Anda di halaman 1dari 11

Keharmonisan Pernikahan di Kesultanan Islam Pontianak (Tradisi Nyembah-

Nyembah)
Sahrur Romadhon
IAIN Pontianak, Kota Pontianak

Abstrak:
Tidak jarang pada pernikahan terdapat perbedaan kepentingan yang berakhir dengan
timbulnya berbagai problematika. Maka diperlukan upaya yang tepat untuk menyelesaikan
problematika tersebut. Fokus penelitian ini adalah tradisi nyembah-nyembah pada suku Melayu
di Kesultanan Islam Pontianak dalam upaya dalam menciptakan keharmonisan dan
mencegah permasalahan dalam rumah tangga. Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk
memahami bagaimana masyarakat Melayu di Kesultanan Islam Pontianak dalam menjaga
keharmonisan rumah tangga berdasarkan adanya tradisi nyembah-nyembah. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus. Penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dalam pemilihan sampel, serta metode pengumpulan datanya berupa
observasi dan wawancara terhadap lima partisipan yang dipilih. Analisis data melibatkan
penggunaan model analisis Miles dan Huberman yakni dengan cara mereduksi data,
menyajikan data, dan mengambil kesimpulan dari data yang telah diolah. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa tradisi nyembah-nyembah berperan penting dalam menjaga
keharmonisan pernikahan karena pada tradisi ini pasangan pengantin memperoleh doa-doa
dan wejangan-wejangan yang disampaikan oleh sesepuh dan orang tua dengan harapan agar
tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah.
Kata kunci: konseling indigenous; keharmonisan; pernikahan; nyembah-nyembah.
Pendahuluan
Tidak jarang di dalam hubungan pernikahan timbul berbagai problematika.
Ketidaksesuaian kepentingan menjadi penyebab munculnya problematika dalam pernikahan
tersebut. 1 Selain itu, penyebab lainnya yaitu hubungan yang tidak seimbang dan adanya
perbedaan pendapat pada pasangan. 2 Akibat dari problematika pernikahan yakni
terganggunya kebahagiaan pada pasangan, kesulitan dalam komunikasi, kehilangan
kepercayaan dalam menjalani pernikahan, bahkan dapat menyebabkan perceraian. Hal ini
ditunjang oleh data di Indonesia yang menunjukkan peningkatan tingkat perceraian sebesar

1
A. Sati, "Mengelola Konflik dalam Rumah Tangga; Catatan Kecil Sebuah Pernikahan dalam
Islam," Jurnal El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial 6, no. 2 (2020): 152-
165.
2
“Berikut Sumber-Sumber Konflik Dalam Perkawinan yang Wajib Diketahui", Kementerian
Agama RI Provinsi Sulawesi Selatan, diakses pada 1 Agustus 2023,
https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/berikut-sumber-sumber-konflik-dalam-perkawinan-
yang- wajib-diketahui-F5c6W
15,31% dari tahun 2021 ke tahun 2022.3 Secara khusus, kasus perceraian di Pontianak pada
tahun 2022 menjadi tertinggi dibanding daerah lain yakni sebanyak 1036 kasus. 4
Dalam konteks ini, diperlukan upaya yang tepat untuk menjaga keharmonisan serta
mencegah terjadinya problematika pernikahan, terutama di Pontianak. Salah satu tradisi yang
memenuhi pernyataan tersebut yaitu tradisi nyembah-nyembah. Tradisi ini adalah sebuah tradisi
di Kesultanan Islam Pontianak yang dilakukan dengan bersilaturahmi kepada keluarga
mempelai laki-laki dan perempuan yang dituakan atau sesepuh untuk memohon doa restu
dan menyampaikan apresiasi atas kehadirannya dalam pernikahan. Pada tradisi ini pasangan
yang baru menikah tersebut memperoleh doa-doa, wejangan-wejangan pernikahan, dan
hadiah dari sesepuh-sesepuh.5
Upaya menjaga keharmonisan pernikahan melalui tradisi nyembah-nyembah menjadi
fokus penelitian ini dengan memperhatikan konsep dari indigenous counselling. Pengertian
konseling indigenous yaitu konseling yang berdasarkan pada praktek dan sistem
pengetahuan masyarakat, tempat individu mengadopsi praktik dan sistem perilakunya. 6
Indonesia yang dikenal sebagai negara yang kompleks terhadap adat istiadat serta budaya
memiliki keharusan terkait dengan konseling indigenous.7 Maka dari itu, Indonesia yang
merupakan negara yang terdiri atas beragam suku dan tradisi perlu mengintegrasikan
sebanyak mungkin pendekatan konseling indigenous dalam memahami lebih dalam tentang
budaya-budaya lokal.
Sejumlah besar penelitian telah dilakukan oleh para peneliti dalam bidang konseling
indigenous di Indonesia. Saripaini dan Maemunah meneliti mengenai karakteristik rohaniah
dalam tradisi robo-robo di masyarakat kecamatan Sungai Kakap, Kalimantan Barat. 8 Prasasti
meneliti dengan melihat lebih dalam prinsip-prinsip kearifan lokal pada tradisi sedekah bumi
dengan konteks budaya Jawa.9 Rozikan mengkaji Syiiran Jawa dalam pemikiran KH. Asnawi,
serta menganalisis nilai-nilai konseling di dalamnya. 10 Maullasari meneliti terkait konseling
indigenous pada Khaul Syekh Mutamakkin. 11 Kiyarusoleh mengkaji konseling indigenous

3
Cindy Mutia Annur, "Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi dalam
Enam Tahun Terakhir," Databoks, diakses pada 12 Agustus 2023,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/01/kasus-perceraian-di-indonesia-
melonjak- lagi-pada-2022-tertinggi-dalam-enam-tahun-terakhir.
4
Musbahir Munir S, “Tingkat Perceraian Pontianak Tertinggi”, Pontianak Post, diakses pada 14
Agustus 2023. https://pontianakpost.jawapos.com/pontianakpost/27/03/2022/tingkat-
perceraian-pontianak-tertinggi/

rasasti, "Konseling Indigenous: Menggali Nilai–Nilai Kearifan Lokal Tradisi Sedekah Bumi dalam
Budaya Jawa," Cendekia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 14, no. 2 (2020): 110-123.
10
M. Rozikan, "Indigenous Counseling: Meramu Syiiran Jawa dalam Pemikiran KHR Asnawi,"
Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application 11, no. Special Ed (2022):
169-185.
11
S. Maullasari, "Indigenous Counseling: Khaul Syekh Mutamakkin as an Intervention Based on
Local Wisdom in Pati Regency," Counselle| Journal of Islamic Guidance and Counseling 1,
no. 1 (2021): 57-80.
pada kyai dalam mendidik santri di pesantren. 12 Sedangkan kebaruan pada penelitian ini akan
dibahas mengenai konseling indigenous terkait tradisi nyembah-nyembah di Kesultanan Islam
Pontianak dalam menjaga keharmonisan pernikahan.
Kajian mengenai tradisi nyembah-nyembah di Kesultanan Islam Pontianak belum banyak
dikaji oleh peneliti. Hasan dkk membahas prosesi pernikahan di Kesultanan Islam Pontianak
dan menyebutkan sekilas mengenai tradisi nyembah-nyembah.13 Oleh karena itu, penelitian ini
memiliki daya tarik untuk dilakukan, secara eksplisit dirumuskan untuk membahas lebih
lanjut mengenai tradisi nyembah-nyembah dalam mencegah problematika dalam rumah tangga.
Sejalan dengan hal itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam cara
masyarakat Melayu di Kesultanan Islam Pontianak menjaga keharmonisan pernikahan yakni
dengan adanya tradisi nyembah-nyembah.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan studi kasus. Teknik penentuan
sampel menggunakan purposive sampling dengan menentukan terlebih dahulu narasumber yang
dituju. Maka metode pengumpulan datanya berupa wawancara dengan instrumen semi-
terstruktur terhadap lima orang narasumber, yaitu tokoh agama, para sesepuh, serta orang-
orang yang pernah ikut serta dalam tradisi nyembah-nyembah, serta observasi di lapangan terkait
dengan proses pelaksanaan tradisi nyembah-nyembah. Cara yang diterapkan untuk menganalisis
data melibatkan penggunaan model analisis Miles dan Huberman yaitu dengan cara
mereduksi data, menyajikan data, dan mengambil kesimpulan dari data yang telah diolah. 14
Gambaran Umum Tradisi Nyembah-Nyembah
Tradisi nyembah-nyembah merupakan tradisi pada Kesultanan Islam Pontianak yang
telah berlangsung sejak awal pendirian kesultanan. Tradisi ini dinamai “nyembah-nyembah”,
berasal dari kata menyembah yang artinya merujuk pada salah satu makna di KBBI yaitu
menghormati dengan mengangkat sembah.15 Berdasarkan arti tersebut, tradisi ini dimaknai
sebagai tradisi yang dilakukan untuk menghormati orang tua atau sesepuh. Tradisi ini
merupakan salah satu dari prosesi pernikahan di Kesultanan Islam Pontianak dari dinasti Al-
Qadri, tepatnya diadakan sebagai penutup dari rangkaian prosesi lain seperti akad nikah,
resepsi, dan sebagainya. Tradisi nyembah-nyembah dilaksanakan di hari yang sama setelah tradisi
mandi-mandi, yakni pada malam harinya.16 Namun, pendapat lain mengemukakan bahwa
tradisi ini dilakukan setelah satu hari tradisi mandi-mandi. Tradisi ini dapat dilaksanakan tiga
hari setelah semua adat istiadat pernikahan lainnya selesai dilakukan. Dalam tradisi ini
pengantin menggunakan pakaian adat Melayu khas Kesultanan Islam Pontianak, berupa baju
kurung untuk perempuan dan baju teluk belanga untuk laki-laki dengan bawahan yang sama

12
U. Khiyarusoleh, "Konseling Indigenous Pesantren (Gaya Kepimpinan Kyai dalam Mendidik
Santri)," Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang
Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran 6, no. 3 (2020): 441-450.
13
Hasan, M., & Ardiansyah, A. "Proses Pernikahan Syarif-Syarifah Keturunan Keraton Kadriah
Pontianak." Al-Usroh 1, no. 1 (2021): 66-79.
14
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2019
15
"Arti Kata Sembah," Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 1 Agustus 2023,
https://kbbi.web.id/
yaitu kain corak insang bersulam. Selain itu, disarankan juga untuk menggunakan payung
kuning ketika berjalan ke lokasi yang dituju.17
Pada tradisi ini, pasangan yang baru menikah mendatangi sekitar tiga hingga tujuh
rumah orang tua mempelai serta kerabat lain yang usianya lebih tua. Namun, yang menjadi
prioritas untuk didatangi adalah sesepuh-sesepuh yang usianya tujuh puluhan ke atas. Karena
mereka lebih berpengalaman dalam menjalani kehidupan pernikahan. Pertemuan tersebut
dilakukan untuk meminta berkah, meminta doa restu serta mengucapkan terima kasih sebab
telah hadir dan membantu seluruh prosesi pernikahan.18
Tradisi ini dilakukan setelah pernikahan untuk mempererat ikatan kekeluargaan
pihak pengantin laki-laki juga perempuan. Selain itu, pada saat acara pernikahan pihak
sesepuh dan pengantin tidak memiliki kesempatan untuk saling berbicara dan memberikan
wejangan. Alasan lainnya tradisi nyembah-nyembah dilakukan setelah prosesi pernikahan karena
pada saat pernikahan terdapat sesepuh yang tidak hadir disebabkan sakit, sulit untuk bergerak
bebas, dan sebagainya.19 Maka dari itu, pasangan pengantin yang baru menikah sebagai yang
lebih muda adabnya adalah mendatangi yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.
Sejarah tradisi nyembah nyembah
Pontianak, sebagai kota di Kalimantan Barat, Indonesia, memiliki sejarah yang kaya
terkait dengan tradisi keharmonisan, pernikahan, dan penyembahan. Sebagai bagian dari
Indonesia, kota ini juga dipengaruhi oleh keberagaman budaya dan agama.
1. Tradisi Keharmonisan:
Tradisi keharmonisan di Pontianak mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong,
dan rasa solidaritas dalam masyarakat. Masyarakat Pontianak sering melibatkan diri dalam
kegiatan sosial dan budaya yang memperkuat ikatan antaranggota masyarakat.
2. Pernikahan:
Upacara pernikahan di Pontianak umumnya mencakup berbagai ritual dan adat istiadat.
Setiap etnis yang tinggal di kota ini, seperti Tionghoa, Melayu, dan Dayak, memiliki tradisi
pernikahan yang khas. Pernikahan sering dianggap sebagai peristiwa yang menyatukan dua
keluarga dan dihormati dengan adat-istiadat yang kental.
3. Nyembah-Nyembah:
Praktik penyembahan di Pontianak bisa mencakup berbagai keyakinan dan agama,
termasuk Islam, Kristen, dan kepercayaan tradisional. Keluarga dan masyarakat dapat
terlibat dalam ritual keagamaan dan kepercayaan yang berbeda, menciptakan keberagaman
dalam ekspresi spiritual.
Seiring berjalannya waktu, modernisasi dan globalisasi mungkin telah membawa perubahan
dalam pelaksanaan tradisi-tradisi ini, namun banyak masyarakat di Pontianak tetap
mempertahankan warisan budaya mereka dengan bangga.
Pandangan Islam terhadap tradisi nyembah nyembah
Dalam Islam, tradisi keharmonisan dalam pernikahan sangat dianjurkan. Pernikahan
dianggap sebagai institusi yang sakral dan dihormati, di mana pasangan suami istri
diharapkan saling mendukung, menghormati, dan membina kehidupan bersama dengan
penuh kasih sayang.
Namun, penting untuk mencatat bahwa tradisi keharmonisan pernikahan ini harus
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Penyembahan atau pengabdian hanya boleh ditujukan
kepada Allah, dan tidak boleh ada unsur syirik atau penyembahan kepada selain-Nya.
Dalam konteks pernikahan, ibadah dan doa kepada Allah untuk mendapatkan keberkahan
dalam hubungan pernikahan sangat ditekankan. Oleh karena itu, ketika membicarakan
“nyembah-nyembah” dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa fokus utama
adalah ibadah kepada Allah dan menjalankan pernikahan sesuai dengan ajaran Islam.
Makna tradisi diera moderen
Dalam era modern, tradisi keharmonisan, pernikahan, dan praktik keagamaan, termasuk
“nyembah-nyembah,” dapat mengalami berbagai perubahan dan adaptasi. Makanan dalam
konteks tradisi keharmonisan dan pernikahan tetap menjadi bagian penting dari budaya,
tetapi mungkin mengalami variasi sesuai dengan preferensi lokal dan global.
Pernikahan dalam era modern cenderung melibatkan elemen-elemen baru, seperti teknologi
untuk komunikasi dan persiapan pernikahan. Meskipun demikian, nilai-nilai keharmonisan,
saling pengertian, dan kerja sama dalam rumah tangga tetap ditekankan.
Dalam konteks “nyembah-nyembah” atau ibadah, era modern dapat mencerminkan
tantangan dan peluang. Kemajuan teknologi memungkinkan akses yang lebih luas terhadap
informasi agama, dan individu dapat beribadah dengan menggunakan sumber daya digital.
Namun, mungkin juga terjadi tantangan seperti kehidupan yang sibuk dan distraksi modern
yang dapat memengaruhi kualitas ibadah.
Penting untuk memahami bahwa dalam mengadaptasi tradisi ke era modern, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip agama tetap dijunjung tinggi, dan penyesuaian dilakukan tanpa
mengorbankan inti ajaran keagamaan.

Proses Pelaksanaan Tradisi Nyembah-Nyembah


Adapun rangkaian prosesi pada tradisi nyembah-nyembah terdiri atas persiapan,
kedatangan, sungkeman dan wejangan, pemberian hadiah, serta menikmati hidangan :
1. Persiapan
Pelaksanaan tradisi nyembah-nyembah dimulai dengan meminta izin kepada pemilik
rumah dengan pesan bahwa pasangan yang baru menikah tersebut akan datang untuk
melaksanakan nyembah-nyembah. Setelah itu pemilik rumah akan menyiapkan segala hal
keperluan untuk menyambut keluarga mempelai pengantin. 20
2. Kedatangan
Proses berikutnya berupa kedatangan mempelai dan keluarga, baik laki-laki maupun
perempuan ke rumah sesepuh atau orang yang dituju untuk menyembah-nyembah.
Kedatangan ini dimulai dengan mengucapkan salam dan menanyakan ada atau tidaknya
sesepuh yang ingin ditemui. Proses selanjutnya yaitu pemilik rumah akan melemparkan beras
kuning sebagai tanda penyambutan kedatangan. 21 Kemudian pengantin beserta keluarga
dipersilahkan untuk duduk dan menyampaikan maksud kedatangannya.
3. Sungkeman dan wejangan
Selanjutnya, kedua mempelai pengantin melakukan sungkeman dengan
menundukkan kepala dan mencium tangan sesepuh-sesepuh sebagai bentuk penghormatan
dan permohonan berkah. Tradisi ini dilanjutkan dengan mengobrol antara sesepuh dan pihak
pengantin. Dalam obrolan inilah, terjadi keakraban yang disertai adanya doa dan wejangan
dari sesepuh dan/atau orang tua yang didatangi.22
4. Pemberian Hadiah
Proses berikutnya yaitu pemberian hadiah atau kenang-kenangan dari orang tua atau
sesepuh kepada kedua mempelai pengantin. Proses ini dinilai sangat penting dalam tradisi
nyembah-nyembah. Karena menurut orang tua di zaman dahulu, memberikan hadiah kepada
pasangan pengantin merupakan suatu keharusan, dan jika tidak memberikan hadiah, orang
yang bersangkutan akan merasa malu.23 Hadiah yang diberikan berupa kain corak insang,
amplop yang berisi uang, pakaian, kue-kue tradisional, serta kopiah untuk mempelai laki-laki.
Selain itu, hadiah atau kenang-kenangan yang diberikan dapat juga berupa cincin yang
dipasangkan ke jari manis pengantin wanita.
5. Menikmati hidangan
Setelah pemberian hadiah dari sesepuh atau orang tua kepada pasangan pengantin,
sebagai penutup proses nyembah-nyembah, tamu yang datang dipersilahkan untuk menikmati
hidangan yang disajikan.24 Biasanya makanan yang disajikan berupa makanan ringan seperti kue-
kue tradisional dan/atau makanan berat seperti nasi beserta lauk-pauk. Hal ini sesuai dengan
kemampuan finansial dari pemilik rumah untuk menjamu tamu yang datang.
Tradisi Nyembah-Nyembah dalam Menjaga Keharmonisan Pernikahan
Peran konselor adalah sebagai orang yang melakukan konseling, salah satunya
konseling perkawinan. Lebih khusus, konselor berperan dalam menjaga keharmonisan
keluarga, yang mana membantu individu yang mengalami permasalahan ketika menjalani
kehidupan pernikahan. 25 Sementara pada masyarakat Melayu di Kesultanan Islam Pontianak
bentuk konseling lebih cenderung tergambarkan pada tradisi nyembah-nyembah yang berkaitan
dalam menghindari problematika pernikahan. Berdasarkan proses penelitian yang telah
dilakukan yang dapat dipahami bahwa sesepuh dan orang tua berperan sentral dalam tradisi
nyembah- nyembah sebagai pemberi wejangan dan pembimbing dalam menjaga
keharmonisan pernikahan. Sesepuh tersebut tidak hanya memberikan doa-doa, tetapi juga
wejangan yang berpengaruh terhadap kestabilan rumah tangga.
Doa-doa yang disampaikan dalam tradisi nyembah-nyembah pada masyarakat Melayu
menjadi fondasi spiritual dan sarana permohonan kepada Allah agar diberikan kestabilan
dalam rumah tangga. Doa-doa tersebut dianggap oleh masyarakat mudah diijabah oleh Allah
SWT, mengingat amalan ibadah para sesepuh lebih banyak dan rutin dilakukan pada siang
dan malam hari. 26 Masyarakat Melayu percaya bahwa dengan mendatangi sesepuh dalam
tradisi nyembah-nyembah, maka pasangan pengantin akan memperoleh keberkahan dalam
pernikahannya. Sehingga, dapat dipahami bahwa selain sekadar menjalani rumah tangga dan
tradisi lokal, masyarakat Melayu juga memiliki dimensi spiritual terkait hubungan antara
hamba dengan Allah SWT.
Doa-doa yang diucapkan sesepuh seperti harapan diberkahi keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah dan dapat mewujudkan kebahagiaan. 27 Makna dari sakinah mawaddah
warahmah yang diungkapkan oleh M. Quraish Shihab yakni keluarga yang damai dan tentram,
dilengkapi mawaddah (cinta) dan rahmah (saling pengertian). Selain itu, terdapat doa
memperoleh keturunan yang sholeh dan sholehah.28 Hal ini menunjukkan adanya harapan agar
diberikan penerus yang memiliki nilai-nilai moral dan spiritual yang baik. Lalu doa untuk
menjadi keluarga yang harmonis dan diberikan rezeki menggambarkan bahwa keyakinan
bahwa faktor ekonomi juga berpengaruh dalam keharmonisan pernikahan 29 . Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa tradisi nyembah-nyembah tersebut menginternalisasikan ajaran
agama dalam pernikahan yang berimplikasi terhadap pernikahan yang harmonis.
Dalam tradisi nyembah-nyembah, pasangan yang baru menikah juga memperoleh
wejangan-wejangan dalam menjalani kehidupan pernikahan. Keberadaan wejangan ini
mencerminkan upaya memberikan pedoman dan anjuran oleh sesepuh kepada pasangan
pengantin agar mereka lebih bijak dalam menghadapi perjalanan pernikahan. Wejangan yang
diberikan tersebut berbeda pada setiap sesepuh dan orang tua, mengingat mereka memiliki
pengalaman dan pandangan yang berbeda. Meskipun tujuan wejangan tersebut cenderung
sama yakni mengarah kepada terbentuk keluarga yang harmonis, serta merupakan bentuk
kasih sayang dari sesepuh kepada generasi setelahnya. 30
Wejangan ini mencakup anjuran penting dalam pernikahan. Misalnya, wejangan
sebagai istri yakni agar taat, tunduk dan patuh, selalu izin jika bepergian, serta menyiapkan
kebutuhan suami, seperti dalam hal pangan dan sandang. Sedangkan kepada suami
berupa anjuran berperilaku setia dan tidak kasar, menyelesaikan permasalahan dengan bijak,
serta menyayangi istri dengan sebaik-baiknya.31 Pemenuhan peran dan tanggung jawab
tersebut diharuskan dijalankan oleh kedua belah pihak dengan seadil-adilnya. Sehingga dapat
dipahami bahwa apabila adanya keseimbangan peran antara suami dan istri, konflik dalam
hubungan keluarga dapat dihindari.
Selain itu, wejangan lainnya adalah anjuran bersikap sabar. 32 Oleh karena itu, anjuran
bersikap sabar yang terdapat pada wejangan di tradisi nyembah-nyembah memiliki sisi strategis
yang kuat. Sikap sabar membantu pasangan dalam menurunkan emosi yang meruncing dan
memberikan ruang agar dapat merefleksikan dan mencari solusi penyelesaian. Bahkan,
dengan bersikap sabar pasangan dapat mengatasi perbedaan, menghadapi tantangan, serta
menjaga komunikasi dan kerja sama yang baik. Hal ini dikuatkan dengan hasil penelitian
Zuliana dan Kumala menunjukkan bahwa sabar berpengaruh dalam penyesuaian
pernikahan, yakni
semakin besar kesabaran yang dimiliki dalam menghadapi pernikahan, maka akan semakin
mudah pula dalam menyesuaikan pernikahan.33 Dengan demikian, sikap sabar juga berfungsi
sebagai alat yang efektif dalam membangun dan memelihara hubungan yang kokoh dalam
pernikahan.
Selain wejangan bersikap sabar, sesepuh juga memberikan wejangan berupa anjuran
memperlakukan mertua layaknya orang tua sendiri. 34 Makna dari wejangan ini bahwa ketika
pasangan memperlakukan mertua layaknya orang tua, hal ini mencerminkan penghargaan
antara kedua belah pihak. Sehingga, dengan memperlakukan mertua layaknya orang tua
sendiri, maka akan mencegah terjadinya ketegangan dan konflik dalam hubungan keluarga.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menjaga hubungan yang baik dengan mertua dapat
memberikan kontribusi dalam keharmonisan keluarga. SAI mengungkapkan bahwa
keberadaan tradisi nyembah-nyembah dapat menjadikannya pribadi yang lebih patuh kepada
mertua, berperilaku hormat dan santun ketika berbicara dengan mertua, bahkan tanpa ragu
curhat kepada ibu mertuanya seperti halnya ia curhat dengan ibunya sendiri. 35
Konsep keluarga yang tercermin dari masyarakat suku Melayu di Kesultanan Islam
Pontianak adalah konsep dari keluarga yang harmonis. Keharmonisan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung makna perihal keadaan harmonis, keselarasan,
keserasian.36 Keharmonisan keluarga tidak hanya dinilai dari segi materi, tetapi juga berasal
dari adanya sikap saling menerima antar pasangan, menghindari pertengkaran, serta saling
mengalah. 37 Dengan demikian, maka yang dimaksud keluarga yang harmonis merupakan
dikaji keluarga yang serasi, bahagia dan saling menjaga dari permasalahan pernikahan.
Berdasarkan tradisi nyembah-nyembah di Kesultanan Islam Pontianak, adapun apabila
kesesuaian dengan ciri-ciri keluarga harmonis maka dijelaskan sebagai berikut: 38
1. Hak dan Kewajiban yang Seimbang
2. Pasangan suami dan istri menghormati serta menerapkan hak dan kewajiban
dengan seimbang dengan menjalani tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Suami dianjurkan untuk setia, tidak kasar, bijaksana dan menyayangi istri dengan
sebaik-baiknya, sedangkan istri dianjurkan untuk taat, patuh, serta mendukung
segala yang suami butuhkan.
3. Kesepakatan dalam Mendidik Anak
Meskipun tidak secara nyata ditekankan, nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan dalam
tradisi nyembah-nyembah berdampak pada pendidikan anak. Di masa depan, pasangan
diharapkan mendidik generasi penerus dengan baik dan mampu hidup harmonis.
4. Hubungan Baik dengan Keluarga dan Masyarakat

33
N. Zuliana and A. Kumala, "Efek Sabar dan Syukur Terhadap Penyesuaian Pernikahan," Tazkiya:
Journal of Psychology 8, no. 2 (2020): 106-113.
.
Pasangan dianjurkan agar menjaga hubungan baik dengan masyarakat dan keluarga,
seperti dengan mertua dan yang lainnya serta berinteraksi positif dengan masyarakat. Hal ini
mencerminkan nilai hormat terhadap keluarga dan memperkuat jaringan sosial.
5. Peningkatan Keimanan
Tradisi nyembah-nyembah melibatkan aspek spiritual melalui doa-doa yang memohon
keberkahan dan kebahagiaan pernikahan kepada Allah SWT. Peningkatan dalam keimanan
diharapkan dapat menjadi pegangan yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan
pernikahan.
Efektivitas tradisi nyembah-nyembah terhadap keharmonisan pernikahan juga tercermin
dari pengalaman SZ. Setelah selesai menjalani tradisi tersebut, tidak hanya mengingat ajaran
tradisi nyembah-nyembah tersebut, tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan
pernikahan, seperti cara beretika sebagai seorang istri, cara menyelesaikan problem dengan
bijak, serta pentingnya menyayangi mertua. Sehingga, SZ yang awalnya khawatir terhadap
kehidupan pernikahan, seolah-olah memiliki bekal dalam menghadapi rintangan dalam
berkeluarga. Setelah puluhan tahun menikah, dampak positif melalui tradisi nyembah-nyembah
semakin terlihat dalam kehidupan pernikahannya. Prinsip-prinsip yang diterapkan dari tradisi
ini bukan hanya berlaku pada awal pernikahan, tetapi juga menjadi panduan berharga
sepanjang perjalanan hidup pernikahannya.39
Selain itu, pengalaman pernikahan lain yakni oleh SAI, seorang istri yang baru dua
tahun menikah. SAI mengungkapkan bahwa wejangan dalam bersikap sabar tersebut
diterapkannya dalam kehidupan rumah tangga, yaitu ketika mendapati permasalahan antara
narasumber dengan suaminya, kesabaran adalah kunci dalam menyelesaikannya. Karena
seiring berjalannya waktu, wejangan yang pernah disampaikan oleh orang tua dan sesepuh
ketika tradisi nyembah-nyembah ternyata dapat dibenarkan bahwa betapa pentingnya sikap
kesabaran dalam kehidupan pernikahan. Kesabaran di sini bukanlah tentang menyerah atau
mengalah pada masalah yang ada, tetapi justru melibatkan ketekunan dan ketabahan dalam
menemukan penyelesaian yang tepat pada pasangan. Dalam situasi seperti ini, SAI dan
suaminya belajar agar tidak mudah marah dan menyalahkan satu sama lain.40
Implementasi dalam penyelesaian masalah pada proses konseling untuk menjaga
keharmonisan berdasarkan hasil analisis dapat dilakukan melalui tradisi nyembah-nyembah.
Sarjana konseling serta magister psikologi dapat menerapkan tradisi nyembah-nyembah tidak
hanya dalam menjaga keharmonisan, tetapi menerapkan strategi konkret dan membimbing
individu dalam mengatasi konflik dan tantangan hubungan pernikahan, dengan membangun
komunikasi antara pasangan, mengajarkan kesabaran, serta mengedepankan kasih sayang.
Selain itu juga dapat dengan memanfaatkan doa-doa dan wejangan yang disampaikan oleh
sesepuh pada tradisi nyembah-nyembah sebagai titik pijak dalam membantu pasangan untuk
memahami hubungan mereka.
Kesimpulan
Pembahasan pada penelitian ini terkait dengan indigenous counselling yakni mengkaji cara
masyarakat Melayu di Kesultanan Islam Pontianak dalam menjaga keharmonisan pernikahan
yaitu dengan tradisi nyembah-nyembah. Penelitian ini menemukan hal baru bahwa pada tradisi
nyembah-nyembah terdapat doa serta wejangan, yang mana hal itu sesuai konsep dari keluarga
yang harmonis. Adapun doa-doa yang diberikan berupa harapan agar tercapainya keluarga
yang sakinah mawaddah warahmah, memperoleh keturunan yang sholeh dan sholehah, serta
keluarga yang harmonis. Sedangkan wejangan-wejangan yang disampaikan dapat berupa
anjuran untuk bersikap sabar, pentingnya tanggung jawab pada istri juga suami, serta anjuran
memperlakukan mertua layaknya orang tua sendiri.
Sehubungan dengan hal itu, rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah
mengkaji lebih dalam dengan mengeksplorasi bagaimana tradisi nyembah-nyembah dapat
diadaptasi dalam konteks zaman dan budaya yang berbeda. Selain itu, penelitian ini
merekomendasikan agar tradisi nyembah-nyembah selalu dilestarikan oleh generasi
berikutnya, baik oleh masyarakat Melayu maupun keluarga dan kerabat Kesultanan Islam
Pontianak.
Daftar Pustaka
Annur, Cindy Mutia. Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi
dalam Enam Tahun Terakhir. Databoks, diakses 12 Agustus
2023. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/01/kasus-
perceraian-di- indonesia-melonjak-lagi-pada-2022-tertinggi-dalam-enam-tahun-
terakhir.
Arti Kata Harmonis. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses 1 Agustus
2023. https://kbbi.web.id/.
Arti Kata Sembah. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses 1 Agustus
2023. https://kbbi.web.id/.
Berikut Sumber-Sumber Konflik Dalam Perkawinan yang Wajib Diketahui. Kementerian
Agama RI Provinsi Sulawesi Selatan, diakses 1 Agustus
2023, https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/berikut-sumber-sumber-
konflik-dalam- perkawinan-yang-wajib-diketahui-F5c6W.
Hadori, M., & Minhaji, M. "Makna Kebahagiaan dan Keharmonisan Rumah Tangga dalam
Perspektif Psikologi." Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran Dan Kebudayaan 12,
no. 1 (2018): 5-36. https://doi.org/10.35316/lisanalhal.v12i1.139
Hasan, M., & Ardiansyah, A. "Proses Pernikahan Syarif-Syarifah Keturunan Keraton
Kadriah Pontianak." Al-Usroh 1, no. 1 (2021): 66-79.
Khiyarusoleh, U. "Konseling Indigenous Pesantren (Gaya Kepemimpinan Kyai dalam
Mendidik Santri)." Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan
Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran 6, no. 3 (2020): 441-450.
https://doi.org/10.33394/jk.v6i3.2779
Mahmud, H. "Indigenous Konseling Gusjigang dalam Pemikiran Kearifan Lokal Sunan
Kudus." Konseling Edukasi: Journal of Guidance and Counseling 2, no. 1 (2018).
http://dx.doi.org/10.21043/konseling.v2i1.4137
Mullasari, S. "Indigenous Counseling: Haul Syekh Mutamakkin as an Intervention Based on
Local Wisdom in Pati Regency." Counselle| Journal of Islamic Guidance and Counseling
1, no. 1 (2021): 57-80. https://doi.org/10.32923/couns.v1i1.1727
Musyafah, A. A. "Perkawinan Dalam Perspektif Filosofis Hukum Islam." Crepido 2, no. 2
(2020): 111-122. https://doi.org/10.14710/crepido.2.2.111-122
Prasasti, S. "Konseling Indigenous: Menggali Nilai–Nilai Kearifan Lokal Tradisi Sedekah
Bumi dalam Budaya Jawa." Cendekia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 14, no. 2
(2020): 110-123. https://doi.org/10.30957/cendekia.v14i2.626
Putri, J. E., Mudjiran, M., Nirwana, H., & Karneli, Y. "Peranan konselor dalam konseling
keluarga untuk meningkatkan keharmonisan keluarga." Journal of Counseling, Education
and Society 3, no. 1 (2022): 28-31. https://doi.org/10.29210/08jces189000
Qoharuddin, M. A. "Konsep Harmonis Dalam Keluarga." Salimiya: Jurnal Studi Ilmu
Keagamaan Islam 1, no. 3 (2020): 151-173.
Rahman, F. S. "Kontekstualisasi Konsep Jodoh, Sakinah, Mawadah, Warahmah Dalam Al-
Qur’an." Tafáqquh: Jurnal Penelitian Dan Kajian Keislaman 8, no. 2 (2020): 197-214.
https://doi.org/10.52431/tafaqquh.v8i2.331
Rozikan, M. "Indigenous Counseling: Meramu Syiiran Jawa dalam Pemikiran KHR
Asnawi." Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application 11, no.
Special Ed (2022): 169-185. https://doi.org/10.15294/ijgc.v11i2.60829
S, Musbahir Munir. "Tingkat Perceraian Pontianak Tertinggi." Pontianak Post, diakses pada
14 Agustus 2023.
https://pontianakpost.jawapos.com/pontianakpost/27/03/2022/tingkat-
perceraian-pontianak-tertinggi/
Sainul, A. "Konsep Keluarga Harmonis dalam Islam." Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu
Kesyariahan dan Keperdataan 4, no. 1 (2018): 86-
98.
https://doi.org/10.24952/almaqasid.v4i1.1421
Saripaini & Maemonah. "Indigenous Counseling: Karakteristik Spiritual Dalam Tradisi
Robo-Robo Pada Masyarakat Kecamatan Sungai Kakap, Kalimantan Barat." Jurnal
Studi Agama Dan Masyarakat 17, no. 2 (2021): 96-106.
https://doi.org/10.23971/jsam.v17i2.3052
Sarwono, R. B. "Menggugah Semangat Indigenous dalam Praksis Konseling di Indonesia."
Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling 2, no. 1 (Agustus 2018): 1 -
8.
Sati, A. "Mengelola Konflik dalam Rumah Tangga; Catatan Kecil Sebuah Pernikahan dalam
Islam." Jurnal El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan dan Pranata Sosial 6, no. 2 (2020):
152-165. https://doi.org/10.24952/el-qanuniy.v6i2.3133
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2019.
Suryani, A., & Kadi. "Konsep Sakinah Mawaddah wa Rahmah Menurut M. Quraish Shihab
dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga." Ma’alim: Jurnal
Pendidikan Islam 1, no. 1 (2020): 58-71.

Anda mungkin juga menyukai