Anda di halaman 1dari 41

KPROPOSAL PENELITIAN

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PESANTREN


(Studi Kasus Di Pesantren Nurul Ulum Sampang Dan Pesantren Al-
Asy’ari Kadungdung Sampang)

Oleh:
MOH. KHOROFI

PROGRAM DOKTORAL MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2023
PROPOSAL PENELITIAN
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU MADRASAH ALIYAH BERBASIS WISATA
(STUDI KASUS DI MAN SAMPANG)

A. Konteks Penelitian
Di era globalisasi saat ini, peningkatan mutu pendidikan menjadi langkah
strategis dalam meningkatkan kualitas generasi muda agar dapat menghadapi persaingan
global. Di indonesia, sektor pendidikan mendapatkan perhatian yang sangat besar dari
pemerintah agar kualitas pendidikan di setiap daerah mampu memberikan jaminan mutu.
Namun seperti yang diketahui bersama, kualitas pendidikan di Indonesia bila
dibandingkan dengan negara lain saat ini sangat menghawatirkan.
Bersumber pada forum World Economic Forum yang di terbitkan pada tahun
2017 menurut data Global Human Capital Report, Indonesia sangat memprihatinkan
karena posisi Indonesia pada masa itu terdapat pada posisi peringkat ke 65 dari 130
negara dalam bidang Pendidikan karena minat belajar di Indonesia kurang serta
kurangnya minat literasi akan buku bacaan sehingga kualitas Pendidikan di Indonesia
tertinggal jauh oleh negara negara tetangga. Dalam data PISA 2018 secara internasional
menempatkan indonesia di peringkat 72 dari 79 negara yang bergabung pada
Organisation For Economic Co-Operation And Development dan Indonesia pada hasil
TIMSS 2015, menempati peringkat 44 dari 49 negara untuk matematika dan peringkat 44
dari 47 negara dalam bidang seni. Berdasarkan data tersebut memaparkan bahwa
rendahnya prestasi siswa pada kualitas Pendidikan Indonesia rendah, sehingga peranan
guru yang berkompeten dan manajemen yang baik masih perlu ditingkatkan.
Tilaar mengatakan bahwa krisis pendidikan berkisar pada krisis tata kelola. Di
puncak krisis tersebut, kualitas pendidikan masih lemah dan pengelolaan sumber daya
masih belum efektif.1 Menurut Deming yang dikutip Syafaruddin, 80% masalah kualitas
disebabkan oleh faktor manajemen dan 20% sisanya oleh sumber daya manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa kualitas yang kurang optimal disebabkan oleh manajemen yang
tidak profesional, yang berarti juga mencerminkan manajemen dan kebijakan yang tidak
profesional.2

1
H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, (Bandung: Rosdakarya, 2008). 77
2
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2012). 19
Selanjutnya Abdul Hadis dan Nurhayati menyatakan bahwa dari segi perspektif
makro, banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, antara lain faktor
kurikulum, kebijakan pendidikan, lembaga pendidikan, penerapan teknologi informasi
dan komunikasi dalam pendidikan, khususnya dalam penyelenggaraan belajar mengajar,
laboratorium dan kancah belajar lainnya melalui fasilitas internet, aplikasi metode,
starategi, dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan modern, metode evaluasi
pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai, manejemen pendidikan yang
dilaksanakan secara profesional, sumberdaya manusia para prilaku pendidikan yang
terlatih, berpengetahuan, pengalaman dan juga profesioanal.
Menurut Moerdianto dalam bukunya Strategi Pelaksanaan dan Sistem
Peningkatan Mutu Pendidikan, dia mengungkapkan bahwa peningkatan mutu pendidikan
umumnya dihadapi dengan keterbatasan sumber daya pendidikan. Dari penjelasan ini,
kita dapat memahami bahwa dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, diperlukan
pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance untuk memastikan bahwa
layanan pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan sesuai dengan standar
nasional pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang efektif dan efisien
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di setiap lembaga pendidikan.
Mengenai mutu pendidikan dijelaskan dalam Undang-undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 17
bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam pasal
35 ayat 1 dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala.
Kegiatan manajemen dalam dunia organisasi sangat penting dan diperlukan,
termasuk dalam dunia pendidikan di mana istilah manajemen menjadi aspek yang tak
terpisahkan. Kualitas suatu lembaga pendidikan dapat diukur sebagian besar dari kualitas
manajemen yang diterapkan. Dengan kata lain, perkembangan lembaga pendidikan, baik
kemajuan maupun kemunduran, sangat dipengaruhi oleh kualitas sistem manajemen
yang diterapkan.
Umumnya, kegiatan manajemen dapat diaplikasikan pada setiap konteks
individu maupun konteks kelembagaan (baik kelembagaan dalam bentuk formal maupun
non formal). Fakta lapangan membuktikan bahwa, banyak lembaga hadir ditengah
masyarakat dengan harapan mampu memberikan pelayanan yang baik terhadap
pendidikan, salah satunya adalah kehadiran pondok pesantren. Kehadiran pondok
pesantren di tengah masyarakat luas tentunya menjadi tantangan yang perlu dihadapi
secara serius bagi pihak stakeholder. Karena pada dasarnya pendidikan klasikal yang
dipadukan dengan sebuah kecanggihan modern menjadi sebuah tuntutan dalam kemajuan
atau peningkatan mutu pendidikan. Dengan kata lain, pondok pesantren merupakan salah
satu lembaga pendidikan yang perlu pengelolaan secara sistematis dan terarah. Hal
tersebut dilakukan karena banyak pondok pesantren yang saat ini berkembang, namum
sistem manajemen yang dijalankan masih belum maksimal.
Sebagaimana yang diketahui pada umumnya, pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan mandiri yang dirintis, dikelola, dan dikembangkan oleh seorang
kyai. Pada awalnya pesantren lahir dari sebuah kesederhanaan. Seseorang yang dianggap
mempunyai ilmu pengetahuan agama yang baik dan bersedia untuk mengajarkan
ilmunya akan dijadikan seorang ustadz di pondok pesantren tersebut. Mulai dari hal-hal
yang sederhana mengenai dasar-dasar pengetahuan ajaran Islam, seperti cara membaca
Alquran, sampai pada pengetahuan yang lebih mendalam, seperti bagaimana memahami
Alquran, tafsir, hadits, fiqh, tasawuf, serta pengetahuan lainnya.
Menurut Abdurrahman Wahid, pesantren mempunyai keunggulan tersendiri
karena mampu menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang diikuti oleh
semua santri, sehingga santri tidak menggantungkan diri kepada siapa dan kepada
lembaga masyarakat apapun. Di samping itu, pesantren juga dapat memelihara sub
kultural sendiri. Hal ini dapat terlihat dari gaya hidup yang ditawarkan berbeda dengan
masyarakat pada umumnya, dan ukuran-ukuran serta pandangan hidupnya berorientasi
ukhrawi dan menolak pandangan hidup yang materialistik. 3 Nurcholis Madjid dalam
Thoriq menjelaskan tentang tujuan pendidikan pesantren yaitu membentuk manusia yang
memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam membicarakan tiga masalah pokok, yaitu
Tuhan, manusia dan alam setelah dikotomi mutlak antara khaliq dengan makhluk,
termasuk bentuk-bentuk hubungan antara ketiga unsur tersebut yang bersifat
menyeluruh.4
Menyadari betapa pentingnya pendidikan yang berkualitas disatu sisi dan masih
rendahnya kualitas pendidikan pada sisi yang lain, upaya peningkatan mutu pendidikan

3
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, (Jakarta: Dharma Bakti, 1989), h. 74
4
M. Thoriq Nurmadiansyah, Manajemen Pendidikan Pesantren: Suatu Upaya Memajukan Tradisi, (Yogyakarta:
Jurnal MD. Edisi Januari-Juli 2016), h. 97
terus dilakukan baik oleh pemerintah, pengelola sekolah, dan Lembaga Swadaya
Masyarakat yang memiliki perhatian terhadap pendidikan Islam, termasuk pesantren.
Keberadaan lembaga pendidikan Islam di tanah air sebagian besar mutunya belum
menggembirakan. Semangat umat untuk menyelenggarakan pendidikan sebenarnva
sangat tinggi yang ditandai dengan banyaknya jumlah lembaga pendidikan Islam. Akan
tetapi semangat yang tinggi tersebut seringkali kurang disertai dengan sikap
profesionalisme dalam penyelenggaraan sehingga kesenjangan antara kuantitas dan
kualitas masih saja terjadi. 5
Pada dasarnya lembaga pendidikan pondok pesantren bertujuan untuk
mempersiapkan lulusannya menjadi anak sholeh yang bertaqwa menurut norma-norma
agama Islam, sehingga membekali lulusannya dengan pengetahuan agama, umum dan
ketrampilan yang dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan dalam masyarakat yang
sesungguhnya. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua pondok pesantren
perannya dalam pembangunan sudah tidak diragukan lagi. Pada perkembangannya
pemerintah dan masyarakat menghendaki pembinaan kepada peserta didik dilakukan
secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan serta keterampilan,
kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat secara luas serta meningkatkan
kesadaran terhadap alam lingkungannya.6
Jika lembaga pendidikan umum saja mengadakan ingin terus meningkatkan
mutu pendidikan, maka pondok pesantren tentunya lebih membutuhkan untuk melakukan
hal tersebut. Di samping itu, peningkatan mutu di pondok pesantren tersebut dibutuhkan
sebagai dasar standar pondok pesantren tersebut, di samping untuk memperoleh image
masyarakat sehingga mempunyai input yang cukup tinggi dan pondok pesantren tersebut
bisa eksis. Karena bukti mengatakan bahwa pondok pesantren merupakan salah satu dari
lembaga pendidikan yang sudah terpelihara eksistensinya dari masa ke masa.
Lembaga pendidikan seperti pesantren akan mengalami peningkatan jumlah
santri setiap tahunnya apabila pesantren tersebut mempunyai mutu pendidikan yang baik,
ketertarikan masyarakat untuk menitipkan anak mereka menjadi peserta didik disebabkan
oleh mutu dari lembaga pendidikan tersebut, lembaga pendidikan yang bermutu dapat
dilihat dari tenaga pengajar yang profesional yang tersertifikasi, terakreditasinya lembaga

5
Mujamil Qomar, Menggagas Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 137
6
Departemen Agama RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam, 2003), h. 90
pendidikan tersebut, mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau
kompetensi serta berstandar nasional.
Dari penjajakan sementara, penulis menemukan beberapa keunggulan-
keunggulan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Nurul Ulum, Keunggulan-keunggulan
tersebut adalah para siswa dan alumni mahir dalam percakapan, debat serta ceramah,
serta dapat berperan aktif sebagai juru dakwah di tengah-tengah masyarakat. Banyaknya
koleksi piala dan piagam penghargaan yang dimiliki menjadi bukti bahwa pondok
pesantren Nurul Ulum memang mempunyai mutu yang baik.
Sedangkan Pondok Pesantren Al-Asy’ari juga memiliki keunggulan-
keunggulan, yakni para siswa dan alumni mahir dalam membaca kitab kuning, mahir
dalam pemanfaatan teknologi informasi, serta dapat berperan aktif sebagai juru dakwah
di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Manajemen Peningkatan Mutu Pesantren: Studi Kasus
di Pesantren Nurul Ulum Sampang dan Pesantren Al-Asy’ari Kadungdung Sampang”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian diatas, maka dapat perumusan fokus penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana Upaya Peningkatan Mutu di Pesantren Nurul Ulum Sampang dan
Pesantren Al-Asy’ari Kadungdung Sampang?
2. Apa saja kendala dalam Upaya Peningkatan Mutu di Pesantren Nurul Ulum
Sampang dan Pesantren Al-Asy’ari Kadungdung Sampang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui Upaya Peningkatan Mutu di Pesantren Nurul Ulum Sampang
dan Pesantren Al-Asy’ari Kadungdung Sampang?
2. Untuk mengetahui kendala dalam Upaya Peningkatan Mutu di Pesantren Nurul
Ulum Sampang dan Pesantren Al-Asy’ari Kadungdung Sampang?
3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menemukan konsep-konsep manajemen peningkatan
mutu pendidikan pada Pondok Pesantren
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan untuk
kegiatan penelitian berikutnya.
c. Untuk menambah khazanah keilmuan bidang pendidikan khususnya
manajemen pendidikan Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai informasi dan bahan
masukan bagi Manajemen Peningkatan Mutu Pesantren.
b. Bagi peneliti berguna sebagai bahan penelitian lanjutan yang sesuai dengan
permasalahan sehingga pada akhirnya dapat digunakan sebagai pertimbangan
penelitian selanjutnya
4. Orisinalitas Penelitian
Ada bebrapa perbedaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitian
terdahulu (peneliti-penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek
fokus/tema yang diteliti. Studi yang relevan dengan penelitian ini yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu, di antaranya yang telah dilakukan oleh:

1. Dedi Arianto, tahun 2019. Dengan judul: Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah
Aliyah Berbasis Pesantren, Berdasarkan hasil penelitian Manajemen Peningkatan
Mutu Madrasah Berbasis Pesantren di OKU Timur memiliki berbagai kesamaan
terkait dengan standar isi, standar proses dan Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Untuk standar isi perencanaannya dimulai dari Pembentukan TIM
Pengembang Kurikulum Madrasah, perumusan kerangka dasar kurikulum
berdasarkan landasan filosofis, yuridis dan teoritis, penyusunan struktur kurikulum
dan standar kompetensi berdasarkan kurikulum Nasional. Seluruh perencanaan
standar isi tersebut diimplementasikan dalam bentuk perumusan visi, misi, tujuan
dan program Madrasah. Perencanaan standar proses dimulai dari penyusunan
silabus, RPP, bahan ajar dan alat evaluasi yang dilakukan oleh guru. Pelaksanaan
standar proses yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengimplementasikan
standar isi dan seluruh rencana pembelajaran. Evaluasi proses dilakukan oleh guru
meliputi evaluasi perencanaan proses yang sudah dibuat, evaluasi proses
pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Perencanaan standar pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan untuk memenuhi kuantitas dan kualitas tenaga pendidik
melalui rekrutmen dan seleksi. Selanjutnya melakukan evaluasi pada pendidik
sehingga diperoleh data jumlah guru yang memenuhi standar minimal, guru yang
lulus uji kompetensi, guru bersertifikat dan guru yang menguasai teknologi,
sedangkan dampak manajemen peningkatan mutu madrasah aliyah berbasis
pesantren terhadap produk Madrasah Aliyah berbasis pesantren adalah Madrasah
Aliyah berbasis pesantren mendapat nilai akreditasi A, ujian nasional lulus 100%,
Siswa-siwi memiliki kemampuan bahasa Arab dan Bahasa Inggris serta bisa
membaca kitab kuning, keimanan dan ketaqwaan siswa-siswi meningkat, Sebagian
alumni diterima diperguruan tinggi timur tengah pada tahun 2017 berjumlah 12
siswa. kepercayaan masyarakat terhadap Madrasah Aliyah berbasis pesantren
meningkat dengan dibuktikan jumlah pendaftar santri baru secara signifikan
mengalami peningkatan, kompetensi pendidik dan kependidikan meningkat yang
akhirnya berdampak pada prestasi siswa.
2. Riyuzen Praja Tuala, tahun 2016. Dengan judul: Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah/Madrasah: Studi Kasus di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung dan
Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN MODEL) Bandar Lampung. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi manajemen mutu dari tiga
standar nasional pendidikan yaitu Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan. Manajemen Mutu di SMA Al-Kautsar dan MAN 1
Bandar Lampung memiliki berbagai kesamaan terkait dengan standar isi, standar
proses dan standar Tendik; untuk Standar Isi dalam perencanaannya dimulai dari
pembentukan Tim Pengembang Kurikulum, perumusan kerangka dasar kurikulum
berdasarkan landasan filosofis, yuridis dan teoritis, penyusunan struktur kurikulum
dan standar kompetensi berdasarkan Kurikulum Nasional. Seluruh perencanaan
standar isi tersebut diimplementasikan dalam bentuk perumusan visi, misi, tujuan
dan program sekolah. Evaluasi standar isi dilakukan terkait dengan rencana dan
implementasi visi, misi, tujuan dan program sekolah. Manajemen mutu standar
proses dimulai dari penyusunan silabus, RPP, bahan ajar dan alat evaluasi yang
dilakukan oleh guru. Pelaksanaan standar proses dilakukan oleh guru dalam rangka
mengimplementasikan standar isi dan seluruh rencana pembelajaran. Evaluasi proses
dilakukan oleh guru meliputi evaluasi perencanaan proses yang sudah dibuat,
evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Manajemen mutu pada
standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan dilakukan untuk memenuhi kuantitas
dan kualitas tenaga pendidik melalui rekrutmen dan seleksi. Untuk MAN 1 Bandar
Lampung rekrutmen dan seleksi adalah kewenangan Kementrian Agama sedangkan
SMA Al-Kautsar dilakukan oleh pihak yayasan. Pelaksanaan program peningkatan
mutu tenaga pendidik di MAN 1 Bandar Lampung mengacu pada kebijakan
Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan SMA
Al-Kautsar lebih fokus pada otonomi sekolah dan yayasan. Untuk mengakomodir
kuantitas dan kualitas guru, SMA Al-Kautsar dan MAN 1 Bandar Lampung
melakukan evaluasi pada tenaga pendidik sehingga diperoleh data jumlah guru yang
memenuhi standar minimal, guru yang lulus uji kompetensi, guru bersertifikat, dan
guru yang menguasai IT.
5. Definisi Istilah
Utuk menghindari kekeliruan dalam memahami istilah yang digunakan dalam
penelitian ini, maka diperlukan penegasan terhadap istilah-istilah sebagai berikut:
1. Manajemen merupakan proses penataan suatu organisasi dengan melibatkan banyak
pihak dengan menggunakan beberapa proses yaitu proses perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian serta penggunaan sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Peningkatan Menurut Adi D., berasal dari kata dasar tingkat yang berarti lapis dari
sesuatu yang bersusun dan peningkatan berarti kemajuan.7 Peningkatan yang
dimaksud pada penelitian ini adalah perubahan mutu / prestasi Madrasah kearah
yang lebih Unggul.
3. Mutu menurut Philip B. Crosby adalah “conformance to requirements” yaitu sesuai
dengan yang di isyaratkan atau yang di standarkan. Suatu prodak memiliki kualitas
apabila sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan. Armand V. Feigenbaum,
mengatakan “full customer satisfaction”. Suatu Prodak dianggap bermutu apabila
dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen.8
Beberapa pengertian mutu tersebut pada hakikatnya adalah sama dan
memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (1) meliputi usaha memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan, (2) mencakup produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan, (3) merupakan kondisi yang selalu berubah. Berdasarkan elemen-
elemen tersebut maka mutu dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi
bahkan melebihi harapan. Mutu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
keseluruhan kondisi Madrasah Aliyah berbasis pesantren yang sesuai dengan visi
dan misi yang telah ditetapkan.
4. Peningkatan Mutu adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus untuk
meningkatkan kualitas sekolah dan faktor-faktor yang berkaitan dengan kualitas

7
Adi, D. K., Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya, 2012). 15
8
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, (Yogyakarta, IRCiSoD, 2010). 53
sekolah, dengan tujuan agar target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan
efisien.9 Peningkatan mutu dalam penelitian ini berkaitan dengan target yang akan
dicapai melalui perencanaan pelaksanaan dan evaluasi standar isi, standar proses dan
standar pendidik dan tenaga kependidikan. Target akhir yang ingin dicapai adalah
meningkatnya mutu Madrasah Aliyah berbasis wisata.
5. Madrasah Aliyah Berbasis Wisata adalah Madrasah Aliyah yang menggunakan
model sekolah wisata dan disetujui oleh Kementerian Agama.
6. Kajian Teori
1. Dasar-dasar Manajemen Pendidikan
a. Pengertian dan fungsi manajemen
Pengertian manajemen, para ahli berbeda dalam memberikan definisi,
antara lain: Peter, “Management is also tasks, activities, and functions.
Irrespective of the labels attached to managing, the elements of planning,
organizing, directing, and controlling are essential.”10
Manajemen adalah juga tugas, aktivitas dan fungsi. Terlepas dari aturan
yang mengikat untuk mengatur unsur-unsur pada perencanaan, pengorganisasian,
tujuan, dan pengawasan adalah hal-hal yang sangat penting. James,
“Management is a fundamental human activitvity.” Manajemen adalah aktivitas
manusia yang sangat mendasar. Siagian: “Kemampuan dan keterampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuanmelalui kegiatan orang
lain”.11
Menurut Dale, Manajemen merupakan “(1) mengelola orang- orang, (2)
pengambilan keputusan, (3) proses pengorganisasian dan memakai sumber-
sumber untuk menyelesaikan tujuan yang sudah ditentukan.” Sedangkan Terry
memberi pengertian Manajemen sebagai “suatu upaya mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan-kegitan orang
lain”12
Sarwoto secara singkat menyatakan bahwa manajemen adalah persoalan
mencapai suatu tujuan tertentu dengan suatu kelompok orang- orang 13. Winardi,
berpendapat bahwa manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri

9
Zamroni, Meningkatkan Mutu Sekolah, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007). 2
10
Peter. P. Schoderbek, Management, (San Diego: Harcourt Broce Javano Vich, 1988). 8
11
James H. Donnelly. JR., Fundamentals of Management, (Irwin Dorsey: Business Publications, 1981). 1.
12
J. Pangkyim, Manajemen Suatu Pengantar, (Jakarta: Gladia Indonesia,1982). 38.
13
Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978). 45
dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan
pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sember-sumber lain 14. Sondang P.
Siagian, menyatakan bahwa manajemen adalah kemampuan atau ketrampilan
untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa: (1)
manajemen merupakan usaha atau tindakan ke arah pencapaian tujuan; (2)
menajemen merupakan sistem kerja sama; dan (3) manajemen melibatkan secara
optimal kontribusi orang-orang, dana, fisik dan sumber- sumber lainnya.
Pengertian manajemen yang mengarah pada fungsi-fungsinya
dikemukakan beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh Muhammad Firdaus, 15
George R. Terry; Manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari
kegiatan pengorganisasian, perencanaan, penggerakan, dan pengawasan yang
dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan
dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya lainnya. Mary Parker Follet;
Manajemen ialah seni untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang-orang.
James A.F. Stoner; Manajemen merupakan ilmu dan seni perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan atas sumber
daya, terutama sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Berdasarkan pengertian diatas di atas, maka dapat diketahui bahwa
manajemen adalah suatu ilmu dan seni dalam penerapan fungsifungsinya.
Pengertian manajemen ini sangat sesuai dengan kenyataan yang kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari, di mana para manajer tidak melakukan sendiri tugas-tugas
yang harus diselesaikan, tetapi dengan cara mengatur orang lain untuk
melakukannya. Beberapa pengertian diatas juga menegaskan bahwa manajemen
sebagai ilmu berfungsi menerangkan kejadian-kejadian, gejala-gejala dan
keadaan-keadaan yang ada. Sedangkan manajemen sebagai seni berfungsi
mengajarkan kepada kita bagaimana melaksanakan sesuatu hal untuk mencapai
tujuan yang nyata- nyata mendatangkan hasil atau manfaat. Dalam hal ini
manajemen dilukiskan sebagai 5P, yaitu perencanaan, pengarahan,

14
Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Penerbit Alumni,1983). 4.
15
Muhammad Firdaus, Manajemen Agribisnis, (Jakarta: Bumi Aksara,2009).15
pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengawasan. Kelima fungsi manajemen
tersebu merupakan kunci bagi keberhasilan suatu pemotivasian dan
pengkomunikasian. Kedua fungsi ini, yaitu pengkomunikasian dan pemotivasian
akan menunjang (akselerator) keberhasilan lima fungsi yang pertama.
Adapun fungsi-fungsi manajemen meliputi:
1) Perencanaan (Planning)
2) Pengorganisasian (organizing)
3) Pengarahan (directing)
4) Pengkoordinasian (coordinating)
5) Pengawasan (controlling)16
Selain itu, fungsi-fungsi manajemen sering diartikan sebagai proses
merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi
dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan
efisien.17 Para ahli berbeda-beda dalam merumuskan fungsi-fungsi manajemen.
berikut disajikan fungsi-fungsi manajemen menurut para ahli:
Tabel. 1
Fungsi-Fungsi Manajemen
No G.R. Terry John F. Mee Louis A. Allen MC. Namara
1 Planning Planning leading Planning
2 Organizing Organizing Planning Programming
3 Actuating Motivating Organizing Budgeting
4 Controlling Controlling Controlling System

Beberapa pandangan tentang fungsi-fungsi manajemen tersebut


menunjukkan bahwa fungsi-fungsi tersebut dapat dijabarkan sesuai dengan
kebutuhan, kondisi dan karakteristik setiap organisasi. Spectrum penerapan
fungsi-fungsi tersebut sangat bergantung pada kapasitas pada sumberdaya yang
dimiliki. Demikian pula sebaliknya, tidak semua fungsi-fungsi manajemen
tersebut dapat diterapkan, karena sangat ditentukan oleh sifat dan tujuan suatu
organisasi.
Pembahasan fungsi-fungsi manajemen berikutnya dalam penelitian ini
akan difokuskan pada tiga fungsi manajemen yang sering dipakai dalam

16
Ibid. 37
17
Hani Handoko, Manajemen Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2003), cet. XVIII. 23-25
manajemen pendidikan/pembelajaran, yaitu: perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi
b. Pengertian Manajemen Pendidikan
Sebagai ilmu baru, pengertian manajemen pendidikan yang dikemukakan
oleh para ahli pendidikan sangat bervariasi. Menurut Sulistyorini, Manajemen
pendidikan merupakan suatu cabang ilmu yang relative masih muda sehingga
tidaklah aneh apabila banyak yang belum mengenal. Istilah lama yang digunakan
adalah administrasi. Sebenarnya pengertian kedua istilah tersebut tidak sama
persis. Istilah administrasi lebih cenderung menunjukkan pada suatu pekerjaan
yang dilakukan pimpinan, jadi lebih menunjukkan pada kegiatan suatu
organisasi.18
Manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan
yang dilakukan melalui aktifitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf,
pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, pengarahan,
pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis untuk
mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas. Dalam hal ini, tujuan manajemen
pendidikan adalah agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan
dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan
secara produktif, berkualitas, efektif dan efisien.19
Dalam perspektif yang lain, Husnaini Usman mendefinisikan manajemen
pendidikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumberdaya pendidikan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesarta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 20
Dalam perspektif meningkatkan mutu, manajemen pendidikan dapat
dipandang sebagai suatu strategi dalam meningkatkan mutu, relevansi dan daya
saing pendidikan. Namun, tidak berarti pendidikan dapat diperlakukan sebagai
barang dagangan, karena pendidikan bersendikan nilai-nilai kemanusiaan melalui
aktifitas belajar mengajar. Maka pengelolaan pendidikan yaitu memanusiakan
manusia sebagai individu yang bermartabat, bermoral, bertaqwa, serta

18
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Konsep, Strategi, dan Aplikasi), Yogyakarta: Teras, 2009. 8
19
Tim Dosen Administrasi UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011). 88
20
Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). 17
bertanggung jawab untuk dirinya, dan bangsanya.21 Sedangkan pengertian
manajemen pendidikan ditinjau dari beberapa aspek sasaran dikemukakan oleh
Suryo Subroto:
1) Manajemen pendidikan sebagai kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan
2) Manajemen pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan
3) Manajemen pendidikan sebagai suatu sistem
4) Manajemen pendidikan sebagai upaya pendayagunaan sumber- sumber untuk
mencapai tujuan pendidikan
5) Manajemen pendidikan sebagai kepemimpinan pendidikan
6) Manajemen pendidikan sebagai proses pengambilan keputusan
7) Manajemen pendidikan sebagai aktivitas komunikasi
8) Manajemen pendidikan dalam pengertian yang sempit sebagai kegiatan
ketatausahaan di sekolah.22
Manajemen pendidikan adalah aktivitas memadukan sumber- sumber
pendidikan agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditentukan.23 Pengertian ini menekankan bahwa manajemen pendidikan
adalah suatu upaya optimal dalam rangka mengelola berbagai sumber daya
pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pendidikan
manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber
pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditentukan sebelumnya.24
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen pendidikan
adalah serangkaian kegiatan berupa proses pengelolaan usaha dan kerjasama
dalam suatu organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien.
.
2. Teori Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu
Definisi konvensioanal dari kualitas biasanya menggambarkan
karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance),
21
Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Kinerja, Strategi, dan Implementasi,
(Bandung: Alfabeta, 2011). 27-29
22
Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Erlangga, 2008). 23
23
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Cet. 1; (Jakarta: Bina Aksara, 1988). 4.
24
Ibid.
keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika
(esthetics) dan sebagainya.
Menurut Nur Azman, mutu atau kualitas adalah tingkat baik buruknya
sesuatu, kadar. Juga bisa berarti derajat atau taraf kepandaian, kecakapan, dan
sebagainya.25 Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat. 26 Dalam pengertiannya
mutu mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible atau intangible.
Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu
benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku. Misalnya televisi yang bermutu
karena mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak), warna gambarnya jelas, suara
terdengar bagus, dan suku cadangnya mudah didapat, perilaku yang menarik, dan
sebagainya. Sedangkan mutu yang intangible adalah suatu kualitas yang tidak
dapat secara langsung dilihat atau diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami,
misalnya suasana disiplin, keakraban, kebersihan dan sebagainya.27
Dalam Bahasa Inggris, mutu diistilahkan dengan: “quality” sedangkan
dalam bahasa arab disebut dengan “juudatun”. Sesuatu dikatakan bermutu, pasti
ketika sesuatu itu bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Sebaliknya
sesuatu itu dikatakan tidak bermutu, bila sesuatu itu mempunyai nilai yang
kurang baik, atau mrngandung makna yang kurang baik.
Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun
yang lebih strategik, kita boleh menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas
mengacu kepada pengertian pokok berikut:
1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan
langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan
dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.
2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan.28

25
Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia, (Bandung: Fokusmedia, 2013). 227.
26
Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Konsep Dasar, (Jakarta:
Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012). 28.
27
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). 52.
28
Vincent Gaspersz, Total Quality Management, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005). 5
Definisi di atas menegaskan bahwa kualitas selalu berfokus pada
pelanggan (customer focused quality). Artinya suatu produk dikatakan berkualitas
apabila telah sesuai dengan keinginan pelanggan.
Dalam konteks pendidikan, apabila seseorang mengatakan sekolah itu
bermutu, maka bisa dimaknai bahwa lulusannya baik, gurunya baik, gedungnya
baik, dan sebagainya. Untuk menandai sesuatu itu bermutu atau tidak seseorang
memberikan simbol-simbol dengan sebutan-sebutan tertentu, misalnya sekolah
unggulan, sekolah teladan, sekolah percontohan, sekolah model dan lain
sebagainya.29 Menurut Edward Sallis, terdapat tiga pengertian konsep mutu.
Pertama, mutu sebaga konsep yang absolut (mutlak), kedua, mutu dalam konsep
yang relatif, dan ketiga, mutu menurut pelanggan.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka konsep mutu absolut bersifat elite
karena hanya sedikit lembaga pendidikan yang dapat memberikan pendidikan
dengan high quality kepada siswa, dan sebagian besar siswa tidak dapat
menjangkaunya. Dalam pengertian relatif, mutu bukanlah suatu atribut dari suatu
produk atau jasa, tetapi sesuatu yang berasal dari produk atau jasa itu sendiri.
Dalam konsep ini, produk yang bermutu adalah yang sesuai dengan tujuannya.
Menurut pengertian pelanggan, mutu adalah sesuatu yang didefinisikan
oleh pelanggan. Dalam konsep ini, ujung-ujungnya adalah kepuasan pelanggan,
sehingga mutu ditentukan sejauh mana ia mampu memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka atau bahkan melebihi. Karena kepuasan dan keinginan
merupakan suatu konsep yang abstrak, maka pengertian kualitas dalam hal ini
disebut “kualitas dalam persepsi – quality in perception”.30
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, Menurut Hensler dan Brunell
sebagaimana dinyatakan dalam buku nya Total Quality Management, ada empat
prinsip dalam TQM, yaitu:31
a) Kepuasan Pelanggan.
Dalam TQM, kebutuhan pelanggan diusahakan dipuaskan untuk
segala aspek. Termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketetapan waktu.
b) Respek terhadap setiap orang

29
Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Penigkatan Mutu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Teras, 2012). 41-42.
30
Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education, (IRCiSoD, 2012). 51-55
31
Anastasia, Fandy. Fungsi-Fungsi Manajerial Menurut Manajemen Mutu Terpadu. (Bandung: Yayasan Amal
Keluarga, 2002). 15
Dalam perusahaan yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreatifitas tersendiri
yang unik. Untuk itu dalam setiap kesempatan, semua dilibatkan dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
c) Manajemen Berdasarkan Fakta
Maksudnya adalah setiap keputusan selalu didasarkan pada data
bukan sekedar pada perasaan.
d) Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, perusahaan perlu melakukan proses secara
sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.
Mengutip pernyataan senada dari Goetsch dan Davis, bahwa prinsip-
prinsip dalam TQM/MMT adalah: (1) fokus pada pelanggan, obsesi terhadap
kualitas, (3) pendekatan ilmiah, (4) komitmen jangka panjang, (5) kerjasama tim
(6) perbaikan sistem secara berkesinambungan (7) pendidikan dan pelatihan, (8)
kebebasan yang terkendali, (9) kesatuan tujuan, (10) adanya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan.32
Untuk menentukan madrasah bermutu atau tidak dapat terlihat dari
indikator-indikator mutu pendidikan. Indikator mutu pendidikan menurut Sallis
dapat terlihat dari dua sudut pandang yaitu madrasah sebagai penyedia jasa
pendidikan (service provider) dan siswa sebagai pengguna jasa (custumer) yang
di dalamnya ada orang tua, masyarakat dan stakeholder. Indikator mutu dari
perspektif service provider adalah madrasah sebagai lembaga pendidikan harus
memenuhi indikator produk yang bermutu dilihat dari output lembaga pendidikan
tersebut diantaranya:33
1) Sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan (convormance to specification).
2) Sesuai dengan penggunaan atau tujuan (finess for purpose or use).
3) Produk tanpa cacat (zero defect).
4) Sekali benar dan seterusnya (right first, every time).
Dalam konteks pendidikan nasional maka keempat indikator mutu
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:

32
Ibid.
33
http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PP-2005-19-SNP.pdf diakses 28 Juni 2023
a) Standar kompetensi lulusan
Kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
b) Standar isi pembelajaran
Kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jensi pendidikan tertentu.
c) Standar proses pembelajaran
Kriteria mengenai proses pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
d) Standar penilaian pembelajaran
Kriteria mengenai mekanisme, prosedur dan instrumen, penilaian
hasil belajar peserta didik.
e) Standar pendidik dan tenaga kependidikan
Kriteria mengenai pendidik prajabatan, kelayakan maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan.
f) Standar sarana dan prasarana pembelajaran
Kriteria mengenai ruang belajar, tempat olah raga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi
dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi, informasi dan
komunikasi.
g) Standar pengelolaan pembelajaran
Kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan,
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
h) Standar pembiayaan pembelajaran.
Kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun.34
b. Teori-Teori Mutu
Beberapa teori tentang pelaksanaan dan peningkatan mutu dikemukakan
oleh para ahli mutu seperti E. Deming, Juran, Crosby, Feigenbaum, Garvi dan
Davis. Berikut ini akan dibahas tentang teori peningkatan mutu tersebut.
34
http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PP-2005-19-SNP.pdf diakses 28 Juni 2023
1) Teori Dr. William Edward Deming (Siklus PDCA)
PDCA adalah singkatan dari Plan, Do, Check dan Act yaitu siklus
peningkatan proses (Process Improvement) yang berkesinambungan atau
secara terus menerus seperti lingkaran yang tidak ada akhirnya. Konsep siklus
PDCA ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli manajemen kualitas
dari Amerika Serikat yang bernama Dr. William Edwards Deming

Plan Do

Act Check

Gambar 1
Siklus PDCA Deming
a) Plan (merencanakan: mengidentifikasi dan menganalisis masalah)
Tahap Plan adalah tahap untuk menetapkan Target atau Sasaran yang
ingin dicapai dalam peningkatan proses ataupun permasalahan yang ingin
dipecahkan, kemudian menentukan Metode yang akan digunakan untuk
mencapai Target atau Sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Dalam
Tahap Plan ini juga meliputi pembentukan Tim Peningkatan Proses
(Process Improvement Team) dan melakukan pelatihan-pelatihan terhadap
sumber daya manusia yang berada di dalam Tim tersebut serta batas-batas
waktu (Jadwal) yang diperlukan untuk melakukan perencanaan-
perencanaan yang telah ditentukan. Perencanaan terhadap penggunaan
sumber daya lainnya seperti Biaya dan Mesin juga perlukan
dipertimbangkan dalam Tahap Plan ini.
b) Do (melaksanakan: mengembangkan dan menguji solusi yang berpotensi)
Tahap Do adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang
telah direncanakan di Tahap Plan termasuk menjalankan proses-nya,
memproduksi serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang
kemudian akan digunakan untuk tahap check dan act
c) Check (memeriksa: mengukur seberapa efektif pengujian solusi
sebelumnya dan menganalisis apakah langkah tersebut dapat
ditingkatkan).
Tahap Check adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta
mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap Do. Melakukan
perbandingan antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang
ditetapkan dan juga ketepatan jadwal yang telah ditentukan
d) Act (menindak: mengimplementasikan solusi yang telah ditingkatkan
secara menyeluruhkah tersebut dapat ditingkatkan).
Tahap act adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya
terhadap hasil-hasil dari tahap check. Terdapat 2 jenis tindakan yang harus
dilakukan berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain:
1) Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap
masalah yang dihadapi dalam pencapaian Target, Tindakan Perbaikan
ini perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah
ditargetkan.
2) Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk
men-standarisasi-kan cara ataupun praktek terbaik yang telah
dilakukan, Tindakan Standarisasi ini dilakukan jika hasilnya
mencapai Target yang telah ditetapkan
Siklus tersebut akan kembali lagi ke tahap Plan untuk melakukan
peningkatan proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses
yang terus menerus (Continuous Process Improvement).35
Manfaat dari PDCA antara lain:
a) Untuk memudahkan pemetaan wewenang dan tanggung jawab dari
sebuah unit organisasi
b) Sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem di sebuah
organisasi
c) Untuk menyelesaikan serta mengendalikan suatu permasalahan dengan
pola yang runtun dan sistematis
d) Untuk kegiatan continuous improvement dalam rangka memperpendek
alur kerja

35
Nadiyah Rahmalia, PDCA Plan Do Check Act, https://glints.com/id/lowongan/pdca-adalah/ diakses 28 juni
2023.
e) Menghapuskan pemborosan di tempat kerja dan meningkatkan
produktivitas.36
Dalam konteks pengelolaan pendidikan, Deming menyatakan terdapat
lima penyakit yang signifikan yaitu: 1) Kurang konstannya tujuan. 2) Pola
pikir jangka pendek. 3) Evaluasi prestasi individu. 4) Rotasi kerja yang tinggi.
5) Manajemen yang menggunakan angka yang tampak.
Berdasarkan konsep Deming tentang peningkatan mutu tersebut dapat
ditarik suatu asumsi dasar, Pertama, bahwa siklus PDCA adalah suatu
langkah sistematis yang bersifat terus menerus (sirkuler) yang pada awalnya
lebih menekankan pada perbaikan proses yang kemudian diikuti upaya
mencari faktor penyebab khusus kegagalan. Bila penyebabnya telah
ditemukan selanjutnya melakukan perubahan untuk perbaikan tujuan yang
ingin dicapai. Kedua, Dalam upaya pencapaian perbaikan mutu diperlukan
konsistensi tujuan, komitmen, kerjasama dan demokrasi dalam satu tim kerja
yang kompak dan saling menghargai potensi masing-masing. Ketiga,
Kepemimpinan yang visioner, profesional dan bertanggungjawab, memiliki
rasa simpati dan empati terhadap pencapaian produktivitas kerja (prestasi)
baik dalam konteks individu maupun kolektif diimplementasikan dalam suatu
upaya menciptakan kondisi warga sekolah yang kondusif dan berprestasi.
Menurutnya Demiang peningkatan mutu dalam dunia pendidikan
lebih disebabkan oleh dua faktor, yaitu: Umum terdiri dari: desain kurikulum
yang lemah, bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang
buruk, sistem dan prosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang
serampangan, sumberdaya yang kurang, dan pengembangan staf yang tidak
memadai. Khusus yaitu: kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
kurangnya motivasi, kegagalan komunikasi, atau masalah yang berkaitan
dengan ketersediaan sarana prasarana pendidikan.
2) Teori Trilogi Kualitas Dr. Joseph M. Juran
Juran, seorang sarjana bidang electrical engineering yang lahir pada
24 Desember tahun 1904 di Braila-Moldova, pada tahun 1986
mengemukakan teori mutu yang terkenal dengan Trilogi Kualitas (The
Quality Trilogy), yakni Quality Planning, Quality Control, dan Quality
Improvement. Menurut Juran, kualitas adalah “kesesuaian dengan
36
W. Edwards Deming, Out of the Crisis, (MIT Center for Advanced Engineering Study, 1986). 67.
penggunaan (fitness for use)” berorientasi pada pemenuhan harapan
pelanggan. Biaya kualitas ditentukan oleh tiga biaya yaitu biaya penilaian,
pencegahan, dan kegagalan (internal dan eksternal). Juran berpandangan
bahwa faktor utama dari biaya kualitas adalah biaya penilaian dan
pencegahan. Peningkatan biaya kualitas akan sejalan dengan peningkatan
kualitas. Menurut Juran “Quality is Expensive”, karena biaya pencegahan dan
penilaian mengambil komposisi biaya terbesar di perusahaan untuk
menurunkan biaya kegagalan. Dalam meningkatkan kualitas, hendaknya
produsen menilai dan mencegah terlebih dahulu kemungkinan-kemungkinan
produk gagal dipasarkan di masyarakat dan tidak sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Dengan asumsi, walaupun mahal di awal namun dengan
penurunan tingkat kegagalan hingga mendekati nol persen akan
meningkatkan kualitas dari produk tersebut, akibatnya biaya rework dapat
diminimalkan dan nilai suatu barang dan jasa akan meningkat di pasaran,
serta memenuhi ekspektasi pelanggan. Ketiga Konsep mutu Juran tersebut
dapat dijelaskan dalam gambar dibawah ini:

Quality
Planning

Quality Quality
Improvement Control

Gambar 2
Trilogi Kualitas J. Juran
a) Perencanaan Kualitas (quality planning), adalah suatu proses yang
mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan
produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian
mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna
memuaskan pelanggan. Ini dilakukan untuk mempertahankan keloyalan
pelanggan dengan cara menyediakan semua kebutuhan mereka,
mengembangkan produk atau jasa sesuai dengan keinginan pelanggan,
serta mengembangkan proses produksi barang dan jasa agar lebih
efisien.
b) Pengendalian Kualitas (quality control), adalah suatu proses dimana
produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang
telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak
segera diperbaiki
c) Perbaikanan Kualitas (quality improvement), adalah suatu proses dimana
mekanisme yang sudah sesuai dipertahankan sehingga mutu dapat
dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber- sumber,
menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya
menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan
mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
Dengan adanya perencanaan kualitas yang baik akan sangat
bermanfaat bagi dunia industri dalam menetapkan serta membuat langkah
strategis agar para konsumen terpuaskan melalui ketersediaan dan pemakaian
produk yang berkualitas.
Sejalan dengan ketiga fungsi manajemen tersebut, Juran juga
membedakan 2 jenis mutu, yaitu:
a) Mutu Strategis, yaitu mutu produk di tingkat manajerial (yang bersifat
strategis). Contohnya kebijakan atau system yang berlaku.
b) Mutu Teknis, yaitu mutu produk di tingkat operasional yang bersifat
teknis seperti ukuran/bentuk suatu barang atau desain jasa yang
diberikan terhadap konsumen.
Selain konsep Trilogi Kualitas, Juran juga mengemukakan sepuluh
langkah untuk memperbaiki kualitas yang lebih dikenal dengan Juran’s Ten
Steps to Quality Improvement:
a) Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang
untuk melakukan perbaikan.
b) Menetapkan tujuan perbaikan.
c) Mengorganisasikan.
d) Menyediakan pelatihan.
e) Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f) Melaporkan perkembangan.
g) Memberikan penghargaan.
h) Mengkomunikasikan hasil-hasil.
i) Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
j) Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem
reguler perusahaan.
Terkait dengan penyebab munculnya masalah-masalah mutu, Juran
mengemukakan istilah yang terkenal dengan Aturan 85/15. Artinya bahwa
85% masalah-masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain
proses yang kurang baik, sehingga penerapan sistem yang benar akan
menghasilkan mutu yang benar. Menurut Juran, Manajemen Mutu Strategis
(Strategic Quality Management) adalah sebuah proses tiga bagian yang
didasarkan pada staf pada tingkat berbeda yang memberi kontribusi unik
terhadap peningkatan mutu. Manajer senior memiliki pandangan strategis
tentang organisasi manajer menengah memiliki pandangan operasional
tentang mutu dan para karyawan memiliki tanggung jawab terhadap kontrol
mutu.37
3) Teori Kualitas dari Philip B. Crosby
Philip Crosby mengemukakan ide dalam mutu yang terbagi menjadi
dua bagian yaitu:
a) Ide bahwa mutu itu Gratis
b) Ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu, bisa
dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu.
Dalam bukunya Quality Is Free, Crosby mengemukakan bahwa
sebuah langkah sistematis untuk mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu
yang baik. Teori Zero Defects (Tanpa Cacat) yang dikemukakan Philip
Crosby adalah ide yang melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah
yang memastikan bahwa segala sesuatunya selalu dikerjakan dengan metode
yang tepat sejak pertama kali dan selamanya. Menurut Philips B. Crosby
definisi kualitas adalah "Zero Defects", yaitu kesesuaian seratus persen
dengan spesifikasi produk. Crosby juga menyatakan bahwa manajemen

37
Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education. 108.
perusahaan harus mengambil biaya kualitas sebagai bagian dari sistem
keuangan. Empat prinsip “Zero Defects” antara lain:
a) Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan. Setiap produk atau
layanan seharusnya merupakan deskripsi dari apa yang pelanggan
butuhkan.
b) Pencegahan cacat produk lebih disarankan untuk pemeriksaan kualitas
dan koreksi. Prinsip kedua ini didasarkan pada pengamatan bahwa
mencegah kecacatan lebih tidak merepotkan, lebih pasti dan lebih murah
daripada menemukan dan memperbaikinya.
c) Zero Defect merupakan standar kualitas. Prinsip ketiga didasarkan pada
sifat normatif persyaratan: jika persyaratan mengungkapkan apa yang
benar-benar diperlukan, maka setiap unit yang tidak memenuhi
persyaratan tidak akan memuaskan kebutuhan dan tidak baik. Jika unit
yang tidak memenuhi persyaratan ternyata mampu memuaskan
kebutuhan, maka persyaratan harus diubah untuk mencerminkan realitas.
d) Kualitas diukur dalam istilah moneter, harga dari ketidaksesuaian
(PONC). Prinsip keempat adalah kunci untuk metodologi. Phil Crosby
percaya bahwa setiap cacat merupakan biaya, yang sering tersembunyi.
Biaya ini mencakup waktu pemeriksaan, pengerjaan ulang, bahan
terbuang dan tenaga kerja, pendapatan yang hilang dan biaya
ketidakpuasan pelanggan.
Program mutu yang dikemukakan Crosby terdiri dari 14 langkah
yaitu:
1) Komitmen Manajemen (Management Commitment)
2) Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team)
3) Pengukuran Mutu (Quality Measurement)
4) Mengukur Biaya Mutu (The Cost of Quality)
5) Membangun Kesadaran Mutu (Quality Awareness)
6) Kegiatan Perbaikan (Corrective Actions)
7) Perencanaan Tanpa Cacat (Zero Defect Planning)
8) Pelatihan Pengawas (Supervisor Training)
9) Hari Tanpa Cacat (Zero Defect Day)
10) Penyusunan Tujuan (Goal Setting)
11) Penghapusan Sebab Kesalahan (Error-Cause Removal)
12) Pengakuan (Recognition)
13) Dewan-Dewan Mutu (Quality Councils)
14) Lakukan Lagi (Do It Over Again)38
4) Teori Mutu Feigenbaum
Menurut Feigenbaum, mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya
(full customer satisfaction). Menurutnya suatu produk dianggap bermutu
apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu
sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh
perusahaan. Poin penting Feigenbaum ini adalah bahwa (1) kualitas harus
didefinisikan dalam hal kepuasan pelanggan, (2) kualitas adalah multidimensi
dan harus didefinisikan secara komprehensif, dan (3) karena terjadi perubahan
kebutuhan dan harapan pelanggan, maka mutu adalah dinamis.
5) Teori Mutu Garvin dan Davis
Menurut keduanya mutu adalah suatu kondisi dinamik yang
berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses, dan tugas serta lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu
produk tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga
kerja, proses produksi dan tugas serta perubahan lingkungan perusahaan agar
produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen.
Dalam dunia pendidikan upaya untuk menghasilkan mutu harus
memperhatikan empat hal mendasar, yakni:
a) Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan
situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan
lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini terutama antara
pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling
menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang
dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut.
b) Perlu ditumbuhkembangkan motivasi instrinsik pada setiap orang yang
terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga
pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai
mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan
kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
c) Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang.
38
Ibid. 113-118.
d) Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah suatu
proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang
konsisten dan terus menerus.
Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk
mencapai mutu yang ditetapkan, haruslah dikembangkan adanya kerjasama
antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu. Janganlah diantara
mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu
tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak
dapat dipisahkan.39
Pelaksanaan Mutu pendidikan meliputi pelaksanaan mutu 8 standar
nasional pendidikan yaitu; pelaksanaan mutu standar isi, pelaksanaan mutu
standar proses, pelaksanaan mutu standar kompetensi lulusan, pelaksanaan
mutu standar tenaga pendidik dan kependidikan, pelaksanaan mutu standar
pengelolaan, pelaksanaan mutu standar sarana prasaran, pelaksanaan mutu
standar pembiayaan dan peleksanaan mutu standar penilaian.
c. Mutu Pendidikan
Dalam rangka umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat)
keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa,
baik yang tangible maupun intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian
mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.
Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat sebagai input, seperti:
bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana
dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen
sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau
mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik
antara guru, siswa, dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik
konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang
akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses
pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir
cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun).

39
Slamet Margono, Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu, (Bogor: Intitut
Pertanian Bogor, 2007). 13.
Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat
berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau
Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang
olahraga, seni, atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: komputer, beragam
jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat
dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati,
kebersihan, dsb.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan.
Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian
hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target
yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input
dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai.
Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality
improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah
pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh
sekolah, terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau kognitif
dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya
NEM). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang
sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-
kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan
dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun
berikutnya.
Proses pendidikan dikatakan bermutu apabila seluruh komponen
pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam
proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya
serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam
konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada
setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student
achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan
umum, Ebta dan Ebtanas). Dapat pula di bidang lain seperti prestasi di suatu
cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya computer,
beragam jenis teknik, jasa dan sebagainya.
Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang
(intangible) seperti suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan,
dan sebagainya.40 UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS melihat
pendidikan dari segi proses dengan dengan merumuskan pendidikan sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara”. 41
Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksudkan adalah dalam
konsep relatif, terutama berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Pelanggan
pendidikan ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan
internal adalah kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan
eksternal ada tiga kelompok, yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan
sekunder, dan pelanggan tersier. Pelangan eksternal primer adalah peserta didik.
Pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan.
Pelanggan eksternal tersier adalah pasar kerja dan masyarakat luas.42
3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan paparan teri yang sudah dijelaskan, jika digambarkan dalam
kerangka berpikir maka akan seperti gambar berikut:

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU MADRASAH

1. PERENCANAAN 1. STANDAR ISI


2. PELAKSANAAN 2. STANDAR PROSES
3. EVALUASI 3. STANDAR PTK

MUTU SEKOLAH

7. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan

40
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). 210-211.
41
Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,”
(Bandung: Fokusmedia, 2003). 98
42
Kamisa, dalam Nurkolis, Isu dan Kebijakan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya, )Manado: Program
Pascasarjana Universitas Negeri Manado, 2006). 110
beragam metode yang mencakup pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap
subjek kajiannya. Hal ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari benda-
benda di dalam konteks alaminya untuk memahami atau menafsirkan sesuatu yang
dilihat dari sisi makna yang dilekatkan manusia (peneliti) kepadanya.
Penelitian kualitatif mencakup subjek yang dikaji dan kumpulan berbagai
data empiris, studi kasus, pengalaman pribadi, intropeksi, perjalanan hidup,
wawancara, teks hasil pengamatan, historis, interaksional dan visual yang
menggambarkan keseharian serta problema dalam kehidupan.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis
yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik. Jelas bahwa usaha kuantifikasi
apapun tidak diperlukan dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
memandang sesuatu upaya membangun pandangan subjek penelitian yang rinci,
dibentuk dengan kata-kata dan gambaran holistik. 43 Penelitian ini merupakan
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan
dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, maupun data.
Dengan demikian penelitian ini adalah mengenai Menejemen Peningkatan Mutu
Madrasah Wisata Aliyah Negeri Sampang tahun 2022/2023.
2. Kehadiran peneliti
Selaku instrumen utama, maka peneliti harus masuk ke latar penelitian. Hal
ini dimaksudkan agar peneliti dapat berhubungan langsung dengan informan.
Selain itu, peneliti juga bisa mengetahui kenyataan di latar penelitian secara
alami.44 Sehingga dengan kehadiran peneliti, maka data yang diperoleh merupakan
data yang objektif serta mendalam. Oleh karena itu, maka peneliti akan melakukan
pengumpulan data secara langsung terkait fokus penelitian ini. Adapun langkah-
langkah yang akan dilakukan oleh peneliti yakni sebagai berikut:
a. Mengurus surat izin survey dan surat izin penelitian.
b. Menyerahkan surat izin survey dan surat izin penelitian kepada kepala sekolah
MAN Sampang, serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian.
c. Membuat jadwal kegiatan penelitian berdasarkan kesepakatan antara peneliti
dengan pihak yang bersangkutan.

43
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014). 6.
44
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2011), 67.
d. Melakukan pengumpulan data melalui instrumen penelitian berupa wawancara
kepada pengurus Departemen Penelitian dan Pengembangan serta beberapa
santri yang mengikuti halaqoh ilmiah, observasi pelaksanaan halaqoh ilmiah
dan dokumentasi terhadap seluruh dokumen yang berkaitan dengan fokus
penelitian
3. Latar Setting Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat di mana proses studi yang digunakan
untuk memperoleh pemecahan masalah ketika penelitian berlangsung. Penelitian
dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri Sampang tahun Pelajaran 2021/2022.
Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei sampai September 2022. Alasan
peneliti memilih Madrasah Aliyah Negeri Sampang sebagai tempat penelitian
karena pada madrasah tersebut sebagai salah satu madrasah yang sangat
mengoptimalkan sumberdaya manusianya dalam setiap kegiatan madrasah,
sehingga sangat terlihat dengan jelas kinerja para guru dan pengelola madrasah.
4. Data Dan Sumber Data Penelitian
Ada dua jenis data pada penelitian ini, yakni data primer dan data
sekunder. Data primer pada penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari para
guru di MAN Sampang yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman
suara, video, foto, dan juga dokumen resmi terkait. Sedangkan data sekunder pada
penelitian ini ialah data tambahan berupa catatan tertulis, rekaman suara, video,
foto, dan juga dokumen resmi yang melengkapai data primer penelitian ini.45
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data tersebut
didapatkan.46 Sumber data primer pada penelitian ini kepala sekolah MAN
Sampang. Sedangkan sumber data sekunder pada penelitian ini adalah dan para
guru di MAN Sampang.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
NO SEGMEN JUMLAH ORANG
1 Kepala sekolah 1
2 Guru 55
3
4

45
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 157.
46
Moleong, 157.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian, maka peneliti menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara
sistemati. Menurut Kartono, pengertian observasi adalah studi yang disengaja
dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan
pengamatan dan pencatatan. Selanjutkan dikemukakan tujuan observasi
adalah mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interelasinya elemen-
elemen tingkah laku manusia pada fenomena social serba kompleks dalam
pola-pola kultur tertentu.
Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada tahap
awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau
informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan
observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang
diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan
hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah diketemukan, maka
peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti.
Observasi dapat pula dibedakan berdasarkan peran peneliti, menjadi
observasi partisipan dan observasi non partisipan. Observasi partisipan adalah
observasi yang dilakukan oleh peneliti yang berperan sebagai anggota yang
berperan serta dalam kehidupan masyarakat topik penelitian. Biasanya
peneliti tinggal atau hidup bersama anggota masyarakat dan ikut terlibat
dalam semua aktivitas dan perasaan mereka. Selanjutnya, peneliti memainkan
dua peran, yaitu pertama berperan sebagai anggota peserta dalam kehidupan
masyarakat, dan keduan sebagai peneliti yang mengumpulkan data tentang
perilaku masyarakat dan perilaku individunya.
Observasi non partisipan adalah observasi yang menjadikan peneliti
sebagai penonton atau penyaksi terhadap gejala atau kajian yang menjadi
topik penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau
mendengarkan pada situasi sosial tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya.
Peneliti berada jauh dari fenomena topik yang diteliti. Sebagai contoh peneliti
memerhatikan aktivitas kelompok dari individu-individu mempergunakan
kaca satu arah, atau mendengarkan percakapan mereka di balik tabir. Dengan
melakukan observasi yang dilakukan dapat menemukan data yang
berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di MAN tersebut.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu, ini merupakan proses Tanya jawab lisan, di mana dua orang
atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan
untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri
pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak- tidaknya pada
pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Sutrisno Hadi mengemukakan
bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan
metode interview adalah sebagai berikut :
1) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri
2) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya
3) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti.
Ada dua macam tipe wawancara yaitu terstruktur dan tidak terstruktur:
Wawancara terstruktur digunakan karena informasi yang akan diperlukan
penelitian sudah pasti. Proses wawancara terstruktur dilakukan dengan
menggunakan instrument pedoman wawancara tertulis yang berisi wawancara
terstruktur, pertanyaan-pertanyaan, runtutan, serta perumusan kata-katanya
sudah ditetapkan dan tidak berubah-ubah. Pertanyaan yang diajukan
pewawancara dilakukan secara ketat sesuai daftar pertanyaan yang sudah
disiapkan. Pewawancara masih mempunyai kebebasan tertentu dalam
mengajukan pertanyaan, tetapi itu relative kecil. Kebebasan pewawancara
telah dinyatakan lebih dulu secara jelas. Wawancara standar mempergunakan
schedule wawancara yang telah dipersiapkan secara cermat untuk
memperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian.
Wawancara tidak terstruktur bersifat lebih luwes dan terbuka.
Wawancara tidak terstruktur dalam pelaksanaannya lebih bebes dibandingkan
dengan wawancara terstruktur karena dalam melakukan wawancara dilakukan
secara alamiah untuk menggali ide dan gagasan informan secara terbuka dan
tidak menggunakan pedoman wawancara. Pertanyaan yang diajukan bersifat
fleksibel, tetapi tidak menyimpang dari tujuan wawancara yang telah
ditetapkan. Meskipun pertanyaan yang diajukan oleh maksud dan tujuan
penelitian, muatannya, runtunan dan rumusan kata-katanya terserah pada
pewawancara. Singkatnya, wawancara tidak terstruktur merupakan situasi
terbuka yang kontras dengan wawancara standar atau terstruktur yang
tertutup. Wawancara yang dilakukan peneliti untuk mengetahui data yang
berada di Madrasah Aliyah Negeri Sampang yang melakukan pembinaan
kepada para guru.
c. Dokumentasi
Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, berarti mengajar.
Pengertian dari kata dokumen ini menurut Gottschalk seringkali
digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber
tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan,
artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis.
Pengertian kedua diperuntukkan bagi surat-surat resmi dan surat-surat
Negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsensi, dan lainnya.
Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam
pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang
didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan,
gambaran, atau arkeologis.
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang
dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya catatan harian seorang pahlawan
revolusi, cerita, biografi, peraturan kebijakan dan sejenisnya. Dokumen yang
berbentuk karya, misalnya karya seni dan gambar, lukisan, film, patung,
sketsa, dan sejenisnya.
Metode documenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi
melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Metode documenter ini
merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non
manusia. Sumber- sumber informasi non manusia ini sering diabaikan dalam
penelitian kualitatif, padahal sumber ini kebanyakan sudah tersedia dan siap
pakai. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih
luas mengenai pokok penelitian. Salah satu bahan documenter adalah foto.
Foto bermanfaat sebagai sumber informasi karena mampu membekukan dan
menggambarkan peristiwa yang terjadi.
Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian, menurut
Guba dan Lincoln dalam Lexi J. Moleong karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan seperti berikut ini:
1) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil,
kaya, dan mendorong.
2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
3) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam
konteks.
4) Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus
dicari dan ditemukan.
5) Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih
memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselediki.
Hal yang dapat dilakukan selain wawancara dan observasi dapat
diketahui dengan dokumentasi seperti hal nya video, gambar, data, rekaman,
hasil karya siswa.
6. Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dicek oleh peneliti dengan teknik triangulasi dan
observasi yang diperdalam dengan melakukan reobservasi dan revisi untuk
kepentingan ketepatan dan kebenaran observasi. Dalam trianggulasi peneliti
menggunakan tiga macam teknik, yang ketigatiganya akan dipergunakan untuk
mendukung, memperoleh keabsahan data ketiga teknik yang digunakan oleh
peneliti yang pertama trianggulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat pertanyaan yang berbeda. dengan membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan
orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi dan dengan
situasi yang ada dan kedua trianggulasi metode yang digunakan peneliti dalam
teknik ini peneliti menggunakan dua strategi yaitu pengecekan derajat
kepercayaan temuan hasil penelitian dalam prosedur pengumpulan data dan
pengecekan derajat kepercayaan sumber data dengan metode yang sama
sedangkan yang digunakan peneliti yang ketiga yakni trianggulasi dengan teori,
dalam penggunaan teknik ini peneliti melakukan pengecekan dengan
membandingkan teori yang sepadan melalui rival explanation (penjelasan
banding), dan hasil studi ini akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan subjek studi
sebelum peneliti anggap cukup.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Analisis data
kualitatif adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk menetapkan bagian-
bagiannya, hubungan antarkajian, dan hubungannya terhadap keseluruhannya
artinya semua analisis data mencakup penelusuran data, melalui catatan-catatan
atau pengamatan lapangan untuk memperoleh pola-pola budaya yang dikaji oleh
peneliti.
Peneliti dalam menganalisa data, yakni memproses dalam mengatur urutan
data terlebih dahulu,lalu kemudian mengorganisasikannya kedalam suatu
pola,kategori dan satuan uraian dasar sebagimana Moleong mengatakan analisis
data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam
pola,kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
sehinggadengan demikian peneliti dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data dan tujuan analisis data yaitu untuk menyederhanakan
seluruh data yang tekumpul, menyajikannya dalam suatu susunan yang sitematis,
kemudian mengolah dan menafsirkan atau memaknai.
Kasus-kasus dapat berupa individual, program, institusi, atau kelompok.
Pendekatan studi kasus pada penelitian analisis kualitatif adalah cara yang
spesifik untuk menghimpun data, mengorganisasikan data, dan menganalisis data.
Tujuannya untuk menghimpun data yang mendalam, sistematis, komprehensif,
tentang masing-masing kasus yang diminati. Kemudian permulaan penting untuk
analisis kasus adalah membuat yakin bahwa informasi untuk masing-masing
kasus selengkap mungkin.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak awal peneliti
terjun lapangan, yakni sejak peneliti mulai melakukan pertanyaan-pertanyaan dan
catatan-catatan lapangan. Seperti Patton katakana bahwa analisis data kualitatif
yang dihimpun dari wawancara mendalam dan catatan lapangan berasal dari
pertanyaanpertanyaan yang dihasilkan pada proses yang paling awal dalam
penelitian; selama pembuatan konseptual; dan fase pertanyaan yang berfokus
pada penelitian. Singkatnya, analisis data dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
selama proses pengumpulan data dan pada akhir pemngumpulan data.
Dengan demikian analisis data merupakan proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Miles & Huberman ada tiga macam kegiatan dalam analisis data
kualitatif yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan
data penarikan kesimpulan. Model Analisis data ditunjukkan seperti diagram
dibawah ini:

a. Reduksi data (data reduction) Reduksi data merujuk pada proses


pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan
pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan
lapangan tertulis. Mereduksi data merupakan kegiatan merangkum,
memilih halhal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang perlu. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencariny bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu
dengan peralatan elektronik seperti computer mini, dengan memberikan
kode pada aspek-aspek tertentu. Data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran lebih jelas dan memudahkan dalam pengumpulan
data. Temuan yang dipandang asing, tidak dikenal, dan belum memiliki
pola, maka hal itulah yang dijadikan perhatian karena penelitian kualitatif
bertujuan mecari pola dan makna yang tersembunyi dibalik pola dan data
yang tampak. Data yang sudah direduksi maka langkah selanjutnya
adalah memaparkan data. Pemaparan data sebagai sekumpulan informasi
tersusun, dan member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
b. Penyajian data (data display) Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
table, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian
data maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga
akan mudah difahami. Penyajian data bias dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam
hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan “the most frequent form
of display data for qualitative research data in the past has been
narrative tex”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Penyajian
data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman kasus dan sebagai
acuan mengambil tindakan berdasarkan pemahaman dan analisis sajian
data. Data penelitian akan disajikan dalam bentuk uraian yang didukung
dengan matrik jaringan kerja.
c. Data penarikan kesimpulan atau verifikasi (Conclusion
drawing/Verification) Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian
yang menjawab focus penelitian berdasarkan hasil analisis data.
Simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian dengan
berpedoman pada kajian penelitian
Berdasarkan analisis interactive model, kegiatan pengumpulan data,
reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan
proses siklus dan interaktif. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang
berlanjut, berulang dan terus menerus. Reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai
rangkaian kegiatan analisis yang saling menyusul.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan selanjutnya. Tetapi apabila pada kesimpulan awal ditemukan bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dalam kesimpulan menjawab rumusan masalah yang sudah dirumuskan
sejak awal, tetapi mungkin tidak karena telah disebutkan bahwa masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kulaitatif bersifat sementara dan akan
berkembang ketika berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat
berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, D. K., Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya, 2012).
Anastasia, Fandy. Fungsi-Fungsi Manajerial Menurut Manajemen Mutu Terpadu. (Bandung:
Yayasan Amal Keluarga, 2002).
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).
B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Konsep
Dasar, (Jakarta: Ditjend Pendidikan Dasar dan Menengah, 2012).
Edward Sallis, Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, (Yogyakarta, IRCiSoD, 2010).
Edward Sallis, Total Quality Managemen In Education, (IRCiSoD, 2012).
H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, (Bandung: Rosdakarya, 2008).
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2011).
Hani Handoko, Manajemen Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2003), cet. XVIII.
http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/PP-2005-19-SNP.pdf diakses 28
Juni 2023
https://kemenagsampang.com/terobosan-baru-man-1-sampang-diresmikan-menjadi-
madrasah-wisata/ diakses, rabu 28 juni 2023.
Husnaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006).
Isti’anah Abubakar, Metamorfosis Institusi Pendidikan Islam di Indonesia, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 4, No. 1, (Juli, 2017).
J. Pangkyim, Manajemen Suatu Pengantar, (Jakarta: Gladia Indonesia,1982).
James H. Donnelly. JR., Fundamentals of Management, (Irwin Dorsey: Business
Publications, 1981).
Kamisa, dalam Nurkolis, Isu dan Kebijakan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya, (Manado:
Program Pascasarjana Universitas Negeri Manado, 2006).
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Cet. 1; (Jakarta: Bina Aksara, 1988).
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2014).
Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Penigkatan Mutu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Teras, 2012).
Muhammad Firdaus, Manajemen Agribisnis, (Jakarta: Bumi Aksara,2009).
Nadiyah Rahmalia, PDCA Plan Do Check Act, https://glints.com/id/lowongan/pdca-adalah/
diakses 28 juni 2023.
Nur Azman, Kamus Standar Bahasa Indonesia, (Bandung: Fokusmedia, 2013).
Onisimus Amtu, Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Kinerja, Strategi, dan
Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2011).
Peter. P. Schoderbek, Management, (San Diego: Harcourt Broce Javano Vich, 1988).
Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,” (Bandung: Fokusmedia, 2003).
Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978).
Slamet Margono, Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu Terpadu,
(Bogor: Intitut Pertanian Bogor, 2007).
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Konsep, Strategi, dan Aplikasi), (Yogyakarta:
Teras, 2009).
Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Erlangga, 2008).
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2012).
Tim Dosen Administrasi UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011).
Vincent Gaspersz, Total Quality Management, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).
W. Edwards Deming, Out of the Crisis, (MIT Center for Advanced Engineering Study,
1986).
Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Penerbit Alumni,1983).
Zamroni, Meningkatkan Mutu Sekolah, (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007).

Anda mungkin juga menyukai