekatan holistik yang
memandang keseluruhan sebagai sebuah sistem. Untuk itu dibutuhkan sebuah
sistem pengelolaan yang terintegrasi, dimana seluruh elemen yang ada pada sistem
turut berpartisipasi aktif.
Jenis teknologi daur ulang sampah yang merupakan bagian pengelolaan sampah
skala kota berupa teknologi Dry Anaerobic Digestion (Dry AD) dan pengomposan.
Teknologi dry anaerobic digestion and composting adalah sistem pengelolaan
sampah dengan dukungan tempat penampungan sementara atau Intermediate
Treatment Facility (ITF). Kalau selama ini sampah dari Tempat Penampungan
Sementara (TPS) langsung diangkut menuju Tempat pembuangan Akhir (TPA),
maka dengan teknologi ini sampah dari TPS ditampung dulu di ITF. Di sini sampah
mengalami proses lanjutan, untuk diolah menjadi kompos, biogas, listrik, batu
bata dari sampah organik, briket arang pengganti minyak tanah, hingga barang-
barang bernilai ekonomis lain. Sampah yang tidak bisa diolah lagi di ITF, kemudian
diangkut ke TPA. Sampah di TPA diolah dengan menggunakan sistem sanitary
landfill. Dengan mekanisme tersebut, sudah tentu volume sampah di TPA akan jauh
berkurang karena sudah diolah dulu di TPS maupun ITF /FPSA. Peran ITF akan
melayani beberapa TPS yang ada di sejumlah wilayah.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 97


Pengelolaan sampah di ITF merupakan sistem terintegrasi dengan pendekatan
ergonomi total yaitu makro dan mikro, yang dapat mengoptimalkan integrasi antara
manusia, teknologi dan organisasi. Dari hasil diskusi dengan narasumber, ITF
dalam arti sebenarnya adalah Stasiun Peralihan Antara (SPA). ITF dapat menjadi
FPSA (Fasilitas Pengolahan Sampah Antara) atau dapat disebut juga dengan istilah
IPS (Instalasi Pengelolaan Sampah), yang merupakan infrastruktur pengolahan
sampah yang berperan dalam mereduksi volume sampah dan daya cemar sampah.
Sistem pengelolaan sampah melalui ITF secara terintegrasi dengan mening-
katkan fasilitas pendukung, pengolahan sampah organik, rancangan instalasi yang
mempertimbangkan faktor manusia, sistem manajerial dengan memanfaatkan ITF
sebagai tempat penanganan sampah sebelum masuk ke TPA.
ITF atau fasilitas pengolahan antara dalam pengelolaan sampah perkotaan
bermanfaat untuk:
1. Mengatasi masalah lingkungan
2. Sarana implementasi UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah
3. Salah satu upaya penyediaan sumber energi bagi masyarakat
4. Memperpanjang usia TPA, mengurangi biaya transportasi pemindahan sampah
dai TPS ke TPA

Batasan yang dikaji terhadap pengelolaan sampah di ITF adalah sebagai berikut:
1. Mengatasi masalah lingkungan, menerapkan teknologi ramah lingkungan
2. Menjaga keseimbangan input dan output sampah
3. Sarana implementasi UU No 18 Tahun 2008: input dan output
4. Menjaga daya dukung dan daya tampung
5. Memperhatikan keselarasan sektor ekonomi, sosial, dan ekologi
6. Salah satu upaya penyediaan sumber energi bagi masyarakat
7. Memperpanjang usia TPA dan mengurangi biaya transportasi pengangkutan
sampah dari TPS ke TPA

98 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


2. Menjaga keseimbangan input dan output sampah
3. Sarana implementasi UU No 18 Tahun 2008: input dan output
4. Menjaga daya dukung dan daya tampung
5. Memperhatikan keselarasan sektor ekonomi, sosial, dan ekologi
6. Salah satuITF
Instalasi upaya penyediaan
dalam sumber
suatu system energisampah
pengelolaan bagi masyarakat
perkotaan dapat dilihat pada
7. Memperpanjang
Gambar 1. usia TPA dan mengurangi biaya transportasi pengangkutan sampah dari
Instalasi ITF dalam suatu system pengelolaan sampah perkotaan dapat dilihat pada Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Pengelolaan Sampah di ITF


Gambar 1. Diagram Alir Pengelolaan Sampah di ITF
Sumber: Kustiasih, et.al., 2015
Sumber: Kustiasih, et.al., 2015

Teknik Evaluasi Kinerja ITF


Teknik
Dalam Evaluasi Kinerja
meningkatkan ITF ITF diperlukan langkah bersama untuk menerapkan k
kinerja
Dalam
teknologi. Salahmeningkatkan
satu cara yang kinerja ITF digunakan
dapat diperlukan langkah bersama untuk
untuk mengetahui menerap­
variabel yang paling b
kan kemampuan teknologi. Salah satu cara yang dapat digunakan
dari komponen teknologi terhadap perkembangan sentra industri, diperoleh berdasarka untuk mengetahui
yangvariabel yang
dianalisis paling berpengaruh
menggunakan metode dari Partial
komponen Least Squares
teknologi terhadap
(PLS).perkembangan
Metode tersebut dipilih
sentra industri, diperoleh berdasarkan kuesioner yang dianalisis
merupakan metode yang dapat diterapkan pada semua skala data (Ingranti, et.al., 20 menggunakan
perumusan Partial Least
metode variabel danSquares
indikator (PLS).
yangMetode
pentingtersebut
untuk dipilih karena PLS
menentukan merupakan berdasark
pembobotan
metode yang dapat diterapkan pada semua skala data (Ingranti,
yang lengkap. Dalam memperoleh pendapat dari para ahli tentang memberikan et.al., 2012). Untuk bobot
perumusan
teknologi variabel danpenilaian
yang digunakan indikator variabel
yang pentingdan untuk menentukan
indikator dengan pembobotan
skala kurang penting s
yangberdasarkan
paling penting penilaian
denganyangskala likert.
lengkap. Dalam memperoleh
Penilaian pendapat
ini dapat dari para
dilakukan ahli
terhadap kinerja
tentang memberikan
pengelolaan bobot komponen
sampah terutama untuk teknologi
ITF yangyang digunakan penilaian
berkelanjutan. Sementara variabel
itu, didalam
dan indikator
teknologi, terdapat dengan
empat skala
aspekkurang
ataupenting sampai
perangkat padadapat
yang yang paling penting
digunakan denganacuan untuk
sebagai
skalaatau
evaluasi likert. Penilaiankinerja
penilaian ini dapatsebuah
dilakukan terhadap
sistem. Empatkinerja operasional
aspek pengelolaan
atau perangkat atau kompone
sampah terutama untuk ITF yang berkelanjutan. Sementara itu, didalam
tersebut adalah: (1) technoware; (2) humanware; (3) infoware; dan (4) orgaware; (THIO). komponen
teknologi,
adalah terdapat
obyek yang empat aspek
mencakup atau fisik
fasilitas perangkat
sepertiyang dapatdan
mesin, digunakan
peralatan sebagai
yang dapat me
acuan untuk melakukan evaluasi atau penilaian kinerja sebuah
kekuatan fisik manusia dan mengontrol jalannya operasi. Humanware merupakan kemampu sistem. Empat
aspek atau
itu sendiri perangkat
seperti atau komponen
keterampilan, teknologi tersebut
pengetahuan, adalah:
keahlian, technoware; yang berp
dan(1)kreativitas
(2) humanware; (3) infoware; dan (4) orgaware;
mewujudkan kegunaan sumberdaya alam dan sumberdaya teknologi yang(THIO). Technoware adalah obyek tersedia u
yang mencakup
produktif. Infowarefasilitas
merupakan fisik seperti
kumpulanmesin,dokumen
dan peralatan
faktayang dapatdesain,
seperti meningkatkan
spesifikasi, blue p
kekuatan fisik manusia dan mengontrol jalannya operasi.
operasi, pemeliharaan, dan perbaikan yang berfungsi untuk mempercepat Humanware merupakan proses b
kemampuan
menghemat manusia itu
sumberdaya dan sendiri
waktu. seperti keterampilan,
Orgaware adalah pengetahuan,
lembaga ataukeahlian,
institusidan
yang mengko
kreativitas yang berperan untuk mewujudkan kegunaan
seluruh aktivitas produktif perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi sumberdaya alam danseperti jari
sumberdaya
grouping, linkages,teknologi yang tersediapengorganisasian
dan teknik‐teknik untuk tujuan produktif. Infoware
lainnya. Keempat merupakan
komponen teknol
berinteraksi secara dinamik menentukan tingkat kemampuan penguasaan teknologi. U
meningkatkan kinerja tersebut yaitu dengan mengembangkan inovasi teknologi yang dapat
dalam empat basis komponen teknologi Pengelolaan Sampahoperasi
pada proses Ramah Lingkungan
yaitu komponen 99 fasilitas (t
kemampuan sumber daya (humanware), dokumen dan informasi (infoware), dan kera
(orgaware) (Pailin, 2013).
kumpulan dokumen fakta seperti desain, spesifikasi, blue print, manual operasi,
pemeliharaan, dan perbaikan yang berfungsi untuk mempercepat proses belajar
serta menghemat sumberdaya dan waktu. Orgaware adalah lembaga atau institusi
yang mengkoordinasikan seluruh aktivitas produktif perusahaan untuk mencapai
tujuan organisasi seperti jaringan kerja, grouping, linkages, dan teknik-teknik
pengorganisasian lainnya. Keempat komponen teknologi tersebut berinteraksi
secara dinamik menentukan tingkat kemampuan penguasaan teknologi. Upaya
untuk meningkatkan kinerja tersebut yaitu dengan mengembangkan inovasi
teknologi yang dapat dinyatakan dalam empat basis komponen teknologi pada
proses operasi yaitu komponen fasilitas (technoware), kemampuan sumber daya
(humanware), dokumen dan informasi (infoware), dan kerangka kerja (orgaware)
(Pailin, 2013).
Analisis technoware mengacu pada tingkat kecanggihan perangkat keras yang
berhubungan langsung dengan tahapan produksi, mulai dari penerimaan bahan
baku (sampah masuk) sampai dengan proses pengolahan hingga menghasilkan
produk (kompos, biogas, listrik, dll). Analisis humanware berguna untuk mengetahui
sejauh mana sumber daya manusia terlibat dengan tingkat kecanggihan teknologi.
Penilaian kemampuan sumber daya manusia dilakukan pada setiap tingkatan
pelaksana pengelolaan sampah dengan ITF berdasarkan tugas dan fungsinya yang
telah ditetapkan oleh manajemen. Analisis infoware berguna untuk mengetahui
kemampuan mengoperasikan dan mendayagunakan informasi, peningkatan
dan perencanaan informasi termasuk prasarana dan fasilitas. Analisis orgaware
bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana pola kerja manajemen pengelolaan
ITF dapat mendukung pencapaian misi dan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu
mengurangi sampah dan memanfaatkan sampah sebelum masuk ke TPA.
Beberapa aspek yang dinilai pada analisis organisasi antara lain adalah struktur
organisasi, fasilitas kerja, hubungan antar bagian, umur instalasi ITF, peningkatan
pelayanan, dan anggaran pelaksanaan operasional ITF. Secara hierarki dan
identifikasi variabel dan indikator variabel yang ditentukan dalam penelitian ini
seperti pada Gambar 1. Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat berdiri sendiri,
sehingga memerlukan indikator untuk menganalisis permasalahan, sehingga akan
dapat diketahui perlakuan yang terbaik, pengelolaan ITF berdasarkan variabel dan
indikator pengelolaan ITF dapat digambarkan sebagai berikut:

100 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


nelitian ini seperti pada Gambar 1. Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat berdiri sendiri,
ingga memerlukan indikator untuk menganalisis permasalahan, sehingga akan dapat diketahui
lakuan yang terbaik, pengelolaan ITF berdasarkan variabel dan indikator pengelolaan ITF dapat
ambarkan sebagai berikut:

Bahan Baku dan Produk (X1)

Technoware Proses (X2)

Peralatan (X3)

Kepala/Manajer (X4)

Humanware Operator/Teknisi (X5)

Pembantu Lapangan (X6)

Penilaian Kehandalan ITF


ITF(YITF) Brosur (X7)

SOP ITF (X8)


Infoware
Manual/SOP Alat (X9)

Peraturan/ijin (X10)

Kelembagaan/organisasi (XI)
Orgaware

Pembiayaan (XI2)

Gambar 2. Hierarki
Gambar Kriteria Penilaian
2. Hierarki Kriteria Penilaian
Sumber: Kustiasih,
Sumber: et.al., 2015
Kustiasih, et.al., 2015

Besarnya bobot digunakan untuk mengetahui variabel atau indikator yang paling penting.
Besarnya bobot digunakan untuk mengetahui variabel atau indikator yang
hitungan pengalian antara bobot dengan nilai dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
paling penting. Perhitungan
Metode analisis yang digunakan pengalian
Partial Least Square (PLS)antara bobot dengan
dapat digunakan nilai
sebagai dapat digunakan
konfirmasi teori
eoritical testing)untuk
dan pengambilan keputusan.
merekomendasikan hubungan yang belum ada dasar teorinya (eksploratori).
rtial Least SquareMetode
(PLS) digunakan untuk
analisis yang menguji model
digunakan Partialdan hubungan
Least Square yang
(PLS)dikembangkan
dapat digunakan
ustiasih, et.al., 2015).
sebagai konfirmasi teori (theoritical testing) dan merekomendasikan hubungan
yang belum ada dasar teorinya (eksploratori). Partial Least Square (PLS) digunakan
untuk menguji model dan hubungan yang dikembangkan (Kustiasih, et.al., 2015).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 75


X1

Y X2

X2

Gambar 3. Model Pengukuran


Gambar 3. Model Pengukuran

State of the art ITF mengacu pada tingkat tertinggi perkembangan umum, pada perangkat, teknik,
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
atau bidang keilmuan yang dicapai pada waktu tertentu sebagai akibat dari metodologi yang umum 101
digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Model Pengukuran

State of the art ITF mengacu pada tingkat tertinggi perkembangan umum, pada perangkat, tek
State of bidang
atau the artkeilmuan
ITF mengacu pada tingkat
yang dicapai tertinggi
pada waktu perkembangan
tertentu umum,
sebagai akibat pada
dari metodologi yang um
perangkat, teknik,
digunakan ataudilihat
dapat bidang keilmuan
pada yang dicapai pada waktu tertentu sebagai
Gambar 4.
akibat dari metodologi yang umum digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.

Technoware Humanware

Pengelolaan ITF
berkelanjutan

Infoware Orgaware

Gambar 4. Komponen Teknologi Pengelolaan ITF


Gambar 4. Komponen Teknologi Pengelolaan ITF
Dalam mendapatkan pembobotan variabel, indikator dan parameter dalam penelitian ini dilaku
Dalam mendapatkan
penilaian pembobotan
dari hasil pendapat variabel,
para ahli indikator dan
dalam menentukan parameter
tingkat dalam
kepentingan terhadap kompo
penelitian ini dilakukan penilaian dari hasil pendapat para ahli dalam menentukan state of the
teknologi, meliputi technoware, humanware, inforware dan orgaware dan menilai
tingkatditentukan oleh penilaian kecanggihan dari masing‐masing komponen teknologi dan analisis THI
kepentingan terhadap komponen teknologi, meliputi technoware, human­
disusun berdasarkan dari kriteria penilaian kecanggihan THIO yang disesuaikan dengan data lapan
ware, yang
inforware dan orgaware dan menilai state of the art: ditentukan oleh
diaudit/disurvey.
penilaian kecanggihan dari masing-masing komponen
Pengelolaan teknologi
Sampah Ramah dan analisis
Lingkungan 76 THIO
ini disusun berdasarkan dari kriteria penilaian kecanggihan THIO yang disesuaikan
dengan data lapangan yang diaudit/disurvey.
Kajian terhadap komponen teknologi dari ITF dengan prinsip tentang kehan­
dalan teknologi ITF, dalam upaya penanganan dan pengurangan sampah sebelum
masuk ke TPA. Kajian ini mengkaji operasi dan proses bahwa ITF menghasilkan
produk yang bermanfaat (kompos dan gas metan) dan juga bahan baku untuk daur
ulang. Upaya untuk meningkatkan daya saing produk yaitu dengan mengembangkan
inovasi teknologi yang dapat dinyatakan dalam empat basis komponen teknologi
pada proses operasi yaitu komponen fasilitas (technoware), kemampuan sumber
daya (humanware), dokumen dan informasi (infoware), dan kerangka kerja
(orgaware) (Yanthi, 2018).
Penilaian ITF terhadap komponen teknologi dilakukan untuk berbagai alasan,
yaitu untuk (Kustiasih, et.al., 2015):
1. memastikan kepatuhan terhadap perencanaan/spesifikasi;
2. membandingkan pengelolaan dengan SOP;
3. mengembangkan data generasi awal (input dan output);
4. mengidentifikasi peluang minimisasi sampah (residu);
5. menetapkan indikator pembangunan atau tolok ukur ITF yang berkelanjutan.

Secara umum, ada tiga pendekatan yang berbeda dalam audit pengelolaan sampah,
yaitu (Kustiasih, et.al., 2015):
1. Pendekatan awal dan akhir (input dan output), yang mengukur bahan masukan
dan produk yang diolah dengan seluruh fasilitas yang ada, misalnya tidak

102 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


dilakukan usaha untuk menilai bagaimana cara dan hasil sampah didaur ulang
di dalam fasilitas ITF;
2. Pendekatan kegiatan, dengan mencatat sampah dan sampah yang dapat didaur
ulang di seluruh fasilitas, dengan melakukan pemeriksaan sampah di dalam
setiap daerah aktivitas, misalnya, kantor, gudang, atau kantin;
3. Pendekatan input/output materi input dan output yang terkait dengan setiap
daerah aktivitas.

Kinerja Penerapan Pengelolaan Sampah dengan ITF


Dalam menentukan model pengelolaan sampah dengan ITF, dilakukan melalui
pendekatan kriteria, subkriteria, indikator, dan parameter yang berpengaruh. Hal ini
dikarenakan dalam penyusunan model sistem, input yang digunakan yaitu kriteria,
indikator, dan parameter dari pengelolaan ITF. Berdasarkan hasil kajian pustaka
dan diskusi narasumber, dapat diperoleh gambaran mengenai dampak kinerja ITF
dalam pengelolaan sampah perkotaan. Dalam melaksanakan pengelolaan sampah
dengan fasilitas ITF, perlu dikaji terhadap sistem pengelolaan secara menyeluruh
dari sumber sampah, proses, input dan faktor-faktor pendukung sarana dan
pasarana ITF. Dari bobot kepentingan masing-masing subkriteria, selanjutnya
mencari nilai masing-masing subkriteria dapat dilihat hasil pembobotan dari tiap
parameter (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Pembobotan Komponen Teknologi ITF

Variabel Bobot No Indikator Bobot Bobot Global Indikator

1 Bahan Baku dan Produk 0.417 0.130


Technoware 0.313 2 Proses 0.250 0.078
3 Peralatan 0.333 0.104
1 Kepala pengelola ITF 0.326 0.082

Humanware 0.25 2 Operator/teknisi 0.391 0.098

3 Pembantu operator/teknisi 0.283 0.071

1 Brosur Kegiatan ITF 0.190 0.047


2 SOP Proses Kegiatan ITF 0.328 0.082
Infoware 0.25 3 SOP Peralatan 0.259 0.065
Peraturan/Perijinan/
4 0.224 0.056
Ketentuan Operasional ITF

1 Organisasi/Kelembagaan 0.613 0.115


Orgaware 0.188
2 Pembiayaan 0.387 0.072

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 103


Ketentuan Operasional
ITF
Orgaware 0.188 1 Organisasi/Kelembagaan 0.613 0.115
2 Pembiayaan 0.387 0.072

Urutan
Urutan kepentingan
kepentingan terhadap
terhadap THIO
THIO dapat dapat
dilihat dilihat
pada Gambarpada
5. Gambar 5.

I
Bobot Kepentingan
H

0 2 4

Gambar
Gambar5.5.Tingkat
TingkatKepentingan KomponenTeknologi
Kepentingan Komponen Teknologi

technoware
Aspek Aspek technoware
menempati urutan urutan
menempati kepentingan tertinggitertinggi
kepentingan dengan bobot
dengan 0,313 dan
bobot orgaware
0,313
merupakan
dan orgaware merupakan uruan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalamsangat
uruan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam aspek technoware ini
tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang
dengan aspek technoware
kelengkapan ini sangat
peralatan tergantung
ITF sesuai spesifikasipada ketersediaan
alat dan bahan baku
juga proses fermentasi. (sampah
Inputan ITF adalah
organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang dengan kelengkapan
sampah organik, yang dimasukkan ke dalam container/ruangan dengan sistem anaerobik dan adanya peralatan
ITF air
sirkulasi leachate
sesuai spesifikasi alat dan juga
yang ditampung dalamproses fermentasi.
reaktor. Teknologi ITF Inputan ITFuntuk
tersebut adalah sampah
memperpanjang
umurorganik,
pemakaian TPAdimasukkan
yang yang telah ada,keserta
dalamproduk akhir berupa kompos
container/ruangan yangsistem
dengan aman untuk lingkungan
anaerobik
dan dapat digunakan sebagai tanah penutup sanitary landfill serta menghasilkan energi alternatif
dan adanya sirkulasi air leachate yang ditampung dalam reaktor. Teknologi ITF
(biogas). Teknologi pembuatan kompos di ITF dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain
open tersebut
windrow untuk memperpanjang
dan pembuatan kompos umur pemakaian
cair dilakukan TPA sistem
dengan yang telah ada, serta
anaerobik untukproduk
selanjutnya
akhir berupa
menghasilkan biogaskompos yang aman
CH4 dan pupuk cair. untuk lingkungan dan dapat digunakan sebagai
Fasilitas
tanah dasar
penutup sanitarysampah
pengelolaan landfilldi serta
ITF terdiri dari (1) area
menghasilkan bongkar
energi muat; (2)
alternatif hangar; (3)
(biogas).
kompartemen hidrolisis; (4) tangki digester; (5) area pengomposan;
Teknologi pembuatan kompos di ITF dapat dilakukan dengan berbagai metode, (6) ruang bank sampah; dan (7)
fasilitas pendukung lainnya (ruang kantor, gudang, bangunan genset, sarana air bersih, dll).
antara lain open windrow dan pembuatan kompos cair dilakukan dengan sistem
Penerapan ITF ini untuk mendukung sampah dapat terkelola dan termanfaatkan dengan baik dan
anaerobik
mendukung fungsiuntuk selanjutnya
pembangunan menghasilkan
berkelanjutan. Konsepbiogas CH4 dan pupuk
3R merupakan praktikcair.
yang diterapkan dalam
pengelolaanFasilitas
sampah dasar pengelolaan
di ITF. Pengelolaansampah
sampahdi3R ITF
di terdiri dari (1)terhadap
ITF dilakukan area bongkar
sampahmuat;
yang telah
terpilah. Sampah yang masuk hangar dicatat dan ditimbang oleh petugas sampah.
(2) hangar; (3) kompartemen hidrolisis; (4) tangki digester; (5) area pengomposan;
Proses pemilahan sampah, dukungan pemerintah daerah dan pengelola yang kompeten serta
(6) ruang bank sampah; dan (7) fasilitas pendukung lainnya (ruang kantor, gudang,
dilengkapi dengan standar prosedur operasional sebagai perangkat yang diperlukan untuk
bangunan
keberlanjutan genset, sarana
operasional air bersih,
ITF. Struktur dll). dan pengelola ITF dibentuk sesuai kebutuhan, yang
organisasi
Penerapan ITF ini untuk mendukung
terdiri dari kepala ITF, administrasi, operator (operator sampah dapat
alat terkelola
berat, danelektrikal
mekanikal termanfaatkan
dan operator
bank dengan
sampah) danbaik dan mendukung fungsi pembangunan berkelanjutan. Konsep 3R
teknisi.
Dalam pelaksanaan
merupakan operasional
praktik ITF perlu dipisahkan
yang diterapkan antara operator
dalam pengelolaan dan di
sampah regulator. Regulator disini
ITF. Pengelolaan
selain sebagai pihak yang mengembangkan kebijakan bagi pelaksanaan pelayanan ITF, juga berfungsi
sampah 3R di ITF dilakukan terhadap sampah yang telah terpilah. Sampah yang
sebagai pengawas dan pengendalian operasional ITF. Operator adalah yang melaksanakan implementasi
masuk
kegiatan hangardalam
sehari‐hari dicatat dan ditimbang
menjalankan oleh petugas
operasional ITF sesuaisampah.
arahan regulator.
Proses pemilahan sampah, dukungan pemerintah daerah dan pengelola yang
Pengelolaan
kompeten serta dilengkapi dengan Sampah
standarRamah Lingkungan
prosedur 78 sebagai perangkat
operasional
yang diperlukan untuk keberlanjutan operasional ITF. Struktur organisasi dan
pengelola ITF dibentuk sesuai kebutuhan, yang terdiri dari kepala ITF, administrasi,
operator (operator alat berat, mekanikal elektrikal dan operator bank sampah) dan
teknisi.

104 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Dalam pelaksanaan operasional ITF perlu dipisahkan antara operator dan
regulator. Regulator disini selain sebagai pihak yang mengembangkan kebijakan
bagi pelaksanaan pelayanan ITF, juga berfungsi sebagai pengawas dan pengendalian
operasional ITF. Operator adalah yang melaksanakan implementasi kegiatan sehari-
hari dalam menjalankan operasional ITF sesuai arahan regulator.
Indikator
Indikatororganisasi/kelembagaan merupakan
organisasi/kelembagaan merupakan indikator
indikator paling
paling penting
penting keduakedua deng
untuk orgaware.
dengan bobot 0,115 untuk
Untuk orgaware.brosur
indikator Untuk indikator brosurindikator
merupakan merupakanmenempati
indikator peringka
menempati peringkat terakhir dari urutan kepentingan, namun
urutan kepentingan, namun hal ini perlu dilengkapi di lapangan sebagai hal ini perlu dileng-penunjang o
kapi di lapangan
Ketersediaan bahansebagai
baku penunjang
(sampah)operasional ITF. Ketersediaan
sebagai input untuk proses bahan baku
anaerobic digestio
(sampah)
hidrolisis. sebagai input untuk proses anaerobic digestion pada proses hidrolisis.
Secara
Secara keseluruhan terhadap
keseluruhan terhadap pembobotan
pembobotan indikator dalamdalam
indikator suatu sistem
suatu pe­sistem penge
ngelolaan sampah ITF/FPSA, urutan kepentingannya
ITF/FPSA, urutan kepentingannya dapat dilihat pada Gambar 6. dapat dilihat pada Gambar 6.

Bahan Baku dan Produk


Organisasi/Kelembagaan
Peralatan
Operator/teknisi
SOP Proses Kegiatan ITF
Kepala pengelola ITF
Proses
Pembiayaan
Pembantu operator/teknisi
SOP Peralatan
Peraturan/Perijinan/Ketentuan…
Brosur Kegiatan ITF

0,000 0,100 0,200

Gambar
Gambar 6. Pembobotan
6. Pembobotan Sistem Pengelolaan
Sistem Pengelolaan Sampah
Sampah Perkotaan Perkotaan Dalam ITF
Dalam ITF/TPSA

Berdasarkan
Berdasarkan penilaiandengan
penilaian dengan menggunakan
menggunakan metode Partial
metode Least Squares
Partial Least Squares
(PLS) (PLS) un
untuk mengetahui komponen teknologi yang berpengaruh terhadap pengelolaan
komponen teknologi yang berpengaruh terhadap pengelolaan ITF dengan urutan kepe
ITF dengan
technoware, urutan kepentingan
humanware, infowareadalah technoware, humanware, infoware dan
dan orgaware.
orgaware.
Penutup
Penutup
Pengolahan sampah antara (Intermediate Treatment Facility/ITF) adalah fasilita
mengurangi dan menangani
Pengolahan sampah antara (Intermediate
sampah Treatment
perkotaan Facility/ITF)
sebelum masuk ke TPAfasi­
adalah sampah. Oleh
padalitas untuk upaya
dasarnya berbasis Reduce‐Reuse‐Recycle
mengurangi dan menangani sampah perkotaan
(TPS 3R). Bobotsebelum masuk
perangkat teknologi ITF
TPA sampah. Oleh karena itu, ITF pada dasarnya berbasis Reduce-Reuse-Recycle
yang ditetapkan dengan menggunakan analisis AHP dan PSL diperoleh urutan technowa
ke
(TPS 3R).
infoware, danBobot perangkat teknologi ITF secara hierarki, yang ditetapkan dengan
orgaware.
menggunakan analisis AHP dan PSL
Aspek technoware menempati diperoleh
urutan urutan technoware,
kepentingan tertinggihumanware,
dengan bobot 0,31
infoware, dan
merupakan orgaware.
urutan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam aspek technow
tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah organik) sebagai inputan yang cukup
dengan kelengkapan peralatan PengelolaanITF sesuaiSampahspesifikasi alat dan juga105proses fer
Ramah Lingkungan
menghasilkan biogas (CH4) dan kompos dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai kete
Intermediate treatment facility dapat digunakan sebagaii alternatif pengelolaan sam
penempatannya antara permukiman dan TPA, Sistem pengelolaan sampah mela
Aspek technoware menempati urutan kepentingan tertinggi dengan bobot 0,313
dan infoware merupakan urutan kepentingan terkecil dengan bobot 0,188. Dalam
aspek technoware ini sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku (sampah
organik) sebagai inputan yang cukup, yang ditunjang dengan kelengkapan peralatan
ITF sesuai spesifikasi alat dan juga proses fermentasi untuk menghasilkan biogas
(CH4) dan kompos dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai ketentuan.
Intermediate treatment facility dapat digunakan sebagaii alternatif pengelo­laan
sampah yang lokasi penempatannya antara permukiman dan TPA, Sistem pengelo-
laan sampah melalui ITF secara terintegrasi dapat meningkatkan fasilitas pendu­
kung, pengolahan sampah organik, rancangan instalasi yang mempertimbangkan
faktor manusia, sistem manajerial dengan memanfaatkan ITF sebagai tempat pe­
nanganan sampah sebelum masuk ke TPA.

Daftar Pustaka
_______, (2016). Tata Cara Penyelenggaraan Umum Tempat Pengolahan Sampah
Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R). Direktorat PPLP.
Inazumi, S. & Ohtsu, H. & Shiotani, T. & Katsumi, T. (2011). Environmental Assessment
and Accounting for Waste Disposal Stream in Bangkok, Thailand. Journal of
Material Cycles and Waste Management 13(2): pp. 139-149.
Ingranti, M. & Santoso, I. & Agustin, W. (2012). Analisis Pengaruh Komponen Teknologi
dan Nilai Tambah Terhadap Perkembangan Sentra Industri Kerupuk Udang
Sidoarjo (Studi Kasus Di Industri Kerupuk Udang Desa Kedungrejo, Kabupaten
Sidoarjo) Analysis of Technology Components Influence and Additional Value
On the Development of Shrimp Cracker Industry Centre Sidoarjo (Case Study In
Shrimp Cracker Industry, Kedungrejo, Sidoarjo Distric). Jurnal Industri Vol 1 No
2: 125 – 139.
Jibril, JDA., Sipan, IB., Sapri, M., Shika, SA., Isa, M., Addullah, S. (2012). 3Rs Critical
Success Factor in Solid Waste Management System for Higher Educational
Institutions. International Congress on Interdisciplinary Business and Social
Sciences 2012. (ICIBSoS 2012), Volume 65, pp. 626 – 631.
Kustiasih, T. & Meilany, L. & Darwati, S. & Rydha. (2015). Analisis Komponen Teknologi
terhadap Kinerja Intermediate Treatment Facility. Preceeding Kolokium 2015.
Puslitbang Permukiman. Bandung.
Nizar, M. & Munir, E. & Irvan, Waller, V. (2018). The Integrating of Zero Waste Principles
from National to Local Regulations: Case Study of Banda Aceh, Indonesia. ICFAES
2018. IOP Publishing. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 216.
Pailin, DB. (2013). Analisis Kontribusi Komponen Teknologi Dalam Usaha Budidaya
Rumput Laut Di Kabupaten Seram Bagian Barat. Arika, Vol. 07, No. 1 Pebruari
2013 ISSN: 1978-1105.

106 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013
tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Pena­
ngan­an Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
Yanthi, ER. (2018). Analisis Kontribusi Komponen Teknologi (Technoware, Human­
ware, Infoware, Orgaware) Pada Perusahaan Jasa Transportasi Kereta Api
Barang Dengan Pendekatan Model Teknometrik. Evy Rusmanida Yanthi. Seko­
lah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 107


Bab 8
PENERAPAN LAHAN URUK SAMPAH TERKENDALI DAN SANITER DI
INDONESIA

I Made Wahyu Widyarsana 2)Lina Apriyanti S.


1)

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan


Institut Teknologi Bandung
email: wahyu.labb3@gmail.com

Pendahuluan
Pada Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan sampah, tercantum
tentang TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah bukan lagi sebagai Tempat
Pembuangan Akhir, dan setiap daerah/kota diwajibkan untuk meninggalkan cara
operasional lama (open dumping) selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun
sejak Undang-undang ditetapkan. Rumusan masalah dari kegiatan ini adalah sebagai
berikut: amanat Undang-undang No 18 Tahun 2008 belum tercapai sepenuhnya,
khususnya terkait dengan TPA, sampah (khususnya TPA) potensi menimbulkan
pencemaran, permasalahan, konflik, maupun bencana, serta perlu disadari bahwa
timbulan sampah terus meningkat sehingga beban TPA diperkirakan akan semakin
berat kalau tidak dipikirkan kebijakan yang representatif. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan bagaimana mengubah pola pikir (mindset) pemerintah daerah/kota
dari pemikiran tradisional menjadi pemikiran modern yang ramah lingkungan.
Kajian ini dilaksanakan dengan maksud untuk membantu pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam mempercepat penerapan kebijakan implementasi
lahan uruk terkendali (controlled landfill/CL) dan lahan uruk saniter (sanitary
landfill/SL) yang sesuai dengan kapasitas daerah. Adapun definisi CL dan SL sesuai
dengan definisi dan kriteria yang tercantum pada Peraturan Menteri PU No 03/
PRT/M/2013, EPA (2000), Damanhuri dkk (2006), serta Tchobanoglous dkk
(1993). Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan ini adalah menemukan
solusi untuk mengaplikasikan CL/SL di daerah serta merumuskan langkah untuk
mempercepat penerapan CL/SL di daerah. Penerapan CL/SL sudah menjadi
kewajiban bagi setiap daerah dan harus diupayakan sesegera mungkin mengingat
batasan waktu penutupan TPA open dumping adalah tahun 2013 (UU 18/2008).
Peran antar sektor sesuai bidang kerja akan mempercepat realisasi CL/SL di
daerah (Damanhuri, 2008). Metodologi yang dilaksanakan dalam kajian ini dengan
menerapkan langkah-langkah koordinasi, konsultasi, sinkronisasi data eksisting
TPA dengan hasil survei, pemetaan permasalahan yang ada, pertukaran pengalaman
dan informasi dari berbagai stakeholders dan analisa data untuk pencarian solusi
langkah-langkah akselerasi (percepatan) penerapan CL/SL dengan menggabungkan

108 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


berbagai sudut pandang yang ada dari berbagai stakeholders, sehingga mampu
merumuskan rencana kebijakan dan langkah-langkah percepatan penerapan CL/
SL yang akan menjadi panduan pengelolaan TPA di daerah. Tahapan kegiatan kajian
terdiri atas: tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis dan evaluasi,
serta tahap perencanaan rekomendasi kebijakan. Kebijakan pengelolaan sampah
perkotaan di Indonesia mendefinisikan bahwa pengelolaan sampah perkotaan
merupakan sebuah sistem yang terdiri dari 5 (lima) komponen sub sistem, yaitu:
peraturan, kelembagaan, teknis dan operasional, pembiayaan, dan peran serta
masyarakat (Damanhuri dkk, 2010). Untuk menentukan strategi yang tepat dalam
memperbaiki pengelolaan persampahan di Indonesia pada umumnya dan untuk
mempercepat penerapan kebijakan CL/SL pada khususnya, dilakukan analisis SWOT
terhadap permasalahan yang telah dirangkum berdasarkan hasil FGD dan hasil
survei. Untuk mempermudah interpretasi permasalahan, solusi, dan pihak yang
bertanggungjawab terkait penerapan kebijakan CL/SL, maka disusunlah sebuah
matriks pembagian tanggung jawab yang merangkum semua permasalahan dan
rekomendasi yang telah dijabarkan sebelumnya, yaitu meliputi: aspek peraturan
(hukum), aspek kelembagaan (organisasi), aspek teknis dan operasional, aspek
pembiayaan, serta aspek peran serta masyarakat dan swasta. Hasil akhir dari kajian
ini berupa usulan rekomendasi dalam percepatan implementasi CL/SL di Indonesia.
Usulan rekomendasi tersebut diharapkan dapat diimplementasikan dalam bentuk
upaya yang proaktif serta nyata serta terkoordinasi dengan baik dengan kesadaran
yang sama untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Pentingnya TPA sampah yang berwawasan lingkungan akan mendukung kemajuan
perekonomian dan meningkatkan daya tarik bagi calon investor dan sebagai
sumber bahan baku baru maupun sumber energi. Percepatan implementasi CL/
SL di Indonesia membutuhkan komitmen semua stakeholders untuk bersama-
sama sesuai peranan dan kemampuannya masing-masing untuk berkontribusi
terhadap goal tersebut. Undang-Undang No. 18 tahun 2008 pada pasal 44 ayat 2
mengamanatkan bahwa paling lambat pada tahun 2013 setiap pemerintah daerah/
kota sudah memiliki TPA yang representatif dan memenuhi kaidah teknis maupun
lingkungan. Peraturan terkait persampahan ini masih jalan ditempat dan masih
banyak permasalahan pengelolaan sampah di daerah/kota di Indonesia, sehingga
diperlukan suatu kajian komprehensif sebagai pemicu sekaligus dasar yang kuat
bagi pelaksanaan implementasi teknologi CL/SL.
Berdasarkan permasalahan tersebut, makalah ini akan membahas persoalan-
persoalan yang menyebabkan pemerintah daerah ataupun sektor swasta sebagai
pengelola TPA belum dapat menerapkan sistem CL/SL. Hasil identifikasi persoalan
tersebut, digunakan sebagai acuan untuk merumuskan solusi yang dapat diterapkan
(implementable) dan diterima (acceptable) terutama bagi pengelola sampah dan
masyarakat guna mendukung percepatan penerapan CL/SL.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 109


Gambaran Umum Pengelolaan Sampah dan TPA di Indonesia
Gambar 1 adalah langkah-langkah kajian untuk identifikasi persoalan-persoalan
yang menyebabkan pemerintah daerah dan sektor lainnya dalam menerapkan CL/
SL di Indonesia.

Gambar 1. Tahapan Kajian Persoalan Penerapan CL/SL


Gambar 1. Tahapan Kajian Persoalan Penerapan CL/SL
Pengelolaan sampah di Indonesia dilandasi oleh Undang‐undang dan berbagai peraturan‐peraturan
pelaksanaannya yaitu.
1.Pengelolaan
Undang‐undang sampah di Indonesia
No. 18 Tahun 2008 tentangdilandasi
Pengelolaanoleh Undang-undang dan berbagai
Sampah;
peraturan-peraturan pelaksanaannya yaitu.
2. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga;
1. 3.Undang-undang No.No.16
Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2008
Tahun 2005 tentang
tentang Pengelolaan
Pengembangan Sistem Sampah;
Penyediaan Air Minum;
2. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
4. Peraturan Menteri PU No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasarana Sampah
dan Sarana Rumah
Persampahan
dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
5. Peraturan Menteri PPN/Bappenas No.4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan
3. Peraturan Pemerintah
Kerjasama Pemerintah denganNo.16 Tahun
Badan Usaha dalam2005 tentang
Penyediaan Pengembangan Sistem
Infrastruktur;
6.Penyediaan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;
Air Minum;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011 tentang Pedoman
4. Peraturan Menteri
Penataan Ruang KawasanPUSekitar
No. Tempat
03/2013 tentang
Pemrosesan AkhirPenyelenggaran
Sampah. Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sementara itu, hasil pemetaan potensi masalah dalam bidang persampahan oleh Kementerian PU
Sejenis
(2012) Sampah
ditunjukkan olehRumah
Gambar Tangga;
2.
5. Peraturan Menteri PPN/Bappenas No.4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur;
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 83

110 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.33 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah;
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011
tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah.

Sementara itu, hasil pemetaan potensi masalah dalam bidang persampahan


oleh Kementerian PU (2012) ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Permasalahan
Gambar 2. Permasalahan Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah Secara
Secara Umum
Umum
Sumber:Kementerian
Sumber: Kementerian PU,
PU, 2012
2012

Beberapa Beberapa
data dan kondisi pengelolaan
data dan sampah di Indonesia
kondisi pengelolaan sampah yaitu, pertama:yaitu,
di Indonesia timbulan sampah untuk
pertama:
14 kota metro yang ikut dalam Program Adipura tahun 2012 yaitu 2.211.238,98 m3/bulan dengan
timbulan sampah untuk 14 kota metro yang ikut dalam Program Adipura tahun 2012
jumlah total penduduk adalah 26.576.647 jiwa. Timbulan sampah untuk 14 kota besar yaitu
yaitum2.211.238,98
2.845.664,37 3/bulan dengan /bulantotal
m3jumlah dengan jumlahadalah
penduduk total 10.666.063
penduduk jiwa. adalah 26.576.647
Sementara itu, timbulan
jiwa. Timbulan
sampah untuk sampah
60 kota sedang untuk 14 kota
berdasarkan databesar yaituAdipura
non fisik 2.845.664,37
sebanyak m /bulan
3
denganm3/bulan
56.318.205,44
jumlahtotal
dengan jumlah total penduduk
penduduk adalah
adalah 10.666.063
20.662.723 jiwa.jiwa.
Kedua:Sementara
timbulan itu, timbulan
sampah sampah
per hari untuk 221 kota
untuk 60 kota
kecil berdasarkan datasedang berdasarkan
non fisik data non fisik
Adipura sebanyak Adipura sebanyak
89.923.566,84 m /bulan
3 56.318.205,44
dengan jumlah total
pendudukmadalah
3
/bulan36.783.418 jiwa. Ketiga:
dengan jumlah data Kementerian
total penduduk PU (2012):jiwa.
adalah 20.662.723 ± 99% TPA timbulan
Kedua: di Indonesia masih
open dumping (OP). Baru ±70% TPA yang didesain secara CL/SL dari
sampah per hari untuk 221 kota kecil berdasarkan data non fisik Adipura sebanyak ±492 TPA di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia. Sampah juga menyumbang emisi (1 ton
89.923.566,84 m /bulan dengan jumlah total penduduk adalah 36.783.418
3 sampah setara dengan 0,6 ton
CO2eq), total emisi tahun 2010 5,8 juta ton CO2, , dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 76,8 juta ton
CO2 (Kementerian PU, 2012). Keempat: Secara keseluruhan berdasarkan data Adipura tahun 2012,
sampah dikelola dengan proses 3R (pembuatan kompos, bank sampah dan pemanfaatan lain) adalah
1.936.282 m3/bulan (671.890 ton/bulan) atau Pengelolaan
hanya 0,80% Sampah Ramah
dari total Lingkungan
timbulan 111
sampah, sehingga tidak
sebanding dengan timbulan sampah yaitu sebesar 241.92.614 m /bulan (83.949.229 ton/bulan).
3

Sampah yang tidak terkelola masih sebesar 229.465.602 m3/bulan (79.624.564 ton/bulan) atau 95%
sampah belum dikelola.
jiwa. Ketiga: data Kementerian PU (2012): ± 99% TPA di Indonesia masih open
dumping (OP). Baru ±70% TPA yang didesain secara CL/SL dari ±492 TPA di
seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Sampah juga menyumbang emisi (1 ton
sampah setara dengan 0,6 ton CO2eq), total emisi tahun 2010 5,8 juta ton CO2, , dan
pada tahun 2020 meningkat menjadi 76,8 juta ton CO2 (Kementerian PU, 2012).
Keempat: Secara keseluruhan berdasarkan data Adipura tahun 2012, sampah
dikelola dengan proses 3R (pembuatan kompos, bank sampah dan pemanfaatan
lain) adalah 1.936.282 m3/bulan (671.890 ton/bulan) atau hanya 0,80% dari total
timbulan sampah, sehingga tidak sebanding dengan timbulan sampah yaitu sebesar
241.92.614 m3/bulan (83.949.229 ton/bulan). Sampah yang tidak terkelola masih
sebesar 229.465.602 m3/bulan (79.624.564 ton/bulan) atau 95% sampah belum
dikelola.

1. Pengelolaan TPA di Provinsi Bali


Berdasarkan penelitian Widyarsana dkk (2019) terhadap pengelolaan dan
kondisi TPA eksisting di Provinsi Bali menunjukkan hasil yang bervariasi dan
umumnya disimpulkan kondisi TPA dioperasikan secara terbuka (open dumping)
sehingga potensi risikonya relatif tinggi, kondisi ini juga bisa mewakili kondisi
eksisting TPA lainnya di Indonesia (Gambar 3).

Gambar 3. 3.
Gambar Rekapitulasi
RekapitulasiPenilaian
Penilaian Indeks RisikoTPA
Indeks Risiko TPAdidiProvinsi
Provinsi Bali
Bali
Sumber: Widyarsana dkk, 2019
Sumber: Widyarsana dkk, 2019
Berikut disajikan hasil penilaian indeks risiko TPA di Provinsi Bali dari 10 (sepuluh) TPA yang telah
Berikut
disurvei dan dinilai,disajikan
diperolehhasil
hasil penilaian indeks
7 (tujuh) TPA risiko
masuk TPAtingkat
kategori di Provinsi
bahayaBali dariyaitu
sedang, 10 TPA
(sepuluh)
Temesi, TPA Sente,TPA
TPA yang
Junguttelah disurvei
Batu, TPA dan
Biaung, TPAdinilai, diperoleh
Bengkala, hasil 7dan
TPA Linggasana, (tujuh) TPA
TPA Peh. Di masa
depan,masuk
7 (tujuh) TPA tersebut
kategori tingkatdapat dioperasikan
bahaya dan direhabilitasi
sedang, yaitu TPA Temesi, menjadi TPA yang
TPA Sente, TPAberkelanjutan.
Jungut
Sedangkan 2 (dua) di antaranya dikategorikan ke dalam TPA dengan tingkat bahaya rendah, yaitu TPA
Regional Bangli dan TPA Mandung, selanjutnya TPA ini direkomendasikan untuk direhabilitasi menjadi
TPA berkelanjutan secara bertahap. Sementara itu, 1 (satu) TPA dikategorikan dalam tingkat risiko
112 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
tinggi yaitu TPA Regional Sarbagita di Suwung (Denpasar), TPA ini direkomendasikan untuk ditutup
karena tingkat pencemaran sudah melebihi ketentuan dalam penilaian indeks risiko. Berikut
disampaikan data mengenai tingkat indeks risiko TPA di Provinsi Bali.
Batu, TPA Biaung, TPA Bengkala, TPA Linggasana, dan TPA Peh. Di masa depan,
7 (tujuh) TPA tersebut dapat dioperasikan dan direhabilitasi menjadi TPA yang
berkelanjutan. Sedangkan 2 (dua) di antaranya dikategorikan ke dalam TPA dengan
tingkat bahaya rendah, yaitu TPA Regional Bangli dan TPA Mandung, selanjutnya
TPA ini direkomendasikan untuk direhabilitasi menjadi TPA berkelanjutan secara
bertahap. Sementara itu, 1 (satu) TPA dikategorikan dalam tingkat risiko tinggi
yaitu TPA Regional Sarbagita di Suwung (Denpasar), TPA ini direkomendasikan
untuk ditutup karena tingkat pencemaran sudah melebihi ketentuan dalam
penilaian indeks risiko. Berikut disampaikan data mengenai tingkat indeks risiko
TPA di Provinsi Bali.

2. Pengelolaan TPA di Provinsi Jawa Barat


Berikut adalah permasalahan atau kendala yang dihadapi di Jawa Barat
berdasarkan survei di Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) Jawa Barat, yang
nama instansinya sudah berubah menjadi PSTR Jawa Barat.
a. Ketersediaan instrumen tidak menjamin semua daerah bisa melaksanakan
karena muncul persoalan pembiayaan, sedangkan anggaran untuk
persampahan tidak memiliki pedoman yang jelas.
b. Mekanisme KPS di daerah belum sepenuhnya berjalan di daerah meskipun
KPS telah memiliki dasar hukum.

Adapun saran dan harapan BPSR terkait dengan solusi TPA Sampah di Jawa
Barat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan TPA lebih baik dikontrakkan ke swasta.
b. Perlu alternatif yang ditawarkan, karena lahan TPA di kawasan Bandung
sulit dengan dilatarbelakangi adanya korban sejumlah 157 jiwa akibat
longsornya TPA Leuwi Gajah.
c. Perlu pilihan-pilihan teknologi pengolahan sampah di TPA yang disertai
bagaimana cara memilihnya.
d. Diperlukan standarisasi biaya untuk pengelolaan sampah termasuk
peralatan dan bahan yang diterbikan dalam bentuk katalog bersama yang
berlaku sesuai dengan harga lokal (daerah) dan disetujui oleh Gubernur
e. Diperlukan revisi detail terhadap Permendagri mengenai penyelenggaraan
keuangan daerah.
f. Diharapkan dengan adanya kajian kelayakan CL/SL ini dapat menjadi media
pemahaman bersama antara pemerintah daerah dengan kementerian/
lembaga terkait lainnya untuk mengetahui dan memahami kondisi di daerah
terutama terkait dengan anggaran daerah/keuangan.

Aspek pengaturan TPA Regional yang sudah ada di propinsi Jawa Barat yang
dapat memperkuat pelaksanaan dari saran solusi tersebut adalah sebagai berikut:

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 113


a. Perda No. 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan sampah di Jawa Barat
1) Pemerintah Provinsi mengelola TPPAS Regional
2) Pengelolaan TPPAS Regional melalui Perjanjian kerjasama
3) Pemkot dan Pemkab sebagai pengguna jasa TPPAS Regional
4) Biaya pembangunan melalui APBN dan APBD Provinsi
5) Biaya operasional dan pemeliharaan oleh pengguna, yaitu pemerintah
kota dan pemerintah kabupaten
6) Kompensasi Jasa Pelayanan (KJP) dan Kompensasi Dampak Negatif
(KDN)
7) Bisa menerapkan Pengelolaan Keuangan-BLUD
b. Pergub Nomor 113 Tahun 2009 tentang OTK UPT Dinas dan Badan di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
1) Penetapan Keberadaan BPSR
2) Pelayanan Regional Wilayah Metropolitan Bandung dan Wilayah
BOBODEP
c. Pergub Nomor 46 Tahun 2010 tentang Tupoksi, Rincian Tugas dan Tata
Kerja UPTD di Lingkungan Dinas Kimrum Provinsi Jawa Barat

3. Pengelolaan TPA Bantargebang


Permasalahan atau kendala yang dihadapi di TPST Bantargebang berdasarkan
Survei di PT. Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST (Tempat Pengelolaan Sampah
Terpadu) Bantargebang, di antaranya:
a. TPST Bantar Gebang belum dapat melakukan penutupan tanah harian
karena volume sampah masuk cukup tinggi dengan operasional 24 jam.
Pengurukan, pengisian sampah, dan pemadatan menggunakan excavator
dilakukan secara bertahap, sehingga penutupan tanah dilakukan setiap
ketinggian sampah mencapai 2 – 2,5 meter. Pengelola TPST Bantar Gebang
berharap dilakukan pengecekan ulang terhadap SOP (Standard Operational
Procedure) CL/SL.
b. Aspek sosial seperti respon negatif warga terhadap operasional TPST
membutuhkan upaya terus menerus agar TPST bisa diterima masyarakat.

Saran dan harapan PT. Godang Tua Jaya terkait dengan solusi TPA Sampah di
daerah dan di Jakarta dengan latar belakang persoalan yang pernah terjadi, adalah
sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan tinjauan akademis lebih lanjut yang sinergis dengan
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup terkait
penerapan tanah penutup pada operasional sanitary landfill TPA.
b. Lingkungan hidup terpantau secara kontinu minimal 6 bulan sekali untuk
pemantauan kualitas udara ambient, air bersih/sumur penduduk dan

114 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


kantor, air sampah pada inlet dan outlet IPAS, dan pemantauan sosial
lingkungan masyarakat.
c. Program-program sosial kemasyarakatan dapat meningkat dan diterima
oleh masyarakat, minimal di Kelurahan Cikiwil, Ciketing Udik dan Sumur
Batu.

4. Pengelolaan TPA di Propinsi Nusa Tenggara Barat


Permasalahan atau kendala yang dihadapi di TPA Regional Kebon Kongok
(Gapuk) berdasarkan Survei di Dinas Kebersihan Kota Mataram selaku pengelola
TPA, di antaranya:
a. Belum adanya rencana induk (masterplan) persampahan baik di Kota
Mataram maupun di Kabupaten Lombok Barat.
b. Tidak terdapat peraturan daerah mengenai TPA regional.
c. Kebijakan saat ini mengandalkan MOU yang disepakati tahun 2007,
sedangkan Walikota maupun Bupati yang dulu menandatangani MOU sudah
meninggal dunia, sehingga historis MOU sulit ditelaah.
d. Belum terbentuknya kelembagaan regional untuk mengelola TPA Regional
Kebon Kongok (Gapuk).
e. Sharing pembiayaan dan lahan antara Pemkot Mataram dan Pemkab
Lombok Barat tidak diatur di MOU.
f. Pihak Pemerintah provinsi NTB belum memfasilitasi TPA dengan
membentuk UPT, karena banyak UPT yang terbentuk namun tidak efektif.
g. Pimpinan maupun staf bidang kebersihan tidak konsisten di bidangnya,
karena adanya mutasi di daerah, sehingga pimpinan maupun staf saat ini
tidak menguasai substansi dengan detail.
h. Secara teknis, perlu bantuan alat pemecah batu untuk mengepras dinding
bukit untuk memperluas area zona landfill maupun penggunaan tanahnya
(sisa pengeprasan) untuk tanah penutup. Instalasi pengolah lindi kurang
baik yaitu ada indikasi kebocoran atau penguapan yang tinggi, serta tidak
ada monitoring kualitas lindi dan sumur pantau secara berkala.
i. Sampahnya tidak ditutup secara berkala setiap 1 minggu sekali (sesuai
pengakuan petugasnya)
j. Liner (terutama geomembran) banyak yang hilang karena dicuri.
k. Akses menuju TPA masih rawan karena mengandalkan jalan yang melewati
daerah wisata, jadi akses sangat rawan.
l. Belum jelasnya pembagian peran/fungsi regulator dan operator.

Saran dan harapan Dinas Kebersihan Kota Mataram terkait dengan solusi TPA
Sampah di daerahnya, sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana induk (masterplan) persampahan Kota Mataram dan
Kabupaten Lombok Barat harus segera dilakukan

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 115


b. Perlu dibentuk kelembagaan regional yang difasilitasi oleh Provinsi (karena
lintas daerah)
c. MOU perlu di-review/dikaji ulang kembali supaya poin-poin kesepakatan
termasuk sharing biaya dan lahan menjadi jelas dan mengikat kedua belah
pihak
d. Antisipasi mutasi pejabat maupun staf di daerah, khususnya di bidang
pelayanan persampahan (kebersihan).
e. Perlunya perluasan TPA dan solusi perluasan lahan berupa bukit batu.

Strategi Penerapan CL/SL


1. Focus Group Discussion (FGD)
Resume FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA,
berdasarkan aspek peraturan adalah sebagai berikut:
a. Aturan hukum mengenai sampah dan TPA belum didukung aturan pe­
laksananya.
b. Perda masih belum optimal pelaksanaanya (misal: Perda Retribusi, Perda
K3, Perda Pengelolaan Sampah, dll).
c. Belum ada aturan tentang kelembagaan, pembiayaan, kompensasi, CSR,
EPR, dan sebagainya.
d. Belum adanya perda (provinsi) untuk payung hukum pengelolaan sampah
regional, termasuk penetapan lokasi (yang didahului dengan studi kela­
yakan).
e. Belum ada Perda untuk menetapkan rencana induk (masterplan) Persam­
pahan.
f. Belum diaturnya KPS khusus sektor persampahan yang seharusnya berbeda
mekanismenya dengan pelayanan lain seperti KPS Jalan Tol, KPS Air Bersih,
dan KPS Listrik.

Resume FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA,


berdasarkan aspek kelembagaan adalah sebagai berikut:
a. Institusi pengelola sampah masih banyak yang multi sektor
b. Ketidakjelasan fungsi operator dan regulator
c. Kualitas SDM masih rendah, SDM yang sudah terdidik dan terlatih, dipindah
ke instansi lain dan pergantian kepala daerah dikuti dengan perubahan
kebijakan
d. TPA Regional belum memiliki institusi bersama yang fleksibel dalam pe­
nyediaan anggaran, penggunaan dan pertanggungjawaban

116 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Gambar
Gambar4.4.Aspek
Aspek Pengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah

e. Pola KPSe. tidak


Polamenarik
KPS tidak bagimenarik
swasta. bagi swasta.
f. Egosentris program antar sektor.
f. Egosentris program antar sektor.
Resume FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA, berdasarkan aspek teknis
operasional adalah sebagai berikut:
Resume
Permasalahan dalamFGD aspek yang membahas
teknis operasionalpermasalahan pengelolaan
pengelolaan persampahan sampah
antara dan TPA,
lain adalah:
berdasarkan
a. Rendahnya kualitasaspek teknis operasional
dan tingkat adalah sebagai berikut:
pengelolaan persampahan
b. Keterbatasan
Permasalahan lahan dalam
TPA aspek teknis operasional pengelolaan persampahan antara
c. Tahapan pemilihan
lain adalah: lokasi TPA seringkali terlewat
d. Masalah lahan TPA yang dibatasi RT RW
e. Sarana a. Rendahnya
Prasarana kualitasberkualitas
persampahan dan tingkat pengelolaan persampahan
terbatas
b. Keterbatasan
f. Masih banyak TPA belum punya SOP lahan TPA
c. Tahapan
g. Penutupan sampah dipemilihan lokasi TPA
TPA bagi beberapa seringkali
daerah dianggapterlewat
biaya mahal, perlu ada alternatif lain.
h. Studi kelayakan
d. Masalah untuk TPATPA
lahan Regional jarang dilakukan
yang dibatasi RT RW sehingga dukungan masing‐masing daerah
terlibate.menjadi
Sarana tidak jelas.
Prasarana persampahan berkualitas terbatas
Resume FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA, berdasarkan aspek
pembiayaan adalah sebagai berikut:belum punya SOP
f. Masih banyak TPA
g. Penutupan
a. Ketergantungan sampah
yang tinggi padadiAPBD,
TPA bagi
belumbeberapa daerah dianggap
menjadi prioritas perhatian biaya mahal,daerah
baik kepala
perlu ada
maupun legislatif (DPRD) alternatif lain.
b. Secara umum
h. Studi alokasi anggaran
kelayakan persampahan
untuk < 5% dari
TPA Regional totaldilakukan
jarang APBD sehingga dukungan
c. Rendahnyamasing-masing
realisasi penarikan retribusi (rata‐rata baru 22%
daerah terlibat menjadi tidak jelas. dari target)
d. Kesepakatan tipping fee antara pemda dengan investor yang berlarut‐larut
e. Satuan biaya yang terkait pengelolaan sampah (TPA) belum masuk dalam mekanisme sistem
anggaranResume
umum FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA,
(pos rekening)
berdasarkan
f. Belum aspek pembiayaan
adanya kebijakan adalah
insentif terhadap sebagai berikut:
keberhasilan komunitas dalam pengelolaan sampah
g. Perlu diperhitungkan
a. Ketergantungan kompensasi
yanglingkungan
tinggi pada maupun
APBD,kompensasi
belum menjadi sosialprioritas
disampingperhatian
biaya OP
h. Kesepakatan sharing dana antar daerah
baik kepala daerah maupun legislatif (DPRD) dan biaya pembuangan sampah ke TPA belum
diperhitungkan secara adil.
Resumeb.FGD Secara umum alokasi
yang membahas anggaranpengelolaan
permasalahan persampahan < 5%
sampah dan dari
TPA,total APBD aspek peran
berdasarkan
c. Rendahnya
serta masyarakat realisasi
adalah sebagai penarikan retribusi (rata-rata baru 22% dari target)
berikut:
• Kesadarand. masyarakat
Kesepakatan tipping
maupun fee antara
pemda masih pemda dengandiinvestor
belum merata yang berlarut-larut
semua daerah/kota
• Daya tahan program pengomposan masih rendah
• CSR dari perusahaan lokal yg belum dioptimalkan
• Produsen belum menjalankan EPR
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 117
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 88
e. Satuan biaya yang terkait pengelolaan sampah (TPA) belum masuk dalam
mekanisme sistem anggaran umum (pos rekening)
f. Belum adanya kebijakan insentif terhadap keberhasilan komunitas dalam
pengelolaan sampah
g. Perlu diperhitungkan kompensasi lingkungan maupun kompensasi sosial
disamping biaya OP
h. Kesepakatan sharing dana antar daerah dan biaya pembuangan sampah ke
TPA belum diperhitungkan secara adil.

Resume FGD yang membahas permasalahan pengelolaan sampah dan TPA,


berdasarkan aspek peran serta masyarakat adalah sebagai berikut:
• Kesadaran masyarakat maupun pemda masih belum merata di semua
daerah/kota
• Daya tahan program pengomposan masih rendah
• CSR dari perusahaan lokal yg belum dioptimalkan
• Produsen belum menjalankan EPR
• Sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat sekitar TPA agar
tidak mengerahkan ternaknya mencari makan di TPA
• Sosialisasi seringkali tidak dibarengi dengan penyediaan sarana prasarana
• Sulitnya memberikan
yang memadai (contoh: sosialisasi
pemahaman memilah sampah,
kepada masyarakat sekitar namun tidaktidak
TPA agar disediakan
mengerahkan
ternaknya mencari makan di TPA
wadah, gerobak, mini truk, yang mendukung kegiatan tersebut)
• Sosialisasi seringkali tidak dibarengi dengan penyediaan sarana prasarana yang memadai (contoh:
sosialisasi memilah sampah, namun tidak disediakan wadah, gerobak, mini truk, yang mendukung
2. Analisis
kegiatan SWOT
tersebut)
Untuk menentukan strategi yang tepat dalam memperbaiki pengelolaan
persampahan
2. Analisis SWOT di Indonesia pada umumnya dan untuk mempercepat penerapan
Untuk menentukan
kebijakan CL/SLstrategi yang tepat dalam
pada khususnya, memperbaiki
dilakukan pengelolaan
analisis SWOT persampahan
terhadap di Indonesia
permasalahan
pada umumnya
yang telah dirangkum berdasarkan hasil FGD, hasil survei, maupun hasil diskusianalisis
dan untuk mempercepat penerapan kebijakan CL/SL pada khususnya, dilakukan
SWOT terhadap permasalahan yang telah dirangkum berdasarkan hasil FGD, hasil survei, maupun hasil
dengan para pakar dan stakeholder terkait. Berikut merupakan langkah analisis
diskusi dengan para pakar dan stakeholder terkait. Berikut merupakan langkah analisis SWOT yang
SWOT
dilakukan yang dilakukan
(Rangkuti, 2004). (Rangkuti, 2004).

Gambar 5. Tahap Analisa SWOT


Gambar 5. Tahap Analisa SWOT
Berdasarkan faktor internal dan eksternal yang ditentukan, kemudian dilakukan pemberian skor
Berdasarkan
untuk mengetahui faktor internal
posisi lembaga dan
pengelola eksternal
sampah dalamyang ditentukan,
matriks. kemudianhasil
Berikut merupakan dilaku­
pemberian
kan faktor
skor untuk pemberian skor untuk mengetahui posisi lembaga pengelola sampah dalam
internal.
matriks. Berikut merupakan hasil pemberian skor untuk faktor internal.
Tabel 1. Pembobotan Faktor Internal
Nilai
No Faktor Bobot Skor
(Bobot x Skor)
118 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
Faktor Kekuatan (Strength)
Telah adanya beberapa regulasi pusat yang
mengatur mengenai pengelolaan
persampahan, seperti Permen PU
Tabel 1. Pembobotan Faktor Internal
Nilai
No Faktor Bobot Skor
(Bobot x Skor)
Faktor Kekuatan (Strength)
1. Telah adanya beberapa regulasi pusat yang mengatur mengenai 0,12 3 0,36
pengelolaan persampahan, seperti Permen PU No.21/
PRT/M/2006, UU No.18 Tahun 2008, Permendagri No.33 Tahun
2010, PP No. 81 Tahun 2012, Permen PU No.03/PRT/M/2013
2. Beberapa daerah di Indonesia telah menyusun rancangan induk 0,09 4 0,36
pengelolaan persampahan untuk menghindari TPA dengan
pembuangan terbuka sebagaimana dilarang dalam UU No.18
Tahun 2008
3. Telah adanya panduan perhitungan biaya operasional dan 0,10 2 0,20
pemeliharaan TPA dengan sistem penimbunan dari Kementerian
Pekerjaan Umum
4. Telah dilakukannya pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya 0,05 2 0,10
manusia yang bekerja di bidang persampahan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum
5. Telah adanya penelitian dan kajian mengenai sistem pengelolaan 0,05 2 0,10
persampahan di Indonesia dari berbagai institusi atau lembaga
penelitian
Total 0,41 1,12
Faktor Kelemahan (Weakness)
1. Lemahnya penegakan hukum, belum tersedianya peraturan ter- 0,12 4 0,48
kait aspek pengelolaan persampahan, serta belum tersedianya
Perda khusus pengelolaan persampahan di beberapa daerah.
2. Lembaga pengelola sampah di daerah masih banyak yang multi 0,08 3 0,24
sektor, memiliki bentuk yang tidak fleksibel terkait dengan
pengelolaan anggaran, dan sebagian besar belum memisahkan
fungsi operator dan regulator
3. Belum adanya institusi bersama yang menaungi TPA Regional 0,05 2 0,10
serta belum adanya kesepakatan pembagian dana antar daerah
yang terlibat dalam pengelolaan TPA Regional
4. Kualitas SDM yang bekerja di bidang pengelolaan persampahan 0,05 2 0,10
masih rendah
5. Ketergantungan pembiayaan yang tinggi dari APBD, rendahnya 0,12 4 0,48
realisasi penarikan retribusi, anggaran TPA yang tidak
diperhitungkan atau diprioritaskan
6. Sosialisasi ke masyarakat seringkali tidak dibarengi dengan 0,07 2 0,14
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, yang kemudian
bisa mempengaruhi keberlanjutan dari usaha daur ulang ataupun
usaha pengelolaan persampahan yang disosialisasikan
7. Perencanaan dan pengelolaan TPA yang belum baik, misalnya 0,10 3 0,30
tidak dilakukannya pemilihan lokasi/studi kelayakan dan tidak
diterapkannya SOP selama operasional TPA
Total 0,59 1,84
Total Keseluruhan 1,00 2,96

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 119


Berikut merupakan hasil pembobotan untuk faktor eksternal.

Tabel 2. Pembobotan Faktor Eksternal


Nilai
No Faktor Bobot Skor
(Bobot x Skor)
Faktor Peluang (Opportunities)
1. Pemerintah pusat berencana menganggarkan hingga Rp14 trilun 0,15 4 0,60
untuk keperluan sanitasi yang terprogram hingga lima tahun ke
depan (2010-2015), naik lima kali daripada sebelumnya. (Direktur
Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono)
2. Adanya dana dari negara donor untuk pengembangan sanitasi 0,10 3 0,30
antara lain : program IUWASH (Indonesia Urban Water, Sanitation
and Hygiene) dari USAID dan program IndII dari AusAID
3. Pemerintah Australia melalui AusAID akan memberikan dana hibah 0,10 3 0,30
total sekitar AUD 40 juta atau Rp10 Miliar per kota/kabupaten
yang berminat dalam Program Percepatan Hibah Pembangunan
Sanitasi tahun 2012-2014 dalam program Australia Indonesia
Infrastructure Grants for Sanitation (AIIGS) (Direktur Bina Program
Antonius Budiono)
4. Adanya program dari pembiayaan APBN-PHLN AusAID berupa 0,10 3 0,30
percepatan pembangunan sanitasi (P2S/IEG) untuk sektor
persampahan dan air limbah dan program hibah air limbah
terpusat/WSI ; dan Mekanisme Reguler kemen PU - RPIJM
5. Sudah ada program Corporate Social Responsibility (CSR) dari 0,06 2 0,12
beberapa perusahaan yang fokus di bidang sanitasi
Total 0,51 1,62
Faktor Tantangan (Threats)
1. Kepatuhan masyarakat terhadap peraturan dan kesadaran 0,08 4 0,32
masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan persampahan yang
masih rendah
2. Pola KPS tidak menarik bagi swasta karena alokasi anggaran masih 0,08 3 0,24
rendah, sehingga investasi swasta di bidang persampahan masih
minim
3. Makin besarnya timbulan sampah seiring dengan naiknya jumlah 0,10 4 0,40
penduduk dan pola konsumsi masyarakat
4. Keterbatasan lahan TPA seiring dengan perkembangan daerah/ 0,10 3 0,30
kota serta beralihnya fungsi lahan
5. Peruntukkan lokasi dalam RT/RW adakalanya tidak sesuai dengan 0,03 2 0,06
persyaratan lokasi TPA
6. CSR dari perusahaan belum dioptimalkan 0,05 3 0,15
7. Produsen belum mulai menjalankan EPR 0,05 3 0,15
Total 0,49 1,54
Total Keseluruhan 1,00 3,16

120 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Dari hasil pembobotan tersebut, total skor untuk faktor internal yaitu 2,96
dan total skor faktor eksternal yaitu 3,16. Mengacu pada matriks penilaian faktor
internal dan eksternal pada Gambar 6, diketahui posisi lembaga pengelola sampah
di dalam matriks, yaitu di sel 2 yang berarti growth (pertumbuhan) dengan
konsentrasi melalui integrasi horisontal, artinya strategi mengarah kepada usaha
konsolidasi di kelembagaan yang mengelola persampahan.

Gambar 6. Posisi
Gambar 6. Pengelola Sampah
Posisi Pengelola Sampah dalam
dalam Matriks
Matriks

Setelah dilakukan
Setelah pembobotan
dilakukan dan identifikasi
pembobotan posisi pengelola
dan identifikasi persampahan,
posisi pengeloladibuat matriks SWOT
persampahan,
untuk dapat merumuskan strategi. Matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 7.
dibuat matriks SWOT untuk dapat merumuskan strategi. Matriks SWOT dapat
3. dilihat pada Strategi
Rekomendasi Gambar 7.
Sebagaimana tertera paga Gambar 7, terdapat 4 (empat) alternatif strategi yaitu Strategi‐I yang
dibangun berdasarkan kekuatan dan peluang (strategi S‐O), strategi‐II yang dibangun berdasarkan
3. Rekomendasi Strategi
kekuatan dan tantangan (strategi S‐T), strategi‐II yang dibangun berdasarkan kekuatan dan kelemahan
Sebagaimana
(strategi terterayang
S‐W), dan strategi‐IV paga Gambar
dibangun 7, terdapat
berdasarkan 4 (empat)
kelemahan danalternatif
tantanganstrategi
(strategi yaitu
W‐T).
Strategi-I
Berdasarkan yang dibangun
keempat berdasarkan
strategi kekuatan
tersebut, maka disusundan peluang (strategi
rekomendasi S-O), strategi-
strategis berdasarkan aspek
pengelolaan sampah danberdasarkan
II yang dibangun persoalan yang dihadapi dan
kekuatan pada tantangan
setiap aspek(strategi
(Tabel 3).S-T),
Secara keseluruhan
strategi-II
terdapat 44 (empat puluh empat) usulan dalam rangka penerapan CL/SL yang dapat dilaksanakan
yangbertahap
secara dibangun berdasarkan
sesuai kekuatan
dengan kemampuan dan kelemahan
masing‐masing (strategi
daerah. S-W),strategi
Ke‐44 usulan dan strategi-
penerapan
IV yang dibangun berdasarkan kelemahan dan tantangan (strategi W-T).
CL/SL tersebut terdiri dari 11 (sebelas) aspek peraturan, 9 (sembilan) aspek kelembagaan, 10 (sepuluh)
aspek teknis operasional,
Berdasarkan dan masing‐masing
keempat (7) usulanmaka
strategi tersebut, untuk disusun
masing‐masing aspek pembiayaan,
rekomendasi strategisdan
peran serta masyarakat.
berdasarkan aspek pengelolaan sampah dan persoalan yang dihadapi pada setiap
aspek (Tabel 3). Secara keseluruhan terdapat 44 (empat puluh empat) usulan
dalam rangka penerapan CL/SL yang dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan masing-masing daerah. Ke-44 usulan strategi penerapan
CL/SL tersebut terdiri dari 11 (sebelas) aspek peraturan, 9 (sembilan) aspek

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 121


kelembagaan, 10 (sepuluh) aspek teknis operasional, dan masing-masing (7)
usulan untuk masing-masing aspek pembiayaan, dan peran serta masyarakat.

Gambar 7. Matriks Penetapan Alternatif Strategi


Gambar 7. Matriks Penetapan Alternatif Strategi

Tabel 3. Matriks Usulan Rekomendasi dalam Percepatan Implementasi CL/SL di Indonesia


Aspek Permasalahan Usulan Rekomendasi

Aspek Pengelolaan
122 Peraturan Sampah Lemahnya
(Hukum) Ramah Lingkungan
penegakan 1. Membuat peraturan
hukum: pemerintah spesifik
Aturan hukum belum untuk panduan
didukung aturan pelaksanaan konstruksi
Tabel 3. Matriks Usulan Rekomendasi dalam Percepatan Implementasi CL/SL di
Indonesia
Aspek Permasalahan Usulan Rekomendasi

Aspek Peraturan (Hukum) Lemahnya penegakan hukum: 1. Membuat peraturan pemerintah spesifik
Aturan hukum belum didukung untuk panduan pelaksanaan konstruksi
aturan pelaksananya dan operasional persampahan di daerah
sesuai UU No 18 Tahun 2008
2. Perlu pedoman rinci TPA yang
membedakan kriteria controlled landfill,
sanitary landfill dan sustainable landfill
lengkap dengan perhitungan pembiayaan
3. Perlu keterlibatan K/L terkait dalam
Adipura
4. Pemberian insentif kepada kabupaten/
kota yang memiliki kinerja TPA yang baik
atau progres positif.
5. Sosialisasi dan advokasi peraturan bidang
persampahan ke Pemda dan stakeholders
terkait.
Pelaksanaan Perda belum 6. Penegakan Perda
optimal (misal: Perda Retribusi,
Perda K3, Perda Pengelolaan
Sampah, dll)
Belum adanya kebijakan 7. Penyusunan regulasi pengelolaan sampah
insentif terhadap keberhasilan sebagai pelayanan jasa.
komunitas sampah
Belum ada aturan tentang 8. Peroses persetujuan bantuan APBN
kelembagaan, pembiayaan, untuk pembangunan fisik TPA perlu MoU
kompensasi, CSR, EPR pembiayaan dengan Pemda.
9. Perlu Pengaturan EPR
10. Implementasi UU no 40/2007 tentang
Perseroan Terbatas dan UU no 10/2003
tentang BUMN, untuk pengaturan CSR
Belum ada Perda (provinsi) 11. Perlu Perda yang mengatur pembentukan
pengelolaan sampah regional, badan pengelola TPA regional, penetapan
termasuk, studi kelayakan lo- lokasi TPA sesuai studi kelayakan,
kasi, Masterplan Persampahan, Rencana Induk Persampahan dan KPS
KPS persampahan Persampahan.
Aspek Kelembagaan Institusi pengelola sampah di 1. Penanganan kebersihan di daerah dalam
(Organisasi) daerah umumnya masih multi satu instansi (Dinas).
sektor.
Kapasitas kelembagaan yang
disediakan rendah.
Rotasi pejabat di daerah cukup 2. Perlunya tenaga fungsional khusus
tinggi persampahan di daerah

Ketidakjelasan fungsi operator 3. Fungsi operator (misalnya Dinas


dan regulator persampahan di Kebersihan) tidak boleh merangkap fungsi
daerah regulator dan kontrol.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 123


Tabel 3. Matriks Usulan Rekomendasi dalam Percepatan Implementasi CL/SL di
Indonesia (lanjutan)
Aspek Permasalahan Usulan Rekomendasi
Kualitas SDM masih rendah 4. Perlu pelatihan SDM di daerah mengenai
bidang persampahan.
5. Operator TPA harus memiliki sertifikasi
dari Kementerian PU
Pergantian kepala daerah 6. Mekanisme penetapan pimpinan Dinas
diikuti perubahan kebijakan Kebersihan melalui lelang jabatan
internal.
Institusi pengelola TPA regional 7. Perlu membentuk UPT atau Badan atau
belum terbentuk (pada Balai di tingkat provinsi, ada fleksibilitas
beberapa daerah) penyediaan anggaran, penggunaan dan
pertanggungjawaban.
Egosentris program antar 8. Mengembangkan kerjasama pengelolaan
sektor sampah antara lembaga/sektor terkait.
9. Perlu koordinasi lebih komunikatif,
integratif, holistik
Aspek Teknis dan Peningkatan timbulan 1. Pendampingan oleh Pemda dan aparat
Operasional sampah tidak sebanding pemerintah terdekat dengan warga untuk
dengan kualitas dan tingkat penanganan sampah di sumber
pengelolaan persampahan yang 2. Perhitungan secara rutin terhadap
masih rendah pengurangan emisi dari sektor
persampahan (TPA) dan insentif bagi
daerah yang berhasil.
Keterbatasan lahan TPA seiring 3. Masterplan dan roadmap sebagai
dengan perkembangan daerah/ prasyarat Adipura maupun bantuan APBN
kota serta beralihnya fungsi pembangunan fisik.
lahan
Tidak dilaluinya tahapan 4. Perlu studi kelayakan terhadap pemilihan
pemilihan lokasi (studi lokasi TPA.
kelayakan).
Peruntukkan lokasi dalam RT 5. Pembahasan RT RW daerah melibatkan
RW adakalanya tidak sesuai narasumber dan sektor terkait
dengan persyaratan lokasi TPA persampahan di tingkat pusat seperti
Kementerian PU yang memahami kriteria
lokasi TPA.
Keterbatasan sarana prasarana 6. Perlu mengembangkan inovasi
dan teknologi TPA pengelolaan TPA
7. Mengurangi ketergantungan teknologi
atau produk luar negeri menuju
pengelolaan sampah mandiri.
8. TPA harus diarahkan menuju sustainable
landfill yang memuat methane capture
menjadi energi, mengimplementasikan
semiaerobic landfill/ landfill mining.

Penerapan SOP di TPA sangat 9. TPA harus memiliki dokumen SOP dan
minim rutin dievaluasi oleh pengelola
Pengadaan tanah penutup sulit 10. Perlu alternatif penutup TPA selain tanah
dan mahal.

124 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 3. Matriks Usulan Rekomendasi dalam Percepatan Implementasi CL/SL di
Indonesia (lanjutan)
Aspek Permasalahan Usulan Rekomendasi

Aspek Pembiayaan Ketergantungan yang tinggi 1. Perlu dukungan anggaran untuk riset
pada APBD pengembangan teknologi.
Belum menjadi perhatian
baik kepala daerah maupun
legislatif (DPRD)
Secara umum alokasi anggaran
persampahan < 5% dari total
APBD
Rendahnya realisasi penarikan 2. Kerjasama dengan RT/RW, PDAM, PLN
retribusi (rata-rata baru 22% atau dinas terkait perizinan.
dari target)
3. Perlu panduan penyusunan tarif retribusi
Satuan biaya belanja TPA be- 4. Pos dan kode rekening persampahan
lum masuk dalam mekanisme termasuk TPA harus masuk dalam kode
sistem pos rekening anggaran anggaran pembiayaan pusat maupun
daerah daerah
5. Perlu kurikulum pelatihan kepada Pemda
mengenai cara menghitung kebutuhan
biaya pengelolaan sampah
Tidak adanya kompensasi 6. Perlu review standar biaya OP TPA,
sosial “uang bau” dan asuransi kompensasi biaya sosial lingkungan, dan
untuk pekerja resmi TPA asuransi pekerja resmi TPA
Kesepakatan sharing dana 7. Biaya tipping fee per daerah yang harus
untuk TPA Regional tidak jelas disetor ke kas provinsi, harus ada biaya
kompensasi bagi kabupaten/kota yang
memiliki lahan TPA.
Aspek Peran Serta Kesadaran masyarakat dan 1. Sosialisasi dan advokasi peraturan kepada
Masyarakat dan Swasta Pemda rendah. masyarakat secara kontinu.

Belum tersedia tata cara yang 2. Perlu lembaga penyuluhan khusus terkait
baku peran serta masyarakat kebijakan tentang persampahan
di TPA. 3. Perlu diterbitkan Buku panduan
keterlibatan masyarakat di TPA
Keberlanjutan usaha daur 4. Perlu intervensi pemerintah dalam
ulang, khususnya pengomposan keberlanjutan program 3R khususnya
masih rendah komposting. Memberikan label produk
kompos.
5. Perlu ada standar kebutuhan jumlah Bank
Sampah berdasarkan populasi penduduk
yang dimasukkan dalam program Adipura
Investasi swasta masih rendah 6. Perlu diciptakan iklim investasi swasta,
sehingga peran pemerintah daerah
sebagai regulator dan kontrol.
Produsen belum menjalankan 7. Perusahaan melakukan penarikan kembali
EPR produk dan/atau kemasan yang habis
masa pakainya dan dikelola melalui cara
reuse dan recycle atau dimanfaatkan
sebagai sumber energi.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 125


Penutup
Penerapan CL/SL sudah menjadi kewajiban bagi setiap daerah dan harus
diupayakan sesegera mungkin mengingat batasan waktu penutupan TPA open
dumping adalah Tahun 2013 (UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 44
ayat 2). Peran antar sektor sesuai bidang kerja akan mempercepat realisasi CL/SL
di daerah. Untuk mempermudah interpretasi permasalahan, solusi, dan pihak yang
bertanggungjawab terkait penerapan kebijakan CL/SL. Strategi penerapan CL/SL
disusun dalam matrik usulan rekomendasi.

Daftar Pustaka
Damanhuri, Enri dan Padmi, Tri. (2010). Pengelolaan Sampah. Institut Teknologi
Bandung. Bandung: Penerbit ITB.
Damanhuri, Enri; Wahyu, I Made; Ramang, Ruslan dan Padmi, Tri. (2009). Evaluation
of Municipal Solid Waste Flow in the Bandung Metropolitan Area, Indonesia. J
Mater Cycles Waste Management (2009) 11:270-276.
Damanhuri, E., Ismaria, R., Padmi, T. (2006). Pedoman Pengoperasian dan Pemeliha­
raan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan Sanitary
Landfill. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman.
Damanhuri, Enri. (2008). Challenges of Municipal Solid Waste Management in
Indonesia: Implications of the Solid Waste Act 18/2008. The International
Conference 2008 - the Sustainable Environmental Technology and Sanitation
for Tropical Region, ITS Surabaya, November 18 – 19, 2008.
EPA. (2000). Landfill Manuals; Landfill Site Design. Ireland: Environmental Protec­
tion Agency.
Kementerian PU. (2013). Materi Diseminasi Bidang Persampahan.
Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/2013 tentang Penyelenggaran Prasa­
rana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pem­
bangunan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah.

126 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2012/PRT/M/2011
tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir
Sampah.
Rangkuti, F. (2004). Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia.
Tchobanoglous, G., Theisen, H., Vigil, S.A. (1993). Integrated Solid Waste Management.
Mc Graw-Hill International Editions.
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Widyarsana, I Made Wahyu; Damanhuri, Enri; Agustina, Elprida; Nur Aulia, Rizkia.
(2019). Risk Assessment and Rehabilitation Potential of Municipal Solid Waste
Landfills in Bali Province, Indonesia. International Journal of GEOMATE, Nov.,
2019 Vol.17, Issue 63, pp. 164 - 171 ISSN: 2186-2982 (P), 2186-2990 (O),
Japan, DOI: https://doi.org/10.21660/2019.63.39057.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 127


Bab 9
PENGENDALIAN PENCEMARAN LINDI (LEACHATE) DARI TEMPAT
PEMROSESAN AKHIR SAMPAH (TPAS)

Sri Darwati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email : sridarwati924@gmail.com

Pendahuluan
Kondisi eksisting di Indonesia, hampir 99% TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
sampah masih berupa penimbunan sampah terbuka (open dumping) yang
mengakibatkan pencemaran air, tanah dan udara. Kurang lebih 70% dari sekitar
492 TPA di seluruh kabupaten/kota di Indonesia sudah didesain secara lahan uruk
terkendali (controlled landfill) atau lahan uruk saniter (sanitary landfill) (Kemen
PU, 2012; Kemenko Perekonomian, 2013). Pencemaran air, terutama berasal dari
air lindi hasil proses dekomposisi sampah tumpukan sampah di TPA yang mengalir
bersama air hujan.
Lindi (leachate) adalah cairan yang timbul sebagai limbah akibat masuknya
air eksternal ke dalam urukan atau timbunan sampah, melarutkan dan membilas
materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis
(Permen PU 03/2013). Lindi dapat mencemari lingkungan karena merupakan
air limbah yang mengandung ammonium, bahan organik, serta garam dalam
konsentrasi yang tinggi (Laconi, et.al. C. D., 2011).
Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 (UU 18/2008)
tentang Pengelolaan Persampahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 tahun
2015 (PP 122/2015) tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang didalamnya juga
mengatur pengelolaan sampah, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 (PP
81/2012) dan Permen PU Nomor 03/2013, ditegaskan bahwa penanganan sampah
yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum. Selain itu,
secara tegas dinyatakan pula bahwa TPA wajib dilengkapi dengan zona penyangga
dan metoda pemrosesan akhir yang dilakukan secara lahan uruk saniter untuk kota
besar/metropolitan dan lahan uruk terkendali untuk kota sedang/kecil sebagai
transisi. Selain itu kualitas hasil pengolahan lindi (efluen) harus dilakukan secara
berkala. Ketentuan tersebut mulai berlaku pada tahun 2008 dan 5 tahun sejak
berlakunya UU 18/2008 sudah harus dilaksanakan.
Pelaksanaan peningkatan pengelolaan lindi di TPA, dimulai dari aspek peren­
canaan yang mengikuti standar spesifikasi perencanaan pengelolaan lindi. Acuan
tentang pengelolaan lindi tertuang dalam perencanaan lahan uruk yaitu SNI

128 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


8631:2018 tentang Spesifikasi area penimbunan sampah dengan sistem lahan uruk
terkendali di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Alternatif pengolahan lindi
di Indonesia, secara terinci tertera pada lampiran III Permen PU 03/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Makalah ini akan membahas kondisi fasilitas perlindungan lingkungan terkait
dengan pengelolaan lindi, kualitas lindi, standar perencanaan lahan uruk (landfill),
dan pengelolaan lindi. Karakteristik lindi akan memberikan masukan terhadap
implementasi standar perencanaan pengelolaan lindi di TPA.

Kondisi Fasilitas Perlindungan Lingkungan Terkait dengan Pengelo­


laan Lindi
Kondisi fasilitas perlindungan lingkungan terkait dengan pengelolaan lindi di
beberapa TPA open dumping di Indonesia dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini.
Secara umum permasalahan fasilitas perlindungan lingkungan di beberapa TPA
tersebut belum memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Spesifikasi tanah liat/
geosintetis dan saluran lindi belum terencana dengan baik. Di beberapa TPA open
dumping tidak ada perpipaan untuk pengumpulan lindi. Ada TPA yang sudah punya
IPL namun masih berupa kolam penampung dan belum membuat IPL sebagaimana
yang disyaratkan.
Pengurangan dampak negatif dari lindi adalah dengan memperbaiki fasilitas
perlindungan lingkungan menurut Nusa Idaman, 2015 yang sejalan dengan Ronan
Cullen, 2018 sebagai berikut: (1) Penggunaan lapisan tanah penutup, baik lapisan
tanah penutup harian, antara, dan penutup akhir; (2) Pemakaian lapisan dasar/
liner yang sesuai dengan kriteria teknis untuk dapat mencegah infiltrasi leachate ke
tanah dan air tanah; (3) Pembangunan sarana pengumpul dan pengolah lindi yang
sesuai dengan kriteria teknis, serta pembangunan drainase sekeliling TPA yang
sesuai dengan kriteria teknis.

Tabel 1. Kondisi Fasilitas Perlindungan Lingkungan TPA Open Dumping


No Fasilitas perlindungan Fungsi Permasalahan Umum TPA
lingkungan
1 1. Lapisan kedap air Untuk mencegah rembesan air lindi Belum memenuhi spesifikasi
(liner dasar) yang mengalir ke dasar TPA dan/
atau kolam pengolahan lindi ke da-
lam lapisan tanah di bawahnya.
2 2. Saluran pengumpul Untuk mengalirkan lindi dalam Belum memenuhi spesifikasi, tidak teren­
lindi lahan uruk cana dengan baik/tidak ada pipa lindi

3 3. Instalasi pengolahan Untuk menyisihkan polutan dan Hanya berupa kolam penampung,
lindi (IPL) kontaminan yang terkandung di kalaupun ada IPL kualitas belum
dalamnya supaya memenuhi baku memenuhi baku mutu
mutu yang ditentukan

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 129


Kondisi IPL di beberapa kota di Indonesia dari aspek kelembagaan, lahan uruk
dan IPL dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi IPL Beberapa TPA di Indonesia


No Nama Kota Studi Kelembagaan Sistem TPA Sistem Pengolahan di IPL

Anaerobic Bioreactor (ABR),


SL yang cenderung aeration pond, sedimentation
1 Surabaya UPTD, Dinas
CL pond, filtration using sand, active
carbon
CL tidak sesuai Kolam Stabilisasi (anaerobik,
2 Denpasar UPTD, Dinas
standar fakultatif, maturasi, wetland)
Aerobik, koagulasi flokulasi
3 Yogyakarta CL tidak sesuai
Unit Pengelola kimia menggunakan Alluminium
standar
sulphate
4 Malang Dinas OD Biologis dan kimia
Tidak ada pengolahan, hanya
5 Medan Belum terstruktur OD
kolam penampung
Equalisasi, sedimentation I and
6 Banjarmasin UPTD CL, cenderung OD
II, lagoon
UPTD TPA Sumur Kolam Stabilisasi (anaerobik,
7 Bekasi SL
Batu fakultatif, maturasi dan kimia)
CL, diuruk
Tanpa pengolahan (hanya kolam
8 Banjar Dinas DKPLH setelah mencapai
penampung)
ketinggian 5 meter
Ka Bidang
CL, diuruk sebulan Tanpa pengolahan lindi, hanya
9 Gianyar Persampahan, DKP
sekali kolam penampung
Gianyar
Kolam Stabilisasi (anaerobik,
10 Batam Dinas, Swasta OD
fakultatif, maturasi, wetland)
CL, diuruk sebulan
11 Sukabumi Dinas Filtrasi dan sedimentasi
sekali
Kolam Stabilisasi (anaerobik,
12 Balikpapan Dinas CL
fakultatif, maturasi, wetland)
Kolam Stabilisasi (anaerobik,
13 Cianjur Dinas CL
fakultatif, maturasi, wetland)
Kolam Stabilisasi (anaerobik,
14 Temanggung Dinas CL
fakultatif, maturasi, wetland)
Kolam Stabilisasi (anaerobik,
15 Tuban Dinas CL
fakultatif, maturasi, wetland )

Sumber: Dari berbagai sumber, 2017


Keterangan : (CL) Controlled Landfill (Lahan uruk terkendali)
(SL) Sanitary Landfill (Lahan uruk saniter)
(OD) Open dumping (Penimbunan sampah terbuka)

130 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Kualitas Lindi
Keterangan : (CL) Controlled Landfill
Kandungan material organik
(Lahan dalam lindi direpresentasikan dalam nilai BOD5
uruk terkendali)
(SL) Sanitary Landfill
Controlled (Lahan
Landfill uruk saniter)
dan(OD)
Keterangan : COD. Besarnya
(CL) konsentrasi
(Lahan uruk organik (sebagai COD) suatu lindi tergantung pada
terkendali)
(SL)Open dumping
Sanitary (Penimbunan
Landfill (Lahan uruksampah
saniter)terbuka)
proporsi nutrien,
(OD) Open dumpingmineral atau
(Penimbunan organik
sampah pada sampah yang ada (Kulikowska, D., E.
terbuka)
Kualitas Lindi 2008). Data karakteristik lindi yang dipresentasikan dengan parameter
Klimiuk,
Kualitas
BODLindi
Kandungan material
dan organik
COD dari dalam lahan
beberapa lindi direpresentasikan
uruk di Indonesiadalam nilai BODpada
digambarkan 5 dan gambar
COD. Besarnya
Kandungan
konsentrasi material
organik organik
(sebagai COD)dalam
suatulindi
lindidirepresentasikan dalam nilai
tergantung pada proporsi BOD5 mineral
nutrien, dan COD. Besarnya
atau organik
1 dan gambar 2 di bawah. Data merupakan gabungan data primer dan sekunder
konsentrasi organik (sebagai COD) suatu lindi tergantung pada proporsi nutrien, mineral atau
pada sampah yang ada (Kulikowska, D., E. Klimiuk, 2008). Data karakteristik lindi yang dipresentasikan organik
dengan dari
pada sampah TPA
parameteryangYogyakarta
BOD dan COD (1,2),
ada (Kulikowska, Denpasar
dariD.,beberapa
E. Klimiuk, (3), Sukabumi
2008).
lahan Data
uruk (4,5), digambarkan
di karakteristik
Indonesia Surabaya
lindi yang (6,7,8,9),
dipresentasikan
pada gambar 1
denganCianjur (10),
parameter BODTuban
dan (11),
COD Balikpapan
dari beberapa (12),
lahan Banjarmasin
uruk di (13,14,15,16,17,18)
Indonesia digambarkan
dan gambar 2 di bawah. Data merupakan gabungan data primer dan sekunder dari TPA Yogyakarta padadan
gambar 1
(1,2),
dan gambar 2 di
Temanggung bawah. Data
(19). merupakan gabungan data primer dan sekunder dari
Denpasar (3), Sukabumi (4,5), Surabaya (6,7,8,9), Cianjur (10), Tuban (11), Balikpapan (12),TPA Yogyakarta (1,2),
Denpasar (3),
Banjarmasin Sukabumi (4,5),dan
(13,14,15,16,17,18) Surabaya (6,7,8,9),
Temanggung (19).Cianjur (10), Tuban (11), Balikpapan (12),
Banjarmasin (13,14,15,16,17,18) dan Temanggung (19).

Gambar
Gambar1.1.Karakteristik
Gambar 1. KarakteristikBOD
Karakteristik BOD(mg/L)
BOD (mg/L) dari
(mg/L) dari Inletand
dariInlet
Inlet andOutlet
and Outlet
OutletIPLIPL
IPL diIndonesia
didi Indonesia
Indonesia

Gambar 2.2.Karakteristik
Gambar
Gambar Karakteristik
2. COD
KarakteristikCOD (mg/L)
COD(mg/L) dariInlet
(mg/L) dari
dari Inlet andOutlet
Inletand
and Outlet
Outlet IPL
IPL didi
IPL Indonesia
Indonesia
di Indonesia
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa karakteristik influen lindi dari beberapa lahan
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa karakteristik influen lindi dari beberapa lahanuruk
urukinin
Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari beban BOD sampai dengan 3000 mg/L,COD
Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari beban BOD sampai dengan 3000 mg/L, COD
sampai6000
sampai 6000mg/L.
mg/L.Kualitas
Kualitas effluen
effluen dari
dari IPL
IPL menunjukkan
menunjukkan kualitas
kualitas effluen
effluen masih
masihbelum
belummemenuhi
memenuhi
standarlindi
standar lindiBOD
BOD<<150
150mg/L,
mg/L,COD<
COD<300300mg/L
mg/LPengelolaan Sampah
berdasar Permen
berdasar Permen LHRamah
LH No Lingkungantentang
No59/MenLH/2016
59/MenLH/2016 131 Baku
tentang Baku
Mutu Efluen
Mutu Efluen IPL. IPL.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 102


Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 102
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa karakteristik influen lindi dari beberapa
lahan uruk in Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari beban BOD
sampai dengan 3000 mg/L, COD sampai 6000 mg/L. Kualitas effluen dari IPL
menunjukkan kualitas effluen masih belum memenuhi standar lindi BOD < 150
mg/L, COD< 300 mg/L berdasar Permen LH No 59/MenLH/2016 tentang Baku
Mutu Efluen IPL.

Standar Perencanaan Landfill Terkait dengan Pengelolaan Lindi


Beberapa aspek perencanaan yang tertera pada SNI 8631:2018, Spesifikasi
tandar Perencanaan
lahan uruk Landfill
di tempatTerkait dengan
pemrosesan akhirPengelolaan
sampah rumah Lindi
tangga dan sejenis sampah
Beberapa rumah
aspek tangga,
perencanaan yang tertera
pada dasarnya pada penjabaran
merupakan SNI 8631:2018, Spesifikasi
lebih rinci lahan III,
dari lampiran uruk di temp
emrosesan akhir
Permen PU 03/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan merupaka
sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga, pada dasarnya
enjabaran lebih
dalam rinci dari lampiran
Penanganan SampahIII,Rumah
PermenTangga
PU 03/2013 tentang
dan Sampah Penyelenggaraan
Sejenis Sampah Rumah Prasarana da
arana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Tangga. Standar perencanaan landfill terkait dengan pengelolaan lindi dapat di Sampah Ruma
angga. Standar perencanaan landfill terkait dengan pengelolaan lindi dapat di lihat pada Gambar
lihat pada Gambar 3, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, dan Gambar 4.
abel 3, Tabel 4, Tabel 5, dan Gambar 4.

Gambar Gambar 3. Pelapis


3. Pelapis Dasar Dasar Tanah
Tanah TPAdengan
TPA dengan Geomembran
Geomembrandan Tanah LempungLempung
dan Tanah

Tabel 3. Standar Perencanaan Landfill Terkait dengan Pengelolaan Lindi


o Standar perencanaan landfill terkait dengan pengelolaan lindi
Lapisan dasar TPA
a) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam tanah dan ti
mencemari air tanah.
b) Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA harus lebih kecil dari 10–6 cm/det
c) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA dengan tanah lempung y
dipadatkan (30 cm x 2)
d) Bila menurut desain perlu digunakan geositentis seperti geomembran, geotekstil, non‐woven, geo
dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang te
direncanakan, dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini. Spesifik
132
geotekstil Pengelolaan Sampah
dan geomembran Ramah
dapat dilihatLingkungan
pada tabel 4 dan 5.
e) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan minimal 2% ke arah salu
pengumpul maupun penampung lindi.
f) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan zona/blok den
Tabel 3. Standar Perencanaan Landfill Terkait dengan Pengelolaan Lindi
No Standar perencanaan landfill terkait dengan pengelolaan lindi
1 Lapisan dasar TPA

a) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam tanah dan tidak
mencemari air tanah.
b) Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA harus lebih kecil dari 10–6 cm/det
c) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA dengan tanah lempung
yang dipadatkan (30 cm x 2)
d) Bila menurut desain perlu digunakan geositentis seperti geomembran, geotekstil, non-woven,
geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah
direncanakan, dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini. Spesifikasi
geotekstil dan geomembran dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.
e) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan minimal 2% ke arah
saluran pengumpul maupun penampung lindi.
f) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan zona/blok dengan
urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan lindi.
g) Kerikil bulat diameter 5-7 cm, tebal 20 cm.

2 Saluran pengumpul lindi

Saluran pengumpul lindi terdiri dari saluran pengumpul sekunder dan primer.
a) Kriteria saluran pengumpul sekunder:
(1) Dipasang memanjang di tengah atau di pinggir tergantung pada bentuk blok / zona penimbun.
Pola pemasangan pipa lindi sesuai dengan kontur lahan sesuai dengan perencanaan
- pola garis lurus
pipa diletakkan lurus, sesuai untuk area penimbunan yang lebar, pipa dapat dipasang
paralel
- tulang ikan
pipa cabang dihubungkan dengan pipa utama, sesuai di area landfill yang besar
- pola tangga
untuk lokasi penimbunan yang datar dan sulit untuk mendapatkan gradien memanjang.
(2) Saluran pengumpul lindi tersebut menerima aliran dari dasar lahan dengan kemiringan
minimal 2% ke arah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
(3) Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa HDPE berlubang, untuk lahan uruk anaerobik
diameter minimal 200 mm, untuk sistem semi aerobik pipa HDPE atau beton 600-800 mm.
(4) Dasar saluran dapat dilapisi dengan liner (lapisan kedap air)

b) Kriteria saluran pengumpul primer:


- Menggunakan pipa HDPE dengan diameter minimal 300 mm.
- Pipa berlubang bagian atas, untuk lahan uruk sistem anaerobik 1/3 bagian atas pipa,
sedangkan untuk semi aerobik 2/3 bagian atas pipa yang dilengkapi dengan bedding.
- Untuk pipa ke bak pengumpul lindi tidak berlubang, saluran primer dapat dihubungkan
dengan hilir saluran sekunder oleh bak kontrol, yang berfungsi pula sebagai ventilasi yang
dikombinasikan dengan pengumpul gas vertikal.
- Kemiringan saluran pengumpul lindi antara 1 - 2 % dengan pengaliran secara gravitasi menuju
instalasi pengolah lindi (IPL).
- Ukuran pengumpul dan penyalur lindi adalah sebagai berikut:
- Pengumpul lindi berupa lapisan kerikil yang ditempatkan di atas dasar area dengan ukuran
sebagai berikut :
- tebal minimal 20 cm untuk saluran kerikil;
- diameter kerikil 30 - 50 mm;
- kemiringan (1 - 2) % ke arah penyaluran lindi.
- atau pengumpul lindi berupa pipa dengan diameter 20 cm; saluran penyalur lindi berupa pipa
HDPE atau PE, bambu atau beton pracetak dengan jarak antar lubang 5 - 10 cm dan diameter
lubang 10 - 20 mm

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 133


Tabel 4. Persyaratan Spesifikasi Geomembran
No Data Teknis Metoda Tes Satuan Nilai Keterangan

1. Thickness ASTM D 5199 mm 1,5 Minimal


ASTM D 1505
2. Density g/cm3 0,94 Minimal
ASTM D 792
3. Tensile Strength at Yield ASTM D 638 N/mm 25 Minimal
4. Elogation at Yield ASTM D 638 % 12 Minimal
5. Tensile Strength at Break ASTM D 638 N/mm 45 Minimal
6. Elongation at Break ASTM D 638 % 700 Minimal
7. Tear Resistance ASTM D 1004 N 200 Minimal
8. Puncture Resistance ASTM D 4833 N 500 Minimal
9. Width ASTM D 1593 mm 7.000 Minimal
10. Elongation Multi Axial DIN 53861 % 15 Minimal
11. Carbon Black Content ASTM 1603 % 2 Maksimal

Keterangan: Satuan dalam metrik unit.

Tabel 5. Persyaratan Spesifikasi Geotekstil


No Data Teknis Metode Tes Satuan Nilai Keterangan
1. Mass per Unit Area EN ISO 9864 g/m2 500 Minimal
2. Thickness EN ISO 9863-1 Mm 4.00 Minimal
3. Max Tensile Strength EN ISO 10319 kN/m 34 Minimal
Elongation at Max Tensile
4. EN ISO 10319 % 80/50 Minimal
Strength, md/cmd
5. Puncture Force EN ISO 12236 N 5400 Minimal
Elongation at Static
6. EN ISO 12236 % 50 Minimal
Puncture Strength
7. Characteristic Opening Size EN ISO 12956 Mm 0,08 Minimal

Keterangan: Satuan dalam metrik unit.

134 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


7. Characteristic EN ISO 12956 Mm 0,08 Minimal
Opening Size
angan: Satuan dalam metrik unit.

Gambar
Gambar 4. Pemasangan
4. Pemasangan Geotekstil Pada GambarGambar
5. Pemasangan Geomembran Pada
5. Pemasangan
GeotekstilLahan
PadaUruk
Lahan Uruk Lahan Uruk
Geomembran Pada Lahan Uruk

olahan Lindi Pengolahan Lindi


Pengelolaan lindi merupakan upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana
ngelolaan lindi merupakan upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana amanat Pera
amanat Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
rintah No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Lindi harus diolah dengan baik untuk dapat
diolah dengan baik
secara untuk
aman dapat
dibuang secara
ke badan airaman dibuang ke badan air penerima.
penerima.
ngolahan lindiPengolahan
umumnyalindi di Indonesia,
umumnya dimenggunakan sistem kolam,
Indonesia, menggunakan yaitu menggunakan
sistem kolam, yaitu
mpung, kolam anaerobik,
menggunakan kolam kolam
penampung,aerobik, kolam kolam
kolam anaerobik, stabilisasi
aerobik,dan
kolamdan dilanjutkan d
stabilisasi
gunakan wetland. Kelemahan teknologi tersebut adalah waktu tinggal
dan dan dilanjutkan dengan menggunakan wetland. Kelemahan teknologi tersebut yang relatif lama
a 30 – 50 hari, sehingga
adalah bangunan
waktu tinggal kolam
yang relatif lamamembutuhkan
yakni antara 30lahan yang
– 50 hari, cukup
sehingga luas.
bangunan
rena lindi mengandung sejumlah
kolam membutuhkan lahanbesar bahanluas.
yang cukup organik dan nitrogen amoniak, metode pengo
i atas pretreatment fisik dan kimia yang diikuti oleh
Karena lindi mengandung sejumlah besar bahan organik
proses dan nitrogen
biokimiawi amoniak,
aerob dan anaerob, di
metode pengolahan terdiri atas pretreatment fisik dan kimia yang
n metode fisik dan kimia pengolahan akhir. Fungsi pretreatment adalah untuk menur diikuti oleh proses
biokimiawi
an tersuspensi, aerob dan anaerob,
menurunkan diakhiri dengan
bahan organik metode fisik
dan nitrogen dan kimiamengurangi
amoniak, pengolahan toksisita
akhir. Fungsi pretreatment adalah untuk menurunkan padatan tersuspensi,
gkatkan kemampuan biodegradasi lindi. Hal ini dicapai melalui koagulasi dan reduksi nit
menurunkan bahan organik dan nitrogen amoniak, mengurangi toksisitas, dan
ak. Fungsi tahap biokimia adalah untuk menghilangkan bahan organik yang dapat terurai
meningkatkan kemampuan biodegradasi lindi. Hal ini dicapai melalui koagulasi
is dan nitrogen amoniak. Teknologi proses biokimia ini, misalnya, Unaerobic Sludge B
dan reduksi nitrogen amoniak. Fungsi tahap biokimia adalah untuk menghilangkan
B), bioreaktor membran
bahan (MBR),
organik yang dapatproses
teruraianoksik‐oksik (A/O),
secara biologis dan Sequencing
danamoniak.
nitrogen Batch Reactor
Teknologi
s selanjutnyaproses biokimia ini, misalnya, Unaerobic Sludge Blanket (UASB), bioreaktor oksidasi, p
adalah menghilangkan bahan organik dan TN, serta dapat mencakup
okimia, adsorpsi
membrankarbon
(MBR),aktif, dananoksik-oksik
proses proses pengolahan dengan
(A/O), dan membran
Sequencing Batch(Kai Wang et.all. 20
Reactor
(SBR). Proses selanjutnya adalah menghilangkan bahan organik dan TN, serta
dapat mencakup oksidasi, proses elektrokimia, adsorpsi karbon aktif, dan proses
pengolahan dengan membran (Kai Wang et.all. 2018).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 135


iologis dan nitrogen amoniak. Teknologi proses biokimia ini, misalnya, Unaerobic Sludge Blanke
UASB), bioreaktor membran (MBR), proses anoksik‐oksik (A/O), dan Sequencing Batch Reactor (SBR
roses selanjutnya adalah menghilangkan bahan organik dan TN, serta dapat mencakup oksidasi, prose
lektrokimia, adsorpsi karbon aktif, dan proses pengolahan dengan membran (Kai Wang et.all. 2018).

Gambar 6. Pengolahan
Gambar Lindi
6. Pengolahan Lindi Sistem
Sistem Kolam
Kolam

Alternatif pengolahan lindi adalah dengan biofilter untuk lindi yakni biofilter
Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 105
anaerobic cukup efektif dengan waktu tinggal lebih dari 25 jam. Pada wetland,
semakin banyak jumlah tumbuhan Scirpus grossius (lingi) yang digunakan maka
semakin tinggi penurunan konsentrasi COD (Mochtar Hadiwidodo et.al, 2012).
Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di Indonesia yang telah
dimodifikasi adalah (Permen PU RI Nomor 03/PRT/M/2013) menyangkut material
yang digunakan dalam bangunan pengolahan lindi.
a) Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1).
b) Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment/Wetland (alter­
natif 2).
c) Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3).
d) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik (alternatif 4).
e) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, ABR (alternatif 5).
f) Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Sedimentasi II, Aerated Lagoon
(alternatif 6).

Adapun kriteria-kriteria pengelolaan lindi berdasarkan masing-masing alter­


natif tersebut dirangkum pada Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, dan Tabel
11.
Tabel 6. Kriteria Teknis Alternatif 1 Pengolahan Lindi
No Kriteria Proses Pengolahan
Anaerobik Fakultatif Maturasi Biofilter

1. Kedalaman,(m) 2,5 – 5 1–2 1 – 1,5 2


2. Penyisihan BOD, 50 – 85 70 – 80 60 – 89 75
(%)
3. Waktu Detensi, 20 – 50 5 – 30 7 – 20 3–5
(hari)

136 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 6. Kriteria Teknis Alternatif 1 Pengolahan Lindi (lanjutan)
No Kriteria Proses Pengolahan
Anaerobik Fakultatif Maturasi Biofilter

4. Beban Organik 224 – 560 56 -135 < 17


(kg/Ha hari)
Beban organik - - - < 80
(kg/m3 media)
5. pH 6,5 - 7,2 6,5 - 8,5 6,5 - 10,5 -
6. Material Dapat tahan terha- Dapat tahan terha- Dapat tahan terha- Batu,
dap sifat asam lindi dap sifat asam lindi dap sifat asam lindi kerikil, ijuk,
dan kuat menahan dan kuat menahan dan kuat menahan pasir
tekanan aliran air tekanan aliran air tekanan aliran air
serta beban air serta beban air serta beban air
beton bertulang atau beton bertulang atau beton bertulang atau
minimal pasangan minimal pasangan minimal pasangan
batu kali dilapisi batu kali dilapisi batu kali dilapisi
geomembran yang geomembran yang geomembran yang
kedap air kedap air kedap air

Tabel 7. Kriteria Teknis Alternatif 2 Pengolahan Lindi


No Kriteria Proses Pengolahan
Anaerobik Fakultatif Maturasi Wetland

1. Kedalaman, 2,5 - 5 1–2 1 - 1,5 0,1 - 0,6


(m)
0,3 - 0,8
2. Penyisihan 50 – 85 70 – 80 60 – 89 -
BOD, (%)
3. Waktu De- 20 – 50 5 – 30 7 – 20 4 – 15
tensi, (hari)
4. Beban 224 – 560 56 -135 < 17 < 67
Organik (kg/
Ha hari)
5. pH 6,5 - 7,2 6,5 - 8,5 6,5 - 10,5 -
6. Material Dapat tahan terhadap Dapat tahan terha- Dapat tahan terha- Media pasir/
sifat asam lindi dap sifat asam lindi dap sifat asam lindi kerikil untuk
dan kuat menahan dan kuat menahan dan kuat menahan mengurangi
tekanan aliran air tekanan aliran air tekanan aliran air pencemaran
serta beban air beton serta beban air be­ serta beban air be­ logam jenis
bertulang atau mini­ ton bertulang atau ton bertulang atau tanaman hidro-
mal pasangan batu minimal pasangan minimal pasangan pyta antara lain :
kali dilapisi geomem- batu kali dilapisi batu kali dilapisi Cyperus papyrus
bran yang kedap air geomembran yang geo membran yang (N, P), cattails
kedap air kedap air (Thypa angustifil-
ia), Canna sp
(organik, N,P),
Typa angus­tifolia,
Typa latifolia (or-
ganik, nutrien).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 137


Tabel 8. Kriteria Teknis Alternatif 3 Pengolahan Lindi
Proses Pengolahan
No Kriteria
ABR Aerated Lagoon

1. Kedalaman,(m) 2–4 1,8 – 6


2. Penyisihan BOD, (%) 70 – 85 80 – 95
3. Waktu Detensi, (hari) 1 -2 3 – 10
4. Beban Organik (kg/ 4 – 14 0,32 - 0,64
Ha hari)
5. pH 6,5 - 7,2 6,5 - 8,0
6. Material Dapat tahan terhadap sifat asam lindi Dapat tahan terhadap sifat asam lin-
dan kuat menahan tekanan aliran air di dan kuat menahan tekanan aliran
serta beban air beton bertulang atau air serta beban air beton bertulang
minimal pasangan batu kali dilapisi atau minimal pasangan batu kali di-
geomembran yang kedap air lapisi geomembran yang kedap air

Tabel 9. Kriteria Teknis Alternatif 4 Pengolahan Lindi


Proses Pengolahan
No Kriteria Koagulasi-
Sedimentasi Kolam Anaerobik
Flokulasi

1. Kedalaman,(m) - 3–5 2,5 – 5


2. Penyisihan BOD, (%) - - 50 – 85
3. Waktu Detensi 0,5 jam 1,5 - 3 jam 20 - 50 hari
4. Beban Organik (kg/ - - 224 – 560
Ha hari)
5. Beban hidraulik - 8-16 m3/m2 Hari -
6. pH 6,5 - 7,2 6,5 - 8,5 6,5 - 10,5
7. Material Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap
sifat asam lindi dan kuat sifat asam lindi dan kuat sifat asam lindi dan
menahan tekanan aliran menahan tekanan aliran kuat menahan tekanan
air serta beban air beton air serta beban air beton aliran air serta beban
bertulang atau minimal bertulang atau minimal air beton bertulang
pasangan batu kali di- pasangan batu kali di- atau minimal pasangan
lapisi geomembran yang lapisi geomembran yang batu kali dilapisi
kedap air kedap air geomembran yang
kedap air
8. Jenis koagulan, mg/l Kapur (CaOH)

Tawas (AI2(S04)3)

Polimer kationik 1%

138 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 10. Kriteria Teknis Alternatif 5 Pengolahan Lindi
Proses Pengolahan
No Kriteria Koagulasi-
Sedimentasi ABR
Flokulasi

1. Kedalaman,(m) - 3–5 2–4


2. Penyisihan BOD, (%) - - 70 – 85
3. Waktu Detensi 0,5 jam 1,5 - 3 jam 1-2 hari
4. Beban Organik (kg/ - - 4-14 kg/m3 hari
Ha hari)
5. Beban hidraulik - 8 - 16 m3/m2 Hari 16,8 - 38,4 m3/m2 hari

6. pH 6,5 - 7,2 6,5 - 8,5 -


7. Material Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap
sifat asam lindi dan sifat asam lindi dan sifat asam lindi dan
kuat menahan tekanan kuat menahan tekanan kuat menahan tekanan
aliran air serta beban aliran air serta beban aliran air serta beban
air beton bertulang atau air beton bertulang atau air beton bertulang atau
minimal pasangan batu minimal pasangan batu minimal pasangan batu
kali dilapisi geomem- kali dilapisi geomem- kali dilapisi geomem-
bran yang kedap air bran yang kedap air bran yang kedap air
8. Jenis koagulan, mg/l Kapur (CaOH)
Tawas (AI2(S04)3)
Polimer kationik 1%

Tabel 11. Kriteria Teknis Alternatif 6 Pengolahan Lindi


Proses Pengolahan
No Kriteria
Koagulasi - Flokulasi Sedimentasi I/II Aerated Lagoon
1. Kedalaman,(m) - 3–5 1,8 - 6
2. Penyisihan BOD, (%) - - 80 – 95
3. Waktu Detensi, (hari) 0,5 jam 1,5 - 3 jam 3 – 10
4. Beban Organik (kg/ - 0,5-5 kg/m2 jam 0,32 - 0,64
Ha hari)
5. Beban Hidraulik - 8 – 16 -
(nf/ m3 hari)
6. pH - - 6,5 – 8
7. Material Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap Dapat tahan terhadap
sifat asam lindi dan kuat sifat asam lindi dan kuat sifat asam lindi dan kuat
menahan tekanan aliran menahan tekanan aliran menahan tekanan aliran
air serta beban air beton air serta beban air beton air serta beban air beton
bertulang atau minimal bertulang atau minimal bertulang atau minimal
pasangan batu kali di- pasangan batu kali di- pasangan batu kali di-
lapisi geomembran yang lapisi geomembran yang lapisi geomembran yang
kedap air kedap air kedap air

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 139


Tabel 11. Kriteria Teknis Alternatif 6 Pengolahan Lindi (lanjutan)
Proses Pengolahan
No Kriteria
Koagulasi - Flokulasi Sedimentasi I/II Aerated Lagoon
8. Jenis koagulan, Kapur (CaOH)
(mg/L)
Tawas (Al2(S04)3)

Polimer kationik 1 %

Penutup
Kondisi eksisting saat ini, pengelolaan lindi secara umum belum memenuhi
persyaratan spesifikasi perencanaan, dalam pengumpulan dan pengolahannya. Dari
segi kualitas, instalasi pengolahan lindi belum menghasilkan kinerja pengelolaan
lindi yang memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan. Dari hasil identifikasi
kualitas lindi dari beberapa IPL , terindikasi karakterisitik influen lindi dari
beberapa lahan uruk di Indonesia menunjukkan konsentrasi yang tinggi dimana
BOD sampai dengan 3000 mg/L, COD sampai 6000 mg/L. Kualitas effluen dari IPL
menunjukkan kualitas effluen masih belum memenuhi standar lindi BOD < 150
mg/L sedangkan COD< 300 mg/L berdasarkan Permen LH No 59/MenLH/2016
tentang Baku Mutu Efluen IPL.
Untuk peningkatan pengelolaan lindi diperlukan perencanaan fasilitas
perlindungan yang baik terkait dengan pelapisan kedap air pada landfill, pipa
pengumpul lindi dan IPL. Sistem pengolahan lindi yang paling sederhana adalah
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi yang dapat ditingkatkan dengan kombinasi
dengan koagulasi flokulasi, aerasi, biofilter dan atau wetland.
Perencanaan IPL harus mengacu pada standar dan peraturan yang berlaku
antara lain SNI 8631:2018 tentang Spesifikasi lahan uruk di tempat pemrosesan
akhir sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga serta Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dan Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Daftar Pustaka
Cullen, Ronan. (2018). Director and Waste Management Section Leader, Leachate
Management Plan Pilbara Regional Waste Management Facility Prepared
for Shire of Ashburton July 2018 Project Number: TW18004, http://www.
epa.wa.gov.au/sites/default/files/Referral_Documentation/14%20-%20
Leachate%20Management%20Plan.pdf.
Kai Wang et.all. 2018, Archaea,Volume 2018, Article ID 1039453, Treatment of
Landfill Leachate Using Activated Sludge Technology: A Review, School of

140 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Municipal and Environmental Engineering, Shandong Jianzhu University,
Jinan 250101, China https://doi.org/10.1155/2018/1039453.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, (2013). Indonesia Executive
Summary Kajian Kebijakan Lahan Uruk Saniter di Indonesia Tahun 2013, Asisten
Deputi Telematika Dan Utilitas Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur
Dan Pengembangan Wilayah.
Kulikowska, D., E. Klimiu. (2008), The Effect Of Landfill Age on Municipal Leachate
Composition, Bioresource Technology 99 :5981–5985.
Laconi, C. D, Rossetti, S., Lopez, A., Ried, A., (2011). Effective Treatment of Stabilized
Municipal Landfill Leachate, Chemical Engineering Journal 168: 1085-1092.
Mochtar Hadiwidodo et.al(2012), Pengolahan Air Lindi Dengan Proses Kombinasi
Biofilter Anaerob-Aerob Dan Wetland, Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.2
September 2012, ISSN 1907-187X, Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik UNDIP.
Nusa Idaman, et.al (2015) Pengolahan Air Lindi dengan Proses Biofilter Anaerob-
Aerob dan Denitrifikasi, JAI Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT, JAI Vol 8. No.
1. 2015.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.59/Menlhk/ Setjen/
Kum.1/7/2016 (2016). Baku Mutu Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013
tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dan Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
SNI 8631:2018 tentang Spesifikasi Lahan Uruk Di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Rumah Tangga Dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Tchobanoglous, George and Theisen H, Vigil SA. (1993). Integrated Solid Waste
Management: Engineering Principles and Management Issues.
McGraw-Hill, Inc., N.Y. Tchobanoglous, George dan F.L Burton. (2003). Wastewater
Engineering: Treatment and Reuse. 4th Ed. McGraw-Hill.Inc. New York.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 141


Bab 10
PENAMBANGAN SAMPAH PADA TEMPAT PENIMBUNAN SAMPAH
TERBUKA (OPEN DUMPING)

Sri Darwati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email : sridarwati924@gmail.com

Pendahuluan
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam menangani sampah memacu
semakin kompleknya masalah sampah. Peningkatan pelayanan dan sarana
prasarana persampahan tidak sebanding dengan peningkatan timbulan sampah.
Permasalahan persampahan antara lain adalah sulitnya mendapatkan lahan lokasi
tempat pemrosesan akhir sampah karena keterbatasan lahan dan mahalnya harga
tanah, mahalnya biaya investasi penyediaan TPA serta mahalnya biaya operasional
pemeliharaan menjadikan TPA menjadi tempat pembuangan sampah terbuka (open
dumping) yang menimbulkan pencemaran dan penolakan masyarakat terhadap
keberadaan TPA.
Kondisi eksisting di Indonesia, hampir 99% TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
sampah masih berupa penimbunan sampah terbuka (open dumping) yang meng­
akibatkan pencemaran air, tanah dan udara. Baru ±70% TPA yang didesain secara
controlled landfill atau sanitary landfill dari ±492 TPA di seluruh kabupaten/kota di
Indonesia (Kemenko Perekonomian, 2013),
Undang-Undang Pengelolaan Sampah No. 18 Tahun 2008 dalam Bab X pasal
29 menyebutkan larangan melakukan penanganan sampah dengan pembuangan
terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau membakar sampah yang tidak
sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Dengan disahkannya UU
tersebut, mengandung konsekuensi bahwa dalam jangka waktu 5 tahun ke depan
terhitung mulai disahkan UU, pemda harus menutup tempat pemrosesan akhir
sampah yang menggunakan sistem penimbunan sampah terbuka serta diharuskan
menjadi sistem penimbunan sampah terkendali, sehingga diperlukan upaya-
upaya rehabilitasi penimbunan sampah terbuka. Salah satu upaya adalah dengan
penambangan sampah (landfill mining).
Penambangan landfill di Indonesia telah dilakukan di beberapa kota antara lain
TPA Tamangapa Makasar, TPA Panembong Subang, TPA Jember. Menurut A. Dubey
a,*, M. Chakrabarti b, D. Pandit c, (2016), operasional dari penambangan landfill

142 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


ekonomis dari segi biaya dalam bentuk manfaat yang tidak dapat diukur dengan
uang. Pada makalah ini akan dibahas tentang pengertian penambangan landfill yang
meliputi persyaratan, perencanaan, teknis operasional, dan studi kasus dibeberapa
lokasi yang telah melakukan penambangan TPA yang meliputi data teknis, dan
kualitas kompos yang ditambang, serta prospek penggunaan fraksi material hasil
penambanngan landfill yang meliputi pemanfaatan untuk tanah penutup, untuk
pemupukan tanah dan pengelolaan residu.

Penambangan Landfill
Penambangan landfill adalah proses penggalian, pemindahan, penyaringan dan
pemrosesan lebih lanjut dari timbunan sampah pada lokasi tempat pemrosesan
akhir (TPA) sampah yang masih aktif atau sudah ditutup (United States, EPA, 1997).
Tujuan penambangan landfill antara lain:
- Merehabilitasi lokasi pembuangan dan beban terhadap lingkungan.
- Pemanfaatan kembali lokasi landfill.
- Konservasi ruang landfill.
- Reduksi lahan landfill.
- Mengeliminasi sumber pencemar utama.
- Pemulihan energi dari sampah.
- Penggunaan kembali material sampah.

1. Persyaratan Penambangan Landfill


Berdasarkan hasil Litbang Puskim 2011, dalam draft SNI Reklamansi TPA
Sampah Melalui Penambangan Landfill, persyaratan penambangan landfill meliputi
pesyaratan umum, perencanaan sebagai berikut:
a. Reklamasi melalui penambangan landfill dilakukan setelah melalui peni­
laian kondisi lingkungan TPA. Pada kondisi lingkungan dengan evaluasi
risiko bahaya rendah, pemanfaatan lahan pasca operasional landfill dapat
direklamasi melalui penambangan landfill dan dapat digunakan kembali
sebagai konservasi ruang landfill meningkatkan kapasitas penimbunan
b. Persyaratan lokasi TPA lama penimbunan sampah open dumping yang
masih aktif atau sudah ditutup
c. Penambangan lahan uruk sampah dilakukan setelah sel sampah yang sudah
stabil yang dibuktikan dengan pengujian profil tanah melalui pemboran.
Jika hasil uji profil tanah diambil sampling tanah. Jika sampling tanah sudah
menjadi kompos artinya sudah stabil.
Bila dilihat dari usia timbunan sampah, berdasarkan kajian penambangan
landfill dapat dilaksanakan pada sel penimbunan pasca penimbunan sampah
terbuka setelah umur 6 tahun (Darwati, 2009).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 143


2. Perencanaan Penambangan Landfill
Perencanaan Penambangan Landfill meliputi :
a. Kesepakatan kerjasama dan kontrak kerjasama antara pihak pemerintah
dengan investor terkait penambangan landfill
b. Penyiapan lahan dan perizinan
c. Melakukan studi karakteristik lokasi penambangan landfill meliputi :
1) Penyiapan site plan lokasi serta, identifikasi sel penimbunan sampah
yang sudah ditutup
2) Perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang untuk kegiatan operasional
penambangan
3) Melakukan asesmen bagian lahan penimbunan yang akan ditambang
(tipologi cekungan, datar, tebing)
4) Melakukan perkiraan volume sampah dengan melihat topografi awal
dan topografi akhir
5) Pemetaan kondisi geologi
6) Penyelidikan stabilitas lahan
7) Pengukuran kedalaman air tanah
8) Pengujian sel landfill melalui uji timbulan gas, sondir dan geolistrik
9) Pengujian kestabilan/dekomposisi timbunan sampah dilakukan dengan
melakukan pengeboran/sampling pada kedalaman dan pengujian
sampling kualitas kompos dievaluasi berdasarkan standar kualitas
kompos
10) Uji sampel material timbunan sampah untuk mengetahui volume
material, rasio atau fraksi tanah/kompos, komposisi sampah (material
yang dapat di daur ulang, material yang mudah terbakar, dan bahan B3
(bahan berbahaya dan beracun) dan kondisi dekomposisi sampah.
d. Asesmen Manfaat Ekonomi
1) Peningkatan kapasitas lahan penimbunan
2) Pencegahan pengeluaran biaya untuk penutupan lahan penimbunan,
monitoring pasca penutupan, pembelian lahan baru, remidiasi lahan
sekitarnya
3) Pendapatan dari kompos dan material yang dapat didaur ulang
4) Nilai lahan dari lahan yang sudah ditambang.
e. Kesehatan Keselamatan Kerja
1) Pelatihan prosedur kerja
2) Peralatan kesehatan keselamatan kerja antara lain helm, sepatu,
kacamata, sarung tangan, masker.
f. Perencanaan Biaya
1) Investasi Modal
- penyiapan lahan
- perizinan

144 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


- peralatan berat (beli/sewa) antara lain ekscavator, trommel
- kendaraan
- peralatan kesehatan keselamatan kerja
- bangunan penunjang : jalan operasi, hanggar/gudang
2) Biaya operasional
- tenaga kerja
- pengolahan hasil tambang
- transportasi dan bahan bakar
- pemeliharaan peralatan
- training
- administrasi
- pengujian laboratorium
- pemrosesan kompos
- pembuangan limbah
- pemeliharaan alat
- biaya pencegahan kerusakan lingkungan
3) Pendapatan
- penjualan hasil penambangan
4) Menghitung peralatan dan kapasitas dengan cara ;
- menetapkan target produksi per hari kompos
- menghitung kapasitas alat yang optimal disesuaikan dengan produk
harian yang diinginkan

3. Teknis Operasional Penambangan


Berdasarkan hasil Litbang Puskim 2011, dalam draft SNI Reklamansi TPA
Sampah Melalui Penambangan Landfill, kebutuhan prasarana penambangan landfill
dibedakan atas :
a. TPA yang sudah ditutup
1) Dibutuhkan akses jalan masuk ke area galian ;
2) Perlu membangun hanggar mesin, gudang, stock area untuk hasil
galian dan hanggar alat berat yang akan digunakan pada saat operasi
penambangan.
b. TPA yang masih aktif
1) Menggunakan akses jalan masuk yang telah ada, namun tidak boleh
mengganggu kelancaran operasi TPA tersebut;
2) Lokasi penambangan jangan bersentuhan langsung dengan lokasi pe­
nimbunan aktif;
3) Jika memungkinkan, semua akses jalan maupun peralatan terpisah
menempati lokasi yang tersendiri;
4) Perlu membangun hanggar mesin, gudang, stock area untuk hasil
galian dan hanggar alat berat yang akan digunakan pada saat operasi
penambangan.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 145


3) Jika memungkinkan, semua akses jalan maupun peralatan terpisah menempati lokasi
tersendiri;
4) Perlu membangun hanggar mesin, gudang, stock area untuk hasil galian dan hanggar alat b
yang akan digunakan pada saat operasi penambangan.
Proses penambangan
roses penambangan lahan uruklahan uruk merupakan
merupakan prosesproses reklamasi(Sumber
reklamasi (Sumber EPA,
EPA, 1997)
1997) yang dilaksanakan mengikuti prosedur :
sanakan mengikuti prosedur :
a. Penggalian untuk mengangkat dan memindahkan kandungan dari sel lahan
Penggalian untuk mengangkat dan memindahkan kandungan dari sel lahan uruk, alat
uruk, alat yang digunakan excavator/front end loader
digunakan excavator/front end loader
b. Pengumpulan-penampungan pada stock area, dan melakukan perlindungan
Pengumpulan‐penampungan
terhadap hujan
pada stock area, dan melakukan perlindungan terhadap hujan
Pengayakan dengan peralatan
c. Pengayakan mekanis
dengan dengan
peralatan mesin
mekanis trommel
dengan mesinatau dengan
trommel tenaga manusia p
atau dengan
karya untuk memisahkan kandungan kompos, plastik, logam, kertas
tenaga manusia padat karya untuk memisahkan kandungan kompos,
Hasil pengayakanplastik,
berupa kompos
logam, kertasdan bahan residu yang tidak dapat didaur ulang
Kompos diameter < 1pengayakan
d. Hasil cm diproses, dikemas
berupa komposdan
dandijual
bahan sebagai tanaman
residu yang nondidaur
tidak dapat pangan atau seb
tanah penutup ulang
Bahan yang tidak dapat didaur
e. Kompos ulang
diameter ditimbun
< 1 cm diproses,kembali ke TPA.
dikemas dan dijual sebagai tanaman non
pangan atau sebagai tanah penutup
f. Bahan yang tidak dapat didaur ulang ditimbun kembali ke TPA.

Gambar
Gambar 1. Penambangan
1. Penambangan Landfill dengan Gambar
Gambar 2.2.Pengayakan
Pengayakan Kompos
Kompos dengan
Landfill dengan Alat Berat
Alat Berat Saringan Manual
dengan Saringan Manual

Studi Kasus Penambangan


i Kasus Penambangan Landfill Landfill
enambangan landfill sudah landfill
Penambangan sudah mulaididilakukan
mulai dilakukan di Indonesia,
Indonesia, antara
antara lain lain di
di TPA TPA
Pakusari Jember
angapa Makasar , TPA Panembong Subang. Metode pengumpulan data dilakukanpe­
Pakusari Jember, TPA Tamangapa Makasar, TPA Panembong Subang. Metode dengan obes
ngumpulan data dilakukan dengan obesrvasi lapangan, wawancara dan sampling.
ngan, wawancara dan sampling. Pembuatan uji coba model dilakukan di TPA Cikundul Suka
Pembuatan uji coba model dilakukan di TPA Cikundul Sukabumi dilakukan dengan
ukan dengan metode eksperimental dengan membuat pilot project model rehabilitasi TPA
metode eksperimental dengan membuat pilot project model rehabilitasi TPA open
ping di TPA Cikundul Sukabumi. Analisis pengayakan di laboratorium dan di lapangan serta an
dumping di TPA Cikundul Sukabumi. Analisis pengayakan di laboratorium dan di
ratorium (hasil Litbang Puskim, 2008‐2010). Untuk mengetahui fraksi material timbunan
lapangan serta analisis laboratorium (hasil Litbang Puskim, 2008-2010). Untuk
ill dilakukan sampling,fraksi
mengetahui uji ayak dengan
material mesh
timbunan 1‐2landfill
pada cm dan uji laboratorium
dilakukan sampling, ujikualitas
ayak kompos
rial tanah landfill
dengan dibandingkan
mesh 1-2 cm dandengan baku mutukualitas
uji laboratorium komposkompos
berdasar
dariSNI 19‐7030‐2004,
material tanah Spesi
pos dari Sampah Organik Domestik.
landfill dibandingkan dengan baku mutu kompos berdasar SNI 19-7030-2004,
ujuan penambangan
Spesifikasi lahan
Kompos dari(landfill)
uruk yang dilaksanakan
Sampah Organik Domestik. di TPA tersebut adalah untuk:
mengolah dan memanfaatkan sampah di TPA untuk memperbaiki kualitas lingkungan di se
okasi TPA dengan tidak mengganggu usaha masyarakat yang sudah berjalan dalam memanfaa
ampah TPA. 146 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
memperpanjang umur pakai TPA, dengan memanfaatkan lahan bekas penimbunan sampah l
erdasar pengalaman negara di Asia dalam melakukan rehabilitasi penimbunan sampah terb
Tujuan penambangan lahan uruk (landfill) yang dilaksanakan di TPA tersebut
adalah untuk:
- mengolah dan memanfaatkan sampah di TPA untuk memperbaiki
kualitas lingkungan di sekitar lokasi TPA dengan tidak mengganggu usaha
masyarakat yang sudah berjalan dalam memanfaatkan sampah TPA.
- memperpanjang umur pakai TPA, dengan memanfaatkan lahan bekas
penimbunan sampah lama. Berdasar pengalaman negara di Asia dalam
melakukan rehabilitasi penimbunan sampah terbuka, strategi yang
dilakukan menurut ARRPET (2008) melakukan penambangan landfill dan
pembangunan Landfill di lokasi bekas penambangan, Capping (penutupan)
open dumping digunakan sebagai sanitary/ control landfill yang baru di
atasnya
- pengolahan hasil penambangan landfill dari TPA untuk meningkatkan nilai
tambah bagi investor dan Pemda, berupa kompos yang diolah kembali
menjadi pupuk organik.

1. Data Umum TPA


Data umum TPA dan penambangan landfill dari masing-masing kota tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kompilasi Data Penambangan Landfill Di TPA


Data Umum Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
No
Jember Makasar Subang Sukabumi
Umum
1 Nama TPA Pakusari Tamangapa Panembong Cikundul
2 Luas (Ha) 6 14.3 6.5 8.7
3 Tahun ope- 1993 1994 1997 1994
rasional
TPA
4 Jumlah 450 m3/hari 2290 m3/hari 350 m3/hari 572 m3/hari
sampah
masuk TPA
Ton/hari
5 Tingkat 55% 87% 10% 83 %
pelayanan
6 Sistem ope- Open dumping Open dumping Open dumping Implacemen lama
rasional : open dumping,
im­pla­cemen baru :
con­trol landfill
7 Tinggi 10 7-15 7-10 8-15
tumpukan
sampah
(m)

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 147


Tabel 1. Kompilasi Data Penambangan Landfill Di TPA (lanjutan)
Data Umum Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
No
Jember Makasar Subang Sukabumi
Penambangan Landfill
Teknis
8 Mulai 2006 2000 2005 : penjajakan 2008
penam­ 2006 : kajian
bangan 2007 :konstruksi
fisik
2008 : operasional
9 Kriteria Dimulai dari sel Dimulai dari sel yang Dimulai dari sel Dimulai dari sel
Teknis yang usia paling tua usia paling tua yang usia paling tua TPA yang sudah
penam­ ditutup
bangan
10 Cara peng- Manual Excavator/Mekanis manual Manual
galian
11 Fraksi Tidak ada data 50% : 50 % - 42% : 58%
kompos:
residu
12 Pengaya- Sel sampah digali Mesin pengayak/ Sel sampah digali Sel sampah digali
kan dan diayak pemu- Trommel kapasitas dan diayak pemu- dan diayak pemu-
lung mesh 5 mm, 100 dan 10 ton/hari lung mesh 5 mm, lung mesh 5 mm,
dibeli investor dibeli investor dibeli DP4
Rp50/kg, Rp60/kg,

13 Produksi 10-20 ton/hari 20-40 ton/hari 8-15ton/hari 10 ton per hari


kompos (produksi ini
terdiri atas
pengomposan
sampah organik
dan penambangan
kompos landfill
Untuk produksi
kompos penam-
bangan landfill ter-
gantung pesanan
14 Pengolahan diolah menjadi Dalam aplikasin- diolah menjadi diolah menjadi
pupuk granular ya kompos murni pupuk granular pupuk granular de-
dengan penambah- digunakan pada dengan penambah- ngan penambahan
an biofertoilizer dan lahan setelah lahan an biofertoilizer dan pupuk kandang,
dolomit, persemaian siap/pada dolomit
saat lahan siap tanam,
sedangkan untuk
pertanan, kompos
dicampur dengan
pupuk kimia 5-10%
antara lain urea ZA,SP
atau KCL tergantung
jenis tanamannya
15 Kualitas Mengandung logam Mengandung logam Tidak ada data Mengandung
kompos berat (tabel 20 berat (tabel 2 & 3) logam berat

148 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 1. Kompilasi Data Penambangan Landfill Di TPA (lanjutan)
Data Umum Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
No
Jember Makasar Subang Sukabumi
16 Pengelo- Dikembalikan ke Dikembalikan ke Dikembalikan ke Dikembalikan ke
laan residu landfill landfill landfill landfill
17 Rencana Sel TPA baru Sel TPA baru Sel TPA baru Sel TPA baru
peman-
faatan
tapak
Pembiayaan
18 Pelaksana Investor Investor Investor Unit Daur Ulang
PT Bumi Subur PT Organic Recovery PT Mahakarya Adi- Sampah Dinas
Makmur Group Indonesia (PT guna Persada Pengelolaan
ORGI) dari Australia persampahan
pertamanan dan
pemakaman (DP4)
19 Pola ker- Pemda menye- Pemda menyediakan Pemda menye- Skala pilot project
jasama diakan bahan bahan sampah yang diakan bahan Puskim 2010
sampah yang siap siap diolah dan lahan sampah yang siap
diolah dan lahan pengolahan sampah diolah dan lahan
pengolahan sampah dan fasilitas pen- pengolahan sampah
dan fasilitas pen- dukungnya dan fasilitas pen-
dukungnya Investor membangun dukungnya
Investor mem- dan mengoperasikan Investor mem-
bangun dan fasilitas pengolahan bangun dan
mengoperasikan sampah/ penamban- mengoperasikan
fasilitas pengolahan gan fasilitas pengolahan
sampah/ penam- sampah/Penam-
bangan bangan

20 Kesepa- Perjanjian kerjasa- Perjanjian kerjasama Perjanjian kerjasa- Skala pilot project
katan ma program kemi- program kemitraan ma program kemi- Puskim 2010
Kerjasama traan pengolahan pengolahan sampah traan pengolahan
sampah Pemda dan Pemda dan Investor sampah antara lain:
Investor Pemda mendapat-
kan 5 % dari harga
produk dengan
merk yang diatur
Investor
21 Pemasaran Pertanian tembakau Penambangan nikel Bekerjasama de­ Pembeli datang
dan kakao jatim pertanian, perikanan, ngen PT Sanghiang langsung ke
pembenihan, peng- Sri untuk penelitian tempat
hijauan dan peng- padi
hutanan.

Dari tabel di atas diketahui bahwa secara teknis yang perlu diperhatikan
dalam penambangan landfill antara lain teknis penggalian, kebutuhan peralatan
dan bangunan penunjang, kuantitas dan kualitas kompos, pengelolaan residu dan
pemanfaatan lahan bekas penambangan landfill untuk lahan pengurukan kembali.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 149


Dari aspek pembiayaan dapat dilakukan melalui kerjasama Pemda dan investor.
Pemda menyediakan bahan sampah yang siap diolah dan lahan pengolahan sampah
serta fasilitas pendukungnya, investor membangun dan mengoperasikan fasilitas
pengolahan sampah/penambangan.

2. Kualitas kompos
Kualitas kompos hasil penambangan landfill di Jember, Makasar, Subang dan
Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Kuailitas Kompos TPA

SNI
No Parameter Satuan Jember Makasar Sukabumi
Minimum Maksimum

1 Kadar air % - 50 11,18 - 32,55

2 Temperatur C
o
- Suhu air - - -
tanah
3 Warna - - Kehitaman Coklat - -
muda
4 Bau - - Berbau Tidak - -
tanah berbau
5 Ukuran partikel mm 0,55 25 - - -

6 Kemampuan % 58 - - - -
ikat air
7 pH - 6,80 7,49 7,52 7,65 7,45

8 Bahan asing % - 1,5 - -

9 Bahan organik % 27 58 - -

10 Nitrogen % 0,40 - - 1,07 -

11 Karbon % 9,80 32 0,38 8,89 34,93


(C organic)
12 Phospor (P2O5) % 0,10 - - 0,88 -

13 C/N rasio - 10 20 - 5,50 -

14 Kalium (K2O) % 0,20 - - 0,82 1,54

15 Arsen (As) mg/kg - 13 14,20 - <0,0001

16 Cadmium (Cd) mg/kg - 3 14,20 - 2,69

17 Cobalt (Co) mg/kg - 34 96,54 12,56 78,02

18 Chromium (Cr) mg/kg - 210 119.25 - 118,38

150 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 2. Analisis Kuailitas Kompos TPA (lanjutan)

SNI
No Parameter Satuan Jember Makasar Sukabumi
Minimum Maksimum

19 Tembaga (Cu) mg/kg - 100 161,84 18.41 503,12

20 Merkuri (Hg) mg/kg - 0,8 <0,00001 < 0.005 <0.00001

21 Nikel (Ni) mg/kg - 62 62,46 - 13,45

22 Timbal (Pb) mg/kg - 150 323,68 24.13 13,45

23 Selenium (Se) mg/kg - 2 <0,001 - 2,69

24 Seng (Zn) mg/kg - 500 1277,68 54.01 1267,22

25 Kalsium (Ca) % - 25,50 1,24 2.18

26 Magnesium Mg) % - 0,60 0,17 0.25 0,545

27 Besi (Fe) % - 2,00 0,035 0.52 0,329

28 Aluminum (Al) % - 2,20 0,008 0.18 0,002

29 Mangan (Mn) % - 0,10 0,006 0.03 <0,001

Sumber: Hasil analisis laboratorium Puslitbangkim & ITB, 2009

Dari beberapa sampel kualitas pupuk organik dari kompos TPA mengandung
logam berat, maka pupuk organik direkomendasikan hanya untuk tanaman non
pangan, tanaman keras atau penghijauan dan atau sebagai material tanah penutup
terutama di daerah yang sulit mendapatkan tanah penutup. Tabel 2, Tabel 3, Tabel
4 dan Tabel 5 Kualitas kompos penambangan dibandingkan SNI 19-7030-2004,
Spesifikasi Kompos dari sampah organik domestik.
Pupuk organik yang berasal dari kompos dan bahan pengkayaan lainnya kini
bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk meliputi bentuk curah kasar, curah
halus, tablet, pelet, briket, atau granul. Di TPA Pakusari Jember dan TPA Panembong
Subang, pupuk dibuat dalam bentuk granular atas pertimbangan kemudahan
dalam aplikasi pemupukan. Bentuk granul butiran seperti bentuk kacang hijau
sampai bentuk kacang kedelai ukuran 2 mm sampai 4 mm juga memungkinkan
penambahan unsur hara organik lain (sumber Kalium dari abu janjang sawit),
sumber P2O5 (dari Phosphates Alam) dan sumber Carbon (meningkatkan rasio C/N
dari lignit atau batubara muda) serta zat pengatur tumbuh (ZPT) dan mikroba
pelarut. Untuk TPA Tamangapa Makasar, kompos dicampur dengan pupuk kimia
5 - 10% antara lain urea ZA, SP atau KCL tergantung jenis tanamannya. Aplikasi
kompos untuk keperluan pertanian harus mendapatkan ijin dari Departemen
Pertanian.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 151


Prospek Penggunaan Fraksi Material Hasil Penambangan Landfill
1. Pemanfaatan sebagai tanah penutup
Fraksi halus dari TPA yang baru ditimbun bahkan mungkin dapat digunakan
sebagai pupuk tanah atau kompos di area hijau dan kebun, asalkan polutan
konsentrasi memenuhi persyaratan yang sesuai untuk penggunaan tersebut (M.
Quaghebeur, 2013 dan P. T. Jones, 2013). Penggunaan sebagai pupuk di area hijau
dan kebun dapat dilakukan jika didukung peraturan yang berlaku (Juan Carlos.et
all, 2018)
Perhitungan biaya tanah penutup + 70 % dari harga total biaya operasi dan
pemeliharaan penimbunan sampah di TPA (pedoman operasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana persampahan), dengan perhitungan jumlah tanah penutup
yang dibutuhkan 15 – 20 % dari jumlah sampah yang ditimbun. Menurut F. Kaczala
et.all 2017, fraksi halus dapat digunakan sebagai lapisan penutup landfill untuk
mendegradasi metana, material dapat diigunakan setelah dilakukan kelayakan
geoteknis. Jika digunakan sebagai tanah penutup landfill, digunakan screen < 1 cm.

2. Pemanfaatan sebagai pupuk tanah


Fraksi halus dari TPA yang baru ditimbun dapat digunakan sebagai pupuk
tanah atau kompos di area hijau dan kebun, asalkan polutan konsentrasi memenuhi
persyaratan yang sesuai untuk penggunaan tersebut (M. Quaghebeur, 2013 dan P. T.
Jones, 2013). Penggunaan sebagai pupuk di area hijau dan kebun dapat dilakukan
jika didukung peraturan yang berlaku (Juan Carlos.et all, 2018). Potensi kompos
sebagai tanah penutup/pupuk dengan ukuran fraksi tanah < 1 cm dapat dilihat
pada Tabel 3.
Pengalaman di Makasar, untuk pengayakan fraksi halus/kompos, diperlukan
kadar air 40%, untuk kondisi pada waktu musim hujan sulit mencapai kadar air
40% sehingga produk maksimum sekitar 3 – 5 ton/hari atau 5-20 % nya, sedangkan
pada musim kemarau bisa dihasilkan 50 ton/hari atau sekitar 40-50% nya.

Tabel 3. Karakteristik Fraksi Tanah Material Hasil Penambangan Landfill di Beberapa


TPA di Indonesia
No Lokasi TPA/Tahun Sampling Tahun Fraksi tanah
(Mesh Screen Diameter <1 cm)
1 TPA Tamangapa Makasar 2008 50%
2 TPA Cicabe Bandung 2007 86,22 %
3 TPA Pasir Impun Bandung 2007 94,69 %
4 TPA Leuwigajah Bandung 2007 60%
5 Hasil pengeboran TPA Cikundul Sukabumi 2009 42%

152 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


No Lokasi TPA/Tahun Sampling Tahun Fraksi tanah
(Mesh Screen Diameter <1 cm)
5 Model Rehabilitasi TPA open dumping di 2010 83%
TPA Cikundul Sukabumi Hasil analisis laboratorium (lihat tabel 4)
6 Hasil pelaksanaan lapangan pengayakan 2010 25-40%
material hasil penambangan (hasil pengayakan yang dilakukan pelaksa-
na pembangunan model di lapangan)
7 Litbang. Kurian et al., 2003 and Quaghbeur 2003, 2013 56,3 % (material tanah)
et al., 2013) pada Frändegård,2013

Sumber :
1.Hasil survei , tim peneliti Puslitbangkim, 2009 .
2-4. Haryo ITB, 2007
5.Tim peneliti Puslitbangkim

3. Pengelolaan residu
Pengelolaan residu dari hasil penambangan sebagai berikut :
a. Penggunaan limbah hasil penambangan dapat diolah kembali. Sisa penga­
yakan kompos yang mempunyai ukuran < 1 cm, dapat diayak kembali.
Untuk ukuran mesh < 5 cm, dapat digunakan untuk pengembangan lahan
baru lahan, kritis dan lahan-lahan bekas penambangan. Berdasarkan Kaur-
Mikk Pehme and Mait Krisspalu (2018), fraksi hasil penambangan landfill
ukuran < 4 cm, dapat digunakan sebagai tanah penutup landfill untuk
mendegradasi metana.
b. Sampah yang tidak dapat lagi didaur ulang atau sisa pengayakan > 5
cm diuruk kembali ke dalam landfill ditimbun kembali ke dalam lokasi
penimbunan sampah terkendali (sanitary atau controlled landfill).
c. Jika terdapat instalasi sampah untuk energi, sampah anorganik yang mudah
terbakar disatukan instalasi sampah untuk energi tersebut, sedang sampah
anorganik residu ditimbun ke dalam landfill.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 153


Skema penambangan landfill dan pemanfaatannya diusulkan dalam skema
berikut :

Penambangan

(dengan Excavator/Loader)

Pengumpulan

Pengayakan

Mekanis & Padat karya

Kompos Sampah non organik

Ukuran butir < 1 cm Ukuran butir > 1cm Dapat didaur ulang Tidak dapat didaur
ulang

Pengolahan Penggerusan
Dijual Dimasukkan lagi ke
TPA

Pengemasan Didaur ulang

Pupuk tanaman non


pangan

Tanah penutup
landfill

Gambar 3. Diagram Proses Penambangan TPA Landfill

PenutupGambar 3. Diagram Proses Penambangan TPA Landfill


Penambangan landfill (landfill mining) merupakan pilihan yang baik antara lain menambah kapasitas
dan dapat memperpanjang umur TPA dan meningkatkan daya dukung lahan TPA bekas open dumping.
Penutup Sementara itu, aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam penambangan landfill antara lain teknis
penggalian, kebutuhan peralatan dan bangunan penunjang, kuantitas dan kualitas kompos, pengelolaan
residu danlandfill
Penambangan (landfill
pemanfaatan mining)
lahan bekas merupakan
penambangan pilihan
landfill untuk yang baik
lahan pengurukan antara
kembali. Dari aspek
lain menambah kapasitas
pembiayaan dapat dan dapat
dilakukan memperpanjang
melalui kerjasama pemdaumur TPA dan
dan investor. meningkatkan
Pemda menyediakan bahan
sampah yang siap diolah dan lahan pengolahan sampah serta fasilitas pendukungnya, investor
daya dukungmembangun
lahan TPA danbekas open dumping.
mengoperasikan fasilitas pengolahan sampah/penambangan.
Sementara itu, aspek teknis penimbunan
Penambangan lahan bekas yang perlu diperhatikan
sampah dalamfraksi
terbuka menghasilkan penambangan
tanah atau kompos
yang dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman non pangan dan atau sebagai material tanah penutup
landfill antara lain teknis
terutama penggalian,
bagi daerah kebutuhan
yang sulit mendapatkan peralatan
tanah dan bangunan
penutup, sehingga penunjang,
dapat menghemat biaya operasi
kuantitas dan kualitas kompos, pengelolaan residu dan pemanfaatan lahan bekas
penimbunan sampah dan mendegradasi metana.
Kualitas kompos dari TPA hasil penambangan mengandung bahan‐bahan yang berbahaya maka perlu
penambangan landfill
dicampur denganuntuk
nutrienlahan pengurukan
atau kompos kembali.
yang berkualitas baik untukDari aspek agar
pengenceran pembiayaan
terjamin kualitas
dapat dilakukan melalui kerjasama pemda dan investor. Pemda menyediakan
dan harga pasar.
Melihat besarnya dana investasi dan biaya operasi sebaiknya pelaksana penambangan TPA
bahan sampah yangkepada
diserahkan siap swasta
diolahdengandan kesepakatan
lahan pengolahan
kerjasama dengansampah Pemdaserta fasilitas
setempat dalam hal
penggunaan lahan TPA untuk penambangan kompos dan
pendukungnya, investor membangun dan mengoperasikan fasilitas pengolahan material lain, pembagian hasil usaha pemda

sampah/penambangan. Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 121


Penambangan lahan bekas penimbunan sampah terbuka menghasilkan
fraksi tanah atau kompos yang dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman non
pangan dan atau sebagai material tanah penutup terutama bagi daerah yang

154 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


sulit mendapatkan tanah penutup, sehingga dapat menghemat biaya operasi
penimbunan sampah dan mendegradasi metana.
Kualitas kompos dari TPA hasil penambangan mengandung bahan-bahan yang
berbahaya maka perlu dicampur dengan nutrien atau kompos yang berkualitas
baik untuk pengenceran agar terjamin kualitas dan harga pasar.
Melihat besarnya dana investasi dan biaya operasi sebaiknya pelaksana
penambangan TPA diserahkan kepada swasta dengan kesepakatan kerjasama
dengan Pemda setempat dalam hal penggunaan lahan TPA untuk penambangan
kompos dan material lain, pembagian hasil usaha pemda dan investor. Dalam
pelaksanaannya harus di lakukan pengawasan pemda untuk mencegah kerusakan
lingkungan.
Konsep penambangan landfill dapat dikembangkan ke arah pengembangan TPA
berkelanjutan dengan sistem blok kontrol landfill.

Daftar Pustaka
ARRPET (2008), Dumpsite Rehabilitation and Landfill Mining.University, Chennai
India, Centre of Environmental Studies (CES) and Environmental Engineering
and Management, School of Environment, Resource and Development, Asian
Institute of Technology, Bangkok, Thailand.
Budi, Haryo. 2007. Kajian Proses dan Potensi Reklamasi TPA melalui Landfill Mining.
Tugas Akhir (TL-40Z0), NIM : 15303007, Program Studi Teknik Lingkungan,
FTSP, ITB.
Dubey a,*, M. Chakrabarti b, D. Pandit c* .(2016). Landfill Mining as a Remediation
Technique for Open Dumpsites in India, International Conference on Solid
Waste Management, 5IconSWM 2015 , www.sciencedirect.com, Procedia
Environmental Sciences 35 ( 2016 ) 319 – 327 .
EPA, United States .(1997). Landfill Reclamation, Solid Waste and Emergency
Response (5306 W). EPA 530-F-97-001.
https://www.researchgate.net/publication/242238271_Studies_on_landfill_
mining_at_solid_waste_dumpsites_in_India.
Juan Carlos et.all .(2018).Fine Fractions from Landfill Mining: Potential and Main
Challenges to Overcome. Proceeding of 4thnternational Symposium, on
Enhanced Landfill Mining, 5-6 Pebruari 2018, Mechelen, Belgia. Page 51-64.
Kaur-Mikk Pehme and Mait Krisspalu. (2018). Full Scale Project: From Landfill
To Recreational Area. Detritus Vol 01-2018/page 174-179, http ://doi.
org/10.26403/detritus/2018.17 @2018 Cisa Publisher, open access article
under CCBY-NC-BD Licence.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2013). Indonesia Executive
Summary Kajian Kebijakan Lahan uruk saniterdi Indonesia Tahun 2013, Asisten

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 155


Deputi Telematika Dan Utilitas Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur
Dan Pengembangan Wilaya.
Kurian, et all. 2003. Studies on Landfill Mining At Solid Waste Dumpsites In India. J.
Centre For Environmental Studies, Anna University, Chennai - 600 025, India.
M. Quaghebeur, et.all. (2013). Characterization of Landfilled Materials: Screening of
the Enhanced Landfill Mining Potential. J ournal of Clean Prod, 55 72-83.
P. T. Jones et.all .(2013). Enhanced Landfill Mining in View of Multiple Resource
Recovery: a Critical Review. J Clean Prod, 55 45-55 .
Per Frändegård et.all. (2013). A novel approach for environmental evaluation of
landfill mining. Journal of Cleaner Production, (55), 24-34. http://dx.doi.
org/10.1016/j.jclepro.2012.05.045.
Tim Peneliti Puslitbangkim. (2008). Laporan Akhir Penerapan Teknologi Pengolahan
Sampah Kota Terpadu Berbasis 3R, Buku 1, Peningkatan Kualitas TPA Lama.
Satker Puslitbangkim PU, tahun anggaran 2008.
Tim Peneliti Puslitbangkim. (2009). Laporan Akhir, Penerapan Teknologi Pengelolaan
Sampah Kota Terpadu Berbasis 3R. Buku 1, Peningkatan Kualitas TPA Lama.
Satker Puslitbangkim PU Desember 2009.
Tim Peneliti Puslitbangkim. (2010). Laporan Akhir, Pengembangan Teknologi Dan
Manajemen Persampahan dan Drainase Berwawasan Lingkungan, sub kegiatan
Revitalisasi TPA Lama.
Tim Peneliti. (2011). Draft SNI Reklamansi TPA Sampah melalui Penambangan
Landfill. Puslitbang Permukiman.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
SNI 19-7030-2004. 2004 tentang Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.
badan standar nasional.

156 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 11
POTENSI PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI SUMBER ENERGI
ALTERNATIF

Amallia Ashuri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: amallia.ashuri@puskim.pu.go.id

Pendahuluan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah merupakan tempat untuk memproses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan (Permen PU 03/2013). Saat ini TPA masih menjadi kunci utama dalam
pengelolaan sampah karena biaya yang dikeluarkan dianggap paling minimum Bila
dibandingkan antara timbulan sampah yang terus meningkat dengan banyaknya
TPA yang sudah atau akan habis umur operasinya menimbulkan permasalahan
dalam pengelolaan persampahan perkotaan. Permasalahan tersebut ialah
semakin sulitnya mencari lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis
pembangunan insfrastrukstur sanitasi (Kementerian PUPR, 2015).
Penambangan TPA atau yang dikenal dengan landfill mining dapat menjadi
solusi bagi permasalahan kesulitan lahan TPA tersebut. Landfill mining merupakan
proses pengambilan kembali material yang masih dapat digunakan dari sampah
yang sudah diuruk. Adapun metode pengambilan kembali material dapat dilakukan
dengan penggalian atau ekskavasi kemudian dilakukan pemindahan, penyaringan,
dan pemrosesan lebih lanjut dari timbunan sampah pada lokasi TPA yang masih
aktif atau sudah ditutup. Pemanfaatan material dari TPA mencakup penggunaan
kembali tanah penutup dari TPA lama untuk TPA baru, pemanfaatan kompos dari
TPA untuk budidaya anggrek, kompos sebagai material penutup landfill, produksi
bahan bakar dari proses termal plastik dari TPA lama, serta menyediakan kembali
ruang untuk penimbunan sampah selanjutnya (Kurian et al., 2003; Bockreis &
Knapp, 2011; Jain et al., 2013; Law et al., 2013; Setiyo Rini & Suyadi, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi pemanfaatan sampah dari TPA
sebagai sumber energi alternatif dalam bentuk bahan baku refuse derived fuel (RDF).
RDF merupakan fraksi sampah yang memiliki nilai kalor tinggi dari sampah yang
sudah dipisahkan dari fraksi sampah yang tidak mudah terbakar (Gendebien et al.,
2003; JIE, 2008). RDF dari lahan uruk yang sudah tidak aktif dapat dimanfaatkan
pada instalasi waste to energy atau pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Namun pemanfaatan RDF pada cement kiln masih menghadapi beberapa kendala,

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 157


seperti kesulitan penyiapan material, tingginya kandungan klorin dan kadar air,
serta terjadi aglomerasi pada unit conveyor (Quicker, 2016; Rotheut & Quicker,
2017; Wahyono
material, tingginya et al., 2019).
kandungan klorin dan kadar air, serta terjadi aglomerasi pada unit convey
Evaluasi kualitas
(Quicker, 2016; Rotheut & Quicker, material
2017;yang berpotensi
Wahyono et al.,menjadi
2019). RDF pada penelitian ini
Evaluasi dilakukan dengan analisis
kualitas material yang komparatif
berpotensidengan
menjadistandar
RDFRDF World
pada Bank danini
penelitian standar
dilakukan deng
RDF Indocement. Adapun lokasi penelitian terletak di zona
analisis komparatif dengan standar RDF World Bank dan standar RDF Indocement.1 TPA Sumurbatu yangAdapun lok
sudah tidak
penelitian terletak aktif. 1
di zona Denah
TPA TPA Sumurbatu
Sumurbatu yangdapat dilihat
sudah padaaktif.
tidak Gambar 1. TPA Sumurbatu dap
Denah
dilihat pada Gambar 1.

Lokasi penelitian

Gambar
Gambar 1.1.Denah
DenahTPATPA Sumurbatu
Sumurbatu

Komposisi sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu


Sampah yang diuruk di TPA Sumurbatu berasal dari berbagai sumber mulai dari domes
hingga komersial.
KomposisiVariasi
sampahdaridari
sumber
zona sampah menyebabkan variasi pada komposisi samp
1, TPA Sumurbatu
dalam urukan Sampah
pula. Hasil
yang pengukuran
diuruk di TPA komposisi sampahdari
Sumurbatu berasal dari zona sumber
berbagai 1, TPA mulai
Sumurbatu dap
dilihat padadari
Gambar 2.
domestik hingga komersial. Variasi dari sumber sampah menyebabkan variasi
Secara umum, komposisi
pada komposisi sampahsampah berdasarkan
dalam urukan jenisnya
pula. Hasil didominasi
pengukuran komposisi oleh
sampahfraksi organ
sebanyak 32,43% disusul oleh fraksi residu sebanyak
dari zona 1, TPA Sumurbatu dapat dilihat pada Gambar 2. 24,48%, dan fraksi plastik sebany
20,26%. FraksiSecara
organik yangkomposisi
umum, banyak ditemui di Zona 1, TPA
sampah berdasarkan Sumurbatu
jenisnya didominasiadalah kompos dan sab
oleh fraksi
kelapa. Sabut kelapa mengandung lignin dan serat kasar yang tinggi. Lignin
organik sebanyak 32,43% disusul oleh fraksi residu sebanyak 24,48%, dan fraksi sulit didegrada
karena strukturnya yang 20,26%.
plastik sebanyak kompleksFraksidan heterogen
organik yang ditemui
yang banyak berikatan dengan
di Zona 1, TPAselulosa d
hemiselulosa dalam jaringan tanaman (Orth et al., 1993). Oleh karena itu,
Sumurbatu adalah kompos dan sabut kelapa. Sabut kelapa mengandung lignin dan fraksi organik dala
bentuk sabut kelapa
serat kasarmasih banyak
yang tinggi. terdapat
Lignin di urukankarena
sulit didegradasi TPA. strukturnya yang kompleks
Fraksi residu pada umumnya terdiri atas sampah B3, batu, pecahan
dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalamkeramik,
jaringandan cangka
kerang. Sementara fraksi tanah berasal dari tanah penutup akhir dan tanah
tanaman (Orth et al., 1993). Oleh karena itu, fraksi organik dalam bentuk sabut yang berasal d
apisan dasar.
kelapa masih banyak terdapat di urukan TPA.
Fraksi residu pada umumnya terdiri atas sampah B3, batu, pecahan keramik,
dan cangkang kerang. Sementara fraksi tanah berasal dari tanah penutup akhir dan
tanah yang berasal dari lapisan dasar.

158 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


raksi residu pada umumnya terdiri atas sampah B3, batu, pecahan keramik, dan cangk
ng. Sementara fraksi tanah berasal dari tanah penutup akhir dan tanah yang berasal
san dasar.

GambarGambar
2. Komposisi Sampah
2. Komposisi dariZona
Sampah dari Zona 1, TPA
1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu

ampah fraksi Sampah


plastikfraksi
dibagi menjadi
plastik tujuh jenis
dibagi menjadi tujuh plastik sesuai
jenis plastik dengan
sesuai dengan sampah
sampah plastik y
plastik yang banyak ditemukan di zona 1, TPA Sumurbatu, yaitu
yak ditemukan di zona 1, TPA Sumurbatu, yaitu plastik PE, kresek, plastik plastik PE, kresek,
PP, plastik HD
plastik PP, plastik HDPE, plastik PVC, plastik PS, dan plastik MF. Tiga jenis plastik
yang paling banyakPengelolaan Sampah Ramah
ditemukan adalah 38,17%,124
Lingkungan
tik PVC, plastik PS, dan plastik MF. Tiga plastik PP sebanyak
jenis plastik yang palingkresek sebanyak
banyak ditemukan ad
33,32%, dan plastik PE sebanyak 21,81% (Gambar 3). Hal ini wajar terjadi karena
tik PP sebanyak 38,17%, kresek sebanyak 33,32%, dan plastik PE sebanyak 21,81% (Gam
ketiga jenis plastik tersebut yang paling umum digunakan sebagai pembungkus
Hal ini wajar terjadi karena ketiga jenis plastik tersebut yang paling umum digunakan seb
makanan dan kemasan makanan instan. Plastik PVC yang teridentifikasi bukan
mbungkus makanan dan kemasan makanan instan. Plastik PVC yang teridentifikasi bu
berasal dari pipa PVC tetapi dari jenis pembungkus makanan yang bersifat kaku,
asal dari pipa PVC tetapi dari jenis pembungkus makanan yang bersifat kaku, biasa
biasanya digunakan sebagai pembungkus kue. Plastik HDPE dipasaran dikenal
unakan sebagai
sebagai pembungkus kue. yakni
plastik jenis emberan, Plastik
jenisHDPE dipasaran
plastik yang dikenal
tebal. Plastik PS darisebagai
urukan plastik j
beran, yakni jenis
zona plastik
1 banyak yang tebal.
ditemukan Plastikstyrofoam.
dalam bentuk PS dariSementara
urukan zonaplastik1MF
banyak ditemukan da
ditemukan
tuk styrofoam.
dalam bentuk pecahan piring melamin. Jenis plastik PET tidak ditemukan padamelamin. J
Sementara plastik MF ditemukan dalam bentuk pecahan piring
tik PET tidak
lokasiditemukan
sampling. Halpada lokasi sampling.
ini dikarenakan Hal ini
PET merupakan jenisdikarenakan PETlaku
plastik yang sangat merupakan j
tik yang sangat laku di pasaran sehingga jumlah plastik jenis ini
di pasaran sehingga jumlah plastik jenis ini dalam timbunan sangat sedikit. dalam timbunan sa
kit.

Gambar 3. Komposisi
Gambar 3. KomposisiSampah Plastik
Sampah Plastik daridari
ZonaZona
1, TPA 1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu

erdasarkan jenisnya, sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu dapat diklasifikasikan menjadi
Pengelolaan
mpok besar, yaitu kompos, sampah mudah Sampah
terbakar, Ramahyang
sampah Lingkungan 159 ulang, ta
dapat didaur
sampah residu. Masing‐masing jenis sampah memiliki manfaatnya sendiri. Berdasar
ifikasi tersebut dan hasil pengukuran dapat ditentukan kesetimbangan massa pot
Berdasarkan jenisnya, sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu dapat diklasifikasikan
menjadi lima kelompok besar, yaitu kompos, sampah mudah terbakar, sampah
yang dapat didaur ulang, tanah, dan sampah residu. Masing-masing jenis sampah
memiliki manfaatnya sendiri. Berdasarkan klasifikasi tersebut dan hasil pengukuran
dapat ditentukan kesetimbangan massa potensi pemanfaatan sampah dari zona 1,
TPA Sumurbatu.
Dilihat dari kesetimbangan masa pada Tabel 1, total potensi pemanfaatan
sampah dari zona 1, TPA Sumurbatu sebagai bahan baku RDF adalah sebesar
28,94%. Volume sampah pada lokasi sampling adalah 244.000 m3 atau 100.000 ton
(Dinas Kebersihan Kota Bekasi, 2013). Sehingga total potensi untuk bahan baku
RDF dari zona 1 adalah 289.386 ton material.

Tabel 1. Kesetimbangan Massa Waste to Product


Komposisi sampah Berat sampah
No. Pemanfaatan
Kelompok Jenis % Ton
1. Organik 32,43 32.433 Kompos
2. Sampah mudah Plastik 20,26 20.256  Bahan baku RDF
terbakar  Insinerasi
Nappies 3,63 3.631
Kain 1,62 1.620
Kayu 2,14 2.137
Karet 1,30 1.296
3. Sampah daur Kaca 0,41 411  Daur ulang
ulang  Dijual melalui Bandar
Logam 0,72 723
4. Tanah 13,02 13.018 Tanah penutup
5. Residu 24,48 24.477 Diuruk ulang
Total 100 100.000

Karaketristik Material Bahan Baku RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu


Kualitas RDF yang dihasilkan dari material yang berasal dari lahan uruk la­
ma sangat dipengaruhi oleh kualitas material tersebut. Parameter t­ erpenting
dari suatu bahan RDF adalah nilai kalor. Nilai kalor dapat diartikan sebagai jumlah
energi atau panas yang dilepaskan saat material terbakar sempurna. Semakin tinggi
nilai kalor, maka semakin besar energi atau panas yang dilepaskan. Hal ini berarti se-
makin tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas suatu RDF. Hasil pengujian nilai
kalor sampah dari zona 1.

160 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


purna. Semakin tinggi nilai kalor, maka semakin besar energi atau panas yang dil
makin tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas suatu RDF. Hasil pengujia
zona 1.

Gambar 4. Gambar
Nilai 4.Kalor Material
Nilai Kalor RDF
Material RDF daridari
Zona 1,Zona 1, TPA Sumurbatu
TPA Sumurbatu

Gambar 4 mengungkapkan bahwa nilai kalor sampah Pada TPA Sumurbatu


mengungkapkan bahwa
cukup tinggi, dengannilai kalor
rata-rata nilaisampah Pada 15,42
kalor mencapai TPA MJ/kg
Sumurbatu
dan nilai cukup
kalor tinggi,
or mencapai 15,42
tertinggi MJ/kg
dimiliki dan nilai
oleh plastik kalornilai
PS dengan tertinggi dimiliki
kalor 38,38 MJ/kg. oleh plastik PS denga
Selain nilai kalor, dilakukan juga analisis proksimat yang terdiri dari kadar air,
kadar volatile, kadar abu, dan fixed carbon (Gambar 5). Hasil pengujian dari nilai
ai kalor, dilakukan juga analisis
kadar air sampah dari zonaproksimat
1 menunjukan yang
nilai terdiri
rata-rata dari
kadarkadar
air dariair, kadar volatil
seluruh
bon (Gambar 5).mencapai
sampah Hasil pengujian
29,52% dengan darinilai
nilai kadar
kadar air sampah
air tertinggi dari
berasal dari zona 1 menunjuk
ranting/kayu
ir dari seluruh sampah mencapai 29,52% dengan nilai kadarsampah
(46,91%) dan terendah berasal dari jenis HDPE (8,53%). Kadar air dalam air tertinggi
dapat menyebabkan penurunan efisiensi pembakaran, ketidaksinambungan
u (46,91%) dan terendah berasal dari jenis HDPE (8,53%). Kadar air dalam sa
sistem dalam jangka waktu panjang, bahkan dapat menyebabkan kegagalan sistem
n penurunan efisiensi
pembakaran pembakaran,
(Johari et al., 2014). ketidaksinambungan
Hal ini dikarenakan semakin sistem dalam
tinggi kadar airjangka wa
at menyebabkan
maka energikegagalan sistem
panas atau kalor pembakaran
pembakaran (Johari
akan digunakan et al.,penguapan
oleh proses 2014). Hal ini
gi kadar air maka
kadar energi
air yang panasdiatau
terkandung dalamkalor pembakaran
RDF. Selain itu, kandungan akan digunakan
air yang oleh prose
tinggi dapat
mempengaruhi kualitas produk pembakaran, penambahan alat penyisih flue gas,
g terkandung di dalam RDF. Selain itu, kandungan air yang tinggi dapat mempenga
dan mempengaruhi tahap awal konversi sistem gasifikasi/pirolisis (WRAP, 2012).
bakaran, penambahan alat penyisih
Oleh karena itu, walaupun fluesampah
nilai kalor gas, dantelah mempengaruhi
memenuhi persyaratan tahap
RDF awal kon
rolisis (WRAP, 2012).
namun bila sampahOlehmemilikikarena
kadar airitu,
yangwalaupun nilai kalor
tinggi maka dibutuhkan suatusampah
pra- telah
pengolahan berupa pengeringan sebelum sampah
RDF namun bila sampah memiliki kadar air yang tinggi maka dibutuhkandifungsikan menjadi RFD dalam
suatu sistem pembakaran.
berupa pengeringan sebelum sampah difungsikan menjadi RFD dalam s

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 161


asi/pirolisis (WRAP, 2012). Oleh karena itu, walaupun nilai kalor sampah telah mem
ratan RDF namun bila sampah memiliki kadar air yang tinggi maka dibutuhkan suatu
ahan berupa pengeringan sebelum sampah difungsikan menjadi RFD dalam suatu
karan.

Gambar 5. Analisis Proksimat Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu


Gambar 5. Analisis Proksimat Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu

Kandungan volatile sampah sangat penting dalam manajemen persampahan,


Pengelolaan
terutama pada proses Sampah
pengolahannya. Ramah
Kadar Lingkungan
volatile 126
sangat mempengaruhi mudah
atau tidaknya suatu sampah dapat terbakar dalam insinerator. Semakin tinggi
kadar volatile maka semakin mudah sampah tersebut untuk terbakar (Zhou et al.,
2014). Sehingga kadar volatil dapat digunakan untuk memperkirakan seberapa
besar efektivitas reduksi sampah menggunakan teknologi insinerasi (Azkha, 2006).
Kandungan abu adalah fraksi anorganik dan mineral tidak terbakar yang tersisa
setelah pembakaran sempurna dari suatu material. Kadar abu yang tinggi pada
umumnya memiliki nilai kalor yang rendah. Sistem yang menggunakan RDF dengan
kadar abu tinggi akan membutuhkan sistem penyisihan debu yang baik untuk
mengurangi emisi partikulat ke udara. Proses sintering, pelunakan, dan pelelehan
abu sangat ditentukan oleh kadar abu sehingga temperatur sistem pembakaran
harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari masalah penanganan abu (WRAP,
2012).
Senyawa karbon padat yang tersisa pada dasar insinerator dalam bentuk arang
dikenal dengan karbon tetap atau fixed carbon. Semakin tinggi kadar fixed carbon,
maka waktu detensi pembakaran yang dibutuhkan semakin lama dan temperatur
bakar yang lebih tinggi agar pembakaran sempurna dapat tercapai. Berdasarkan
hasil pengukuran (Gambar 5) dapat diketahui bahwa secara umum plastik memiliki
nilai kadar fixed carbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi lainnya,
yaitu sebesar 19,16%. Hal ini menunjukan bahwa walaupun sampah jenis plastik
memiliki kadar volatil yang juga tinggi namun bila temperatur bakar atau waktu

162 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


ntukan oleh kadar abu sehingga temperatur sistem pembakaran harus diatur sedemikian rupa
ghindari masalah penanganan abu (WRAP, 2012).
enyawa karbon padat yang tersisa pada dasar insinerator dalam bentuk arang dikenal dengan k
p atau fixed carbon. Semakin tinggi kadar fixed carbon, maka waktu detensi pembakaran
tuhkan semakin
detensilama dan temperatur
pembakaran bakar
terlalu singkat makayang
akanlebih tinggi agar
menyebabkan pembakaran
kerak pada tungku sempurna
apai. Berdasarkan hasil menghindari
bakar. Untuk pengukuranhal (Gambar
tersebut5)maka
dapat diketahui
untuk bahwa
insinerator yangsecara umum plastik me
dioperasikan
kadar fixedsecara
carbonbatch
yangdiperlukan
lebih tinggi dibandingkan
peningkatan dengan
temperatur fraksi
bakar yanglainnya, yaitu dengan
dapat dicapai sebesar 19,16%. H
unjukan bahwa walaupun sampah
cara menambahkan udara jenis
ke dalamplastik memiliki
tungku kadar volatil
bakar (Diane yang
Publishing juga tinggi namu
Company,
peratur bakar atau waktu detensi pembakaran terlalu singkat maka akan menyebabkan kerak
1990).
ku bakar. Untuk menghindari
Parameter halperlu
lain yang tersebut maka untuk
diperhatikan adalahinsinerator yang dioperasikan
kandungan klorin dan sulfur secara
dalam material.
rlukan peningkatan Kadar bakar
temperatur klorin yang
yangtinggi
dapatdalam RDF
dicapai dapat menyebabkan
dengan cara menambahkankorosi, udara ke d
penggumpalan,
ku bakar (Diane Publishingdan 1990).pada boiler. Selain itu, klorin juga dapat
penyumbatan
Company,
arameter lainmeningkatkan
yang perlu emisi asam klorida
diperhatikan (HCl)kandungan
adalah dan menyebabkan
klorinterbentuknya Poliklorida
dan sulfur dalam material. Kadar
dibenzodioksin (PCDD) dan Poliklorinasi dibenzofuran (PCDF). PCDD
tinggi dalam RDF dapat menyebabkan korosi, penggumpalan, dan penyumbatan pada boiler. Sela dan PCDF
merupakan dua senyawa yang memiliki kemiripan struktur dan sifat kimia (Gambar
n juga dapat meningkatkan emisi asam klorida (HCl) dan menyebabkan terbentuknya Polik
6), dan keduanya dikenal umum sebagai dioksin. Klorin dalam bentuk HCl berperan
nzodioksin (PCDD) dan Poliklorinasi dibenzofuran (PCDF). PCDD dan PCDF merupakan dua sen
sebagai senyawa prekursor dalam pembentukan dioksin. Reaksi pembentukan
memiliki kemiripan struktur dan sifat kimia (Gambar 6), dan keduanya dikenal umum sebagai di
dioksin terbentuk pada suhu dibawah 8500C, dan paling efektif terjadi pada suhu
in dalam bentuk HCl berperan sebagai senyawa prekursor dalam pembentukan dioksin. R
7500C. Sampah yang mungkin mengandung klorin adalah sampah makanan (dari
bentukan dioksin
garam), terbentuk padayang
kantong kresek suhu dibawah 850
dihalogenasi,
0C, dan
pipa PVC, paling
kertas dan efektif terjadi
bubur kayu pada suhu 7
yang
pah yang mungkin mengandung
diputihkan, serta pelarutklorin
industriadalah sampah makanan
(Commonwealth (dari
of Australia, 1999;garam), kantong kresek
WHO, 2000;
logenasi, pipa PVC, kertas
WRAP, 2012). dan bubur kayu yang diputihkan, serta pelarut industri (Commonwea
ralia, 1999; WHO, 2000; WRAP, 2012).

Gambar 6. Struktur Umum PCDD (Kiri) dan PCDF (Kanan)


Gambar 6. Struktur Umum PCDD (Kiri) dan PCDF (Kanan)
(Sumber: WHO, 2000)
(Sumber: WHO, 2000)

erdasarkan hasil pengukuran (Gambar 7), diketahui bahwa pada umumnya plastik me
Berdasarkan
dungan klorin yang hasildibandingkan
lebih tinggi pengukuran (Gambar
dengan7), diketahui
jenis sampah bahwa pada
lainnya. umumnya
Bila plastik–plastik ter
plastik
dak dijadikan memiliki
RDF maka kandungan
diperlukan usahaklorin yang lebih tinggi
agar pembentukan dibandingkan
dioksin dengan
dapat ditekan, diantaranya a
jenis sampah lainnya. Bila plastik–plastik tersebut hendak dijadikan RDF
genceran’ plastik dengan sampah jenis lain yang rendah kandungan klorinnya. Usaha lainnya a maka
ait masalah diperlukan usaha
operasional dan agar pembentukan
perawatan dimanadioksin dapat ditekan,
(1) temperatur diantaranya
pembakaran adalah
harus dijaga agar d
‘pengenceran’ plastik dengan sampah jenis lain yang rendah kandungan klorinnya.
k terbentuk, yakni diatas 8500C atau dibawah 2500C dengan tekanan 3 atm sehingga klorin tidak
Usaha lainnya adalah terkait masalah operasional dan perawatan dimana (1)
ikatannya (prinsip hidrotermal); dan (2) sistem pengendalian pencemaran udara didesain denga
temperatur pembakaran harus dijaga agar dioksin tidak terbentuk, yakni diatas
ngga dapat mengurangi emisi dari0 sistem pembakaran.
850 C atau dibawah 250 C dengan tekanan 3 atm sehingga klorin tidak lepas dari
0

ikatannya (prinsip hidrotermal); dan (2) sistem pengendalian pencemaran udara


didesain dengan baik sehingga dapat mengurangi emisi dari sistem pembakaran.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 127


Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 163
Gambar 7. Konsentrasi Klorin Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
Gambar 7. Konsentrasi Klorin Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
Gambar 7. Konsentrasi Klorin Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
an sulfur merupakan
Kandungan sulfur salah satu salah
merupakan karakteristik penting
satu karakteristik pentingdari suatu RDF.
dari suatu
mungan
RDF sulfur
akan
RDF. dikonversi
Kandungan
merupakan menjadi
sulfur dalamsatu
salah gaskarakteristik
RDF SOdikonversi
akan x selamapentingprosesgas
menjadi pembakaran.
selama RDF.Sema
SO x suatu
dari Kan
sulfur proses
dalam pembakaran. Semakin tinggi kandungan sulfur dalam RDF, semakin
alam RDF akanRDF, semakin
dikonversi tinggigas
menjadi pulaSO xgas SO x proses
selama yang diemisikan
pembakaran.keSemakin lingku
tinggi pula gas SO x yang diemisikan ke lingkungan. Bila emisi SO x melampaui
melampaui
gan sulfurbaku baku
dalam mutu
RDF, yang tinggi
semakin berlaku pulamakagas SOperlu
mutu yang berlaku maka perlu ditambahkan x yang ditambahkan
diemisikan ke lingkunga
alat pengendalian
alat pen
nO xudara berupa
melampaui baku
pencemaran unit
udara desulfurisasi
mutu yang
berupa unitberlakuuntukmaka
desulfurisasi menyisihkan
untuk perlu SO
ditambahkan
menyisihkan SO x
x dari
dari alathasil
hasil pe
pengen
aran udara berupa
kungan (Gendebien unit
pembakaran menuju desulfurisasi
et al.,lingkungan
2003). Hasil untuk menyisihkan
pengujian
(Gendebien SO
laboratorium
et al., 2003). dari hasil pemb
terhadap ma
Hasil xpengujian
lingkungan (Gendebien
laboratorium et
terhadapal., 2003).
material Hasil
RDF pengujian
dari zona 1 TPA
TPA Sumurbatu menunjukkan jenis sampah plastik cenderung memiliki laboratorium
Sumurbatu terhadap
menunjukkan materk
na 1 TPA
lebih Sumurbatu
tinggi jika menunjukkan
jenis sampah plastik cenderungjenis
dibandingkan dengan sampah
memiliki plastik
kandungan
jenis sampah cenderung
sulfur memiliki8).
yang lebih tinggi
lainnya (Gambar kand
Je
jika dibandingkan dengan jenis sampah lainnya (Gambar 8).
ang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis sampah lainnya (Gambar 8). Jenis Jenis plastik
liki kandungan sulfur
yang memiliki tertinggi
kandungan sulfur adalah
tertinggi plastik PP, sementara jenis mat
emiliki kandungan sulfur tertinggi adalah adalah
plastik plastik
PP, PP, sementara jenis
sementara jenis materia
ndunganmaterial
sulfur yang
terendah
memilikiadalah
kandungankaret/kulit.
ki kandungan sulfur terendah adalah karet/kulit.
sulfur terendah adalah karet/kulit.

GambarGambar
8. Konsentrasi
8. KonsentrasiSulfur Material
Sulfur Material RDFZona
RDF dari dari Zona
1, TPA 1, TPA Sumurbatu
Sumurbatu
Gambar 8. Konsentrasi Sulfur Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
si Kualitas Material RDF
164 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
ualitas Material
uasi kualitas RDF
RDF dilakukan terhadap dua standar, yaitu standar RDF World Bank
aatan RDF
kualitas RDFsebagai bahan
dilakukan bakar insinerasi
terhadap danyaitu
dua standar, standar RDFRDF
standar Indocement
World B
aatan RDF sebagai bahan bakar dalam cement kiln. Kedua standar tersebut dapat
Evaluasi Kualitas Material RDF
Evaluasi kualitas RDF dilakukan terhadap dua standar, yaitu standar RDF
World Bank untuk pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar insinerasi dan standar
RDF Indocement untuk pemanfaatan RDF sebagai bahan bakar dalam cement kiln.
Kedua standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Standar Teknis Bahan Bakar Insinerator World Bank

Parameter Nilai

Nilai kalor minimum (MJ/kg) 7

Kadar air (% b/b) Maks. 50

Kadar volatil (% b/b) Min. 25

Kadar abu (% b/b) Maks. 40

Sumber: Wahyono et al., 2019

Tabel 3. Standar RDF Indocement

Parameter Normal Moderate Low

Nilai kalor minimum (MJ/kg) > 12,56 12,56 – 10,47 < 10,47

Kadar air (% b/b) < 20 < 20 > 20

Kadar abu (% b/b) - - -

Sulfur (% b/b) < 0,8 < 0,8 > 0,8

Klorin (% b/b) <1 <1 >1

Sumber :Bimantara, 2012

Data hasil pengujian karakteristik material RDF yang didapatkan dari zona
1, TPA Sumurbatu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari data hasil pengujian tersebut
kemudian dihitung indeks peringkatnya dengan pendekatan relative important
index (RII) untuk kemudian dilihat peringkatnya.
Untuk RDF sebagai bahan bakar insinerator, bila suatu parameter memenuhi
standar maka diberi nilai 1, sedangkan bila tidak memenuhi diberi nilai 0. Indeks
untuk RDF sebagai bahan bakar insinerator dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan
hasil perhitungan indeks, seluruh material RDF dari zona 1, TPA Sumurbatu telah
memenuhi standar RDF sebagai bahan baku insinerator. Namun khusus untuk nilai
kalor, terdapat persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh World Bank, yaitu nilai
kalor dari RDF sepanjang tahun dapat dipertahankan lebih tinggi dari 6 MJ/kg.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 165


Tabel 4. Karaketristik Material RDF dari Zona 1, TPA Sumurbatu
Proksimat (%)
Klorin Sulfur LHV (MJ/
Komposisi Kadar Kadar Kadar Fixed (%) (%) kg)
air (%) volatil (%) abu (%) carbon (%)
Ranting/kayu 46,91 39,52 6,76 6,81 0,24 0,03 8,23
Plastik PP 24,05 42,55 3,59 29,82 1,00 0,10 21,34
Plastik PE 23,27 51,15 2,97 22,61 0,90 0,08 14,89
Plastik HDPE 8,53 57,89 3,95 29,63 0,88 0,09 15,46
Plastik PVC 33,48 45,94 8,24 12,34 0,68 0,08 11,20
Plastik PS 29,34 57,59 2,16 10,91 0,15 0,04 27,30
Plastik Kresek 28,18 39,38 1,53 30,91 0,66 0,08 17,55
Karet/kulit 29,75 53,22 13,10 3,93 0,09 0,02 15,81
Kain 30,80 54,24 11,87 3,09 0,20 0,04 10,24
Nappies/diapers 40,84 33,87 21,98 3,31 0,16 0,03 12,18

Tabel 5. Klasifikasi Material RDF untuk Insinerator


Kadar Kadar volatile Kadar abu LHV (MJ/ Klasifikasi
No. Jenis sampah Indeks
air (%) (%) (%) kg) RDF
1 Ranting/kayu 46,91 39,52 10,66 8,23 1,00 Memenuhi
2 Plastik PP 24,05 42,55 6,76 21,34 1,00 Memenuhi
3 Plastik PE 23,27 51,15 3,59 14,89 1,00 Memenuhi
4 Plastik HDPE 8,53 57,89 2,97 15,46 1,00 Memenuhi
5 Plastik PVC 33,48 45,94 3,95 11,20 1,00 Memenuhi
6 Plastik PS 29,34 57,59 8,24 27,30 1,00 Memenuhi
7 Plastik Kresek 28,18 39,38 2,16 17,55 1,00 Memenuhi
8 Karet/kulit 29,75 53,22 1,53 15,81 1,00 Memenuhi
9 Kain 30,80 54,24 13,10 10,24 1,00 Memenuhi
10 Nappies/diapers 40,84 33,87 11,87 12,18 1,00 Memenuhi

Untuk RDF sebagai co-combustion dalam industri semen, penilaian parameter


diberikan sesuai dengan kelas RDF yang ditetapkan oleh Indocement, yaitu kelas
normal diberi nilai 1, kelas moderate diberi nilai 2, dan kelas low diberi nilai 3. Indeks
untuk RDF sebagai co-combustion dalam industri semen dapat dilihat pada Tabel 6.
Material RDF tergolong kedalam kelas normal bila memiliki indeks 0,8 – 1, kelas
moderate 0,6 – 0,8, dan kelas low dengan indeks lebih rendah dari 0,6. Berdasarkan
hasil perhitungan diketahui bahwa sebagian besar jenis plastik tergolong ke dalam

166 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


kelas normal. Jenis plastik PVC tergolong ke dalam kelas moderate karena memiliki
nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis plastik lainnya.

Tabel 6. Klasifikasi Material RDF untuk Industri Semen


Kadar Sulfur Klorin LHV (MJ/
No. Jenis sampah Indeks Kelas RDF
air (%) (%) (%) kg)
1 Ranting/kayu 46,91 0,03 0,24 8,23 0,70 Moderate
2 Plastik PP 24,05 0,10 1,00 21,34 0,80 Moderate
3 Plastik PE 23,27 0,08 0,90 14,89 0,90 Normal
4 Plastik HDPE 8,53 0,09 0,88 15,46 1,00 Normal
5 Plastik PVC 33,48 0,08 0,68 11,20 0,75 Moderate
6 Plastik PS 29,34 0,04 0,15 27,30 0,90 Normal
7 Plastik Kresek 28,18 0,08 0,66 17,55 0,90 Normal
8 Karet/kulit 29,75 0,02 0,09 15,81 0,90 Normal
9 Kain 30,80 0,04 0,20 10,24 0,75 Moderate
10 Nappies/diapers 40,84 0,03 0,16 12,18 0,75 Moderate

Tahapan Produksi RDF


Berdasarkan karakteristik material RDF, diketahui bahwa material RDF yang
berasal dari zona 1, TPA Sumurbatu tergolong baik. Namun material ini tidak dapat
langsung digunakan sebagai RDF. Pembakaran RDF diharapkan menghasilkan panas
yang stabil sehingga dapat meningkatkan efisiensi insinerator ataupun cement kiln.
Oleh karena itu, dibutuhkan komposisi RDF yang cenderung seragam sehingga
menghasilkan kinerja yang stabil. Untuk menghasilkan kualitas RDF yang baik dan
seragam diperlukan rangkaian proses pengolahan RDF meliputi pengeringan awal,
pemilahan, pencacahan, pengayakan, dan pemeletan (JIE, 2008).
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar
matahari langsung, pengeringan secara mekanis dengan penyemprotan udara
panas, ataupun gabungan dari keduanya. Keuntungan dari penjemuran manual
adalah tidak dibutuhkan energi tambahan namun pada saat musim hujan cara ini
tidak dapat dilakukan. Sementara pengeringan mekanis dapat dilakukan sepanjang
tahun namun memerlukan biaya tambahan untuk energi listrik yang dapat
menyebabkan unit RDF tidak mendapat keuntungan secara finansial (GAIA, 2013).
Langkah selanjutnya adalah proses pemilahan yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah pemilahan manual, pemilahan berdasarkan
ukuran partikel material atau screening, pemisahan dengan udara, dan pemisahan
secara magnetik. Pada umumnya, proses ini bertujuan untuk memisahkan material
yang mudah terbakar dan material yang tidak mudah terbakar. Pada proses ini juga

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 167


selanjutnya adalah proses pemilahan yang dapat dilakukan dengan berbag
a adalah pemilahan manual, pemilahan berdasarkan ukuran partikel materi
pemisahan dengan udara, dan pemisahan secara magnetik. Pada umumnya, pr
untuk memisahkan material yang mudah terbakar dan material yang tidak mudah te
diharapkan sampah
s ini juga diharapkan sampahB3 yang
B3 mungkin terdapat dalam
yang mungkin terdapatlahan dalam
uruk dapat disisihkan.
lahan uruk dapat dis
Setelah pemilahan, material RDF yang masih berukuran besar dicacah terlebih
milahan, material RDF yang masih berukuran besar dicacah terlebih dahulu. Mater
dahulu. Material yang telah dicacah kemudian diayak, material dengan ukuran yang
ah kemudianmasihdiayak, materialkedengan
besar dikembalikan ukuran
awal proses. yang
Setelah itu, RDF masih besarpeletisasi
melalui proses dikembalikan
elah itu, RDF melalui proses
atau pencetakan. peletisasi
Hasil akhir ataudapat
RDF siap pakai pencetakan.
dilihat padaHasil
Gambar akhir
9. RDF siap pak
a Gambar 9.

RDF Pellets RDF Brick RDF Fluff

Gambar 9.9.RDF
Gambar siap
RDF siap pakai
pakai
Sumber: GAIA,
Sumber: GAIA,2013
2013

bangan massa
Penutup dari hasil pengukuran komposisi menunjukkan terdapat 28,94
on material yang berpotensi
Kesetimbangan menjadi
massa dari bahan komposisi
hasil pengukuran baku RDF dari zona
menunjukkan 1 TPA Sum
terdapat
28,94% atau 289.386 ton material yang berpotensi menjadi bahan
an pengujian karakteristik material RDF dan hasil indeks pemeringkatan, di baku RDF dari
terial RDFzona 1 TPA Sumurbatu. Berdasarkan pengujian karakteristik material RDF dan hasil
yang berasal dari zona 1 TPA Sumurbatu memenuhi standar RDF
indeks pemeringkatan, diketahui bahwa material RDF yang berasal dari zona 1 TPA
ar insinerator. Sedangkan
Sumurbatu memenuhiRDF sebagai
standar bahan
RDF sebagai bakar
bahan bakartambahan industri semen, m
insinerator. Sedangkan
ona 1, TPARDFSumurbatu
sebagai bahantergolong kedalam
bakar tambahan industri kelas normalRDF
semen, material dan moderate.
dari zona 1, TPA Namun m
dak dapat langsung
Sumurbatu digunakan.
tergolong kedalam kelasUntuk dapat
normal dan langsung
moderate. digunakan,
Namun material RDF ini materi
an proses pengeringan, pencacahan, pengayakan, dan pencetakan atau peletisa
tidak dapat langsung digunakan. Untuk dapat langsung digunakan, material RDF
memerlukan proses pengeringan, pencacahan, pengayakan, dan pencetakan atau
peletisasi.
taka
006. Analisis Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah di Kota Padang. Jurnal Ke
Daftar Pustaka
kat I (I), halaman : 14‐18.
Azkha, N. 2006. Analisis Timbulan, Komposisi, dan Karakteristik Sampah di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat I (I), halaman : 14-18.
C.A. 2012. Analisa Potensi Refused Derived Fuel (RDF) dari Sampah Unit Pengolahan Samp
Bimantara, C.A. 2012. Analisa Potensi Refused Derived Fuel (RDF) dari Sampah Unit
epok (Studi Kasus UPS Grogol,
Pengolahan SampahUPS Permata
(UPS) di Kota Regency, UPS
Depok (Studi Cilangkap).
Kasus UPS Grogol, Skripsi. Universitas In
UPS Permata
Regency, UPS Cilangkap). Skripsi. Universitas Indonesia : Jakarta.

A., & Knapp, J. (2011). Recoverable Waste and Resources in Old Landfill. Inter
Pengelolaan
168Waste
nce on Solid 2011 ‐Sampah
MovingRamah Lingkungan
Towards Sustainable Resource Management 2‐6 M
4.
Bockreis, A., & Knapp, J. (2011). Recoverable Waste and Resources in Old Landfill.
International Conference on Solid Waste 2011 - Moving Towards Sustainable
Resource Management 2-6 May 2011, 682–684.
Commonwealth of Australia. 1999. Incineration and Dioxins Review of formation
processes. [online]. https://www.environment.gov.au/system/files/
resources/fec3b9ff-4a26-4b17-9bcb-1ba3c066ca8b/files/incineration-
review.pdf (diakses pada 3 Desember 2016).
Diane Publishing Company. 1990. Handbook for the Operation and Maintenance of
Hospital Medical Waste Incinerators. Darby : Diane Publishing Company.
GAIA. (2013). Understanding Refuse Derived Fuel (Issue October).
Gendebien, a., Leavens, A., Blackmore, K., Godley, A., Lewin, K., Whiting, K. J., Davis,
R., Giegrich, J., Fehrenback, H., Gromke, U., del Bufalo, N., & Hogg, D. (2003).
Refuse Derived Fuel, Current Practice and Perspectives (Issue July). European
Commision.
Jain, P., Townsend, T. P., & Johnson, P. (2013). Case Study of Landfill Reclamation at a
Florida Landfill Site. Waste Management, 33(1), 109–116.
JIE. (2008). Buku Panduan Biomassa Asia. Panduan untuk Produksi dan Pemanfaatan
Biomasa.
http://www.jie.or.jp/biomass/AsiaBiomassHandbook/Indonesian/All_I.pdf.
Johari, A., Mat, R., Alias, H., Hashim, H., Hassim, M.H., Zakaria, Z.Y., dan Rozainee, M.
2014. Combustion characteristic of refused derive fuel (RDF) in a Fluidized
bed combustor. Sains Malaysiana 43 (1)(2014) : 103 – 109.
Kementerian PUPR. (2015). Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019.
Krook, J., Svensson, N., & Eklund, M. (2012). Landfill mining: A critical review of
two decades of research. Waste Management, 32(3), 513–520. https://doi.
org/10.1016/j.wasman.2011.10.015.
Kurian, J., Esakku, S., Palanivelu, K., & Selvam, A. (2003). Studies on Landfill Mining
At Solid Waste Dumpsites in India. Ninth International Waste Management and
Landfill Symposium, 1994(October), 6–10.
Law, H. J., Goudreau, M., Fawole, A., & Trivedi, M. (2013). Maximizing Landfill Capacity
by Vertical Eexpansion – a Case Study for an Innovative Waste Management
Solution. ISWA World Congress, 7 – 11 October 2013.
Quicker, P. (2016). Landfill Mining: An Option to Trigger Resources? Content. 8th
CEWEP Waste to Energy Congress 2016, June.
Rotheut, M., & Quicker, P. (2017). Energetic Utilisation of Refuse Derived Fuels from
Landfill Mining. Waste Management, 62, 101–117. https://doi.org/10.1016/j.
wasman.2017.02.002.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 169


Setiyo Rini, T., & Suyadi. (2014). Studies on Landfill Mining at Randegan Landfill
Mojokerto, Indonesia. J. Basic. Appl. Sci. Res, 4(12), 90–96. www.textroad.com.
Stein, E. L. von, & Savage, G. M. (1993). Evaluation of the Collier County, Florida -
Landfill Mining Demonstration.
Wahyono, S. R. I., Sahwan, F. L., Suryanto, F., Febriyanto, I., Nugroho, R., & Hanif,
M. (2019). Studi Karakterisasi Sampah Landfill dan Potensi Pemanfaatannya
(Studi Kasus di TPA Sukawinatan dan Bantargebang). Jurnal Teknologi
Lingkungan, 20(2), 179–188.
WHO. 2000. Air Quality Guidelines – Second edition. Copenhagen. [online].
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0017/123065/
AQG2ndEd_5_11PCDDPCDF.pdf (diakses pada 3 Desember 2016).
WRAP (Waste and resources Action Programme). 2012. A Classification Scheme
to Define the Quality of Waste Derived Fuels. [online]. http://www.wrap.org.
uk/sites/files/wrap/WDF_Classification_6P%20pdf.pdf (diakses pada 2
Desember 2016).
Zhou, H., Meng, A.H., Long, Y.Q., Li, Q.H., Zhang, Y.G. 2014. An Overview of
Characteristics of Municipal Solid Waste Fuel in China : Physical, Chemical
Composition and Heating Value. Renewable and Sustainable Energy Reviews,
Vol. 36, pp. 107-122.

170 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Bab 12
PENERAPAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH REGIONAL

1)
Fitrijani Anggraini, 2)R. Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Email: 1) fitrijania@yahoo.com 2)rpamekas@gmail.com

Pendahuluan
Implementasi Undang-Undang No. 18 tahun 2008 (UU 18/2008) tentang
Pengelolaan Sampah yang mengatur penyediaan dan pengoperasian Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Indonesia memiliki kesulitan dalam
pencapaiannya. Penyediaan lahan untuk TPA sampah, anggaran investasi maupun
operasi, serta pemilihan institusi penanggung jawab adalah faktor- faktor yang
menjadi kendala implementasi tersebut. Lahan yang memenuhi syarat teknis,
semakin sulit diperoleh, sehingga TPAS regional menjadi pilihan yang tepat untuk
mengatasi masalah penyediaan lahan.
Oleh karena itu, pembentukan UU 18/2008 didasarkan pada pertimbangan
pertambahan penduduk yang semakin meningkat, pola konsumsi masyarakat juga
meningkat dengan cepat, kelangkaan metoda dan teknik pengelolaan sampah yang
ramah lingkungan, dan pengelolaan sampah menjadi masalah nasional maupun
global dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan global
2030 (Sustainable Development Goals, 2030) dan pertimbangan kepastian hukum
dalam pengelolaan sampah.
Kepastian hukum diperlukan untuk acuan pembagian peran antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat untuk acuan pembiayaan
investasi, operasi dan pemeliharaan dalam pengelolaan sampah secara terintegrasi.
Kepastian hukum ini diharapkan dapat mendukung kerjasama antar daerah dalam
mengelola TPAS regional.
Penduduk kota yang semakin padat berimplikasi pada penyediaan lahan
yang memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Lahan yang tersedia, misalnya
yang terletak dilokasi bantaran sungai, pada dasarnya masih berpeluang untuk
digunakan. Namun, potensi risiko harus diantisipasi dan dilakukan perencanaan
mitigasi terhadap potensi-potensi risiko yang dapat timbul (R Pamekas, 2013).
Solusi lainnya adalah dengan melakukan kerjasama antara kota yang tidak
memungkinkan menyediakan lahan dengan kabupaten atau kota penyangga
yang masih dapat menyediakan lahan untuk TPA. Persyaratan teknis yang
berlaku disesuaikan dengan persyaratan teknis tambahan yang memungkinkan

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 171


dilakukannya kerjasama pengelolaan sampah pada skala regional (Anggraini,
2015).
Dalam rangka memberi gambaran tentang praktik penerapan Tempat Pemro­
sesan Sampah Akhir (TPAS) Regional, makalah ini akan membahas pelajaran dan
pembelajaran (lesson learned) yang meliputi penyediaan lahan untuk pembangunan
fisik TPAS regional, perencanaan mitigasi risiko, organisasi pengelola TPAS regional,
kerjasama antar daerah, pembiayaan dan tipping fee.

TPA Regional di Indonesia


Tujuan dari TPA Regional adalah supaya setiap daerah tidak banyak memakai
tempat untuk lahan pemrosesan sampah. Selain itu, banyak pemerintah kota dan
daerah semakin sulit dalam menyediakan lahan yang memenuhi syarat teknis.
Pemerintah kota dan daerah, juga dalam menyediakan biaya perencanaan TPA
karena jumlah biaya yang diperlukan relatif tinggi. Adapun beberapa TPA Regional
sampah yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. TPA Regional di Indonesia


No TPA Regional (lokasi) Daerah layanan Lokasi Layanan

1 Blangbintang (Kabupaten Aceh Besar) Aceh Besar dan Kota Banda Aceh 2
2 Payakumbuh (Kelurahan Padang Payakumbuh, Bukittinggi dan Kabupaten 4
Karambia Kecamatan Payakumbuh Limapuluh Kota, Agam serta Tanah Datar
Selatan, Kota Payakumbuh, Sumatra
Barat)

3 Sarimukti (Cipatat. Kabupaten Bandung Bandung, Kabupaten Bandung Barat, 4


Barat) Cimahi dan Kabupaten Bandung
4 Pekalongan (Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten 3
Jawa Tengah) Pekalongan, dan Kabupaten Batang

5 Kartamantul (Piyungan, Kabupaten Yogyakarta, Sleman, Bantul 3


Bantul, Yogyakarta)
6 Mamminasata (Makasar, Sulawesi Kota Makassar, Sungguminasa, Kota 5
Selatan) *) Maros, Kab. Takalar, Kabupaten Gowa
7 Talumelito (Kab. Gorontalo, Sulawesi) Kab. Gorontalo Utara, Kab. Boalemo dan 3
Kab. Pohuwato
8 Sarbagita Suwung (Kel Pedungan, Kab Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan 3
Bali)
9 Bangklet (Desa Landih, Kec. Bangli) Bangli, Gianyar, Klungkung dan 4
Karangasem
10 Gapuk (Kab. Lombok Barat, NTB) Kota Mataram dan Kab. Lombok Barat. 2

11 Bima (Kec. Woha, Kab. Bima, NTB) Kota Mataram dan Lombok Barat 2

172 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 1. TPA Regional di Indonesia (lanjutan)
No TPA Regional (lokasi) Daerah layanan Lokasi Layanan

12 MebidangPro (Medan), Kab Serdang Medan, Binjai, Deliserdang dan Karo 4


Bedagai (Kab. Serdang Bedagai dan Kab. Langkat
akan dimasukkan)
13 Metro Lampung Kab. Lampung Selatan, Kab. Pesawaran, 4
Kota Bandar Lampung, dan Kota Metro.
14 Nambo (Gunung Putri, Kabupaten Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota 3
Bogor) Depok
15 Pekanbaru Kampar *) **) Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar 2

16 Legok Nangka (Kabupaten Bandung) Kota Bandung, Kabupaten Bandung, 6


Kota Cimahi, Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Garut, dan Kabupaten
Sumedang,
17 Ciayumajakuning (Cirebon) *) Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, 4
Kabupaten Majalengka dan Kabupaten
Kuningan
18 TPA Sindangrasa (Desa Banjaranyar, Banjarsari, Pamarican, 5
Sinadangrasa, Kecamatan Banjaranyar, Lakbok dan Purwadadi.
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat)
19 Bregasmalang (Desa Kedungbanteng Kabupaten Brebes, Kota Tegal, 4
Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal) Kabupaten Tegal, dan Kabupaten
Pemalang
20 Solo Raya (Kab. Karanganyar, Jawa Kota Surakarta, Kab. Sukoharjo, dan Kab. 3
Tengah) Karanganyar
21 Magelang (Jawas Tengah) *) Kota Magelang dan Kab. Magelang 2

22 Malang Raya Kota Malang, Kabu. Malang dan Kota 3


Batu
23 Banjarbakula (Banjarmasin, Kota Banjarmasin, Kabupaten 5
Kal Sel) Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, dan
Tanah Laut.
24 Tebing Liring, Desa Tebing Liring, Kec. Kab. Banjar, Kab. Kotabaru dan Kab. 3
Amuntai Utara, Kab.Tanjung Hulu Sungai Utara
25 Tangerang Raya Kota Tangerang Selatan dan Kota 2
Tangerang.
26 Ampang Kualo (Kota Solok) Kab. Solok bagian Utara, tetapi terlalu 2
jauh untuk melayani wilayah Kab. Solok
bagian Selatan
27 Pekanbaru – Siak *) Kota Pekanbaru dan Kab. Siak 2

28 Banyuasin (Sumatra Selatan) *) Kota Palembang dan Kab. Banyuasin 2

29 Bebekapur (Jawa Barat) *) Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota 4


Karawang, Kabupaten Karawang
30 Pasigala (Sulawesi Tengah) *) Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten 3
Donggala

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 173


Tabel 1. TPA Regional di Indonesia (lanjutan)
No TPA Regional (lokasi) Daerah layanan Lokasi Layanan

31 Maluku Utara*) Kota Sofifi dan Kabupaten Halmahera 2


Utara
32 Mamitarang (Desa Wori, Kecamatan Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa, 4
Wori, Minahasa UtaraSulawesi Utara) Kota Manado dan Kota Bitung
Sumber: hasil analisa, 2019
*) Penyiapan readiness criteria; **) Pemilik lahan saling gugat, Januari 2020

Dari tabel tersebut, jumlah TPAS regional minimal melayani 2 (dua) daerah
layanan, dan maksimal 6 (enam) daerah layanan. Persentase TPAS regional yang
melayani 2 lokasi adalah sebesar 31%, dan yang melayani 3 (tiga) dan 4 (empat)
lokasi masing masing sebesar 28%, Sementara itu TPAS yang melayani 5 (lima)
lokasi sebesar 9% dan yang hanya melayani 1 (satu) lokasi adalah sebesar 3% dari
TPAS regional yang ada. Banyaknya layanan lokasi tersebut mencerminkan tingkat
kesulitan dalam menyediakan lahan TPAS pada setiap kota atau kabupaten. Semakin
banyak lokasi layanan, maka semakin sulit dalam menyediakan lahan TPAS.

Pembangunan TPAS Regional


1. TPAS Regional Mamitarang
PUPR terus berupaya meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah di
daerah antara lain dengan membantu pembangunan TPA sampah skala regional.
Pembangunan TPA sampah regional sangat efisien dalam mengolah sampah
kawasan. Namun program ini tidak akan berjalan tanpa dukungan dari pemerintah
kabupaten atau kota, terutama dalam penyediaan lahan. Dukungan yang dimaksud,
salah satu contohnya, adalah pembangunan TPA Regional Mamitarang yang
dibangun Kementerian PUPR di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara. Saat ini, pembangunan TPA Regional Mamitarang diawali oleh Dinas PUPR
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dengan membangun jalan akses menuju TPA
dengan biaya APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya dukungan
dilakukan Kementerian PUPR mencakup pembangunan lahan uruk (landfill),
instalasi pengolahan lindi seluas 8,7 Ha, dan kolam instalasi pengolahan air
lindi yang terdiri dari unit screen, equalisasi, anaerobik, fakultatif, maturasi, dan
wetland. TPA Regional Mamitarang yang dibangun ini adalah salah satu bentuk
dukungan Kementerian PUPR untuk mendukung pengembangan Kawasan
Pariwisata Manado-Bitung-Likupang sebagai salah satu destinasi wisata prioritas
yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.

2. TPAS Regional Banjarbakula


PUPR juga membangun TPA Sampah Regional Banjarbakula dengan kapsitas
790 ton per hari di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

174 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


TPAS ini telah diresmikan pada Jumat, 7 Februari 2020 oleh Presiden Joko
Widodo. Pembangunan TPA Regional Banjarbakula juga didukung pemerintah
kabupaten/kota. Pembangunannya dilakukan sejak 12 Mei 2017 dan telah rampung
pengerjaan pada 30 November 2018 dengan anggaran sebesar Rp149 miliar dalam
bentuk kontrak tahun jamak (multiyears contract) yaitu 2017-2018. TPA regional
tersebut mampu melayani kapasitas maksimal 790 ton per hari yang dihasilkan oleh
sekitar 2,6 juta jiwa di lima kabupaten/kota di Kawasan Metropolitan Banjarbakula.
Kawasan ini mencakup Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Tanah Laut, dan Kabupaten Barito Kuala. Pengelolaan sampah adalah
hal yang tidak mudah apalagi dalam lingkup wilayah yang besar seperti provinsi.
Permasalahan sampah harus dikelola secara serius karena jumlahnya akan terus
berjalan seiring pertambahan penduduk. Oleh karena itu, TPA sampah juga perlu
didukung fasilitas dan teknologi pengelolaan yang modern serta sistem manajemen
yang baik. TPA Sampah Regional Banjarbakula yang telah dilengkapi teknologi
pengolahan air lindi berkapasitas 1,5 liter/detik dan menggunakan sistem sanitary
landfill sehingga kawasan di sekitar tidak tercemar dan bau dari timbunan sampah.
Adapun cara kerja sistem sanitary landfill ini sampah yang masuk adalah sampah
sisa atau 30% dari sampah awal yang telah dipilah. Sampah kemudian dilapis tanah.
Berbeda dengan sistem open dumping, sampah hanya dibuang begitu saja tidak
diproses lebih lanjut. Meskipun TPA sudah bagus, masyarakat harus tetap dilatih
untuk bisa secara mandiri belajar mengolah dan meminimalkan sampah rumah
tangga lewat konsep reuse, reduce dan recycle (3R). Untuk meningkatkan kapasitas
pengelolaan sampah, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya
juga memberikan hibah alat berat kepada pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
berupa 1 (satu) unit excavator dan 1 (satu) unit loader. Pembangunan TPA sampah
Regional Banjarbakula merupakan dukungan Kementerian PUPR melalui Ditjen
Cipta Karya kepada pemerintah daerah.

Perencanaan Mitigasi Risiko


Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan, pada dasarnya harus sesuai dengan
ketentuan yang ada di SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat
pengelolaan akhir sampah. Namun, untuk memperoleh lokasi lahan TPAS yang
ideal, sulit dilakukan, sedangkan sampah yang diproduksi harus segera dibawa
ke lokasi pemrosesan akhir. Oleh karena itu, ketika tidak diperoleh lahan yang
memenuhi kriteria teknis, maka harus dibuat perencanaan mitigasi risiko akibat
tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Unsur-unsur yang tidak sesuai
membawa konsekuensi timbulnya risiko, misalnya pencemaran air, gangguan bau,
pencemaran udara, konflik sosial dan sebagainya.
Dari pembahasan R. Pamekas, 2013, ditarik kesimpulan bahwa SNI 03-3241-
1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi TPA dapat dikembangkan lagi lebih luas,

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 175


untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab dampak lingkungan. Hasil
evaluasi kelayakan TPAS Regional Leuwigajah dan TPA Sukamiskin menyimpulkan
bahwa tingkat risiko lingkungan TPA Leuwigajah lebih tinggi dibandingkan TPA
Sukamiskin. Risiko lingkungan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
pengoperasian TPA Leuwigajah, diantaranya adalah potensi pencemaran melalui
air permukaan, gangguan bau dan lalat kepada penduduk sekitar, serta kebisingan
dan debu bagi pengguna jalan yang dilalui kendaraan pengangkut sampah.
Risiko lingkungan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengoperasian
TPA Sukamiskin adalah potensi pencemaran melalui air permukaan, gangguan
bau, serta gangguan debu bagi penggunaan jalan akses. Sebagai tambahan, SNI 03-
3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi TPA perlu dilengkapi dengan juklak
atau manual, yang berisi contoh perhitungan dan tata cara interprestasinya.
Perencanaan mitigasi risiko lingkungan disusun pada saat perencanaan TPAS
regional, dan wujudnya dapat berupa perubahan desain, metode konstruksi, dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan manual operasi dan pemeliharaan.
Karena semakin sulit dan mahalnya pemilihan lokasi TPAS, dan munculnya
penolakan masyarakat terhadap keberadaan TPAS juga menjadi persoalan serius.
Salah satu solusinya adalah dengan menerapkan konsep TPAS regional. Guna
mendukung kebijakan tersebut, diperlukan standar nasional tata cara pemilihan
TPAS regional. Standar tersebut dikembangkan dari SNI 03-3241-1994. Kajian
ini ditujukan untuk mengembangkan SNI 03-3294-1994 sebagai bahan acuan
pemilihan TPAS Regional. Kajian dilakukan dengan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) terhadap parameter penyisih maupun aspek keberlanjutan
pada SNI 03-3241-1994 dan pada 10 (sepuluh) TPAS regional. Kebutuhan kebijakan
pengembangan standardisasi dikaji dengan membandingkan indeks keberlanjutan
SNI yang ada dengan TPAS regional. Hasil kajian Anggraini (2015) menyimpulkan
bahwa apabila SNI 03-3241-1994 digunakan acuan pengembangan TPAS regional,
maka nilai keberlanjutan SNI rata-rata perlu ditingkatkan menjadi 419,1 skala
indeks. Nilai skala indeks untuk masing-masing aspek adalah 125,5 untuk aspek
teknis finansial, 255,9 aspek lingkungan, 517 aspek ekonomi, 386,7 aspek sosial
dan 810,8 aspek kelembagaan.
SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi TPAS sampah dapat
dikembangluaskan untuk pedoman tata cara pemilihan lokasi TPAS sampah
regional dengan beberapa kriteria penetapan yang dikembangkan. Untuk tujuan
tersebut, kemampuan daerah perlu dimasukkan ke dalam variabel penyisih.
Selain itu, diperlukan penyesuaian urutan prioritas variabel penyisih dengan cara
menurunkan indeks keberlanjutan variabel teknis dan ekonomis, tetapi menaikkan
tingkat keberlanjutan variabel sosio demografis dan pengadaan lahan. Aplikasi
pengembangan SNI untuk tujuan evaluasi TPAS regional yang ada membuktikan
bahwa peningkatan input sumber daya TPAS regional cenderung menurunkan
efisiensi. Namun, peningkatan input cenderung meningkatkan kualitas output

176 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


TPAS regional sehingga meningkatkan kemampuan mencegah timbulnya dampak-
dampak lingkungan akibat operasionalisasi TPAS regional.

Organisasi Pengelola TPAS Regional


Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 (Permen
PU 21/2006) tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
(UU 18/2008) tentang Pengelolaan Sampah dan Permen Pekerjaan Umum Nomor
03 Tahun 2013 (Permen 03/2013) tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga ditetapkan satu sasaran yang akan dicapai yaitu peningkatan
kualitas pengelolaan TPA, baik sanitary landfill maupun controlled landfill. Salah satu
strategi yang ditempuh adalah peningkatan kualitas pengelolaan TPA regional. Hal
ini didasari kenyataan bahwa kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah
dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Melalui kerjasama
pengelolaan TPA antar kota/kabupaten akan sangat membantu penyelesaian
masalah dengan mempertimbangkan solusi yang sangat menguntungkan.
Kelangkaan lahan untuk dijadikan TPA, memicu berkembangnya pemanfaatan
dan pengadaan TPA bersama (TPA Regional) oleh beberapa kota/kabupaten yang
letaknya berdekatan. Namun dalam pelaksanaannya TPA regional sering kurang
efektif antara lain akibat struktur kelembagaan yang besar tapi miskin fungsi,
koordinasi yang kurang antar dan inter lembaga pemerintah daerah, masih adanya
tumpang tindih tugas dan fungsi kelembagaan antara kabupaten yang satu dengan
kabupaten yang lain bila terjadi permasalahan. Berdasarkan hasil analisa strengths,
weaknesses, opportunities, threats (SWOT), Anggraini (2011) menyebutkan bahwa
lembaga pengelola yang terbaik adalah Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD)
provinsi. Keberadaan UPTD sangat menguntungkan karena UPTD tetap dalam
kendali dinas terkait dan mudah untuk mengontrol pelaksanaannya di lapangan.
Kabupaten/kota yang ikut serta dalam TPA regional dapat mengirim sampah ke
lokasi TPA dengan hanya dibebankan tipping fee. Pengangkutan sampah dari
sumber sampah ke TPA atau dari sumber sampah ke depo (stasiun pemindahan)
tetap menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan kabupaten/kota masing-masing.
Bentuk lembaga pengelola sampah yang tidak sesuai dengan peraturan per
Undang-Undangan, akan mengalami kesulitan dalam pengalokasian anggaran dan
pertanggungjawabannya.
Salah satu alternatif pengelolaan TPA Regional adalah UPTD dengan pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Unit TPA Regional
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD sebagaimana yang diatur
di dalam Permendagri 79 Tahun 2018 Tentang Badan Layanan Umum Daerah
(Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 (Permendagri

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 177


61/2007) tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah). Penerapan PPK-BLUD pada Unit Kerja TPA Regional, terlebih dulu harus
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fernando (2011) menyatakan
bahwa Lembaga pengelola TPA regional dapat berbentuk BLU dengan dukungan
lembaga lainnya yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2018 tentang Kerjasama Daerah.
Pada contoh kasus UPTD TPA Piyungan terdapat struktur organisasi yang terdiri
dari Kepala Unit dibantu Kasubag TU, Kasubag Perencanaan, Kasubag Operasional
dan Pemeliharaan. Para Kasubag merupakan orang yang ditunjuk dari Kota
Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Bentuk wadah lembaga/
organisasi sektor persampahan dapat dilihat pada Gambar 1.

GambarGambar
1. Bentuk Wadah Lembaga / Organisasi Sektor Persampahan
1. Bentuk Wadah Lembaga / Organisasi Sektor Persampahan
Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2011
Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2011

Melalui penelitian yang dilakukan oleh Qodriyatun (2015), juga disimpulkan bahwa institu
engelola sampah di daerah
Melalui perluyang
penelitian memisahkan antara
dilakukan oleh regulator(2015),
Qodriyatun dan operator sehingga pengelola
juga disimpulkan
mpah di daerah
bahwa dapat berjalan
institusi pengelolaefisien
sampah dan efektif.
di daerah Regulator
perlu dijalankan
memisahkan oleh Dinas
antara regulator dan dan operat
jalankan oleh BLUD. Lembaga atau instansi pengelola sampah dengan contoh kasus
operator sehingga pengelolaan sampah di daerah dapat berjalan efisien dan efektif. di Kota Mala
an Kabupaten Gianyardijalankan
Regulator masih menyatukan peran
oleh Dinas dan regulator
operator dan operator
dijalankan dalam
oleh BLUD. pengelolaan
Lembaga atau sampah.
ota Malang, pemerintah daerahnya berupaya melakukan pemisahan antara regulator dan operat
alam pengelolaan sampah. Namun pemisahannya tidak dilakukan pada semua aspek teknis dala
engelolaan sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang selaku Satuan Ker
Pengelolaan
178 (SKPD)
erangkat Daerah yangSampah
diberikanRamah
tugasLingkungan
untuk mengelola persampahan di Kota Malang, mas
emasukkan kegiatan pengangkutan dan retribusi dalam lingkup tugasnya. Sementara pengelola
empat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan TPA sudah dilakukan oleh 2 (dua) UPT ya
instansi pengelola sampah dengan contoh kasus di Kota Malang dan Kabupaten
Gianyar masih menyatukan peran regulator dan operator dalam pengelolaan
sampah. Di Kota Malang, pemerintah daerahnya berupaya melakukan pemisahan
antara regulator dan operator dalam pengelolaan sampah. Namun pemisahannya
tidak dilakukan pada semua aspek teknis dalam pengelolaan sampah. Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang selaku Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang diberikan tugas untuk mengelola persampahan di Kota Malang,
masih memasukkan kegiatan pengangkutan dan retribusi dalam lingkup tugasnya.
Sementara pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan TPA
sudah dilakukan oleh 2 (dua) UPT yang dibentuk oleh DKP. Akibatnya pelayanan
persampahan oleh Pemerintah Daerah Kota Malang tidak dapat berjalan secara
optimal. Ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu pengangkutan dan retribusi
sampah masih dilakukan oleh DKP dan pengelola TPA masih dalam bentuk UPTD.
Hal ini mengakibatkan anggaran yang harus disediakan Pemerintah Kota (Pemkot)
Malang cukup besar, karena penarikan retribusi tidak optimal dan investasi di TPA
tidak dapat dilakukan.
Sementara di Kabupaten Gianyar, lembaga pengelolaan sampahnya masih
menggabungkan antara regulator dan operator. Pengelolaan sampah ditangani
oleh DKP Kabupaten Gianyar, yang berperan tidak hanya sebagai regulator tetapi
juga operator. Akibatnya organisasi menjadi gemuk, membutuhkan anggaran
daerah cukup besar, sulit dilakukan pengawasan dan perlu tenaga kerja yang
banyak. Pengelolaan TPA dilakukan oleh Pengelolaan Fasilitas Pengelolaan Sampah
Terpadu (FPST) yang berbentuk yayasan, yang menyulitkan bagi pengelola TPA
untuk mengoperasionalisasikan kegiatan pengelolaan TPA. Karena yayasan lebih
berorientasi untuk kegiatan sosial, sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) secara pengelolaan keuangan daerah tidak dibolehkan memberikan
bantuan dana kepada yayasan.
Hasil penelitian Husni (2015) menunjukkan bahwa Kelembagaan dari stasiun
pemilahan direncanakan dengan bentuk UPTD yang berada di bawah Dinas
Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh. Kelembagaan TPA Gampong Jawa
menjadi UPTD Stasiun Pemilahan di bawah Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan
dan Keindahan (DK3).
Sejalan dengan perspektif di dalam peta strategi Ditjen Cipta Karya, Kementerian
PUPR (2015), dalam kinerja kelembagaan; perlunya pendampingan pemerintah
daerah melalui bimbingan teknis untuk (1) Membentuk lembaga pengelola dengan
tugas dan fungsi pengelolaan persampahan yang memiliki wewenang yang kuat,
(2) Menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memenuhi kualitas dan
kuantitas, (3) Menyusun tata laksana kerja/Standar Operasional Prosedur (SOP),
(4) Memastikan SDM yang handal sesuai dengan kompetensi dalam menduduki
jabatan struktural dan fungsional, (5) Mendorong dan memfasilitasi daerah untuk
membentuk UPTD atau BLUD dalam pengelolaan sampah.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 179


Kerjasama Antar Daerah
Perkembangan perkotaan semakin berkembang pesat menimbulkan masalah
persampahan. Permasalahan persampahan diasumsikan dapat teratasi apabila
dilakukan kerja sama antardaerah. Bentuk dan program kerja sama antardaerah
tersebut tercermin dalam kerjasama antardaerah dalam sektor persampahan
di Sekretariat Bersama Kartamantul, DI Yogyakarta. Kerja sama antar daerah ini
dibentuk untuk membangun daerah berdasarkan administrasi pembangunan
khususnya pembangunan berkelanjutan. Kajian Prameswari dkk (2013) bertujuan
mengetahui kerja sama antar daerah dalam sektor persampahan berbasis
pembangunan bekelanjutan di Sekretariat Bersama Kartamantul, DI Yogyakarta.
Dalam membangun kerjasama antar daerah ini terdapat bentuk dan program
kerja sama antar daerah dalam sektor persampahan. Kerja sama antar daerah
bertujuan saling memenuhi kebutuhan daerah lainnya dalam pembangunan
daerah. Kerja sama antar daerah dalam sektor persampahan akan membawa hasil
kerja sama saling menguntungkan dan hasil pembangunan daerah yang didasarkan
pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Hubungan antar pemerintahan
membutuhkan manajemen antar pemerintahan untuk mencapai tujuan kerja sama
antar daerah. Jenis kerjasama antardaerah yang dikembangkan di Sekretariat
Bersama Kartamantul, DI Yogyakarta ini telah menjadi panutan bentuk kerja sama
antardaerah oleh daerah lain.
Kerja sama antardaerah dalam sektor persampahan untuk memudahkan
pemenuhan kebutuhan perkembangan pembangunan setiap daerah tanpa
membebankan segala sesuatunya kepada satu pihak saja. Program kerjasama
antardaerah tidak hanya memberi perhatian lebih pada pengelolaan sampah
dalam meningkatkan kualitas lingkungan, namun juga dapat memenuhi
kesejahteraan sosial dan peningkatan ekonomi masyarakat yang sesuai dengan
indikator pembangunan berkelanjutan. Kerja sama antar daerah mengunakan
pendekatan politik antar organisasi atau politik jaringan ini bertujuan untuk
memudahkan pemenuhan kebutuhan perkembangan pembangunan setiap daerah
tanpa membebankan segala sesuatunya kepada satu pihak saja. Hubungan antar
pemerintahan tersebut didukung dengan manajemen antar pemerintahan yang
merupakan cara untuk mencapai tujuan kerja sama antar daerah.
Bentuk kerja sama antar daerah dalam sektor persampahan berbasis
pembangunan berkelanjutan di Sekretariat Bersama Kartamantul, DI Yogyakarta
diharapkan terus meningkatkan kinerja antar daerah dengan cara dilakukan
peningkatan pertemuan rutin seperti rapat koordinasi, mediasi, dan fasilitasi antar
tiga daerah dalam bidang tanggung jawab, lebih terbuka dan rutin memberikan
laporan keuangan dalam bidang pengelolaan keuangan, membagi secara adil
dengan melihat kapasitas kinerja staf yang ada sesuai dengan tersedianya sumber
daya manusia sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dalam bidang pembagian
staf dan peningkatan rapat evaluasi setiap program kegiatan yang telah berjalan dan

180 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


memberikan laporan pertanggung jawaban rutin agar pengawasan tetap berjalan
baik dan jika terjadi permasalahan dapat segera teratasi. Program kerja sama
antar daerah dalam sektor persampahan berbasis pembangunan berkelanjutan di
Sekretariat Bersama Kartamantul, DI Yogyakarta, pemerintah daerah diharapkan
dapat lebih mengembangkan sosialisasi dalam pengenalan program kerja sama
untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Adapun isu strategis yang dihadapi dalam mewujudkan TPA Piyungan ini adalah
bagaimana memperbaiki peran dan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan
kerja sama antar daerah dan memilih model kerja sama yang sesuai, dimana aspirasi
masyarakat juga dilibatkan. Untuk pembiayaannya sendiri, tidak hanya menunggu
dari anggaran masing-masing daerah, melainkan juga dapat dilakukan dengan
sumber pembiayaan yang lain, diantaranya prinsip kemitraan pemerintah dengan
badan usaha (menurut Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur), salah satunya
yaitu apabila pemerintah kurang berpengalaman dalam mengelola persampahan,
maka sektor swasta dapat mengadopsi pengalaman lembaga atau internasional
dalam pengelolaan sampah, memperkenalkan teknologi yang efektif, misalnya
Sekber Kartamantul dengan Shimizu Corporation Jepang dan Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi untuk pemanfaatan gas metana di TPA Piyungan.
MCR adalah kesatuan perkotaan yang terbentuk karena aglomerasi aktivitas so-
sial masyarakat, lahan terbangun, dan penduduk, yang perlu didukung infrastruk-
tur wilayah. Infrastruktur wilayah meliputi transportasi, air bersih, energi listrik
dan penanganan sampah. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di metropol-
itan setiap tahunnya, diperlukan TPA yang dapat melayani skala regional untuk
dapat menampung sampah di MCR. Penelitian ini untuk mengidentifikasi bentuk
kerjasama antar daerah yang diperlukan dalam pembangunan dan pengelolaan
TPA Regional. Dengan menggunakan analisis kualitatif dan Multi Criteria Analy-
sis didapatkan bentuk kerja sama yang sesuai dengan kondisi MCR, namun tetap
mengikuti aturan kerjasama yang berlaku di Indonesia. Infrastruktur persampahan
tidak hanya pada tingkat individu, namun juga diperlukan penanganan secara ter-
pusat, salah satunya adalah TPA. Kondisi MCR yang pada periode 5 tahunan akan
terus berkembang perlu ditunjang dengan infrastruktur wilayah dengan memper-
luas skala pelayanannya. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi
pula timbulan sampah yang dihasilkan. Keberadaan ketiga TPA di MCR sudah tidak
mencukupi, sehingga dibutuhkan TPA Regional. Hal ini juga sejalan dengan arahan
dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa
Barat, untuk diadakannya pembangunan TPA Regional MCR. Berdasarkan analisis
yang dilakukan Wening Prawesti Jaksi (2016), terdapat 3 (tiga) alternatif model
kerjasama yang dapat diterapkan dalam pengelolaan TPA Regional di MCR. Ketiga
model kerja sama tersebut dipilih karena kesesuaiannya dengan peraturan yang

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 181


berlaku dan kesesuaiannya dengan karakteristik MCR. Dari ketiga model tersebut,
dilakukan Multi Criteria Analysis untuk menentukan model yang tepat yang akan
digunakan dalam kerjasama antar daerah. Analisis multi kriteria dilakukan dengan
memberikan penilaian berdasarkan faktor-faktor biaya transaksi, seperti biaya in-
formasi, negosiasi, komitmen dan aktor. Jika semakin rendah biaya transaksi, atau
semakin penilaian terhadap model mendekati 1, maka model tersebut merupakan
model yang dipilih untuk diterapkan dalam kerja sama pengelolaan TPA Regional.
Mekanisme bentuk kerja sama pengelolaan TPA Regional yang sesuai di MCR ada-
lah joint agreement. Dengan adanya political will arahan kuat Peraturan Daerah No
12 Tahun 2014 dan tanpa ada perubahan struktural memungkinkan adanya joint
agreement di MCR. Selain itu, adanya pengikat kabupaten-kabupaten yang terkait
serta menggunakan pengaruh aktor pemerintah provinsi untuk mengarahkan dan
mengambil kebijakan melalui musyawarah dapat dilakukan. Akan tetapi, kelemah­
annya adalah belum adanya tanda tangan atau kesepakatan yang akan dituangkan
secara dokumen dan isi dari perjanjian perlu sangat rinci dan jelas pembagian ke-
wenangannya, serta pengaturan operasional TPA Regional perlu sudah dibahas dan
disusun bersama sebelum kerja sama dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis Irawanto (2019) disimpulkan bahwa kerja sama
antar daerah menekankan tentang pentingnya interaksi antar aparatur pemerintah,
interaksi tersebut dapat membangun kepercayaan dalam memenuhi kepentingan
daerah. Dengan rasa saling percaya akan muncul kesamaan persepsi. Kesamaan
persepsi tersebut dapat meningkatkan preferensi terhadap kebijakan yang diambil
dalam pembangunan dan pengelolaan TPA regional dan dalam membangun
model kerja sama antar daerah diperlukan renegosiasi kewenangan antar daerah
melakukan pembangunan TPA regional sehingga isu strategis dalam pembangunan
dan pengelolaan sampah dapat direalisasikan.

Pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan serta Tipping Fee


Pembiayaan untuk pengelolaan persampahan di TPA Regional dihitung
berdasarkan jumlah volume sampah yang diperhitungkan tiap bulan. Sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Diharto (2008), biaya konstruksi
dilakukan secara sharing antara kedua pemerintahan.

1. Pembiayaan TPAS
TPAS Kota Magelang, menyediakan fisik sarana dan prasarana TPA, sedangkan
Kabupaten Magelang menyediakan lahan TPA. Sistem pembiayaan operasional TPA
dilakukan bersama-sama antara kedua pemerintahan dengan sistem restribusi
(maksudnya bila volume sampah Kota Magelang terangkut ke TPA lebih banyak
daripada Kabupaten Magelang, maka restribusi pengolahan sampah tentunya lebih
besar).

182 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Menurut Husni (2015) pembiayaan berasal dari retribusi pelayanan dan
anggaran pemerintah kota dan retribusi masyarakat. Rekomendasi terhadap
manajemen TPA Gampong Jawa yaitu pemerintah kota menerbitkan Qanun
peralihan fungsi TPA menjadi stasiun pemilahan. Fernando (2011) menyebutkan
bahwa pembiayaan TPA regional daerah Kota Jakarta Barat, Kabupaten dan Kota
Tangerang, serta Kabupaten Serang membutuhkan dana sekitar Rp207 milyar.
Dana tersebut dapat dihimpun melalui APBN, APBD masing-masing Pemerintah
Daerah (Pemda) serta tarif retribusi kebersihan yang telah disesuaikan besarnya.

2. Tipping Fee
Tipping fee adalah biaya yang dikeluarkan anggaran pemerintah kepada
pengelola sampah, berdasarkan jumlah yang dikelola per ton atau satuan volume
(m3). Di beberapa negara, tipping fee rata-rata per ton US$ 50 sampai US$100.
Sementara di Indonesia, konon DKI Jakarta membayar tipping fee ke pengelola
sampah di Bantargebang sebesar US$ 10/ton atau setara dengan Rp 105.000/
ton. UU Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan seluruh wali kota/bupati agar
mengatur tata cara pembayaran tipping fee melalui perda pengelolaan sampah. Itu
tertuang dalam Pasal 21 ayat 1 huruf a dan b, juga ayat 2. Dalam rangka membantu
pemerintah daerah dalam menanggung biaya tipping fee, pemerintah pusat melalui
Peraturan Presiden (Perpres) No. 35/2018 dapat memberikan bantuan Biaya
Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) paling tinggi Rp500.000 per ton sampah.

3. Tipping Fee TPAS Regional Iloilo Minut


Pemerintah Kota Manado mengeluhkan wacana angka tipping fee atau biaya
jasa pengelolaan sampah yang nanti akan dikenakan di TPA Regional Iloilo Minut.
Penghasilan TPA itu nanti datang dari tipping fee yang dikenakan kepada pemerintah
kota/kabupaten yang membuang sampah ke TPA Regional. Kota Manado rata-rata
memproduksi sampah sekitar 300 ton per hari. Angka yang harus dibayar nantinya
akan membebankan. Jika mengikuti hitungan itu maka tahun 2018 pemerintah kota
harus menyediakan Rp 23 juta per hari untuk tipping fee. Selain itu pemerintah
kota juga harus menyediakan dana untuk pekerja kebersihan, biaya maintainance
alat, bahan bakar dan biaya lainnya. Sebab itu ada rencana, pemerintah kota tak
akan melepas semua sampahnya ke TPA, ada wacana untuk meminimalisir, artinya
sampah diolah dulu. Rencananya akan dibangun TPS di tiap kecamatan agar
mengurangi sampah ke TPA Regional, karena mengingat tipping fee yang besar.
Bank sampah di kelurahan-kelurahan akan diberdayakan lagi. Dari 25 bank sampah
yang ada, yang aktif hanya 10.
Pengaturan tipping fee itu lewat perjanjian kerja sama antara stakeholder.
Retribusi jasa terhadap pengelolaan di TPA itu tidak gratis. Nilai ditentukan lewat
kerja sama. Di Jawa Barat, TPA Regional menetapkan tarif Rp63.000,- untuk per
ton sampah, ditambah dampak negatif Rp13.000,-. Selain itu, Pemprov juga harus

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 183


memfasilitasi sarana angkut bagi pemerintah kabupaten atau pemerintah kota
yang kekurangan sarana angkut.

4. Tipping Fee TPAS Regional Legok Nangka


Pada 2019, tipping fee Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah
(TPPAS) Regional Legoknangka dipastikan naik menjadi Rp483.000,- per ton.
Sebelumnya, berdasarkan kesepakatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan
lima daerah pengguna TPPAS Legok Nangka, besaran tipping fee berada di angka
Rp386.000,- per ton. Pemerintah pusat berencana memberikan subsidi tipping fee
sebesar 49% melalui dana alokasi khusus (DAK) non fisik. Selain itu, kesepakatan
bahwa pemprov menanggung 30% tipping fee tetap berlaku. Dengan demikian,
pemerintah lima daerah pengguna TPPAS Legok Nangka, yakni Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, dan
Kabupaten Sumedang, cukup membayar biaya 70% dari total tipping fee. Sehingga,
perhitungan subsidi dari pusat akan mereduksi besaran harga penawaran dari
pemenang lelang. Jadi besaran (harga) penawaran pemenang dikurangi dulu BLPS
melalui dana alokasi khusus non fisik APBN baru dibantu oleh pemprov sebesar
30% dan sisanya oleh kota dan kabupaten.
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus mengeluarkan biaya 6 (enam) kali
lipat ketika harus membuang sampah ke TPPAS Legok Nangka, Kabupaten Bandung,
hal ini jelas sangat memberatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung
Barat, karena setiap harinya untuk membayar tipping fee 75 ton sampah ke TPPAS
tersebut sebesar Rp22.500.000. Memorandum of Understanding (MoU) Pemerintah
Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan Pemprov Jabar kesanggupannya hanya 75
ton per hari ke TPPAS Legok Nangka. Jumlah itu hanya setengah dari total terangkut
ke TPPAS Legoknangka, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB dari total sampah
yang terangkut sekitar 150 ton per hari, meski sebenarnya produksi sampah di KBB
mencapai 400 ton per hari.
Faktor keterbatasan pembuangan sampah ke Legoknangka terkait biaya
operasional atau transportasi yang mahal dan tipping fee yang mesti dibayarkan
ke pengelola TPPAS. Tipping fee yang harus dibayar mencapai Rp300.000,- per ton
atau enam kali lipat dari TPA Sarimukti yang hanya sebesar Rp50.000,- per ton,
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sepakat menanggung biaya pengolahan sampah
(tipping fee) sebesar 30% dari total tipping fee yang harus dibayarkan kepada pihak
pengelola TPPAS Regional Legok Nangka, Nagreg, Kabupaten Bandung. Sementara,
sisanya akan dibebankan kepada pemerintah daerah yang akan memanfaatkan
TPPAS tersebut, yakni Pemkot Bandung, Pemkab Bandung, Pemkab Bandung Barat,
Pemkot Cimahi, Pemkab Sumedang, dan Pemkab Garut. Tahun 2019, Kabupaten
Bandung harus menyiapkan anggaran sebesar Rp50-60 miliar jika tempat
pembuangan akhir sampah berpindah ke TPPAS Legok Nangka, Nagreg, Kabupaten
Bandung pada tahun 2022. Pasalnya, tipping fee yang ditetapkan oleh Pemerintah

184 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Provinsi Jawa Barat bagi Pemkab Bandung yakni sebesar Rp386 ribu rupiah, tipping
fee yang ditetapkan tersebut dihitung per ton. Kalau sampah dikirim ke TPPAS
Legok Nangka itu tipping fee-nya di angka Rp386 ribuan per ton. Jadi mungkin bisa
Rp50-60 miliar yang harus dipersiapkan pemerintah daerah per tahun.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bandung menggencarkan pengelolaan
sampah berbasis rumah tangga yang dimulai sejak 2017. Pengelolaan sampah ini
diklaim dapat mengurangi produksi sampah yang dihasilkan warga Kabupaten
Bandung. Kalau ditangani di sumber, diharapkan sampah di setiap rumah itu
hanya satu kantong kresek. Rasio sampah di Kabupaten Bandung per harinya bisa
sebanyak 1.440 ton. Jumlah tersebut, dihasilkan dari 3,6 juta jiwa di Kabupaten
Bandung yang memproduksi 0,4 kg sampah. Rasio sampah di Kabupaten Bandung
dengan warganya 3,6 juta orang, rasio sampah per orang per harinya 0,4 kg itu akan
timbul sampah baru setiap hari sebanyak 1.440 ton, 1 (satu) bulan itu di angka
43.000 ton.
Sebelumnya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung
dan Kota Cimahi membuang sampah ke TPA Sarimukti dengan tipping fee sebesar
Rp50.000,- per ton. Setiap tahunnya Kabupaten Bandung harus mengeluarkan Rp
4-5 miliar setiap tahunnya untuk membayar tipping fee TPA Sarimukti.
Berdirinya TPPAS Legok Nangka yang berlokasi di Blok Legok Nangka, Desa
Ciherang dan Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, tidak bisa
dilepaskan dengan kisah tragis di TPA Leuwigajah, Cimahi yang longsor pada 2005
dan menelan korban jiwa 141 orang. TPPAS Legok Nangka yang memiliki luas 78,1
hektare dan berada di wilayah Kabupaten Bandung dan Garut, merupakan proyek
strategis nasional (PSN) yang termasuk dalam Perpres 58/2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan PSN dan Proyek Prioritas.
Pengelolaan sampah itu sebenarnya kewajiban kabupaten/kota, tapi Pemprov
Jabar membuat TPPAS di Legok Nangka dan ikut menyumbang tipping fee-nya, ini
untuk kepentingan bersama. Nilai investasi TPPAS Legok Nangka mencapai Rp3,1
triliun. Pemprov Jabar sendiri sudah menyiapkan lahan seluas 75 hektar untuk
pembangunan TPPAS berteknologi waste to energy dengan kapasitas 1.800 ton
per hari. Pemprov Jabar tengah mencari investor yang berminat menanamkan
investasinya dalam pengelolaan sampah tersebut.
Adapun besaran tipping fee-nya sendiri sudah ditetapkan sebesar Rp386.000,-
per ton yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan konsultan pada 9 Oktober
2017 lalu. Besaran tipping fee itu Rp386.000,- per ton. Respon pasar waste to
energy untuk tipping fee berkisar antara USD 20-40 per ton (sekitar Rp270.000-
540.000 per ton), Pemerintah kabupaten/kota memberikan dukungan penuh
terhadap pembangunan TPPAS Legok Nangka. Tingginya besaran tipping fee akan
berbanding lurus dengan tingkat kesehatan masyarakat. Peradaban manusia yang
maju adalah bisa mengatasi masalah sampah. Jangan sampai mengirit pada masalah
yang penting karena ini untuk kepentingan masyarakat luas, teknologi pengelolaan

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 185


sampah memang tidak murah. Salah satu solusi untuk menekan tingginya beban
tipping fee yakni memaksimalkan penerimaan retribusi sampah dari masyarakat.
Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat (Jabar) akan menyubsidi
tipping fee atau besaran biaya TPPAS Regional Legok Nangka 30% atau Rp115.800,-
per ton. Sementara itu, 70 persen tipping fee atau Rp270.200 per ton sampah
dibebankan kepada pemda pengguna layanan pengelolaan sampah TPPAS
Regional Legok Nangka. Adapun 6 (enam) pemerintah kota dan kabupaten di Jawa
Barat menyepakati tipping fee TPPAS Regional Legok Nangka Rp386.000,-. Enam
pemerintah daerah itu yakni, Pemkot Bandung, Pemkab Bandung, Pemkab Garut,
Pemkab Sumedang, Pemkab Bandung Barat, dan Pemkot Cimahi.
Dalam layanan pengelolaan sampah ini, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar
memberikan fasilitas Stasiun Peralihan Antara (SPA). SPA berfungsi untuk memilah
sampah guna mengurangi volume sampah sebelum masuk ke TPPAS Regional
Legok Nangka. Pemerintah Daerah Provinsi Jabar akan memberikan insentif kepada
pemerintah kabupaten atau pemerintah kota yang berhasil mengurangi kuantitas
sampah ke TPPAS Regional Legok Nangka. Perlu juga dipersiapkan Peraturan
Gubernur untuk memberikan insentif kepada daerah yang berhasil mengurangi
sampah-sampahnya dengan cara 3R dalam bentuk dukungan dana dari provinsi.
Pasokan sampah yang bisa dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka pun harus
memenuhi ketentuan kuantitas, kualitas, dan kesesuaian. Artinya, jenis sampah
yang dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka harus sesuai dengan kebutuhan
teknologi di sana, seperti sampah non medis dan non industri.

Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL)


TPPAS Sarimukti akan berakhir (operasionalnya) pada 2023 dan apabila TPAS
Legok Nangka tidak menggunakan teknologi, umur ekonomisnya hanya 4 (empat)
tahun. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi manajemen pengelolaan sampah
untuk segera beralih teknologi. Kesepakatan pasokan sampah yang dapat dikirim
enam kabupaten/kota pengguna TPPAS Regional Legok Nangka dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah. TPPAS Regional Legok Nangka merupakan salah satu proyek
tempat pengelolaan sampah yang bisa mengubah sampah menjadi energi listrik atau
Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL). Proyek ini akan dibangun dengan skema
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPSBU) dan diusulkan mendapatkan
dukungan kelayakan dari Kementerian Keuangan. TPPAS ini diharapkan dapat
beroperasi pada Tahun 2023.

186 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Tabel 2. Total Jumlah Sampah ke TPPAS Sarimukti

No Kabupaten/Kota Pasokan Sampah (ton per hari)


1. Kota Bandung 1.200 - 1.303
2. Kota Cimahi 150-250
3. Kabupaten Bandung 300-345
4. Kabupaten Bandung Barat 78-86
5. Kabupaten Sumedang 28-32
6. Kabupaten Garut 100-115
Total 1.853-2.131

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) TPA Suwung yang sampai
Desember 2018 masih dalam tahap pencarian investor. Jika proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang disepakati dengan Pemkot Denpasar, Pemkab
Badung, Gianyar, dan Tabanan dipilih pasti akan menggunakan tipping fee (biaya
yang dikeluarkan sebagai anggaran pemerintah kepada pengelola sampah) yang
biayanya sangat tinggi itu akan membebankan APBD. PLTSa untuk di TPA Regional
Sarbagita ditugaskan PT PLN oleh Menteri ESDM selaku pengembang PLTSa dan PT
PLN menunjuk anak perusahaannya PT Indonesia Power untuk mengembangkan
PLTSa tersebut. Dalam proses pengembangannya tersebut PT Indonesia Power
mencari mitra (investor) dalam pembangunan PLTSa. Menurut infromasi, ada 28
investor yang berminat sebagai pengembang dan ikut melakukan bidding contest
(kontes penawaran). PT Indonesia Power belum mendapatkan satupun yang
memenuhi kriteria. Salah satu kendalanya karena persyaratannya tanpa tipping
fee dan pemerintah daerah baik itu Pemerintah Provinsi Bali dan Pemda Sarbagita
belum bersedia ada tipping fee karena akan membebani APBD. Upaya pendirian
PLTSa tetap berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 35/2018
tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Listrik
Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Biaya Investasi
Berdasarkan Permen PU 03/2013 mengamanatkan adanya biaya Investasi, yang
mencakup biaya pengadaan lahan, biaya pembangunan fisik, biaya operasi dan
pemeliharaan serta biaya untuk investasi TPAS regional yang akan menggantikan
TPAS regional yang telah habis umur ekonomisnya. Kedalam perhitungan biaya
investasi tersebut, harus diperhitungkan pula penerimaan hasil penerapan 3R.
Biaya-biaya yang diperlukan untuk mitigasi risiko, juga harus diperhitungkan
kedalam biaya investasi.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 187


Meskipun biaya pembangunan berasal dari APBN, dan biaya pengadaan lahan
berasal dari APBD, seluruh perhitungan biaya investasi tersebut menjadi acuan
untuk menetapkan besarnya tipping fee untuk setiap ton/hari sampah yang diproses
di TPAS regional. Apabila masing-masing pemerintah daerah yang dilayani sudah
ikut menyumbang biaya investasi, kontribusinya dapat diperhitungkan dalam
penetapan besaran tipping fee.

Penutup
Salah satu solusi untuk penanganan persoalan sampah adalah dengan pem­
bangunan TPAS regional yang melibatkan beberapa pemerintah kabupaten/
kota sekitar. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan dan
pengoperasian TPAS regional adalah masalah pengadaan lahan, pembangunan
fisik, perencanaan dan pelaksanaan mitigasi risiko, penetapan organisasi pengelola,
kerjasama antar daerah, pembiayaan operasi dan pemeliharaan serta tipping fee,
dan cakupan perhitungan biaya investasi untuk acuan penetapan besaran tipping
fee berbasis banyaknya volume sampah yang masuk TPAS regional.
Institusi pengelola sampah di daerah perlu memisahkan antara regulator dan
operator sehingga pengembiayaan operasi dan pemeliharaan serta tipping fee,
kemungkinan pengembangan teknologi pengolah sampah menjadi energi listrik, dan
cakupan perhitungan biaya investasi. Sementara itu, kerja sama antar daerah perlu
dibangun berdasarkan prinsip saling membutuhkan. Kesepakan dan musyawarah
untuk mufakat perlu dikembangkan agar tipping fee tidak memberatkan.

Daftar Pustaka
Aminah, Cut Sari. (2016). Evaluasi Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (Studi
Kasus Tpa Ikhulung Kabupaten Aceh Barat Daya). Tesis Magister Ilmu
Lingkungan Aprogram Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Anggoro, F. (2010). Tantangan Proses, Bentuk Formulasi dan Hasil Kerjasama
Regionalisasi Pengelolaan Sampah, Case Study: Sekber Kartamantul, City
Sanitation Summit. Bukittinggi: 20 Mei 2010. Diakses 22 Maret 2020.
Anggraini, Fitri. (2011). Aspek Kelembagaan pada Pengelolaan Tempat Pemrosesan
Akhir Sampah Regional. Jurnal Permukiman, Vol. 6 No. 2 Agustus 2011: 65-74.
Anggraini, Fitri. (2015). Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-
1994 untuk Standarisasi Pemilihan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
(TPAS) Regional. Jurnal Sosekpu.
Apritama, Muhammad Rizki & Oktiawan, Wiharyanto & Wardhana, Irawan Wisnu.
(2016). Studi Pemilihan Lokasi TPA Regional Bregasmalang (Brebes, Tegal,
Slawi, Pemalang). Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 5, No 2 (2016), http://
ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan.

188 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Diharto. 2008. Analisis Teknis Pemilihan Lokasi Tpa Regional Magelang (Kota
Magelang Dan Kabupaten Magelang). Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan,
Nomor 1 Volume 10 – Januari 2008, Hal: 21 – 28.
Fernando, A. 2011. Analisis Kelayakan TPA Regional untuk Wilayah Pelayanan
Kota Jakarta Barat, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan
Kabupaten Serang Ditinjau dari Pemilihan Teknologi Pengolahan Sampah,
Pembiayaan, dan Institusi. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan
Volume 3, Nomor 1, Januari 2011, Halaman 052-065, ISSN: 2085-1227.
Hasibuan, Putra Amantha & Tarigan, Ahmad Perwira Mulia & Nasution, Zaid
Perdana. (2014). Studi Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Dengan Metode Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kota Tebing Tinggi.
Jurnal Teknik Sipil USU, Vol 3, No 1 (2014)
Husni, H.; Zaki, M.; Fatimah, E. (2015). Analisis Manajemen Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Gampong Jawa Kota Banda Aceh Sebagai Stasiun Pemilahan. Jurnal
Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Volume 4, No. 1, Februari
2015 Pp. 13- 20 Issn 2302-0253.
Irawanto. (2019). Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pemerosesan
Akhir Sampah Regional di Kawasan Banjar Bakula Provinsi Kalimantan Selatan.
Jurnal Public Policy, 143 – 151.
Jaksi, Wening Prawesti. (2016). Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan
Sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional di Metropolitan Cirebon
Raya. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016, A 069.
Kementerian Dalam Negeri. (2011). Buku Panduan Pembentukan dan Pelaksanaan
Kerjasama Antar Daerah, Subdirektorat Kerjasama Antar Daerah, Direktorat
Dekonsentrasi dan Kerjasama, Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2015). Pengembangan Pengelolaan Persampahan.
VOLUME 4, 2015, Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Manurung, Douglas & Bintoro, Hmh. & Lubis, Setia Hadi Iskandar. (2016). Analisis
Pemilihan Wilayah Terkait dengan TPA Regional Di TPST Bantargebang
Menggunakan Metode Topsis (Analysis Of Related Area Preference With
Regional Sanitary Landfill in Temporary Bantargebang Sanitary Landfill Using
Topsis Method). Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 17, No 2, Juli 2016, 73-81.
Mahyudin, Rizqi Puteri & Mashuri, Adrias & Shadiq, Fathurrazie & Azis, Yusuf.
(2011). Kajian Perencanaan Pembentukan TPA Regional Rencana Daerah
Layanan Kota Banjarbaru, Banjarmasin Dan Martapura. Enviroscienteae 7
(2011), 113-123, Issn 1978-8096.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 189


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-
SPP).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Prameswari, Sekar Arum A & Muluk, M.R. Khairul & Wanusmawatie, Ike. (2013).
Kerja Sama Antardaerah Dalam Sektor Persampahan Berbasis Pembangunan
Berkelanjutan (Studi di Sekretariat Bersama Kartamantul, di Yogyakarta).
Jurnal Administrasi Publik (Jap), Vol. 1, No. 7, Hal. 1323-1330.
Rahardjo, Petrus Nugro. 2011. Pengukuran Landfill Gas pada Lapisan Kedua Pilot
Plant Dry Cell di TPA Bangklet, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Jurnal Teknik
Lingkungan 12 (2): 197 – 205.
R. Pamekas. 2013. Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Permu­
kiman, Bab 17 Model Indeks Potensi Risiko Lingkungan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah, ISBN 978-979-419-410-2, Pustaka Jaya: 227 – 239.
Sholikhah, Novia & Hidayat, Ahmad & Ardian, Alvian. (2011). Dampak Keberadaan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat Dusun
Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. 10.13140/
RG.2.2.16748.82569.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
Qodriyatun, Sri Nurhayati. 2015. Bentuk Lembaga Yang Ideal dalam Pengelolaan
Sampah di Daerah (Studi di Kota Malang dan Kabupaten Gianyar). Aspirasi Vol.
6 No. 1.

190 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


BAB 13 (EPILOG)
PERSPEKTIF PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU TAHUN 2030

1)
Tuti Kustiasih, 2) R Pamekas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
email: 1)utut_albar@yahoo.com, 2)rpamekas@gmail.com

Pendahuluan
Tujuan ke-6 (enam) dari program pembangunan berkelanjutan tahun 2015-
2030 adalah ensure availability and sustainable management of water and
sanitation for all atau memastikan ketersediaan dan manajemen air bersih yang
berkelanjutan dan sanitasi untuk semua. Menghindari terbuangnya air merupakan
konsep dasar tujuan ini, karena kelangkaan air berdampak pada lebih dari 40%
penduduk. Tujuan ke-6 ini termasuk ke dalam pilar pembangunan lingkungan, dan
terintegrasi dengan tujuan-tujuan 11, 12, 13, 14 dan 15 dan pengelolaan sampah
merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan energi baru terbarukan
sebagai mana yang tertera dalam tujuan ke-7 (SDGs-BAPPENAS, 2030).
Tujuan ke-11 adalah membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman,
tanggung dan berkelanjutan. Konsepnya adalah berjalan kaki, menggunakan
sepeda dan sarana transportasi umum, karena penggunaan sarana lain berdampak
pada 9%-10% penduduk kota yang akan menghirup udara kota yang tercemar.
Tujuan ke-12 adalah memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
Daur ulang kertas, plastik, gelas dan aluminium perlu dilakukan untuk memelihara
keberlanjutan gaya hidup eksisting. Tujuan ke-13 adalah mengambil aksi segera
untuk memerangi perubahan iklim beserta dampaknya, karena emisi CO2 dapat
meningkat sampai 50% sejak tahun 1990. Tujuan ke-14 adalah mengawetkan
(conservation) sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan
berkelanjutan. Konsep dasarnya adalah menghindari penggunaan kantong kantong
plastik untuk memelihara kehidupan laut (UNDP Org, 2020).
Aspek sanitasi, pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-6 tersebut tidak
dijelaskan secara terinci. Namun, kedalam sanitasi, selain pengelolaan air limbah
domestik, juga termasuk pengelolaan sampah dan drainase perkotaan. Apabila air
limbah, dan sampah-sampah yang tidak terkelola dengan baik memasuki saluran
drainase, maka akan timbul dampak negatif berupa penyumbatan saluran yang
menyebabkan banjir, timbulnya bau dan warna hitam kelabu yang mengganggu
estetika. Kedalam sampah tersebut, termasuk pula sampah anorganik yang secara
spesifik disebutkan pada tujuan ke-12, yaitu daur ulang sampah anorganik seperti

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 191


kertas, plastik, gelas dan aluminium. Bab epilog ini akan membahas pelajaran dan
pembelajaran yang diperoleh dari contoh-contoh penerapan teknologi pengelolaan
sampah ramah lingkungan yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya,
diagnostik kinerja pengelolaan sampah yang ada dan upaya-upaya percepatan
pencapaian target pembangunan berkelanjutan global dan nasional 2030.

Status Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Pengelolaan sampah ramah lingkungan yang telah dibahas pada buku ini dapat
dibagi kedalam 3 kelompok yaitu kelompok pengelolaan sampah dengan konsep
3R (kelompok 1), kelompok pengolahan sampah pada TPAS (kelompok 2) dan
pengelolaan sampah regional (kelompok 3).
Kelompok 1: terdiri dari pengelolaan sampah dengan konsep 3R, faktor
penentu partisipasi masyarakat dalam pengomposan, penambangan sampah pada
tempat penimbunan sampah terbuka, dan potensi pemanfaatan sampah sebagai
sumber energi alternatif sebagai energi terbarukan, serta penerapan komponen
teknologi fasilitas peralihan sampah antara berbasis 3R. Kelompok 2 terdiri dari
penambangan sampah pada tempat penimbunan sampah terbuka, pengendalian
leachate dari TPAS, penerapan lahan uruk terkendali dan saniter di Indonesia.
Kelompok 3 terdiri dari pengelolaan sampah pesisir, perairan, dan pulau di propinsi
Bali. Berikut ini adalah pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) yang diperoleh
dari pengelolaan sampah ramah lingkungan tersebut.
Pengelolaan sampah dengan konsep 3R adalah pendekatan pengelolaan yang
berorientasi pada perlindungan lingkungan seraya memanfaatkan sumber daya
sampah yang bernilai ekonomi. Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya
telah tersedia. Namun, keberhasilan pengelolaan sampah dengan konsep 3R sangat
tergantung dari tingkat partisipasi masyarakat. Masyarakat dan para pihak yang
berkepentingan dengan pengelolaan sampah, harus benar-benar memahami
tujuan dan sasaran serta materi peraturan perundangan yang ada. Meskipun
responden menilai bahwa faktor pengetahuan bukan menjadi faktor penentu
partisipasi masyarakat, faktor pengetahuan sangat berhubungan dengan sikap
peduli lingkungan dan faktor kontribusi untuk membayar iuran sampah.
Pengelolaan sampah yang memadai pada TPAS, juga harus berorientasi pada
pendekatan lingkungan dengan cara menutup tempat pembuangan sampah
terbuka, menyediakan fasilitas pengolahan lindi pada TPAS. Ketentuan tersebut,
sudah disebutkan dalam peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 18 Tahun
2008 seperti Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden No.
97 Tahun 2017. Namun, keberhasilan pengelolaan TPAS, sangat ditentukan oleh
penyediaan lahan yang memenuhi syarat teknis, pembangunan dan pengoperasian
TPAS yang ramah lingkungan seperti lahan uruk terkendali (controlled lanfill)
dan lahan uruk saniter (sanitary landfill), dan kinerja pengelolaan lindi. Fakta di

192 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


lapangan menunjukkan bahwa masih banyak praktik penimbunan sampah terbuka
(open dumping), kasus ditemukannya sampah anorganik di sungai dan pantai serta
pesisir. Selain itu, pengoperasian TPAS Suwung, juga masih menyisakan masalah
penolakan warga sekitar.
Pengoperasian TPAS sampah regional, adalah solusi pengelolaan sampah
akibat semakin sulitnya memperoleh lahan di kota-kota padat penduduk. Namun,
pendekatan ini juga masih meninggalkan pekerjaan rumah misalnya pengaturan
tentang bagi peran pembangunan fisik oleh pemerintah pusat dan penyediaan lahan
oleh pemerintah daerah. Masalah lainnya yang tidak mudah diselesaikan adalah
penetapan struktur organisasi pengelolaan sampah yang melibatkan lebih dari
satu daerah pelayanan. Penetapan ruang lingkup biaya investasi, penetapan nilai
tipping fee yang memberatkan para pihak yang melakukan kerjasama, perencanaan
mitigasi risiko yang harus dieksekusi, dan biayanya termasuk kedalam perhitungan
biaya investasi dan tipping fee, pemisahan antara operator dengan regulator adalah
masalah masalah yang muncul dalam praktik pengelolaan TPAS regional.

Diagnostik Kinerja Pengelolaan Sampah


1. Dinamika Pengelolaan Sampah
Gambar 1 menjelaskan adanya hubungan sebab akibat atau hubungan simpal
kausal dalam pengelolaan sampah.

Tempat
Penampungan
Prasarana Sampah (TPS)
Angkutan
Sampah
Sampah
Volume
Terangkut
Sampah

Prasarana
TPAS
Penduduk
Loop-I Sampah
Masuk TPAS

Potensi
Kompos
Loop-II
Potensi Luas TPAS
Daur
Loop-III Loop-IV
Potensi Sampah
Dibuanng

Gambar 1. Diagram
GambarSebab Akibat
1. Diagram dalam
Sebab Pengelolaan
Akibat Sampah Sampah
dalam Pengelolaan

Pada diagram tersebut, terdapat 4 (empat) loop yaitu loop I yang menjelaskan keterkaitan hubungan
antara variabel‐variabel penduduk, volume sampah, prasarana angkutan sampah, tempat penampungan
sampah sementara (TPS), sampah Pengelolaan Sampah
terangkut, sampah masukRamah Lingkungan
TPS, prasarana 193 dan
TPAS, potensi kompos
kembali ke variabel penduduk. Loop I adalah loop positif karena semua hubungan bersifat positif. Loop
II sama dengan loop I, kecuali potensi daur ulang. Loop ini juga loop positif. Loop III, adalah loop negatif
karena hubungan antara variabel potensi sampah dibuang dengan varabel penduduk bersifat negatif.
Hal ini disebabkan karena potensi sampah dibuang sembarangan akan mengganggu estetika dan
Pada diagram tersebut, terdapat 4 (empat) loop yaitu loop I yang menjelaskan
keterkaitan hubungan antara variabel-variabel penduduk, volume sampah,
prasarana angkutan sampah, tempat penampungan sampah sementara (TPS),
sampah terangkut, sampah masuk TPS, prasarana TPAS, potensi kompos dan
kembali ke variabel penduduk. Loop I adalah loop positif karena semua hubungan
bersifat positif. Loop II sama dengan loop I, kecuali potensi daur ulang. Loop ini juga
loop positif. Loop III, adalah loop negatif karena hubungan antara variabel potensi
sampah dibuang dengan varabel penduduk bersifat negatif. Hal ini disebabkan
karena potensi sampah dibuang sembarangan akan mengganggu estetika dan
kesehatan penduduk . Loop IV, terdiri dari variabel-variabel potensi sampah dibuang,
luas TPAS, prasarana TPAS, dan kembali ke variabel potensi sampah dibuang. Loop
ini juga merupakan loop negatif karena semakin baik kinerja prasarana TPAS
semakin berkuran potensi sampah dibuang. Diagram tersebut menjelaskan bahwa
beban pengelolaan sampah akan selalu berubah sejalan dengan perubahan jumlah
penduduk dan perjalanan waktu.
Untuk memperoleh gambaran tentang perubahan besarnya kinerja pengelolaan
sampah eksisting, diperlukan variabel yang berhubungan dengan pengelolaan
sampah. Variabel yang dimaksud dapat menjelaskan keterkaitan, signifikasi dan
kontribusi dalam peningkatan kinerja pengelolaan sampah dalam Tabel 1.

Tabel 1. Keterkaitan, Siknikansi dan Kontribusi

Korelasi Koefisien
Dengan p-value R2
Antara Korelasi
VolSphKim SphMskTPA ,943 ,005 0,889
PsAngkutSph PsTPA ,889 ,000 0,790
VolSphKim VolSphTot ,869 ,000 0,756
PsAngkutSph VolSphKim ,847 ,000 0,718
VolSphKim PsTPA ,792 ,000 0,628
VolSphKim Penduduk ,792 ,000 0,627
VolSphTot Penduduk ,790 ,000 0,624
SphTerangkut PsAngkutSph ,767 ,001 0,588
PotDibuang PotKompos -,739 ,000 0,547
PsAngkutSph VolSphTot ,732 ,000 0,535
LuasTPA SphTerangkut ,730 ,005 0,533
PotDaur PotKompos -,692 ,001 0,478
PsTPA VolSphTot ,684 ,000 0,468
Sumber: Hasil analisis, 2020

194 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Karena sampah dihasilkan dari kegiatan manusia, maka penduduk menjadi
salah satu variabel yang digunakan untuk analisis kinerja. Selain variabel
penduduk, diperlukan pula variabel volume sampah (VolSphKim), volume sampah
total (VolSphTot). Kedua variabel tersebut menjelaskan banyaknya sampah yang
diproduksi dari kegiatan penduduk. Sampah yang diproduksi, harus diangkut
ke TPAS, melalui TPS atau langsung ke TPAS. Banyaknya sampah yang diangkut
(SphTerangkut), memerlukan prasarana angkutan (PsAngkutSph). Sampah yang
diproduksi, ada sampah anorganik yang didaur ulang (PotDaur), dan ada sampah
organik yang berpotensi dikompos (potKompos), serta ada yang berpotensi dibuang
(PotDibuang) atau residu. Lahan TPAS harus dirancang cukup luas (LuasTPA).
Pemrosesan sampah di TPAS memerlukan prasarana (PsTPA) untuk mengolah lindi,
memproses sampah organik menjadi kompos, dan memproses sampah anorganik
untuk di daur ulang.
Sebagaimana tertera pada Tabel 1, sebagian besar variabel pengelolaan sampah
tingkat keeratan dan signifikasi serta kontribusinya pada pengelolaan sampah
termasuk sangat tinggi. Sebagian besar hubungannya bersifat positif, kecuali 2
(dua) variabel yang negatif yaitu potensi dibuang (PotBuang) dengan variabel
potensi kompos (PotKompos). Hubungan positif menandakan bahwa ketika
kinerja variabel meningkat, maka variabel lain meningkat pula. Sebagai contoh,
ketika volume sampah permukiman (VolSphKim) meningkat, maka sampah yang
masuk ke TPA (SphMskTPA) akan meningkat pula. Peningkatan jumlah penduduk
menyebabkan peningkatan volume sampah. Peningkatan pengangkutan sampah
memerlukan penambahan sarana angkutan, dan sarana pemrosesan sampah di
TPAS. Peningkatan potensi daur ulang menyebabkan penurunan potensi kompos.
Selain itu, peningkatan potensi sampah dibuang (residu) menyebabkan penurunan
potensi kompos.

2. Faktor Penentu Kinerja


Gambar 2 menjelaskan tentang faktor-faktor dominan yang mempengaruhi
kinerja pengelolaan sampah.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 195


1,700
1,435
1,500
1,300 1,153
1,013
Indeks Kinerja
1,100
0,900 0,724
0,700 0,590
0,500 0,420
0,300
0,100
-0,100

Faktor Penentu Kinerja

Gambar 2.2.Faktor
Gambar Penentu
Faktor Penentu Kinerja
Kinerja

Pada gambar Pada gambar


tersebut, tersebut,
tertera tertera
6 (enam) 6 (enam)
faktor penentufaktor penentu
kinerja kinerja pengelolaan
pengelolaan sampah yang terdiri da
sampah
(dua) faktor yangsistem
eksternal terdiripengelolaan
dari 2 (dua)sampah,
faktor eksternal sistemfaktor
dan 4 (empat) pengelolaan
internalsampah,
sistem pengelolaa
dan 4 (empat) faktor internal sistem pengelolaan sampah. Pengangkutan
ampah. Pengangkutan sampah menjadi faktor penentu utama kinerja pengelolaan sampah, diiku sampah
ayanan TPS menjadi faktor penentu
sebagai faktor penentu kedua,
utama kinerja
sisa usiapengelolaan
TPAS sebagai sampah,
faktordiikuti
penentu layanan
ketiga dan fakt
TPS sebagai faktor penentu kedua, sisa usia TPAS sebagai faktor penentu
enentu keempat adalah prasarana operasional TPAS. Kepadatan penduduk penjadi peringkat pertam ketiga
dan dan
aktor eksternal faktor penentumenjadi
topografi keempatfaktor
adalah prasarana peringkat
menempati operasional TPAS.faktor
kedua Kepadatan
eksternal. Wilaya
penduduk penjadi peringkat pertama faktor eksternal dan topografi
elayanan yang padat dapat meningkatkan volume pengangkutan sampah. Sementara itu, kondi menjadi
opografi yangfaktor
datarmenempati
juga dapatperingkat keduakinerja
meningkatkan faktor pengangkutan
eksternal. Wilayah
sampah.pelayanan
Temuan yang
ini memperku
padat dapat meningkatkan volume pengangkutan sampah. Sementara
asil‐hasil penelitian sebelumnya tentang faktor‐faktor yang mempengaruhi kinerja pengelolaa itu, kondisi
topografiSulistiyani,
ampah. Rondiyah, yang datardan jugaRahardjo
dapat meningkatkan
(2014) dankinerja pengangkutan
Evy Triani (2017) sampah.
serta Khalid (201
menyebutkanTemuan
bahwa ini memperkuat
faktor hasil-hasil penelitian
yang mempengaruhi sebelumnya sampah
kinerja pengelolaan tentang faktor-faktor
pasar adalah pewadaha
engumpulan, yang mempengaruhi
transportasi, kinerja pengelolaan
dan kesadaran masyarakat,sampah. Rondiyah,
tetapi tidak disebutkanSulistiyani, dan yang palin
faktor mana
Rahardjo
ominan. Tetapi, (2014)
menurut dan Evy (2018)
Setyoadi Triani (2017)
faktor serta
peranKhalid
tokoh(2018) menyebutkan
masyarakat bahwa pengelolaa
dan jaringan
ampah adalah faktor
faktor yangdominan pengelolaan
mempengaruhi kinerjasampah berbasis
pengelolaan rumah
sampah tangga
pasar adalahyang berkelanjutan.
pewadahan,
pengumpulan, transportasi, dan kesadaran masyarakat, tetapi tidak disebutkan
. Profil Kinerja Pengangkutan
faktor Sampah
mana yang paling dominan. Tetapi, menurut Setyoadi (2018) faktor peran
Profil kinerja
tokohpengangktan sampah
masyarakat dan padapengelolaan
jaringan Tabel 2 dianalisis dengan faktor
sampah adalah menggunakan
dominan 34 ibu ko
rovinsi. pengelolaan sampah berbasis rumah tangga yang berkelanjutan.

3. Tabel 2. Kinerja
Profil Kinerja Pengangkutan
Pengangkutan Sampah Sampah Berdasarkan Kategori Kota
Kategori
Profil kinerja pengangktan sampah pada TabelKota
2 dianalisis dengan menggunakan
Kategori Kinerja Rata2
34 ibu kota provinsi. Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 100 57,14 37,50 25,00 50,00 53,93
Baik 0 14,29 50,00 37,50 50,00 30,36
Cukup Baik 0 28,57 12,50 25,00 0,00 13,21
196 Baik
Kurang Pengelolaan Sampah0 Ramah Lingkungan
0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Sangat Kurang 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Total 100 100 100 100 100 100
Tabel 2. Kinerja Pengangkutan Sampah Berdasarkan Kategori Kota

Kategori Kota
Kategori Kinerja Rata2
Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 100 57,14 37,50 25,00 50,00 53,93
Baik 0 14,29 50,00 37,50 50,00 30,36
Cukup Baik 0 28,57 12,50 25,00 0,00 13,21
Kurang Baik 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Sangat Kurang 0 0,00 0,00 6,25 0,00 1,25
Total 100 100 100 100 100 100
Indeks Kinerja 84,75 85,84 85,84 82,63 94,66 86,75
Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat
Kategori Kinerja
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber data: Statistik Lingkungan Indonesia (BPS,2018)

Pada Tabel 2 tersebut dapat terlihat bahwa kinerja pengangkutan sampah


kota kecil menempati peringkat pertama. Peringkat kinerja berikutnya ditempati
pengangkutan sampah di kota sedang. Kinerja pengangkutan sampah untuk kategori
kota besar, metopolitan dan megapolitan, relatif sama. Secara keseluruhan, kinerja
pengangkutan sampah di ibu kota provinsi termasuk kategori sangat baik. Kondisi
kinerja demikian,
Pada Tabel 2 tersebuttentunya cukupbahwa
dapat terlihat menggembirakan, apalagi
kinerja pengangkutan faktor
sampah kotapengangkutan
kecil menempati
peringkat
sampah merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja di
pertama. Peringkat kinerja berikutnya ditempati pengangkutan sampah kota sedang.
pengelolaan
Kinerja pengangkutan sampah untuk kategori kota besar, metopolitan dan megapolitan, relatif sama.
sampah
Secara perkotaan.
keseluruhan, kinerja pengangkutan sampah di ibu kota provinsi termasuk kategori sangat baik.
Apabila
Kondisi kinerja ditinjau
demikian,berdasarkan
tentunya cukupkategorinya (Gambar
menggembirakan, apalagi3), maka
faktor sebagian sampah
pengangkutan besar
merupakan
pengangkutanfaktor dominan
sampahyang mempengaruhi
di ibu kinerjatermasuk
kota provinsi pengelolaankategori
sampah perkotaan.
cukup baik sampai
Apabila ditinjau berdasarkan kategorinya (Gambar 3), maka sebagian besar pengangkutan sampah
disangat
ibu kotabaik. Kategori
provinsi termasuk sangat baik,
kategori menempati
cukup baik sampaiperingkat
sangat baik.pertama, kemudian
Kategori sangat diikuti
baik, menempati
kategoripertama,
peringkat baik pada peringkat
kemudian kedua, baik
diikuti kategori danpada
peringkat ketiga
peringkat kedua,ditempati kategori
dan peringkat cukup
ketiga ditempati
kategori
baik. cukup baik.

Kurang Baik Sangat


Cukup Baik 1% Kurang
13% 1%

Baik Sangat Baik


31% 54%

Gambar3.
Gambar 3. Grafik
Grafik Kinerja
Kinerja Pengangkutan
Pengangkutan Sampah
SampahPerkotaan
Perkotaan

4. Profil Kinerja Pengelolaan Sampah Perkotaan


Tabel 3 adalah rangkuman hasil analisis kinerja pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan kategori
kota, dengan menggunakan sampel 44 kota. Pengelolaan
Pada TabelSampah Ramah
3 tersebut dapat Lingkungan 197
terlihat bahwa kinerja
pengelolaan sampah perkotaan untuk kategori kota metropolitan, menempati peringkat pertama
dengan kategori baik. Peringkat kinerja pengelolaan sampah perkotaan berikutnya berturut turut
ditempati kota sedang (peringkat kedua), dan kota besar (peringkat ketiga) yang keduanya berkategori
4. Profil Kinerja Pengelolaan Sampah Perkotaan
Tabel 3 adalah rangkuman hasil analisis kinerja pengelolaan sampah perkotaan
berdasarkan kategori kota, dengan menggunakan sampel 44 kota. Pada Tabel 3
tersebut dapat terlihat bahwa kinerja pengelolaan sampah perkotaan untuk kategori
kota metropolitan, menempati peringkat pertama dengan kategori baik. Peringkat
kinerja pengelolaan sampah perkotaan berikutnya berturut turut ditempati kota
sedang (peringkat kedua), dan kota besar (peringkat ketiga) yang keduanya
berkategori cukup baik. Peringkat terakhir (peringkat keempat) ditempati kota
megapolitan, dengan kategori kurang baik. Secara keseluruhan, kinerja perkotaan
dinilai cukup baik.
Perlu dicatat bahwa pengelolaan sampah perkotaan meliputi pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan, penerapan 3R, layanan tempat penampungan
sampah sementara (TPS), dan tempat pemrosesan akhir sampah (TPAS). Oleh
karena itu, meskipun kinerja pengangkutan sampah perkotaan termasuk kategori
sangat baik, tidak menjamin kinerja pengelolaan sampah otomatis menjadi sangat
baik. Walaupun demikian, kategori kinerja pengangkutan sampah yang sangat baik,
dapat mendorong peningkatan unsur-unsur kinerja pengelolaan sampah perkotaan
lainnya (Tabel 3). Berbeda dengan kinerja pengangkutan sampah yang sebagian
besar termasuk kategori cukup baik sampai sangat baik, kinerja pengelolaan
sampah lebih didominasi oleh kategori kurang baik dan cukup baik (Gambar 4).

Tabel 3. Kinerja Pengelolaan Sampah Perkotaan Berdasarkan Kategori Kota

Ketagori Kota
Kategori Kinerja Rata2
Mega Metro Besar Sedang Kecil
Sangat Baik 0,0 8,3 0,0 0,0 0,0 2,1
Baik 0,0 16,7 0,0 6,3 0,0 5,7
Cukup Baik 0,0 16,7 50,0 37,5 0,0 26,0
Kurang Baik 100,0 50,0 41,7 50,0 0,0 35,4
Sangat Kurang 0,0 8,3 8,3 6,3 0,0 5,7
Total 100 100 100 100 0 75
Indeks Kinerja 37,37 77,42 48,86 55,49 54,79

Kategori Kinerja Kurang baik Baik Cukup Baik Cukup Baik - Cukup Baik

Sumber Data: PusPerkim 2013, dianalisis pada tahun 2020

198 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Indeks Kinerja 37,37 77,42 48,86 55,49 54,79
Kurang Cukup Cukup Cukup
Kategori Kinerja Baik ‐
baik Baik Baik Baik
umber Data: PusPerkim 2013, dianalisis pada tahun 2020

Sangat Sangat Baik


Kurang 3% Baik…
8%

Cukup Baik
Kurang Baik
35%
47%

Gambar 4. Kinerja
Gambar Pengelolaan
4. Kinerja Sampah
Pengelolaan Sampah Perkotaan
Perkotaan

Keadaan demikian,
Keadaanharus dipandang
demikian, harussebagai tantangan
dipandang sebagai untuk meningkatkan
tantangan berbagai upaya dala
untuk meningkatkan
angka mencapai tujuan
berbagai pembangunan
upaya dalam rangkaberkelanjutan 2030.
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan 2030.

eningkatanPeningkatan
Kinerja Pengelolaan Sampah Ramah
Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Sampah Ramah Lingkungan
Sepuluh tahun kedepan akan berakhir periode Sustainable
Sepuluh tahun kedepan akan berakhir periode Sustainable Development Goals 2030.
Development Goals Pada tahu
ersebut, tujuan
2030.ke‐6,
Pada11, 12, tersebut,
tahun 13, 14 dan 15 diharapkan
tujuan ke-6, 11, 12, sudah
13, 14 tercapai. Pelajaran sudah
dan 15 diharapkan dan pembelajara
esson learned) dari praktik pengelolaan sampah ramah lingkungan (lesson learned)
tercapai. Pelajaran dan pembelajaran (lesson learned) dari praktik pengelolaan eksisting menja
cuan melakukansampah ramah lingkungan (lesson learned) eksisting menjadi acuan melakukanpengangkuta
peningkatan kinerja pengelolaan sampah ramah lingkungan. Kinerja
ampah yangpeningkatan
sudah baik, digunakan untuk memicu peningkatan kinerja unsur‐unsur pengelolaa
kinerja pengelolaan sampah ramah lingkungan. Kinerja pengangkutan
ampah lainnya. Sementara itu, kinerja pengangkutan sampah lebih ditingkatkan agar mencapai 100%
sampah yang sudah baik, digunakan untuk memicu peningkatan kinerja unsur-
Peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah dengan konsep 3R terintegrasi denga
unsur pengelolaan sampah lainnya. Sementara itu, kinerja pengangkutan sampah
endekatan zero waste, dan waste to energy perlu lebih ditingkatkan, dan akses ke bank‐bank sampa
lebih ditingkatkan agar mencapai 100%.
uga perlu lebih diperluas dan dipermudah. Kualitas produk 3R oleh masyarakat dan para pengusah
Peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah dengan konsep
ecil dan menengah perlu ditingkatkan karena masih banyak produk kompos yang belum menenu
3R terintegrasi dengan pendekatan zero waste, dan waste to energy perlu lebih
yarat yang ditetapkan (Darwati, 2008). Kualitas kompos dapat ditingkatkan misalnya dengan melal
ditingkatkan, dan akses ke bank-bank sampah juga perlu lebih diperluas dan
emilahan di sumbernya oleh masyarakat, sehingga pengolahan kompos dapat dilakukan tanp
dipermudah. Kualitas produk 3R oleh masyarakat dan para pengusaha kecil
engolahan awal (Sahwan, 2010), atau menggunakan komposter aerobik (Sahwan, Wahyono da
dan menengah perlu ditingkatkan karena masih banyak produk kompos yang
uryanto, 2016). Pemanfaatan produk hasil penambangan dari TPA open dumping harus diseleksi, da
belum menenuhi syarat yang ditetapkan (Darwati, 2008). Kualitas kompos dapat
anya kompos yang memenuhi syarat saja yang dapat dipakai pupuk tanaman pangan. Apabi
ditingkatkan misalnya dengan melalui pemilahan di sumbernya oleh masyarakat,
ualitasnya tidak memenuhi syarat akibat terdapatnya kandungan logam berat, maka penggunakaa
sehingga pengolahan kompos dapat dilakukan tanpa pengolahan awal (Sahwan,
upuk kompos demikian harus dibatasi misalnya terdapat hanya untuk pupuk tanaman hias.
Penutupan2010),
TPASatauyangmenggunakan komposter aerobik (Sahwan, Wahyono dan Suryanto,
menggunakan penimbunan terbuka (open dumping) dan diganti denga
2016). Pemanfaatan produk hasil penambangan dari TPA open dumping harus
enerapan lahan uruk terkendali atau lahan uruk saniter yang dilengkapi dengan instalasi pengolaha
diseleksi, lagi.
ndi, lebih dipercepat dan hanya kompos yang
Pembangunan danmemenuhi syaratTPAS
pengoperasian saja yang dapatharus
regional dipakai pupuk pada ker
didasarkan
tanaman pangan.
ama antar pemerintah daerah Apabila
yangkualitasnya tidak memenuhi
saling memerlukan syaratmenguntungkan.
dan saling akibat terdapatnyaTPAS region

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 154


Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 199
kandungan logam berat, maka penggunakaan pupuk kompos demikian harus
dibatasi misalnya terdapat hanya untuk pupuk tanaman hias.
Penutupan TPAS yang menggunakan penimbunan terbuka (open dumping)
dan diganti dengan penerapan lahan uruk terkendali atau lahan uruk saniter yang
dilengkapi dengan instalasi pengolahan lindi, lebih dipercepat lagi. Pembangunan
dan pengoperasian TPAS regional harus didasarkan pada kerja sama antar
pemerintah daerah yang saling memerlukan dan saling menguntungkan. TPAS
regional harus dilengkapi dengan perencanaan mitigasi risiko, penetapan tipping
fee yang tidak memberatkan para pihak yang bekerja sama.

Penutup
Tujuan dan terget pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development
Goals 2030, pada dasarnya dapat menjadi acuan sekaligus tantangan dalam
meningkatkan kinerja pengelolaan sampah. Dan sesuai target kebijakan pengu­
rangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga target pengurangan sebesar 30% dan penanganan sampah sebesar 70% dari
angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
di tahun 2025. Namun adanya keterbatasan dalam pengelolaan sampah perkotaan
baik teknis maupun non teknis, maka untuk pencapaian target tersebut masih
banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah ramah
lingkungan. Sementara itu, teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan
telah banyak diterapkan, namun masih banyak faktor yang mempengaruhi terhadap
kinerja pengelolaan sampah tersebut, sehingga perlu dilakukan peningkatan secara
terus menerus. Pengolahan sampah bersifat dinamis, sejalan dengan pertambahan
penduduk dan berjalannya waktu serta sangat dipengaruhi oleh partisipasi
masyarakat dan kemampuan dari pemerintah daerah sebagai pelaksana teknis
pengelola sampah.
Dari aspek teknis dan kondisi lapangan, kinerja pengolahan sampah yang ada
dipengaruhi oleh pengangkutan sampah layanan TPS, sisa usia TPAS, prasarana
operasional TPAS kepadatan penduduk serta kondisi topografi. Namun, kinerja
pengelolaan sampah secara menyeluruh, masih lebih rendah dari kinerja
pengangkutan sampah, namun sudah termasuk kategori cukup baik. Oleh karena
itu, menuju tahun 2030, diperlukan rekayasa dalam upaya peningkatan kinerja
pengelolaan sampah ramah lingkungan yang telah dicapai tersebut.

Daftar Pustaka
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2030). Sustainable Development
Goal (Sdg)-Bapenas. 2030, Sekilas Sustainable Development Goal http://
sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/.

200 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Darwati, Sri. (2008). Kajian Kualitas Kompos Sampah Organik Rumah Tangga. Jurnal
Permukiman, vol 3 No 1, Mei 2008.
Darwati, Sri. (2017). Pengembangan Standar Pengujian Kompos Sampah. 12
Anual Meeting on Testing and Quality, Publikasi Ilmiah AMTEQ 2017, Pusat
Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI hal 177-182.
Khalid, Zulhan. (2018). Evaluasi Kinerja Pengelolaan Persampahan di Kelurahan
Bonto-bontoa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Skripsi program S1,
Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar.
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sanpah
Rumah Tangga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 81 tahun 2012, tentang Pe­
ngelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis sampah rumah tangga.
Rondiyah & Sulistiyani & Rahardjo, Mursid. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempe­
ngaruhi Kinerja Pengelolaan Sampah di Pasar Banjarsari Kota Pekalongan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), Volume 2, Nomor 3, Maret 2014
Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Sahwan, Firman L. (2010). Kualitas Produk Kompos dan Kharakteristik Proses
Pengomposan Sampah Kota tanpa Pemilahan Awal. Jurnal Teknik Lingkungan
Vol 11 No 1, hal 79-85, Januari 2010.
Sahwan, Firman L & Wahyono, Sri & Suryanto, Feddy. (2016). Kualitas Kompos yang
Dibuat dengan Menggunakan Komposter Aerobik. Jurnal Teknik Lingkungan
Vol 12 No 3, hal 233-240, September 2016.
Setyoadi, Nino Heri. (2018). Faktor Pendorong Keberlanjutan Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga Berbasis Partisipasi Masyarakat di Kota Balikpapan dan Bogor.
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 10, Nomor 1, Januari 2018
Hal. 51-66.
Triani, E. (2017). Optimasi Kinerja Pengelolaan Sampah di Kota Palangkaraya.
Tesis Magister Program Urban Dvelopment Management, Departemen Of
Architechture Faculty of Civil Engineering and Planning, Institute Technology
of Sepuluh Nopember Surabaya, 2017.
United National Development Program. (2020). About the Sustainable Develop­ment
Goals. https://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-develop
ment-goals/.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 201


INDEKS

A Conservation 39, 191


acceptable 10, 109 controlled landfill 10, 108, 126, 128,
acetogenesis 80 130, 142, 153, 177
Aerated Lagoon 136 conveyor 158
aerob 33, 135 corporate social responsibility 53
aglomerasi 158, 181
aluminium 191-192 D
ammonium 128 daur ulang v, x, 6-8, 12, 15-23, 27-28,
anaerob 27, 70, 79, 83, 91, 135 31, 33, 50-51, 53, 68, 76-77, 81-82, 92,
anorganik 4, 6, 13, 17, 21-24, 26-28, 97, 102, 144, 191, 194-195
45, 48, 51, 82, 86, 153, 162, 191, 193, Degradable Organic Carbon 84-85
195 dekomposisi 27, 78, 81, 83, 85, 128,
antropogenik 78 144
arm roll truck 67, 69-70 densitas 31
ash 85 detensi 162-163
asidogenesis 80 Dinamika 1-2, 54, 193
atmosfer 77-79 dinamis 2, 7-8, 12, 200
Divers Clean Action 58-59, 62, 75
B domestik v, vii, viii, ix, x, 4, 32, 77, 79-
balancing loop 3 80, 82, 146, 151, 156, 158, 191
bangunan bertingkat 9, 41-42, 44, 48, dry anaerobic digestion 97
50-54 dry matter content 84, 86, 89
banjir 5, 191 dump truck 67, 69-70
bank sampah 8, 16, 18, 27-28, 30, 72,
75, 92, 104, 112, 183 E
biodigester 18, 27 Efluen x, 128, 132, 140
Biofilter ix, 136, 140-141 emisi 4, 9, 26, 29, 77-87, 89-93, 112,
biogas 7, 27, 79, 81, 91, 97, 100, 104, 162-164, 191
106 end pipe solution 8, 31
business as usual 77 energi 7, 11, 33, 77, 79, 81, 91-92, 96,
by product 4 98, 104, 109, 143, 153, 157, 160-161,
167, 181, 186, 188, 191-192
C Energy generation 91
Capping 147 equalisasi 174
cement kiln 157, 165, 167 estetika 3-4, 6, 191, 194
excavator 114, 146, 175

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 203


F indikator vii, 9, 32-33, 81, 99-103, 105,
Fasilitas Pengelolaan Sampah Terpadu 180
179 influen 132, 140
Fasilitas Pengolahan Sampah Antara infoware 10, 96, 99-100, 102, 105-107
9, 90, 96, 98 insinerasi 81, 91, 162, 165
filter viii, ix, 63 insinerator 91, 162-163, 165-168
fixed carbon 85, 89, 161-162 institusi 11, 16, 100, 116, 171, 178,
Floating resource recovery facility 91 188-189
flokulasi 136, 140 Integrated Waste Management 8, 31
Fluktuasi 64-65 Intermediate Treatment Facility 3, 9,
fraksi 11, 82, 85, 143-144, 146, 152- 95, 97, 105-106
154, 157-159, 162 inventarisasi 77-78, 93
fungi 81
J
G jasa 7, 107, 114, 183
gas bio 8, 16, 91, 97 joint agreement 182
Gasification 91
gas rumah kaca 4, 9, 26, 29, 77-80, 82, K
84-87, 89, 91-93 karbon aktif 135
gaya hidup 80, 82, 85, 191 Karbondioksida 78-79, 93
gedung bertingkat 41, 46 kehidupan laut 191
Geomembran 115, 132, 134 kesehatan 1-3, 6, 8, 13, 25, 80, 144-
Geotekstil 134 145, 168, 185, 194, 201
global 3-5, 11, 13, 78-79, 171, 192 kinerja vii, 10-12, 15, 28, 32, 40, 43,
grouping 100 54, 74, 96, 99-100, 103, 106, 140, 167,
growth 121 179-180, 192-201
koagulasi 135-136, 140
H komponen teknologi 10, 95, 99-100,
hidrolisis 80, 104-105 102-107, 192
hierarki 33, 97, 100-101, 105 kompos 11-12, 16, 25-26, 29, 68, 77,
hilir 28, 63, 73, 95 85, 89, 96-97, 100, 102, 104, 106, 112,
horisontal 121 143-147, 149-158, 160, 194-195, 199-
hulu 28, 33, 63, 73, 95 201
humanware 10, 96, 99-100, 102, 105, komposter 25-26, 199, 201
107 komunal ix, x, 26, 48, 68, 95
konflik sosial 7, 175
I kontribusi iii, 3, 32-33, 78, 106-107,
ilegal 56, 72 192, 194
implementable 10, 109 korosi 25, 163

204 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


kota besar 23, 80, 82, 85, 111, 128, M
197-198 malaria 5
kota kecil 23, 80, 82, 85, 93, 111, 197 mass balance 18-19, 21, 85
kota megapolitan 22-23, 198 masterplan 115-116
kota metropolitan 23, 198 masyarakat iii, iv, v, viii, x, 1, 3, 5-10,
kota sedang 23, 82, 93, 111, 128, 197- 13, 15-17, 24, 27-28, 31-39, 41-43, 51,
198 53-54, 56, 60, 64, 68, 73-75, 80, 82, 85,
kuadran 23-24 95-96, 98, 109, 114-115, 118, 122, 142,
kuesioner 32-33, 38, 64, 99 147, 168, 171, 175-176, 180-181, 183,
kumpul-angkut-buang 8, 15, 31 185-186, 190, 192, 196, 199-201
materi daur ulang 21-22
L maturasi 70, 136, 140, 174
landed house 9, 42 media tanaman 7
landfill 6, 8, 10-11, 31, 56, 72, 78-79, Memorandum of Understanding 184
89, 91-92, 97, 104, 108, 114-115, 126, metagenesis 80
128-130, 132-133, 140-150, 152-157, metan 77-79, 86, 88, 91, 102
169-170, 174-175, 177, 189-190, 192, mikroba 26, 33, 151
203 mitigasi 11, 77, 86, 91-92, 171-172,
landfill fuel gas 91 175-176, 187-188, 193, 200
Landfill Mining 142, 154-157, 169-170 moisture 85
leachate 4, 10, 104, 128-129, 140-141, motivasi 7, 17, 38, 74
192 Multi Criteria Analysis 181-182
lesson learned 8, 11-12, 172, 192, 199 multiyears contract 175
Lignin 158
limbah i, ii, iii, iv, v, vi, vii, viii, ix, x, N
1, 13, 41, 79-81, 83-84, 86, 90, 93, 97, nappies 80, 86
128, 145, 153, 191, 207 negatif 2, 8, 12, 81, 89, 114, 129, 183,
lindi 4, 10, 115, 128-129, 131-133, 191, 194-195
135-141, 174-175, 192, 195, 200 neraca massa 18-20, 66, 85
liner 115, 129 nilai kalori 85
lingi 136 nutrient 80
lingkungan i, ii, iii, iv, v, vi, vii, ix, x,
2-13, 16-18, 27-29, 33-36, 38, 41-43, O
53-54, 56, 66, 68, 72-73, 75, 77, 79-81, Observasi 57
83, 93, 96-98, 104, 108-109, 114-115, ocean conservancy 60
118, 126, 128-129, 141, 143, 145, 147, oksidasi 135
155-157, 164, 170-171, 176-177, 179- open dumping 5-6, 8, 10, 15, 69-70,
180, 184, 187-192, 197, 199-201, 207 78, 81, 91-92, 108, 112, 126, 128-130,
linkages 100 142-143, 146-147, 154, 175, 193, 199-
loop 2-3, 194, 203 200

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 205


open source 62 R
operator 104-105, 115-116, 178-179, ramah lingkungan i, ii, iii, iv, v, vi, x,
188, 193 5-8, 12, 42, 77, 80, 96, 98, 108-109,
opportunities 177 171, 187, 192, 199-200
organik 4, 7, 16, 18, 21-28, 31, 33, random sampling 57
44-45, 47-48, 51, 56, 65, 68, 71, 78-79, Recovery Factor 19-20
81-84, 86, 88-89, 92, 97-98, 104, 106, recycle 3, 6-8, 15-16, 28-29, 43, 77, 92,
128, 131, 135, 146-147, 151, 156, 158, 175
195, 201 reduce 3, 7-8, 15-16, 28-29, 43, 77, 92,
orgaware 10, 96, 99-100, 102, 104-105, 175
107 reduce at source 8, 15
refill 16
P regulator 105, 115-116, 178-179, 188,
paradigma ix, 7-8, 15, 77 193
partisipasi 9, 17, 24, 31-39, 53, 95, Reklamasi 75, 143, 146, 155
192, 200-201 Relative Importance Index 32, 39-40
pemanasan global 78-79 replace 28
pendekatan lingkungan 192 residu 11, 18-19, 22, 27-28, 53, 97,
pengomposan 6, 8, 16, 25-26, 29, 102, 143, 146, 149, 153-154, 158, 160,
31-39, 50, 68, 79, 81, 88, 91-92, 96-97, 195
104, 118, 192, 201 responden 32-33, 35-38, 64, 192
pengumpulan 3, 16, 42, 44-45, 48-50, retribusi 43, 52, 74-75, 116-117, 179,
57, 60, 67-68, 74, 78, 85, 90, 96, 109, 183, 186
129, 140, 146, 196, 198 reuse 3, 6-8, 15-16, 28-29, 43, 77, 92,
penyakit 4-6, 12, 15 141, 175
perlindungan lingkungan 10, 129, 192 rusunawa 42-43, 49, 51-52
perspektif 11, 179, 191
perubahan iklim 77-78, 89, 93, 191 S
pesisir 9, 56-57, 74-75, 192-193 saf sampah 41, 46-48, 50
pewadahan 3, 7-8, 16, 25, 42, 48, 67, sampah 1-100, 102-118, 121, 126-132,
74, 78, 85, 90, 196, 198 140-147, 150-164, 168, 170-172, 174-
pilot project 33, 39, 146 201, 203-204
pola konsumsi 5, 7, 80, 171, 191 sanitasi iii, viii, 5, 9, 25, 41, 157, 191
positif 3, 8, 12, 22, 33, 194-195 sanitation for all 191
probabilitas 35 Sedimentasi 136
produksi 3, 27, 79, 82, 88, 91, 100, Site 70, 93, 126, 144, 169
145, 157, 167, 169, 184-185, 191 site plan 144
Profil Kinerja 196, 198 skala likert 99
Project Aware 62, 75 snow balling loop 2
spesifik 1, 82-83, 91, 191

206 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


stabilisasi 33, 135 tipping fee 11, 117, 172, 177, 182-188,
stakeholders 108-109 193, 200
sumber daya 1, 4, 7-8, 15, 68, 77, 100, topografi 144, 196, 200
102, 176, 179-180, 191-192, 209 transfer depo 72
Sustainable Development Goals iii, transformasi 33, 68, 81
viii, 5, 171, 199-201 trash track 57, 63

T U
technoware 10, 96, 99-100, 102, 104- udara ambien 4
107 ultimate dan proximate analysis 85, 92
Tempat Pembuangan Akhir 15, 29, urbanis 41
81, 90, 93, 96-97, 108, 126, 129, 184,
188-190 V
Tempat Pemrosesan Akhir 3-4, 6-7, vertikal 45, 47, 55, 73
11, 19, 77-78, 80, 90-91, 93, 95-97, 108, volatile 161-162
111, 127-128, 132, 140-143, 157, 171, volume 1-2, 4-8, 15, 18, 26, 39-40, 68-
188-189, 198 70, 81-83, 86, 90, 93, 97-98, 106, 114,
tercampur 2-3, 8 140, 144, 160, 182-183, 186, 188-189,
Terpadu 5, 25, 56, 72-73, 92, 95, 114, 194-196, 201
156, 179, 203, 209
terpilah 2-3, 6, 8, 24-25, 48, 104 W
Thermal converter 91 waste to energy 11, 31, 92, 157, 169,
threats 177 185, 199
timbulan 1-2, 8-9, 15-17, 27, 29, 31- wetland 135-136, 140-141, 174
32, 48, 56, 58, 60, 64, 77-78, 80, 82-83, Workshop 7, 76
85-86, 90, 92-93, 96, 108, 111-112, 142,
144, 157, 168, 181, 200
Z
tipologi 44-46, 144
zero waste 106, 199
zona 62, 115, 128, 158-162, 164-168

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 207


BIODATA PENULIS

BIODATA PENULIS
Dr. Ir. R. Pamekas, M.Eng, adalah peneliti utama bidang Teknologi da
BIODATABIODATA
Manajemen Lingkungan, PENULIS PENULISPekerjaan Umum. Lahir di Bogo
Kementerian
pada tanggal 15 Oktober 1949, dan menyelesaikan pendidikan sarjan
Dr.Teknik Penyehatan
Ir.R.R.Pamekas,
Ir. Dr.Pamekas, M.Eng,
Ir. R. Pamekas, Institut
M.Eng,
adalah
M.Eng, Teknologi
adalah
penelitipeneliti
adalah utama Bandung
utama
bidang
peneliti pada tahun
bidang
Teknologi
utama bidang dan 197
Teknologi da
Memperoleh
Teknologi
Manajemen dan gelar
Manajemen
Lingkungan, Master of
Lingkungan,
Kementerian Engineering
Kementerian
Pekerjaan Asian
Umum. Institute
Pekerjaan
Lahir
Manajemen Lingkungan, Kementerian Pekerjaan Umum. Lahir di Bogo di BogorTechnolog
(AIT)
Umum.
pada Lahir
tanggal
pada 15di
Thailand, Bogor
Bangkok
Oktober
tanggal pada
151949,
Oktober tanggal
pada
dan 15
tahun danOktober
1983,
menyelesaikan
1949, 1949,
dan dan
gelar
pendidikan
menyelesaikan doktor bidan
sarjana
pendidikan sarjan
Teknik Penyehatan
menyelesaikan
PengelolaanTeknikpendidikan
SumberInstitut
Penyehatan Daya Teknologi
sarjanaAlamTeknik
Institut Bandung
dan pada Institut
Penyehatan
Lingkungan
Teknologi Bandung tahunpada1975.
Institut Pertania
tahun 197
Memperoleh
Teknologi gelar
Bandung
Memperoleh Master
pada of
tahun
gelar Engineering
1975.
Master of Asian
Memperoleh
Engineering
Bogor (IPB) tahun 2007. Selama lebih dari 21 (duapuluh satu) tahuInstitute
gelar
Asian Technology
Master
Institute Technolog
(AIT) Thailand,
of diperbantukan
Engineering Bangkok
Asian
(AIT) Thailand, pada
padaInstitute
Bangkok tahun
PT Indah pada1983,
Technology
tahun
Karya dan gelardan
(AIT)
1983, doktor
Thailand,
(Persero), gelar
untukbidang
doktor bidan
menangan
Pengelolaan
Bangkok pada Sumber
Pengelolaan
tahun Daya
Sumber
1983, Alam
dan dandoktor
Daya
gelar Lingkungan
Alam dan Institut Pertanian
Lingkungan
bidang Pengelolaan Institut Pertania
proyek‐proyek nasional maupun internasional bidang Air Minum, A
Bogor
Sumber (IPB)
Daya tahun
Bogor Alam 2007.
(IPB) dan Selama
tahun 2007.
Lingkungan lebih darilebih
Selama 21 (duapuluh
Institut satu) tahun,
dari 21 (duapuluh
Pertanian Bogor satu) tahu
Limbah, Persampahan, manajemen Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT
diperbantukan
(IPB) Infrastructure
tahun pada
diperbantukan PT
2007. Development
SelamaIndah
padalebih Karya
PT Indah (Persero),
dari 21 Karya untuk menangani
(Persero),satu)
(duapuluh untuk menanga
atau Integrated Urbanproyek‐proyek nasional padamaupun Prograne (IUIDP), dan AMDAL. Berbek
pengalaman lapangan
proyek‐proyek
tahun,tersebut,
diperbantukan
menjadi PT internasional
nasional
pembimbing,
maupun
Indah Karya bidang Airbidang
internasional
(Persero),
penyelaras
Minum,
untuk
substansi,
AirAir
Minum, A
dan pengaja
Limbah, Persampahan, manajemen
Limbah, Persampahan, Program Pembangunan
manajemen Program PrasaranaPrasarana
Pembangunan Kota Terpadu
Kota (P3KT)
Terpadu (P3KT
sertaIntegrated
penulis buku,menangani proyek-proyek nasional dan maupun internasional
atau atau Urban dan
Integrated tenaga
Infrastructure
Urban ahli bidangDevelopment
Development
Infrastructure Teknologi
Prograne (IUIDP), Manajemen
Prograne dan AMDAL.
(IUIDP), Sumber
dan Berbekal
AMDAL. Daya Alam
Berbek
bidang Air Minum, Air Limbah, Persampahan, manajemen Program Pembangunan
serta Lingkungan.
pengalaman lapangan tersebut, menjadi pembimbing, penyelaras substansi,
pengalaman lapangan tersebut, menjadi pembimbing, penyelaras substansi, dan pengaja dan pengajar,
Prasarana Kota Terpadu (P3KT) atau Integrated Urban Infrastructure Development
serta penulis
sertabuku, dan buku,
penulis tenagadan ahlitenaga
bidang Teknologi
ahli dan Manajemen
bidang Teknologi Sumber Daya
dan Manajemen Sumber AlamDaya Ala
Prograne (IUIDP), dan AMDAL. Berbekal pengalaman lapangan tersebut, menjadi
serta Lingkungan.
serta Lingkungan.
pembimbing, penyelaras substansi, dan pengajar, serta penulis buku, dan tenaga
Ir. Sri
ahli Darwati,
bidang Teknologi M.Sc,
danlahir di Boyolali
Manajemen Sumber tanggal
Daya15 AlamJuliserta Lingkungan. 1969. Tahu
1992 menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Lingkunga
Ir.
Ir. Sri Darwati,
Ir. Sri M.Sc,
Darwati,
lahir M.Sc,
di Boyolali
lahir ditanggal
Boyolali 15 Juli
tanggal 15 Juli 1969. Tahun
1969. Tahu
di SriInstitut
Darwati, Teknologi
M.Sc, lahir diBandung.
Boyolali tanggalTahun15 Juli 2002 1969. memperole
1992 menyelesaikan
1992 menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik
pendidikan sarjana Teknik Lingkungan Lingkunga
Tahun 1992 of
gelar Master menyelesaikan
Science in pendidikan Science
Environmental sarjana and Teknik Technolog
di Institut Teknologi Teknologi
di Institut Bandung. Bandung. Tahun 2002 Tahun 2002 memperoleh memperole
Lingkungan
dari Unesco diIHE,
Institut
Delft, Teknologi
The Bandung. Tahun
Netherlands. Saat 2002
ini menjaba
gelar Master
gelarof Master
Science ofin Science
Environmental Science and
in Environmental Science and Technology Technolog
memperoleh
sebagai gelar
peneliti Master
madya of Science
IV‐c in
bidang Environmental
Pengendalian Science Pencemara
dari Unesco
dari IHE, Delft,
Unesco TheDelft,
IHE, Netherlands.
The Netherlands.
Saat ini Saat ini menjabat menjab
and Technology
Lingkungansebagai
dari Unesco
(17.02.03)
peneliti di
IHE, Delft,
Puslitbang
madya
The Netherlands.
Perumahan
IV‐c Pengendalian
bidang dan
Pengendalian
Saat Permukima
Pencemara
sebagai peneliti madya IV‐c bidang Pencemaran
ini menjabat
Kementerian
Lingkungan sebagai
PUPR. peneliti
Lingkungan
(17.02.03) (17.02.03) madya
di Puslitbang IV-c
di Puslitbangbidang
Perumahan Pengendalian
Perumahan
dan dan Permukiman, Permukima
Pencemaran
Kementerian Lingkungan
Kementerian
PUPR. (17.02.03)
PUPR. di Puslitbang Perumahan
dan Permukiman, Kementerian PUPR.

Fitrijani
FitrijaniAnggraini,
Anggraini, M.T.,
M.T.,
lahirlahir
di Surabaya tanggal
di Surabaya 2 Agustus
tanggal 2 Agustus 196
Fitrijani Fitrijani
Anggraini, Anggraini,
M.T., lahir M.T.,
di lahir
Surabaya di Surabaya
tanggal 2 tanggal
Agustus 2 Agustus 196
1968.
TahunTahun
19911991 menyelesaikan
menyelesaikan pendidikansarjana
pendidikan Teknik1968.
sarjana Teknik Kimia pad
Tahun 1991Tahun 1991 menyelesaikan
menyelesaikan pendidikan pendidikan
sarjana sarjanaKimia
Teknik Teknik Kimia pad
pada
Kimia pada
Universitas Universitas
Pembangunan Pembangunan Nasional
Nasional Surabaya. Surabaya. Tahun 199
Universitas Universitas
PembangunanPembangunan
Nasional Nasional
Surabaya.Surabaya.
Tahun 1999 Tahun 199
Tahun 1999 memperoleh
memperoleh gelar gelarTeknik
Magister Magister Teknik Lingkungan
Lingkungan dari Institut Teknolo
memperoleh memperoleh gelarTeknik
gelar Magister Magister Teknik Lingkungan
Lingkungan dariTeknologi
dari Institut Institut Teknolo
dari Institut
Bandung. Teknologi
Terakhir
Bandung. sebagai
Bandung.
sebagai
TerakhirPeneliti
Terakhir
Peneliti
sebagaiMadya Madya
Peneliti
sebagai
MadyaIV‐b Peneliti
bidang
IV‐b bidangTeknologi
Teknologi da
da
Bandung. Terakhir IV‐b bidang Teknologi dan
Madya IV-b
Manajemen bidang
Manajemen Teknologi
Lingkungan
Lingkungan dan Manajemen
di Puslitbang
di Puslitbang Lingkungan
Perumahan
Perumahan dan
danPermukima
Permukima
Manajemen Lingkungan di Puslitbang Perumahan dan Permukiman,
di Puslitbang
Kementerian
Kementerian
Perumahan
PUPR,
Kementerian
PUPR, dan ini
danPUPR,
saat
dan
saat
dan Permukiman,
ini
saat menjabat
menjabatini menjabat Kementerian
sebagaisebagai
sebagai
Kepala Kepala
Kepala
Balai Balai
BalaiLitban
Litbang Litban
PUPR,
AirAir dan
Minum
Minum Airsaat
danMinum
dan ini menjabat
Penyehatan
Penyehatan sebagai
dan Penyehatan Kepala
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan Balai Litbang
Permukiman.
Permukiman.
Permukiman. Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman.

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 209


Teknik

Teknik Ir.Ida Medawaty, M.T., la


tanggal 12 desember
anggal 12 Penekitidesember 1963, Tahun 1990 menyele
kan Sarjana Ir.Ida Teknik
Medawaty, M.T., lahir di Medan tanggalLingkungan
12 desemberdi Sekolah
nLingkungan
Sarjana di Teknik
PUPR. 1963, Tahun 1990 menyelesaikan pendidikan Sarjana
Ir.Ida Teknik
Medawaty,
Yogyakarta M.T., lahir
dan Tahun 2004
ingkungan
elar Magister Teknik
Lingkungan di Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan 1963,
dari Tahun 1990
Yogyakarta
Institut menyelesaik
Teknologi Bandu
r Magister
jabat sebagai Teknik
Penekiti Lingkungan di Sekolah Ting
bat sebagai dan Tahun
Penekiti 2004 memperoleh gelar Magister Teknik dariIV‐a
Madya Institut
bidang Teknologi
Lingkungan di Yogyakarta dan Tahun 2004 mem
ingkungan Teknologi di Bandung. Saat ini menjabat sebagai dariPenekiti
Puslitbang Madya
Perumahan dan
ung tanggal 24 April 1973. Tahun Institut Teknologi Bandung. S
Kementrian IV-a PUPR.
bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan di Puslitbang
ementrian PUPR. Madya IV‐a bidang Teknologi dan
a Teknik Lingkungan di Institut Perumahan dan Permukiman, Kementrian PUPR. Puslitbang Perumahan dan Pe
memperoleh gelar Magister
Reni Nurae
Saat ini menjabat Reni sebagai
Nuraeni,Peneliti
S.T.,1973.
M.T., Tahun
lahir di Bandung tanggal 24 April
ahir di Bandung
r di Bandung tanggal 24
tanggal 24 April April
1973. Tahun 1997 meny
mukiman, Kementerian
1973. TahunPUPR1997 menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Reni Nuraeni, S
Teknologi
dikan
kan sarjana
sarjana Teknik
Teknik Lingkungan
Lingkungan di Institut
di Institut
Lingkungan di gelar
Institut Teknologi Bandung. Tahun 2004 1997 menyeles
Perencanaa
hun
n 2004 2004memperoleh
memperoleh gelar
Bandung Magister
Magister
memperoleh gelar Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Teknologi
Muda di BanPu
aotadaridari ITB.
ITB. Saat
Saat ini menjabat
ini menjabat sebagai
sebagai Peneliti
Peneliti Perencanaan Wi
han dan dari ITB.
Permukiman, Saat ini menjabat
Kementerian PUPR sebagai Peneliti Muda di Puslitbang
di PUPR
an dan Permukiman, Kementerian Muda di Puslitb
MIPA Dra. Tuti
Perumahan dan Permukiman, Kementerian PUPR.
gelar tanggal 3 M
.,lahir
lahirdi di Bandung
Bandung Dra. Tuti Kust
n 1991 Saat ini menyelesaikan pendidikan s
hun 1991 Dra. Tuti Kustiasih, MIL., lahir di Bandung tanggal 3 Marettanggal 3 Mare
Fakultas Puslitbang
MIPAMIPA Institut Teknologi
menyelesaikan Bandung.
pendidikan sarja
Fakultas 1966. diTahundi 1991 menyelesaikan pendidikan Magister
sarjana Ilmu
KimiaLingkungan da
peroleh gelar Institut Teknologi Bandung. Tahu
emperoleh – Fakultas MIPA di Institut Teknologi Bandung.
gelar Tahun
menjabat
Magister Ilmu 2016
sebagai Peneliti
Lingkungan dari bid
Un
adjaran. Saat ini
djadjaran. memperoleh
Saat ini gelar Magister Ilmu Lingkungan menjabat
dari Universitas
Perumahan danPeneliti
sebagai Permukiman
bidang
ungan di Puslitbang
kungan di Padjadjaran.
PuslitbangSaat ini menjabat sebagai Peneliti bidang Teknik
Perumahan dan Permukiman, Kem
PR.
UPR. Lingkungan di Puslitbang Perumahan dan Permukiman,
Bandung pada tanggal 14 JanuariKementerian PUPR.
kan sarjana Teknik Lingkungan di Amallia
hun 2011 dan Amallia
program Ashuri,
MagisterS.T., M.T., lahir di Bandung pada tanggal 14 Amallia Ash
1990. T
., lahir di Bandung pada tanggal 14 Januari 1990. Telah
Institut Teknologi
JanuariBandung pada menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik
1990. Telah Institut
M.T., lahir di Bandung
n pendidikan pada tanggal
sarjana Teknik Lingkungan14 Januari
di Institut Tekn
ai Peneliti Pertama bidangdiTeknik
Lingkungan Institut Teknologi Bandung pada tahun 2011 dan Teknik
Teknik dan M
kanpada
ng pendidikan
tahun 2011 sarjana Teknik Lingkungan
dan program Magister di
n dan Permukiman, programKementerian
Magister Teknik dan Manajemen Lingkungan Institut tahun
tahun 2013.2
ngkungan
ung pada Institut Teknologi
tahun 2011 dan Bandung
programpada Magister
Teknologi Bandung pada tahun 2013. Saat ini menjabat sebagai Lingkun
Lingkungan
abat sebagai Peneliti
Lingkungan InstitutPertama bidang
Teknologi Teknik
Bandung pada
Peneliti Pertama bidang Teknik Lingkungan di Puslitbang PUPR.
PUPR.
Perumahan
njabat dan
sebagai Permukiman,
Peneliti PertamaKementerian
bidang Teknik
Perumahan dan Permukiman, Kementerian PUPR.
ng Perumahan dan Permukiman, Kementerian
al 27 April Anggi Wulandini, S.T., M.T., lahir di BandungAnggi
pada Wulandini,
tanggal 27S.T.,S.T.,
M.T.,M.T.,
lahir
Anggi Wulandini,
ingkungan 1985.
April 1985. Telah menyelesaikan pendidikan sarjana Telah menyelesaikan
Teknik pend
1985. Telah menyelesaikan p
2008tanggal
pada dan 27 April Lingkungan di Institut Teknologi NasionaldiBandung
Institut Teknologi Nasional
pada
di Institut Teknologi Nasio
a Teknik Lingkungan
asi, Institut program Magister Pengelolaan Inf
g pada tahun 2008 dan program Magister Pengelolaan Infrastruktur
program Magisterpada
Pengelolaa
da tahun 2008 27
tanggal
at sebagai
April
dan Teknologi Bandung tahun
na Teknik Lingkungan Air dan Sanitasi, Institut Teknologi Bandung pada
Teknologi tahun
Bandung pada taL
Peneliti Pertama bidang Teknik
dan Sanitasi,
elitian dan Institut Peneliti Pertama
2018. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Pertama bidang Tekn
bidangPerumahan
Pengembangan d
ada
ni tahun sebagai
menjabat 2008 dan
menterian Pengembangan
Teknik Lingkungan di Pusat Penelitian danPekerjaan Umum dan Perumahan
Pengembangan Perumahan
Air
Pusat Penelitian Institut
dan Sanitasi, dan
Perumahan dan Permukiman, Kementerian PekerjaanPekerjaan Umum dan Peruma
Umum
ini menjabat
man, sebagai
Kementerian
di Pusat Penelitian dan dan Perumahan Rakyat.
kiman, Kementerian

210 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan


Laksmi Kur
Laksmi K
, S.T., lahir Laksmi
di Temanggung pada tanggal
Kurnia Santi, S.T., lahir15di Temanggung pada tanggal Desember 1
Desember
h menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik
15 Desember 1994. Telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Lingkungan
Lingkunga
sitas Diponegoro pada tahun 2016. Saat ini
Teknik Lingkungan di Universitas Diponegoro pada tahun 2016. menjabat
menjabatse
elaah Penyehatan Lingkungan
Saat ini menjabat Permukiman di
sebagai Penelaah Penyehatan Lingkungan Puslitbang P
Puslitbang
dan Permukiman, Kementerian PUPR.
Permukiman di Puslitbang Perumahan dan Permukiman,
Kementerian PUPR.
Dr.Dr. Ir.Ir.
Wahyu Widyarsana,
Widyarsana, S.T.,S.T.,
M.T.,
M.T.,
lahir di d
lahir
Dr. Ir. I Made Wahyu Widyarsana, S.T.,Desember
M.T., lahir 1979.
Desember di Badung
1979. PadaPadatahun
tahun2
Bali) pada tanggal 18
(Bali) pada tanggal 18 Desember 1979. Pada Teknik
Saejana
Saejana tahun 2004
Teknik Lingkungandi d
Lingkungan
yelesaikan pendidikan
menyelesaikan pendidikan Saejana Teknik Tahun Lingkungan
Tahun2006 2006 di
menyelesaikanpe
menyelesaikan
Teknologi Bandung.
Institut Teknologi Bandung. Tahun pada 2006padamenyelesaikan
tahun 2011 menyelesaikan
tahun 2011 menyelesaikan p
Magister selanjutnya
pendidikan Magister selanjutnya dengan pada tahun
dengan 2011
menerima
menerima beasiswa beasiswa pe
penu
n Doktoral dari TL‐ITB
menyelesaikan pendidikan Doktoral pendidikan
daripendidikan
TL-ITBS2 dengan
S2 sampai
sampai S3.S3.
PadaPadar
TB selama menempuh
menerima beasiswa penuh dari ITBmengikuti selama menempuh
mengikuti short courses te
short courses tent
hun 2015‐ 2016
pendidikan S2 sampai S3. Pada rentang Management
tahun 2015-2016 and Technology d
d Waste Management and Technology di
mengikuti short courses tentang Solid Waste Pada tahun 2018 andmemperoleh g
China, dan Denmark. Pada Management
tahun 2018 memperoleh gel
Technology di Jerman, China, dan Denmark. Program
PadaStudi Studi2018
tahun Pendidikan Prof
insinyur (Ir.) setelah menyelesaikan studi di Program
Tetap PNS
Pendidikan
dengan
Profesi
jabatan fung
memperoleh gelar profesi insinyur (Ir.) setelah menyelesaikanTetap studi
PNS di Program
dengan jabatan fungsio
ITB. Status pekerjaan saat ini sebagai Dosen S1/S2/S3 Teknik Lingkungan, P
Studi Pendidikan Profesi Insinyur ITB. Status pekerjaan saat ini sebagai
S1/S2/S3 Teknik Dosen
Lingkungan, ProI
r, dan ditugaskan mengajar di Program Studi Program
Tetap PNS dengan jabatan fungsional Lektor, dan ditugaskanProgram
mengajar diStudi
Studi Program
S2
S2 Pengelolaan
Pengelolaan Infr
di S1 Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, dan dan Lingkungan, Institut Teknolo
Studi S1/S2/S3 Teknik Lingkungan, Program Studi S1 Rekayasa Infrastruktur
dan Lingkungan, Institut Teknologi
Air Bersih dan Sanitasi, Fakultas Teknik Sipil
Lingkungan, dan Program Studi S2 Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan
Sanitasi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Lina Ap
Lina Apriyanti Sulistiowati, ST. MT., lahir di Cimahi Lina Apriy
5 April 1
stiowati, ST.pada tanggal
MT., lahir 5 Aprilpada
di Cimahi 1980. Pada tahun 2003 menye­
tanggal Teknik
5 April 198L
lesaikan pendidikan Sarjana
ahun 2003 menyelesaikan pendidikan Sarjana Teknik Lingkungan di 2008
Teknik Linm
Institut Teknologi Nasional,
di Institut Teknologi Nasional, Bandung. TahunBandung. Tahun 2008 me­ Institut
2008 menT
tetap Te
Ju
n pendidikannyelesaikan pendidikan
Magister Teknik Magister
Lingkungan di Teknik Lingkungan Institut
sampai
ndung. Padadi Institut
Tahun Teknologi
2016‐ Bandung.
2019 menjadi Pada Tahun 2016- 2019
dosen tetap Juru
menjadi dosen tetap Jurusan Teknik Lingkungan ITENAS. narasum
ik Lingkungan ITENAS. Sejak Tahun 2013 sampai s
tenaga a
merupakan Sejak Tahun 2013
tim instruktur sampai saat
pelatihan dan ini merupakan tim narasumbe
swasta
Pengelolaaninstruktur pelatihan
Lingkungan dan narasumber
bersama dengan bidang Pengelolaan tenaga ahl
Perindustrian, Kementerian Kel
Lingkungan
demisi perguruan bersama
tinggi negeri dengan
(ITB) tenaga ahli dari akademisi
maupun swasta (IT
Tekmira, PUSAIR serta Asosiasi
perguruan tinggi negeri (ITB) maupun swasta (ITENAS) Perindustrian,
an institusi pemerintah seperti Kementerian Indonesia). Kementerian Kelau
dan institusi pemerintah seperti
erikanan, B4T, Balai Besar Tekstil, Puslitbang Kementerian Perindustrian, Kementerian
Tekmira, Kelautan
PUSAIR serta Asosiasi In
dan Perikanan, B4T, Balai Besar
osiasi Semen Indonesia, Asosiasi Pertekstilan Tekstil, Puslitbang Tekmira, PUSAIR serta
Indonesia). Asosiasi
Industri (Asosiasi Semen Indonesia, Asosiasi Pertekstilan Indonesia).

Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan 211


a tanggal 8 Desember
Rizkia Nur Aulia, S.T., lahir di Jakarta pada tanggal 8
pendidikan sarjana
Desember(S1) 1993. Pada tahun 2015, menyelesaikan pen­
Teknologi Bandung
didikan sarjana (S1) Teknik Lingkungan (TL) di Institut
bih dari 4 tahun di
Teknologi Bandung (ITB). Memiliki pengalaman bekerja
ini, Rizkia aktif bekerja
lebih dari 4 tahun di bidang keahlian Teknik Lingkungan.
engerjakan proyek‐
Saat ini, Rizkia aktif bekerja di salah satu konsultan teknik
gan. dan mengerjakan proyek-proyek di bidang keahlian Teknik
Lingkungan.

212 Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai